Latar Belakang Gambaran Karakteristik Neonatus Dengan Hiperbilirubinemia Di RSUP H. Adam Malik Dari Periode Januari Sehingga Desember 2012

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hiperbilirubinemia atau yang dikenal dengan istilah ikterus adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat peningkatan kadar bilirubin serum. Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada neonatus terjadi pada minggu pertama kehidupan. Sebagian besar kejadian ikterus neonatorum bersifat fisiologis, namun yang non fisiologis harus diwaspadai sebab dapat menimbulkan komplikasi yang berat baik gejala sisa bagi yang hidup maupun yang fatal jika pengobatan terlambat Cloherty,2004. Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek. Hal ini bisa diakibatkan oleh pemecahan eritrosit yang berlebihan, gangguan clearance metabolism, gangguan konjugasi atau gangguan ekskresi bersama air Sarwono et al,1994. Hiperbilirubinemia indirek dijumpai pada sekitar 60 bayi aterm dan 80 bayi premature Nelson, 2007. Angka kejadian menunjukkan bahwa lebih 50 bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65 mengalami ikterus. Di Malaysia, hasil survei pada tahun 1998 di rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan di bawah Departemen Kesehatan mendapatkan 75 bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58 untuk kadar Universitas Sumatera Utara bilirubin diatas 5mgdL dan 29,3 dengan kadar bilirubin diatas 12mgdL pada minggu pertama kehidupan. Ikterus pada neonatus dapat dibedakan secara dua macam,yaitu fisiologis dan patologis. Ikterus neonatorum fisiologis timbul akibat peningkatan dan akumulasi bilirubin indirek 5 mgdl24 jam yaitu yang terjadi 24 jam pasca salin. Hal ini karena metabolisme bilirubin neonatus belum sempurna yaitu masih dalam masa transisi dari masa janin ke masa dewasa Glasgow, 2000. Ikterus neonatorum patologis pula adalah ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama pasca salin dimana peningkatan dan akumulasi bilirubin indirek 5 mgdl24 jam dan ikterus akan tetap menetap hingga 8 hari atau lebih pada bayi cukup bulanmatur sedangkan pada bayi kurang bulan prematur ikterus akan tetap ada hingga hari ke-14 atau lebih. Ikterus neonatorum patologis dapat ditimbulkan oleh beberapa penyakit seperti anemia hemolitik, polisitemia, ekstravasasi darah hematoma, sirkulasi enterohepatik yang berlebihan, defek konjugasi, berkurangnya uptake bilirubin oleh hepar, gangguan transportasi bilirubin direk yang keluar dari hepatosit atau oleh karena obstruksi aliran empedu. Faktor resiko yang dianggap sebagai pemicu timbulnya ikterus neonatorum yaitu kehamilan kurang bulan prematur, bayi berat badan lahir rendah, persalinan patologis, asfiksia, ketuban pecah dini, ketuban keruh dan inkompatibilitas golongan darah ibu dan anak Fx.Wikan I, Ekawaty LH, 1998. Ikterus neonatorum dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius jika tidak ditangani dengan yaitu ensefalopati bilirubin yang dikenal dengan kern icterus Rina Triasih, dkk., 2002; Tb.Rudy Firmansjah B. Rifai, 2003. Kern icterus timbul akibat akumulasi bilirubin indirek di susunan saraf pusat yang melebihi batas toksisitas bilirubin pada ganglia basalis dan hipocampus. Ikterus neonatorum perlu mendapat perhatian dan penanganan yang baik sehingga menurunkan angka kematian bayi Infant Mortality Rate = IMR yang masih tinggi di Indonesia. Angka kematian bayi AKB di Indonesia, pada tahun 1997 tercatat sebanyak 41,4 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin lebih dikenal sebagai Universitas Sumatera Utara kernikterus. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, kern icterus juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, gangguan pendengaran, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.

1.2 Perumusan Masalah