2.1.4 Patogenesis dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV tipe lambat yang terdiri dari 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan elisitasi.
Fase Sensitisasi Fase sensitisasi adalah fase dimana terjadinya kontak pertama kali antara alergen
dengan kulit yang selanjutnya alergen tersebut akan dikenal dan direspon oleh limfosit T atau fase ketika sel T naive dirubah menjadi sel T efektor atau sel T memori spesifik-
antigen. Alergen pada umumnya merupakan bahan dengan berat molekul rendah 500 dalton, larut dalam lemak dan memiliki reaktivitas yang tinggi. Pada fase sensitisasi ini,
alergen yang belum diproses atau yang biasa disebut sebagai hapten akan dipaparkan ke stratum korneum dan selanjutnya akan berpenetrasi ke lapisan bawah epidermis dan
akhirnya ditangkap oleh sel langerhans kemudian akan terjadi beberapa proses, seperti proses endositosis atau pinositosis, proses degradasi nonlisosomal dari alergen atau proses
terjadinya ikatan antara peptida antigen dengan HLA-DR.
20
Paparan dari alergen ini dapat menurunkan jumlah sel langerhans pada epidermis sebanyak kurang lebih 50, yang
disebabkan karena sel langerhans tersebut beremigrasi dari epidermis.
21
Di dalam sel, hapten akan diberikatan dengan enzim sitosolik dan selanjutnya menjadi antigen lengkap
yang akan diekspresikan pada permukaan sel langerhans imatur yang juga dapat berfungsi sebagai makrofag walaupun masih memiliki kemampuan terbatas untuk menstimulasi
limfosit T. Tahap berikutnya adalah presentasi HLA-DR pada limfosit T helper yang akan mengekskresikan molekul CD4, dimana pada fase ini sel langerhans harus berinteraksi
dengan sel T CD4 dengan reseptor khusus untuk antigen klas II dan alergen.
20
Pengenalan
Universitas Sumatera Utara
antigen yang telah diproses dalam sel langerhans oleh Limfosit T terjadi melalui kompleks reseptor limfosit T CD3 dan dapat juga dipresentasikan oleh MHC klas I yang akan
dikenali oleh CD8. Selanjutnya, limfosit T yang telah tersensitisasi akan bermigrasi ke daerah parakortikal kelenjar getah bening regional untuk berdiferensiasi dan berproliferasi
membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan membentuk sel memori. Sebagian akan kembali ke kulit dan ke sistem limfoid, tersebar ke seluruh tubuh dan
menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh.
18,19,20
Fase Elisitasi Fase ini melibatkan beberapa substansi, seperti sitokin, histamin, serotonin dan
prostaglandin. Selain itu beberapa neuropeptida juga terlibat seperti calcitonin gene- related peptide dan
α-melanocyte stimulating hormone yang dapat menurunkan regulasi dari fase elisitasi ini yang kemungkinan disebabkan karena adanya pengaruh dari sel
penyaji antigen.
19
Fase elisitasi terjadi pada saat terjadi kontak ulang antara kulit dengan hapten yang sama atau serupa. Hapten akan ditangkap dan kemudian dipresentasikan pada
permukaan sel langerhans, satu-satunya sel epidermal yang mengekspresikan antigen HLA-DR klas II pada permukaannya. Selanjutnya sel langerhans akan mengeluarkan
sitokin, yaitu interleukin-1 yang akan menstimulasi limfosit T untuk menghasilkan interleukin-2 dan mengekspresikan reseptor interleukin-2 yang akan menyebabkan
proliferasi dan ekspansi populasi limfosit T pada kulit. Limfosit T teraktifasi akan mensekresikan IFN- yang akan mengaktifkan keratinosit untuk mengekspresikan
Intercellular adhesion molecule I ICAM-I dan Histocompatability Locus A HLA- DR.
19,20
Sitokin tidak hanya diproduksi oleh sel langerhans dan limfosit T, tetapi dapat
Universitas Sumatera Utara
juga diproduksi oleh sel keratinosit, sel mast dan makrofag yang terlibat pada patogenesis dermatitis kontak alergi ini.
Sitokin mempunyai peranan penting pada molekul-molekul adhesi yang mengatur jalur sel langerhans, sel T dan sel-sel inflamasi lainnya di kulit.
Selain itu, ekspresi dari molekul-molekul adhesi lain pada sel langerhans dan sel T dapat mempengaruhi respon sel T terhadap alergen yang masuk.
20
HLA-DR pada keratinosit akan berinteraksi dengan limfosit T CD4 melalui molekul ICAM-1. Selain itu, ekspresi HLA-DR dapat menyebabkan keratinosit menjadi
target limfosit T. Keratinosit aktif juga memproduksi berbagai sitokin lain, seperti IL-1, IL-6 dan GMSCF yang selanjutnya akan mengaktifkan limfosit T. Selanjutnya IL-1 dapat
menstimulasi keratinosit untuk memproduksi eicosanoid yang akan menghasilkan sel mast dan makrofag. Histamin yang berasal dari sel mast dan keratinosit serta infiltrasi lekosit
menimbulkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas terhadap berbagai sel dan faktor inflamasi yang terlarut. Jalur tersebut merupakan respon kulit pada dermatitis kotak
alergik yang meliputi inflamasi, destruksi seluler dan proses perbaikan.
18,22
Beberapa teori mengungkapkan kemungkinan beberapa faktor yang bertanggungjawab dalam proses migrasi sel T helper ke kulit, antara lain sitokin-sitokin kemotaktik yang
secara lokal akan bertindak pada keadaan-keadaan kulit tertentu, adanya peningkatan regulasi molekul-molekul adherens pada kulit pada endotelium pembuluh darah, sel
stromal dan sel-sel di epidermis serta sel langerhans pada epidermis yang berfungsi sebagai bantalan untuk antigen yang transit di epidermis sebelum antigen tersebut
ditransmisikan ke kelenjar getah bening yang akan membantu sel T helper untuk berikatan dengan antigen pada kulit.
21
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Patogenesis dermatitis kontak nikel