Prodesur Pendaftaran Wajib Pajak Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

PRODESUR PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN

PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA

O L E H

NAMA : M. ICHSAN SYAHPUTRA NIM : 102600112

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN PKLM INI DISETUJUI UNTUK DIPRESENTASIKAN OLEH :

NAMA : M. ICHSAN SYAHPUTRA NIM : 102600112

PROGRAM STUDI : DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN JUDUL : PROSEDUR PENDAFTARAN WAJIB PAJAK

DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PRATAMA MEDAN KOTA

Ketua Program Studi Diploma III Dosen Pembimbing Supervisor Administrasi Perpajakan

Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si Ibu Arlina, S.H, M.Hum Jeffry Sianturi, S.E, Ak., MM NIP : 195608311986011001 NIP : 197505061995031001 NIP :1970011021998031001

Dekan

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP : 196805251992031002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan ridhoNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat beriring salam penulis hanturkan kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW yang telah menjadi utusanNya dan panutan bagi seluruh umat manusia.

Tugas Akhir dengan judul Penundaan/Pencicilan Pembayaran Utang Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan merupakan sebuah karya tulis ilmiah yang diperlukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Terwujudnya Laporan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini dengan segala hormat dan ketulusan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. For the special one, my beloved mom, Ibu Syahlinarti yang selalu mendoakan dan

memberikan kasih sayang serta dukungan yang begitu luar biasa yang menguatkan dan membuat kakak jadi semangat untuk menyelesaikan penulisan Laporan Tugas Akhir ini dengan sebaik-baiknya demi mama dan almarhum papa.


(4)

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma III

Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Arlina, S.H, M.Hum selaku Sekertaris Jurusan Program Studi Diploma III

Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Staf/pegawai Jurusan Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial

Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak/Ibu Dosen pengajar Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu

Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama perkuliahan.

7. Ibu Arlina, S.H, M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran untuk memberikan masukan serta saran guna membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.

8. Bapak Jeffry Sianturi, S.E, Ak., MM selaku Kepala Seksi Pelayanan Kantor

Pelayanan Pajak Medan Kota yang sangat baik dan ramah.

9. Bapak Taslani dan Bapak Rusman Affandi Nasution selaku Pelaksana Seksi

Pelayanan yang telah membantu penulis dalam hal pemberian data dan saat wawancara dengan baik hati selalu menjawab pertanyaan penulis. Makasih ya pak


(5)

buat waktunya, bapak selalu menyediakan waktu untuk menjawab pertanyaan umi dan menjelaskan hal-hal yang tidak umi mengerti. Penulisan Laporan Tugas Akhir ini bisa selesai dengan cepat karena kebaikan hati bapak.

10.Minem, tante dan funni yang telah memberikan ide buat judul Tugas Akhir ini

dan nemenin ke Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota, serta buat semua hal bahagia/sedih yang udah kita lakuin bareng-bareng. love you girls.

11.Teman-teman Administrasi Perpajakan 2010 khususnya buat anak-anak kelas C

yang the best. I’ll miss you guys.

12.Kak khariah yang baik, makasih buat referensi, informasi dan sarannya.

13.Miss yun, thanks for help me to translate my thesis title and for your advice, I’ll

always remember it.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan ini, untuk itu penulis dengan segala kerendahan hati meminta maaf atas kesalahan penulisan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Dengan senang hati penulis akan menerima kritik dan saran dari pembaca yang akan memebawa perbaikan dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini. Kiranya Laporan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2013


(6)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ……… I

DAFTAR ISI ………...…….…... IV

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1

B.Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 3

C.Uraian Teoritis ... 5

D.Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 7

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 7

F. Metode Pengumpulan Data ... 8

G.Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 9

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A.Sejarah Singkat KPP Medan Kota ... ... 10

B.Gambaran Umum KPP Medan Kota ... ... 14

C.Tugas dan Fungsi KPP Medan Kota ... ... 17


(7)

E. Fasilitas dan Pelayanan Pada KPP Medan Kota ... ... 22

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI Halaman A.Penundaan/Pencicilan Pembayaran Utang Pajak ... ... 25

B.Utang Pajak yang Diperbolehkan Ditunda/Diangsur ... ... 27

C.Wajib Pajak yang Diperbolehkan Menunda/Mengangsur ... ... 30

D.Persyaratan Pengajuan Permohonan Penundaan/Pencicilan ... ... 39

E. Penelitian Terhadap Permohonan Penundaan/Pencicilan ... ... 42

F. Prosedur Pelaksanaa/Kerja Permohonan Penundaan/Pencicilan ... ... 43

G.Keputusan Atas Permohonan Penundaan/Pencicilan ... ... 47

H.Bunga Atas Penundaan/Pencicilan Pembayaran Utang Pajak ... ... 49

I. Ketetapan Atas Keputusan Persetujuan Penundaan/Pencicilan ... ... 50

J. Alur Dan Jadwal Proses Permohonan Hingga Keputusan Penundaan/ Pengangsuran Pembayaran Utang Pajak ... ... 52

K.Contoh Penghitungan Pengenaaan Sanksi Administrasi Berupa Bunga .... ... 53

BAB IV ANALISIS DATA DAN EVALUASI A.Jumlah Wajib Pajak Yang Mengajukan Permohonan Penundaan/ Pencicilan Pembayaran Utang Pajak Pada KPP Medan Kota ... ... 55


(8)

Halaman

B.Analisis Terhadap Penelitian Atas Permohonan Pengangsuran

Pembayaran Utang Pajak ... ... 57

C.Analisis Terhadap Prosedur Pelaksanaan/Kerja Permohonan

Mengangsur Pembayaran Pajak ... ... 60

D.Analisis Terhadap Keputusan Atas Permohonan Pengangsuran

Pembayaran Pajak ... ... 60

E. Analisis Terhadap Bunga Atas Pengangsuran Pembayaran Pajak ... ... 61

F. Pelaksanaan Pembayaran Angsuran ... ... 62

G.Kendala Dalam Proses Permohonan Penundaan/Pengangsuran

Pembayaran Utang Pajak ... ... .. 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 65 B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan berkembang serta memiliki cita-cita yang luhur untuk mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang maju dan makmur. Untuk mewujudkan cita-ciata tersebut negara dalam

menyelenggarakan pemerintahan mempunyai kewajiban untuk menjaga

kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan, keamanan, dan pertahanan maupun kecerdasan kehidupannya. Hal ini sesuai dengan tujuan negara yang dicantum dalam pembukaan Undang-Undang 1945 pada alinea ke-4 yang berbunyi ‘’Melidungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan keadialan sosial bagi seluruh rakyat indonesia’’.

Dari uraian diatas terlihat bahwa pemerintah memerlukan dana dalam memenuhi kepentingan rakyatnya. Dana tersebut diperoleh dari rakyat itu sendiri dari pemungutan yang disebut pajak. Hal ini dapat dilihat dari anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), bahwa pemerintah negara dari sektor pajak merupakan alternatif bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaannya sebagaimana yang


(10)

telah direncanakan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Menurut Undang-Undang RI No 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 pasal 1 angka 4 menyebutkan bahwa pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan barang perdagangan , manfaat barang tidak berwujud dari luar daerah pabean. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 angka 5 menyebutkan bahwa Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UUPPN) 1984 dan perubahannya.

Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajibannya untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimilki oaleh Direktorat Jendral Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau di kukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.


(11)

Secara umum Pengusaha Kena Pajak masih sering salah dalam melaporkan dan menyetor jumlah pajaknya sehingga dapat menumbulkan kendala bagi pengusaha dan juga Kantor Pelayanan Pajak itu sendiri. Hal-hal seperti ini dapat menyebabkan terhambatnya penyelenggaraan pajak sehingga akan berpengaruh tehadap penerimaan negara.

Agar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terlaksana secara efektif dan lancar, sudah sewajarnya apabila pengusaha yang sejak semula bermaksud melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dapat melaporkan usahanya untuk dikukuhkan seabagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dengan demikian dibuatlah proposal PKLM ini dengan judul ‘’Prosedur Pendaftaran Wajib Pajak Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

B.Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Praktik Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu syarat yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan Progran Diploma III Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

1.1.Mengetahui prosedur pendaftaran wajib pajak dan pengukuhan pengusaha


(12)

1.2.Mengetahui apakah penerapan prosedur pendaftaran wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

1.3.Mengkaji dan menganalisa permasalahan yang terjadi dalam penerapan

prosedur pendaftaran wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak. 2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun yang menjadi manfaat penulis dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri:

2.1 Bagi Mahasiswa

a. Agar dapat berguna bagi mahasiswa yang ingin mengetahui tentang

prosedur pendaftaran wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak.

b. Mangaplikasi disiplin ilmu yang telah dipelajari dalam permasalahan

yang timbul selama melaksanakan PKLM.

c. Meningkatkan profesionalisme, memperluas wawasan dan

memantapkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmunya khusus di bidang perpajakan.

d. Mendapat kesempatan melakukan Kerja Praktik di suatu instansi

pemerintah yang merupakan tempat terbaik bagi seorang mahasiswa dalam menerapkan ilmunya yang telah diperoleh dibangku kuliah.


(13)

2.2 Bagi kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota

a. Untuk menigkatkan mutu Praktik Kerja Lapangan dalam jangka pendek.

b. Untuk menjaga hubungan baik dengan universitas.

2.3 Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

a. Meningkatkan hubungan kerjasama dengan instansi pemerintah dalam

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

b. Memberi uji nyata atas disiplin ilmu yang telah di sampaikan selama

perkuliahan.

c. Membuka interaksi antara dosen dan instansi pemerintah.

d. Promosi Sumber Daya Universitas Sumatera Utara.

C.Uraian Teoritis

1. Definisi dan Fungsi Pajak

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 angka 1 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Beberapa ahli perpajakan mengemukakan pendapat yang berbeda mengenai pajak, tetapi pada dasarnya pendapat yang berbeda mengenai pajak, tetapi pada


(14)

dasarnya pendapat yang dikemukakan tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh :

Prof. DR. Rochmat Soemitro, S.H , dalam Suandy (2000 : 8), berpendapat bahwa : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dilaksanakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

DR. N. J. Feldmann, dalam Resmi (2008 : 2), berpendapat bahwa :

“Pajak dalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secar umum), tanpa danya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan ciri-ciri yang melekat pada pengertian perpajakan diatas, yaitu :

a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan kontraprestasi individual

oleh pemerintah.

c. Pajak oleh Negara baik pemerintah pusat maupun daerah.

d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari

pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.


(15)

Dari kesimpulan diatas dapat ditarik dua fungsi pajak, yaitu :

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga negara.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga daerah.

D.Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun yang menjadi ruanng lingkup yang paling mendasar dalam melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota berhubungan dengan prodesur dan tata cara pendaftaran wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak, penerapan prosedur dan menganalisa permasalah yang terjadi.

E.Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1. Tahapan Persiapan

Pada tahapan ini, penulis melakukan berbagai persiapan dimulai dari pemilihan objek dan lokasi PKLM, pengajuan Proposal PKLM dan surat pengantar.

2. Studi Literatur

Didalam tahap ini penulis mencari berbagai sumber bacaan seperti : buku, Undang-undang, dan lain-lain maupun yang berhubungan dengan objek PKLM. 3. Observasi Lapangan


(16)

Pada tahap ini penulis melakukan observasi secara langsung untuk mengetahui keadaan kinerja pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota untuk mendapatkan gambaran mengenai masalah yang akan diteliti.

4. Pengumpulan Data

Mengumpulkan data yang berhubungan dengan prosedur pendaftaran wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak melalui Data Primer yaitu Wawancara dan Observasi dan Data Sekunder yaitu Penelitian Kepustakaan.

5. Analisis dan Evaluasi

Setelah data yang diperluka telah terkumpul secara lengkap untuk penelitian ini, maka penulis sudah dapat mulai menganalisis dan mengevaluasi data tersebut. F. Metode Pengumpulan Data

Dalam rangka pengumpulan data yang diperlukan untuk penulisan laporan PKLM ini, penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut :

1. Metode Observasi

Dalam metode ini data diperoleh dengan cara melakukan pengamatan dan penelitian langsung kegiatan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota. 2. Metode Wawancara

Dalam metode ini dapat diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung dengan supervisor lapangan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota yang berwenang dan terkait dengan penerapan prosedur pendaftaran wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak.


(17)

3. Metode Dokumen (Optional)

Dalam metode ini penulis berusaha mengumpulkan dokumen-dokumen atau data-data pendukung mengenai pajak dan penerapan sanksi di bidang perpajakan. G.Sistematika Penulisan Laporan PKLM

Untuk lebih mempermudah pemahaman materi yang disajikan, maka laporan ini disusun didalam 5 bab sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini dikemukakan latar belakang penulisan, tujuan penulisan, uraian teoritis, pembatasan masalah, metode penelitian dan sistematika penyajian Laporan PKLM ini.

BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

Bab ini menguraikan sejarah singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota, struktur organisasi, serta gambaran umum kepegawaian. BAB III : GAMBARAN PROSEDUR PENDAFTARAN WAJIB PAJAK

DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK Berisikan tentang Pajak, Hak Wajib Pajak, Pajak Pertambahan Nilai, Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Fungsi NPWP dan Pengukuhan PKP, Dasar Hukum, Sanksi-sanksi yang berkaitan.

BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI

Dalam Bab III telah diuraikan data dan fakta yang terjadi di lapangan, maka di Bab IV akan dibahas data dan fakta tersebut, Pembahasan ini


(18)

merupakan Bab inti laporan yang berisikan tentang Prosedur Pendaftaraa Wajib Pajak, Prosedur Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dan Realisasi Penerbitan NPWP dan Pengukuhan PKP.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari laporan kegiatan PKLM ini akan dikemukakan dalam bab ini. Selain penulis juga akan memberikan saran kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam penerapan prosedur pendaftaran wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak.


(19)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

A. Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Direktorat Jenderal Pajak merupakan sarana yang memberi pelayanan kepada masyarakat di bidang Perpajakan.

Visi Direktorat Jenderal Pajak

Visi Direktorat Jendral Pajak adalah “Menjadi Institusi Pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efesien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi”.

Visi tersebut menjelaskan bahwa DJP ingin menjadi institusi pemerintah yang menjalankan sistem administrasi perpajakan modern, efektif, efesien, dan dipercaya masyarakat, efektif dan efesien artinya bahwa DJP melakukan pengukuran dan pertanggungjawaban terhadap sistem modern yang dijalankan tersebut, dipercaya masyarakat artinya DJP memastikan masyarakat yakin bahwa sistem administrasi


(20)

perpajakan memberikan manfaat yang sebesarnya kepada masyarakat, bangsa dan negara.

Misi Direktorat Jenderal Pajak

Misi Direktorat Jenderal Pajak adalah “ Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efesien”

Misi tersebut menjelaskan bahwa keberadaan DJP adalah untuk menghimpun pajak dari masyarakat guna menunjang pembiayaan pemerintah. Peran DJP tersebut dijalankan melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efesien.Sistem administrasi tersebut dapat diukur dan dipertanggungjawabkan dalam rangka melayani masyarakat secara optimal untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.

Nilai Direktorat Jenderal Pajak Integritas

“Menjalankan tugas dan pekerjaan dengan selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral, yang diterjemahkan dengan bertindak jujur, konsisten, dan menepati janji.”


(21)

Professionalisme

“Memiliki kompetensi di bidang profesi dan menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta norma-norma profesi, etika dan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta norma-norma profesi, etika dan sosial.”

Sinergi

“Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas. Dari pengertian ini terlihat dua dimensi sinergi yang selayaknya terjalin, yaitu dimensi internal dan dimensi ekternal.”

Pelayanan

“Memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, dan aman.”

Kesempurnaan

“Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.


(22)

B. Sejarah Umum Berdirinya KPP Medan Kota

Sejarah umum dari Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan Belanda, Kantor Pelayanan Pajak bernama Belasting, yang kemudian setelah kemerdekaan berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya Direktorat Jendral Pajak Keuangan Republik Indonesia. Di Sumatera Utara pada Tahun 1976 berdiri tiga Kantor Inspeksi Pajak, Yaitu:

a. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan

b. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara

c. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar

Di tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Untuk memudahkan pelayanan pembayaran pajak dari masyarakat, dan dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, maka didirikanlah kantor Inspeksi Pajak Medan Timur (sekarang Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur dan Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota). dan untuk semakin memantapkan pelayanannya kepada


(23)

masyarakat dalam pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Replubik Indonesia Nomor : 267/KMK.01/198, diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada Direktorat Jendral Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayan pajak, yang sekaligus dibentuknya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Berdasarkan pada keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: Kep.758/KMK.01/1993 tertanggal 3 Agustus 1993,maka pada tanggal 1 April 1994 didirikanlah Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur.

Kantor Pelayanan Pajak medan Timur merupakan pecahan dari tiga Kantor Pelayanan pajak, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara

Dan terhitung mulai tanggal 1 April 1994, Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi 4 wilayah kerja, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat


(24)

4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai.

Berdasarkan Keputusan menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 443/KMK.01/2001 tentang “ Organisasi dan tata kerja Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak” dimana Kantor Pelayanan Pajak di Kota madya Medan Menjadi enam wilayah kerja, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak medan Timur, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:

a. Kecamatan Medan Timur

b. Kecamatan Medan Tembung

c. Kecamatan Medan Perjuangan

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, dengan ruang Lingkup meliputi wilayah:

a. Kecamatan Medan Barat

b. Kecamatan Medan Sunggal

c. Kecamatan Medan Petisah

d. Kecamatan Medan Helvetia

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan kota, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:


(25)

b. Kecamatan Medan Denai

c. Kecamatan Medan Johor

d. Kecamatan Medan Amplas

e. Kecamatan Medan Area

4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia,dengan ruang lingkup meliputi wilayah:

a. Kecamatan Medan Polonia

b. Kecamatan Medan Maimun

c. Kecamatan Medan Baru

d. Kecamatan Medan Tuntungan

e. Kecamatan Medan Selayang

5. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan,dengan ruang lingkup meliputi wilayah:

a. Kecamatan Medan Belawan

b. Kecamatan Medan Marelan

c. Kecamatan Medan Labuhan


(26)

6. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai

Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota adalah sebagai institusi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dalam menyelenggarakan urusan perpajakan. Karena Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang berhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya untuk laporan rakyat. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota berada di Gedung Keuangan Negara 1 lantai IV dan beralamat di jalan Diponegoro Nomor. 30A Medan . Adapun sejarah singkat dari Kantor Pelayanan Medan Kota adalah sebagai berikut :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota merupakan pecahan dari kantor Pelayanan Pajak Medan Timur yang berdasarkan kepada :

a. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 443/KMK/.01/2001 Tanggal 23 Juli 2001

b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 5 8/kmk.01/2002 tanggal 26 Februari 2002

c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 58/KMK/.01/2002 tanggal 26 Februari 2002


(27)

2. Yang mengepalai Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota saat ini adalah Bapak Yan Santoso Purba

Berdasarkan penjelasan sejarah Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Kota berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota pada tanggal 27 Mei 2008 Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 54/PMK.01/2007 dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 67/PMK.01/2008.

C. Struktur Organisasi dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota 1. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota

Struktur organisasi adalah suatu rangkaian yang mewujudkan pola tetap dari hubungan hubungan diantara bidang kerja, namun orang mewujudkan kedudukan, wewenang dan tanggung jawab dalam sistem kerjasama.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dikepalai oleh seorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang kepala seksi.


(28)

Struktur Organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah struktur organisasi lini dan staf, yang dipimpin oleh seseorang Kepala kantor wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara , dimana seluruh pegawai adalah Pegawai Negeri Sipil dibawah naungan Departemen Keuangan Negara Replubik Indonesia.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP)Pratama Medan Kota membawahi 1(satu) bagian dan 6 (enam) seksi, ditambah kelompok jabatan fungsional. Adapun bidang-bidang yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota antara lain adalah sebagai berikut:

a. Kepala Kantor

b. Sub Bagian Umum

c. Seksi Ekstensifikasi

d. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

e. Seksi Pelayanan

f. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON I, II, III,IV )

g. Seksi Pemeriksaan


(29)

i. Kelompok Jabatan Fungsional

D. Uraian Tugas dan Fungsi a. Kepala Kantor

Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karikpa maka kepala Kantor KPP Pratama mempunyai Tugas Mengkoordinasi Pelaksanaan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku.

b. Sub Bagian Umum

Membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretarian terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.

c. Seksi Ekstensifikasi

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak,


(30)

penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

d. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakn, urusan tata usaha angka penerimaan pajak, pengalokasia dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis computer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja.

e. Seksi Pelayanan

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerja sama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

f. Seksi Pengawasan dan Konsultan (WASKON I, II, III, IV)

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan Wajib pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak lainnya), bimbingan atau himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajb Pajak,


(31)

analis kinerja Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah(territorial tertentu).

g. Seksi Pemeriksaan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

h. Seksi Penagihan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

i. Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan


(32)

berkoordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi dengan Seksi Ekstensifikasi.


(33)

BAB III

GAMBARAN UMUM PROSEDUR PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK

A. PENGERTIAN PAJAK

Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus- menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Untuk merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan .

Salah satu usaha untuk mewujudkan kemadnirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Lembaga pemerintah yang mengelolah perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan Direktorat Jenderal Pajak yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Supramono dan Damayanti (2005: 2) mengemukakan, ‘’Pajak adalah Iuran kepada Kas Negara berdasarkan Undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran- pengeluaran umum’’.


(34)

Dari definisi pajak di atas dapat dijelaskan bahwa pajak merupakan Iuran dari Rakyat kepada Negara, maka yang berhak memungut pajak adalah Negara, baik melalui pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Iuran yang dibayarkan berupa uang bukan barang, dan dalam pembayaran pajak tidak ada kontraprestasi secara langsung dari pemerintah.

Pajak merupakan sumber terpenting dalam penerimaan Kas negara yang dipungut berdasarkan ketentuan Undang- Undang sampai dengan keputusan Dirjen Pajak.

Untuk mendukung dan mengimplementasikan ketentuan tersebut di lapangan diperlukan kesadaran dalam memahami dan mengetahui ketentuan perpajakan yang berlaku. Dengan kesadaran dan pengetahuan yang memadai, Wajib Pajak dapat menjalankan pemenuhan kewajiban perpajakannya secara benar, sedangkan aparatur pajak dapat memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin.

Pada hakikatnya yang memikul beban pajak adalah rakyat, masalah tax base dan tax rate harus melalui persetujuan rakyat yang diwakili oleh lembaga perwakilan rakyat. Hasil persetujuan tersebut dituangkan dalam suatu Undang- Undang yang harus dipatuhi oleh setiap pihak yang dikenakan Kewajiban Perpajakan.

Jika tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan maka wajib pajak dapat dikenakan tindakan hukum oleh pemerintah berdasarkan Undang- Undang. Fiskus selaku pemungut pajak dapat memaksakan wajib pajak untuk memenuhi dan melaksanakan kewajiban perpajakannya.


(35)

Wajib pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung dengan apa yang telah dibayarkannya kepada pemerintah. Pemerintah tidak memberikan nilai atau penghargaan atau keuntungan kepada wajib pajak secara langsung. Apa yang telah dibayarkan oleh wajib pajak kepada pemerinatah digunakan untuk keperluan umum pemerintah.

Wajib pajak hanya dapat merasakan secara tidak langsung bentuk- bentuk kontraprestasi dari pemerintah, seperti melihat banyak dibangunnya fasilitas umum dan prasarana yang dibiayai dari APBN atau APBD. Merasakan keamanan dan stabilitas negara karena aparatur negara telah dibiayai denagan pajak.

Menurut sukardji (1999: 1), ‘’ Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan- peraturan dan atau Undang- Undang, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah’’.

Dari definisi tersebut di atas dapat diketahui ciri- ciri yang melekat pada pengertian pajak yaitu adalah:

a. Pajak dipungut berdasarkan Undang- Undang serta aturan pelaksanaannya yang

sifatnya dapat dipaksakan.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi


(36)

c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

d. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah dan apabilah

pemasukannya masih surplus, dipergunakan untuk membiayai Public Investment. Sedangkan menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009, ‘’Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya untuk memakmurkan rakyat.”

Kutipan beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli lainnya adalah sebagai berikut:

a. Menurut Mr. Dr. N.J. Feldmann pajak adalah prestasi yang dipaksakan oleh sepihak dan terhutang kepada penguasa (menurut norma- norma yang ditetapkannya secara umum) tanpa adanya kontraprestasi, dan semata- mata digunakan untuk menutup pengeluaran- pengeluaran umum.

b. Menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan Undang- Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa-timbal (kotraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.


(37)

Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutannya.

1. Menurut Golongan

Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu;

1.1.Pajak Langsung, Yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan.

Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). PPh dibayar atau ditanggung oleh pihak- pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.

1.2.Pajak Tidak Langsung, Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa

Contoh: Pajak Pertamabahan Nilai (PPN). PPN terjadi kena terdapat penambahan nilai terhadap barang atau jasa.

2. Menurut Sifat


(38)

2.1.Pajak Subjektif, Yaitu pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan pribadi wajib atau pengenaan pajak yang memperhatikan subjeknya.

Contoh: Pajak penghasilan (PPh). Dalam PPh terdapat subjek pajak (Wajib Pajak) orang pribadi. Pengenakan PPh untuk orang pribadi tersebut memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (status perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan lain). Keadaan pribadi wajib pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.

2.1.Pajak Opjektif, Yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak maupun tempat tinggal.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Pajak Bumi dan Bangunan.

3. Menurut Lembaga Pemungut

Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu:

3.1.Pajak Negara (Pajak Pusat), Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.


(39)

Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Penjualan Barang yang tergolong Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Materai.

3.2.Pajak Daerah, Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (Pajak Provinsi) maupun daerah tingkat II (Pajak Kabupatan/Kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing- masing. Pajak provinsi meliputi Pajak Kenderaan Bermotor, Bea balik Nama Kenderaan Bermotor, Pajak bahan Bakar Kenderaan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok. Sadangkan Pajak Kabupanten/Kota meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Bea prolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

C. FUNGSI PAJAK

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan, karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasauk pengeluaran pembangunan.


(40)

Devano dan Rahayu (2006:25) mengemukakan, fungsi terdiri dari:

1. Fungsi Budgeter

2. Fungsi Reguler

1. Fungsi Budgeter

Pajak berfungsi untuk menutup biaya yang harus dikeluarkan pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya, oleh karenanya pengenaan pajak dipandang dari sudut ekonomi harus diatur senetral- netralnya dan tidak boleh dipergunakan untuk mencapai tujuan- tujuan yang menyimpang.

Fungsi budgeter ini merupakan fungsi utama pajak, atau fungsi fiscal, yaitu suatu fungsi dalam mana pajak digunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.

2. Fungsi Reguler

Fungsi legeler disebut juga fungsi mengatur, yaitu pajak merupakan alat kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu.

Merupakan fungsi lain dari pajak sebagai fungsi budgeter. Disamping usaha untuk memasukkan uang untuk keuangan kas negara, pajak dimaksudkan pula sebagai usaha pemerintah untuk ikut andil dalam hal mengatur dan bilamana perlu mengubah susunan pendapatan dan kekayaan dalam sektor swasta. Fungsi


(41)

D. MANFAAT PAJAK BAGI NEGARA

Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara, tanpa pajak sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dilaksanakan penggunaan pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, ruma sakit/ puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintah dan pembiayaan pembagunan.

Disamping fungsi budgeter ( fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari rakyat/masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karna itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewjiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya


(42)

kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurang secara maksimal.

E. MANFAAT PAJAK BAGI PERUSAHAAN

Selain untuk melakukan ekstensifikasi pajak, DJP juga saat ini memberikan insentif pajak berupa banyak potongan-potongan. Insentif pajak ini sebagai stimulus bagi perusahaan-perusahaan untuk melakukan pengembangan bisnisnya. “Jadi walaupun katanya keadaan sedang tidak baik untuk bisnis, diharapkan dengan adanya insentif pajak, perusahaan tetap dapat melakukan ekspansi bisnis dan menghindari PHK dan sebagainya.”

Adapun manfaat pajak bagi perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Tersedianya Fasilitas Insentif Pajak.

2. Tersedianya Fasilitas Jalan Dan Listrik.

3. Adanya Penanggulangan Bencana.

4. Adanya Pertahanan Dan Keamanan.

F. MANFAAT BAGI MASYARAKAT

Pajak merupakan sumber utama untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan suatu negara. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai filsafah Undang-Undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut


(43)

berpartisipasi dalam bentuk peran terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak sebagai cermin kewajiban kenegaraan dibidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam sistem Perpajakan Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan /penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan dalam melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak.

Secara umum tujuan adanya pajak adalah untuk memperoleh dan yang digunakan untuk pembangunan, pertahanan negara, kesejahteraan dan pelayanan umum masyarakat serta biaya rutin adminitrasi negara. Dalam pelaksanaannya, faktor redistribusi dana pajak yang dipungut dari warga yang mampu dan diperuntukan bagi warga yang kurang mampu dan harus dilakukan secara demokratis, sehingga tidak menimbulkan distoris. Selain itu tujuan umum, pajak dapat pula digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya pajak atau Bea cukai tembakau/rokok dinaikkan sehingga dampak negatif dari merokok terhadap kesehatan masyarakat berkurang.

Adapun manfaat yang dapat dirasakan bagi masyarakat, yaitu:

1. Tersedianya Fasilitas Dan Inflastruktur


(44)

3. Tersedianya Subsidi Pangan dan BBM

4. Tersedianya Pelayanan Kesehatan Masyrakat

5. Tersedianya Pertahanan dan Keaman

6. Tersedianya Pertahanan Pendidikan yang terus Meningkat.

7. Adanya Penaggulangan Bencana

8. Adanya Pelestarian Budaya

9. Tersedianya Transformasi Masal.

G. PENGERTIAN DAN JENIS – JENIS WAJIB PAJAK

Menurut Undang-Undang RI No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 pasal 1 angka 4 menyebutkan bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Adapun jenis-jenis wajib pajak adalah sebagai berikut: 1. Pajak Badan

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kaitannya usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar pabean. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun


(45)

yang tidak malakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, dan perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

2. Pajak Bendaharawan

Bedaharawan pemerintah adalah Bendaharawan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Intansi atau Lembaga Pemerintah, Lembaga Negara lainnyadan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Luar Negeri, yang membayar gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain dengan nama apaun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.

3. Pajak Orang Pribadi

Usaha tertentu yang mempunyai tempat usaha yang berbeda dengan tempat tinggal, selain selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputu tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegatan usaha yang dilakukan.

H. KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

Sesuai dengan sistem self assessment, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri, melakukan sendiri penghitungan pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya.


(46)

I. PENDAFTARAN UNTUK MENDAPATKAN NPWP

Sesuai dengan sistem self assessment, setiap Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maka wajib, bagi wajib pajak mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP dengan cara:

1. Datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui Kantor

Pelayana Penyuluhan dan Konsultasi Pajak (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak.

2. Melalui internet di situs Direktorat Jendral Pajak dengan alamat

dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Sedangkan persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjektif pajak yanag menerima aatau memperolah penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/ pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan tahun 1984 dan perubahannya.

Kewajiban untuk mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisa, karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Wanita kawin tersebut dapat mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat


(47)

meleksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminnya.

J. PEMBAYARAN DAN PELAPORAN

Setelah melakukan pendaftaran dan mendapatkan NPWP, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung dan membayar pajak, yang selanjudnya melaporkan pajak trutangnya dalam bentuk Surat Pemberitahuan (SPT) Batas waktu pembayaran dan pelaporan.

SPT masa dan SPT tahunan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Batass waktu pembayaran dan pelaporan

o Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas Waktu Pelaporan Massas 1 PPh Pasal 21/26

Tgl 10 bulan berikut setelah masa pajak berakhir

20 hari setelah masa pajak berakhir

2

PPh Pasal 25

Tgl 15 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak

20 setelah masa pajak berakhir

Tahunan

1

Tgl 25 ketiga setelah berakhrinya tahun atau bagian

Tgl 31 Maret setelah berakhirnya tahun


(48)

PPh OP tahun pajak pajak

2

PBB

6 (Enam) bulan sejak

tanggal diterimanaya SPPT -

3

BPHTB

Dilunasi pada saat terjadinya prolehan hak atas tanah dan atau bangunan

-

Sumber : Kantor Pajak Pratama (Kpp)

Apabila dalam menghitung dan membayar pajak tersebut ditemukan ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal berdasarkan hasil pemeriksaan yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak (WP), Direktorat Jendral Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) kepada Wajib Pajak tersebut.

K. PELAPORAN USAHA DAN PENGUKUHAN PKP

Pengusaha yang dikenakan PPN, wajib melaporakan usahanya pada KPP yang

wilayah kerjannya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan usaha yang dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.

Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha


(49)

PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan, juga wajib mendaftarkan diri ke KPP di tempat kegiatan usaha dilakukan.

Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib

mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi

sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya.

Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan . Wajib Pajak orang pribadi usaha kecil tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, dan

b. Menerima atau memproleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau

menerima penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Sedangkan Wajib Pajak badan usaha kecil harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Modal Wajib Pajab badan 100% (seratus persen) dimiliki oleh Warga Negara

Indonesia;

b. Menerima atau memproleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak sebelumnya


(50)

L. HAK WAJIB PAJAK

Wajib Pajak selain mempunyai kewajiban juga mempunyai hak untuk mendapatkan kerahasiaan atas seluruh informasi yang telah disampaikan pada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan.

Berkaitan dengan pembayaran pajak terutang, Wajib Pajak berhak memproleh:

1. Pengangsuran pembayaran, apabila wajib pajak mengalami kesulitan

keuangan sehingga tidak mampu untuk membayar pajak sekaligus.

2. Pengurangan PPh Pasal 25, apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan

keuangan dikarenakan usahanya mengalami kesulitan sehingga tidak mampu untuk membayar angsuran yang sudah ditetapkan sebelumnya.

3. Pengurangan PBB, pemberian keringanan pajak yang terutang atas objek

pajak.

4. Pembebasan Pajak, apabila wajib pajak mengalami musibah dikarenakan

force mayeur seperti bencana alam. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak

(DJP) akan mengeluarkan suatu kebijakan.

5. Pajak ditanggung Pemerintah dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah

yang dbiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima leh kontraktor, konsultan, dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.


(51)

7. Penundaan pelaporan SPT Tahunan, apabilah Wajib Pajak tidak dapat menyelesaikan atau menyiapkan laporan keuangan tahunan untuk memenuhi batas waktu penyelesaian, Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian SPT tahunan Pajak Penghasilan paling lama 6 (enam) bulan.

8. Restitusi (pengembalian kelebihan pembayaran pajak), apabila wajib pajak

dalam merasa bahwa jumlah pajak atau kredit pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan Wajib Pajak (WP) tidak punya hutang lain.

9. Keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan ke DJP. Apabila dalam

pelaksanaan ketentuan peraturan perungang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang atau tidak puas atas suatau ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.

10.Banding, Apabila hasil proses keberatan dan dirasa belum memuaskan maka

Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.

11.Peninjauan Kembali, Apabilah wajib pajak tidak/belum puas dengan ke

putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali.


(52)

Direktur Jendral Pajak dapat melakukan tindakan penagihan pajak, apabila jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

Penyidikan tidak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi sesrta menemukan tersangka-nya.

M. PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarakan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Setiap Wajib Pajak yang melakukan penyerahan Brang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dikenai Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Undang-Undang pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahannya Wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada Kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pengusaha dan tempat tinngal usaha dilakaukan, sedang bagi Pengusaha Badan berkewajiban


(53)

untuk melaporkan usahanya tersebut pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjnya meliputi tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan.

Dengan demikian, pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha diwilayah beberapa kantor Direktorat Jendral Pajak wajib melaporkan usahanaya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak baik di kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya atau tempat kedudukan pengusaha maupun di kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.

Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk melaporkan usahanayadapat diterbitkan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Hal ini dapat dikukuhkan apabila berdasarkan yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jendral Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

N. FUNGSI NPWP DAN PENGUKUHAN PKP

Nomor Pokok Wajib Pajak merupakan suatu sarana dalam adminitrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk


(54)

menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan adminitrasi perpajakan.

Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Barang Mewah serta untuk pengawasan adminitrasi Perpajakan.

O. SANKSI – SANKSI YANG BERKAITAN

Tehadap pengusaha yang tealah memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak melaporkan usahnya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak atau menyalahgunakan dan/atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanagan perpajakan pasal 39 ayat 1 (satu) huruf a dan b, menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pjak dan setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun penjara dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banayak 4 (empat) kali jumlah pajak trutang yang tidak atau kurang dibayar.


(55)

Pidana tersebut diatas ditambah 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tidak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalaninya pidana penjara yang dijatuhkan.

P. Dasar Hukum

Secara garis besar, dasar hukum mengenai Jangka Waktu Pendaftaran Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dapat terinci sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentun Umum dan Tata

Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009.

2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 73/PMK.03/2012

tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, dan Pengahapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 62/PJ/2010 Tentang Tata Cara

Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 20/PJ/2013.


(56)

BAB IV

PROSEDUR PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK

A. PROSEDUR PENDAFTARAN WAJIB PAJAK

Pendaftaran Wajib Pajak merupakan permintaan untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagai Identitas dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan (PER-20/PJ/2013 Tentang Tata Cara Pendaftaran Dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Perubahan Data Dan Pemindahan Wajib Pajak).

Adapun Prosedur Pendaftaran Wajib Pajak adalah sebagai berikut:

1. Wajib Pajak mengajukan berkas pendaftaran NPWP dengan menggunakan

Formulir Pendaftaran dan Prubahan Data Wajib Pajak beserta persyaratannya kepada Petugas Tempat Pelayanan Terpadu.

2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu menerima Formulir Pendaftaran dan

Perubahan Data Wajib Pajak kemudian meneliti kelengkapan

persyaratannya. Dalam hal berkas pendaftaran belum lengkap, maka dihimbau kepada Wajib Pajak untuk melengkapinya. Dalam hal berkas pendaftaran sudah lengkap, Petugas Tempat Pelayanan Terpadu akan mencetak BPS dan LPAD. BPS akan diserahkan kepada Wajib Pajak


(57)

sedangkan LPAD akan digabungkan dengan berkas pendaftaran kemudian diteruskan kepada Pelaksana Seksi Pelayanan.

3. Pelaksana Seksi Pelayanan merekam berkas pendaftaran Wajib Pajak.

4. Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak konsep Surat Keteranagan Terdaftar

dan Kartu NPWP kemudian menyerahkan kepada Seksi Pelayanan.

Surat Keterangan Terdaftar dan Kartu NPWP diterbitkan dalam rangka dua: Lembar Ke-1: untuk Wajib Pajak

Lembar Ke-2: untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak.

5. Kepala Seksi Pelayanan menandatangan Surat Keterangan Terdaftar

kemudian menyerahkan kepada Seksi Pelayanan (Dalam hal Kepala Seksi Pelayanan sedang melaksanakan tugas luar kantor atau sedang berhalangan karena sebab yang lain, Kartu NPWP tetap diterbitkan, sedangkan Surat Keterangan Terdaftar dapat diberikan menyusul dengan tanggal pada saat dilakukan penandatanganan).

6. Pelaksana Seksi Pelayanan menerima dokumen yang telah yang telah

ditandatangani, memberi stempel kantor, memisahkan dokumen untuk arsip dan dokumen yang akan diserahkan kepada Wajib Pajak.

7. Pelaksana Seksi Pelayanan mengarsipkan dan menyerahkan Surat

Keterangan Terdaftar dan Nomor Pokok Wajib Pajak kepada Wajib Pajak.


(58)

Jangka waktu penyelesaian permohonan tersebut paling lama 1 (satu) hari kerja sejak permohonan pajak diterima secara lengkap atau berkas pendaftaran melalui Sistem e-Registration diterima di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sepanjang permohonan pendaftaran NPWP diisi secara lengkap. (PER-20/PJ/2013 Tentang Tata Cara Pendaftaran Dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Perubahan Data Dan Pemindahan Wajib Pajak).

Adapun pihak-pihak yang terkait didalam proses pendaftaran wajib pajak adalah:

1. Kepala Seksi Pelayanan,

2. Petugas Pelayanan Terpadu (TPT),

3. Wajib Pajak, dan

4. Pelaksana Seksi Pelayanan.

Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak :

A. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan

bebas :

1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi Warga Negara Indonesia.

2. Fotokopi Paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu


(59)

3. Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD).

B. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas

(Pengusaha):

1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi Warga Negara Indonesia, atau

fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), bagi Warga Negara Asing.

2. Dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang

atau surat ketenrangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.

3. Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD).

C. Untuk Wajib Pajak Badan :

1. Fotokopi akta pendirian stau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajibh

Pajak Badan dalam negeri, atu surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap.

2. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu pengurus, atau fotokopi

paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing.

3. Dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yg diterbitkan oleh instansi yang

berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.


(60)

4. Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD).

D. Untuk Wajib Pajak Badan / Bentuk Usaha Tetap (BUT) :

1. Fotokopi perjanjian kerjasama/ akte pendirian sebagai bentuk kerjasama

operasi (Joint Operation).

2. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak masing-masing anggota bentuk

kerjasama operasi (Joint Operation) yang diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

3. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi salah satu pengurus

perusahaan anggota bentuk kerjasama operasi (Joint Operation), atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau kepala Desa dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing.

4. Dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yg diterbitkan oleh instansi yang

berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.

5. Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD).

E. Untuk Bendahara sebagai Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut pajak :

1. Surat penunjukan sebagai Bendahara.

2. Kartu Tanda Penduduk.


(61)

F. Untuk Wajib Pajak dengan status cabang dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha tertentu :

1. Fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak pusat atau induk.

2. Surat keterangan sebagai cabang untuk Wajib Pajak badan.

3. Dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yg diterbitkan oleh instansi yang

berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.

4. Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD).

Output yang dihasilkan adalah :

1. Bukti Penerimaan Surat (BPS).

2. Surat Keterangan Terdaftar (SKT).

3. Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

B. PRODESUR PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK

Prosedur Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara umum sama dengan prosedur pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Peraturan Direktur Jenderal Pajak No-62/PJ/2010 Tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pegusaha Kena Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No-20/PJ/2013.


(62)

Prosedur pengukuhan PKP di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah sebagai berikut:

1. Wajib Pajak mengajukan berkas permohonan Pengukuhan sebagai PKP

dengan Mengunakan Formulir Permohonan Pengukuhan PKP beserta persyaratannya kepada Petugas Tempat Pelayanan Terpadu/Petugas Pendaftaran Wajib Pajak. (Berkas permohonan dapat pula diterima dari KP2KP dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan melalui KP2KP).

2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu/Petugas KP2KP Pajak menerima berkas

permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak kemudian meneliti kelengkapan persyaratannya. Dalam hal berkas permohonan pengukuhan PKP belum lengkap, berkas tersebut langusung dikembalikan kepada pemohon dan meminta pemohon untuk melengkapi berkas pemohonan. Dalam hal berkas permohonan pengukuhan PKP sudah lengkap, Petugas Tempat Pelayanan Terpadu/Petugas Pendaftaran Wajib Pajak akan mencetak BPS dan LPAD. BPS akan diserahkan kepada Wajib Pajak sedangkan LPAD akan digabungkan dengan berkas permohonan pengukuhan PKP. Dalam hal berkas permohonan diterima malalui KP2KP Pertugas Tempat Pelayanan Terpadu/Petugas Pendaftaran Wajib Pajak langsung melakukan prosedur nomor 3.

3. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu/ Petugas Pendaftaran Wajib Pajak

melakukan penelitian administrasi/ pengecekan untuk mengetahui apakah pemohon sudah dikukuhkan sebagai PKP atau tidak. Dalam hal pemohon


(63)

sudah dikukuhkan sebagai PKP, KPP tidak mengukuhkan sebagai PKP dan memberitahukan kepada Wajib Pajak dan/atau KP2KP bahwa permohonan Wajib Pajak ditolak.

4. Apabila Wajib Pajak belum dikukuhkan sebagai PKP, maka Pelaksana Seksi

Pelayanan Mencatat Konsep Surat Tugas Pembuktian Alamat kemudian menyerahakannya Kepada Seksi Pelayanan.

5. Kepala Seksi Pelayanan menandatangani Surat Pembuktian Alamat kemudian

mengembalikannya kepada Pelaksana Seksi Pelayanan.

6. Atas Dasar Surat Tugas Pembuktian Alamat, Pelaksana Seksi Pelayanan

melakukan penelitian lapangan kebenaran alamat dan usaha Wajib Pajak.

7. Berdasarkan hasil penelitian lapangan, Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak

konsep Berita Acara (BA), Hasil Pembuktian Alamat kemudian menyerahkannya kepada Kepala Seksi Pelayanan. Dalam hal alamat Wajib Pajak terbukti benar, Pelaksana Seksi Pelayanan kemudian mencetak konsep Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Jika alamat PKP tidak benar, Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak surat Penolakan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Konsep Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak atau konsep Surat Penolakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dicetak rangkap dua, yaitu:

Lembar ke-1 : untuk Wajib Pajak


(64)

8. Pelaksana Seksi Pelayanan menyampaikan konsep Berita Acara Hasil Pembuktian Alamat dan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak atau Konsep Surat Penolakan Pendafataran Wajib Pajak dan Pelaporan Pengusaha Kena Pajak kepada Kepala Seksi Pelayanan.

9. Kepala Seksi Pelayanan menandatangani Berita Acara Hasil Pembuktian

Alamat, Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak atau Surat Penolakan Pengusaha Kena Pajak kemudian menyerahkan kepada Pelaksana Seksi Pelayanan.

10.Pelaksana Seksi Pelayanan menerima dokumen yang telah ditandatangani,

memberi stempel kantor, memisahakan dokumen untuk arsip dan dokumen yang akan diserahakan kepada Wajib Pajak.

11.Proses Selesai.

Jangka waktu penyelesaian permohonan pengukuhan PKP tesebut paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. (PER-20/PJ/2013 Tentang Tata Cara Pendaftaran Dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Perubahan Data Dan Pemindahan Wajib Pajak).

Adapun pihak-pihak yang terkait dalam proses pengukuhan Pengusah Kena Pajak adalah:


(65)

2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT)/ Petugas Pendaftaran Wajib Pajak (petugas yang telah ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota).

3. Wajib Pajak.

4. Pelaksana Seksi Pelayanan.

Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan Pengusaha Kena Pajak :

A. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi :

1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi Warga Negara Indonesia atau

fotokopi Paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) bagi Warga Negara Asing yang di legalisasi oelh pejabat yang berwenang.

2. Dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.

3. Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat

Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.

4. Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD).

B. Untuk Wajib Pajak Badan :

1. Fotokopi akta pendirian stau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib

Pajak Badan dalam negeri, atu surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap, yang di legalisasi oleh pejabat yang berwenang.


(66)

2. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu pengurus, atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing.

3. Dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yg diterbitkan oleh instansi yang

berwenang.

4. Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah

sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.

5. Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD).

C. Untuk Wajib Pajak Badan / Bentuk Usaha Tetap (BUT) :

1. Fotokopi perjanjian kerjasama/ akta pendirian sebagai bentuk kerjasama

operasi (Joint Operation), yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang.

2. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak masing-masing anggota bentuk

kerjasama operasi (Joint Operation) yang diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

3. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi salah satu pengurus

perusahaan anggota bentuk kerjasama operasi (Joint Operation), atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau kepala Desa dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing.


(67)

4. Dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yg diterbitkan oleh instansi yang berwenang.

5. Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah

sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa bagi Wajib Pajak badan dalam negeri maupun Wajib Pajak badan asing.

6. Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD).

Sedangkan yang dihasilkan adalah :

1) Bukti Penerimaan Surat (BPS).

2) Surat Tugas Verifikasi Pengukuhan PKP.

3) Berita Acara Verifikasi Pengukuhan PKP.


(68)

BAB V PENUTUP

Dari uraian dan pembahasan yanag telah penulis kemukakan tentang Prosedur Pendaftaran Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, maka dalam bab terakhir ini penulis akan mencoba menarik beberapa kesimpulan dan mengemukakan saran adalah sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi penghasilan melebihi Penghasilan

Tidak Kena Pajak (PTKP), maka wajib mendaftarkan diri untuk memproleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dimana Nomor Pakok Wajib Pajak tersebut dapat dapat diperoleh pada Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak bertempat tinggal.

2. Setiap Wajib Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau

Jasa Kena Pajak dikenai Pajak Pertambaha Nilai berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 1984 dan perubahannya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

3. Setiap orang yang deagan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan

Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan dan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak, sehingga dapat menimbulkan


(69)

kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun penjara dan pidana paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kuranag dibayar dan paling banayak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

B. Saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis sumbangkan terhadap Kantor Pelayanan Pajak adalah sebagai berikut:

1. Untuk mencapai kinerja instansi yang berkualitas maka perlu dibina tingkat

kedisiplinan dan etos kerja yang tinggi serta dibangun culture memberikan penyuluhan yang bersih dan efektif dari pada para pegawai agar tidak terjadi kesalahan, terutama dalam hal pemungutan pajak.

2. Kantor pelayanan pajak harus efektif memberikan penyuluhan kepada wajib

pajak dan atau masyarakat tentang pentingnya membayar pajak agar masyarakat memahami hal tersebut.

3. Sebaiknya dilakukan penambahan sumber daya manusia dalam jangka waktu

pendek agar penerimaan SPT yang meningkat bisa teratasi.

4. Para petugas pajak dalam pelaksanaan pengolahan SPT tahunan pajak

penghasilan orang pribadi sebaiknya dipertahankan untuk menjaga ketelitian dan ketertiban, demikian halnya dengan fasilitas drop box sebaiknya terus dilakukan penyempurnaan sesuai dengan perkembangan.


(70)

5. Sebagai fasilitas yang baru diterapkan, sebaiknya fasilitas drop box lebih ditingkatkan lagi pada segi penyuluhan ataupun sosialisasinya oleh pihak KPP (Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota) agar meningkatkan kesadaran dan pengetahuan Wajib Pajak terhadap kewajibannya sehingga penerimaan SPT setiap tahunnya jumlahnya bertambah.


(71)

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2009. Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta;Andi

Waluyo. 2010. Perpajakan Indonesia Edisi 9. Jakarta:Salemba Empat

Ilyas, Wirawan B dan Richard Burton. 2007. Hukum Pajak Edisi 3. Jakarta:Salemba Empat

Persandingan Susunan Dalam Satu Naskah Undang-Undang Ketentuan Umum Dan

Tata Cara Perpajakan Beserta Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya.

2007.Departemen Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jendral Pajak

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan

Pajak dengan Surat Paksa.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan


(72)

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 Tentang

Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 16/PMK.03/2011 Tentang

Tata Cara Penghitungan Dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 62/PMK.01/2009 Tentang

Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 167/PMK.01/2012 Tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 161/KMK.1/2007 Tentang Kode Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Dan Kantor

Pelayanan Pajak.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 187/KMK.01/2010 Tentang Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) Layanan

Unggulan Kementerian Keuangan.

Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-38/PJ/2008 Tentang Tata Cara

Pemberian Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2011 Tentang Tata Cara


(73)

Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-48/PJ/2007 Tentang Tata Cara

Pemindahan Wajib Pajak Ke Kantor Pelayanan Pajak Madya.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-79/PJ/2010 Tentang Standard


(1)

BAB V

PENUTUP

Dari uraian dan pembahasan yanag telah penulis kemukakan tentang Prosedur Pendaftaran Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, maka dalam bab terakhir ini penulis akan mencoba menarik beberapa kesimpulan dan mengemukakan saran adalah sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi penghasilan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), maka wajib mendaftarkan diri untuk memproleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dimana Nomor Pakok Wajib Pajak tersebut dapat dapat diperoleh pada Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak bertempat tinggal.

2. Setiap Wajib Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dikenai Pajak Pertambaha Nilai berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 1984 dan perubahannya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

3. Setiap orang yang deagan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan dan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak, sehingga dapat menimbulkan


(2)

kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun penjara dan pidana paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kuranag dibayar dan paling banayak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

B. Saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis sumbangkan terhadap Kantor Pelayanan Pajak adalah sebagai berikut:

1. Untuk mencapai kinerja instansi yang berkualitas maka perlu dibina tingkat kedisiplinan dan etos kerja yang tinggi serta dibangun culture memberikan penyuluhan yang bersih dan efektif dari pada para pegawai agar tidak terjadi kesalahan, terutama dalam hal pemungutan pajak.

2. Kantor pelayanan pajak harus efektif memberikan penyuluhan kepada wajib pajak dan atau masyarakat tentang pentingnya membayar pajak agar masyarakat memahami hal tersebut.

3. Sebaiknya dilakukan penambahan sumber daya manusia dalam jangka waktu pendek agar penerimaan SPT yang meningkat bisa teratasi.

4. Para petugas pajak dalam pelaksanaan pengolahan SPT tahunan pajak penghasilan orang pribadi sebaiknya dipertahankan untuk menjaga ketelitian dan ketertiban, demikian halnya dengan fasilitas drop box sebaiknya terus dilakukan penyempurnaan sesuai dengan perkembangan.


(3)

5. Sebagai fasilitas yang baru diterapkan, sebaiknya fasilitas drop box lebih ditingkatkan lagi pada segi penyuluhan ataupun sosialisasinya oleh pihak KPP (Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota) agar meningkatkan kesadaran dan pengetahuan Wajib Pajak terhadap kewajibannya sehingga penerimaan SPT setiap tahunnya jumlahnya bertambah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2009. Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta;Andi

Waluyo. 2010. Perpajakan Indonesia Edisi 9. Jakarta:Salemba Empat

Ilyas, Wirawan B dan Richard Burton. 2007. Hukum Pajak Edisi 3. Jakarta:Salemba Empat

Persandingan Susunan Dalam Satu Naskah Undang-Undang Ketentuan Umum Dan

Tata Cara Perpajakan Beserta Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya.

2007.Departemen Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jendral Pajak

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan

Pajak dengan Surat Paksa.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan


(5)

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 Tentang

Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 16/PMK.03/2011 Tentang

Tata Cara Penghitungan Dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 62/PMK.01/2009 Tentang

Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 167/PMK.01/2012 Tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 161/KMK.1/2007 Tentang Kode Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Dan Kantor

Pelayanan Pajak.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 187/KMK.01/2010 Tentang Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) Layanan

Unggulan Kementerian Keuangan.

Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-38/PJ/2008 Tentang Tata Cara

Pemberian Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2011 Tentang Tata Cara


(6)

Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-48/PJ/2007 Tentang Tata Cara

Pemindahan Wajib Pajak Ke Kantor Pelayanan Pajak Madya.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-79/PJ/2010 Tentang Standard