Peningkatan Toleransi Melalui Budaya Tepa Salira (Pengembangan Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal)
D.02
PENINGKATAN TOLERANSI MELALUI BUDAYA TEPA SARIRA
(Pengembangan Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal)
Tri Rejeki Andayani
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta
menikpsy@yahoo.com
Abstraksi. Pendidikan karakter bertujuan membentuk kepribadian seseorang melalui
pendidikan budi pekerti dan pembelajaran nilai-nilai hidup. Toleransi merupakan salah satu
nilai-nilai hidup yang penting bagi setiap anak untuk hidup rukun dan harmonis dalam
kemajemukan masyarakat Indonesia. Budaya Jawa yang mengedepankan kerukunan dan
keharmonisan sosial tentu saja memiliki nilai-nilai budaya yang menunjang terwujudnya hal
tersebut, salah satu diantaranya adalah tepa sarira. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
peningkatan sikap dan perilaku toleransi pada anak usia Sekolah Dasar melalui penerapan
model pendidikan karakter yang berbasis budaya tepa sarira. Desain dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan quasi eksperimen dengan bentuk pretest-posttest one-group design
experiment (before and after only with no control design). Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas atas Program Inklusi di SD Al Firdaus Surakarta sebanyak 88 siswa. Pengumpulan data
menggunakan Skala Sikap Toleransi (Reliabilitas 0,939) dan Kuesioner Perilaku Toleransi
(Reliabilitas 0,843). Teknik analisis data dilakukan dengan teknik Uji-t. Hasil penelitian
membuktikan bahwa melalui sistem integrasi pembelajaran di sekolah, model pendidikan
karakter yang berbasis budaya tepa sarira terbukti dapat meningkatkan sikap dan perilaku
toleransi pada anak usia sekolah dasar. Untuk memperluas manfaat penelitian, maka
penerapan model pembelajaran nilai toleransi berbasis budaya tepa sarira ini perlu
ditingkatkan dari segi waktu dan tempat penyelenggaraan, peningkatan kompetensi dan
profesionalitas guru melalui Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan dan Pengembangan
RPP Berbasis Pendidikan Karakter, dan melibatkan peran orangtua (keluarga) sebagai salah
satu sumber sosialisasi nilai-nilai hidup dan budaya yang menunjang pendidikan karakter.
Kata kunci:toleransi, tepa sarira, pendidikan karakter
Tidak
dapat
bahwa
karakter yang mengajarkan nilai-nilai hidup,
perkembangan masyarakat pada saat ini
termasuk nilai toleransi telah menjadi satu
makin diwarnai dengan peritiwa-peristiwa
kesadaran bagi setiap bangsa, terutama yang
yang
memiliki kemajemukan seperti Indonesia.
menjauh
dipungkiri
dari
kerukunan
dan
keharmonisan sosial. Perbedaan bukan lagi
Salah satu program yang berkembang
dipandang sebagai kekayaan kehidupan
pesat dalam merealisasikan upaya-upaya
bersama tetapi justru pemicu perpecahan
pendidikan
karena
Pendidikan Nilai-nilai Hidup (Living Values
tidak
Sesungguhnya
adanya
toleransi.
pentingnya
pendidikan
Education
397
karakter
adalah
Programme/LVEP)
Program
yang
398 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
dikembangkan oleh Tillman (2001). Salah
Transformatif
satu tujuan program ini adalah membantu
diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Islam
individu merefleksikan dan menerapkan 12
dan Sosial (LKiS) yang memiliki tiga tema,
nilai-nilai universal dalam kehidupan, nilai-
yaitu: (a) Islam dan Gender, (b) Islam dan
nilai
kesederhanaan,
Politik Kewarganegaraan, (c) Islam dan
toleransi, kejujuran, menghargai, damai,
Relasi Agama. Program ini menggunakan
tanggung jawab, kebahagiaan, persatuan,
empat prinsip
kasih sayang, rendah hati, kerjasama dan
pengalaman, terbuka dan jujur, refleksi, dan
kebebasan. Sampai dengan saat ini sebanyak
dialogis.
84 negara di dunia, termasuk Indonesia telah
transformasi sosial, penghormatan hak-hak
menerapkan LVEP.
asasi, dan penghargaan pada pluralisme
tersebut
adalah
Indonesia
Selanjutnya
Heritage
dan
Toleran
utama,
yang
yaitu belajar dari
Sedangkan
tujuannya
adalah
(Salim, 2003).
Foundation (IHF), lembaga pendidikan
Pusat Studi Budaya dan Perubahan
yang didirikan oleh Ratna Megawangi
Sosial
(2008)
ini
Surakarta, telah menyelenggarakan program
mengembangkan suatu model Pendidikan
Pendidikan Apresiasi Seni (PAS), yang
Holistik Berbasis Karakter. Model tersebut
ditujukan pada para siswa sekolah dasar di
sudah diterapkan di lebih dari 700 sekolah
Surakarta sejak tahun 2002. Program
Semai Benih Bangsa (TK Nonformal) dan
dimaksudkan
TK Formal lainnya. Melalui program Semai
penghargaan terhadap seni tradisi dan
Benih
pluralisme budaya
pada
Bangsa,
Tahun
2000
ditumbuhkan
sembilan
Universitas
Muhammadiyah
untuk
ini
menanamkan
kepada
para
siswa
karakter pada anak-anak yakni : (1) cinta
sekolah dasar melalui program pendidikan
Tuhan
(2)
apresiasi seni. Adapun jenis seni yang
dan
dijadikan sarana adalah seni tari, seni
dan
tanggung
segenap
jawab,
kemandirian; (3)
ciptaanNya;
kedisiplinan
kejujuran/amanah dan
pedalangan,
dan seni karawitan. Program
arif; (4) hormat dan santun; (5) dermawan,
PAS ini dipraktikkan melalui kegiatan
suka
gotong-
ekstra kurikuler pada empat sekolah dasar di
royong/kerjasama; (6) percaya diri, kreatif
Surakarta sejak tahun 2002 sampai 2006
dan pekerja keras; (7) kepemimpinan dan
(Khisbiyah dan Sabardila, 2004).
menolong
dan
Prihartanti
keadilan; (8) baik dan rendah hati; dan (9)
program
melalui
pendidikan
LVEP
dan IHF,
karakter
dalam
penelitiannya mengenai model pembelajaran
toleransi, kedamaian dan kesatuan.
Selain
(2008)
yang
nilai toleransi menemukan
bahwa akar
permasalahan yang sering terjadi pada anak
mengutamakan nilai toleransi terdapat pula
usia
dalam
kemampuan penghargaan terhadap orang
Program
Belajar
Bersama
sekolah
dasar
adalah
rendahnya
Peningkatan Toleransi Melalui Budaya Tepa “alira
(Pengembangan Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal) | 399
Andayani, T.R. [hal.397-406]
lain,
rendahnya
perbedaan,
dan
menerima
tingkatan ketiga setelah “nandhing salira”
kemampuan
dan “ngukur salira”. Untuk mewujudkan
kesediaan
kurangnya
penyelesaian konflik secara damai. Lebih
kerukunan,
lanjut dikatakan Prihartanti bahwa melalui
seseorang masih dalam tingkatan nanding
model
sarira, karena nandhing sarira merupakan
pembelajaran
yang
telah
tidak
menghargai diri sendiri, mengembangkan
pengkajian diri dimana seseorang masih
keterampilan sosial dalam memberi dan
mengutamakan "aku" yang berarti lebih
menerima penghargaan dalam berinteraksi
kearah egosentrisme. Penelitian Andayani,
dengan orang lain, mengenal tindakan
Yusuf dan Hardjajani (2010, 2011) telah
toleran dan tidak toleran serta mampu saling
menyusun
menghargai dalam keragaman, serta mampu
model pembelajaran nilai toleransi berbasis
menyelesaikan konflik secara damai.
budaya tepa sarira pada anak usia sekolah
berbagai
program
rendah
bila
tingkatan
dan
paling
tercapai
dikembangkannya siswa diharapkan dapat
Mencermati
yang
akan
mengembangkan
dalam
suatu
dasar.
pembelajaran di atas, pengembangan Living
Model
tersebut
dikembangkan
Values Education yang berbasis kearifan
sebagai
lokal masih sangat jarang dikembangkan.
pendidikan karakter
Indonesia
kemajemukan
dengan pertimbangan sebagai berikut : (1)
kulturalnya memiliki kekayaan budaya dan
Visi bangsa Indonesia dalam Pembukaan
nilai-nilai
UUD
landasan
dengan segala
luhur
yang
dapat
pengembangan
menjadi
pendidikan
salah
1945,
Pemerintah
satu
alternatif
dalam
di sekolah dasar,
yakni
Negara
”....membentuk
Indonesia
yang
karakter. Sebagaimana diungkapkan dalam
melindungi segenap bangsa Indonesia dan
penelitian Hildred Geertz (1983) pada
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
keluarga Jawa bahwa pembentukan karakter
memajukan
anak Jawa menuju pada pribadi yang
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
memiliki prinsip kerukunan dan prinsip
melaksanakan
hormat. Dalam
berdasarkan
konteks budaya Jawa,
kesejahteraan
ketertiban
umum,
dunia
kemerdekaan,
yang
perdamaian
pendidikan karakter/watak di keluarga Jawa
abadi, dan keadilan sosial,...”; (2) Indonesia
dianggap tercapai bila anak Jawa memiliki
adalah satu dari 84 negara di dunia yang
sikap hormat dan rukun.
menerapkan
Salah satu nilai Budaya Jawa yang
LVEP
Education Programme),
(Living
Values
suatu program
menciptakan
kemitraan antara para pendidik di seluruh
kerukunan (integrasi) bangsa adalah budaya
dunia dan didukung oleh UNESCO. LVEP
“tepa sarira”. Menurut Bratakesawa (dalam
fokus pada pembelajaran 12 nilai-nilai
Darminta, 1980), tepa sarira merupakan
universal, yakni : kesederhanaan, toleransi,
dapat
dijadikan
landasan
400 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
kejujuran, menghargai, damai, tanggung
pendidikan
jawab,
pembelajaran.
kebahagiaan,
persatuan,
kasih
karakter
ke
dalam
Sehingga
model
penuangan
dan
ide/gagasan, materi dan media pendidikan
kebebasan; dan (3) Salah satu pencapaian
karakter acapkali menjadi pekerjaan yang
sayang,
rendah
hati,
Millenium
target
(MDGs)
kerjasama
Development
2015
adalah
Goals
pemerataan
dinilai sulit dirancang dan diterapkan oleh
para guru.
Mengacu
pendidikan dasar (memastikan bahwa setiap
anak,
baik
pendidikan
dan
Teori
Sosialisasi
perempuan
Primer (Primary Socialization Theory) yang
menyelesaikan tahap
diungkapkan oleh Oetting and Donnermeyer
laki-laki
mendapatkan
pada
dasar);
dan
Secara
(1998) bahwa keluarga (orangtua), sekolah
psikologis, anak usia sekolah dasar memiliki
(guru) dan teman sebaya merupakan sumber
tugas perkembangan yang khas, salah
sosialisasi bagi anak. Tulisan ini akan
satunya adalah mengembangkan hati nurani,
menyajikan
pengertian moral dan tata nilai (Hurlock,
pembelajaran nilai toleransi berbasis budaya
1990). Oleh karena itu, tepat apabila model
tepa
pembelajaran nilai ini dikembangkan pada
integrasi
anak usia sekolah dasar untuk mendukung
Pembelajaran (RPP) di sekolah dasar.
pembentukan pribadi-pribadi yang utuh
Dengan harapan, dari hasil pemaparan ini
sejak dini.
maka hasil-hasil penelitian tersebut dapat
Pada
dan
awalnya,
(4)
program
ini
sarira
hasil
yang
dalam
dimanfaatkan
penerapan
disampaikan
Rencana
secara
lebih
model
melalui
Pelaksanaan
luas,
baik
dikembangkan untuk membantu para guru
diselenggarakan oleh guru-guru di sekolah
menindaklajuti
pemerintah
kebijakan
kebijakan
dasar lainnya, maupun oleh para orangtua
(Kementerian
Pendidikan
selaku salah satu sumber sosialisasi bagi
Nasional, sekarang menjadi Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan)
anak.
yang
menetapkan bahwa mulai 2011 pendidikan
Metode Penelitian
karakter harus sudah menjadi bagian yang
Desain
tidak
terpisahkan
dalam
dalam
penelitian
ini
proses
menggunakan pendekatan quasi eksperimen
pembelajaran di sekolah menuntut para
dengan bentuk pretest-posttest one-group
pendidik mampu mengimplementasikannya.
design experiment atau sering disebut
Meskipun pentingnya pendidikan karakter
dengan before and after design atau before
telah disadari penuh oleh para guru, namun
and after only with no control design.
pada kenyataannya tidak setiap guru dengan
Subjek penelitian ini adalah siswa
mudah mengintegrasikan nilai-nilai hidup
kelas atas Program Inklusi di SD Al Firdaus
yang
Surakarta (selaku sekolah mitra penelitian),
menjadi
bagian
penting
dalam
Peningkatan Toleransi Melalui Budaya Tepa “alira
(Pengembangan Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal) | 401
Andayani, T.R. [hal.397-406]
sebanyak 88 siswa. Siswa kelas atas SD
pembelajaran (awal semester) dan sesudah
(Kelas IV, V, dan VI) rata-rata berusia 10-
pembelajaran (tengah semester).
tahap
Analisis data dilakukan dengan teknik
perkembangan kognitif operasional konkrit,
Uji-t untuk membuktikan adanya perbedaan
antara lain ditandai dengan hilangnya
sikap dan perilaku toleransi antara sebelum
egosentrisme, terbatas pada hal-hal konkrit
dan sesudah perlakuan (penerapan model
dan menuju tahap operasional formal.
pembelajaran).
12
tahun
telah
mencapai
Menurut Piaget (dalam Monks, dkk, 1996),
tahap ini ditandai dengan berkembangnya
Hasil Penelitian
kemampuan reasoning dan logika, serta
Eksperimen dilakukan dalam kurun
munculnya pemikiran deduktif, induktif dan
waktu tiga bulan (setengah semester) sesuai
abstraktif. Kemampuan ini diperlukan dalam
dengan kesepakatan dan kesiapan dari pihak
diskusi saat penerapan model pembelajaran.
sekolah. Penerapan model pembelajaran
Program pendidikan inklusi adalah sistem
dengan
layanan pendidikan yang mensyaratkan anak
dilaksanakan di sekolah yang menjadi mitra
berkebutuhan khusus (ABK) belajar di
penelitian tersebut dilaksanakan oleh guru-
sekolah-sekolah
guru mata pelajaran yang sebelumnya telah
terdekat
biasa/reguler
di
bersama
kelas
teman-teman
sistem
mengikuti
integrasi
Workshop
RPP
Penyusunan
yang
dan
seusianya (Sapon-Shevin dalam O’Neil,
Pengembangan RPP Berbasis Pendidikan
1994). Maka SD Al Firdaus selaku sekolah
Karakter
inklusi
Andayani, Yusuf dan Hardjajani (2010).
dipilih
sebagai
sekolah
mitra
yang
diselenggarakan
oleh
penelitian, karena konsekuensi dari kelas
Setiap
adanya inklusi (keberadaan siswa yang
merancang dan mengembangkan RPP sesuai
merupakan Anak Berkebutuhan Khusus atau
dengan tujuan pembelajaran dan kesesuaian
ABK) tentu saja menuntut sikap dan
dengan aktivitas dalam model pembelajaran.
perilaku toleransi yang cukup tinggi dari
Secara rinci masing-masing perlakuan dan
siswa lain saat menjalin interaksi sosial
hasil pengukuran penerapan model disajikan
antara siswa ABK dan non ABK.
dalam tabel 1.
Pengumpulan
data
menggunakan
guru
Sebelum
diberi
kebebasan
pembelajaran
untuk
yang
Skala Sikap Toleransi (Reliabilitas 0,939)
melibatkan aktivitas-aktivitas pilihan guru
dan
Toleransi
tersebut diterapkan, terdapat aktivitas dalam
dengan
model pembelajaran yang harus diberikan
pengukuran
pada setiap awal penerapan model adalah
Kuesioner
(Reliabilitas
rancangan
terhadap
dilakukan
Perilaku
0,843).
diatas,
sikap
dua
Sesuai
maka
dan
kali,
perilaku
toleransi
Aktivitas No.1 (Nilai Positif) dan/atau
yakni
sebelum
Aktivitas No.5 (Ekspresi Seni). Kedua
402 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
untuk
berkembang harga diri yang positif dari diri
menghargai
siswa, sehingga melalui harga diri yang
potensi diri (nilai positif) dari orang lain dan
positif, siswa akan lebih percaya diri dan
membangun harga diri setiap anak dengan
terdorong untuk melakukan hal-hal yang
cara
positif, termasuk sikap dan perbuatan yang
aktivitas
tersebut
mendorong
siswa
menerima
penghargaan
menimbulkan
bertujuan
belajar
umpan
dari
orang
keberanian
balik
berupa
lain,
anak
serta
untuk
mencerminkan
adanya
kepedulian
dan
penghargaan pada orang lain.
berekpresi (kreativitas). Dengan demikan
Tabel 1. Penerapan Model dengan Sistem Integrasi RPP
Kelas,
Jml
Siswa
Mata Pelajaran &
Topik
Aktivitas Model yang
Diterapkan
Tujuan Aktivitas Model
1.
IVB
(34)
VB
(35)
IPA :
Struktur Organ
Tubuh
PKN :
Negara Kesatuan
Republik Indonesia
IPS :
Sejarah Nasional
Hindu, Budha, Islam.
1. Integrasi Aktivitas No.3
(Empati Berbasis Tepa
Sarira)
2. Integrasi Aktivitas No.11
(Cerita Si Jangkung dan Si
Pendek).
Integrasi Model No.9 (Kuartet
Toleransi Berbasis Tepa Sarira)
Eksplorasi Pustaka
1. Integrasi Aktivitas No.6
(Percobaan Kelihatan dan
Tidak Kelihatan).
2. (Aktivitas No.10 Saat Tak
Ada Budaya Antri.
3. Diskusi Tema Penelitian
dari Studi Kepustakaan
(Bagian dari Materi
Pelajaran di Sekolah).
Agama Islam :
Al Qur’an dan Hadist
1. Integrasi Aktivitas No.6
(Percobaan Kelihatan dan
Tidak Kelihatan).
2. Guru kreatif menambah
aktivitas sendiri, dengan
materi ”Noktah Hati”
VIC
(32)
Pembelajaran
berlangsung
Meningkatkan empati dan tenggang
rasa pada sesama anak.
2.a. Mengenalkan tindakan toleran dan
tidak toleran yang bersumber dari
perbedaan fisik.
2.b. Memahami konsekuensi positif dari
tindakan toleran dan konsekuensi
negatif bila tidak toleran.
1. Mengenalkan tindakan toleran dan
tidak toleran.
2. Memahami konsekuensi positif dari
tindakan toleran dan kosekuensi
negatif bila tidak toleran.
1. Meningkatkan
pengetahuan
dan
kesadaran tentang akibat dari bersikap
dan/atau berperilaku tidak toleran.
2. Mengenalkan budaya antre dan
memahami konsekuensi bila dunia ini
tidak ada budaya antre.
3. Menghargai dan menerima perbedaan
pendapat dalam tema-tema penelitian
di sekolah.
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
tentang akibat dari perilaku tidak toleran.
seperti
sekolah dan dikuti oleh seluruh siswa (ABK
biasa, sesuai dengan jadwal pelajaran di
dan nonABK) dengan jumlah siswa 34 pada
Peningkatan Toleransi Melalui Budaya Tepa “alira
(Pengembangan Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal) | 403
Andayani, T.R. [hal.397-406]
Kelas IVB, 35 pada Kelas VB, dan 32 pada
dengan kelengkapan data pada pre-test dan
Siswa Kelas VIC. Pengambilan data pre-test
post-test).
(pengukuran sikap dan perilaku toleransi)
Hasil
analisis
data
menunjukkan
pada awal semester dan post-test pada
adanya peningkatan sikap dan perilaku
tengah semester. Data yang dapat dianalisis
toleransi pada siswa yang telah mengikuti
sejumlah 28 siswa Kelas IVB, 32 siswa
pembelajaran (pendidikan) karakter yang
Kelas VB, dan 28 siswa Kelas VIC (sesuai
berlangsung dengan sistem integrasi RPP.
Tabel 2. Hasil Analisis Data
Kelas
& Jml
Data
Uji Asumsi
Normal Homogen
S
P
S
P
IVB
(28)
Mean
Sikap (S)
Pre
Post
98,18
102,14
Mean
Perilaku (P)
Pre
Post
22,46
Hasil Analisis Data
Uji t
S
P
39,93
p: 0,00
p0,05
p:0,001
p
PENINGKATAN TOLERANSI MELALUI BUDAYA TEPA SARIRA
(Pengembangan Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal)
Tri Rejeki Andayani
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta
menikpsy@yahoo.com
Abstraksi. Pendidikan karakter bertujuan membentuk kepribadian seseorang melalui
pendidikan budi pekerti dan pembelajaran nilai-nilai hidup. Toleransi merupakan salah satu
nilai-nilai hidup yang penting bagi setiap anak untuk hidup rukun dan harmonis dalam
kemajemukan masyarakat Indonesia. Budaya Jawa yang mengedepankan kerukunan dan
keharmonisan sosial tentu saja memiliki nilai-nilai budaya yang menunjang terwujudnya hal
tersebut, salah satu diantaranya adalah tepa sarira. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
peningkatan sikap dan perilaku toleransi pada anak usia Sekolah Dasar melalui penerapan
model pendidikan karakter yang berbasis budaya tepa sarira. Desain dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan quasi eksperimen dengan bentuk pretest-posttest one-group design
experiment (before and after only with no control design). Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas atas Program Inklusi di SD Al Firdaus Surakarta sebanyak 88 siswa. Pengumpulan data
menggunakan Skala Sikap Toleransi (Reliabilitas 0,939) dan Kuesioner Perilaku Toleransi
(Reliabilitas 0,843). Teknik analisis data dilakukan dengan teknik Uji-t. Hasil penelitian
membuktikan bahwa melalui sistem integrasi pembelajaran di sekolah, model pendidikan
karakter yang berbasis budaya tepa sarira terbukti dapat meningkatkan sikap dan perilaku
toleransi pada anak usia sekolah dasar. Untuk memperluas manfaat penelitian, maka
penerapan model pembelajaran nilai toleransi berbasis budaya tepa sarira ini perlu
ditingkatkan dari segi waktu dan tempat penyelenggaraan, peningkatan kompetensi dan
profesionalitas guru melalui Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan dan Pengembangan
RPP Berbasis Pendidikan Karakter, dan melibatkan peran orangtua (keluarga) sebagai salah
satu sumber sosialisasi nilai-nilai hidup dan budaya yang menunjang pendidikan karakter.
Kata kunci:toleransi, tepa sarira, pendidikan karakter
Tidak
dapat
bahwa
karakter yang mengajarkan nilai-nilai hidup,
perkembangan masyarakat pada saat ini
termasuk nilai toleransi telah menjadi satu
makin diwarnai dengan peritiwa-peristiwa
kesadaran bagi setiap bangsa, terutama yang
yang
memiliki kemajemukan seperti Indonesia.
menjauh
dipungkiri
dari
kerukunan
dan
keharmonisan sosial. Perbedaan bukan lagi
Salah satu program yang berkembang
dipandang sebagai kekayaan kehidupan
pesat dalam merealisasikan upaya-upaya
bersama tetapi justru pemicu perpecahan
pendidikan
karena
Pendidikan Nilai-nilai Hidup (Living Values
tidak
Sesungguhnya
adanya
toleransi.
pentingnya
pendidikan
Education
397
karakter
adalah
Programme/LVEP)
Program
yang
398 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
dikembangkan oleh Tillman (2001). Salah
Transformatif
satu tujuan program ini adalah membantu
diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Islam
individu merefleksikan dan menerapkan 12
dan Sosial (LKiS) yang memiliki tiga tema,
nilai-nilai universal dalam kehidupan, nilai-
yaitu: (a) Islam dan Gender, (b) Islam dan
nilai
kesederhanaan,
Politik Kewarganegaraan, (c) Islam dan
toleransi, kejujuran, menghargai, damai,
Relasi Agama. Program ini menggunakan
tanggung jawab, kebahagiaan, persatuan,
empat prinsip
kasih sayang, rendah hati, kerjasama dan
pengalaman, terbuka dan jujur, refleksi, dan
kebebasan. Sampai dengan saat ini sebanyak
dialogis.
84 negara di dunia, termasuk Indonesia telah
transformasi sosial, penghormatan hak-hak
menerapkan LVEP.
asasi, dan penghargaan pada pluralisme
tersebut
adalah
Indonesia
Selanjutnya
Heritage
dan
Toleran
utama,
yang
yaitu belajar dari
Sedangkan
tujuannya
adalah
(Salim, 2003).
Foundation (IHF), lembaga pendidikan
Pusat Studi Budaya dan Perubahan
yang didirikan oleh Ratna Megawangi
Sosial
(2008)
ini
Surakarta, telah menyelenggarakan program
mengembangkan suatu model Pendidikan
Pendidikan Apresiasi Seni (PAS), yang
Holistik Berbasis Karakter. Model tersebut
ditujukan pada para siswa sekolah dasar di
sudah diterapkan di lebih dari 700 sekolah
Surakarta sejak tahun 2002. Program
Semai Benih Bangsa (TK Nonformal) dan
dimaksudkan
TK Formal lainnya. Melalui program Semai
penghargaan terhadap seni tradisi dan
Benih
pluralisme budaya
pada
Bangsa,
Tahun
2000
ditumbuhkan
sembilan
Universitas
Muhammadiyah
untuk
ini
menanamkan
kepada
para
siswa
karakter pada anak-anak yakni : (1) cinta
sekolah dasar melalui program pendidikan
Tuhan
(2)
apresiasi seni. Adapun jenis seni yang
dan
dijadikan sarana adalah seni tari, seni
dan
tanggung
segenap
jawab,
kemandirian; (3)
ciptaanNya;
kedisiplinan
kejujuran/amanah dan
pedalangan,
dan seni karawitan. Program
arif; (4) hormat dan santun; (5) dermawan,
PAS ini dipraktikkan melalui kegiatan
suka
gotong-
ekstra kurikuler pada empat sekolah dasar di
royong/kerjasama; (6) percaya diri, kreatif
Surakarta sejak tahun 2002 sampai 2006
dan pekerja keras; (7) kepemimpinan dan
(Khisbiyah dan Sabardila, 2004).
menolong
dan
Prihartanti
keadilan; (8) baik dan rendah hati; dan (9)
program
melalui
pendidikan
LVEP
dan IHF,
karakter
dalam
penelitiannya mengenai model pembelajaran
toleransi, kedamaian dan kesatuan.
Selain
(2008)
yang
nilai toleransi menemukan
bahwa akar
permasalahan yang sering terjadi pada anak
mengutamakan nilai toleransi terdapat pula
usia
dalam
kemampuan penghargaan terhadap orang
Program
Belajar
Bersama
sekolah
dasar
adalah
rendahnya
Peningkatan Toleransi Melalui Budaya Tepa “alira
(Pengembangan Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal) | 399
Andayani, T.R. [hal.397-406]
lain,
rendahnya
perbedaan,
dan
menerima
tingkatan ketiga setelah “nandhing salira”
kemampuan
dan “ngukur salira”. Untuk mewujudkan
kesediaan
kurangnya
penyelesaian konflik secara damai. Lebih
kerukunan,
lanjut dikatakan Prihartanti bahwa melalui
seseorang masih dalam tingkatan nanding
model
sarira, karena nandhing sarira merupakan
pembelajaran
yang
telah
tidak
menghargai diri sendiri, mengembangkan
pengkajian diri dimana seseorang masih
keterampilan sosial dalam memberi dan
mengutamakan "aku" yang berarti lebih
menerima penghargaan dalam berinteraksi
kearah egosentrisme. Penelitian Andayani,
dengan orang lain, mengenal tindakan
Yusuf dan Hardjajani (2010, 2011) telah
toleran dan tidak toleran serta mampu saling
menyusun
menghargai dalam keragaman, serta mampu
model pembelajaran nilai toleransi berbasis
menyelesaikan konflik secara damai.
budaya tepa sarira pada anak usia sekolah
berbagai
program
rendah
bila
tingkatan
dan
paling
tercapai
dikembangkannya siswa diharapkan dapat
Mencermati
yang
akan
mengembangkan
dalam
suatu
dasar.
pembelajaran di atas, pengembangan Living
Model
tersebut
dikembangkan
Values Education yang berbasis kearifan
sebagai
lokal masih sangat jarang dikembangkan.
pendidikan karakter
Indonesia
kemajemukan
dengan pertimbangan sebagai berikut : (1)
kulturalnya memiliki kekayaan budaya dan
Visi bangsa Indonesia dalam Pembukaan
nilai-nilai
UUD
landasan
dengan segala
luhur
yang
dapat
pengembangan
menjadi
pendidikan
salah
1945,
Pemerintah
satu
alternatif
dalam
di sekolah dasar,
yakni
Negara
”....membentuk
Indonesia
yang
karakter. Sebagaimana diungkapkan dalam
melindungi segenap bangsa Indonesia dan
penelitian Hildred Geertz (1983) pada
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
keluarga Jawa bahwa pembentukan karakter
memajukan
anak Jawa menuju pada pribadi yang
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
memiliki prinsip kerukunan dan prinsip
melaksanakan
hormat. Dalam
berdasarkan
konteks budaya Jawa,
kesejahteraan
ketertiban
umum,
dunia
kemerdekaan,
yang
perdamaian
pendidikan karakter/watak di keluarga Jawa
abadi, dan keadilan sosial,...”; (2) Indonesia
dianggap tercapai bila anak Jawa memiliki
adalah satu dari 84 negara di dunia yang
sikap hormat dan rukun.
menerapkan
Salah satu nilai Budaya Jawa yang
LVEP
Education Programme),
(Living
Values
suatu program
menciptakan
kemitraan antara para pendidik di seluruh
kerukunan (integrasi) bangsa adalah budaya
dunia dan didukung oleh UNESCO. LVEP
“tepa sarira”. Menurut Bratakesawa (dalam
fokus pada pembelajaran 12 nilai-nilai
Darminta, 1980), tepa sarira merupakan
universal, yakni : kesederhanaan, toleransi,
dapat
dijadikan
landasan
400 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
kejujuran, menghargai, damai, tanggung
pendidikan
jawab,
pembelajaran.
kebahagiaan,
persatuan,
kasih
karakter
ke
dalam
Sehingga
model
penuangan
dan
ide/gagasan, materi dan media pendidikan
kebebasan; dan (3) Salah satu pencapaian
karakter acapkali menjadi pekerjaan yang
sayang,
rendah
hati,
Millenium
target
(MDGs)
kerjasama
Development
2015
adalah
Goals
pemerataan
dinilai sulit dirancang dan diterapkan oleh
para guru.
Mengacu
pendidikan dasar (memastikan bahwa setiap
anak,
baik
pendidikan
dan
Teori
Sosialisasi
perempuan
Primer (Primary Socialization Theory) yang
menyelesaikan tahap
diungkapkan oleh Oetting and Donnermeyer
laki-laki
mendapatkan
pada
dasar);
dan
Secara
(1998) bahwa keluarga (orangtua), sekolah
psikologis, anak usia sekolah dasar memiliki
(guru) dan teman sebaya merupakan sumber
tugas perkembangan yang khas, salah
sosialisasi bagi anak. Tulisan ini akan
satunya adalah mengembangkan hati nurani,
menyajikan
pengertian moral dan tata nilai (Hurlock,
pembelajaran nilai toleransi berbasis budaya
1990). Oleh karena itu, tepat apabila model
tepa
pembelajaran nilai ini dikembangkan pada
integrasi
anak usia sekolah dasar untuk mendukung
Pembelajaran (RPP) di sekolah dasar.
pembentukan pribadi-pribadi yang utuh
Dengan harapan, dari hasil pemaparan ini
sejak dini.
maka hasil-hasil penelitian tersebut dapat
Pada
dan
awalnya,
(4)
program
ini
sarira
hasil
yang
dalam
dimanfaatkan
penerapan
disampaikan
Rencana
secara
lebih
model
melalui
Pelaksanaan
luas,
baik
dikembangkan untuk membantu para guru
diselenggarakan oleh guru-guru di sekolah
menindaklajuti
pemerintah
kebijakan
kebijakan
dasar lainnya, maupun oleh para orangtua
(Kementerian
Pendidikan
selaku salah satu sumber sosialisasi bagi
Nasional, sekarang menjadi Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan)
anak.
yang
menetapkan bahwa mulai 2011 pendidikan
Metode Penelitian
karakter harus sudah menjadi bagian yang
Desain
tidak
terpisahkan
dalam
dalam
penelitian
ini
proses
menggunakan pendekatan quasi eksperimen
pembelajaran di sekolah menuntut para
dengan bentuk pretest-posttest one-group
pendidik mampu mengimplementasikannya.
design experiment atau sering disebut
Meskipun pentingnya pendidikan karakter
dengan before and after design atau before
telah disadari penuh oleh para guru, namun
and after only with no control design.
pada kenyataannya tidak setiap guru dengan
Subjek penelitian ini adalah siswa
mudah mengintegrasikan nilai-nilai hidup
kelas atas Program Inklusi di SD Al Firdaus
yang
Surakarta (selaku sekolah mitra penelitian),
menjadi
bagian
penting
dalam
Peningkatan Toleransi Melalui Budaya Tepa “alira
(Pengembangan Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal) | 401
Andayani, T.R. [hal.397-406]
sebanyak 88 siswa. Siswa kelas atas SD
pembelajaran (awal semester) dan sesudah
(Kelas IV, V, dan VI) rata-rata berusia 10-
pembelajaran (tengah semester).
tahap
Analisis data dilakukan dengan teknik
perkembangan kognitif operasional konkrit,
Uji-t untuk membuktikan adanya perbedaan
antara lain ditandai dengan hilangnya
sikap dan perilaku toleransi antara sebelum
egosentrisme, terbatas pada hal-hal konkrit
dan sesudah perlakuan (penerapan model
dan menuju tahap operasional formal.
pembelajaran).
12
tahun
telah
mencapai
Menurut Piaget (dalam Monks, dkk, 1996),
tahap ini ditandai dengan berkembangnya
Hasil Penelitian
kemampuan reasoning dan logika, serta
Eksperimen dilakukan dalam kurun
munculnya pemikiran deduktif, induktif dan
waktu tiga bulan (setengah semester) sesuai
abstraktif. Kemampuan ini diperlukan dalam
dengan kesepakatan dan kesiapan dari pihak
diskusi saat penerapan model pembelajaran.
sekolah. Penerapan model pembelajaran
Program pendidikan inklusi adalah sistem
dengan
layanan pendidikan yang mensyaratkan anak
dilaksanakan di sekolah yang menjadi mitra
berkebutuhan khusus (ABK) belajar di
penelitian tersebut dilaksanakan oleh guru-
sekolah-sekolah
guru mata pelajaran yang sebelumnya telah
terdekat
biasa/reguler
di
bersama
kelas
teman-teman
sistem
mengikuti
integrasi
Workshop
RPP
Penyusunan
yang
dan
seusianya (Sapon-Shevin dalam O’Neil,
Pengembangan RPP Berbasis Pendidikan
1994). Maka SD Al Firdaus selaku sekolah
Karakter
inklusi
Andayani, Yusuf dan Hardjajani (2010).
dipilih
sebagai
sekolah
mitra
yang
diselenggarakan
oleh
penelitian, karena konsekuensi dari kelas
Setiap
adanya inklusi (keberadaan siswa yang
merancang dan mengembangkan RPP sesuai
merupakan Anak Berkebutuhan Khusus atau
dengan tujuan pembelajaran dan kesesuaian
ABK) tentu saja menuntut sikap dan
dengan aktivitas dalam model pembelajaran.
perilaku toleransi yang cukup tinggi dari
Secara rinci masing-masing perlakuan dan
siswa lain saat menjalin interaksi sosial
hasil pengukuran penerapan model disajikan
antara siswa ABK dan non ABK.
dalam tabel 1.
Pengumpulan
data
menggunakan
guru
Sebelum
diberi
kebebasan
pembelajaran
untuk
yang
Skala Sikap Toleransi (Reliabilitas 0,939)
melibatkan aktivitas-aktivitas pilihan guru
dan
Toleransi
tersebut diterapkan, terdapat aktivitas dalam
dengan
model pembelajaran yang harus diberikan
pengukuran
pada setiap awal penerapan model adalah
Kuesioner
(Reliabilitas
rancangan
terhadap
dilakukan
Perilaku
0,843).
diatas,
sikap
dua
Sesuai
maka
dan
kali,
perilaku
toleransi
Aktivitas No.1 (Nilai Positif) dan/atau
yakni
sebelum
Aktivitas No.5 (Ekspresi Seni). Kedua
402 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
untuk
berkembang harga diri yang positif dari diri
menghargai
siswa, sehingga melalui harga diri yang
potensi diri (nilai positif) dari orang lain dan
positif, siswa akan lebih percaya diri dan
membangun harga diri setiap anak dengan
terdorong untuk melakukan hal-hal yang
cara
positif, termasuk sikap dan perbuatan yang
aktivitas
tersebut
mendorong
siswa
menerima
penghargaan
menimbulkan
bertujuan
belajar
umpan
dari
orang
keberanian
balik
berupa
lain,
anak
serta
untuk
mencerminkan
adanya
kepedulian
dan
penghargaan pada orang lain.
berekpresi (kreativitas). Dengan demikan
Tabel 1. Penerapan Model dengan Sistem Integrasi RPP
Kelas,
Jml
Siswa
Mata Pelajaran &
Topik
Aktivitas Model yang
Diterapkan
Tujuan Aktivitas Model
1.
IVB
(34)
VB
(35)
IPA :
Struktur Organ
Tubuh
PKN :
Negara Kesatuan
Republik Indonesia
IPS :
Sejarah Nasional
Hindu, Budha, Islam.
1. Integrasi Aktivitas No.3
(Empati Berbasis Tepa
Sarira)
2. Integrasi Aktivitas No.11
(Cerita Si Jangkung dan Si
Pendek).
Integrasi Model No.9 (Kuartet
Toleransi Berbasis Tepa Sarira)
Eksplorasi Pustaka
1. Integrasi Aktivitas No.6
(Percobaan Kelihatan dan
Tidak Kelihatan).
2. (Aktivitas No.10 Saat Tak
Ada Budaya Antri.
3. Diskusi Tema Penelitian
dari Studi Kepustakaan
(Bagian dari Materi
Pelajaran di Sekolah).
Agama Islam :
Al Qur’an dan Hadist
1. Integrasi Aktivitas No.6
(Percobaan Kelihatan dan
Tidak Kelihatan).
2. Guru kreatif menambah
aktivitas sendiri, dengan
materi ”Noktah Hati”
VIC
(32)
Pembelajaran
berlangsung
Meningkatkan empati dan tenggang
rasa pada sesama anak.
2.a. Mengenalkan tindakan toleran dan
tidak toleran yang bersumber dari
perbedaan fisik.
2.b. Memahami konsekuensi positif dari
tindakan toleran dan konsekuensi
negatif bila tidak toleran.
1. Mengenalkan tindakan toleran dan
tidak toleran.
2. Memahami konsekuensi positif dari
tindakan toleran dan kosekuensi
negatif bila tidak toleran.
1. Meningkatkan
pengetahuan
dan
kesadaran tentang akibat dari bersikap
dan/atau berperilaku tidak toleran.
2. Mengenalkan budaya antre dan
memahami konsekuensi bila dunia ini
tidak ada budaya antre.
3. Menghargai dan menerima perbedaan
pendapat dalam tema-tema penelitian
di sekolah.
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
tentang akibat dari perilaku tidak toleran.
seperti
sekolah dan dikuti oleh seluruh siswa (ABK
biasa, sesuai dengan jadwal pelajaran di
dan nonABK) dengan jumlah siswa 34 pada
Peningkatan Toleransi Melalui Budaya Tepa “alira
(Pengembangan Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal) | 403
Andayani, T.R. [hal.397-406]
Kelas IVB, 35 pada Kelas VB, dan 32 pada
dengan kelengkapan data pada pre-test dan
Siswa Kelas VIC. Pengambilan data pre-test
post-test).
(pengukuran sikap dan perilaku toleransi)
Hasil
analisis
data
menunjukkan
pada awal semester dan post-test pada
adanya peningkatan sikap dan perilaku
tengah semester. Data yang dapat dianalisis
toleransi pada siswa yang telah mengikuti
sejumlah 28 siswa Kelas IVB, 32 siswa
pembelajaran (pendidikan) karakter yang
Kelas VB, dan 28 siswa Kelas VIC (sesuai
berlangsung dengan sistem integrasi RPP.
Tabel 2. Hasil Analisis Data
Kelas
& Jml
Data
Uji Asumsi
Normal Homogen
S
P
S
P
IVB
(28)
Mean
Sikap (S)
Pre
Post
98,18
102,14
Mean
Perilaku (P)
Pre
Post
22,46
Hasil Analisis Data
Uji t
S
P
39,93
p: 0,00
p0,05
p:0,001
p