KEHIDUPAN SOSIAL ORANG BATAK TOBA DI DESA SIMANDUMA

50

BAB III KEHIDUPAN SOSIAL ORANG BATAK TOBA DI DESA SIMANDUMA

3.1 Terbentuknya Perkampungaan huta Orang Batak Toba

Dalam masyarakat Batak Toba didaerah asal bona pasogit hukum atas pemilikan tanah dan pendirian kampung di dasarkan atas klen marga. Marga sebagai identitas yang cukup mendasar, membentuk norma-norma hubungan dalam tatanan kehidupan. Marga yang pertama datang kedaerah yang belum ada pemiliknya akan menjadi Raja Huta disana dan merekalah kelak disebut sebagai marga tanah. Simanduma merupakan perkampungan orang Pakpak yang pada awalnya hanyalah hutan pengertian atau sebutan Pakpak itu sendiri adalah orang primitif, orang gunung dan orang hutan. Tetapi seiring masuknya orang Batak Toba mereka membuka lahan pertanian dan pemukiman yang baru sehingga Desa ini memiliki raja huta orang Pakpak bermarga Capah dan Batak Toba marga Banjar Nahor yang membatasi tanah yang dimiliki orang Batak Toba berarti hanya di sanalah menjadi bisa menjadi raja huta. Panombangan atau pembukaan lahan pertanian dan pemukiman, Desa Simanduma pada awalnya hanyalah lahan yang kosong masih berbentuk hutan yang dibuka oleh masyarakat pendatang. Awalya mereka membuka hutan untuk lahan pertanian kopi dan persawahan 38 38 Masyarakat Pakpak sangat menghargai alam dengan adanya tabu-tabu yang selalu di patuhi dan orang Pakpak memiliki aturan-aturan dalam menjaga konservasi alam, Lister Berutu, Pasden Berutu, Aspek- aspek Kultural Etnis Pakpak suatu eksplorasi tentang potensi loka. Hal 3. . Mereka mendirikan rumah- rumah sederhana di ladang- ladang mereka atau beberapa marga dari daerah asal yang sama mendirikan satu kampung di daerah yang baru ditempati. Maka tidak heran kalau di temukan pada satu tempat yang semuanya satu marga klen. Pendatang dari Humbang dan Toba Holbung Universitas Sumatera Utara 51 ada yang membuka lahan persawahan dan tentu lebih banyak yang membuka kebun kopi karena kondisi daerah tersebut cocok untuk menanam kopi. Kampung pertama merupakan titik tolak dari huta-huta berikutnya, pembukaan kampung-kampung baru terjadi akibat perkembangan jumlah penduduk atau warga huta sehingga suatu saat mereka tidak dapat bertahan bertahan lebih lama dikampung asal tersebut. Suatu kampung baru yang disebut kampung sosor yang baru yang merupakan perluasan kampung induk huta sabungan, disebut dengan lumban atau sosor. Dalam jangka panjang pembentukan kampug-kampung baru akan menciptakan perpencaran dan semakin sering berakibat jauh dari kampung asal. Begitu juga dengan perkampungan huta di Desa Simanduma keinginan untuk memperoleh ekonomi yang lebih baik mereka melakukan perpindahan jauh dari kampung asal. Desa Simanduma itu sendiri terbagi menjadi beberapa nama perkampungan atau huta marserak yang di bentuk oleh masyarakat Batak Toba seperti Binjara, Panggaoran, Silamoncik, Barisa, Rajangampu, Juma palu dan Juma Pea tetapi masih dalam satu kepala Desa. Salah satu usaha orang Batak Toba untuk dapat berkembang dan meningkatkan taraf hidupnya adalah dengan melakukan migrasi ke daerah yang lain yang lebih dapat memberikan kehidupan lebih baik. Salah satu daerah tempat migrasi orang Batak Toba adalah Desa Simanduma karena di kampung asal Bonapasogit kesempatan untuk memperoleh hidup yang lebih baik sangat minim, dan inilah alasan mereka untuk meninggalkan kampung halaman asal dan melaksanakan migrasi ke daerah lain. Masyarakat Batak Toba terdiri dari petani- petani ulet yang mengerjakan tanah dengan caranya sendiri. Mereka mengerjakan sawah dengan cangkul dan kemudian mendapat hasil yang cukup untuk menghidupi keluarga mereka. Keberhasilan orang Batak Toba di daerah dataran rendah ini dianggap penduduk setempat orang-orang Batak Universitas Sumatera Utara 52 Toba berhasil membuat sawah dan lahan kopi membuat turut mendorong masyarakat setempat menirunya. Bukan hanya dari segi ekonomi pertanian tetapi juga dari bentuk rumah. Masyarakat Pakpak juga mengikuti rumah-rumah orang Batak Toba yang awalnya rumah orang Pakpak itu terbuat dari bambu yang di gatgat bambu yang di pukul dan ada juga bambu yang di belah sebagai dingding dan beratapkan ijuk tiang rumahnya dibuat dari batu 39 Berdasarkan pengamatan penulis bahwa pola perkampungan di Desa Simanduma sama dengan pola perkampungan Batak Toba pada umumnya. Yang membedakan tidak dijumpai lagi batas-batas Desa seperti di Boapasogit yang dibatasi dengan tembok yang ditumbuhi pohon-pohon bambu yang tinggi dan ada juga kampung dengan sebuah parit mengelilinginya rumah-rumah penduduk. Penduduk yang tinggal di Desa Simanduma memiliki bentuk pola pemukiman yang berkelompok. Setiap rumah dibangun menghadap jalan dan sejajar mengikuti alur jalan Desa di belakang rumah penduduk terdapat kebun kopi dan kelapa milik masyarakat . 40 . Secara administrasi Desa Simanduma termasuk dalam wilayah Kecamatan Pegagan Hilir, letak geografis antara Lintang Utara2,15 -3,00 dan Bujur Timur 98,00 - 98,20 0, yang terdiri dari 13 lingkungan kepala Desa dengan luas 155,33 km 2 Sebelah utara: berbatasan dengan Kabupaten Karo. , dimana sebagian besar arealnya terdiri dari pegunungan yang begelombang dan hanya sebagian kecil yang datar rata. Berdasarkan kemiringan lahan terlihat bahwah luas kemiringannya adalah 0-25. Ketinggian kecamatan Pegagan Hilir berkisar antara 700-1100 diatas permkaan laut. Secara administratif pemerintah Pegagan Hilir diapit oleh empat Kecamatan dengan perbatasan sebagai berikut: 39 Wawancara Sunggul Sinaga, Simanduma, 23 Juli 2013 40 Lihat Lampiran 7 Universitas Sumatera Utara 53 Sebelah timur: berbatasan dengan Kecamatan Sumbul Pegagan. Sebelah selatan: berbatan dengan Kecamatan Siempat Nempuh Hulu dan Kecamatan Sidikalang. Sebelah Barat: berbatasan dengan Tiga Lingga. Jumlah Penduduk Desa Simanduma sebanyak ±245 kepala keluarga dengan jumlah penduduk secara keseluruhan yang terdaftar dalam kartu keluarga ± 1135. Dengan luas Km 2 wilayah 3,95. 41 Sebagai masyarakat, orang Batak Toba mengakui kehidupan sosial mereka tidak dapat terlepas dari kebudayaan yang dimiliki. Konsep kebudayaan masyarakat ini secara keilmuan telah dibahas secara luas dari sudut disiplin ilmu sosiologi maupun antropologi. Dari sejumlah uraian buku yang menjelaskan dan mendeskripsikan kebudayaan Batak Toba, didapati defenisi-defenisi yang sama tentang kebudayaan Batak Toba yang Kampung pertama merupakan titik tolak dari huta-huta berikutnya, pembukaan kampung-kampung baru terjadi akibat perkembangan jumlah penduduk atau warga huta sehingga suatu saat mereka tidak dapat bertahan bertahan lebih lama dikampung asal tersebut. Suatu kampung baru yang disebut kampung sosor yang baru yang merupakan perluasan kampung induk huta sabungan, disebut dengan lumban atau sosor. Dalam jangka panjang pembentukan kampug-kampung baru akan menciptakan perpencaran dan semakin sering berakibat jauh dari kampung asal. Begitu juga dengan perkampungan huta di Desa Simanduma keinginan untuk memperoleh ekonomi yang lebih baik mereka melakukan perpindahan jauh dari kampung asal.

3.1.1 Konsep Budaya Masyarakat Batak Toba

41 Buku kecamatan Pegagan Hilir dalam angka tahun 2000 Universitas Sumatera Utara 54 memiliki dua dimensi yaitu wujud dan isi. Hal Si Raja Batak. Asal-usul Si Raja Batak berasal dari mana, hanya dapat dilihat dari tulisan mitologi Si Boru Deak Parujar yang diutus Mula Jadi Nabolon. Belum ditemukan, catatan lain yang mengungkap asal-usul Si Raja Batak secara tertulis. Namun, mite ini tetap hidup di tengah masyarakat Batak Toba sebagai tradisi lisan folklore yang diceritakan secara turun temurun. Batak Toba merupakan kelompok etnis Batak terbesar yang secara tradisional hidup di Sumatera Utara. Kelompok suku Batak ini terbagi dalam lima kelompok besar yaitu Batak Toba, Pakpak, Mandailing, Simalungun dan Karo. Kelompok-kelompok suku ini sekarang masih berada di bagian Provinsi Sumatera Utara dengan memiliki ciri-ciri kebudayaan tertentu, yang dilihat dari pembagian beberapa marga yang bermukim menurut daerahnya, bahasa dan pakaian adat dari kelompok-kelompok ini juga menunjukkan perbedaan. Adat pada budaya Batak Toba dalam kehidupan kesehariannya merupakan wujud dari sistem nilai kebudayaan yang dijunjung tinggi. Adat sendiri adalah istilah yang sering digunakan di Indonesia, adat merujuk pada segala sesuatu di alam yang mengikuti caranya sendiri yang khas. Adat memiliki asal usul keilahian dan merupakan seperangkat norma yang diturunkan dari nenek moyang, yang berulang-ulang atau yang teratur datang kembali, lalu kembali menjadi suatu kebiasaan atau hal yang biasa Pola-pola kehidupan yang tampak dalam bentuk pergaulan sehari-hari, pembangunan rumah, upacara perkawinan, upacara kematian, semuanya dipelihara, dilaksanakan dan diatur menurut adat Kebudayaan Batak Toba merupakan sebuah bentuk gagasan yang diwarisi masyarakat pemiliknya dengan membuat perilaku terhadap nilai-nilai budaya. Konsep masyarakat Batak Toba tentang kehidupan manusia, adalah bahwa kehidupannya selalu terkait dan diatur oleh nilai-nilai adat. Adat merupakan bagian dari kewajiban yang harus Universitas Sumatera Utara 55 ditaati dan dijalankan. Dalam praktek pelaksanaan adat Batak Toba, realita di lapangan menunjukkan terdapat empat 4 katagorial adat yang telah dilakukan. Pertama, komunitas masyarakat Batak Toba mempunyai sistem hubungan adat tersendiri. Menunjukkan, setiap komunitas mempunyai tipologi adat masing-masing. Perlakuan masyarakat pedesaan terhadap adat lebih intensif dan merekat, dengan masyarakat Batak yang tinggal di perkotaan relatif lebih individualistis menyikapi adat Batak. Perilaku ini muncul akibat pengaruh lingkungan yang membentuk pola pikir disamping unsur teknologi yang mempengaruhi. Kedua, Adat yang diyakini sebagai norma yang mengatur hubungan antar manusia Batak Toba, dipengaruhi oleh aturan dan norma yang sudah berlaku dalam masyarakatnya. Peraturan perundang-undangan dan hukum agama yang banyak mengatur kehidupan normatif masyarakat secara rinci dan detail, memperkecil peranan adat dalam mengatur norma sosial dan kehidupan bermasyarakatnya. Seiring pula dengan aturan perundang-undangan dan hukum agama yang sudah membudaya, sering juga dipandang dan dianggap sebagai bagian dari adat istiadat Batak Toba sendiri. Ketiga, Pola hubungan antar manusia dalam kelompok masyarakat Batak Toba berubah secara terus menerus, sehingga pelaksanaan adatnya juga mengalami perubahan sesuai kebutuhan tanpa melihat sisi ruang dan waktu. Keempat, pandangan dan nilai yang diberikan terhadap adat itu juga mengalami perubahan, akibat dari pengaruh teknologi dalam penyebaranluasan informasi. Hal itu tampak dalam praktek adat yang dilakukan oleh masyarakat pendukungnya.

3.1.2 Mata Pencaharian

Sebelum orang Batak Toba mengenal Dairi khususnya daerah pedesaan. Umumnya orang Pakpak itu masih mempraktekkan sistem ladang berpindah. Dalam pelaksanaanya Universitas Sumatera Utara 56 perladangan bukanlah kegiatan semata tetapi berhubungan dengan aspek sosial budaya. Jadi mereka di ikat oleh sejumlah aturan, nilai budaya, pengetahuan, upacara, kepercayaan dan sangsi. Sebelum masuknya orang Batak Toba ke Desa Simanduma, orang Pakpak memiliki sistem budaya yang kuat dan aturan adat yang sangat ketat yang tidak boleh dilanggar seperti membuka lahan perladangan tidak dilakukan secara bebas dan sembarangan tetapi selalu diawali dengan musyawarah dan mufakat warga Desa dan dikontrol dengan berbagai aturan seperti tidak boleh membuka lahan dengan sembarangan tempat dan waktu, tidak boleh membuka lahan diperbukitan, tidak boleh menabur benih disembarangan waktu, tidak boleh membakar hutan untuk lahan yang baru harus melalui berbagai pertimbangan seperti pemilikan lahan, kesuburan tanah, pertanda alam dan mimpi, topografi tanah dan lain-lainya. Misalnya tingkat kesuburan lahan yang dianggap layak ditandai dengan ukuran besar dan tingkat kesuburan pohon dan jenis tumbuhan dan fauna yang tumbuh diatasnya. Sesuai dengan pengetahuan mereka Pakpak lahan yang subur ditandai dengan warna daun pohon yang hijau tua, adanya tumbuhan melata yang disebut teladan sejenis talas, komil tumbuhan merambat dan warna tanah hitam abu- abu pelanggaran akan aturan dan adat akan diberi sangsi sesuai dengan besar kecilnya pelanggaran yang dilakukan. Selanjutnya dalam proses produksi selalu diikuti dengan berbagai jenis upacara seperti: upacara merintis lahan menoto,upacara merkottas, pembakaran lahan menghabbami, upacara menjelang menanam padi menanda tahun, mengusir hama mengkuda-kudai dan syukuran panen memerre kembaen. Diantara upacara tersebut, upacara menanda tahun merupakan upacara terpenting dalam kaitanya dengan konservasi alam hutan karena dalam upacara tersebut terkandung sejumlah aturan yang mengatur Universitas Sumatera Utara 57 bagai mana perladangan harus dilakukan baik yang sifatnya temporer maupun secara kontiniu. Tujuan dasarnya adalah berkaitan dengan kepercayaan terhadap penguasa gaib seperti dewa tanah atau alam beras patih ni tanoh, roh padi tendi page dewa matahari sinimataniari. Dari segi tehnologi sistem perladangan masyarakat Pakpak tergolong sederhana dalam proses produksi seperti parang, ani-ani, kampak dan cangkul juga relatif masih sedikit menggunakan pupuk kimia. Jadi lebih mengandalkan unsur hara yang ada di dalam tanah. Seiring dengan waktu upacara-upacara yang dilakukan oleh masyarakat Pakpak seperti yang tertera hanya atau di praktekan di Sisada Rube kutaperkampungan yaitu di Kecamatan Salak 42 42 Lister Berutu op cit., 2002 Hal 4-6. sementara di Desa Simanduma tidak dijumpai lagi hal-hal saat ini seiring dengan banyaknya orang Pakpak yang pindah dari daerah ini sehingga nilai budaya yang ada hilang menurut hasil wawancara mengatakan orang Batak Toba memang mengakui bahwah dengan keberadaan mereka di Desa Simanduma sudah dapat berkuaasa di daerah Pakpak dan membuat orang Pakpak banyak yang pindah ke daerah lain. Keberadaan lahan di Desa Simanduma diadaptasi bukit yang bergelombang dan kemiringan lahan yang bervariasi yang hanya sebagian yang rata dan datar. Hasil produksi dari Desa Simanduma yang sesuai dengan keadaan alamnya maka mata pencaharian masyarakat pada umumnya adalah pertanian. Salah satu tanaman di Desa Simanduma yang paling di unggulkan adalah tanaman kopi dan persawahan. Kopi Robusta dan kopi arabika Kopi Ateng yang paling banyak dibudidayakan masyarakat karena tanaman kopi bisa di bilang setiap penduduk masyarakat pastikan memiliki perkebunan kopi walaupun jumlah luas lahan masyarakat yang berbeda-beda, untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 58 Tabel 2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Penggunaan Tanah Dan Rata-rata Produksi 1 Luas wilayah Luas km 2 Rasio terhadap luas kecamatan 3,95 2,5 2 Luas Wilayah Menurut jenis penggunaan Tanah Tanah sawah Tanah kering Bangunan pekarangan 137 176 35 3 Luas, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Luas km 2 jumlah penduduk keseluruhan jumlah penduduk 3,95 245 1135 4 Banyaknya sarana kesehatan Puskesmas pembantu Posyandu 1 2 5 Luas panen produksi rata-rata produksi padi sawah Luas panen Ha 2 Produksi padi Ton Rata-rata produksi TonHa 225 902,25 4,7 6 Luas panen,produksi dan rata-rata produsi padi ladang Luas panen Ha 2 Produksi padi Ton Rata-rata produksi TonHa 89 240,3 2,3 7 Luas sawah menurut jenis irigasi Non Pu 137 8 Luas tanaman palawija menurut jenis tanaman Ha 2 Jagung Ubi kayu Ubi jalar 40 2 3 9 Luas tanaman menurut jenis tanaman Ha 2 Kelapa Kopi Kemiri 174 22 11 10 Produksi tanaman keras menurut jenis tanama Ton Kelapa Kopi Kemiri 1,4 23 5,2 Sumber: buku Kecamatan Pegagan Hilir dalam angka tahun 2000 Universitas Sumatera Utara 59

3.1.3 Filosofi Hidup Batak Toba Hagabeon, Hamoraon dan Hasangapon

Orang Batak Toba yang memiliki filosofi hidup yaitu hagabeon, hamoraon, hasangapon yang dikenal dengan konsep harajaon. 43 43 Ibid, Hal 27. Untuk menempuh filosofi ini, beberapa tindakan dilakukan oleh orang Batak yaitu hagabeon ditempuh dengan mendambakan panjang umur dan mendapatkan keturunan dalam ikatan perkawinan khususnya anak laki- laki, dengan jumlah penduduk yang banyak sekitar ±1135 dalam 1 kepala keluarga ada yang memiliki anak sampai 4-7 dalam satu kepala keluarga sehingga orang Batak Toba di Desa Simanduma sudah dapat di katagan gabe. Hamoraon, bagian ini di tempuh dengan berusaha sekuat tenaga untuk mencari kekayaan dan kesejahteraan. Dalam bagian ini harta mempunyai peranan penting dalam kehidupan orang Batak Toba, pada awal orang Batak Toba bermigrasi ke Desa Simanduma yang pertama kali dilihat adalah aliran sungai air merupakan salah satu syarat untuk lahan pertanian, karena sebenarnya Tanaman Kopi kurang menarik perhatian Orang Batak Toba tetapi karena kondisi tanah yang subur sehingga tanaman kopi sebagai tanaman sampingan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan penguasaan lahan oleh orang Batak Toba dengan cara membeli dari masyarakat Pakpak sehingga banyak orang Pakpak yang pindah dari Desa Simanduma karena tanah mereka sudah dijual kepada oorang Batak Toba, orang Pakpak itu sendiri tidak tau atau kurang paham dalam hal pertanian sebelum adanya orang Batak Toba bermigrasi ke Desa ini penghasilan utama Pakpak itu hanyalah pertanian padi lahan kering dan masih mempraktekkan sistem ladang berpindah dengan adanya Batak Toba mereka mengajarkan sistem bertani lahan basahpersawahan. Hasangapon ditempuh dengan memiliki wibawa yang diwujudkan dengan kekuasaan keberhasilan orang Batak Toba dapat di dilihat raja huta dan juga banyaknya bekerja di bagian pemerintahan. Dengan berhasilnya hagabeon dan hamoraon maka orang Batak Universitas Sumatera Utara 60 Toba itu secara otomatis akan memiliki wibawa dan kekuasaan Untuk menwujudkan harajaon-nya, Orang Batak didorong untuk bermigrasi mencari wilayah baru yang memungkinkan dirinya menjadi seorang Raja dalam arti yang luas.

3.1.4 Agama dan Kepercayaan

Setelah meluasnya kekuasaan, pemerintah kolonial Belanda membangun mesin birokrasinya di Tanah Pakpak. Sejalan dengan ini sebelumnya sejak tahun 1905 misionaris Jerman yang mengawali kegiatannya dari Tanah Batak Toba mulai menyebarkan agama Kristen ke Tanah Pakpak yang di masa itu penduduknya masih banyak menganut agama suku. Ekspansi kekuasaan kolonial ke Tanah Pakpak mendorong orang Batak Toba bermigrasi ke daerah ini, terutama karena berkait erat dengan kebijakan kolonial yang menarik mereka untuk mengisi birokrasi pemerintahan. Migrasi orang Batak Toba ke luar wilayahnya, terutama ke Tanah Pakpak selain mendapat dukungan dari pemerintah kolonial dan zendelingen Kristen dengan harapan orang di daerah baru itu akan beralih ke agama Kristen. Pemerintah kolonial sejak awal mendukung ekspansi penginjilan dan meminta guru kepada misionaris untuk ditempatkan di Tanah Pakpak. Penginjil ditempatkan di wilayah ini pada tahun 1906. Untuk mempercepat pengkristenan di kalangan orang Pakpak, dikirim lagi seorang penginjil yang juga guru menjalankan misinya ke Salak Simsim. Sama seperti di Sidikalang, penginjil ini mendirikan sekolah sambil menyebarkan Kristen kepada orang Pakpak di Salak. Semakin lama orang Pakpak yang memeluk Kristen semakin besar, dan untuk keperluan beribadah di halaman sekolah didirikan gereja. Melalui sekolah inilah Kristen semakin berkembang. Pendidikan dan Kristen di Tanah Pakpak bukan berlandaskan budaya setempat, tetapi lebih didasarkan Universitas Sumatera Utara 61 nilai budaya Batak Toba, sehingga mencerabut orang Pakpak dari budaya asalnya. Komunikasi antara guru dan murid memakai bahasa Toba. Bahasa pengajaran di sekolah adalah bahasa Batak Toba, karena itu murid Pakpak yang sebelumnya tidak bisa bahasa Batak Toba, lambat laun mengerti dan fasih berbahasa kelompok etnik pendatang ini. Di mata orang Pakpak, apa yang dilakukan orang Batak Toba terkesan setengah hati dan tidak bersungguh-sungguh untuk memajukan orang Pakpak jika dibandingkan yang dikerjakan Nommensen dan misionaris lainnya untuk mendidik, memajukan, dan mencerahkan orang Batak Toba di Tanah Batak Toba pada abad ke-19. Orang Batak Toba tidak mengapresisasi budaya lokal karena guru di sekolah dan pendeta di gereja tidak pernah mau mengerti budaya Pakpak. Oleh karena sekolah dikuasai guru Batak Toba, mereka inilah yang mendidik orang Pakpak menciptakan kesan bahwa orang Batak Toba memperadabkan orang Pakpak di tengah kegelapan. Penduduk Desa Simanduma pada umumnya menganut agama kristen, dengan demikian tidak dijumpai lagi masyarakat yang menganut kepercayaan yang lain. Agama kristen yang dianut penduduk sudah mereka percayai sejak kedatangan mereka ke Desa Simanduma. Sedangkan penduduk Pakpak juga telah menganut agama yang sama. Hal ini tidak terlepas dengan adanya penyebaran agama kristen oleh misionaris Jerman yang sampai ke Dairi. Universitas Sumatera Utara 62 Table 2 Perkiraan orang Batak Toba Anggota Jemaat Kristen di Kabupaten Dairi, 19921993 Gereja Jumlah orang Batak Toba Tahun Statistik HKBP 117.046 1992 Katolik ± 17.389 1992 GKPI 18.712 1993 HKI 10.304 1993 Methodist ± 933 1993 Sumber: O.H.S. Purba Migran Batak Toba Di Luar Tapanuli Utara: Suatu Deskripsi, Medan: Monora, 1998, Hal 49. Agama Kristen merupakan agama terbesar. Walaupun memiliki aliran kerukunan masing-masing sebagai beragama tetap terpelihara sehingga masing- masing umat beragama dapat menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya dengan tenang. Untuk meningkatkan ketaqwaan masing- masing umat beragama maka di Desa ini terdapat beberapa sarana peribadatan seperti HKBP Huria Kristen Batak Protestan, GMI Gereja Methodis Indonesia, Gereja Katolik, HKI Huria Kristen Indonesia, GPIB Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat dan GPI Gereja Pentakosta Indonesia. Rumah-rumah ibadat yang dibangun merupakan hasil swadaya masing-masing masyarakat para penganut agama yang ada di Desa Simanduma. Dampak dari kebersamaan yang berawal dari pertemuan-pertemuan dalam hal peribadatan di gereja, menciptakan rasa persaudaraan dan kebersamaan hingga mewujudkan kehidupan yang tenang, aman dan damai. Universitas Sumatera Utara 63

3.2 Sistem Kekerabatan Etnis Batak Toba

Dalihan Na Tolu merupakan identitas etnis Batak. Dalam buku “Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba” ditulis J.C Vergouwen menyebutkan, Dalihan Na Tolu adalah unsur kekerabatan masyarakat Batak Toba. Maka setiap sub-etnis Batak memiliki garis penghubung satu sama lain, sistem kekerabatan orang Batak Toba adalah Patrilineal ditarik dari garis keturunan ayah atau laki-laki 44 1. Hula-hula atau dinamai parrajaon pihak yang dirajakan yaitu marga ayah mertua seorang laki-laki yang memberinya istri. Yang termasuk hula-hula bukan hanya pihak mertua dan golongan semarganya tetapi juga bona ni ari yaitu marga asal nenek istri kakek, tulang yaitu saudara laki-laki ibu, yang terdiri dari tiga bagian yaitu bona tulang tulang kandung dari bapak, tulang tangkas tulang saudara, tulang no robot ipar dari tulang, lae atau tunggane ipar yang termasuk di dalamnya anak dari tulang anak mertua, mertua laki-laki dari anak, ipar dari ipar, cucu ipar; bao istri ipar yaitu istri ipar dari pihak hula-hula mertua perempuan dan anak laki-laki, anak perempuan dari tulang ro robot; paraman dari anak laki-laki, termasuk di dalamnya anak ipar dari hula-hula, cucu pertama, cucu Sistem kekerabatan keluarga Batak Toba, tidak dapat dipisahkan dari filsafat hidupnya dan merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dan seorang wanita, akan tetapi mengikat suatu hubungan yang tertentu yaitu kaum kerabat dari pihak laki-laki atau kaum kerabat dari pihak perempuan. Seluruh pihak yang masuk dalam lingkaran kerabat Batak Toba, masing-masing memiliki nama sebutan panggilan yang menunjukkan status kekerabatan. Filsafat hidup kekerabatan tersebut adalah Dalihan Na Tolu tungku nan tiga yang terdiri dari: 44 J.C Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba,Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 1986. Hal 1. Universitas Sumatera Utara 64 dari tulang, saudara dari menantu perempuan, paraman dari bao; hula-hula hatopan yaitu semua abang dan adik dari pihak hula-hula. 2. Boru yaitu marga yang menerima anak perempuan sebagai istri, yang termasuk di dalamnya namboru bibi yang terdiri dari iboto ni ama niba saudara perempuan bapak, mertua perempuan dari saudara perempuan, nenek dari menantu laki-laki; amang boru suami bibi yang termasuk di dalamnya mertua laki-laki dari saudara perempuan, kakak dari menantu laki-laki; iboto saudara perempuan yang termasuk di dalamnya putri dari namboru, saudara perempuan nenek, saudara perempuan dari abang atau adik kita; lae ipar yang termasuk di dalamnya saudara perempuan, anak namboru, mertua laki-laki dari putri, amang boru dari ayah, bao dari saudara perempuan. Boru putri yang termasuk di dalamnya boru tubu putri kandung, boru ni pariban putri kakak atau adik perempuan, hela menantu, yang termasuk di dalamnya suami dari putri, suami dari putri abang atau adik kita, suami dari putri; bere atau ibebere kemenakan atau anak dari saudara perempuan; boru natua-tua yaitu semua keturunan dari putri kakak kita dari tingkat kelima. 3. Dongan Sabutuha atau dongan tubu yaitu terdiri dari namarsaompu artinya segenap keturunan dari kakek yang sama, dengan pengertian keturunan laki-laki dari satu marga. Setiap orang Batak Toba dapat terlihat dalam posisi sebagai dongan tubu, hula-hula dan boru terhadap orang lain. Terhadap hula-hula-nya, dia adalah boru. Sebaliknya, terhadap boru dia merupakan hula-hula dan terhadap garis keturunannya sendiri dia merupakan dongan tubu. Penyebutan kata somba marhula-hula, elek marboru, manat mardongan tubu adalah salah satu semboyan yang hidup hingga saat ini pada masyarakat Batak Toba yang mencerminkan keterkaitan hubungan ketiga sistem kekerabatan Universitas Sumatera Utara 65 ini. Artinya hula-hula 45 Adapun fungsi dalihan natolu dalam hubungan sosial antar marga ialah mengatur ketertiban dan jalannya pelaksanaan tutur, menentukan kedudukan, hak dan kewajiban seseorang dan juga sebagai dasar musyawarah dan mufakat bagi masyarakat Batak Toba. Dimana saja ada masyarakat Batak Toba, secara otomatis berlaku fungsi dalihan natolu. Selama orang Batak Toba tetap mempertahankan kesadaran bermarga, selama itu pulalah fungsi dalihan natolu tetap dianggap baik untuk mengatur tata cara dan tata hidup masyarakatnya. Sistem kekerabatan memegang peranan penting dalam jalinan hubungan baik antara individu dengan individu atau individu dengan masyarakat lingkungannya. Sistem kekerabatan orang Batak Toba di Desa Simanduma juga seperti ini masih tetap menempati kedudukan yang terhormat diantara ketiga golongan fungsional tersebut. Boru harus bersikap sujud dan patuh terhadap hula- hula dan harus dijunjung tinggi. Hal itu tampak dari filosofi yang dianut tentang ketiga golongan ini. Hula-hula, mata ni mual si patio-tioon, mata ni ari so husoran artinya hula-hula adalah sumber mata air yang selalu dipelihara supaya tetap jernih dan matahari yang tidak boleh ditentang. Hula-hula diberi sebutan sebagai debata na tarida atau wakil Tuhan yang dapat dilihat, karena merupakan sumber berkat, perlindungan dan pendamai dalam sengketa. Elek marboru artinya hula-hula harus selalu menyayangi borunya dan sangat pantang untuk menyakiti hati dan perasaan boru. Manat mardongan tubu artinya orang yang semarga harus berperasaan seia sekata dan sepenanggungan sebagai saudara kandung dan saling hormat menghormati. 45 hula-hula adalah sumber adikodrati, daya hidup bagi masing-masing borunya. Boru memandang anggota hula-hulanya sebagai orang yang dikaruniai dengan sahala, yaitu kekuasaan istimewa yang dianggap sebagai suatu daya yang dahsyat, melebihi kekuatan terpendam biasa yang ada pada tondi roh. Sahala ini dapat memancarkan pengaruh yang berfaedah dan menyelamatkan bagi boru, tetap dalam pada itu, kekuasaannya menciptakan rasa takut dan hikmat kepadanya. Inin berarti boru harus menghindar dari perbuatan yang dapat merugikan atau menyinggung hula –hula, dan boru tidak pernah lalai menunjukkan rasa syukur terhadap kebaikan yang diperolehnya dari hula – hulanya: vergouwen. J.C, Masyarakat Dan Hukum Adat Batak Toba, 1986, Hal 62. Universitas Sumatera Utara 66 berlangsung sampai saat ini. Penerapannya kemungkinan besar tidak mungkin akan berubah, sebab pada dasarnya setiap kehidupan orang Batak Toba sepertinya tidak dapat dipisahkan dari adat-istiadat yang dimilikinya.

3.3 Dominasi Budaya Batak Toba di Desa Simanduma

Menurut Koentjaraningrat mengatakan bahwa Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Jadi secara ringkasnya kebudayaan adalah merupakan segala sesuatu yang berupa hasil dari cipta karsa dan rasa. Kebudayaan itu mengandung unsur- unsur yang universal dan merupakan isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia yaitu sistem religi atau upacara keagamaan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan peralatan 46 46 I bid, Hal 50. . Kebudayaan itu mempunyai tiga wujud yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komfleks dari ide- ide, gagasan, nilai, dan norma. Wujud kebudayaan sebagai suatu komleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Setiap kebudayaan lambat laun pasti akan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan masyarakat pendukungnya. Perubahan ini tidak terjadi begitu saja sebagai suatu perubahan yang menyeluruh, namun perubahan itu terjadi secara bertahap dengan melalui suatu tahapan-tahapan yang mengikutinya, karena setiap perubahan itu mempunyai dinamika masing-masing. Perubahan sosial dan kebudayaan dapat di bedakan dalam tiga bentuk: Universitas Sumatera Utara 67 a. perubahan lambat dan perubahan cepat, perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama, dan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti denga lambat, dinamakan evolusi. Pada evolusi perubahan yang terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu, perubahan tersebut terjadi karena usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan dan kodisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. b. Perubahan kecil dan perubahan besar, agak sulit untuk merumuskan masing-masing pengertian tersebut, karena batas-batas pembedaanya sangat relatif. Sebagai pegangan dapatlah dikatakan bahwah perubahan-perubahan kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur- unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. c. Perubahan yang dikehendaki intended-change atau perubahan yang direncanakan planned-change dan perubahan yang tidak dikehendaki unintended-change, perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh fihak-fihak yang hedak mengadakan perubahan di dalam masyarakat 47 Masyarakat di dalam menjalani kehidupannya sudah barang tentu selalu mengalami perubahan, tidak ada suatu masyarakat yang tidak mengalami perubahan. Hanya saja perubahan yang dialami tidak sama pada setiap masyarakat, ada yang lambat 47 . Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: RajaGrafindo persada, 1990. Hal 345- 349. Universitas Sumatera Utara 68 prosesnya dan ada pula yang cepat prosesnya dalam menerima pengaruh perubahan tersebut. Begitu juga yang terjadi di Desa Simanduma bahwa proses perubahannya sangat cepat karena pengaruh dari orang Batak Toba yang datang ke daerah ini seperti penggunaan bahasa dan adat istiadat. Seiring dengan hubungan yang harmoni antara orang Batak Toba dengan orang Pakpak tanpa di sadari membawa dampak terhadap hilangnya budaya orang Pakpak itu sendiri. Pada masa kolonial belanda Pendidikan dan Kristen di Tanah Pakpak bukan berlandaskan budaya setempat, tetapi lebih didasarkan nilai budaya Batak Toba, sehingga mencabut orang Pakpak dari budaya asalnya. Seperti Komunikasi antara guru dan murid memakai bahasa Toba. Bahasa pengajaran di sekolah adalah bahasa Batak Toba, karena itu murid Pakpak yang sebelumnya tidak bisa bahasa Batak Toba, karena itu murid Pakpak yang sebelumnya tidak bisa bahasa Batak Toba, lambat laun mengerti dan fasih berbahasa kelompok pendatang ini 48 Pada masyarakat Pakpak pengaruh kebudayaan orang Batak Toba sangat besar 49 . Hal ini mengakibatkan unsur- unsur kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Pakpak mengalami ketimpangan budaya culture lag, 50 48 Ibid Hal 5. 49 Melalui proses yang panjang mereka menciptakan berbagai unsur adat sesuai dengan kebutuhanya, jauh sebelum adanya ajaran kristen pun mereka sudah memiliki sejumlah nilai budaya kepercayaan, aturan-aturan dan hukum-hukum lokal yang dijadikan pola acuan, rancang bangunan blue print dalam berhubungan dengan alam, dengan sesma manusia maupun dengan tuhanya. Jadi adat istiadat dijadikan sebagai pola acuan dalam berprilaku. Berikut dijelaskan beberapa contoh yang berkaitan dengan adat istiadat atau kebudayaan Pakpak. Sesuai dengan harkat adat yang selalu berubah, maka adat istiadat Pakpak pun pasti berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan zaman dan faktor-faktor yang mempengaruhinya baik faktor dari dalam maupun dari luar. op cit. Lister Berutu, Pasden Berutu, 2000, Hal 50-51. 50 Cultural lag artinya ketertinggalan kebudayaan. Ketertinggalan lag terjadi apabila laju perubahan dari dua unsur masyarakat atau kebudayaan yang mengalami korelasi, tidak sebanding, sehingga unsur yang satu tertinggal oleh unsur lainya. di karenakan dengan jumlah Batak Toba yang lebih mendominasi di Desa Simanduma sehingga unsur- unsur budaya yang ada pada masyarakat Pakpak lambat laun akan mulai hilang. Kurangnya pengembangan nilai- nilai kultur budaya dari masyarakat Pakpak mengakibatkan banyak masyarakat Pakpak Universitas Sumatera Utara 69 yang tidak paham dan tidak mengerti adat istiadat Pakpak itu sendiri. Masyarakat Pakpak mau menerima dan melaksanakan adat istiadat Batak Toba dengan lambat-laun. Hal ini dapat dilihat pada upacara perkawinan, upacara meninggal, dan pesta- pesta kecil lainnya. Pada upacara perkawinan, yaitu apabila laki- laki dari masyarakat Pakpak kawin dengan perempuan orang Batak Toba atau sebaliknya maka adat yang dijalankan adalah adat istiadat dari orang Batak Toba 51 1. Adat Pakpak kurang dipahami oleh masyarakat Pakpak . Dalam proses perkawinan yang terjadi di desa Simanduma terjadi hubungan yang saling toleransi antar kedua belah pihak yang sedang melaksanakan pesta tanpa ada konflik sehingga pesta adat tersebut dapat berjalan dengan baik. Banyak hal yang membuat suatu kebudayaan dapat mengalami perubahan. Perubahan itu dapat dilatarbelakangi dari dalam masyarakat itu sendiri maupun dari luar yang dapat mempengaruhi kebudayaan tersebut. Eksisinya suatu kebudayaan masyarakat yang menjawab tantangan perkembangan dan perubahan dalam masyarakat itu sendiri harus tetap mendukung dan mempertahankan kebudayaanya sendiri. Dalam mempertahanka eksisnya kebudayaan tersebut tidak lepas dari proses belajar budaya sendiri yang diturunkan secara turun temurun kepada generasi selanjutnya yang di lakukan dengan cara sosialisasi. Berdasarkan hasil wawancara di Desa Simanduma, menurut mereka adat Pakpak yang dirasakan terlalu rumit dan di Desa Simanduma itu sendiri yang paham betul mengenai adat istiadat dan terlalu banyak yang harus dipersiapkan dalam hal perkawinan seperti. Masyarakat Pakpak menggunakan adat Batak Toba karena adat yang dimiliki Batak Toba itu sangat mudah. 51 Wawancara Panjil Capah, Simanduma, tanggal 30 Mei 2013. Universitas Sumatera Utara 70 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat perbedaan budaya dalam hal upacara adat perkawinan antara orang Pakpak dan Batak Toba pada: Table 3 ASPEK SOSIAL BUDAYA BUDAYA PAKPAK BUDAYA BATAK TOBA PERBEDAAN BUDAYA HASIL PERUBAHAN 1. Upacara adat perkawinan 1. Martandang mencari jodoh 2. Tukar tanda 3.Pemberitahuan kepada orangtua laki- laki dan perempuan 4. Marhata sinamot 5. Mangalap ari penentuan hari pernikahan 6. Pelaksanaan pesta adat - Pemberian ulos kepada hula- hula oleh boru - Pemberian barang- barang rumah tangga kepada pengantin oleh pihak perempuan - Pemberian silua 1. Mangaririt mencari jodoh 2. Tanda hata olo tukar cincin 3. Marhusip 4. Marhata sinamot perkenalan keluarga sekaligus mangalap ari 5. Mangalap jual pihak laki- laki menjemput pengantin perempuan dari rumahnya 6. Pemberian ulos oleh hula- hula kepada boru 7. Paulak panarumemulangkan pengiring pengantin 8. Paulak une berkunjung ke rumah perempuan 1. Pada Batak Toba acara mangalap ari tidak ada pemberian ayam, pisang, lemang, dan lain- lainnya dari pihak laki- laki, cukup dengan makan bersama. 2. Pada Batak Toba tidak ada pemberian todoan barang ganti boru yang diberikan kepada ibu si perempuan 3. Pada adat Pakpak pemberian ulos diberikan oleh boru kepada hula- hula, sedangkan pada Batak Toba pihak hula- hula yang memberikan ulos pada boru. 1. Acara adat perkawinan orang Batak Toba, seluruhnya diterima oleh orang Pakpak di Desa Simanduma, sebaliknya juga orang Batak Toba juga menerima adat Pakpak dalam melaksanakan adatnya seperti dalam pemberian todoan kepada pihak keluarga perempuan. Universitas Sumatera Utara 71 2. Regenerasi Adat Pakpak Kurang Mendapat Dukungan Masyarakat Pakpak saat ini kurang peduli terhadap kebudayaanya sendiri, sehingga mereka tidak lagi mempertahankan dan melestarikan kebudayaanya. Dikalangan masyarakat Pakpak tidak ada regenerasi terhadap adat Pakpak. Orang tua dan para tokoh adat tidak menurunkan dan melestarikan kebudayaan itu kepada generasi muda, malah mereka menggunaka adat kebudayaan lain dan meninggalkan budayanya sendiri. Jika ingin tetap melestarikan adatnya, maka para orang tua dan tokoh-tokoh adat harus tetap memakai dan melestarikan adat Pakpak yang selama ini sudah mulai ditinggalkan. Lambat laun pada generasi yang berikutnya tidak lagi mengetahui adat Pakpak dan lebih mengenal adat Batak Toba. Para anak muda atau generasi muda yang ada di Desa Simanduma juga ikut-ikutan terhadap apa yang dilakukan oleh para orang tua dan kurang perhatianya untuk lebih mendalami adat mereka sendiri. Secara tradisional Pakpak sebenarnya memiliki berbagai bentuk organisasi yang dapat diberdayakan dengan tujuan yang lebih luas. Misalnya page kongsi, bender kongsi, bale dan sulangsilima. Page kongsi merupakan lumbung kuta yang dikumpul pada saat panen tiba dan dibagi kepada anggota yang membutuhkan terutama pada musim paceklik tidak punya uang tiba dengan dengan kesepakatan bersama. Bandar kongsi merupakan kolam ikan milik bersama dan dimamfaatkan hasilnya dengan menjual ikanya untuk kepentingan bersama pula. Bale selain merupakan sarana fisik untuk tempat istirahat, juga sebagai sarana sosialisasi dan pusat pelatihan para pria dewasa pada setiap kuta kesenian dan kerajinan. Di bale selalu tersedia sarana dan prasarana yang di butuhkan untuk pelatihan seperti alat musik dan para orang tua yang siap mengajari berbagai Universitas Sumatera Utara 72 aturan adat, kerajinan, seni dan berbagai dan berbagai aktivitas laki-laki. Saat ini hampir tidak ditemukan lagi Bale diseluruh kuta Pakpak sudah diganti dengan balai desa versi Pemerintah yang sangat kontraduktif dan untuk konteks saat ini banyak dilakukan di kedai Kopi ataupun Lapo tuak. Perkembangan selanjutnya terutama didaerah perkotaan tumbuh berbagai jenis organisasi sosial baru, baik sifatnya umum maupun khusus. Misalnya di Medan dikenal berbagai asosiasi sosial, seperti: HIMPAK, LKP, perkumpulan marga, kelompok pengajian, GKKPD dan lain-lainya. Semua organisasi ini berkepentingan dengan membangun Dairi termasuk untuk penerapan otonomi daerah. Selama ini memang aktivitas yang dilakukan organisasi-organisasi tersebut masih terbatas lingkupnya tetapi sebenarnya dapat diperluas dan diperdayakan bila ada pihak-pihak yang mendorong dan memberikan fasilitas. 52 3. Lebih Melestarikan Adat Lain Perkembangan adat Pakpak dari tahun ke tahun mulai mengalami penurunan yang disebabkan kurangnya dukungan dari masyarakat Pakpak itu sendiri dan juga berkurangnya jumlah penduduk, banyak masyarakat Pakpak yang sudah pindah dari daerah ini sehingga jumlah orang Pakpak yang tinggal menetap di Desa Simanduma tinggal beberapa kepala keluarga saja 53 52 Ibid, Hal 72. 53 Berkurangnya jumlah penduduk disebabkan karena perpindahnya penduduk dari desa kekota atau dari daerah ke daerah lain, soerjono soekanto, sosiologi suatu pengantar, 1970. Hal 28l. . Penyebaran Untuk mengetahui suatu perubahan dalam masyarakat maka perlu diketahui sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan itu. Pada umumnya dapat dikatakan bahwah sebab-sebab tersebut sumbernya ada yang terletak di dalam Universitas Sumatera Utara 73 masyarakat itu sendiri dan ada yang dari luar masyarakat itu, yaitu yang datangnya sebagai pengaruh dari masyarakat lain 54 1. Masuknya orang Batak Toba wilayah Pakpak turut mempengaruhi kehidupan masyarakat pakpak baik adat istiadat maupun bahasa. Pengaruh budaya Batak Toba sangat kuat terhadap masyarakat Pakpak di Desa Simanduma, dimana pada saat ini mereka tidak dapat mempertahankan kebudayaan mereka sendiri yang semakin lama hampir diabaikan. Desa Simanduma tidak hanya dihuni oleh masyarakat Pakpak saja tetapi sudah banyak ditempati oleh Batak Toba. Misalnya dalam upacara perkawinan yang menjadi raja parhata . Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perubahan adat perkawinan pada masyarakat Pakpak diantaranya: 55 2. Perkawinan Campuran, perkawinan campuran memang sudah lama terjadi dalam masyarakat Pakpak sejak kedatangan orang Batak Toba ke tanah Pakpak, pergauan anatara pemuda-pemudi Pakpak dan Batak Toba berjalan dengan baik sehingga terjalin kehubungan yang mengakibatkan suatu perkawinan bukan hanya Batak Toba dengan pakpak tetapi juga dengan karo. adalah orang Batak Toba bukan masyarakat Pakpak itu sendiri. 54 log cit. Soerjono Soekanto, 1970. Hal 281. 55 Raja parhata, parsinabul dan parsaut atau dengan sebutan lain dalam pengertian sempit adalah juru bicara dalam upacara perkawinan Batak Toba. Dalam pengertian luas adalah seseorang yang juga memiliki pemahaman yang luas terhadap budaya Batak pada umumnya dan adat istiadat khususnya. Ciri utama parhata ialah mahir berbicara dalam tutur kata dengan menggunakan bahasa dan unsur seni sastra Batak Toba yang khas fungsi utama adalah mengendalikan pembicaraan dalam dialog adat dan seluruh rangkaian upacara adat perkawinan, http:waldemarsimamora.blogspot.com201204raja-parhata- riwayatmu-dulu-dan-kini.html. Universitas Sumatera Utara 74 Adanya perkawinan campuran antara Pakpak dengan Batak Toba menyebabkan adat yang dipakai juga berubah. Jika terjadi perkawinan antara pemuda suku Pakpak dengan wanita Batak Toba adat yang dipakai tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak. Tetapi tidak dapat dipungkiri yang paling banyak digunakan adalah adat Batak Toba, jika memakai adat Pakpak pihak perempuan tidak memahami adat itu. Ini disebabkan pihak perempuan atau dari Batak Toba belum pernah mengikuti adat Pakpak dan tidak mengetahui tata cara adat tersebut. Untuk mengatasi hal ini, maka pihak laki-laki dan perempuan setuju untuk melaksanakanya dengan memakai adat Batak Toba. Masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Simanduma merasa adat Batak Toba sederhana tidak seperti adat Pakpak yang cukup rumit dan tidak efisien. Inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan adat yang ada di Desa Simanduma. Hal ini bisa terjadi karena orang Batak selalu memegang teguh prinsip dalihan na tolu. Dalihan na tolu, sebagai identitas orang Batak khususnya Toba akan selalu dihayati kemanapun mereka tinggal, karena dalihan na tolu merupakan hakekat interaksi orang Batak dengan lingkungan hidupnya yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Masyarakat dengan etnik tertentu yang melakukan migrasi ke suatu tempat dengan membawa budaya yang berbeda akan mengalami proses belajar kebudayaan, sehingga akan beradaptasi dan belajar menerima kebudayaan penduduk asli begitu juga sebaliknya. Kaum migran akan melakukan strategi untuk dapat beradaptasi di daerah tujuan guna mempertahankan kehidupan dan harmonisasi. Berbagai macam strategi adaptasi dilakukan oleh berbagai macam kaum migran di daerah tujuannya. Strategi adaptasi yang Universitas Sumatera Utara 75 dilakukan meliputi proses penyesuaian migran terhadap lingkungan sosial yang baru dan strategi adaptasi untuk mempertahankan atau memperbesar kondisi ekonomi Menurt Gillin Perubahan sosial merupakan suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima yang disebabkan baik karena perubahan-perubahan kondisi geografi, kebudayaan materil, komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi ataupun adanya penemuan baru dalam masyarakat tersebut 56 Dalam adaptasi budaya selalu terjadi proses sosial yaitu pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama, bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial, merupakan kunci dari semua kehidupan karena tanpa interaksi sosial tak akan ada kehidupan bersama. . 57 Interaksi orang batak toba dengan penduduk setempat asli Pakpak sangat terjalin harmonis dan akrap. Awal perkenalan dari orang Batak Toba dan Pakpak akan menanyakan marga dan akan ditarik persamaan marga dari kedua beleh pihak sehingga dapat diketahui tuturpanggilan apa yang baik untuk masing-masing. Karena etnis Batak Toba dan suku Pakpak sangat menghargai partuturon menentukan kedudukan dalam hubungan kekerabatansilsilah. Apabila tidak mengetahui tutur kepada orang lain dikatakan sebagai orang yang tidak tau adat. Dalam Batak Toba dan Pakpak adalah satu Dalam kehidupan bermasyarakat sangat diperlukan interaksi untuk mencapai sesuatu ataupun hanya untuk melakukan komunikasi. Dengan adanya interaksi maka setiap masyarakat akan lebih mengenal masyarakat yang ada di lingkunganya. Demikian juga orang Batak Toba yang ada di Desa Simanduma. Sebagai penduduk pendatang di dari daerah tersebut senantiasa membutuhkan orang lain, maka dibutuhkan interaksi agar dapat saling berkomunikasi dengan masyarakat setempat. 56 Soerjono Soekanto, op cit, Hal 266. 57 I bid, Hal 215. Universitas Sumatera Utara 76 persamaan marga misalnya marga Sinaga Batak Toba sama dengan marga Brutu pakpak Parangin-angin Karo. Kerjasama diantara kedua suku juga terjalin dengan baik jika ada acara pesta adat maka kedua suku akan marhobas bekerja secara sama-sama tanpa memandang suku. Dalam acara perkawinan ke dua adat ini akan dibicarakan menggunakan adat yang mana jika diperoleh kesepakatan maka akan dilaksanakan. Bukan hanya pada acara adat saja dalam acara hari besar agama seperti hari Natal maka orang-orang Pakpak pun datang berkunjung. Hal ini biasanya terjadi pada mereka yang telah lama saling berhubungan dan hubungan tersebut terjalin dengan sangat erat dan kompak. Penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari di Desa Simanduma lebih umum menggunakan bahasa Batak Toba begitu juga dengan orang Pakpak menggunakan bahasa Pakpak hanya sesama mereka. Tetapi tidak dipungkiri orang Batak Toba ada yang bisa menggunakan bahasa Pakpak tetapi hanya sebagian kecil. Sejak kedatangan orang Batak Toba ke Desa Simanduma, mereka memang mencoba untuk beradaptasi dengan bahasa Pakpak. Orang Batak Toba mencoba untuk berkomunikasi dalam bahasa Pakpak, tapi dalam prosesnya orang Batak Toba cenderung memakai bahasanya dan kurang memperhatikan bahasa Pakpak. Orang Pakpak sendiri juga memberikan peluang dan mau belajar bahasa Batak Toba, sehingga tanpa disadari orang Pakpak telah paham dan mengerti bahasa Batak Toba 58 Bahasa merupakan unsur dari kebudayaan yang paling cepat terpengaruh, bila tidak bisa dipertahankan maka unsur-unsur budaya lainnya akan hilang. Dengan demikian pengaruh bahasa Batak Toba membawa perubahan di Desa Simanduma, dengan kata lain . Sedangkan Bahasa Indonesia hanya dipergunakan pada kesempatan formal seperti pada saat proses belajar- mengajar dan di kantor- kantor. 58 Wawancara Sentosa Capah, Simanduma, 13 juni 2013 Universitas Sumatera Utara 77 orang Batak Toba dapat mempertahankan bahasa sendiri di daerah migran yang merupakan hal yang paling sulit dan sebaliknya penduduk asli tidak dapat mempertahankan bahasa mereka sendiri 59 Dalam masyarakat tradisional Batak Toba nilai paling yang kental pada kebudayaan masyarakat Batak Toba adalah mengikuti adat istiadat. Adat istiadat adalah istilah yang luas digunakan oleh masyarakat Batak dalam melakukan adat istiadat memiliki ciri yang khas yang berbeda-beda, dalam kalangan sosial manusia adat merujuk . Dalam kehidupan sehari- hari sebenarnya etnis Batak Toba menyadari telah memberikan kesempatan bagi orang Pakpak untuk memakai bahasa mereka, karena orang Batak Toba sebagai Pendatang harus menghargai orang Pakpak, dengan harapan orang Pakpak mampu belajar dan mempertahankan bahasa sendiri, dimulai dari percakapan di kalangan keluarga dan percakapan sehari- hari. Komunikasi dianggap penting dalam kehidupan bermasyarakat sebab sebagaimana diketahui bahwa manusia tidak dapat hidup sendirian di muka bumi ini. Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang tidak dapat dipisahkan apa lagi di tinggalkan dari kehidupan kita, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Tidak ada manusia yang tidak akan terlibat dalam komunikasi. Berkomunikasi dengan baik akan memberi pengaruh langsung pada struktur keseimbangan seseorang dalam bermasyarakat. Begitu juga dengan bahasa hal terpenting dalam menjalin hubungan harmonisasi antara individu yang satu dengan individu yang lain karena tanpa adanya bahasa maka tidak akan terjadi komunikasi. Maka dengan demikian interaksi antara pendatang dan penduduk asli tidak akan bisa hidup berdampingan apabila setiap suku memakai bahasa daerah masing-masing. 59 Pemakaian Bahasa Pakpak terutama pada tahun-tahun 90an cukup jarang diluar ke tiga kecamatan asal PakpakKerajaan, Salak, dan Sitellu Tali Urang Jehe. Tidak seperti bahasa-bahasa lokal yang biasa menjadi bahasa pengantar dikota kabupaten, seperti Toba di TarutungBalige, karo di Kabanjahe; di Sidikalang itu sendiri sebagai Kabupaten, bahasa Tobalah yang menjadi bahasa pengantar, Lister Berutu, Etnis Pakpak Dalam Fenomena Pemekaran Wilayah, 2000. Hal 8. Universitas Sumatera Utara 78 pada sesuatu yang terjadi sesuai dengan kebiasaan. Adat memiliki asal usul dan merupakan seperangkat norma yang diturunkan dari nenek moyang sebagai penjaga adat mereka mengganjar orang yang melaksanakan adat dan menghukum orang yang tidak melaksanakannya adat terbentuk dalam tradisi lisan melalui perumpamaan, perumpamaan tersebut memiliki kekuatan dalam dirinya yang melindungi adat yang tidak boleh dilanggar. 60 Sehingga, orang Batak Toba yang bertindak dan bertingkah laku tidak sesuai dengan adat disebut dengan na so maradat orang yang tidak memiliki adat dan akan ada sanksi sosial terhadap orang-orang yang melanggar adat. Pelanggaran adat yang dilakukan dapat berbentuk perkawinan terlarang. Contoh, perkawinan semarga. Sanksi bagi pelanggar hukum adat, diyakini akan mendapat hukuman dari sang kuasa menurut kepercayaan yang dianutnya. Misalnya, tidak mendapatkan keturunan, penyakit yang tidak kunjung sembuh, kerugian ekonomis dalam setiap pekerjaan bahkan sanksi kematian. Hukuman ini berlaku bagi pelanggar adat hingga keturunan selanjutnya dalam beberapa generasi, hukum adat istiadat bersifat tidak tetulis dan dipelihara turun temurun bersifat tradisional 61 . Masyarakat-masyarakat hukum adat yang tercakup dalam berbagai suku Bangsa atau golongan etnis di Indonesia, juga memiliki konsepsi-konsepsi mengenai perbuatan yang dilarang atau yang diharuskan untuk melakukanya, dan kalau terjadi pelanggaran terhadap ketentuank-ketentuan tersebut, anggapan yang umum yang dianut adalah, bahwah perbuatan terlarang itu menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan yang sebelumnya terwujud dalam masyarakat setempat. 62 60 Koentjaraningrat, Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia, 2007. Hal 64. 61 Soejono Soekanto, op.cit. Hal 58. 62 E.K.M Masinambow, Koenjaraningrat Dan Antropologi Di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997. Hal 81. Universitas Sumatera Utara 79 Suku bangsa apapun di dunia ini pasti memiliki nilai budaya yang tersendiri mengenai kehidupan mereka, demikian halnya dengan suku bangsa Batak Toba sebagai sebuah suku yang juga menunjukkkan hal yang sama dimana pandangan hidup orang Batak Toba mengenai kehidupan masyarakat di daerah asal ataupun di daerah perantauan tertuang dalam ungkapan-ungkapan budaya. Ungkapan budaya itu sendiri lahir dari pemikiran menyangkut bagaimana untuk terus hidup. Masyarakat di Desa Simanduma juga melakukan hubungan adapatasi melalui tarombo martarombo: asal usul keluarga dan marga dan tentunya hal ini juga dapat dilakukan sesama suku batak lainnya maupun diantara suku bangsa tersebut. Kegiatan ini pada dasarnya kebiasaan bagi orang Batak Toba yang merantau dalam mendekatkan diri dengan penduduk asli dan ini sendiri merupakan tindakan yang lahir dari anjuran orang tua angkat. Di si tano manjalo di si tano mangalean, di si ho marijur ari, di si doho hapotan mual hangoluan jala ndang marimbar tano inganan nihamatean. Secara sederhana ini berarti bahwa dimanapun orang Batak Toba harus menghargai tanah ia berpijak sebagai sumber kehidupan. Ini artinya merusak suasana lingkungan dimana kita tinggal baik itu lingkungan fisik maupun lingkungan sosial tidak baik. Universitas Sumatera Utara 80

BAB IV INTERAKSI SOSIAL ANTARA ORANG BATAK TOBA DAN ORANG PAKPAK