BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah - Orang Batak Toba Di Desa Simanduma (1985-2000)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

  Orang Batak termasuk salah satu sub suku bangsa di Indonesia, Suku Batak terdiri dari enam sub suku yang dibagi secara geografis, yaitu: Batak Toba dan Pakpak di Tapanuli Utara, Batak Karo dan Simalungun di Timur dan Timur Laut Tapanuli Utara,

   Batak Angkola dan Mandailing di Tapanuli Selatan. Perkampungan leluhur mereka di

  kaki gunung pusuk buhit yang tidak jauh dari kota Pangururan sekarang. Etnis Batak adalah kelompok etnis ke empat terbesar di Indonesia setelah etnis Jawa, Sunda dan Bali Orang Batak Toba sering menyebut mereka sebagai halak hita (orang kita) untuk menyebutkan suku sendiri. Orang kita (halak kita) biasa digunakan diperantauan untuk menunjukkan kedekatan emosional dan kebersamaan di tanah perantauan.

  Orang Batak Toba yang memiliki filosofi hidup yaitu hagabeon, hamoraon,

  

hasangapon yang dikenal dengan konsep harajaon. Untuk menempuh filosofi ini,

  beberapa tindakan dilakukan oleh orang Batak yaitu hagabeon ditempuh dengan mendambakan panjang umur dan mendapatkan keturunan dalam ikatan perkawinan khususnya anak laki- laki, Hamoraon, bagian ini di tempuh dengan berusaha sekuat tenaga untuk mencari kekayaan dan kesejahteraan. Dalam bagian ini harta mempunyai peranan penting dalam kehidupan orang Batak Toba, hasangapon ditempuh dengan memiliki wibawa yang diwujudkan dengan kekuasaan. Untuk menwujudkan harajaon- nya, Orang Batak didorong untuk bermigrasi mencari wilayah baru yang memungkinkan dirinya menjadi seorang Raja dalam arti yang luas. 1 Johan Hasselgren, Batak Toba di Medan: Perkembangan Identitas Etno-Religius Batak Toba Di Medan 1912-1965 , Medan: Bina Media Perintis, 2008. Hal 63. 2 Ibid, Hal 27.

  Salah satu wilayah yang menjadi tujuan migrasi Orang Batak Toba adalah wilayah kekuasaan orang Pakpak Dairi. Migrasi Batak Toba ke Kabupaten Dairi diperkirakan

  

  sudah terjadi sekitar tahun 1900-an . Orang Batak Toba yang tinggal dan menetap di Dairi sudah ratusan dan tahun- tahun selanjutnya jumlah terus meningkat sehingga lahan pertanian yang tersedia tidak mencukupi, sehingga mendorong mereka mencari lahan

  

  pertanian yang baru di Dairi . Desa Simanduma merupakan salah satu dari 13 Desa yang ada di kecamatan Pegagan Hilir yang menjadi tujuan migrasi orang Batak Toba. Semakin banyaknya jumlah pendatang semakin banyak sumber berita tentang Dairi kepada saudara-saudara mereka yang ada di (Bonapasogit). Sejak tahun 1925 Dairi semakin

  

  dikenal sebagai daerah panombangan. Orang- orang dari Holbung, Silindung, dan Toba Holbung tidak hanya berbondong- bondong ke Sidikalang atau daerah- daerah yang sudah ditempati pendatang yang sudah lebih duluan, tetapi juga mencari daerah- daerah baru ke seluruh pelosok Dairi bahkan ada yang sampai ke Tanah Alas dan Singkil. Mereka mendirikan rumah- rumah sederhana di ladang- ladang mereka atau beberapa marga dari daerah asal yang sama mendirikan satu kampung di daerah yang baru ditempati. Maka tidak heran kalau di temukan pada satu tempat yang semuanya satu marga juga.

  Pendatang dari Humbang dan Toba Holbung ada yang membuka lahan persawahan dan tentu lebih banyak yang membuka kebun kopi karena kondisi daerah yang yang cocok dengan tanaman keras. 3 Merisdawaty Limbong, Migrasi Batak Toba Di Sidikalang, 1964-1985, Skripsi Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2010. Hal 23. 4 Dairi terbagi atas 5 wilayah suak yaitu, Pakpak Simsim yang menetap di Simsim, Pakpak

Keppas yang menetap di kecamatan Silima Pungga-pungga, Tanah Pinem, Parbuluan, dan Kecamatan

  

Sidikalang, Pakpak Pegagan yang menetap di Pegagan Hilir, Tiga Lingga dan Sumbul Pegagan, Pakpak

Kelasen yang menetap di Kecamatan Parlilitan, Pakkat dan Barus, Pakpak Boang yang menetap di wilayah

Singkil. Lister brutu, Nurbani Padang, Tradisi Dan Perubahan konteks Masyarakat Pakpak Dairi, Medan:

C. V Monora 1998. Hal 3.

5 Refi Roslila Siringo-Ringo, Migrasi Batak Toba di Sumbul Pegagan, 1971-1990, Skripsi Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2008. Hal 37.

  Perpindahan orang Batak Toba datang dengan mengikuti ajakan keluarga ataupun kerabat dekat yang sudah terlebih dahulu tinggal dan menetap. Mereka biasanya sudah berhasil meningkatkan taraf hidup seperti memiliki tanah. Pada masyarakat tradisional Batak Toba tanah berperan ganda, semakin banyak tanah yang di miliki maka akan

  

sangap atau wibawa sosialnya akan tinggi dalam masyarakat. Tanah juga merupakan

harta benda yang akan di wariskan kepada keturunanya.

  Penyebab migrasi orang Batak Toba ke Desa Simanduma disebabkan berbagai faktor seperti adanya faktor pendorong dan penarik baik dari daerah asal maupun daerah yang dituju. Salah satu faktor yang dominan adalah faktor ekonomi. Kebutuhan hidup yang beraneka ragam dan semakin lama semakin mengalami peningkatan, serta jumlah anggota keluarga juga semakin bertambah tetapi tidak didukung dengan pendapatan ekonomi yang baik pada satu keluarga. Sedangkan sektor pertanian juga tidak dapat diandalkan. Keadaan lahan yang tandus dan iklim yang tidak mendukung turut menyebabkan kesulitan ekonomi. Ketidak cukupan lahan atau ketidak mampuan lahan untuk menjamin kelangsungan hidup anggota masyarakat tersebut membuat mencari perluasan lahan pertanian ke daerah lain karena pembukaan lahan-lahan pertanian baru terutama persawahan tidak mungkin lagi didaerah asal mereka dan sumber penghasilan lainya juga sangat terbatas. Sementara itu perekonomian dalam hal ini pertanian dan persawahan di Desa Simanduma mulai mengalami peningkatan seiring dengan

   penanaman kopi Robusta dan kopi Arabika .

  Selain faktor demografi dan ekonomi, pembukaan jalan turut menyumbang laju migrasi Batak Toba ke Desa Simanduma. Pada waktu hubungan lalu lintas masih di dominasi jalan setapak, perpindahan penduduk dari Tapanuli Utara kedaerah-daerah 6 Merisdawaty Limbong, op.cit, Hal 15. sekitarnya ditempuh beberapa hari perjalanan, namun dengan dibukanya jalan-jalan yang lebih besar yang menghubungkan antara daerah semakin banyak dibangun sehingga Tapanuli Utara semakin terbuka dengan daerah luar melalui pembukaan jalan-jalan yang menghubungkan daerah tapanuli dengan daerah lainya seperti dari Siborong-borong-

7 Doloksanggul-Sidikalang (tahun 1930) .

  Pertambahan penduduk orang Batak Toba di Desa Simanduma terus bertambah. Sekitar tahun 1985 orang Batak Toba yang tinggal menetap sudah banyak ± 100 kepala keluarga dan secara berlahan-lahan terus bertambah karena banyak keluarga yang sudah tinggal di Desa Simanduma itu mengajak saudara, kerabat atau famili yang ada di daerah asal untuk tinggal di daerah ini karena masih banyak lahan yang kosong dan kesuburan tanah serta persawahan cukup baik. Kedatangan mereka ada yang datang dengan keluarga maupun secara individu dengan ikatan persaudaraan yang sama dan juga ada yang berbeda marga. Di Desa Simanduma itu sendiri kebanyakan bermarga Banjar Nahor,

8 Siregar dan Lumbangaol.

  Pada waktu mereka datang, Desa ini dihuni oleh masyarakat Pakpak yang daerahnya memiliki banyak lahan yang kosong hanya berupa hutan yang ditumbuhi pohon-pohon yang besar. Dapat di katakan bahwah Desa Simanduma itu sendiri pada awalnya hanyalah hutan yang kemudian dibuka oleh masyarakat Batak Toba untuk dijadikan lahan pertanian dengan cara membeli tanah pada masyarakat penduduk asli

  

  (Pakpak) . Kondisi tanah di daerah ini cukup subur dan juga sangat baik untuk daerah persawahan karena terdapat aliran sungai yang dapat menunjang pengairan pada 7 O.H.S Purba. Elvis f Purba,, “Migrasi Spontan Batak Toba (Marserak): Sebab, Motif dan Akibat

  Perpindahan Penduduk dari Daratan Tinggi Toba.” Medan: Monora, 1997. Hal 91 8 . 9 Wawancara Pine Lumbanggaol, Simanduma, 30 Mei 2013 Secara etimologis, Pakpak artinya puncak gunung. Orang Pakpak disebut orang pegunungan karena sebagian besar hidup dan bertempat tinggal di pegunungan. Budi Agustono, Konferensi Nasional

  Sejarah : Etnik Pakpak Membelah Wilayahnya Sendiri: Pemekaran Kabupaten Pakpak Barat, 2011. persawahan, selain persawahan juga terdapat tanaman kopi, jagung dan tanaman holtikultura lainya. Hal ini membuat para petani Batak Toba yang datang ke daerah ini harus mencocokkan diri untuk mulai beralih ke perladangan dan persawahan. Awal kedatangan petani Batak Toba ini mereka menebang hutan untuk lahan pertanian serta membuat tali air atau irigasi dari sungai yang paling dekat dengan Desa. Mereka bekerja keras untuk membuka lahan baru untuk di tanami tanaman kopi. Hal ini merupakan pekerjaan yang biasa bagi mereka karena di kampung halamannya Batak Toba sudah terbiasa bekerja keras. Dengan cara seperti ini memberi harapan baru kepada para migran Batak Toba, sehingga mereka gigih bekerja untuk mendapatkan hasil yang lebih baik yang akan memperbaiki ekonomi mereka dan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dan anak- anaknya.

  Orang Batak Toba menjadi dominan di Desa Simanduma Hal ini disebabkan karena Batak Toba lebih unggul dari masyarakat Pakpak dalam bidang pendidikan.

  Dilihat juga dari bidang pendidikan orang Pakpak masih jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan orang Batak Toba. Keterbelakangan dalam bidang pendidikan pada masyarakat Pakpak disebabkan rendahnya minat untuk melanjutkan pendidikan anak- anaknya ke jenjang yang lebih Tinggi. Sedangkan orang Batak Toba jauh lebih maju dalam bidang pendidikan sehingga memudahkan bagi orang Batak Toba untuk menguasai orang Pakpak di Desa Simanduma. Bahasa merupakan unsur dari kebudayaan yang paling cepat terpengaruh, bila tidak bisa dipertahankan maka unsur- unsur budaya lainnya akan hilang. Dengan demikian pengaruh bahasa Batak Toba membawa perubahan di di Desa Simanduma, dengan kata lain orang Batak Toba dapat mempertahankan bahasa sendiri di daerah migran yang merupakan hal yang paling sulit dan sebaliknya penduduk asli tidak dapat mempertahankan bahasa mereka sendiri. Dalam kehidupan sehari- hari sebenarnya orang Batak Toba menyadari telah memberikan kesempatan bagi orang Pakpak untuk memakai bahasa mereka, karena orang Batak Toba sebagai orang Pendatang harus menghargai orang pakpak, dengan harapan orang pakpak mampu belajar dan mempertahankan bahasa sendiri, dimulai dari percakapan di kalangan keluarga dan percakapan sehari- hari.

  Maka dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa pengaruh bahasa Batak Toba itu sangat kuat pada masyarakat generasi muda Pakpak. Keluarga Pakpak yang tinggal di Simanduma, sehingga hampir tidak mengetahui domain unsur- unsur tertentu dalam berbahasa, termasuk domain bahasa dalam keluarga. Sementara domain- domain bahasa lain yang menyangkut pendidikan, teman sebaya, atau teman bermain seluruhnya itu sudah dikuasai Batak Toba

  Bertambahnya jumlah penduduk orang Batak Toba di Desa Simanduma membawa perubahan tidak hanya pada masyarakat Batak Toba tetapi juga dengan orang Pakpak yang relatif berbeda budaya dengan orang Pakpak sebagai penduduk asli. orang Batak Toba sebagai pendatang yang membawa budaya sendiri dan menjalankan budayanya didaerah Pakpak dapat beradaptasi dengan budaya setempat. Bahkan sebagai masyarakat pendatang cenderung untuk mempengaruhi budaya setempat. Orang Pakpak di Desa Simanduma ini bahkan cenderung mengikuti budaya Batak Toba hal ini terlihat dalam berbagai upacara seperti perkawinan, upacara meninggal, dan pesta- pesta kecil lainnya.

  Dengan latar belakang permasalahan yang dikemukakan, penulis tertarik untuk meneliti keberadaan orang Batak Toba yang tinggal di Desa Simanduma dengan judul tulisan yaitu “Orang Batak Toba Di Desa Simanduma (1985- 2000)”.

  Berdasarkan hasil penelitian, Orang Batak Toba di Desa Simanduma tidak mengalami akulturasi budaya dengan budaya lokal, bahkan masyarakat Simanduma cenderung untuk mengunakan tradisi Batak Toba. Adaptasi budaya Batak Toba oleh masyarakat menjadi topik permasalah yang menarik, karena biasa dalam migrasi suku- suku tertentu kesuatu wilayah, masyarakat pendatang cenderung untuk beradaptasi terhadap budaya setempat. Hasil penelitian juga menunjukkan orang Batak Toba dengan Pakpak lebih memilih hidup berkelompok. Proses perubahan dan pengelompokan pemukiman menjadi hal yang unik dan menarik untuk diteliti di mana kedua orang memiliki budaya yang berbeda walaupun termasuk dalam suku bangsa yang sama sebagai suku Batak.

  Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan sejarah ini, penulis membatasi waktu antara tahun 1985-2000 penelitian di awali tahun 1985 karena jumlah orangBatak Toba di Desa Simanduma semakin bertambah karena adanya pembukaan lahan pertanian dan pemukiman yang baru lahan Sedangkan tahun akhir batasan penulisan ini yaitu pada tahun 2000 orang Batak Toba memiliki perkampungan (huta) sendiri. Pembatasan waktu ini diharapkan dapat mempermudah penulisan dalam pengkajianya.

2. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka dibuatlah suatu perumusan mengenai masalah yang hendak diteliti sebagai landasan utama dalam penelitian sekaligus menjaga sinkronisasi dalam uraian penelitian. Untuk mempermudah penulisan dalam upaya menghasilkan penelitian yang objektif maka pembahasanya dirumuskan terhadap masalah sebagai berikut: 1.

  Bagamana kehidupan sosial orang Batak Toba di Desa Simanduma? 2. Bagaimana interaksi sosial antara orang Batak Toba dengan orang Pakpak di Desa

  Simanduma? 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

  Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk mengetahui kehidupan sosial orang Batak Toba di Desa Simanduma 2.

  Untuk mengetahui interaksi sosial antara orang Batak Toba dengan Pakpak di Desa Simanduma

  Adapun mamfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menjadi sebuah karya tulis (skripsi), sebagai persyaratan untuk menjadi Sarjana

  Depertemen Ilmu Sejarah 2. Untuk dapat memberikan gambaran atau informasi yang jelas tentang kehidupan sosial orang Batak Toba di Desa Simanduma.

  3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk referensi bahan perbandingan terhadap hasil penelitian yang telah ada sebelumnya maupun yang akan dilakukan

4. Telaah Pustaka

  Penelitian merupakan masalah yang harus dipahami sehingga di perlukan beberapa referensi yang dapat di jadikan panduan penulis nantinya dalam bentuk tinjauan pustaka. Bagian ini berisi sistimatis tentang hasil-hasil penelitian terdahulu dan yang ada hubunganya dengan penelitian yang akan di lakukan dan harus di revisi terlebih dahulu di dalam proposal penelitian ini penulis menggunakan beberapa buku sebagai bahan referensi yang menimbulkan gagasan, konsep, teori,dan mengarah pada pembentukan hipotesa, dan sumber informasi atau pendukung.

  Ada beberapa buku yang mendukung dalam penelitian ini yang dapat dijadikan referensi adalah O.H.S. Purba dan Elvis F. Purba, dalam bukunya Migrasi Spontan Batak

  

Toba (Marserak): Sebab, Motip, dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Dataran Tinggi

Toba. Menjelaskan bahwa orang Batak Toba pada mulanya berdiam di sekitar danau

  Toba. Perkampungan leluhur mereka (Siraja Batak) adalah Sianjur Mula- Mula, di kaki Gunung Pusuh Buhit. Dalam buku ini juga membahas faktor yang mendorong perpindahan penduduk keluar dari Tapanuli Utara, Bagi orang Batak Toba, tanah merupakan salah satu faktor produksi yang paling penting dan sumber penghasilan utama. Begitu pula adat- istiadat berhubungan erat dangan tanah dan usaha pertanian tersebut. Pertambahan penduduk yang pesat di Tapanuli menimbulkan tekanan terhadap lahan pertanian dan perkampungan. Lahan yang semakin sempit dan kurang subur menjadi salah satu alasan mengapa orang Batak Toba berpindah. Selain itu keluarga- keluarga muda yang baru berumah- tangga (Manjae) mendorong penduduk mendirikan rumah- rumah baru dan bahkan membuka kampung baru. Kampung baru yang telah di buka menciptakan perpencaran dan jauh dari kampung induknya. Mereka mulai menyebar ke daerah yang lebih jauh di luar batas budaya sendiri. Inilah yang disebut dengan Marserak.

  Seiring dengan perkembangan zaman, Marserak mengandung pengertian yang luas. Selain dari menyebar (perpindahan dari kampung halaman keluar wilayah budaya sendiri), marserak memiliki arti mobilitas sosial dan ekonomi, pendidikan. Kemajuan zaman yang berkembang dan kebutuhan manusia yang semakin banyak menyebabkan pola hidup penduduk harus disesuaikan dengan perkembangan zaman tersebut. Buku ini penulis gunakan untuk melihat faktor-faktor perpindahan etnis Batak Toba ke Desa Simanduma.

  Soejono Soekanto, dalam “Sosiologi Suatu Pengantar” (1970) Perubahan sosial dipandang sebagai konsep yang serba mencakup seluruh kehidupan masyarakat baik dari tingkat individu, kelompok masyarakat yang mengalami perubahan hal yang penting dalam perubahan sosial menyangkut aspek, perubahan pola pikir, prilaku, nilai sosial, interaksi sosial, norma-norma sosial, organisasi dan lapisan-lapisan masyarakat. Buku ini membantu penelitian untuk melihat Keberadaan orang Batak Toba di daerah (tanoh) Pakpak. Dalam bukunya Soejono Soekanto memaparkan Selain perubahan sosial juga membahas mengenai proses sosial dan interaksi sosial. Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan sebagai proses sosial) karena interasi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial dalam menjalani hidup sehari-hari. Interaksi sosial merupakan hubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antara individu-individu, antara kelompok dan orang dengan kelompok dengan keterkaitan buku ini juga dapat menggambarkan interaksi sosial yang terjadi antara orang Batak Toba dengan orang Pakpak di Desa Simanduma.

  Koentjaraningrat, “Pengantar Ilmu Antropologi” Migrasi yang dilakukan orang Batak Toba keluar Tapanuli akan membawa kebudayaanya ke tempat migrasi sehingga terjadi Asimilasi dan akulturasi menurut, Koentjaraningrat adalah suatu proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul secara insentif. Sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan golongan-golongan itu masing-masing berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran dan. Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan di olah dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Dengan adanya buku ini membantu penulis melihat bahwah komunikasi dengan penduduk asli yakni orang Pakpak yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda maka dari itu di perlukan komunikasi dan interaksi sosial agar tidak terjadi kesalah pahaman. Proses asimilasi dan akulturasi dengan keberadaan orang Batak Toba di Desa Simanduma yang memiliki perbedaan bahasa dan adat istiadat yang relatif memiliki perbedaan. Tetapi dalam hal ini orang Pakapak itu yang beradaptasi terhadap etnis Batak toba sehingga buku ini sangat membantu dalam penulisan ini.

5. Metode Penelitian Penulisan sejarah yang deskriptif –analitis haruslah melalui tahapan demi tahapan.

  Ada empat tahapan Metode dalam penelitian sejarah: satu, heuristik (pengumpulan sumber); dua verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber); tiga, interprestasi (analisa dan sintesis); dan empat, historiografi (penulisan).

  Metode penelitian adalah suatu hal penting yang tidak terpisahkan dari suatu petunjuk teknis. Metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah. Metode sejarah adalah suatu proses yang benar aturan-aturan yang dirancang untuk membantu dengan efektif dalam mendapatkan kebenaran suatu sejarah.

  Langkah pertama yang penulis kerjakan yaitu Heuristik adalah pengumpulan sumber-sumber atau data-data yang terkait dalam objek penelitian penulis dalam berbagai sumber dalam hal ini penulis menggunakan metode library research (penelitian kepustakaan) dan field research (penelitian lapangan), sumber tersebut merupakan sumber primer dan sumber sekunder. Sesuatu prinsip yang harus di pegang dan di lakukan oleh penulis didalam heuristik yaitu harus mencari dan mengumpulkan sumber primer. yaitu sumber lisan berupa wawancara dengan masyarakat Batak Toba, Pakpak dan aparat Pemerintah sedangkan penelitian kepustakaan library research mencari sumber buku yang berhubugan dengan judul penelitian yang dilakukan.

  Langkah kedua yaitu Kritik sumber (verifikasi), setelah sumber sejarah di butuhkan semua terkumpul maka dilanjutkan dengan tahapan kritik sumber, hal ini di lakukan untuk memperoleh keabsaan atau keaslian sumber atau data yang didapat. Penulis dalam melakukan kritik sumber atau penyeleksian yang dilakukan terhadap sumber-sumber melalui dua pendekatan intern dan ektern. Dimana dalam pendekatan intern yang harus dilakukan yakni menelaah dan memverifikasi kebenaran isi atau fakta sumber baik yang bersifat tulisan (buku, artikel, laporan dan arsip) maupun sumber lisan (wawancara) kritik ektstern yang di lakukan dengan cara memverifikasi untuk melakukan keaslian sumber baik sumber lisan maupun sumber tulisan. Hal ini dilaksanakan agar penulis dapat menghasilkan suatu tulisan yang benar-benar objektif yang berasal dari data-data yang terjaga keasliannya dan keobjektifanya tanpa ada unsur subjektifitas yang mempengaruhi hasil penulisannya.

  Langkah ketiga yang dilakukan yaitu interprestasi, setelah data tersebut melewati kritik sumber maka penulis melakukan tahapan yang ketiga yaitu penafsiran atau penganalisan terhadap hasil dari kritik sumber dalam proses interpretasi ini bertujuan untuk menghilangkan kesubjektifitasanya sumber. Interprestasi ini dapat di katakan data sementara sebelum penulis membuatatkan hasil keseluruhan dalam suatu penulisan.

  Langkah selanjutnya dan yang terakhir yaitu Historiografi, tahapan ini berisi tentang penulisan, pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah di lakukan.

  Layaknya penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan layaknya penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian, sejak dari awal (heuristik) sampai dengan akhir yaitu penarikan kesimpulan sehingga dapat dikatakan penulisan tersebut bersifat kronologis atau sistimatis. Berdasarkan penulisan sejarah itu pula akan dapat dinilai apakah penelitiannya berlangsung sesuai dengan prosedur yang digunakannya tepat atau tidak, apakah sumber data yang mendukung penarikan kesimpulanya memilik validitas yang memadai atau tidak, jadi dengan penulisan sejarah itu akan dapat ditentukan mutu penelitian dan penulisan sejarah itu sendiri.