Proses Pencarian Makna Hidup Pada Pecandu Alkohol Wanita

(1)

PROSES PENCARIAN MAKNA HIDUP PADA PECANDU ALKOHOL WANITA

Skripsi

Oleh:

MIRA ANNAFIANTY 031301001

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nyalah saya mampu mengerjakan skripsi ini guna memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan saya di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dosen Pembimbing Ibu Raras Sutatningtyas, M.Si atas bimbingannya selama proses penyelesaian proposal skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada keluarga dan sahabat tercinta, serta semua pihak yang telah memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Demikianlah skripsi ini saya perbuat. Saya menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, karena itu saya bersedia menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan di lain waktu.

Medan, Desember 2008 Penulis


(3)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... 5

KATA PENGANTAR... 6

DAFTAR ISI... 7

DAFTAR TABEL... 10

BAB I. PENDAHULUAN I.A Latar belakang... 11

I.B Perumusan masalah... 17

I.C Tujuan penelitian... 17

I.D Manfaat penelitian... 17

I.D1 Manfaat teoritis... 17

I.D.2 Manfaat praktis... 18

I.E Sistematika penulisan...18

BAB II. LANDASAN TEORI II.A Makna hidup... 20

II.A.1 Karakteristik makna hidup...21

II.A.2 Sumber-sumber makna hidup... 22

II.B Makna dalam penderitaan... 24

II.B.1 Penderitaan... 24

II.B.2 Tahap-tahap penemuan makna dalam penderitaan... 26

II.C Kanker... 27


(4)

II.C.2 Kanker leher rahim... 29

II.C.3 Gejala kanker leher rahim... 29

II.C.4 Penyebab kanker leher rahim... 30

II.C.5 Faktor resiko kanker leher rahim... 31

II.C.6 Stadium kanker leher rahim... 32

II.C.7 Diagnosa dan pengobatan medis kanker leher rahim... 32

II.C.8 Penderitaan fisik dan mental yang ditimbulkan oleh kanker leher rahim... 33

II.D Makna hidup pada penderita kanker leher rahim... 37

BAB III. METODE PENELITIAN III.A Penelitian kualitatif... 40

III.B Subyek penelitan... 41

III.B.1 Karakteristik subyek penelitian... 41

III.B.2 Jumlah subyek penelitian... 42

III.B.3 Teknik pengambilan sampel... 42

III.B.4 Lokasi penelitian... 43

III.C Metode pengumpulan data... 43

III.C.1 Wawancara... 43

III.D Alat bantu pengambilan data... 44

III.D.1 Pedoman wawancara... 44

III.D.2 Tape recorder... 45


(5)

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI

IV.A Analisis kasus responden A...47

IV.A.1 Gambaran diri responden A...49

IV.A.2 Gambaran makna hidup responden A...51

IV.A.2.a Penderitaan yang dialami responden A...51

IV.A.2.b Tahap-tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup Responden A... 59

IV.A.2.b.(1) Tahap derita... 59

IV.A.2.b.(2) Tahap penerimaan diri... 60

IV.A.2.b.(3) Tahap penemuan makna hidup... 63

IV.A.2.b.(4) Tahap realisasi makna... 66

IV.B Interpretasi data responden A... 67

IV.C Analisa kasus responden B... 78

IV.C1 Gambaran diri responden B... 79

IV.C.2 Gambaran makna hidup responden B... 82

IV.C.2.a Penderitaan yang dialami responden B... 82

IV.C.2.b Tahap-tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup Responden B... 84

IV.C.2.b.(1) Tahap derita... 84

IV.C.2.b.(2) Tahap penerimaan diri... 85


(6)

IV.D Interpretasi data responden B... ... 89

IV.E Analisa data antar responden... ...100

IV.E.1 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran makna hidup...102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.A Kesimpulan... ...106

V.B Diskusi... ...107

V.C Saran ... ...109

V.C.1 Saran praktis...109

V.C.2 Saran penelitian lanjutan...109

DAFTAR PUSTAKA ...111 LAMPIRAN A : VERBATIM WAWANCARA

LAMPIRAN B : PEDOMAN WAWANCARA LAMPIRAN C : LEMBAR PERSETUJUAN


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Stadium kanker leher rahim ... 32 Tabel 4.1 Kesimpulan analisa dan interpretasi data responden A berdasarkan penderitaan yang dialami...76 Tabel 4.2 Kesimpulan analisa dan interpretasi data responden A berdasarkan tahap-tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup... 77 Tabel 4.3 Kesimpulan analisa dan interpretasi data responden B berdasarkan penderitaan yang dialami...97 Tabel 4.4 Kesimpulan analisa dan interpretasi data responden B berdasarkan tahap-tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup...98 Tabel 4.5 Analisa banding antar responden berdasarkan penderitaan yang dialami...99 Tabel 4.6 Analisa banding antar responden berdasarkan tahap-tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup...100


(8)

ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Mira Annafianty

Proses Pencarian Makna Hidup Pada Pecandu Alkohol Wanita 1x + 95 + Lampiran

Bibliografi 32 (1991-2007)

Makna hidup adalah suatu alasan mengapa seseorang harus bertahan hidup. Makna hidup dapat ditemukan dalam setiap keadaan, baik keadaan bahagia maupun penderitaan. Penderitaan dapat ditimbulkan oleh tiga hal ”the three tragic triads” diantaranya adalah kematian (death), rasa bersalah (guilt), dan rasa sakit (pain). Penyakit kronis seperti kanker adalah salah satu penyakit yang menimbulkan banyak penderitaan dan untuk bertahan dalam kondisi seperti itu, ssesorang harus mengetahui apa makna hidupnya. Untuk menemukan makna hidup itu sendiri seseorang harus melalui lima tahap dalam penemuan dan pemenuhan makna hidup yaitu tahap derita, tahap penerimaan diri, tahap penemuan makna hidup, tahap realisasi makna, dan tahap penghayatan hidup bermakna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran makna hidup pada penderita kanker leher rahim.

Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif, karena dengan metode ini dapat dipahami tingkah laku individu menurut pemahaman dan sudut pandang si pelaku. Untuk pengambilan data digunakan metode wawancara mendalam. Penelitian ini melibatkan sebanyak 2 orang wanita usia dewasa madya dan didiagnosa menderita kanker leher rahim minimal 2 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien kanker leher rahim mengalami tiga penyebab penderitaan di dunia yaitu kematian, rasa sakit (pain) dan rasa bersalah. Kedua responden pada penelitian ini telah menemukan makna hidupnya dengan sumber makna hidup yang berbeda.

Implikasi dari penelitian ini berguna bagi penderita kanker leher rahim agar tidak berputus asa dalam menghadapi penyakitnya dan juga bagi orang-orang disekitar seperti dokter, suster, keluarga, dan lain-lain untuk memberikan dukungan yang lebih bagi penderita kanker leher rahim.


(9)

ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Mira Annafianty

Proses Pencarian Makna Hidup Pada Pecandu Alkohol Wanita 1x + 95 + Lampiran

Bibliografi 32 (1991-2007)

Makna hidup adalah suatu alasan mengapa seseorang harus bertahan hidup. Makna hidup dapat ditemukan dalam setiap keadaan, baik keadaan bahagia maupun penderitaan. Penderitaan dapat ditimbulkan oleh tiga hal ”the three tragic triads” diantaranya adalah kematian (death), rasa bersalah (guilt), dan rasa sakit (pain). Penyakit kronis seperti kanker adalah salah satu penyakit yang menimbulkan banyak penderitaan dan untuk bertahan dalam kondisi seperti itu, ssesorang harus mengetahui apa makna hidupnya. Untuk menemukan makna hidup itu sendiri seseorang harus melalui lima tahap dalam penemuan dan pemenuhan makna hidup yaitu tahap derita, tahap penerimaan diri, tahap penemuan makna hidup, tahap realisasi makna, dan tahap penghayatan hidup bermakna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran makna hidup pada penderita kanker leher rahim.

Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif, karena dengan metode ini dapat dipahami tingkah laku individu menurut pemahaman dan sudut pandang si pelaku. Untuk pengambilan data digunakan metode wawancara mendalam. Penelitian ini melibatkan sebanyak 2 orang wanita usia dewasa madya dan didiagnosa menderita kanker leher rahim minimal 2 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien kanker leher rahim mengalami tiga penyebab penderitaan di dunia yaitu kematian, rasa sakit (pain) dan rasa bersalah. Kedua responden pada penelitian ini telah menemukan makna hidupnya dengan sumber makna hidup yang berbeda.

Implikasi dari penelitian ini berguna bagi penderita kanker leher rahim agar tidak berputus asa dalam menghadapi penyakitnya dan juga bagi orang-orang disekitar seperti dokter, suster, keluarga, dan lain-lain untuk memberikan dukungan yang lebih bagi penderita kanker leher rahim.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang Masalah

Orang yang mengkonsumsi dan kecanduan minuman keras atau alkohol disebut dengan istilah alcoholism (ketagihan alkohol), istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Magnus Huss, seorang pejabat bidang kesehatan masyarakat di Swedia (Bachtiar, 2000). Kecanduan alkohol merupakan gangguan yang kompleks dan sering dipandang dari perspektif biopsychosocial (Wallace, 2003). Setiap kontribusi terhadap faktor yang potensial dapat menyebabkan seseorang menjadi peminum berat atau bahkan kecanduan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan karakteristik seseorang (Vaillant, 1998).

Dalam 20 hingga 30 tahun terkahir ini, isu mengenai konsumsi alkohol yang dilakoni oleh wanita menjadi fokus utama pembicaraan bagi para peneliti dan praktisi dalam bidang alkohol. Ketertarikan ini merefleksikan perubahan peran sosial dan ekonomi pada wanita dan berhubungan dengan pengkonsumsian. Fenomena pecandu alkohol pada kaum wanita ini menjadi pembicaraan yang menarik khususnya pada area gaya hidup wanita modern (Thom, 2000).

Kehidupan wanita di jaman modern atau lebih dikenal dengan life style atau gaya hidup identik dengan kehidupan gemerlap malam. Wanita dekat dengan kehidupan gemerlap malam biasanya cenderung mengkonsumsi alkohol. Fenomena ini sangat jelas terlihat di tempat-tempat hiburan malam yang sempat ditelusuri oleh peneliti. Pemandangan dipenuhi oleh para wanita yang asyik dengan minuman alkohol di tangan mereka sambil tertawa-tawa dan tidak jarang


(11)

didapati sudah dalam keadaan tidak sadar. Setiap meja terdapat beberapa botol minuman keras dan gelas-gelas yang terletak berantakan. Suasana ini yang selalu terlihat ketika berada di tempat hiburan malam.

Pada awal mengkonsumsi minuman beralkohol pada wanita biasanya dimulai dari ajakan teman di saat yang tepat, di saat sedang mengalami hal yang tidak menyenangkan atau tragis. Seorang wanita sedang berada dalam keterpurukan sangat membutuhkan keberadaan orang lain yang dapat memberikan dukungan walaupun dukungan yang didapatkan justru akan memperburuk keadaan. Menerima ajakan orang lain untuk mengkonsumsi alkohol ketika sedang dalam keadaan emosi yang tidak stabil dapat memperburuk keadaan. Pada saat mengkonsumsi alkohol akan mengalami perasaan semu seperti kenyamanan, damai, badan terasa ringan melayang dan hal ini yang menyebabkan para wanita sangat tergoda untuk selalu mengkonsumsi minuman beralkohol. Bastaman (2007) yang mengatakan penghayatan dari masalah, dapat menjelma menjadi berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk berkuasa dan bersenang-senang mencari kenikmatan yaitu dengan mengkonsumsi minuman keras atau alkohol. Dapat dikatakan, perilaku dan kehendak berlebihan ini merupakan bentuk lain dari kegagalan menghayati hidup yang bermakna, dan justru selanjutnya dapat menghalangi individu untuk berusaha menghayati makna hidup.

Alasan wanita mengkonsumsi alkohol adalah untuk menaikkan kepercayaan diri, membebaskan diri dari stres, atau untuk melupakan masalah mereka. Selain itu, penggunaan alkohol juga merupakan suatu pelarian dari faktor psikososial yang dialami individu, misalnya perasaan bersalah, depresi, masalah


(12)

perkawinan dan seksual (Pangkahila, 2007). Sebenarnya hampir setiap individu dapat menjadi orang yang hidupnya bergantung kepada alkohol. Ketergantungan biasanya terjadi jika orang yang bersangkutan terus menerus membiasakan minum minuman keras dalam takaran yang tinggi (Palau, 1999).

Pada awalnya alkohol memang membantu peminum melupakan persoalan-persoalan hidupnya, memberikan perasaan tenang dan nyaman. Kebiasaan tersebut dilakukan terus menerus, setiap kali merasa tertekan, khawatir, susah dan sebagainya, hingga akhirnya menjadi kecanduan (Palau, 1999). Leary (2003) menambahkan bahwa beberapa individu tidak mampu menghalangi pikiran negatif dan akan berusaha untuk menghilangkan perasaan tidak menyenangkan dengan mengkonsumsi alkohol.

Wanita bekerja memiliki kesempatan yang lebih besar untuk menjadi pecandu alkohol karena adanya kesulitan-kesulitan pekerjaan yang dihadapi dan beratnya tanggung jawab yang harus dipikul dalam menjalani pekerjaannya, atau juga berhubungan dengan cara bersosialisasi di lingkungan kerja (Hammer and Vaglum, 1999). Selain itu wanita yang memiliki self esteem rendah yang biasanya dialami oleh wanita muda dapat menjadi pemicu kecanduan (Alcohol Concern, 2003).

Pada umumnya yang menjadi pecandu alkohol adalah wanita pekerja. Mereka melepaskan rasa penat yang dialami ketika bekerja dengan cara mengkonsumsi alkohol bersama teman-teman. Tidak menutup kemungkinan yang menjadi pecandu alkohol merupakan wanita yang masih berstatus sebagai pelajar ataupun mahasiswa. Mengkonsumsi alkohol diyakini memberikan hasil yang positif seperti perasaan nyaman dan membuat seseorang lebih mudah memulai


(13)

suatu hubungan pertemanan. Hal ini yang banyak menyebabkan para remaja wanita mengalami peningkatan dalam hal mengkonsumsi alkohol (Thom, 2000). Tekanan atau ajakan dapat mengembangkan rasa ingin untuk mengkonsumsi alkohol dan lama kelamaan dapat berkembang menjadi pecandu alkohol (Britton, 2000).

Fenomena pecandu alkohol wanita ini dapat dilihat dari sudut pandang lingkungan yang menyertai. Kehidupan seorang ibu rumah tangga yang tidak mampu mengatasi konflik perannya sebagai ibu dan wanita karir, mengalami kecemasan, isolasi dan perasaan tertekan dapat memicu kecanduan alkohol. Pada wanita pekerja juga demikian adanya (Parker dan Harford, 2001).

Menjadi pecandu alkohol wanita sebenarnya bukan solusi yang tepat untuk mengatasi berbagai macam perasaan negatif yang dirasakan. Mencandu alkohol justru membuat seorang wanita dapat menambah keterpurukan atau penderitaan dalam jalan hidupnya. Fenomena ini juga didapati pada beberapa pecandu alkohol wanita yang ditemui peneliti. Mereka mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan dalam hidupnya setelah menjadi pecandu alkohol. Hal yang tidak menyenangkan itu misalnya usaha yang sedang dirintis hancur berantakan karena kelalaian seorang subjek yang tidak bertanggung jawab, ditinggal oleh orang yang dicintai, kehidupan sosialnya berantakan dan sebagainya. Hal tersebut terjadi karena kebiasaan mecandu minuman beralkohol.

Proporsi seorang pecandu alkohol wanita meningkat dari 10% pada tahun 1988 menjadi 17% pada tahun 2002. Diketahui bahwa wanita berusia lebih dari 16 tahun mengkonsumsi minuman beralkohol dalam setahun terkahir sekitar 86% (Lader dan Meltzer, 2002). Di Indonesia sendiri pecandu alkohol juga cukup


(14)

banyak ditemukan tetapi belum ada angka yang tepat mengenai hal tersebut. Masyarakat di beberapa daerah di Indonesia mengkonsumsi minuman keras atau alkohol untuk acara-acara tertentu, baik itu acara keluarga ataupun upacara adat (Bachtiar, 2000).

Pada umumnya kebiasaan pecandu alkohol wanita menghabiskan waktu mereka untuk mengkonsumsi minuman beralkohol adalah tempat hiburan malam. Misalnya seperti klub malam, lounge ataupun tempat-tempat yang sifatnya lebih private seperti tempat karaoke. Wanita biasanya lebih memilih lokasi yang lebih private dengan alasan tidak ingin dilihat orang lain yang tidak dikenal dalam keadaan mabuk-mabukan. Berikut kutipan yang di dapat dari pembicaraan peneliti dengan seorang subjek.

”Kalau tempat hiburan malam di sini sebernya gak terlalu banyak ya, terus biasanya tu klo tempatnya udah lumayan terkenal, pasti isinya orang-orang yang kita kenal juga. Kadang tengsin aja gitu kalo orang liat kita mabuk gak jelas gitu. Jadi biasanya kita lebih milih tempat yang agak private ya, kayak tempat karoke gitu, atau pun kalau di klub kita pesen ... . Jadi kan gak keliatan ma orang-orang kita mau jadi apa di dalam.”

Kehidupan atau peristiwa yang dialami oleh para pecandu alkohol wanita menjadi menarik untuk diteliti dibandingkan pecandu alkohol yang biasanya dilakoni oleh para pria karena adanya stigma atau pandangan masyarakat terhadap kehadiran seorang pecandu alkohol. Masyarakat umum lebih dapat menerima kehadiran pecandu alkohol pria daripada wanita. Hal ini terjadi karena pandangan yang berkembang selama ini adalah pria wajar saja mengkonsumi dan menjadi pecandu alkohol, sedangkan wanita tidak begitu adanya. Pandangan ini secara tidak langsung menjadi suatu hal negatif yang akan terus melekat pada seorang pecandu alkohol wanita.


(15)

Ketertarikan peneliti untuk mengangkat tema makna hidup dalam kehidupan pecandu alkohol wanita adalah ingin mengetahui apakah seorang wanita yang merasakan rasa nyaman, damai, dan keluar dari persoalan hidupnya setiap kali mengkonsumsi minuman beralkohol, sudah mendapatkan kebahagiaan yang utuh (meaningfull) atau justru dalam keadaan tidak bermakna (meaningless). Apakah perasaan menyenangkan yang mereka rasakan ketika mengkonsumsi minuman beralkohol hanya bersifat semu? Apakah dengan cara mengkonsumsi alkohol dapat membantu keluar dari persoalan hidup atau justru semakin memperburuk keadaan?

Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Pengertian mengenai makna hidup menunjukkan bahwa dalam makna hidup terkandung juga tujuan hidup, yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi dalam suatu kehidupan manusia (Bastaman, 2007).

Makna hidup merupakan sesuatu yang unik dan khusus. Artinya makna hidup hanya bisa dipenuhi oleh individu yang bersangkutan. Seorang pecandu alkohol wanita akan memiliki arti khusus dengan cara tersebut dan dapat memuaskan keinginan pecandu alkohol wanita dalam mencari makna hidupnya (Frankl, 2004).

Seorang pecandu alkohol yang ditemui oleh peneliti mengatakan sebenarnya hidupnya tidak seperti yang kebanyakan orang lihat. Selintas terlihat ia seperti orang yang bahagia dengan keadaan dirinya sebagai pecandu alkohol. Peneliti menanyakan apakah ia bahagia saat ini, dan ia menjawab sesungguhnya


(16)

tidak demikian. Hidupnya justru semakin lama semakin hancur dengan kebiasaannya mengkonsumsi alkohol.

Pengalaman yang tidak bermakna dapat memberikan kontribusi kepada etiologi kecanduan alkohol. Perasaan hampa dan tidak bermakna dapat berkembang menjadi perilaku ketergantungan. Bukan pengalaman yang tidak bermakna yang menjadi patologi tetapi cara seseorang dalam mengatasi pengalamannya tersebut yang dapat menjadi masalah. Kekurangan akan tujuan hidup dan makna hidup dapat menciptakan suatu ketidaknyamanan yang pada akhirnya menyebabkan individu mencari pertolongan dengan mengkonsumsi alkohol (Vaillant, 2003).

Jika makna hidup berhasil ditemukan dan dipenuhi oleh pecandu alkohol wanita, akan menyebabkan kehidupan ini berarti dan mereka yang berhasil menemukan dan mengembangkannya akan merasakan kebahagiaan sebagai ganjarannya sekaligus terhindar dari keputusasaan. Setiap individu memiliki kebebasan yang hampir tak terbatas untuk menemukan sendiri makna hidupnya (Bastaman, 2007).

Manusia memiliki kebebasan berkehendak. Kebebasan ini sifatnya bukan tidak terbatas karena manusia merupakan makhluk yang serba terbatas. Kebebasan berkehendak yang dimaksud di sini adalah kebebasan untuk menentukan sikap terhadap kondisi-kondisi yang ada, baik kondisi lingkungan maupun kondisi diri sendiri. Manusia juga memiliki hasrat untuk hidup bermakna. Keinginan untuk hidup bermakna memang benar-benar merupakan motivasi utama pada manusia. Hasrat inilah yang mendorong setiap individu untuk


(17)

melakukan berbagai kegiatan atau cara agar hidupnya dirasakan berarti dan berharga bagi dirinya (Bastaman, 2007).

Kebanyakan pecandu alkohol wanita tidak melihat adanya makna yang layak dalam hidupnya. Mereka merasa kekosongan batin, sebuah kekosongan di dalam diri mereka sendiri. Situasi ini disebut dengan kehampaan eksistensial (Frankl, 2000). Kehampaan eksistensial biasanya tercermin dalam bentuk rasa bosan. Lebih jauh lagi, kehampaan eksistensial tersebut seringkali muncul dalam bentuk-bentuk yang terselubung. Pada beberapa kasus seperti pecandu alkohol wanita, terhambatnya keinginan untuk mencari makna hidup berubah menjadi keinginan untuk mencari kesenangan (Frankl, 2004).

Pecandu alkohol wanita dapat memicu keinginan untuk mencari makna hidup yang masih tersembunyi. Dibutuhkan upaya dan perjuangan untuk meraih sasaran yang bermakna. Selain upaya dan perjuangan yang berasal dari diri sendiri juga dibutuhkan dukungan sosial dari orang lain (Frankl, 2004).

Terdapat beberapa tahapan untuk menuju hidup yang bermakna, yaitu tahap derita, tahap penerimaan diri, tahap penemuan makna hidup, tahap realisasi makna dan yang terakhir tahap kehidupan bermakna. Dalam tahap yang dilewati juga terkandung beberapa komponen yang menentukan keberhasilan seseorang untuk mengubah orientasi makna hidupnya, yaitu pemahaman diri, makna hidup, pengubahan sikap, keikatan diri, kegiatan terarah dan dukungan sosial (Bastaman, 1996).

Makna hidup merupakan suatu proses yang dicari oleh manusia terus menerus setiap harinya. Makna hidup dapat berbeda setiap hari, bahkan setiap jam dan dapat berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Manusia


(18)

selalu mencari sumber pemaknaan-pemaknaan baru, apapun artinya, bagi pemaknaan hidupnya. Hal tersebut agar individu merasa hidupnya berarti di dunia ini (Bastaman, 1996).

I.B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, identifikasi masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pencarian makna hidup pada seorang pecandu alkohol wanita dilihat berdasarkan tahap-tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup.

I.C. Tujuan Masalah

Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan, mendeskripsikan atau menggambarkan mengenai proses seorang pecandu alkohol wanita yang mencari makna hidup dalam kehidupannya. Sampai dimana tahap pencarian makna hidup seorang pecandu alkohol wanita yang menjadi subjek dalam penelitian ini.

I.D. Manfaat Penelitian I.D.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, antara lain:

1. Dapat memberikan masukan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu psikologi terutama pada bidang klinis, mengenai proses pencarian makna hidup dalam kehidupan pecandu alkohol wanita.


(19)

2. Dapat menjadi masukan bagi para peneliti lain yang tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai makna hidup pada pecandu alkohol wanita.

I.D.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, antara lain:

1. Menjadi sumbangan informasi bagi keluarga atau lingkungan sekitar pecandu alkohol wanita agar dapat memberikan dukungan yang positif hingga para pecandu alkohol wanita dapat lebih memaknai hidup dan akhirnya menemukan kebahagiaan.

2. Dapat menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak yang terlibat langsung dalam penelitian ini.

3. Untuk pecandu alkohol wanita sendiri, diharapkan dapat membantu dalam proses pencarian makna hidup dari wacana yang diberikan dalam penelitian ini.

I.E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun berdasarkan suatu sistematika penulisan yang teratur sehingga memudahkan pembaca untuk memahaminya.

Bab I merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang permasalahan, identifikasi masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II berisikan landasan teori yang terdiri dari teori-teori yang menjelaskan dan mendukung data penelitian. Diantaranya adalah teori tentang


(20)

makna hidup yang di dalamnya akan membahas mengenai definisi makna hidup, karakteristik makna hidup, komponen makna hidup, tahapan pencapaian makna hidup, sumber makna hidup, metode menemukan makna hidup. Selain itu juga akan dibahas mengenai teori yang berkaitan dengan alkohol yang meliputi definisi alkohol, jenis-jenis minuman beralkohol, definisi pecandu alkohol, pecandu alkohol wanita, faktor yang menyebabkan seorang wanita menjadi pecandu alkohol dan gambaran proses pencarian makna hidup pada pecandu alkohol wanita.

Bab III membahas mengenai metode penelitian kualitatif yang digunakan, termasuk di dalamnya membahas mengenai metode pengumpulan data, lokasi penelitian, responden penelitian, alat bantu pengumpulan data, prosedur penelitian dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian.

Bab IV membahas mengenai analisa dan interpretasi dari data yang didapatkan oleh peneliti. Termasuk di dalamnya biodata responden, gambaran diri responden, tahapan penemuan makna hidup yang dilalui oleh responden dan analisis banding antar responden berdasarkan proses penemuan makna hidup.

Bab V membahas mengenai kesimpulan dan diskusi yang berisi temuan-temuan yang didapat selama proses penelitian, serta saran dari peneliti untuk penelitian selanjutnya.


(21)

I.F. Paradigma

Latar belakang:

Faktor psikologis dan sosial (mis.: pengalaman hidup yang tragis, hyperfemininity, pasif submisif,

ambang rasa frustrasi yang rendah, wanita yang bekerja, wanita yang hidup tanpa keluarga, wanita

yang sosial ekonomi menengah ke atas).

Penghayatan Tak Bermakna (Pecandu Alkohol Wanita)

Faktor fisiologis (mis.: masalah gynecological

obstretical, sindrom fetal alkohol, komplikasi medis).

Komponen Dukungan Sosial

Meaningless Tahap Penerimaan

Diri

Tahap Penemuan Makna Hidup

Tahap Realisasi Makna

Tahap Kehidupan Bermakna (meaningfull)

Komponen pemahaman diri dan pengubahan sikap

Sumber makna hidup : nilai kreatif, nilai penghayatan

dan nilai bersikap

Komponen keikatan diri, kegiatan terarah dan makna

hidup Tahap Penderitaan


(22)

I.G. Uraian Paradigma

Faktor psikologis dari seorang wanita seperti pengalaman tragis atau pengalaman yang tidak menyenangkan, hyperfemininty, pasif submisif dan ambang rasa frustrasi yang rendah dapat menyebabkan seorang wanita menjadi seorang pecandu alkohol. Faktor lain yang dapat menyebabkan hal ini tersebut terjadi adalah faktor sosial dari seorang wanita seperti merupakan seorang wanita yang bekerja, wanita yang hidup tanpa keluarga ataupun wanita yang sosial ekonominya menengah ke atas.

Pengalaman tidak menyenangkan yang dialami oleh seorang wanita dapat berubah menjadi penghayatan tidak bermakna, dimana saat seorang wanita mengalami penghayatan tidak bermakna berubah menjadi berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk berkuasa dan bersenang-senang mencari kenikmatan. Mencari kenikmatan yang dilakukan seorang wanita dalam hal ini adalah dengan cara mengkonsumsi minuman beralkohol dan lama kelamaan dapat menjadi seorang pecandu alkohol. Ketika seorang wanita yang mengalami faktor-faktor tersebut dan menjadi seorang pecandu alkohol wanita, di sinilah letak penghayatan tidak bermakna.

Salah satu efek yang dapat ditimbulkan dari kebiasaan mencandu alkohol pada seorang wanita adalah faktor fisiologis, dimana seorang wanita yang mencandu alkohol dapat mengalami masalah gynecological-obstretical, sindrom fetal alkohol dan komplikasi medis.

Dukungan sosial yang merupakan salah satu komponen dalam penemuan makna hidup dibutuhkan ketika seorang pecandu alkohol wanita mengalami penderitaan dan penghayatan tidak bermakna agar dapat memasuki tahap


(23)

penerimaan diri. Dukungan sosial dapat berasal dari berbagai macam lingkungan dan dapat dalam bentuk yang berbeda-beda. Dukungan yang diberikan adalah dukungan yang sifatnya membantu subjek untuk menemukan makna hidupnya. Jika seorang pecandu alkohol wanita mendapatkan dukungan sosial yang cukup dari lingkungannya dalam upaya membantu dirinya menemukan makna hidup, maka ia dapat memasuki tahap-tahap selanjutnya untuk menuju kehidupan yang bermakna (meaningful). Jika tidak mendapatkan dukungan sosial yang membantu seorang pecandu alkohol wanita menemukan kehidupan bermakna, maka ia masih dalam kehidupan tidak bermakna (meaningless).

Seorang pecandu alkohol wanita mulai dapat memasuki tahap penerimaan diri yang didalamnya terkandung komponen pemahaman diri dan pengubahan sikap. Jika sudah melewati tahap ini, lanjut ke tahap selanjutnya yaitu tahap penemuan makna hidup. Di dalam tahap ini subjek menemukan apa makna hidupnya dan menentukan tujuan hidupnya. Di dalam tahap ini juga subjek telah memiliki sumber-sumber makna hidup yang terdiri dari nilai kreatif, penghayatan dan bersikap. Lalu subjek masuk ke tahap realisasi makna, dimana dalam tahap ini terdapat komponen keikatan diri, kegiatan terarah dan makna hidup. Setelah dapat merealisasi makna, maka subjek masuk ke tahap kehidupan bermakna. Di tahap ini subjek sudah dapat menghayati makna dan menemukan kebahagiaan (meaningful).


(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. MAKNA HIDUP II.A.1. Definisi Makna Hidup

Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Makna hidup berada dalam kehidupan manusia itu sendiri dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan yang menyenangkan dan tak menyenangkan, keadaan bahagia dan penderitaan. Makna hidup apabila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan demikian berarti dan berharga (Bastaman, 2007).

Makna merupakan pengalaman dalam menghadapi suatu situasi dalam kehidupan, menemukan sesuatu yang unik dan berkomitmen pada diri sendiri ketika menjalani tugas kehidupan (Frankl, 1984).

Makna hidup dapat berbeda antara manusia yang satu dengan yang lain dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Makna hidup secara umum bukan hal yang penting, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu (Frankl, 2004).

II.A.2. Karakteristik Makna Hidup

Menurut Bastaman (1996), untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai makna hidup perlu diungkapkan mengenai karakteristik makna hidup, yaitu:


(25)

1. Unik dan Personal

Bagi seseorang sesuatu yang dianggap berarti belum tentu juga berarti bagi orang lain. Bahkan sesuatu dianggap penting dan berarti bagi seseorang pada saat ini, belum tentu sama pentingnya di waktu yang lain. Dalam hal ini, makna hidup seseorang dan apa yang bermakna bagi dirinya biasanya bersifat khusus, berbeda dengan orang lain dan mungkin dapat berubah setiap waktu. 2. Spesifik dan Konkrit

Makna hidup dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari. Makna hidup tidak selalu harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan idealistis, prestasi-prestasi akademis yang tinggi, atau hasil-hasil renungan filosofis yang kreatif.

3. Memberi Pedoman dan Arah

Makna hidup sifatnya memberikan pedoman dan arah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan sehingga makna hidup seakan-akan menantang dan mengundang seseorang untuk memenuhinya. Jika makna hidup ditemukan dan tujuan hidup ditentukan, maka seseorang akan terpanggil untuk melaksanakan dan memenuhinya. Selain itu juga akan membuat kegiatan-kegiatan yang dilakukan seseorang menjadi lebih terarah.

II.A.3. Komponen-komponen Makna Hidup

Bastaman (1996) menyatakan komponen-komponen yang menentukan berhasilnya perubahan dari penghayatan hidup tak bermakna menjadi bermakna adalah:


(26)

1. Pemahaman Diri (self insight)

Pemahaman diri yaitu meningkatnya kesadaran atas buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan kearah kondisi yang lebih baik.

2. Makna Hidup (the meaning of life)

Makna hidup yaitu nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan pengarah kegiatan-kegiatannya.

3. Pengubahan Sikap (changing attitude)

Pengubahan sikap dari yang pada awalnya tidak tepat menjadi lebih tepat dalam menghadapi, kondisi hidup dan musibah yang tak terelakkan.

4. Keikatan Diri (self commitment)

Keikatan diri terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan hidup yang ditetapkan.

5. Kegiatan Tearah (directed activities)

Kegiatan tearah yaitu upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi-potensi pribadi yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna dan tujuan hidup. 6. Dukungan Sosial (social support)

Dukungan sosial yaitu hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia memberi bantuan pada saat-saat diperlukan.

Beberapa komponen makna hidup yang telah disebutkan di atas, digunakan untuk melihat pada pecandu alkohol wanita yang merupakan subjek


(27)

penelitian, telah memiliki salah satu ataupun seluruh komponen tersebut. Jika pecandu alkohol wanita yang menjadi subjek penelitian telah memiliki seluruh komponen makna hidup, maka pecandu alkohol wanita tersebut sudah menghayati hidup yang bermakna.

II.A.4. Tahapan Pencapaian Makna Hidup

Proses keberhasilan seseorang dalam mencapai makna hidup adalah urutan pengalaman dan tahap-tahap kegiatan seseorang dalam mengubah penghayatan hidup tak bermakna menjadi bermakna. Proses keberhasilan merupakan suatu konstruksi teoritis dimana realitasnya tidak mungkin mengikuti suatu urutan tertentu secara tepat. Bastaman (1996) menguraikan tahapan dalam penemuan makna hidup berdasarkan urutannya. yaitu:

1. Tahap Derita (peristiwa tragis dan penghayatan tanpa makna).

Dalam tahap ini, individu mengalami pengalaman-pengalaman tragis sehingga hidupnya terasa tak bermakna.

2. Tahap Penerimaan Diri (pemahaman diri dan pengubahan sikap).

Dalam tahap ini individu mendapat pemahaman diri dan terdorong untuk mengubah sikap.

3. Tahap Penemuan Makna Hidup (penemuan makna hidup dan penentuan tujuan hidup).

Tahap ini merupakan tahap dimana individu berhasil menemukan suatu makna.

4. Tahap Realisasi Makna (keikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup).


(28)

Pada tahap keempat individu mengalami tahap realisasi makna dimana individu merasakan keikatan diri dan menjadikannya terarah dalam berperilaku.

5. Tahap Kehidupan Bermakna (penghayatan bermakna dan kebahagiaan).

Pada tahap terakhir, individu benar-benar mampu menghayati makna hidupnya dan menghantarkannya pada kebahagiaan.

Pecandu alkohol wanita yang sebagai subjek penelitian ini akan dilihat sampai tahap mana proses yang dilakukan untuk mencapai makna hidup. Jika sudah berada di tahap terakhir atau tahap 5 maka pecandu alkohol wanita tersebut sudah memiliki makna hidup.

II.A.5. Sumber Makna Hidup

Menurut Bastaman (1996) makna hidup memiliki beberapa nilai yang menjadi sumber makna hidup bagi seseorang, yaitu:

1. Nilai-nilai Kreatif (creative values)

Nilai ini intinya adalah memberikan sesuatu yang berharga dan berguna pada kehidupan. Lingkup kegiatannya sangat luas, mulai dari memberikan sebuah hadiah sederhana kepada seorang anak kecil yang diterimanya dengan mata berbinar, hingga peciptaan karya ilmiah dan karya seni yang menganggumkan. 2. Nilai-nilai Penghayatan (experiential values)

Nilai ini merupakan nilai dalam mengambil sesuatu yang bermakna dari lingkungan luar dan mendalaminya. Mendalami nilai penghayatan berarti mencoba memahami, meyakini dan menghayati berbagai nilai yang ada dalam kehidupan, seperti keindahan, kebenaran, kebajikan, keimanan, kebijakan dan


(29)

cinta kasih. Menghayati cinta kasih misalnya dapat menimbulkan rasa bahagia, kepuasan, ketentraman dan perasaan diri bermakna.

3. Nilai-nilai Bersikap (attitudinal values)

Nilai ini memberi kesempatan kepada seseorang untuk mengambil sikap yang tepat terhadap kondisi dan peristiwa-peristiwa tragis yang telah terjadi dan tidak dapat dihindari lagi. Dalam hal ini yang dapat diubah adalah sikap, bukan peristiwa tragisnya.

Sumber-sumber makna hidup ini akan dilihat pada pecandu alkohol wanita. Apakah pecandu alkohol wanita yang menjadi subjek penelitian ini memiliki beberapa nilai tersebut dalam hidupnya.

II.A.6. Metode Menemukan Makna Hidup

Menurut Bastaman (1996) ada beberapa metode untuk menemukan makna hidup, yaitu:

1. Pemahaman Pribadi

Metode ini pada dasarnya membantu memperluas dan mendalami beberapa aspek kepribadian dan corak kehidupan seseorang. Misalnya seperti mengenali keunggulan dan kelemahan pribadi serta kondisi lingkungannya, menyadari keinginan masa kecil, masa muda dan sekarang serta memahami kebutuhan yang mendasari keinginan-keinginan tersebut, merumuskan dengan jelas dan nyata hal-hal yang diinginkan untuk masa yang akan datang serta menyusun rencana yang realistis untuk mencapainya.


(30)

2. Bertindak Positif

Metode ini menekankan pada tindakan nyata yang mencerminkan pikiran dan sikap yang baik dan positif. Untuk menerapkan metode bertindak positif, perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu memilih tindakan nyata yang benar-benar dapat dilakukan secara wajar tanpa terlalu memaksakan diri, waktu yang digunakan fleksibel dari yang berlangsung selama beberapa detik hingga jangka panjang yang berkesinambungan, citra diri yang akan dicapai benar-benar diinginkan dan realistis, memperhatikan reaksi-reaksi spontan dari lingkungan terhadap usaha untuk bertindak positif, dan ada kemungkinan untuk bertindak positif pada awalnya dirasakan sebagai tindakan berpura-pura namun jika dilakukan secara konsisten, serius dan dihayati akan menjadi kebiasaan.

3. Pengakraban hubungan

Metode ini menganjurkan agar seseorang membina hubungan yang akrab dengan orang tertentu seperti anggota keluarga, teman ataupun rekan kerja. Hal ini penting sebab dalam hubungan pribadi yang akrab seseorang merasa benar-benar dibutuhkan dan membutuhkan orang lain, dicintai dan mencintai orang lain tanpa mementingkan diri sendiri. Seseorang akan merasa dirinya berharga dan bermakna, baik bagi dirinya sendiri amupun bagi orang lain. Metode ini mementingkan perasaan kedekatan yang senantiasa harus dipelihara dan ditingkatkan karena akan memberikan arti khusus bagi masing-masing pihak.


(31)

Maksud dari metode ini adalah usaha untuk memahami benar-benar nilai berkarya, nilai penghayatan, dan nilai bersikap yang dapat menjadi sumber makna hidup bagi seseorang.

5. Ibadah

Metode ibadah yang dimaksud adalah menjalankan ibadah dengan secara khidmat agar menimbulkan perasaan tenteram, mantap dan tabah, serta menimbulkan perasaan seakan-akan mendapat bimbingan dalam melakukan tindakan-tindakan penting.

Peneliti dalam penelitian ini akan melihat metode apa yang digunakan pecandu alkohol wanita untuk menemukan makna hidup.

II.B. PECANDU ALKOHOL II.B.1. Definisi Pecandu Alkohol

Pecandu alkohol adalah individu yang mengkonsumi alkohol secara berlebihan, yang ketergantungan dengan alkohol dan mencapai tingkat dimana sudah menunjukkan gangguan mental secara nyata atau gangguan pada kesehatan tubuh dan mental, hubungan interpersonal dan fungsi sosial ekonomi. Pecandu alkohol merupakan individu yang membutuhkan pengobatan (Goodman, 2000).

Seorang alkoholik adalah individu yang mempunyai dorongan dan hasrat untuk minum. Selain itu individu yang dikatakan alkoholik tidak dapat mengontrol kebiasaan minumnya (Tilton, 2005).


(32)

II.B.4. Pecandu Alkohol Wanita

Praktisi di lapangan mengemukakan faktor psikologis dan sosial yang dapat menjadi pemicu kecanduan alkohol pada wanita antara lain sejarah pecandu alkohol dalam keluarga, mengkonsumsi alkohol ketika masih berusia dini, tidak dapat mengatasi tekanan ketika menghadapi masalah dalam hidup, mencandu alkohol juga dapat menjadi akibat dari perceraian, dan juga lingkungan kerja yang didominasi oleh pria dapat menjadi faktor tambahan yang memicu seorang wanita menjadi pecandu alkohol (Marshall, 2000). Proporsi seorang pecandu alkohol wanita meningkat dari 10% pada tahun 1988 menjadi 17% pada tahun 2002 (Lader dan Meltzer, 2002).

II.B.5. Faktor yang Berhubungan dengan Pecandu Alkohol Wanita

Ada beberapa faktor yang berhubungan dan berkaitan dengan pecandu alkohol wanita, yaitu faktor fisiologis, faktor psikologis dan faktor sosial. Berikut akan dijelaskan mengenai faktor-faktor tersebut secara lebih terperinci (Goodman, 2000).

II.B.5.a. Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis yang berkaitan dengan pecandu alkohol wanita yaitu : 1. Masalah gynecological-obstetrical

Minuman beralkohol relatif tinggi mempengaruhi berbagai masalah seperti masalah ketidaksuburan, keguguran dan hysterectomies yang terjadi pada pecandu alkohol wanita. Perbandingan kesulitan gynecological-obstretical pada pecandu alkohol wanita dengan grup kontrol, yang mengalami ketidaksuburan, keguguran, dan sulit melahirkan, ternyata signifikan yaitu


(33)

78% menunjukkan cenderung menjadi masalah pada pecandu alkohol wanita dan 35% pada grup kontrol.

2. Sindrom fetal alkohol

Sindrom fetal alkohol merupakan suatu kerusakan yang dapat berakibat pada janin yang sedang dikandung oleh seorang pecandu alkohol wanita.

3. Komplikasi medis

Ternyata ada perbedaan jenis kelamin dalam pengaruh maupun angka kematian yang disebabkan oleh cirrchosis yang terjadi pada pecandu alkohol.

II.B.5.b. Faktor Psikologis

Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti tidak hanya menemukan hasil yang rumit, tetapi juga analisa faktor psikologis yang berhubungan dengan masalah minum minuman keras. Beberapa faktor psikologis tersebut antara lain adalah:

1. Pengalaman hidup seperti adanya sejarah penyakit mental di dalam keluarga, kehilangan orang tua, dan penyebab stres lainnya yang menghasilkan kesulitan dalam membentuk hubungan dengan orang lain. Kesulitan ini akan menghasilkan perasaan isolasi dan kesepian.

2. Banyak masalah yang berpotensi menjadikan sikap seorang wanita menjadi hyperfemininity atau overidentification.

3. Berkaitan dengan faktor psikologis di atas, wanita pecandu alkohol ada kecenderungan menjadi seorang yang pasif submisif dan dapat menyembunyikan perasaan terluka atau kemarahan dengan baik.


(34)

4. Batas toleransi untuk rasa frustrasi dan kecewa yang tidak adekwat atau ambang batas frustrasi yang rendah.

II.B.5.c. Faktor Sosial

Besar presentasenya pecandu alkohol wanita yang memiliki significant other seorang pecandu alkohol ketika masa pertumbuhan atau juga di usia dewasa. Bagaimana dengan pengaruh teman sebaya? Sebuah survey menunjukkan hubungan seorang wanita dengan relasi kerjanya dapat menyebabkan menjadi peminum minuman keras. Gambaran yang cocok untuk wanita pecandu alkohol adalah sosok seorang istri yang tinggal di kota besar, juga wanita yang bekerja di luar rumah.

Ada asumsi yang mengatakan bahwa perbedaan jumlah wanita pecandu alkohol karena adanya perbedaan etnis, ras,dan kelompok agama. Perbedaan kelas sosial biasanya terlihat signifikan. Wanita dengan sosial ekonomi rendah yang menjadi pecandu alkohol tidak diterima oleh lingkungan sosialnya dan akan selalu diperhatikan ataupun dipandang sebagai deviant. Wanita dengan sosial ekonomi tinggi dan kehidupannya makmur, jika menjadi pecandu alkohol akan dipandang sebagai keadaan seorang wanita karir dengan pekerjaannya, yang relatif hanya akan berlangsung dalam periode lama.


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bagian pendahuluan, telah dijelaskan bahwa tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pencarian makna hidup pada pecandu alkohol wanita. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pendekatan yang akan dipakai, metode pengambilan data, lokasi penelitian, responden penelitian, alat bantu pengumpulan data, prosedur penelitian dan metode analisis data.

III.A. Pendekatan Kualitatif

Banyaknya perilaku manusia yang sulit dikuantifikasikan, yang penghayatannya terhadap berbagai pengalaman pribadi, menyebabkan mustahil diukur dan dibakukan, apalagi dituangkan dalam satuan numerik. Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengetahui proses pencarian makna hidup pada pecandu alkohol wanita. Hal ini disebabkan karena metode kualitatif berusaha memahami suatu gejala sebagaimana pemahaman responden yang diteliti, dengan penekanan pada aspek subjektif dari perilaku seseorang (Poerwandari, 2001).

III.B. Metode Pengumpulan Data

Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang terbuka dan luwes, metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini juga beragam dan disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian, serta sifat objek yang diteliti.


(36)

Metode dasar yang umumnya dipakai dan dilibatkan dalam penelitian kualitatif adalah observasi dan wawancara (Poerwandari, 2001).

Dalam penelitian ini, pengumpulan data akan dilakukan dengan menggunakan metode wawancara sebagai metode utama. Selain itu juga akan menggunakan metode observasi sebagai metode pendukung pada saat melakukan wawancara.

III.B.1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan peneliti bila bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan pendekatan lain (Banister, dalam Poerwandari, 2001).

Patton (dalam Poerwandari, 2001) mengemukakan 3 jenis wawancara yang digunakan. Jenis wawancaranya antara lain adalah wawancara informal, wawancara dengan pedoman umum dan wawancara dengan pedoman standar yang terbuka.

Penelitian ini menggunakan jenis wawancara dengan pedoman umum dan berbentuk wawancara mendalam. Penelitian ini juga menggunakan wawancara terbuka, dimana responden mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui apa maksud dari wawancara tersebut.


(37)

III.B.2. Observasi

Observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Deskripsi harus akurat, faktual sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi berbagai hal yang tidak relevan (Poerwandari, 2001).

III.C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di kota Medan. Hal ini karena dari hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, di Medan sudah mulai terlihat fenomena wanita yang menjadi pecandu alkohol.

III.D. Responden Penelitian III.D.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini berdasarkan ciri-ciri tertentu yaitu individu yang mengalami kecanduan terhadap minuman beralkohol atau disebut juga dengan pecandu alkohol. Penelitian ini menggunakan 2 orang responden dengan ciri-ciri sampel sebagai berikut:

1. Pecandu alkohol 2. Jenis kelamin wanita

III.D.2. Teknik Pengambilan Responden

Prosedur pengambilan sampel dalam penelitian ini berdasarkan konstruk operasional (theory-based/operational construct sampling) yaitu sampel dipilih


(38)

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai dengan studi-studi sebelumnya atau sesuai dengan tujuan penelitian (Poerwandari, 2001).

III.E. Alat Bantu Pengumpulan Data

Menurut Poerwandari (2001), dalam metode wawancara, alat yang terpenting adalah peneliti sendiri. Namun, untuk memudahkan pengumpulan data, peneliti membutuhkan alat bantu. Alat bantu yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berupa pedoman wawancara, alat perekam (tape recorder) dan lembar observasi.

Pedoman wawancara digunakan sebagai alat bantu untuk mengkategorikan jawaban responden. Pedoman wawancara digunakan untuk mempermudah dalam menganalisa data yang diperoleh. Pedoman tersebut berkaitan dengan masalah yang ingin diungkapkan.

Penggunaan alat perekam (tape recoder) untuk menjaga agar tidak ada informasi yang terlewatkan ketika dilakukan wawancara oleh peneliti. Penggunaan alat perekam ini digunakan dengan izin dan sepengetahuan responden.

III.F. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti melakukan beberapa hal yang diperlukan dalam penelitian, yaitu:


(39)

a. Mengumpulkan data dan teori mengenai makna hidup dan pecandu alkohol.

b. Membuat susunan pedoman wawancara. Pedoman wawancara disusun berdasarkan kerangka teori makna hidup yang digunakan.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Menghubungi calon responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

b. Meminta kesediaan responden untuk diwawancarai disertai pembanggunan rapport antara peneliti dan subjek.

c. Membuat janji pertemuan dengan responden atas kesepakatan bersama untuk melaksanakan wawancara.

d. Menentukan lokasi wawancara dilakukan. Lokasi yang dipilih adalah tempat dimana wawancara dapat berlangsung dengan baik.

e. Memastikan kelengkapan setiap perlengkapan wawancara seperti alat perekam, kaset, pedoman wawancara dan lembar observasi.

f. Percakapan yang berlangsung akan direkam dengan tape recorder mulai dari awal hingga akhir percakapan.

3. Tahap Pencatatan Data

a. Peneliti membuat verbatim dari hasil wawancara yang dilakukan b. Membuat koding sesuai dengan teori yang digunakan

c. Menganalisa dan menginterpretasi data yang diperoleh dari masing-masing responden


(40)

III.G. Metode Analisis Data

Beberapa tahapan dalam menganalisis data kualitatif menurut Poerwandari (2001), yaitu:

1. Organisasi Data

Data kualitatif sangat banyak dan beragam, sehingga perlu untuk diorganisasikan secara rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Highlen dan Finley (dalam Poerwandari, 2001) mengatakan bahwa organisasi data yang sistematis memungkinkan peneliti untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan, serta menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian. Hal-hal yang penting untuk disimpan dan diorganisasikan adalah data mentah (catatan lapangan, kaset hasil rekaman), data yang telah dibubuhi kode spesifik dan dokumentasi umum yang kronologis mengenai pengumpulan data dan langkah analisis.

2. Coding

Langkah penting pertama sebelum analisis dilakukan adalah membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Langkah awal coding dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun transkrip verbatim (kata demi kata) atau catatan lapangan sedemikian rupa, sehingga ada kolom yang lebih besar di sebelah kanan transkrip.


(41)

3. Pengujian Terhadap Dugaan

Dugaan adalah kesimpulan sementara. Dengan mempelajari data kita mengembangkan dugaan-dugaan yang juga merupakan kesimpulan-kesimpulan sementara. Dugaan yang dikembangkan tersebut juga harus dipertajam dan diuji ketepatannya.

4. Strategi Analisis

Analisa terhadap data pengamatan sangat dipengaruhi oleh kejelasan mengenai apa yang ingin diungkapkan peneliti melalui pengamatan yang dilakukan. Patton (dalam Poerwandari, 2001) menjelaskan bahwa proses analisis dapat melibatkan konsep-konsep yang muncul dari jawaban atau kata-kata responden sendiri maupun konsep yang dikembangkan oleh peneliti untuk menjelaskan fenomena yang dianalisis. Analisa yang dilakukan adalah dengan cara menganalisa setiap responden terlebih dahulu yang kemudian diikuti dengan analisa keseluruhan responden.

5. Tahapan Interpretasi

Menurut Kvale (dalam Poerwandari, 2001), interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam. Peneliti memiliki perpektif mengenai apa yang sedang diteliti dan menginterpretasi data melalui perpektif tersebut.


(42)

BAB IV

ANALISA DAN INTERPRETASI

IV.A. Analisa Kasus Responden A IV.A.1. Biodata Responden A

Tanggal wawancara : 20 Agustus 2008 Lokasi wawancara : Rumah responden A Nama : Responden A

Umur : 22 tahun

Lama mengkonsumsi alkohol : 2 tahun Jenis kelamin : Wanita

Agama : Islam

Suku : Jawa

Status : Belum menikah Pekerjaan : Mahasiswi Berdomisili : M

IV.A.2. Gambaran Diri responden A

Responden A dalam penelitian ini adalah seorang wanita muda berusia 22 tahun. Responden A sudah menjadi seorang pecandu alkohol sejak 2 tahun yang lalu. Peneliti mengenal responden A dari salah seorang teman peneliti yang merupakan teman kuliah responden A.

Responden A adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara. Responden A tinggal di M bersama dengan orang tuanya dan adik kandungnya, sedangkan kakak


(43)

kandungnya berdomisili di Jakarta. Responden A adalah seorang mahasiswi semester 7 Fakultas Ekonomi di sebuah perguruan tinggi swasta di kota Medan. Keseharian responden A tidak bekerja, hanya mengikuti perkuliahan saja.

Pertemuan pertama peneliti dengan responden A terjadi pada tanggal 16 Agustus 2008 di sebuah restoran bersama teman responden A dan peneliti. Pertemuan pertama ini sudah dijanjikan terlebih dahulu oleh teman peneliti kepada responden A serta maksud dan tujuan pertemuan ini. Peneliti menjelaskan lebih lengkap mengenai maksud dan tujuan wawancara yang akan dilakukan. Responden A menyatakan bersedia menjadi subjek penelitian ini. Dalam pertemuan pertama ini, peneliti juga melakukan rapport terhadap responden A. Setelah terjadi obrolan sekitar 1 jam, peneliti dan responden menyepakati mengenai waktu dan tempat untuk pertemuan kedua.

Pertemuan kedua dilakukan di rumah responden A, pada hari Rabu tanggal 20 Agustus 2008 pukul 15.00 wib. Proses wawancara berlangsung di sebuah ruangan tempat responden biasanya bersantai. Keadaan ruangan ini sepi tidak terdapat orang lain selain peneliti dan responden A, terasa nyaman dan santai. Awal pertemuan kedua ini tidak langsung terjadi proses wawancara yang sebenarnya, peneliti dijamu oleh responden A dengan segelas minuman dan beberapa makanan ringan. Wawancara dimulai sekitar pukul 15.10 wib. Peneliti tidak terlalu sulit untuk membuat responden merasa nyaman dan aman dengan wawancara ini, karena pada pertemuan pertama sudah dilakukan rapport terhadap responden A.

Awal wawancara langsung disambut oleh responden A dengan jawaban yang cukup terbuka. Responden A menceritakan awal mulanya mengkonsumsi


(44)

minuman beralkohol, menceritakan kesehariannya dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan keluarga, bagaimana cara dan sikap responden A ketika sedang menghadapi masalah, hingga cerita mengenai adanya niat dalam dirinya untuk merubah kebiasaannya yang mecandu minuman beralkohol.

Hubungan responden A dengan keluarga tidak terlalu dekat. Komunikasi di antara orang tua terhadap anak-anaknya maupun sesama anggota keluarga sangat jarang terjadi. Keterbatasan dalam hal komunikasi ini juga mempengaruhi sikap dan perilaku responden A setiap hari, khususnya dalam hal kecanduan minuman beralkohol. Responden A mengatakan dirinya merasa kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Kehangatan keluarga sudah tidak pernah lagi dirasakan di dalam rumah. Setiap anggota keluarga memiliki kesibukan masing-masing. Orang tua tidak mengetahui sama sekali kebiasaan responden A yang selalu mengkonsumsi minuman beralkohol.

Kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol responden A biasa dilakukan bersama dengan teman-temannya. Biasanya mereka pergi ke suatu kafe atau ke tempat hiburan malam untuk sekedar melewati malam bersama teman untuk bersenang-senang. Kadang-kadang responden A dan teman-temannya juga dapat melakukan kebiasaan mereka meminum minuman beralkohol ini di salah satu rumah teman yang mengundang atau sedang merayakan suatu hal. Selain bersama teman-temannya, responden A juga sering mengkonsumsi minuman beralkohol sendirian di rumah. Responden A dapat dikategorikan dalam golongan sosial ekonomi menengah. Terlihat dari kebiasaannya yang membeli sendiri minuman beralkohol untuk dikonsumsi oleh


(45)

diri responden A sendiri, dan harga setiap satu botol minuman beralkohol rata-rata diatas Rp 150.000,-.

Responden A memiliki ambang frustrasi yang rendah. Jika sedang mengalami masalah, cepat merasa putus asa. Pada akhirnya akan meluapkan perasaannya yang sedang emosi dengan cara melampiaskannya ke minum minuman beralkohol. Responden A juga sering kali memendam pikiran ataupun masalah dalam diri sendiri, merasa mampu untuk menyelesaikan semua masalahnya dengan diri sendiri. Selain itu dalam keseharian responden A, juga orang yang cenderung melakukan segala sesuatu dengan diri sendiri tanpa tergantung terhadap orang lain.

IV.A.3. Tahapan Penemuan Makna Hidup pada Responden A IV.A.3.a. Tahap Derita

Penderitaan yang dialami responden A setelah menjadi pecandu alkohol adalah ketika responden A ditinggal oleh sahabat-sahabatnya karena kebiasaan buruknya yaitu mecandu minuman beralkohol. Sahabat-sahabatnya yang pada awalnya tidak mengetahui kebiasaan buruk responden A, perlahan-lahan meninggalkan responden A. Responden A merasa semakin kesepian dan merasa kehilangan orang-orang yang disayanginya.

”Enggak sih. Jadi waktu yang aku diajakin ama temenku untuk minum-minum itu, nah temen akrabku ini emang gak tau, dan aku gak ngasih tau. Soalnya pasti mereka marahin aku tu. Jadi…itu kan prosesnya aku gak langsung jadi ketagihan. Tiap malam makin lama makin sering lah aku keluar ma temen-temen baruku ini, disitu temen akrabku pada sadar ada yang berubah sama aku. Mereka nanyain aku, kok hampir tiap malam sih pergi ma orang itu. Ngapain? Minum-minum kau ya? Gitu mereka nanyanya ke aku. Aku ngaku karena rasanya gak ada ruginya mereka tahu aku minum.”


(46)

”Pokoknya mulai hari itu, berlanjut ke besok besoknya, yah satu-satu ilang. Dari yang enggak mau jalan dengan alasan sibuk ini itulah, enggak mau angkat telfon lah. Pokoknya sampai akhirnya lose contact.”

”Aku awalnya ngerasa mbok los lah ama orang itu. Lagian aku ada temen-temen baru, yang lebih asik ya menurutku. Tapi lama-lama kerasa, kayak gak berteman. Soalnya aku bisa nyambungnya ama anak-anak yang minum ini kalau lagi pada minum aja. Selain itu enggak. Terasa lah, kangen ma temen-temenku yang dulu, yang bisa diajakin seneng sedih sama-sama. Jadi yang gak enaklah. Udahlah aku ini gak nyaman ama orang rumah, kasih sayang tak ada, eh malah makin ditinggalin ma orang-orang yang aku sayang.”

Perasaan hampa sering dirasakan oleh responden A, merasa hari-harinya tidak berarti dan terasa monoton dengan kejadian yang setiap hari terulang terus menerus. Tidak tahu harus berbuat apa dan merasa tidak perlu untuk berbuat sesuatu karena pada akhirnya tidak ada satu orangpun yang akan memperhatikannya. Responden A membutuhkan kehadiran dan kasih sayang dari orang tua.

”Apa ya..ya bosan. Blank aja gitu..gak tau apa yang mesti dikerjain, bosen ama hari-hari yang gak ada apa-apanya. Seneng-seneng,biasa aja, gak seneng-seneng amat. Dataaar aja gitu loh…akhirnya aku cari minuman.” (Subjek I/W2/L.../Lampiran A/Hal...)

”Mmm…gak tau ya ini bisa dibilang alasan atau enggak. Aku kadang-kadang ngerasain yang namanya kebosanan, rasanya hari-hari aku ya kok gitu-gitu aja ya, gak ada something yang gimana gitu, yang berarti. Mmm…kayak apa ya bilangnya, kosong gitu, hampa. Iya...kayaknya pas tuh kata-katanya hampa.”

(Subjek I/L.../Lampiran A/Hal...)

Gak tau, have no feeling…gak ada yang bisa dibuat, gak ada yang bisa diajak ngobrol, orang rumah pada gak ada. Tau rasanya gak disayang? Kayak gitulah mungkin kira-kira…

(Subjek I/L.../Lampiran A/Hal...)

Pengalaman yang tidak menyenangkan tersebut berubah menjadi penghayatan tidak bermakna dalam wujud upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk bersenang-senang mencari kenikmatan. Mencari kenikmatan


(47)

tersebut dilakukan responden A dengan cara mengkonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan.

”Iya…rasa bosan yang gak ketulungan itu memang aku rasain sendiri kok. Itu bukan jadi titik baliknya aku jadi candu ya.. Waktu aku terbiasa dengan kehidupan yang tiap-tiap hari minum terus, makin berkembang jadi yang bisa dibilang candu ama minuman keras, karna rasa bosan itu tadi.”

(Subjek I/W2/L.../Lampiran A/Hal...) IV.A.3.b. Tahap Penerimaan Diri

Dukungan yang diperoleh berdampak pada penerimaan diri responden A. Responden A lebih banyak menerima dukungan sosial dari pacar. Sang pacar selalu bersedia menjadi pendengar yang baik dan memberi responden A pandangan untuk dapat menerima kenyataan bahwa kondisi keluarga dan orang sekitar yang tidak selalu dapat menjadi seperti yang responden A inginkan. Selain itu responden A merasakan kasih sayang yang tulus dari sang pacar.

"Selain itu, dia juga banyak ngebantu aku soal nerima keadaan. Dia ngebantu aku nerima kenyataan, maksudnya gini, situasi keluarga ku yang cukup banyak berdampak negatif ke aku, itu mungkin suatu hal yang buruk ya. Nah dia bantu aku nerima kenyataan yang gak enak kayak gini, dia sering bilang sih ke aku gak mungkin kita hindari semua yang enggak kita pengen, mau gak mau kita harus hadapi. Yah, itu juga yang sekarang buat aku rasanya lebih bisa terima keadaan, gak berontak lagi, gak banyak ngeluh lagi soal apapun lah, mau soal keluarga, temen, atau apa gitu. Lebih bisa nerima keadaan. Tapi, kalau disangkut pautin ama kebiasaan aku minum, tetep belum bisa bo'.. masih kecarian aku kalau dijauhin ama yang kayak gituan.”

(Subjek I/W2/L.../Lampiran A/Hal...)

Responden A saat ini menerima keadaan dirinya sebagai seorang pecandu alkohol. Hanya saja responden A tidak dapat dikatakan menerima segala resiko yang akan muncul akibat dari kecanduan mengkonsumsi minuman beralkohol. Respoden A mengetahui hanya secara garis besar mengenai resiko-resiko yang dapat diakibatkan karena mengkonsumsi minuman beralkohol. Penerimaan diri yang terjadi pada responden A hanya dalam cakupan menerima keadaan dirinya


(48)

saat ini sebagai seorang pecandu alkohol dan segala konsekuensinya yang terlihat dan yang mungkin terjadi pada saat ini saja, tidak memikirkan dan menyiapkan diri akan resiko penyakit lain yang kemungkinan muncul.

”Kalau tahu resikonya sih iya…memahami. Tapi kalau sanggup menerima segala resikonya sih enggak. Hanya saja sejauh ini, sampai saat ini aku ya aku terima, aku suka minum minuman beralkohol, aku tahu resikonya. Ya udah sebatas itu aja.”

(Subjek I/L.../Lampiran A/Hal...)

Responden A dapat memahami alasan sahabat-sahabatnya yang dahulu meninggalkan dirinya. Sang pacar memberikan penjelasan bahwa hal itu wajar saja dilakukan oleh sahabat-sahabatnya dulu. Hal itu terjadi karena sikap responden A yang semakin hari semakin tidak menyenangkan yang berakibat menjadi ditinggalkan oleh sahabat yang disayangi. Responden A juga dapat menerima keadaan keluarga yang tidak dapat memberikan kasih sayang dan perhatian yang seperti diinginkan karena sudah menjadi kebiasaan dan bukan suatu hal yang aneh lagi dalam keluarga.

Keluarga tidak mengetahui sama sekali keadaan diri responden A sebagai seorang pecandu alkohol. Baik keluarga inti (orang tua, kakak dan adik) maupun keluarga lainnya (saudara, sepupu). Hal ini terjadi karena komunikasi yang terjadi antara responden A dengan anggota keluarga yang lain tidak terlalu lancar. Sehingga keterbatasan informasi yang didapatkan keluarga khususnya orang tua, membuat orang tua tidak dapat mengontrol keseharian atau kegiatan responden A. Dalam hal ini tidak dapat disimpulkan apakah keluarga menerima atau tidak keadaan diri responden A sebagai seorang pecandu alkohol.

”Ooo…gak, gak tau mereka. Cuman ya biasa aja, gak ada yang gimana-gimana. Intinya sih keluarga gak tau.”


(49)

”Pada jarang ketemu sih bisa dibilang. Sama orang tua kalau pagi udah pada pergi kerja semua, adikku juga masih sekolah kan jadi pagi-pagi dah gak ada lagi orangnya. Sedangkan aku bangunnya gak pernah pagi. Hehehehe… Kalau pulang juga, dah pada tidur semua. Yah gitu lah, jarang kali ketemunya. Jadi gak pernah berkomunikasi.”

(Subjek I/L.../Lampiran A/Hal...)

Komponen perubahan sikap dalam tahap penerimaan diri ini juga terlihat dalam diri responden A. Hadirnya niat untuk mengurangi kuantitas mengkonsumsi minuman beralkohol pada diri responden A merupakan awal dari proses perubahan sikap.

”Kadang ada niat, tapi gini ya…susah juga ya. Yang paling susah ya ngelawan diri sendiri kan. Kadang emang pengen berhenti, dikurangi. Tapi balik lagi, susah…..susah realisasinya. Mungkin suatu saat ada lah.” (Subjek I/L.../Lampiran A/Hal...)

”Yang udah aku lakuin sekarang belum banyak ya…kayak niat, niat aku berhenti minum itu kan juga salah satu yah bisa dibilang proses menuju yang lebih baik kan. Trus berusaha, maksudnya liat temen-temen yang udah berhenti minum, juga pengen jadi seperti itu. yah gitu lah..”

(Subjek I/L.../Lampiran A/Hal...)

Selain niat yang merupakan awal dari sebuah proses perubahan sikap, responden A juga mengalami perubahan sikap dalam hal ibadah. Saat ini responden A merasa lebih banyak melakukan kegiatan ibadah atau sholat dibandingkan sebelumnya.

”Apa ya….beribadah bisa gak? Hehehehe…iya, aku belakangan ini lebih sering sholat dibandingin dulu. Tetep gak lengkap sih dalam satu hari, tapi daripada enggak ada sama sekali kan lebih bagus…hahahaha….”

(Subjek I/L.../Lampiran A/Hal...)

Perubahan sikap lainnya juga dilakukan oleh responden A yaitu mencoba merubah sikap yang tidak menyenangkan terhadap orang lain menjadi lebih baik. Perubahan sikap yang ditunjukkan responden A adalah mencoba untuk menjalin persahabatan kembali bersama sahabat-sahabatnya yang dulu meninggalkannya.


(50)

”Hal pertama yang aku lakuin itu adalah menelfon teman lamaku satu per satu. Ajakin mereka ketemuan, terus kita ngobrol lamaaa kali. Kangen kan dah lama gak ketemu. Terus aku juga minta maaf sama mereka. Mereka maafin aku. That's it.”

IV.A.3.c. Tahap Penemuan Makna Hidup IV.A.3.c.1. Nilai Kreatif (creative values)

Menjalani perkuliahan dan berencana untuk secepatnya menyelesaikan pendidikan merupakan keinginan responden A. Eesponden A adalah seorang pecandu minuman beralkohol, namun ia tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang anak dan pelajar untuk menjalani proses pendidikan di bangku kuliah yang saat ini sedang dijalani.

”Terus kuliah…. Aku emang suka minum, tapi aku tetep jalani kewajiban, aku tetep kuliah, masih aktif. Walaupun kadang suka gak masuk, abisnya kan malamnya sering pulang pagi, kan masih ngantuk. Cuman aku sering maksain juga sih masuk kuliah…”

(Subjek I/L..../Lampiran A/Hal...)

”Di ekonomi…sekarang dah semester 7. Lagi ngajuin judul juga sih, buat skripsi. Mudah-mudahan lah ntar lagi bisa selesai kuliahnya. Soalnya target ku paling gak tahun depan udah selesai lah semuanya. Harus bisa selesai.”

(Subjek I/L.../Lampiran A/Hal...)

Penerapan nilai kreatif pada diri responden A bukan hanya dalam hal menjalani kewajibannya sebagai anak dan pelajar saja. Responden A merasa daripada ia menyusahkan orang lain, lebih baik ia melakukan sesuatu untuk membantu orang lain. Selain itu, responden A merasa dengan mengisi hari-harinya dengan kegiatan positif, akan membantunya mengurangi waktu dan keinginan untuk mengkonsumsi minuman beralkohol. Responden A kadang-kadang ikut bekerja dengan sebuah event organizer milik temannya sebagai


(51)

freelancer. Hal ini memang tidak selalu dilakukannya setiap hari karena bukan bekerja sebagai pegawai, dalam arti responden A hanya bersifat membantu bekerja jika diperlukan saja. Oleh sebab itu, kebiasaan responden A mengkonsumsi minuman beralkohol belum dapat benar-benar hilang dari kehidupannya.

”Iya…jadi temenku itu kerjanya di event organizer gitu. Kadang-kadang aku suka ikut kerja itung-itung bantu temen juga sih. Tapi itu bisa dibilang kerja gak ya? Soalnya kan gak ada jam kerjanya yang tetep gitu, freelance aja. Lagian kadang bagus juga, daripada akunya bengong-bengong aja kesana kemari, gak jelas, buntut-buntutnya ya itu tadi jadi ngerasa bosen, trus minum lagi. Hehehe...kadang akal sehat ku masih jalan juga..Yah itung-itung, bagusan aku bantu orang daripada nyusahin orang lain kan..” (Subjek I/L...-L.../Lampiran A/Hal...)

IV.A.3.c.2. Nilai Bersikap (attitudinal values)

Kesadaran ketika responden A menyaksikan langsung di depan mata, seorang teman laki-lakinya menggelepar hingga tak sadarkan diri karena terlalu banyak minum minuman beralkohol dan mencampurnya dengan zat lain, membuat responden A berfikir untuk tidak mengkonsumsi minuman beralkohol lagi. Niat itu muncul karena responden A membayangkan jika dirinya mengalami hal yang sama.

”Iya…kenapa aku bisa terlintas dan punya niat untuk berhenti minum itu karena waktu itu, waktu bulan 2 itu, aku sama temen-temen ku lagi party. Kalo gak salah sih itu pas lagi ada temen ku ngadain acara kayak farewell party gitu, soalnya dia mau pindah ke luar kota. Jadi tu acara pokoknya dalamnya tu orang mabuk semua. Uhh...aku agak ngeri juga kalo inget itu. Hehehe... Jadi ada 1 orang, laki-laki, aku gak kenal-kenal kali sih, tapi tau la. Jadi dia kebanyakan minum, overdosis. Kayaknya dia nyampurin apa lah gitu ke minumannya, jadi di tengah-tengah orang rame, tiba-tiba dia jatuh terus kayak menggelepar gitu. Aduuhh…serem lah. Pokoknya abis malam itu, aku kepikiran aja, takut kalo nanti aku kayak gitu pula. Dari situlah muncul niat aku untuk berhenti minum. Tapi...ya gitu deh. Hehehe..masih belum bisa sampe sekarang.”


(52)

Niat berhenti untuk mengkonsumsi minuman beralkohol lagi memang ada dalam benak responden A, namun belum dapat merubah perilaku responden A yang masih mengkonsumsi minuman beralkohol hampir setiap hari hingga saat ini. Ketika niat itu terlintas dalam pikiran dan ia dapat memahami dan meyakini manfaatnya, ia mampu mengurangi frekuensi mengkonsumsi minuman beralkohol. Ketika responden A merasakan kehampaan ataupun sedang mengalami masalah, ia akan kembali ke kebiasaannya mengkonsumsi minuman beralkohol, baik bersama teman-temannya maupun sendirian.

”Kadang ada niat, tapi gini ya…susah juga ya. Yang paling susah ya ngelawan diri sendiri kan. Kadang emang pengen berhenti, dikurangi. Tapi balik lagi, susah…..susah realisasinya. Mungkin suatu saat ada lah.” (Subjek I/L.../Lampiran A/Hal...)

IV.B. Interpretasi Data Responden A

Frankl (2000) mengatakan penghayatan dari sebuah masalah dapat menjelma menjadi berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk berkuasa dan bersenang-senang. Responden A melakukan upaya tersebut dengan cara mengkonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan. Perilaku dan kehendak berlebihan ini merupakan bentuk lain dari kegagalan menghayati hidup yang bermakna dan dapat menghalangi individu untuk berusaha menghayati makna hidupnya.

Penderitaan yang dialami responden A setelah menjadi pecandu alkohol adalah ketika sahabat yang dahulu selalu bersama meninggalkan dirinya karena kebiasaan buruknya yaitu mengkonsumsi minuman beralkohol. Responden A berubah dalam hal sikap, sikap responden A terhadap sahabatnya berubah menjadi tidak menyenangkan. Saat-saat dimana responden A ditinggalkan oleh


(53)

sahabat-sahabat yang ia sayangi merupakan penderitaan yang dirasakan oleh responden A. Tahap derita (Bastaman, 1996) adalah tahap dimana individu mengalami suatu peristiwa tidak menyenangkan dalam hidup dan dapat menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna yang ditandai dengan perasaan hampa, gersang, apatis, bosan dan merasa tidak lagi memiliki tujuan hidup

Faktor lain yang terdapat dalam diri responden A yang juga mempengaruhi seseorang dapat berubah menjadi seorang pecandu alkohol antara lain seperti komunikasi yang sangat jarang terjadi di antara anggota keluarga. Ditambah lagi dengan hadirnya perasaan hampa dan kebosanan yang sering kali dirasakan oleh responden A, dilampiaskan dengan cara mengkonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan.

Salah satu cara untuk meraih makna hidup yang dapat ditempuh oleh seseorang adalah dengan mengenal manusia lain dengan segala keunikannya atau dengan kata lain dapat disebut dengan cinta. Cinta merupakan satu-satunya cara manusia memahami manusia lain sampai pada pribadinya yang paling dalam. Orang yang mencintai dapat membantu orang yang dicintai untuk mewujudkan potensi yang dimiliki (Frankl, 2004). Responden A tidak memiliki rasa cinta dan kasih sayang yang utuh dalam dirinya. Responden A tidak mendapat kasih sayang dari orang tua dan anggota keluarga lainnya seperti yang diharapkan. Hal ini membuat responden A tidak mendapat bantuan untuk mewujudkan potensi yang dimiliki, dan menghambat responden A untuk meraih sebuah makna dalam hidupnya.

Kehampaan yang dialami oleh responden A dalam hari-harinya disebut dengan kehampaan eksistensial. Kehampaan eksistensial tersebut terutama


(54)

tercermin dalam bentuk rasa bosan. Fenomena berbentuk depresi, agresi dan kecanduan sulit dipahami sebelum kita dapat memahami kehampaan hidup yang mendasarinya. Kehampaan eksistensial tersebut seringkali muncul dalam bentuk-bentuk yang terselubung. Gambaran tentang adanya kecemasan eksistensial ini dapat dilihat pada kecenderungan untuk hidup demi kepuasan sesaat, penggunaan alkohol, narkotika, hidup hura-hura berpesta pora, pergaulan bebas, sampai seks bebas, kegairahan yang besar pada unsur-unsur fisik (hedonisme) merupakan bukti adanya krisis kebermaknaan hidup. Pemuasan pada kepuasan sementara hanya merupakan penambal pada kekosongan dan kebosanan yang berakar dari ketiadaan makna (Abidin, 2002). Terhambatnya keinginan untuk mencari makna hidup berubah menjadi keinginan untuk mencari kesenangan seperti mengkonsumsi minuman beralkohol (Bastaman, 2007).

Masa dimana responden A mulai terjerumus untuk mengkonsumsi dan akhirnya menjadi seorang pecandu minuman beralkohol seperti yang telah diuraikan di atas merupakan tahap derita bagi responden A. Dimana dalam tahap ini, responden A mengalami pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan sehingga merasa hidupnya tidak bermakna. Hal ini dikatakan oleh Bastaman (1996), ditandai dengan perasaan hampa, gersang, apatis dan merasa tidak lagi memiliki tujuan hidup serta bosan dan apatis.

Responden A sudah melalui tahap kedua dari tahapan penemuan makna hidup (Bastaman, 1996) yaitu tahap penerimaan diri. Dalam tahap ini individu mendapat pemahaman diri dan terdorong untuk mengubah sikap. Responden A menyadari dan memahami keadaan dirinya sebagai pecandu alkohol, walaupun


(55)

belum memikirkan resiko-resiko yang dapat muncul akibat kebiasaannya mengkonsumsi minuman beralkohol.

Komponen perubahan sikap dalam tahap ini belum dapat direalisasikan secara sempurna oleh responden A. Proses perubahan sikap yang dilakukan responden A diawali dengan hadirnya niat untuk berhenti mengkonsumsi minuman beralkohol. Niat yang muncul dalam diri responden A belum dapat diwujudkan dengan sempurna saat ini. Responden A masih mengkonsumsi minuman beralkohol bahkan dalam kuantitas yang banyak dan masih dapat dikategorikan sebagai seorang pecandu alkohol. Perubahan sikap yang telah diperbuat oleh responden A belum sempurna keadaannya.

Perubahan sikap dalam menjalin persahabatan dengan sahabat-sahabat yang telah meninggalkan responden A juga dilakukan. Responden A memberanikan diri untuk menghubungi para sahabatnya dan meminta maaf atas kesalahannya terdahulu.

Selain itu perubahan sikap yang lebih konkrit yang dilakukan oleh responden A adalah melakukan kewajibannya dalam hal pendidikan dan akan secepatnya menyelesaikan masa kuliahnya. Perubahan sikap dalam hal ibadah juga dilakukan oleh responden A. Responden A menyadari akan perubahan sikapnya dalam hal ibadah yang saat ini lebih sering dilakukan jika dibandingkan sebelumnya. Responden A melakukan perubahan sikap tersebut sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan hidupnya yaitu menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Tahap ketiga dari tahap penemuan makna hidup yang dikemukakan oleh Bastaman (1996) yaitu tahap penemuan makna hidup. Tahap ini ditandai dengan


(56)

penyadaran individu akan nilai-nilai berharga yang sangat penting dalam hidupnya. Hal-hal yang dianggap berharga dan penting itu dapat berupa nilai-nilai kreatif, penghayatan dan bersikap. Responden A menerapkan nilai kreatif dalam hidupnya saat ini. Nilai kreatif yang dimiliki responden A adalah saat responden A tetap melaksanakan kewajibannya sebagai seorang anak dan pelajar untuk menjalani proses pendidikannya di bangku kuliah dan berusaha menyelesaikan pendidikannya secepat mungkin. Responden A tetap memaksakan diri untuk datang menghadiri perkuliahan walaupun dalam keadaan yang tidak kondusif untuk menjalani perkuliahan yang disebabkan oleh kebiasaannya mengkonsumsi minuman beralkohol pada malam harinya.

Nilai kreatif lainnya ditunjukkan oleh responden A dengan cara ikut bekerja dengan salah satu perusahaan temannya yang bergerak di bidang event organizer. Responden A merasa menghabiskan waktu dengan cara yang positif seperti bekerja sebagai freelancer dalam perusahaan event organizer milik temannya, akan membuat ia tidak memiliki waktu luang yang penuh dengan kebosanan dan kehampaan yang dapat membuatnya kembali mengkonsumsi minuman beralkohol. Walaupun begitu, hal ini tidak dilakukan responden A setiap saat, karena responden A hanya bekerja sebagai freelancer, dimana tidak setiap hari bekerja, hanya pada waktu-waktu tertentu ketika perusahaannya mengadakan sebuah acara

Nilai bersikap memberi kesempatan kepada individu untuk mengambil sikap yang tepat terhadap kondisi dan peristiwa tragis yang telah terjadi dan tidak dapat dihindari lagi. Nilai bersikap yang dimiliki oleh responden A adalah adanya niat untuk berhenti mengkonsumsi minuman beralkohol. Niat ini muncul


(57)

disebabkan karena responden A menyaksikan di depan mata peristiwa tragis yang dialami teman laki-lakinya ketika sedang menggelepar hingga tidak sadarkan diri akibat dari terlalu banyak mengkonsumsi minuman beralkohol. Saat itu responden A merasa bersyukur karena dirinya masih diberi kesempatan untuk hidup dan tidak merasakan yang dialami oleh temannya. Keinginan responden A untuk berhenti mengkonsumsi minuman beralkohol memang belum dapat direalisasikan hingga saat ini, tetapi paling tidak ia melakukan usaha untuk berhenti minum minuman beralkohol. Usaha nyata yang dilakukan oleh responden A adalah melakukan kegiatan positif seperti bekerja di perusahaan temannya.

Pengembangan pribadi dan proses meraih hidup bermakna tidak mudah sehingga perlu dukungan sekitarnya. Lingkungan dan dukungan sosial, terutama dukungan dari orang-orang terdekat (Bastaman, 2007). Dukungan sosial yang dari orang terdekat yaitu keluarga, tidak didapatkan oleh responden A. Hal ini disebabkan karena orang tua tidak mengetahui keadaan dan keseharian responden A sebagai pecandu minuman beralkohol. Responden A mendapat dukungan sosial dari teman dekat dan pacar. Nasihat dan ajakan agar mengurangi mengkonsumsi minuman beralkohol hingga larangan untuk mengkonsumsi minuman beralkohol selalu diberi oleh pacar dan teman-teman dekatnya.

Responden A menjalani beberapa metode untuk menemukan makna hidup yang dikemukakan oleh Bastaman (1996). Metode yang dilakukan oleh responden A antara lain pemahaman pribadi, bertindak porsitif dan ibadah. Pada metode pemahaman diri, responden A mengenali keunggulan dan kelemahan pribadi serta kondisi lingkungannya. Metode pemahaman pribadi responden A, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, responden A menyadari dan memahami keadaan


(58)

dirinya sebagai seorang pecandu alkohol. Begitu pula dengan lingkungan sosialnya khususnya teman-teman dekatnya yang memahami dan menerima keadaan diri responden A sebagai seorang pecandu alkohol.

Metode selanjutnya adalah bertindak positif. Responden A melakukan metode ini dengan cara ikut bekerja di sebuah perusahaan milik temannya sebagai upaya untuk menghindari mengkonsumsi minuman beralkohol. Upaya ini belum sepenuhnya berhasil karena niat yang belum begitu kuat dari dalam diri responden A.

Ibadah adalah salah satu metode yang dilakukan oleh responden A untuk menemukan makna hidup. Saat ini responden A mengaku bahwa frekuensi dirinya untuk melakukan ibadah saat ini lebih sering dibandingkan sebelumnya. Metode lain yang dikemukakan oleh Bastaman (1996) untuk menemukan makna hidup yang belum dilakukan oleh responden A antara lain adalah pengakraban hubungan dan pendalaman tri nilai (nilai penghayatan, bersikap dan kreatif).

Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa responden A masih berada pada tahap ketiga yaitu tahap penemuan makna hidup, dimana responden A masih belum memiliki ketiga sumber makna hidup secara utuh.


(1)

V.B. Diskusi

Dalam upaya untuk menjawab pertanyaan penelitian, peneliti mendapatkan temuan menarik yang menjadi bahan diskusi bagi penelitian ini. Temuan tersebut antara lain:

1. Peneliti melihat perbedaan dukungan sosial yang didapatkan oleh masing-masing responden penelitian. Dukungan sosial merupakan salah satu komponen yang menentukan keberhasilan perubahan dari penghayatan hidup tidak bermakna menjadi bermakna (Bastaman, 1996). Dukungan sosial juga dikatakan oleh Peirce (2000) sebagai salah satu upaya yang dapat membantu seseorang untuk keluar dari kebiasaan buruk ataupun masalah yang sedang dihadapi dalam hidup. Responden A mendapatkan dukungan moril dari pacar dalam pemahaman dirinya dan menerima kenyataan yang tidak selalu dapat menjadi seperti yang diinginkannya, namun dukungan sosial dari keluarga yang merupakan orang terdekat tidak didapatkan oleh responden A. Hal ini disebabkan karena kurang harmonisnya hubungan antara anggota keluarga responden A dan kurang berbagi kasih sayang satu sama lain. Akhirnya menyebabkan timbul perasaan tidak dibutuhkan dan rasa kehampaan dalam diri responden A dan menghambat atau memperlambat proses responden A untuk menemukan makna hidupnya. Kehidupan responden B yang bahagia dengan kehadiran keluarga sebagai orang terdekatnya dan saling berbagi kasih sayang dapat membantu responden B lebih banyak untuk menemukan makna hidupnya.


(2)

2. Peneliti menemukan perbedaan penghayatan hidup tidak bermakna yang dialami oleh kedua responden penelitian. Gejala utama pada responden A yaitu perasaan hampa dan merasa hidupnya tidak dibutuhkan oleh orang lain serta kebosanan. Kebosanan disini adalah ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat (Bastaman, 1996). Sedangkan gejala utama pada responden B adalah rasa apatis yaitu rasa ketidakmampuan untuk mengambil prakarsa (Bastaman, 1996). Responden B yang merasa tertekan saat mengalami beberapa masalah dalam satu waktu yang bersamaan, menimbulkan ketidakmampuan untuk mengambil prakarsa atau bingung menentukan sikap apa yang harus dilakukannya.

3. Faktor-faktor lain seperti faktor psikologis dan faktor sosial (Goodman, 2005) yang dimiliki oleh kedua responden penelitian juga memiliki peran dalam proses penghayatan hidup tidak bermakna. Kedua faktor ini memiliki peran yang di saat kedua responden mulai mengkonsumsi minuman beralkohol hingga menjadi pecandu alkohol saat ini. Faktor psikologis pengalaman hidup yang tragis, hyperfemininity, dan memiliki ambang rasa frustrasi yang rendah dialami oleh kedua responden penelitian. Faktor sosial yang dimiliki oleh responden A hanya faktor sosial ekonomi menengah ke atas. Sedangkan faktor sosial yang dimiliki oleh responden B adalah faktor wanita yang bekerja, wanita yang hidup tanpa keluarga dan wanita yang hidupa dalam sosial ekonomi menengah ke atas.

4. Dari tahap yang dilalui oleh kedua responden penelitian terdapat persamaan posisi tahap proses penemuan makna hidup yang dialami, yaitu


(3)

saat ini berada pada tahap penemuan makna hidup. Namun dari penemuan makna hidup tersebut, kedua responden penelitian memiliki perbedaan sumber makna hidup. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bastaman (2007) bahwa makna hidup bersifat unik dan pribadi.

V.C. Saran

V.C.1. Saran Praktis

1. Diharapkan bagi para pecandu alkohol wanita agar dapat melakukan beberapa metode untuk menemukan bentuk makna hidup dan tujuan hidup. Untuk para pecandu alkohol yang sudah dalam tahap penemuan makna hidup diharapkan agar dapat merealisasikan makna hidupnya demi tercapainya kehidupan bermakna secara utuh.

2. Disarankan kepada lingkungan sosial para pecandu alkohol wanita seperti keluarga dan teman-temannya agar dapat memberikan dukungan sosial kepada para pecandu alkohol untuk dapat menemukan atau merealisasikan makna hidupnya. Khususnya agar para pecandu alkohol dapat berhenti dari kebiasaannya mengkonsumsi minuman beralkohol. Dukungan sosial dapat diberikan dengan berbagai cara misalnya dengan perhatian, komunikasi yang baik dan hubungan yang saling memberikan kasih sayang.

V.C.2. Saran Penelitian Lanjutan

1. Untuk menyempurnakan penelitian ini, sebaiknya dilakukan penelitian dengan topik yang masih berhubungan dengan proses penemuan makna


(4)

hidup pada pecandu alkohol wanita dengan menggunakan subjek penelitian yang berbeda. Diharapkan pada penelitian selanjutnya menggunakan subjek penelitian yang lebih memiliki persoalan yang kompleks sehingga dapat menghasilkan data penelitian yang lebih kaya. 2. Keahlian dalam wawancara sangat dibutuhkan dalam penelitian kualitatif.

Disarankan agar dalam penelitian selanjutnya peneliti lebih mengasah keahlian wawancaranya sehingga mendapatkan data yang lebih kaya dan akurat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alcohol Concern. (2003). A Woman’s Guide to Alcohol. Alcohol Concern, London.

Bachtiar. W.W. (2000). Kenapa Miras Harus Dilarang. [online]. http://www.indomedia.com/BPost/012000/28/opini/opini1.htm. Tanggal akses 30 Agustus 2007.

Bastaman, D.H. (1996). Meraih Hidup Bermakna. Jakarta : Penerbit Paramadina. Bastaman, D.H. (2007). Logoterapi : Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup

dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Britton, J. (2000). Women and Alcohol - A Cause for Concern: Conference Report 27 July 2000. Alcohol Concern, London.

Frankl, V.E. (2004). Mencari Makna Hidup, Man’s Search for Meaning. Bandung: Penerbit Nuansa.

Frankl, V.E . (2000). Man’s Search for Ultimate Meaning. New York : Perseus Publishing.

Gomberg, E. S. L. (1999). Women. In B. S. McCrady, & E. E. Epstein (Eds.). Addictions: A comprehensive guidebook (pp. 527-541). Oxford: Oxford University Press.

Goodman, J. (2000). The Female Alcoholic.

Hammer, T. and Vaglum, P. (1999). The Increase in Alcohol Consumption Among Women: A Phenomenon related to Accessibility or stress? A general population survey. British Journal of Addiction, 84 (7).

Irmawati, dkk. (2003). Pedoman Penulisan Skripsi. Medan: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Leary, M. R.. (2003). The Interface of Social and Clinical Psychology: Key Readings. New York: Psychology Press.

Marshall, J. (2000). Women and Alcohol - A Cause for Concern: Conference Report 27 July 2000. Alcohol Concern, London.

Martin, S. Mumenthaler. (1999). Gender Differences in Moderate Drinking Effects. Alcohol research & Health, Vo.l 23.

Moleong, L.J. (2002). Metodologi Penelitian Kualtitaif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


(6)

National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism (2002) Alcohol and Minorities: An Update. Alcohol Alert No. 55.

National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism (2002). Women and Alcohol: An Update,. Volume 26.

Palau. (1999). Dimenangkan dari Minuman Keras. [online]. http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg00067.html. Tanggal akses 30 Agustus 2007.

Pangkahila. (2007). Workaholic, Alkohol, Merokok & Disfungsi Seksual. [online]. http://www.ningharmanto.com/artikel/workaholic.htm. Tanggal akses 05 September 2007

Parker, D. and Harford, T. (2001). Gender-role Attitudes, Job Competition and Alcohol Consumption Among Women and Men. Alcoholism: Clinical and Experimental Research, 16 (2).

Poerwandari, K.E. (2005). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Edisi ke 3. Jakarta : LPSP3 UI.

Thom, B. (2000). Women and Alcohol – A cause for concern: Conference Report 27 July 2000. Alcohol Concern, London.

Tilton, F.R. (2005). An Examination of Purpose in Life in Alcohol Dependent Clients. Department of Clinical Psychology: Antioch University. New Hampsire.

Sundari, S.H.S. (2005). Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.

Vaillant, G. E. (2003). A 60-year follow-up of alcoholic men. Addiction, 98

Walde, H.V.D., dkk. (2002). Women and Alcoholism: A Biopsychosocial Perspective and Tratment Approaches. Journal of Counseling and Development: JCD. Vol. 80, Iss. 2; pg. 145, 9 pgs.

Wallace, J.M., Jr., Bachman J.G., O'Malley, P.M., Schulenberg, J.S., Cooper, S.M. Johnston, L.D., (2003). Gender and Racial/Ethnic Differences in Smoking, Drinking and Illicit Drug Use among American Secondary School Students, 1976-2000. Addiction 98:225-234.