Gambaran Penggunaan Obat Nyeri Kepala pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013

LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap

: Stephanie Jesslyn

Jenis Kelamin

: Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Surabaya, 6 Juli 1994
Warga Negara

: Indonesia

Status

: Belum Menikah

Agama


: Buddha

Alamat

: Komplek Taman Setia Budi Indah Blok: QQ No. 3

Nomor Handphone

: 081376961455

Email

: stephaniejesslyn@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

:

1. SD Swasta Sutomo 1 Medan (2000-2006)

2. SMP Swasta Sutomo 1 Medan (2006-2009)
3. SMA Swasta Sutomo 1 Medan (2009-2012)
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012-Sekarang)

Riwayat Pelatihan

:

1. Peserta PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru) FK USU 2012
2. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) FK USU 2012
3. Peserta PIM (Pekan Ilmiah Nasional) SCORE PEMA FK USU 2012

Riwayat Organisasi

:

1. Anggota Muda Divisi PPI SCORE PEMA FK USU 2013-2014
2. Anggota Divisi PPI SCORE PEMA FK USU 2014-2015
3. Anggota Seksie Konsumsi Get Together SCORE PEMA FK USU 2013
4. Anggota Seksie Administrasi Kesekretariatan PIM FK USU 2013

5. Anggota Seksie Kompetisi SRF FK USU 2014
6. Koordinator Dana Usaha SRF FK USU 2015

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN

Saya, Stephanie Jesslyn, mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, saat ini sedang melakukan penelitian yang berjudul
“Gambaran Penggunaan Obat Nyeri Kepala pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013”. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari pilihan obat yang lebih sering dipakai untuk tatalaksana
nyeri kepala dan mengetahui prevalensi nyeri kepala pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Saya mengharapkan kerjasama saudara/i untuk berpartisipasi sebagai
responden penelitian dengan mengikuti wawancara dan mengisi form penelitian.
Partisipasi saudara/i bersifat sukarela, bukan dengan beban maupun paksaan.
Saudara/i berhak untuk menolak mengikuti jika tidak bersedia.
Jika saudara/i bersedia untuk ikut serta dalam penelitian saya ini, maka
saudara/i diharapkan kesediaanya untuk menandatangani Lembar Persetujuan

Setelah Penjelasan atau Informed Consent.
Atas perhatian saudara/i, saya mengucapkan terima kasih.

Medan,
Hormat saya,

Stephanie Jesslyn

2015

LAMPIRAN 3

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama:
Umur:
Alamat:
Telah menerima dan memahami penjelasan peneliti tentang penelitian
“Gambaran Penggunaan Obat Nyeri Kepala pada Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013”. Dengan penuh
kesadaran serta tanpa paksaan, saya bersedia menjadi peserta penelitian tersebut.
Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat dengan penuh kesadaran dan
tanpa paksaan siapa pun.

Medan,

(

2015

)

LAMPIRAN 4

FORM PENELITIAN

Nama
Usia


tahun

Jenis Kelamin

L/P

Riwayat Nyeri Kepala

Ada / Tidak Ada

dalam Seminggu Terakhir
Obat yang Digunakan

Parasetamol / Ibuprofen / Ketoprofen / Aspirin /
Naproxen / Diclofenac / Lain-lain: …

Medan,

(


2015

)

LAMPIRAN 5
ANGGARAN BIAYA PENELITIAN

1. Persiapan Proposal
Nama

Jumlah

Harga Satuan

Total

Tinta print

1


Rp 20.000,00

Rp 20.000,00

Kertas A4

1

Rp 40.000,00

Rp 40.000,00

Jilid proposal awal

5

Rp 2.000,00

Rp 10.000,00


Jilid proposal revisi

5

Rp 2.000,00

Rp 10.000,00

Total

Rp 80.000,00

2. Taksasi Pengumpulan Data
Memperbanyak form penelitian

96

Rp

400,00


Rp 38.400,00

Memperbanyak lembar

96

Rp

100,00

Rp

9.600,00

96

Rp

100,00


Rp

9.600.00

Souvenir untuk responden

96

Rp

3.000,00

Rp 288.000,00

Ethical Clearence

1

Rp 50.000,00

Rp 50.000,00

Total

Rp 395.600,00

penjelasan
Memperbanyak lembar
persetujuan

3. Taksasi Analisis Data dan Revisi
Tinta print

1

Rp 20.000,00

Rp 20.000,00

Kertas A4

1

Rp 40.000,00

Rp 40.000,00

Jilid KTI softcover

5

Rp 2.000,00

Rp 10.000,00

Jilid KTI hardcover

5

Rp 20.000,00

Rp 100.000,00

Total

Rp 170.000,00

Total Biaya Keseluruhan

Rp 645.600,00

LAMPIRAN 6

LAMPIRAN 7

LAMPIRAN 8

LAMPIRAN 9
No

Nama

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37

Akmal Fahrezzy
Chairul Anwar
Fay Enndy M. Shapi
Rahmi Hasanah
Dea Celine
Nesya Putri
Wina Kanya
Christine
Gokull Shautri
Sri Veera Sivaa
Teuku M. Syiva
Fadel Muhammad
Natria L. N.
Adithya Nurliza S.
Miranty Sasmita
Amelia Rizky Ananda
Murshidah Shereen
S. Monessha
Ummuh Sa'adah Lubis
Yoseph Hendrik
Rizky Ayuni
Sabrina Dwi Putri
Nanda Novianty
Raja Permata Hsb
Ella Finarsih
Indriani Nisfulaila
Fauzan Azima
Yahsarul Ikhsan Nst
Alvin Henri
Amellia Sefti
Sari Shafadena S.
Erwin Kristianto
Ginatasya Adelina H.
Fathiah
Ayezsa Dwi Astari
Kania
Ananda Rizky Saleh

Usia

Jenis
Kelamin

19
20
21
19
19
20
19
20
22
20
19
19
19
19
20
19
21
22
20
20
20
20
19
19
19
20
20
17
20
21
20
20
19
19
19
18
19

LK
LK
P
P
P
P
P
P
LK
P
LK
LK
P
P
P
P
P
P
P
LK
P
P
P
LK
P
P
P
LK
LK
P
P
LK
P
P
P
P
P

Riwayat Nyeri
Kepala Seminggu
Terakhir
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
ADA
ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
ADA
ADA
TIDAK ADA
ADA
ADA
TIDAK ADA
ADA
ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
ADA
ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
ADA
ADA
ADA

Obat yang Digunakan

TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
PARASETAMOL
TIDAK ADA
TIDAK ADA
PARASETAMOL
PARASETAMOL
TIDAK ADA
PARASETAMOL
PARASETAMOL
TIDAK ADA
PARASETAMOL
PARASETAMOL
TIDAK ADA
TIDAK ADA
PARASETAMOL
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
PARASETAMOL
TIDAK ADA
TIDAK ADA
PARASETAMOL
PARASETAMOL
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
PARASETAMOL
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
PARASETAMOL
PARASETAMOL

38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79

Novien Amalia
Astri Annisa
Siti Rahmah Muizah
Willy Sunjaya
Angelin P. G.
Lela Khaibinna
Kartika
Aldi Nurcahyo
Febriyanti
M. Ary Guhtama
Fajrina Kartika Ayu
Nita Aulia
Atiqah Aldria Ulfa
Zaidar Sabrina
Dwi Azhari Adha
Rizka Deliana
Abidah Harahap
Aisyah Mutiara LBD
Rahma Fridayana
Cellya Amanta
Julitya Arta Manalu
David Jhon RP
Rahmad Diansyah
Steven
Ruth Monica
Fiona Aprilia
Ifan Kusuma Wardana
Surya Raj
Nurudz Dzakiyah
Michelle Faustine
Zahrifa Dwi Andina
Rivani Sintia S
Vincent Viandy
Annabell Siregar
An Nur Fithri
Aditya R. Pinem
M. Ridho Fahrezi
Priyangkha Selva S.
Muhelee
Kamilah Agita Sari
Amin Siagian
Wendy

19
20
20
20
20
18
20
19
21
19
20
20
20
20
20
20
19
19
18
19
20
20
20
20
20
20
19
19
20
19
20
20
20
18
20
19
20
21
23
20
20
20

P
P
P
LK
P
P
P
LK
P
LK
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
LK
LK
LK
P
P
LK
LK
P
P
P
P
L
P
P
L
L
P
P
P
LK
LK

TIDAK ADA
ADA
ADA
ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
ADA
ADA
ADA
TIDAK ADA
ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
ADA
ADA
ADA
ADA
TIDAK ADA
ADA
ADA
TIDAK ADA

TIDAK ADA
PARASETAMOL
PARASETAMOL
PARASETAMOL
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
PARASETAMOL
PARASETAMOL
IBUPROFEN
TIDAK ADA
PARASETAMOL
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
IBUPROFEN
ASAM MEFENAMAT
ASPIRIN
PARASETAMOL
TIDAK ADA
PARASETAMOL
PARASETAMOL
TIDAK ADA

80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96

Eka Purnama S. Nst
Fathiah Husain
Amanda Hannan T.
Nithya Devi Murthi
Batmassundari
Walfrindo H. S.
Sanny
Kaamini
Andrien Phoebus
Fiony Adida
Cristia KPS
Vinalola Vera
Suyata Tanjung
Yulita
Rafika Wardani Nst
Selan Menandi
Savithra Selva

21
19
19
22
22
20
20
20
21
20
21
19
20
19
19
22
21

P
P
P
P
P
LK
P
P
LK
P
P
P
P
P
P
LK
P

ADA
TIDAK ADA
ADA
TIDAK ADA
ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
ADA
ADA
ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
ADA
TIDAK ADA
ADA

PARASETAMOL
TIDAK ADA
PARASETAMOL
TIDAK ADA
PARASETAMOL
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
PARASETAMOL
IBUPROFEN
PARASETAMOL
TIDAK ADA
TIDAK ADA
PARASETAMOL
TIDAK ADA
PARASETAMOL

32

DAFTAR PUSTAKA
Aliyev, R., Shiraliyeva, R., Hasanov, R., dan Mammadbayli, A. Epidemiology of
Primary Headaches in the Population of Baku. Department of Neurology and
Medical Genetics, Azerbaijan Medical University, Azerbaijan.
Akbar, M., 2010. Nyeri Kepala. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Anurogo, D., 2014. Tension Type Headache. Neuroscience Department, Brain and
Circulation Institute of Indonesia (BCII), Surya University, Indonesia.
Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2014. Mengatasi
Keracunan Parasetamol.
Beithon, J. et al., 2013. Diagnosis and Treatment of Headache, Institute for Clinical
Systems Improvement.
British Association for the Study of Headache, 2010. Guidelines for All Healthcare
Professionals in the Diagnosis and Management of Migraine, Tension-Type
Headache, Cluster Headache, Medication-Overuse Headache.
Duncan, P., Aref-Adib G., Venn, A., Britton, J., dan Davey, G., 2006. Use and
Misuse of Aspirin in Rural Ethiopia, Department of Community Health,
Addis Ababa University, Ethiopia.
Food and Drug Administration, 2008. PONSTEL® (Mefenamic Acid Capsules, USP).
Ganong, W.F., 2012. Ganong’s Review of Medical Physiology 24th Edition. United
States: McGrawHill.
Goadsby, P.J., 2003. Migraine: Diagnosis and Treatment, Institute of Neurology,
The National Hospital for Neurology and Neurosurgery, London, United
Kingdom.
International Association for the Study of Pain, 1994. Part III: Pain Terms, A
Current List with Definitions and Notes on Usage.
International Association for the Study of Pain, 2011. Epidemiology of Headache.

33

Katzung, B.G., Masters, S.B., dan Trevor, A.J., 2012. Basic and Clinical
Pharmacology Twelfth Edition. United States: McGrawHill.
Kojić, Z. dan Stojanović, D., 2013. Pathophysiology of Migraine - From Molecular
to Personalized Medicine, University of Belgrade.
Levin, M., Ward, T., dan Davis, P., 2013. Headaches: Practical Management,
American Academy of Neurology.
MacGregor, E.A., Rosenberg, J.D., dan Kurth, T. Sex-Related Differences in
Epidemiological and Clinic-Based Headache Studies, American Headache
Society.
Matharu, M., 2010. Cluster Headache. BMJ Publishing Group.
Muchid, A. et al., 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas
Terbatas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Pardutz, A. dan Schoenen, J, 2010. NSAIDs in the Acute Treatment of Migraine: A
Review of Clinical and Experimental Data, Department of Neurology,
University of Szeged, Hungary.
Prabawani, A.T., 2011. Hubungan Topis dan Volume Neoplasma Intrakranial
dengan Lokasi dan Intensitas Nyeri Kepala, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Ravishankar, K., Chakravarty, A., Chowdhury, D., Shukla, R., dan Singh, S., 2011.
Guidelines on the Diagnosis and the Current Management of Headache and
Related Disorders. Annals of Indian Academy of Neurology, Mumbai.
Santiago, M.D.S., Carvalho, D.S., Gabbai, A.A., Pinto, M.M.P., Moutran, A.R.C.,
Villa, T.R., 2014. Amitriptyline and Aerobic Exercise or Amitriptyline Alone
in the Treatment of Chronic Migraine: A Randomized Comparative Study.
Department of Neurology and Neurosurgery, Federal University of São Paulo,
Brazil.
Silberstein, S.D., 2006. Chronic Daily Headache: Classification, Epidemiology, and
Risk Factors. Thomas Jefferson University, United States.

34

Steiner, T.J. et al., 2007. Aids for Management of Common Headache Disorders in
Primary Care. World Health Organization.
Surya, A., 2012. Hubungan Penggunaan Media Elektronik dengan Nyeri Kepala
pada Remaja. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Thomson Medstat, 2006. New Data Estimate Migraine Headaches Cost U.S.
Employers More Than $24 Billion Annually. Dalam: Ambarsari, A., 2013.
Hubungan Presbiopi dengan Derajat dan Frekuensi Nyeri Kepala. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Weaver-Agostoni, J., 2013. Cluster Headache. University of Pittsburgh Medical
Center Shadyside Hospital, United States.
World Health Organization, 2000. Headache Disorders and Public Health.

20

BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian
ini adalah:

Gambaran Penggunaan Obat

1. Usia

Nyeri Kepala pada Mahasiswa

2. Jenis kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas

3. Riwayat nyeri kepala

Sumatera Utara Angkatan 2013

4. Obat yang digunakan

3.2. Definisi Operasional
3.2.1. Usia
Usia adalah usia responden sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk.
Cara ukur

: Observasi

Hasil ukur

: Dinyatakan dalam tahun

Skala pengukuran: Interval

3.2.2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden.
Cara ukur

: Observasi

Hasil ukur

: Laki-laki, Perempuan

Skala pengukuran: Nominal

21

3.2.3. Riwayat Nyeri Kepala
Riwayat nyeri kepala adalah riwayat nyeri kepala responden dalam seminggu
terakhir.
Cara ukur

: Wawancara

Hasil ukur

: Ya, Tidak

Skala pengukuran: Nominal

3.2.4. Obat yang Digunakan
Obat yang digunakan adalah jenis obat yang umumnya digunakan responden
untuk tatalaksana nyeri kepala.
Cara ukur
Hasil ukur

: Wawancara
: Parasetamol (Cetapain, Dumin, Farmadol, Fevrin, Ottopan, Pamol,

Panadol, Piosfen, Progesic, Pyridol, Sanmol, Sumagesic), Ibuprofen (Arfen,
Arthrifen, Brufen, Bufect, Farsifen, Ibukal, Iprox, Ostarin, Proris, Prosic, Prosinal,
Rhelafen, Spedifen, Yariven), Ketoprofen (Kaltrofen, Ketros, Lantiflam, Nasaflam,
Nazovel, Profenid, Profika, Pronalges, Remapro), Aspirin (Ascardia, Aspilets, Astika,
Farmasal, Miniaspi 80, Norspirinal), Naproxen (Xenifar), Diclofenac (Anuva,
Araclof, Cataflam), Lain-lain (Asam Mefenamat/Ponstan, Tidak Ada)
Skala pengukuran: Nominal

22

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross-sectional
karena subjek hanya diobservasi satu kali dan hubungan antarvariabel tidak
dipelajari.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan di area kampus Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara karena sampel lebih mudah dijangkau. Penelitian akan dilakukan
dari awal September hingga akhir Oktober 2015 karena kegiatan akademis sudah
dimulai.

4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi Sasaran
Populasi sasaran dari penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 yang dipilih dengan consecutive
sampling. Perkiraan besar sampel dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan:

�=

�� 2
�2

23

n = besar sampel
p = proporsi variabel yang dikehendaki
q=1–p
Zα2 = confidence interval
d = kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi
Diketahui confidence interval adalah 95% (Zα = 1.96), p = 0,5, q = 0,5, dan d = 0,1:
�=

(1,96)2 0,5 0,5
(0,1)2
� = 96,04
� ≈ 96

Maka perkiraan besar sampel adalah 96.

4.3.2. Kriteria Inklusi
1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan
2013.
2. Subjek yang memberi persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian.

4.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara sebab data yang diperoleh akan lebih akurat karena subjek dapat
diarahkan.

24

4.5. Pengolahan dan Analisa Data
Instrumen yang digunakan untuk pengolahan dan analisa data adalah program
Statistical Package for Service Solutions (SPSS).

25

BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di area kampus Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara di Jl. Dr. T. Mansur No. 5. Area kampus meliputi Gedung Baru
Fakultas Kedokteran dan Gedung Abdul Hakim. Lokasi penelitian di Gedung Baru
Fakultas Kedokteran meliputi Ruang Kuliah Semester V dan Ruang Tutorial A.
Lokasi penelitian di Gedung Abdul Hakim meliputi Ruang Tutorial B.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Karakteristik responden dikelompokkan dalam tiga, yaitu usia, jenis kelamin,
dan riwayat nyeri kepala. Usia adalah usia responden sesuai dengan Kartu Tanda
Penduduk. Usia subjek penelitian ini berada dalam range 17-23 tahun. Jenis kelamin
adalah jenis kelamin responden yang terdiri atas laki-laki dan perempuan. Riwayat
nyeri kepala adalah riwayat nyeri kepala responden dalam seminggu terakhir. Data
lengkap mengenai karakteristik subjek penelitian disajikan dalam tabel 5.1.

26

Tabel 5.1. Karakteristik Responden
Karakteristik Subjek

Frekuensi (n=96)

Persentase (%)

Laki-laki

26

27.1

Perempuan

70

72.9

17 tahun

1

1.0

18 tahun

4

4.2

19 tahun

31

32.3

20 tahun

45

46.9

21 tahun

9

9.4

22 tahun

5

5.2

23 tahun

1

1.0

Ada

37

38.5

Tidak ada

59

61.5

Jenis Kelamin

Usia

Riwayat Nyeri Kepala

Subjek penelitian adalah 96 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Angkatan 2013 yang dipilih dengan consecutive sampling. Dari 96
subjek yang diteliti, terdapat 26 laki-laki (27,1%) dan 70 perempuan (72,9%),
dengan umur 17 tahun 1 orang (1%), 18 tahun 4 orang (4,2%), 19 tahun 31 orang
(32,3%), 20 tahun 45 orang (46,9%), 21 tahun 9 orang (9,4%), 22 tahun 5 orang
(5,2%), dan 23 tahun 1 orang (1%). Dari 96 subjek yang diteliti, 37 (38,5%) orang
mempunyai riwayat nyeri kepala seminggu terakhir dan 59 (61,5%) orang tidak
mempunyai riwayat nyeri kepala seminggu terakhir.

27

5.1.3. Frekuensi Nyeri Kepala Berdasarkan Jenis Kelamin
Terdapat perbedaan yang cukup besar pada gambaran riwayat nyeri kepala
berdasarkan jenis kelamin. Data lengkap disajikan dalam tabel 5.2.
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Nyeri Kepala Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin

Jumlah

Persentase dengan

Persentase

(n=96)

Jenis Kelamin (%)

Total (%)

Riwayat Nyeri Kepala +

8

30,8%

8,3%

Riwayat Nyeri Kepala -

18

69,2%

18,8%

Riwayat Nyeri Kepala +

29

41,4%

30,2%

Riwayat Nyeri Kepala -

41

58,6%

42,7%

Laki-Laki

Perempuan

Total

96

100%

Dari 26 subjek laki-laki, terdapat sebanyak 8 mahasiswa (30,8%) dengan
riwayat nyeri kepala seminggu terakhir dan 18 mahasiswa (69,2%) tanpa riwayat
nyeri kepala seminggu terakhir. Dari 70 subjek perempuan, terdapat sebanyak 29
mahasiswa (41,4%) dengan riwayat nyeri kepala seminggu terakhir dan 41
mahasiswa (58,6%) tanpa riwayat nyeri kepala seminggu terakhir.

5.1.4. Obat yang Digunakan
Obat yang digunakan responden untuk tatalaksana nyeri kepala ada empat,
yaitu parasetamol, ibuprofen, aspirin, dan asam mefenamat. Ada juga responden
yang tidak menggunakan obat apapun untuk tatalaksana nyeri kepala. Data lengkap
mengenai obat yang digunakan disajikan dalam tabel 5.3.

28

Tabel 5.3. Obat yang Digunakan
Obat yang Digunakan

Frekuensi (n=37)

Persentase (%)

Parasetamol

30

81,1

Ibuprofen

3

8,1

Aspirin

1

2,7

Asam Mefenamat

1

2,7

Tidak ada

2

5,4

Total

37

100%

Dari 37 subjek yang mempunyai riwayat nyeri kepala, terdapat sebanyak 30
orang (81,1%) mahasiswa menggunakan parasetamol, sebanyak 3 orang (8,1%)
mahasiswa menggunakan ibuprofen, sebanyak 1 orang (2,7%) mahasiswa
menggunakan aspirin, sebanyak 1 orang (2,7%) mahasiswa menggunakan asam
mefenamat, dan sebanyak 2 orang (5,4%) mahasiswa tidak menggunakan obat apa
pun untuk mengobati nyeri kepala.

5.2. Pembahasan
5.2.1. Epidemiologi Nyeri Kepala Secara Umum
Dari 96 subjek yang diteliti, 37 (38,5%) orang mempunyai riwayat nyeri
kepala seminggu terakhir dan 59 (61,5%) orang tidak mempunyai riwayat nyeri
kepala seminggu terakhir. Hal ini sejalan dengan penelitian Aliyev (2014) di
Azerbaijan, dimana prevalensi nyeri kepala secara keseluruhan adalah 40,5%.

29

5.2.2. Epidemiologi Nyeri Kepala Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari 26 subjek laki-laki, terdapat sebanyak 8 mahasiswa (30,8%) dengan
riwayat nyeri kepala seminggu terakhir dan 18 mahasiswa (69,2%) tanpa riwayat
nyeri kepala seminggu terakhir. Dari 70 subjek perempuan, terdapat sebanyak 29
mahasiswa (41,4%) dengan riwayat nyeri kepala seminggu terakhir dan 41
mahasiswa (58,6%) tanpa riwayat nyeri kepala seminggu terakhir.
Hal ini sejalan dengan penelitian MacGregor (2011), dimana lebih banyak
perempuan yang mengalami nyeri kepala dibandingkan dengan laki-laki. Rata-rata
prevalensi nyeri kepala pada laki-laki adalah 37%, sedangkan pada perempuan
adalah 52%. Ini disebabkan oleh faktor hormonal pada perempuan.
Ini juga sejalan dengan penelitian Aliyev (2014), dimana prevalensi nyeri
kepala pada laki-laki adalah 13,7%, sedangkan prevalensi nyeri kepala pada
perempuan adalah 26,3%.

5.2.3. Gambaran Penggunaan Obat Nyeri Kepala
Dari 37 subjek yang mempunyai riwayat nyeri kepala, terdapat sebanyak 30
orang (81,1%) mahasiswa menggunakan parasetamol, sebanyak 3 orang (8,1%)
mahasiswa menggunakan ibuprofen, sebanyak 1 orang (2,7%) mahasiswa
menggunakan aspirin, sebanyak 1 orang (2,7%) mahasiswa menggunakan asam
mefenamat, dan sebanyak 2 orang (5,4%) mahasiswa tidak menggunakan obat apa
pun untuk mengobati nyeri kepala.
Hal ini sejalan dengan penelitian Duncan (2006), dimana lebih banyak
masyarakat awam yang menggunakan parasetamol daripada aspirin di Ethiopia.
Meskipun alasan berbeda-beda, faktor yang mendominasi adalah rekomendasi tenaga
kesehatan dan availabilitas parasetamol. Akan tetapi, ini tidak sejalan dengan ulasan
data klinis dan eksperimental oleh Pardutz (2010). Karena sedikitnya uji komparatif
dan ukuran sampel di banyak penelitian, jarang terdapat alasan ilmiah untuk lebih
memilih NSAID yang satu dibandingkan dengan yang lain. Akan tetapi, aspirin dan

30

NSAID seperti ibuprofen terbukti lebih efektif dibandingkan parasetamol. Menurut
Levin (2013), aspirin merupakan analgesik over-the-counter yang paling sering
digunakan pasien untuk tatalaksana nyeri kepala, sedangkan parasetamol adalah
alternatif untuk pasien yang tidak toleran terhadap aspirin.

31

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan uraian-uraian yang dipaparkan, maka didapatkan
kesimpulan:
1. Nyeri kepala merupakan kasus yang cukup sering ditemukan di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara (38,5%).
2. Lebih banyak mahasiswa perempuan dengan riwayat nyeri kepala seminggu
terakhir (41,4%) daripada mahasiswa laki-laki (30,8%).
3. Parasetamol merupakan obat yang paling sering digunakan untuk tatalaksana
nyeri kepala (81,1%).

6.2. Saran
Karena nyeri kepala merupakan kasus yang sering ditemukan sehari-hari, ada
baiknya ketika akan mengonsumsi obat, label pada kemasan obat sebaiknya dibaca
dengan baik terlebih dahulu untuk mengetahui kontraindikasi obat dan efek samping
yang mungkin timbul.
Kepada pengguna parasetamol, hindari konsumsi parasetamol yang
berlebihan karena dapat menyebabkan kerusakan hati. Perlu diingat bahwa salah satu
fungsi parasetamol adalah untuk mengatasi nyeri, sementara nyeri itu sendiri adalah
manifestasi dari suatu penyakit. Artinya, obat ini hanya meringankan gejala suatu
penyakit tanpa mengatasi penyebab penyakit tersebut. Selain itu, penting juga
adanya edukasi mengenai penggunaan parasetamol.

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Nyeri
2.1.1. Definisi Nyeri
Menurut International Association for Study of Pain (1994), nyeri adalah
suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan yang sebenarnya atau potensial, atau yang
digambarkan dalam hal kerusakan tersebut.
Ketidakmampuan individu untuk berkomunikasi secara verbal tidak
menghapuskan kemungkinan seorang individu mengalami nyeri dan memerlukan
tatalaksana yang sesuai untuk meredakan nyeri. Nyeri selalu subjektif. Setiap
individu mempelajari aplikasi istilah tersebut melalui pengalaman yang berhubungan
dengan luka pada awal kehidupan. Para ahli biologi mengenal bahwa stimulus yang
menyebabkan nyeri berhubungan dengan jaringan yang rusak. Dengan demikian,
nyeri adalah pengalaman yang kita hubungkan dengan kerusakan jaringan yang
sebenarnya atau potensial. Nyeri adalah sensasi dari suatu bagian tubuh, tetapi juga
selalu tidak menyenangkan dan oleh sebab itu, nyeri juga merupakan pengalaman
emosional. (International Association for Study of Pain, 1994)

2.1.2 Fisiologi Nyeri
Beberapa reseptor sensoris kutaneus merupakan ujung saraf bebas (free nerve
ending). Sensasi nyeri dan temperatur timbul dari dendrit yang tidak bermielin yang
terletak pada kulit dan jaringan dalam. (Ganong, 2012)
Nosiseptor dapat dibagi menjadi beberapa tipe. Nosiseptor mekanis memberi
respon terhadap tekanan kuat, misalnya dari benda tajam. Nosiseptor termal
diaktivasi oleh kulit pada suhu di atas 42°C atau dingin yang berlebihan. Nosiseptor

5

yang sensitif terhadap zat kimia memberi respon terhadap zat seperti bradikinin,
histamin, asam, dan berbagai iritan lingkungan. Nosiseptor polimodal memberi
respon terhadap kombinasi stimulus – stimulus ini. (Ganong, 2012)
Impuls dari nosiseptor ditransmisikan melalui dua tipe serat, yaitu serat Aδ
bermielin tipis (diameter 2 – 5 μm) dengan laju konduksi sekitar 12 – 35 m/s dan
serat C tanpa mielin (diameter 0.4 – 1.2 μm) dengan laju konduksi sekitar 0.5 – 2 m/s.
Aktivasi serat Aδ mencetuskan pelepasan glutamat dan menyebabkan fast pain atau
epicritic pain yang merupakan respon cepat. Fast pain memediasi kemampuan untuk
melokalisir dan menentukan intensitas nyeri. Aktivasi serat C mencetuskan
pelepasan glutamat dan substansi P dan menyebabkan slow pain atau protopathic
pain. Slow pain merupakan nyeri yang tumpul dan tersebar. (Ganong, 2012)
Variasi reseptor ditemukan pada ujung saraf sensoris nosiseptif yang
memberi respon terhadap stimulus termal, mekanis, dan kimiawi. Kebanyakan
reseptor ini merupakan bagian dari sekelompok kanal kation nonselektif yang
disebut kanal transient receptor potential (TRP). Ini termasuk reseptor TRPV1 (V
merujuk ke kelompok zat kimia yang disebut vanilloid) yang diaktivasi oleh panas,
asam, dan bahan kimia seperti kapsaisin. Reseptor TRPV1 juga dapat diaktivasi
secara tidak langsung oleh aktivasi awal reseptor TRPV3 pada keratinosit di kulit.
Stimulus mekanis, dingin, dan kimiawi dapat mengaktivasi reseptor TRPA1 (A
merupakan ankyrin) pada ujung saraf sensoris. Ujung saraf sensoris juga memiliki
reseptor acid sensing ion channel (ASIC) yang diaktivasi oleh perubahan pH dan
kemungkinan merupakan reseptor dominan dalam memediasi nyeri akibat asam.
(Ganong, 2012)
Beberapa stimulus nosiseptif melepaskan molekul intermediat yang
kemudian mengaktivasi reseptor pada ujung saraf. Misalnya, stimulus nosiseptif
mekanis menyebabkan pelepasan ATP yang bekerja pada reseptor purinergik
(misalnya reseptor ionotropik P2X dan G protein-coupled receptor P2Y). Tyrosine

6

receptor kinase A (TrkA) diaktivasi oleh nerve growth factor (NGF) yang dilepaskan
akibat kerusakan jaringan. (Ganong, 2012)

2.2. Nyeri Kepala
2.2.1 Definisi
Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada seluruh
daerah kepala dari dagu sampai ke daerah belakang kepala. Berdasarkan kausanya,
nyeri kepala dapat digolongkan menjadi nyeri kepala primer dan nyeri kepala
sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala tanpa adanya kelainan anatomi
atau struktur yang jelas, sedangkan nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala
dengan adanya kelainan anatomi atau struktur yang jelas. (Prabawani, 2011)

2.2.2 Epidemiologi
Nyeri kepala merupakan gangguan neurologis yang paling sering ditemukan
dalam praktik sehari-hari. 50% dari populasi umum mengalami nyeri kepala setiap
tahun, dan lebih dari 90% melaporkan riwayat nyeri kepala dalam hidup. Prevalensi
rata-rata migrain dalam hidup adalah 18%, dan diperkirakan prevalensi rata-rata
tahun lalu adalah 13%. Prevalensi tension-type headache (TTH) adalah sekitar 52%
dalam hidup, sedangkan 3% dari populasi umum mengalami chronic headache.
(International Association for the Study of Pain, 2011)
Berdasarkan hasil penelitian multicentre berbasis rumah sakit pada lima
rumah sakit di Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala sebagai
berikut : migrain tanpa aura 10%, migrain dengan aura 1,8%, episodic tension-type
headache 31%, chronic tension-type headache 24%, cluster headache 0.5%, dan
mixed headache 14%. (Surya, 2012)
Perbandingan jumlah penderita migrain pada wanita dan pria adalah dua
sampai tiga wanita per satu pria. Pada saat pubertas, risiko remaja perempuan
menderita nyeri kepala dan migrain adalah 1,5 dan 1,7 kali lebih besar daripada

7

remaja laki-laki. Pada prevalensi tension-type headache, perbandingan jumlah
penderita pria dan wanita adalah 1:1. (International Association for the Study of Pain,
2011)

2.2.3 Faktor Risiko
Kurangnya upaya menjaga kesehatan diri sendiri, ketidakmampuan rileks
setelah bekerja, gangguan tidur, usia muda, kelaparan, dehidrasi, pekerjaan atau
beban yang terlalu berat, caffeine withdrawal, dan fluktuasi hormonal pada wanita
merupakan faktor risiko tension-type headache (TTH). Stress dan konflik emosional
merupakan pemicu tersering TTH. (Anurogo, 2014)
Terdapat peningkatan risiko pada cluster headache yang menunjukkan
adanya hubungan dengan faktor genetik. Terdapat pula penigkatan insidensi trauma
kepala lama pada cluster headache dengan range antara 5% hingga 37%, meskipun
sering terdapat interval yang lama antara trauma kepala dengan onset nyeri kepala.
(Matharu, 2010)
Secara keseluruhan, faktor risiko yang berhubungan dengan perkembangan
chronic daily headache (CDH) meliputi jenis kelamin wanita, pendidikan rendah,
status sosioekonomi rendah, riwayat trauma kepala, obesitas (indeks massa tubuh
lebih besar dari 30), sleep apnea, stress, konsumsi kafein yang berlebihan,
penggunaan obat yang berlebihan, dan depresi. Pada suatu penelitian di Cina, Wang
et al melakukan community-based survey pada penduduk yang berusia 65 tahun atau
lebih. Ditemukan bahwa faltor risiko CDH meliputi penggunaan analgesik yang
berlebihan, riwayat migrain, dan depresi. (Silberstein, 2006)

2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi nyeri kepala menurut The Intemational Classification of
Headache Disorders, 2nd Edition (2004) dalam Ravishankar (2012) adalah:
1. Nyeri kepala primer

8

1.1. Migrain
1.2. Tension-type headache
1.3. Cluster headache and sefalgia trigeminal otonom lain
1.4. Nyeri kepala primer lain
2. Nyeri kepala sekunder
2.1. Nyeri kepala akibat trauma kepala atau leher
2.2. Nyeri kepala akibat kelainan kranial atau servikal
2.3. Nyeri kepala akibat kelainan intrakranial nonvaskuler
2.4. Nyeri kepala akibat obat atau withdrawal
2.5. Nyeri kepala akibat infeksi
2.6. Nyeri kepala akibat kelainan homeostasis
2.7. Nyeri kepala atau fasial akibat kelainan cranium, leher, mata, telinga,
hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur fasial atau kranial lainnya
2.8. Nyeri kepala akibat kelainan psikiatrik
3. Neuralgia kranial dan nyeri fasial
3.1. Neuralgia kranial dan penyebab utama nyeri fasial
3.2. Nyeri kepala lain, neuralgia kranial sentral, atau nyeri fasial primer

2.2.5 Patofisiologi
Beberapa teori yang menyebabkan timbulnya nyeri kepala terus berkembang
hingga sekarang, seperti teori vasodilatasi cranial, aktivasi saraf trigerminal perifer,
lokalisasi dan fisiologi second order trigerminovascular neurons, cortical spreading
depression, dan rostral brainstem activation. (Akbar, 2010)
Variabilitas tinggi pada gambaran klinis migrain, faktor pemicu yang banyak,
serta berbagai abnormalitas fungsional dan biologis berujung pada perkembangan
teori mengenai patofisiologi migrain. Ide patofisiologis telah berkembang dalam pola
pikir yang terbatas, seperti keterlibatan vaskuler, neurogenik, neurotransmitter, dan
faktor genetik dan molekuler. (Kojić, 2013)

9

Karena ciri nyeri kepala yang berdenyut, migrain awalnya dianggap sebagai
kelainan vaskuler pada abad ke-20. Sekarang, banyak fakta yang menyanggah teori
vaskuler sebagai penyebab serangan migrain, seperti: vasodilator intracranial kuat,
yaitu vasoactive intestinal polypeptide (VIP), tidak menyebabkan migrain;
vasodilatasi intrakranial terjadi secara sekunder terhadap stimulasi nyeri kepala; zatzat yang tidak menyebabkan vasokonstriksi seperti aspirin dapat menghentikan
serangan migrain. (Kojić, 2013)
Pendukung teori neurogenik dan neurotransmitter menyatakan bahwa
disfungsi batang otak adalah penyebab utama nyeri kepala migrain. Struktur
neuromodulator, seperti periaqueductal gray matter (PAG), locus coeruleus, dan
nucleus raphe, memodulasi transmisi sinyal nyeri asenden. (Kojić, 2013)
Salah satu teori yang paling sering digunakan mengenai penyebab tensiontype headache (TTH) adalah kontraksi otot wajah, leher, dan bahu. Otot-otot yang
biasanya terlibat antara lain m. splenius capitis, m. temporalis, m. masseter, m.
sternocleidomastoideus, m. trapezius, m. cervicalis posterior, dan m. levator
scapulae. Penelitian mengatakan bahwa para penderita TTH mungkin mempunyai
ketegangan otot wajah dan kepala yang lebih besar daripada orang lain. Kontraksi ini
dapat dipicu oleh posisi tubuh yang dipertahankan secara lama sehingga
menyebabkan ketegangan pada otot. (Akbar, 2010)
Patofisiologi cluster headache tidak sepenuhnya dipahami. Teori sekarang
termasuk dilatasi vaskuler, stimulasi saraf trigerminal, dan efek sirkadian. Pelepasan
histamin, peningkatan jumlah mast cells, faktor genetik, dan aktivasi sistem saraf
otonom juga bisa berkontribusi. (Weaver-Agostoni, 2013)
Acute cluster headache telah ditunjukkan melibatkan aktivasi posterior
hypothalamic gray matter, dan diturunkan secara autosomal dominant dalam sekitar
5% pasien. Hubungan first-degree relative meningkatkan risiko dari 14 hingga 39
kali lipat. Sebuah penelitian menunjukkan adanya hubungan antara cluster headache

10

dengan gen HCRTR2. Gangguan irama sirkadian juga mungkin merupakan
penyebab karena onset nyeri kepala sering pada saat tidur. (Weaver-Agostoni, 2013)

2.2.6 Diagnosis
Klasifikasi IHS menyusun apa yang telah dipikirkan klinisi dari prinsip
utama, yaitu migrain merupakan kumpulan dari gejala. Beberapa gejala lebih
menonjol dari yang lain, tetapi tidak ada yang dominan. Meskipun sifat unilateral,
berdenyut, dan nyeri hebat dengan rasa mual merupakan migrain, nyeri berdenyut
bilateral yang hebat juga bisa merupakan spektrum migrain. (Goadsby, 2003)
Kriteria diagnostik migrain menurut IHS dalam Goadsby (2003) adalah
episode serangan yang berlangsung selama 4-72 jam dengan dua dari ciri-ciri berikut:
unilateral, berdenyut, diperparah oleh gerakan, dan nyeri sedang hingga berat. Mual
dan muntah serta fotofobia dan fonofobia dapat ditemukan.
Pemeriksaan neuroimaging pada pasien migrain dilakukan hanya jika
ditemukan pemeriksaan neurologis abnormal, pasien datang dengan ciri-ciri atipikal,
serangan migrain yang terjadi pertama kali pada usia lebih dari 40 tahun, atau
frekuensi dan intensitas serangan migrain meningkat. (Ravishankar, 2011)
Diagnosis tension-type headache (TTH) hanya bergantung pada tanda dan
gejala. TTH merupakan episode nyeri kepala rekuren yang berlangsung dari menit
hingga minggu. Nyeri TTH umumnya dalam bentuk tekanan dengan intensitas
ringan hingga sedang, bersifat bilateral, dan tidak diperberat oleh aktivitas fisik.
Keluhan mual dan muntah umumnya tidak ada, tetapi keluhan fotofobia dan
fonofobia dapat ditemukan. (Ravishankar, 2011)
Ciri-ciri penting dari cluster headache (CH) adalah periodisitas sirkadian
serangan yang terjadi dalam bentuk klaster setiap hari pada waktu yang sama selama
beberapa haridengan periode remisi yang bervariasi. Nyeri kepala bersifat unilateral,
lokasi sering pada orbital, supraorbital atau temporal, dan berlangsung selama 15-

11

180 menit jika tidak ditatalaksana. Nyeri kepala dapat berhubungan dengan salah
satu gejala berikut: ipsilateral conjunctival injection atau lakrimasi, ipsilateral nasal
congestion atau rinorea, miosis ipsilateral, ptosis, edema kelopak mata ipsilateral,
keringat fasial dan dahi ipsilateral, kegelisahan, atau agitasi selama nyeri kepala.
Frekuensi serangan dapat terjadi antara satu hingga delapan kali sehari. (Ravishankar,
2011)
Meskipun CH sering merupakan nyeri kepala primer, CH dapat merupakan
manifestasi yang langka dari lesi pokok seperti tumor kelenjar pituitari. Pemeriksaan
neuroimaging direkomendasikan untuk CH. (Ravishankar, 2011)

2.2.7 Penatalaksanaan
2.2.7.1 Penatalaksanaan Farmakologis
Dalam migrain episodik, amitriptyline telah dipakai untuk terapi profilaktik
selama 45 tahun terakhir, dan umumnya merupakan obat yang efektif. Selain
menurunkan frekuensi, durasi, dan intensitas serangan nyeri kepala, terapi
amitriptyline dapat meningkatkan respons terhadap tatalaksana akut, menurunkan
gangguan aktivitas, dan menurunkan biaya. (Santiago, 2014)
Penggunaan amitriptyline untuk terapi migrain menurunkan frekuensi nyeri
kepala sebesar 50%. Penelitian menunjukkan adanya penurunan intensitas dan
frekuensi nyeri kepala ketika dibandingkan dengan kelompok venlafaxine dan
penurunan frekuensi dan durasi nyeri kepala ketika dibandingkan dengan plasebo.
(Santiago, 2014)
Dewasa dengan migrain harus mendapatkan pengobatan akut. Pengobatan
teratur yang terlalu sering (lebih dari dua kali seminggu) dapat menyebabkan
medication-overuse headache. (Steiner, 2007)
Setiap pasien migrain harus mengikuti

treatment

ladder

(stepped

management), biasanya mengobati tiga serangan pada setiap langkah sebelum

12

melanjutkan ke langkah berikutnya. Jika strategi ini diikuti dengan tepat, maka
penatalaksanaan yang efektif dapat tercapai. (Steiner, 2007)
Langkah pertama adalah terapi simptomatik yang terdiri atas pemberian
analgesik sederhana dan antiemetik (jika diperlukan). Analgesik yang sering dipakai
adalah asam asetilsalisilat 900 – 1000 mg (hanya pada dewasa), ibuprofen 400 – 800
mg, diclofenac 50 – 100 mg, ketoprofen 100 mg, dan naproxen 500 – 1000 mg. Jika
obat tersebut dikontraindikasikan, maka pasien diberikan parasetamol. Pasien
disarankan untuk menggunakan lebih dari satu jenis analgesik pada langkah pertama
sebelum lanjut ke langkah kedua. (Steiner, 2007)
Jika administrasi per oral tidak memungkinkan akibat adanya gejala muntah,
administrasi rektal dapat dilakukan. Analgesik supersitori yang digunakan adalah
diclofenac 100 mg, ibuprofen 400 mg, ketoprofen 100 – 200 mg, dan naproxen 500 –
1000 mg. (Steiner, 2007)
Langkah kedua adalah terapi spesifik. Obat yang umumnya digunakan adalah
almotriptan, eletriptan, frovatriptan, naratriptan, rizatriptan, sumatriptan, zolmitriptan,
dan ergotamin taltrat, tergantung availabilitas pada setiap negara. (Steiner, 2007)
Penderita migrain diberi terapi profilaktik jika terjadi serangan yang
menyebabkan gangguan berat selama dua hari atau lebih dalam sebulan, terapi akut
optimal tidak meredakan migrain, dan pasien setuju untuk medikasi harian. Indikasi
lain untuk terapi profilaktik adalah risiko penggunaan obat yang terlalu sering
meskipun efektif (tetapi obat profilaktik tidak cocok untuk medication-overuse
headache) dan untuk anak-anak yang sering absen dari sekolah. (Steiner, 2007)
Terapi farmakologis terbatas pada tension-type headache (TTH), tetapi
efektif pada kebanyakan pasien. Pengobatan akut harus dilakukan dengan hati-hati
ketika nyeri kepala sering karena adanya risiko penggunaan obat yang berlebihan.
(Steiner, 2007)
Tatalaksana simptomatik dengan analgesik over-the-counter cocok untuk
TTH episodik yang terjadi dalam kurang dari dua kali seminggu. Obat yang

13

digunakan adalah asam asetilsalisilat 600 – 1000 mg (dewasa), ibuprofen 400 – 800
mg, dan parasetamol 1000 mg. Opioid harus dihindari, terutama kodein,
dihidrokodein, dekstropropoksifen, ataupun kombinasi dari analgesik yang terdiri
atas opioid. Barbiturat juga tidak digunakan untuk tatalaksana farmakologis TTH.
(Steiner, 2007)
Prinsip profilaksis pada penderita tension-type headache (TTH) adalah
intoleransi diturunkan dengan pemberian dosis awal obat yang rendah (10 mg) dan
ditingkatkan sebesar 10 – 25 mg setiap 1 – 2 minggu dan menjaga jadwal untuk
menilai efektivitas. Profilaksis yang tidak efektif tidak boleh dihentikan terlalu cepat;
2 – 3 bulan merupakan minimum untuk mencapai dan mengobservasi efektivitas.
(Steiner, 2007)
Sumatriptan 6 mg yang diberikan secara subkutan adalah tatalaksana akut
cluster headache yang terbukti efektif, tetapi tidak direkomendasikan untuk
penggunaan lebih dari dua kali sehari. Analgesik, termasuk opioid, tidak digunakan
untuk tatalaksana cluster headache. (Steiner, 2007)
Profilaksis episodic cluster headache harus dimulai secepat mungkin setelah
awal serangan klaster (kecuali penggunaan prednisolon, yang hanya digunakan untuk
jangka pendek) dan dihentikan dengan tapering-off dua minggu setelah remisi penuh.
Pada chronic cluster headache, terapi dapat dilanjutkan secara long-term. Obat yang
sering dipakai adalah verapamil 240 – 960 mg setiap hari, prednisolon 60 – 80 mg
selama 2 – 4 hari (dihentikan dengan penurunan dosis selama 2 – 3 minggu), litium
karbonat 600 – 1600 mg setiap hari, ergotamine tartrate 2 – 4 mg setiap hari per
rectum (biasanya diabaikan setiap hari ketujuh), dan methysergide 1 – 2 mg tiga kali
sehari (penggunaan diinterupsi minimal sebulan setiap enam bulan). Kombinasi obat
dapat dicoba, tetapi risiko toksisitas tinggi. (Steiner, 2007)
Menurut Wilmana (1995) dalam Antono (2013), asam asetilsalisilat, atau
yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesik, antipiretik, dan
antiinflamasi yang banyak digunakan sebagai golongan obat bebas.

14

Aspirin sekarang sudah jarang digunakan untuk pengobatan antiinflamasi dan
lebih sering digunakan untuk efek anti-platelet. (Katzung, 2012)
Menurut Mycek

(2001) dalam Antono (2013), dosis oral aspirin untuk

memperoleh efek analgesik dan antipiretik pada manusia adalah 325 – 650 mg empat
kali sehari, sedangkan dosis untuk memperoleh efek antiinflamasi adalah 4 – 6 gram
secara oral per hari. Aspirin berfungsi sebagai analgesik dengan menghambat sintesa
prostaglandin E2.
Ibuprofen adalah derivat sederhana asam fenilpropionat. Pada dosis sekitar
2400 mg per hari, ibuprofen setara dengan efek antiinflamasi aspirin 4 g. Ibuprofen
oral sering diberikan dalam dosis rendah (kurang dari 2400 mg per hari), dimana
terdapat efek analgesik tetapi tidak efektif sebagai antiinflamasi. (Katzung, 2012)
Ketoprofen adalah derivat asam propionate yang menginhibisi COX secara
nonselektif dan lipoksigenase. Efektivitas ketoprofen pada dosis 100-300 mg per hari
setara

dengan

NSAID

lain.

Meskipun

ketoprofen

berpengaruh

terhadap

prostaglandin dan leukotrien, ketoprofen tidak lebih efektif secara klinis jika
dibandingkan dengan NSAID lain. (Katzung, 2012)
Naproxen adalah derivat asam naftilpropionat. Insiden perdarahan saluran
cerna bagian atas akibat penggunaan over-the-counter rendah, tetapi masih dua kali
lebih tinggi dari over-the-counter ibuprofen. (Katzung, 2012)
Asetaminofen adalah metabolit aktif fenasetin yang memiliki efek analgesik.
Asetaminofen merupakan inhibitor COX-1 dan COX-2 yang lemah pada jaringan
perifer. Meskipun dikatakan setara terhadap aspirin sebagai analgesik dan antipiretik,
asetaminofen tidak memiliki sifat antiinflamasi. Obat ini efektif untuk tatalaksana
nyeri ringan hingga sedang seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri postpartum, dan
keadaan dimana aspirin merupakan analgesik yang efektif. Asetaminofen lebih
digunakan pada pasien yang alergi terhadap aspirin atau tidak dapat mentoleransi
salisilat. (Katzung, 2012)

15

Diclofenac adalah derivat asam fenilasetat yang merupakan inhibitor COX
nonselektif. Ulserasi gastrointestinal lebih jarang terjadi pada penggunaan diclofenac
dibandingkan dengan NSAID lain. (Katzung, 2012)
Sumatriptan digunakan secara subkutan atau intranasal. Efektivitas
sumatriptan oral tidak diketahui. Pada pasien dengan cluster headache episodik atau
kronis, sumatriptan subkutan lebih efektif dalam menurunkan keparahan dan durasi
nyeri kepala pada menit kelima belas, sedangkan sumatriptan intranasal lebih efektif
untuk meredakan nyeri, durasi serangan, dan jumlah serangan pada menit ketiga
puluh. (Matharu, 2010)

2.2.7.2 Penatalaksanaan Nonfarmakologis
Selain terapi farmakologis profilaktik, beberapa penelitian menunjukkan
manfaat intervensi nonfarmakologis seperti senam aerobik. Olahraga dengan
intensitas sedang yang dilakukan secara teratur dapat meningkatkan relaksasi otot,
meningkatkan kesehatan kardiovaskuler, dan juga menurunkan frekuensi, intensitas
dan durasi serangan nyeri kepala. (Santiago, 2014)
Terapi relaksasi dan biofeedback secara potensial merupakan pilihan efektif
ketika tatalaksana farmakologis harus dihindari. Manfaat fisioterapi juga telah
terbukti pada pasien dengan tension-type headache (TTH). Diperlukan dokter yang
terampil untuk memberikan terapi tersebut. (Steiner, 2007)
Akupunktur memberi manfaat kepada penderita migrain atau tension-type
headache (TTH), meskipun uji klinis luas gagal membedakan akupunktur dengan
prosedur palsu. (Steiner, 2007)
Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) dapat meredakan nyeri
kronis, tetapi tidak terbukti dalam tatalaksana nyeri kepala. Beberapa pasien
menemukan bahwa kompres es yang diaplikasikan di kepala atau leher dapat
meredakan nyeri. Prosedur operasi pada wajah atau leher tidak memberikan
keuntungan dan secara potensial berbahaya. (Steiner, 2007)

16

2.2.7.3 Edukasi dan Pencegahan
Pada pasien migrain, latihan secara teratur serta hindari faktor predisposisi
akan memberi keuntungan. (Steiner, 2007)
Pada pasien tension-type headache (TTH), bersantai seperti pemijatan atau
mandi air hangat dapat bermanfaat. Menyesuaikan diri terhadap stress dengan latihan
pernapasan dan relaksasi dapat mencegah nyeri kepala. (Steiner, 2007)
Pada pasien cluster headache, analgesik umumnya tidak efektif karena
analgesik memerlukan waktu yang lama. Penatalaksanaan pada awal episode klaster
lebih efektif, sehingga pasien disarankan untuk segera mencari bantuan medis
secepatnya. (Steiner, 2007)

2.2.8 Prognosis
Tidak ada obat yang pasti untuk migrain, tetapi serangan pada penderita
migrain lebih jarang di kemudian hari. (Steiner, 2007)
Tension-type headache (TTH) pada kondisi tertentu dapat menyebabkan
nyeri hebat, tetapi tidak membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan
ataupun dengan menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika
merupakan TTH yang timbul akibat pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh
dengan terapi obat berupa analgesik. TTH biasanya mudah diobati sendiri. Dengan
pengobatan, relaksasi, perubahan pola hidup, dan terapi lain, lebih dari 90% pasien
TTH dapat sembuh dengan baik. (Akbar, 2010)
Cluster headache dapat mengalami rekurensi setelah beberapa tahun. (Steiner,
2007)

2.3. Penggolongan Obat
2.3.1. Tujuan Penggolongan Obat

17

Penggolongan obat dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan
penggunaan serta pengamanan distribusinya. (Muchid, 2006)

2.3.2. Golongan Obat
Menurut Permenkes No. 917/1993, obat digolongkan menjadi obat bebas,
obat bebas terbatas, obat keras dan psikotropika, dan obat narkotika. (Muchid, 2006)
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran
hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah parasetamol. (Muchid,
2006)
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi
masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda
peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah
lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah chlorpheniramin
maleat. (Muchid, 2006)
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.
Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah
dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah asam mefenamat. (Muchid,
2006)
Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Contohnya adalah diazepam dan fenobarbital. (Muchid, 2006)
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri
dan menimbulkan ketergantungan. Contohnya adalah morfin dan petidin. (Muchid,
2006)

18

2.3.3 Daftar Obat NSAID yang Memerlukan Resep
Tabel 2.1. Daftar obat NSAID yang memerlukan resep (Food and Drug
Administration, 2008)
Generic Name

Trade Name

Celecoxib

Celebrex

Diclofenac

Cataflam, Voltaren, Arthrotec (combined with
misoprostol)

Diflunisal

Dolobid

Etodolac

Lodine, Lodine XL

Fenoprofen

Nalfon, Nalfon 200

Flurbiprofen

Ansaid

Ibuprofen

Motrin, Tab-Profen, Vicoprofen* (combined with
hydrocodone),

Combunox

(combined

with

oxycodone)
Indomethacin

Indocin, Indocin SR, Indo-Lemmon, Indomethagan

Ketoprofen

Oruvail

Ketorolac

Toradol

Mefenamic acid

Ponstel

Meloxicam

Mobic

Nabumetone

Relafen

Naproxen

Naprosyn, Anaprox, Anaprox DS, EC-Naproxyn,
Naprelan,

Naprapac

(copackaged

lansoprazole)
Oxaprozin

Daypro

Piroxicam

Feldene

Sulindac

Clinoril

Tolmetin

Tolectin, Tolectin DS, Tolectin 600

with

19

* Vicoprofen mempunyai dosis ibuprofen yang sama dengan NSAID over-thecounter (OTC), umumnya digunakan selama kurang dari sepuluh hari untuk
mengurangi nyeri. Label NSAID OTC memperingatkan bahwa penggunaan jangka
panjang dan berkelanjutan dapat meningkatkan risiko serangan jantung atau stroke.

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Nyeri kepala merupakan salah satu masalah kesehatan utama pada
masyarakat. Menurut Thomson Medstat (2006) dalam Ambarsari (2013), penelitian
yang dilakukan pada pekerja di Amerika Serikat melaporkan sebanyak 220,140
pekerja mengalami nyeri kepala migrain sedangkan sebanyak 1,1 juta pekerja tidak
mengalami nyeri kepala. Penelitian memperkirakan biaya penyakit nasional akibat
nyeri kepala migrain sebesar 12,7 miliar US dollar per tahun untuk biaya kesehatan
dan 12 miliar US dollar per tahun untuk biaya nonkesehatan seperti ketidakhadiran
dan kompensasi pekerja.
Nyeri kepala merupakan gangguan neurologis yang paling sering ditemukan
dalam praktik sehari-hari. 50% dari p