Pengaruh Pemerataan Beban Terhadap Rugi-Rugi Jaringan Tegangan Rendah Transformator Distribusi (Aplikasi Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota)

(1)

TUGAS AKHIR

PENGARUH PEMERATAAN BEBAN TERHADAP RUGI-RUGI

JARINGAN TEGANGAN RENDAH TRANSFORMATOR

DISTRIBUSI

(Aplikasi Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota)

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana ( S-1 ) pada

Departemen Teknik Elektro

Oleh

DAVID E. SIBARANI NIM : 040402048

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PEMERATAAN BEBAN TERHADAP RUGI-RUGI

JARINGAN TEGANGAN RENDAH TRANSFORMATOR

DISTRIBUSI

(Aplikasi Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota)

Oleh :

DAVID E. SIBARANI NIM : 04 0402 048

Disetujui oleh : Pembimbing

Ir. SYARIFUDDIN SIREGAR NIP : 130 535 826

Diketahui oleh :

Ketua Departemen Teknik Elektro FT-USU

Ir. NASRUL ABDI, MT NIP. 131 459 554

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

Sistem distribusi tenaga listrik pada dasarnya adalah suatu proses untuk menyalurkan tenaga listrik dari sistem transmisi tenaga listrik 150 kV ke pelanggan-pelanggan listrik (konsumen), baik konsumen 20 kV maupun konsumen 380/220 V. Sistem distribusi yang lebih kompleks jaringannya adalah sistem distribusi tegangan rendah (380/220 V), karena jaringan distribusi tegangan rendah mempunyai cakupan jaringan yang sangat luas.

Hal ini sering kali menyebabkan sistem distribusi tegangan rendah menjadi tidak seimbang/ merata, karena pada umumnya pelanggan jaringan tegangan rendah memanfaatkan tenaga listrik satu fasa. Apabila wiring/ penyambungan pelanggan ke sistem distribusi tegangan rendah tidak memperhatikan beban di masing-masing fasa, pada akhirnya sistem distribusi tegangan rendah akan mengalami kepincangan dalam pembebanannya.

Akibat dari sistem distribusi tegangan rendah yang tidak seimbang tentunya akan berpengaruh terhadap banyak hal, seperti kinerja transformator, panas berlebih pada fasa beban lebih, arus yang mengalir pada penghantar netral, drop tegangan pada fasa beban lebih dan pada akhirnya kualitas tenaga listrik di tingkat konsumen akan menurun.

Arus netral yang berlebih yang timbul akibat pembebanan yang tidak seimbang di masing-masing fasa akan menyebabkan panas berlebih pada penghantar netral. Panas ini tentunya merupakan suatu rugi-rugi yang seharusnya tidak perlu terjadi.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Bapa yang ada di surga atas segala kasih karunia, pengetahuan, dan tuntunannya selama Penulis melaksanakan studi hingga terselesaikannya tugas akhir ini

Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat bagi Penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatra Utara.

Adapun judul tugas akhir ini adalah :

PENGARUH PEMERATAAN BEBAN TERHADAP RUGI-RUGI JARINGAN TEGANGAN RENDAH TRANSFORMATOR DISTRIBUSI

Selama masa kuliah sampai masa penyelesaian tugas akhir ini, Penulis banyak memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh ketulusan hati, Penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua Orangtua tercinta, Alm. L. Sibarani dan E. Pasaribu yang selalu memberikan dukungan, perhatian, dan doa yang tak henti-hentinya selama hidup Penulis.

2. Adekku Johannes A. Sibarani, juga seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan dan cinta yang tulus selalu.

3. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT selaku Ketua Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik , Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Rahmat Fauzi ST, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik , Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir. Syarifuddin Siregar selaku Dosen Pembimbing Penulis yang telah meluangkan waktu dan tempat untuk membimbing dan membantu Penulis menyelesaikan Tugas akhir ini.


(5)

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman S. Baafai selaku Dosen Wali Penulis selama menyelesaikan pendidikan di Universitas Sumatera Utara yang juga banyak memberi inspirasi,masukan dan dorongan spiritual kepada Penulis dalam menyelesaikan studi di Departemen Teknik Elektro FT-USU.

7. Seluruh Staff Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Elektro FT-USU 8. Bapak Suwito, selaku Supervisor Pemeliharaan Distribusi PT. PLN (Persero)

Cabang Medan.

9. Bapak Syed Radim, selaku Manajer Rayon Medan Kota dan juga Bapak Koster Nadeak, selaku Supervisor Pemeliharaan Distribusi Rayon Medan Kota

10.Seluruh Staff dan Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Sumetera Utara dan PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota yang telah membantu penulis selama penelitian.

11.Adekku yang kusayangi Ezra M. Sinaga, SKM buat doa, waktu dan semua dukungan yang telah memberi semangat kepada penulis menyesaikan Tugas akhir ini.

12.Rekan-rekan asisten dan teman-teman di Laboratorium Elektronika Dasar Departemen Teknik Elektro FT. USU, Sutrisno Purba, ST , Jeremia Purba, ST yang banyak membarikan bantuan dan masukan kepada penulis.

13.Semua rekan – rekan di Fakultas Teknik Elektro USU terutama angkatan 2004 yang telah banyak memberi warna dalam hidup Penulis.

14.Semua teman- teman dalam team Praise & Worship GKII Pusat Medan buat semua doa dan dukungannya buat penulis terutama buat Wawa, Kak Vicky, Kak Joyce, Kak Peggy.


(6)

15.Semua orang yang tidak dapat disebutkan satu persatu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan isi dan analisa yang disajikan. Akhir kata, semoga tulisan ini bermamfaat bagi Pembaca.

Medan, April 2009

David E. Sibarani NIM. 040402048


(7)

DAFTAR ISI

Abstrak...i

Kata Pengantar...ii

Daftar Isi...v

Daftar Gambar...ix

Daftar Tabel...xii

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang...1

I. 2 Tujuan Penulisan...2

I. 3 Batasan Masalah...3

I. 4 Metode Penulisan...3

I. 5 Sistematika Penulisan...4

BAB II TRANSFORMATOR II. 1. Umum………...6

II. 2. Konstruksi Transformator………...………..7

II. 3 Prinsip Kerja Transformator...………....9

II.3.1 Keadaan Transformator Tanpa Beban...11

II.3.2 Keadaan Transformator Berbeban...15

II. 4 Rangkaian Ekivalen Transformator...……….17

II.4.1 Pengukuran Beban Nol...20

II.4.2 Pengukuran Hubung Singkat...21

II. 5 Rugi-rugi Pada Transformator...………..23


(8)

II.5.2 Rugi Besi...23

II. 6 Transformator Tiga Fasa...24

II.6.1 Umum...24

II.6.2 Konstruksi Transformator Tiga Fasa...25

II.6.3 Hubungan Tiga Fasa Pada Transformator...26

BAB III SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK III. 1 Umum……….33

III.1.1 Jaringan Tegangan Menengah...35

III.1.1.1 Sistem Radial...36

III.1.1.2 Sistem Open Loop...36

III.1.1.3 Sistem Close Loop...37

III.1.1.4 Sistem Spindel...37

III.1.1.5 Sistem Cluster...38

III. 2 Transformator Distribusi...………...38

III.2.1 Konstruksi Umum...39

III.2.2 Sistem Pendinginan Transformator...41

III.2.3 Kenaikan Suhu Trafo (Temperatur Rise)...42

III.2.4 Konstruksi dan Bahan Bushing (Tipe Indoor Dan Outdoor ).43 III.2.5 Peralatan Tambahan...44

III.2.6 Spesifikasi Umum Tegangan Primer Transformator Distribusi...46

III.2.7 Spesifikasi Umum Tegangan Sekunder Transformator Distribusi...46


(9)

III.2.8 Spesifikasi Umum Penyadapan (Taping) Transformator

Distribusi...47

III.2.9 Spesifikasi Umum Daya Pengenal Transformator Distribusi 48 III.2.10 Spesifikasi Umum Rugi-Rugi Transformator Distribusi...48

III.2.11 Klasifikasi Beban Transformator Distribusi...49

III.2.12 Sistem Tiga Fasa...51

III.2.7.1 System Hubungan Wye (Y) dan Delta (Δ)...52

III.2.7.2 System Hubungan Zig-Zag...53

III.2.7.3 Beban Seimbang Terhubung Wye (Y)...54

III.2.7.4 Beban Tidak Seimbang Terhubung Wye (Y)...55

III. 3 Jaringan Tegangan Rendah...55

III.3.1 Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR)...…...56

III.3.2 Saluran Kabel Tegangan Rendah (SKTR)...57

III.3.3 Komponen Pada Jaringan Tegangan Rendah...57

III.3.4 Losses Pada Jaringan Distribusi...58

III.3.4.1 Losses Pada Penghantar Fasa...59

III.3.4.2 Losses Akibat Beban Tidak Seimbang...59

III.3.4.3 Losses Pada Sambungan Tidak Baik...60

III.4 Rak Tegangan Rendah...61

BAB IV PENGARUH PEMERATAAN BEBAN TERHADAP RUGI-RUGI JARINGAN TEGANGAN RENDAH TRANSFORMATOR DISTRIBUSI IV. 1 Umum...…...62


(10)

IV.2 Metoda Pengumpulan Data...…...64 IV.3 Pembahasan Pemerataan Beban Jaringan Tegangan Rendah

Transformator Distribusi...64 IV.3.1 Kegiatan Pemerataan Beban Jurusan C Gardu MK-294...66 IV.3.2 Perhitungan Penekanan Loses Arus Netral di Jurusan C...70

BAB V PENUTUP

Kesimpulan...78 Saran...79 DAFTAR PUSTAKA………80 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

Gambar 2.1 Konstruksi transformator tipe inti (core form)...8

Gambar 2.2 Konstruksi lempengan logam inti trafo bentuk L dan U...8

Gambar 2.3 Transformator tipe cangkang (shell form)...9

Gambar 2.4 Konstruksi lempengan logam inti trafo bentuk E, I dan F...9

Gambar 2.5 Transformator dalam keadaan tanpa beban...11

Gambar 2.6 Arus Peneralan dalam rangkaian vekoris dan skematis ...15

Gambar 2.7 Transformator dalam keadaan tanpa beban...15

Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen transformator dalam keadaan berbeban...16

Gambar 2.9 Gambar rangkaian transformator ideal ………...18

Gambar 2.10 Diagram vektor model rangkaian transformator ideal...18

Gambar 2.11 Gambar rangkaian ekivalen transformator...19

Gambar 2.12 Penyedehanaan rangkaian ekivalen transformator...20

Gambar 2.13 Diagram vektor parameter sekunder pada rangkaian primer………...20

Gambar 2.14 Hasil akhir penyederhanaan rangkaian ekivalen trafo...21

Gambar 2.15 Rangkaian pengukuran beban nol...22

Gambar 2.16 Rangkaian pengukuran hubung singkat...23

Gambar 2.17 Rangkaian ekivalen pengukuran hubung singkat...23

Gambar 2.18 Blok diagram rugi-rugi pada transformator...24

Gambar 2.19 Konstruksi trafo tiga fasa tipe inti...26

Gambar 2.20 Transformator tiga fasa tipe cangkang...27


(12)

Gambar 2.22 Transformator hubungan - ∆...29

Gambar 2.23 Transformator hubungan YY...31

Gambar 2.24 Transformator hubungan Y∆...32

Gambar 2.25 Transformator hubungan ∆Y...33

Gambar 2.26 Transformator hubungan ∆∆...34

Gambar 3.1 Gambaran umum distribusi tenaga listrik...35

Gambar 3.2 Sistem radial...36

Gambar 3.3 Sistem open loop...37

Gambar 3.4 Sistem close loop...37

Gambar 3.5 Sistem spindel...38

Gambar 3.6 Sistem cluster...39

Gambar 3.7 Ko nst ruks i U mu m Tra ns fo r ma to r Dist r ibu s i ... ...39

Gambar 3.8 Ko nst ruks i Le ngk ap Trans fo r mat o r. .. ... . .. . ... .. ... . .. . ... .. ... . 40

Gambar 3.9 B e nt u k ( Ko n s t r u k s i B u s h i n g ) . . . 4 3 Gambar 3.10 Sistem tiga fasa sebagai tiga sistem fasa tunggal...51

Gambar 3.11 Bentuk gelombang pada sistem tiga fasa...52

Gambar 3.12 Sistem Hubungan Y dan sistem Δ...53

Gambar 3.13 Sistem Hubungan Zig-Zag (Z)...………...54

Gambar 3.14 Beban tidak seimbang terhubung bintang empat kawat...55

Gambar 3.15 Sambungan kabel...60

Gambar 4.1 Vektor diagram arus……….63

Gambar 4.2 Panel CDT 16409 beban tidak merata………68


(13)

Gambar 4.4 Kurva Perbandingan Arus Netral Sebelum dan Sesudah Pemerataan Beban Jurusan C...75 Gambar 4.5 Kurva Perbandingan Losses Sebelum dan Sesudah Pemerataan Beban


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Macam sistem pendingin transformator menurut IEC………...42

Tabel 3.2 Kenaikan Suhu Trafo...42

Tabel 3.3 Nilai Daya Pengenal Transformator Distribusi...48

Tabel 3.4 Nilai Rugi-rugi Transformator Distribusi...43

Tabel 3.5 Klasifikasi Beban Pelanggan Listrik PLN...44

Tabel 3.6 Karakteristik twisted kabel aluminium (NFA2X)...52

Tabel 4.1 Pengukuran Trafo Distribusi oleh Petugas Hardis ...…………...62

Tabel 4.2 Tabel Hasil Ukur Beban Gardu Dari Survey……….63

Tabel 4.3 Hasil Ukur Beban Pelanggan……….64

Tabel 4.4 Perencanaan Permerataan Beban Jurusan C………..65

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Beban Setelah Pemerataan Beban……….68

Tabel 4.6 Losses Pada Hantaran Netral Sebelum Pemerataan Beban Jurusan C...73

Tabel 4.7 Losses Pada Hantaran Netral Sesudah Pemerataan Beban Jurusan C...74


(15)

ABSTRAK

Sistem distribusi tenaga listrik pada dasarnya adalah suatu proses untuk menyalurkan tenaga listrik dari sistem transmisi tenaga listrik 150 kV ke pelanggan-pelanggan listrik (konsumen), baik konsumen 20 kV maupun konsumen 380/220 V. Sistem distribusi yang lebih kompleks jaringannya adalah sistem distribusi tegangan rendah (380/220 V), karena jaringan distribusi tegangan rendah mempunyai cakupan jaringan yang sangat luas.

Hal ini sering kali menyebabkan sistem distribusi tegangan rendah menjadi tidak seimbang/ merata, karena pada umumnya pelanggan jaringan tegangan rendah memanfaatkan tenaga listrik satu fasa. Apabila wiring/ penyambungan pelanggan ke sistem distribusi tegangan rendah tidak memperhatikan beban di masing-masing fasa, pada akhirnya sistem distribusi tegangan rendah akan mengalami kepincangan dalam pembebanannya.

Akibat dari sistem distribusi tegangan rendah yang tidak seimbang tentunya akan berpengaruh terhadap banyak hal, seperti kinerja transformator, panas berlebih pada fasa beban lebih, arus yang mengalir pada penghantar netral, drop tegangan pada fasa beban lebih dan pada akhirnya kualitas tenaga listrik di tingkat konsumen akan menurun.

Arus netral yang berlebih yang timbul akibat pembebanan yang tidak seimbang di masing-masing fasa akan menyebabkan panas berlebih pada penghantar netral. Panas ini tentunya merupakan suatu rugi-rugi yang seharusnya tidak perlu terjadi.


(16)

BAB I PEDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PT PLN merupakan perusahaan penyedia listrik untuk umum satu satunya di Indonesia. Permasalahan utama yang dihadapi PLN adalah mulai terjadinya krisis energi yang mengglobal. Hal ini menyebabkan PT PLN harus melakukan efisiensi di segala sektor, dan yang paling utama adalah di sektor penyediaan tenaga listrik.

Pemerataan beban merupakan salah satu cara untuk mengurangi losses teknik. Pengurangan losses terjadi dengan prinsip mengurangi arus yang mengalir di hantaran netral. Idealnya arus yang mengalir di sepanjang hantaran netral adalah nol, tetapi karena pengaruh dari beban yang tidak seimbang maka hantaran netral akan berarus. Sedangkan hantaran netral merupakan konduktor yang memiliki nilai resistansi, sehingga arus yang melalui hantaran ini sebagian berubah menjadi panas yang didisipasikan ke lingkungan sekitar sebagai losses.

Meskipun di sepanjang jaringan tegangan rendah, pada beberapa titik terdapat pentanahan netral. Tetapi hasil ukur arus netral di gardu menunjukkan suatu nilai yang cukup signifikan. Hal ini terjadi karena pentanahan netral tidak mampu membuang arus netral yang cukup besar akibat dari beban yang tidak seimbang.

Salah satu cara yang paling mudah adalah dengan pemerataan beban pada jaringan tegangan rendah. Pemerataan beban dilakukan dengan jalan, memindah beban(sambungan rumah) dari fasa yang berat (pada JTR) ke fasa yang lebih ringan. Arus yang mengalir dari tiap fasa akan melalui hantaran netral dengan melalui peralatan pelanggan terlebih dahulu(menjadi arus netral). Ketika beban menjadi lebih seimbang, maka arus netral ini akan memiliki nilai yang relatif kecil, karena arus dari


(17)

tiap fasa akan saling meniadakan. Proses saling meniadakan terjadi karena arus dari tiap fasa akan memiliki beda fasa kurang lebih sebesar 120 (tergantung dari besar faktor daya dari masing –masing beban).

Oleh karena itu diperlukan suatu pembahasan untuk mengetahui pengaruh pemerataan beban terhadap rugi-rugi jaringan tegangan rendah dan efisiensi transformator distribusi pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota.

I.2 TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemerataan beban untuk mengurangi rugi-rugi jaringan tegangan rendah pada trafo disribusi.

Manfaat penulisan tugas akhir ini :

1. Untuk memahami pemerataan beban dalam mengurangi rugi-rugi jaringan tegangan rendah.

2. Untuk memperdalam pengetahuan tentang trafo distribusi.

3. Untuk memberi masukan dalam hal peningkatan kualitas pelayanan pelanggan PLN.

I.3 BATASAN MASALAH

Agar tujuan penulisan tugas akhir ini sesuai dengan yang diharapkan serta terarah pada judul dan bidang yang telah disebutkan di atas, maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas


(18)

1. Membahas pemerataan beban tidak seimbang pada sistem distribusi tegangan rendah.

2. Pemerataan beban dilakukan pada salah satu jurusan trafo distribusi. 3. Tidak membahas perubahan arus akibat gangguan pada sistem. 4. Tidak membahas masalah stabilitas dan harmonisa.

I.4 METODE PENULISAN

Untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini maka penulis menerapkan beberapa metode studi diantaranya :

1. Studi Literatur, yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik Tugas Akhir ini, baik dari buku referensi, artikel, jurnal, internet dan lain-lain.

2. Studi Lapangan, yaitu dengan melakukan pengambilan data pembebanan pada salah satu transformator distribusi pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota.

3. Studi Bimbingan, yaitu dengan melakukan diskusi tentang topik Tugas Akhir ini dengan Dosen Pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan dosen-dosen bidang Konversi Energi Listrik, asisten Laboratorium Konversi Energi Listrik dan teman-teman sesama mahasiswa.

I.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN


(19)

Bagian ini berisikan latar belakang, tujuan penulisan, batasan masalah, manfaat penulisan, metode dan sistematika penulisan.

BAB II TRANSFORMATOR

Bab ini menjelaskan tentang transformator secara umum, konstruksi, prinsip kerja, keadaan tanpa beban, keadaan berbeban, rangkaian ekivalen, rugi-rugi pada trnasformator, transformator tiga fasa, konstruksi transformator tiga fasa, hubungan belitan transformator tiga fasa.

BAB III SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

Bab ini menjelaskan tentang sistem distribusi tenaga listrik secara umum, transformator distribusi, jaringan tegangan rendah, rak tegangan rendah.

BAB IV PENGARUH PEMERATAAN BEBAN TERHADAP

RUGI-RUGI JARINGAN TEGANGAN RENDAH TRANSFORMATOR DISTRIBUSI

Bab ini berisi pembahasan secara umum, metode pengumpulan data, pembahasan pemerataan beban jaringan tegangan rendah trafo distribusi.

BAB V PENUTUP

Bagian ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil analisa data.


(20)

BAB II

TRANSFORMATOR II.1 UMUM

Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang mampu mengubah maupun untuk menyalurkan energi listrik arus bolak-balik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik arus bolak-balik yang lain, melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik yang dapat menaikkan/menurunkan tegangan/arus dengan frekuensi yang sama. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti, yang terbuat dari besi berlapis, dan dua buah kumparan, yaitu kumparan primer, dan kumparan sekunder. Rasio perubahan tegangan akan tergantung dari rasio jumlah lilitan pada kedua kumparan itu. Biasanya kumparan terbuat dari kawat tembaga yang dibelit pada sekeliling “kaki” inti transformator.

Penggunaan transformator yang sangat sederhana dan andal merupakan salah satu alasan penting dalam pemakaiannya dalam penyaluran tenaga listrik arus bolak-balik, karena arus bolak–balik sangat banyak dipergunakan untuk pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik. Pada penyaluran tenaga listrik arus bolak-balik terjadi kerugian energi sebesar I2R watt. Kerugian ini akan banyak berkurang apabila tegangan dinaikkan setinggi mungkin. Dengan demikian maka saluran–saluran transmisi tenaga listrik senantiasa mempergunakan tegangan yang tinggi. Hal ini dilakukan terutama untuk mengurangi kerugian energi yang terjadi, dan menaikkan tegangan listrik di pusat listrik dari tegangan generator yang biasanya berkisar antara

6 kV - 23 kV yang kemudian, dengan bantuan transformator tegangan tersebut


(21)

tegangan ke pusat penerima; di sini tegangan diturunkan menjadi tegangan subtransmisi 70 kV. Pada gardu induk (GI), tenaga listrik yang diterima kemudian dilepaskan menuju trafo distribusi (TD) dalam bentuk tegangan menengah 20 kV. Melalui trafo distribusi yang tersebar di berbagai pusat-pusat beban, tegangan distribusi primer ini diturunkan menjadi tegangan rendah 380/220 V yang akhirnya diterima pihak pemakai.

Transformator yang dipakai pada jaringan tenaga listrik merupakan transformator tenaga. Disamping itu ada jenis–jenis transformator lain yang banyak dipergunakan, dan yang pada umumnya merupakan transformator yang jauh lebih kecil. Misalnya transformator yang dipakai di rumah tangga untuk menyesuaikan tegangan dari lemari es dengan tegangan yang berasal dari jaringan listrik atau transformator yang lebih kecil, yang dipakai pada lampu TL. Dan yang lebih kecil lagi, transformator–transformator “mini” yang dipergunakan pada berbagai alat elektronik, seperti pesawat penerima radio, televisi, dan lain sebagainya.

II.2 KONSTRUKSI TRANSFORMATOR

Pada dasarnya transformator terdiri dari kumparan primer dan sekunder yang dibelitkan pada inti ferromagnetik. Berdasarkan letak kumparan terhadap inti, transformator terdiri dari dua macam konstruksi, yaitu tipe inti (core type) dan tipe cangkang (shell type). Kedua tipe ini menggunakan inti berlaminasi yang terisolasi satu sama lainnya, dengan tujuan untuk mengurangi rugi-rugi arus eddy.


(22)

Tipe inti (Core form)

Tipe inti ini dibentuk dari lapisan besi berisolasi berbentuk persegi dan kumparan transformatornya dibelitkan pada dua sisi persegi. Pada konstruksi tipe inti, lilitan mengelilingi inti besi yang disebut dengan kumparan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Konstruksi transformator tipe inti (core form)

Sedangkan konstruksi intinya pada umumnya berbentuk huruf L atau huruf U, dapat kita lihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Konstruksi lempengan logam inti transformator bentuk L dan U

Tipe cangkang (Shell form)

Jenis konstruksi transformator yang kedua yaitu tipe cangkang yang dibentuk dari lapisan inti berisolasi, dan kumparan dibelitkan di pusat inti, dapat dilihat pada gambar 2.3.


(23)

Gambar 2.3 Transformator tipe cangkang (shell form)

Pada transformator ini, kumparan atau belitan transformator dikelilingi oleh inti. Sedangkan konstruksi intinya pada umumnya berbentuk huruf E, huruf I atau huruf F seperti terlihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Konstruksi lempengan logam inti transformator bentuk E, I dan F

II.3 PRINSIP KERJA TRANSFORMATOR

Transformator terdiri atas dua buah kumparan (primer dan sekunder) yang bersifat induktif. Kedua kumparan ini terpisah secara elektris namun berhubungan secara magnetis melalui jalur yang memiliki reluktansi (reluctance) rendah. Apabila kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik maka fluks bolak-balik akan muncul di dalam inti yang dilaminasi, karena kumparan tersebut membentuk jaringan tertutup maka mengalirlah arus primer. Akibat adanya fluks di kumparan primer maka di kumparan primer terjadi induksi (self induction) dan terjadi pula induksi di kumparan sekunder karena pengaruh induksi dari kumparan primer atau disebut sebagai induksi bersama (mutual induction) yang menyebabkan timbulnya fluks magnet di kumparan sekunder, maka mengalirlah arus sekunder jika


(24)

rangkaian sekunder dibebani, sehingga energi listrik dapat ditransfer keseluruhan (secara magnetisasi).

dt d N

e=(−) φ (Volt) ………(2.1) Dimana : e = gaya gerak listrik (Volt)

N = jumlah lilitan (turn)

dt dφ

= perubahan fluks magnet (weber/sec)

Perlu diingat bahwa hanya tegangan listrik arus bolak-balik yang dapat ditransformasikan oleh transformator, sedangkan dalam bidang elektronika, transformator digunakan sebagai gandengan impedansi antara sumber dan beban untuk menghambat arus searah sambil tetap melakukan arus bolak-balik antara rangkaian.

Tujuan utama menggunakan inti pada transformator adalah untuk mengurangi reluktansi (tahanan magnetis) dari rangkaian magnetis (common magnetic circuit).

II.3.1 Keadaan Transformator Tanpa Beban

Bila kumparan primer suatu transformator dihubungkan dengan sumber tegangan V yang sinusoidal, akan mengalir arus primer 1 I (arus eksitasi) yang juga 0

sinusoidal, dan dengan menganggap belitan N reaktif murni, 1 I akan tertinggal 900 o

dari V . 1

Arus primer I menimbulkan fluks (0 φ) yang sefasa dan juga berbentuk sinusoidal. Fluks bolak-balik ini akan memotong kumparan primer dan kumparan


(25)

sekunder, dan harganya naik turun dalam arah bolak-balik, sehingga menginduksikan ggl pada kedua lilitan tersebut. Ggl yang diinduksikan dalam kumparan primer akan melawan tegangan V yang dikenakan. 1

φ

V1

I1

N1 E1 E2 N2 V2

Gambar 2.5. Transformator dalam keadaan tanpa beban

t ω φ

φ = maxsin (weber) ………...(2.2) Fluks yang sinusoidal ini akan menghasilkan tegangan induksi е1 (Hukum Faraday).

dt d N e1 = − 1. φ

dt t d

N

e φmaxsinω

1 1 = −

t N

e1 = − 1ω φmaxcosω (tertinggal 90o dari φ) ) 90 ( sin max 1 1 ο φ ω −

= N wt

e ………..(2.3)

Dimana : e = gaya gerak listrik (volt) 1

1

N = jumlah belitan di sisi primer (turn) ω = kecepatan sudut putar (rad/sec) φ = fluks magnetik (weber)

Harga efektifnya (rms) :

2 max 1 1 φ ω N E =


(26)

2 2 max 1 1 φ π f N E = 2 14 , 3 2 max 1 1 φ f N

E = ×

2 28 , 6 max 1 1 φ f N E = max 1 1 4,44 N fφ

E = (volt) ……….(2.4)

Pada rangkaian sekunder, fluks (φ) bersama tadi juga menimbulkan :

dt d N

e2 = − 2 φ

t N

e2 = − 2ω φmaxcosω Harga efektifnya (rms) :

max 2 2 4,44N fφ

E = (volt) ………..(2.5)

Karena kedua kumparan dipotong oleh fluks yang sama, maka ggl yang diinduksikan dalam setiap lilit dari kumparan adalah sama. Maka tegangan setiap lilit dalam kedua

kumparan berturut-turut adalah 1 1 N E dan 2 2 N E

, sehingga :

2 1 2 1 N N E E

= ………..(2.6)

Dengan mengabaikan rugi tahanan dan adanya fluks bocor, maka :

a N N V V E E = = = 2 1 2 1 2 1 ………(2.7)


(27)

2

E = ggl induksi di sisi sekunder (volt)

1

V = tegangan terminal sisi primer (volt)

2

V = tegangan terminal sisi sekunder (volt)

1

N = jumlah belitan sisi primer (turn)

2

N = jumlah belitan sisi sekunder (turn) a = faktor transformasi

Dalam kenyataannya, arus primer I bukanlah merupakan arus induktif 0 murni, sehingga terdiri dari dua komponen (Gambar 2.6) :

1. Komponen arus pemagnetan I , yang menghasilkan fluks (M φ). Karena sifat inti besi yang non-linier, maka arus pemagnetan I dan juga fluks (M φ) dalam kenyataannya tidak berbentuk sinusoidal.

2. Komponen arus rugi tembaga I , menyatakan adanya daya yang hilang C

akibat adanya rugi hysteresis dan eddy current. I sefasa dengan C V , dengan 1

demikian hasil perkaliannya (IC×V1) merupakan daya yang hilang.

E1

IM

φ

Io

Io

IM

IC

RC XM

V1

IC

V1


(28)

II.3.2 Keadaan transformator berbeban

Apabila kumparan sekunder di hubungkan dengan beban ZL, I2 mengalir pada

kumparan sekunder, dimana

L

Z V

I 2

2 = . ’

AC

I1

N1 ZL

I2

N2

V1 V2

Ф2Ф 2

‘ Фm

Gambar 2.7 Transformator dalam keadaan berbeban

R1 X1

V1 RC XM

I1

I0

IC IM ZL

I'2

R2 X2

V2

I2

Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen transformator dalam keadaan berbeban Arus beban I2 ini akan menimbulkan gaya gerak magnet (ggm) N2 I2 yang cenderung menentang fluks (Ф) bersama yang telah ada akibat arus pemagnetan.

Agar fluks bersama itu tidak berubah nilainya, pada kumparan primer harus mengalir arus I2', yang menentang fluks yang dibangkitkan oleh arus beban I2, hingga


(29)

Bila komponen arus rugi inti (Ic) diabaikan, maka I0 = Im , sehingga:

'

2

1 I I

I = m + (Ampere) ……….(2.9)

Dimana: I1 = arus pada sisi primer (Amp)

I'2 = arus yg menghasilkan Φ'2 (Amp)

I0 = arus penguat (Amp)

Im = arus pemagnetan (Amp)

Ic = arus rugi-rugi inti (Amp)

Untuk menjaga agar fluks tetap tidak berubah sebesar ggm yang dihasilkan oleh arus pemagnetan IM, maka berlaku hubungan :

M I

N1 = N1I1N2I2 M

I

N1 =

(

'

)

2 2

2

1 I I N I

N M + −

' 2 1I

N = N2 I2

Karena I dianggap kecil, maka M I2' = I1. Sehingga : 1

1I

N = N2 I2

1 1 I

V = V2 I2

II.4 RANGKAIAN EKIVALEN TRANSFORMATOR

Fluks yang dihasilkan oleh arus pemagnetan Im tidak seluruhnya merupakan

fluks bersama (ФM), sebagian mencakup kumparan pimer (Ф1) atau mencakup

kumparan sekunder saja (Ф2). Dalam model rangkaian ekivalen yang dipakai untuk

menganalisis kerja suatu transformator, adanya fluks bocor Ф1 dengan mengalami

proses transformasi dapat ditunjukan sebagai reaktansi X1 dan fluks bocor Ф2 dengan


(30)

tahanan ditunjukan dengan R1 dan R2, dengan demikian model rangkaian dapat

dituliskan seperti gambar 2.9.

R1 X1 R2 X2

RC XM

I1 Io I'2

IC IM

V1 E1 E2 V2

N1 N2

I2

ZL

Gambar 2.9 Gambar rangkaian transformator ideal ФM

IM

I0

I1

I2'

E1

I1R1

I1X1

V1

I2

V2

I2R2

I2X2

E2

IC

φ

Gambar 2.10 Diagram vektor model rangkaian transformator ideal

Dari diagram vektor diatas dapat pula diketahui hubungan penjumlahan vektor yaitu: V1 = I1R1 + I1X1 + E1

E2 = I2R2 + I2X2 + V2

E1/E2 = N1/N2 = a atau E1 = a E2 , hingga

E1 = a (I2R2 + I2X2 + V2)

Maka :

V1 = I1R1 + I1X1 + a (I2R2 + I2X2 + V2)


(31)

Karena I'2/I2 = N2/N1 = 1/a atau I2= aI'2

Maka:

V1 = I1R1 + I1X1 + a (a I'2R2) + a (a I'2X2) + a V2

V1 = I1R1 + I1X1 + a2 I'2R2 + a2 I'2X2 + a V2

V1 = I1R1 + I1X1 + I'2 (a2 R2 + a2 X2) + a V2 (Volt)...(2.10)

Dari rangkaian transformator ideal diatas, apabila semua nilai parameter sekunder dinyatakan pada sisi rangkaian primer, harganya perlu dikalikan dengan faktor a2, dimana X'2 = X2 a2 , R'2 = R2 a2 , dan I'2 = I2 a maka :

R1 X1

V1 RC XM

I1

I0

IC IM

I'2

R'2 X'2

V'

2=

a

V

2

a Z2 L

Gambar 2.11 Gambar rangkaian ekivalen transformator

Untuk memudahkan perhitungan, model rangkaian ekivalen transformator tersebut dapat diubah menjadi seperti gambar 2.12 dibawah ini :

I1

Io

IC IM

RC XM

V1

R1 X1 a

2

R2 a2X2

a2ZL aV2

I'2


(32)

ФM

IM

I0

I1

I’2

I1R1

I1X 1

V1

aV2

aI’2R2

aI’2X 2

IC

φ

Gambar 2.13 Diagram vektor parameter sekunder pada rangkaian primer Gambar 2.12 di atas dapat di sederhanakan dengan menggunakan Rek dan Xek

yang dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini :

Rek = R1 + a2R2 (Ohm)...(2.11)

Xek = X1 + a2X2 (Ohm)...(2.12)

Sehingga rangkaian di atas dapat diubah seperti gambar 2.14 di bawah ini :

I1

Rek

Xek

I

0

Im

Xm

Rc

Ic

I2

'

a2Z

L

aV2

V1

Gambar 2.14 Hasil akhir penyederhanaan rangkaian ekivalen transformator Parameter transformator yang terdapat pada model rangkaian (rangkaian ekivalen) Rc, Xm, Rek dan Xek dapat ditentukan besarnya dengan dua macam

pengukuran yaitu pengukuran beban nol dan pengukuran hubungan singkat. II.4.1 Pengukuran beban nol


(33)

Rangkaian pengukuran beban nol atau tanpa beban dari suatu transformator dapat ditunjukkan pada gambar 2.15. Umumnya untuk pengukuran beban nol semua instrumen ukur diletakkan di sisi tegangan rendah (walaupun instrumen ukur terkadang diletakkan di sisi tegangan tinggi), dengan maksud agar besaran yang diukur cukup besar untuk dibaca dengan mudah.

AC V

A W

N1 N2

Gambar 2.15 Rangkaian pengukuran beban nol

Dalam keadaan tanpa beban bila kumparan primer di hubungkan dengan sumber tegangan V1, maka akan mengalir arus penguat I0. Dengan pengukuran daya

yang masuk (P0), arus penguat I0 dan tegangan V1 maka akan diperoleh harga :

0 2 1 P V

Rc = (Ohm)………... (2.13)

m c

c m

jX R

R jX I

V Z

+ = =

0 1

0 (Ohm)………(2.14)

Dimana :

Z0 = impedansi beban nol (Ohm)

Rc = tahanan beban nol (Ohm)

Xm = reaktansi beban nol (Ohm)

II.4.2 Pengukuran hubung singkat

Hubungan singkat berarti terminalnya dihubung singkatkan, sehingga hanya impedansi Zek = Rek + j Xek yang membatasi arus. Karena harga Rek dan Xek ini


(34)

relatif kecil maka harus dijaga agar tegangan masuk (Vsc) cukup kecil, sehingga arus

yang dihasilkan tidak melebihi arus nominal. Harga I0 akan relatif sangat kecil bila

dibandingkan dengan arus nominal, sehingga pada pengukuran ini dapat diabaikan

AC V

A W

N1 N2 A

Gambar 2.16 Rangkaian Pengukuran hubung singkat

Isc Rek Xek

Vsc

Gambar 2.17 Rangkaian ekivalen pengukuran hubung singkat

Dengan mengukur tegangan Vsc, arus Isc dan daya Psc, akan dapat dihitung

parameter :

2 ) ( sc

sc ek

I P

R = (Ohm) ………..(2.15)

ek ek

sc sc

ek R jX

I V

Z = = + (Ohm)………...(2.16)

2 2

ek ek

ek Z R


(35)

Rugi Tembaga Rugi Tembaga

Rugi Besi Histeresis Dan Eddy Current

Gambar 2.18 Blok diagram rugi – rugi pada transformator

1I.5.1 Rugi tembaga ( Pcu )

Rugi yang disebabkan arus mengalir pada kawat tembaga yang terjadi pada kumparan sekunder dapat ditulis sebagai berikut :

Pcu = I2 R (Watt)………..(2.18) Formula ini merupakan perhitungan untuk pendekatan. Karena arus beban berubah – ubah, rugi tembaga juga tidak konstan bergantung pada beban. Dan perlu diperhatikan pula resistansi disini merupakan resistansi AC.

II.5.2 Rugi besi ( Pi ) Rugi besi terdiri atas :

• Rugi histerisis (Ph), yaitu rugi yang disebabkan fluks bolak – balik pada inti besi yang dinyatakan sebagai :

Ph = kh f Bmaks1.6 watt………...(2.19) Kh = konstanta

Bmaks = Fluks maksimum ( weber )

• Rugi arus eddy (Pe) , yaitu rugi yang disebabkan arus pusar pada inti besi. Dirumuskan sebagai :

Pe = ke f2 B2maks (Watt)………..(2.20) Kh = konstanta

Bmaks = Fluks maksimum ( weber ) Jadi, rugi besi ( rugi inti ) adalah :

Pi = Ph + Pe (Watt)………..(2.21)

II.6 TRANSFORMATOR TIGA FASA

Sumber Kumparan

primer

Fluks Bersama

Kumparan Sekunder

Out Put


(36)

II.6.1 Umum

Tiga transformator berfasa satu dapat dihubungkan untuk membentuk bank-3 fasa (susunan 3 fasa = 3 phase bank) dengan salah satu cara dari berbagai cara menghubungkan belitan transformator. Pada tiga buah transformator satu fasa yang dipakai sebagai transformator tiga fasa setiap kumparan primer dari satu transformator dijodohkan dengan kumparan sekundernya. Hendaknya dicatat bahwa pada transformator tiga fasa ini besar tegangan antar fasa (VL-L) dan daya

transformator (KVA) tidak tergantung dari hubungan belitannya. Akan tetapi tegangan fasa netral (VL-N) serta arus dari masing-masing transformator tergantung

pada hubungan belitannya.

II.6.2 Konstruksi transformator tiga fasa

Untuk mengurangi kerugian yang disebabkan oleh arus pusar di dalam inti, rangkaian magnetik itu biasanya terdiri dari setumpuk laminasi tipis.

SEKUNDER PRIMER

R S T

r s t

Gambar 2.19 Konstruksi transformator tiga fasa tipe inti

Salah satu jenis konstruksi yang biasa dipergunakan diperlihatkan pada gambar 2.20 :


(37)

R

S

T

r

s

t

PRIMER

SEKUNDER

Gambar 2.20 Transformator tiga fasa tipe cangkang

Dalam jenis inti (core type) kumparan dililitkan disekitar dua kaki inti magnetik persegi. Dalam jenis cangkang (shell type) kumparan dililitkan sekitar kaki tengah dari inti berkaki tiga dengan laminasi silikon-steel. Umumnya digunakan untuk transformator yang bekerja pada frekuensi dibawah beberapa ratus Hz. Silikon-steel memiliki sifat-sifat yang dikehendaki yaitu murah, rugi inti rendah dan permeabilitas tinggi pada rapat fluks tinggi. Inti transformator yang dipergunakan dalam rangkaian komunikasi pada frekuensi tinggi dan tingkat energi rendah, kadang-kadang dibuat dari campuran tepung ferromagnetik yang dimanfaatkan sebagai permalloy.

II.6.3 Hubungan tiga fasa dalam transformator

Secara umum hubungan belitan tiga fasa terbagi atas dua jenis, yaitu


(38)

memiliki karakteristik arus dan tegangan yang berbeda-beda, selanjutnya akan dijelaskan dibawah ini. Baik sisi primer maupun sekunder masing-masing dapat dihubungkan wye ataupun delta. Kedua hubungan ini dapat dijelaskan secara terpisah, yaitu :

1. Hubungan wye (Υ)

Hubungan ini dapat dilakukan dengan menggabungkan ketiga belitan transformator yang memiliki rating yang sama dengan mempertemukan ujung-ujungnya pada satu titik seperti terlihat pada gambar 2.21 di bawah ini.

I R

I T I S I N R

S

T N PRIMER

Gambar 2.21 Transformator Hubungan-Y

Dalam hubungan-Y dengan memakai kawat netral dalam keadaan seimbang dapat kita ketahui sebagai berikut :

ph T S

R V V V

V = = = (Volt)……….(2.22)

ph TR

ST

RS V V V

V = = = 3 (Volt)………...(2.23)

ph T S R

L I I I I


(39)

Vph = Tegangan fasa (Volt)

IL = Arus line to line (Amp)

Iph = Arus fasa (Amp)

2. Hubungan delta (Δ)

Hubungan delta ini juga mempunyai tiga buah belitan dan masing-masing memiliki rating yang sama dengan menghubungkannya berbentuk segitiga, seperti terlihat pada gambar 2.22.

Dalam hubungan delta pada keadaan seimbang dapat kita ketahui sebagai berikut :

R

T I

R

S IS

IT

I R - I T

I S-I R I

T -IS

SEKUNDER

Gambar 2.22 Transformator Hubungan Delta

ph T S

R I I I

I = = = (Amp)……….(2.25)

ph L

S T T S T

R I I I I I I I

I − = − = − = = 3 (Amp) ………(2.26)

ph TR ST

RS V V V


(40)

Dimana : VL = Tegangan line to line (Volt)

Vph = Tegangan fasa (Volt)

IL = Arus line to line (Amp)

Iph = Arus fasa (Amp)

Pada transformator tiga fasa selain terdapat dua hubungan belitan utama yaitu hubungan delta dan hubungan bintang. Ada empat kemungkinan lain hubungan transformator tiga fasa yaitu :

1. Hubungan YY Transformator tiga fasa

Hubungan YY pada transformator tiga fasa dapat dilihat pada gambar 2.23 berikut ini :

. .

. .

. .

+

+ +

-a a'

b b'

c c'

Np1 Ns1

Ns2

Ns3 Np2

Np3

VLP VФp VФs VLS

n n

Gambar 2.23 Transformator Hubungan YY

Pada hubungan Y-Y , tegangan primer pada masing-masing fasa adalah :

VφP =VLP/ 3 (Volt) .………...(2. 28)

Tegangan fasa primer sebanding dengan tegangan fasa sekunder dan perbandingan belitan transformator. Maka diperoleh perbandingan tegangan pada transformator adalah :


(41)

a V V V V S P LS

LP = =

φ φ 3 3

………...(2.29)

Pada hubungan Y-Y ini jika beban transformator tidak seimbang maka tegangan pada fasa transformator tidak seimbang.

2. Hubungan YΔ Transformator tiga fasa

Hubungan YΔ pada transformator tiga fasa dapat dilihat pada gambar 2.24 berikut ini :

. . . . . . a a' b b' c c' Np1 Ns1 Ns2 Ns3 Np2 Np3 VLP VLS V p

VФs

Ф

n

Gambar 2.24 Transformator Hubungan YΔ

Pada hubungan ini tegangan kawat ke kawat primer sebanding dengan tegangan fasa primer VLP = 3VφP dan tegangan kawat ke kawat sekunder sama dengan tegangan fasa VLS = VΦS. Sehingga diperoleh perbandingan tegangan pada

hubungan ini adalah sebagai berikut :

a V V V V S P LS LP 3 3 = = φ

φ ………(2.30)

Hubungan ini lebih stabil dan tidak ada masalah dengan beban tidak seimbang dan harmonisa.


(42)

Hubungan ΔY pada transformator tiga fasa ditunjukkan pada gambar 2.25 berikut ini :

VLS

. .

. .

. .

+ +

-a a'

b

b' c

c'

Np1 Ns1

Ns2

Ns3 Np2

Np3

VLP V p V s

-Ф Ф

n

Gambar 2.25 Transformator hubungan ΔY

Pada hubungan ini tegangan kawat ke kawat primer sama dengan tegangan fasa primer VLP = VΦP dan tegangan sisi sekunder VLS = 3VφS. Maka perbandingan

tegangan pada hubungan ini adalah :

V a

V V

V

S P LS

LP 3

3 =

= φ

φ ……….(2.31)

Hubungan ini memberikan keuntungan yang sama dan beda fasa yang sama seperti pada hubungan YΔ.

4. Hubungan ΔΔ Transformator tiga fasa


(43)

VLS

. .

. .

. .

+ +

-a a'

b b'

c c'

Np1 Ns1

Ns2

Ns3 Np2

Np3

VLP V p

Vs

Ф

Gambar 2.26 Transformator hubungan ΔΔ

Pada hubungan ini tegangan kawat ke kawat dan tegangan fasa sama untuk primer dan sekunder transformator VLP = VΦP dan VLS = VΦS. Maka hubungan

tegangan primer dan sekunder transformator adalah sebagai berikut :

a V V V V

S P LS

LP = =

φ φ

………...(2.32)

Perbedaan fasa pada hubungan ini tidak ada dan stabil terhadap beban tidak seimbang dan harmonisa.


(44)

BAB III

SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

III.1 UMUM

Energi listrik dibangkitkan pada pembangkit tenaga listrik (PTL) yang dapat merupakan suatu pusat listrik tenaga uap (PLTU), pusat tenaga listrik air (PLTA), pusat listrik tenaga gas (PLTG), pusat listrik tenaga diesel (PLTD), ataupun pusat listrik tenaga nuklir (PLTN). Jenis PTL yang dipakai, pada umumnya tegantung dari jenis bahan bakar atau energi primer yang tersedia. Pada sistem besar sering ditemukan bebrapa jenis PTL. Perlu juga dikemukakan bahwa PLTD biasanya dipakai pada sistem yang lebih kecil. PTL biasanya membangkitkan energi listrik pada tegangan menengah (TM), yaitu pada umumnya antara 6 dan 20 kV.

Pada sistem tenaga listrik yang besar, atau bilamana PTL terletak jauh dari pemakai, maka energi listrik itu perlu diangkut melalui saluran transmisi, dan tegangannya harus dinaikkan dari tegangan menengah (TM) menjadi tegangan tinggi (TT). Pada jarak yang sangat jauh malah diperlukan tegangan ekstra tinggi (TET). Menaikkan tegangan itu dilakukan di gardu induk (GI) dengan mempergunakan transformator penaik (step-up transformer). Tegangan tinggi di Indonesia adalah 70 kV, 150 kV dan 275 kV. Sedangkan tegangan ekstra tinggi 500 kV.

Mendekati pusat pemakaian tenaga listrik, yang dapat merupakan suatu industri atau suatu kota, tegangan tinggi diturunkan menjadi tegangan menengah (TM). Hal ini juga dilakukan pada suatu GI dengan mempergunakan transformator penurun (step-down transformer). Di Indonesia tegangan adalah 20 kV. Saluran 20 kV ini menelusuri jalan-jalan di seluruh kota, dan merupakan sistem distribusi


(45)

primer. Bilamana transmisi tenaga listrik dilakukan dengan mempergunakan saluran-saluran udara dengan menara-menara transmisi, sistem distribusi primer di kota biasanya terdiri atas kabel-kabel tanah yang tertanam di jalan, sehingga tidak terlihat.

Di tepi-tepi jalan, biasanya berdekatan dengan persimpangan, terdapat gardu-gardu distribusi (GD), yang mengubah tegangan menengah menjadi tegangan rendah (TR) melalui transformator distribusi (distibution transformer). Melalui tiang-tiang listrik yang terlihat di tepi jalanan, energi listrik tegangan rendah disalurkan kepada para pemakai. Di Indonesia, tegangan rendah adalah 220/380 volt, dan merupakan sistem distribusi sekunder. Pada tiang-tiang TR terpasang pula lampu-lampu penerangan jalan umum.

Energi yang diterima pemakai dari tiang TR melalui konduktor atau kawat yang dinamakan sambungan rumah (SR) dan berakhir pada alat pengukur listrik yang sekaligus merupakan titik akhir pemilikan PLN. Gambar 3.1 memperlihatkan gambaran umum distribusi tenaga listrik.


(46)

Pembangkit Listrik

Transformator Penaik

Transformator Penurun

TM

GI

GI TT/TET

Ke Pemakai TM Ke GD

GD TM

TR

kWH meter

Instalasi Pemakai TR

Pembangkit

Saluran Transmisi

Saluran Distribusi Primer

Saluran Distribusi Sekunder

Utilisasi Transformator

Distribusi

Gambar 3.1 Gambaran umum distribusi tenaga listrik III.1.1 JARINGAN TEGANGAN MENENGAH

Jaringan tegangan menengah adalah jaringan tenaga listrik yang berfungsi untuk menghubungkan gardu induk dengan gardu distribusi. Sistem tegangan menengah yang digunakan pada umumnya adalah 20 kV. Jaringan ini mempunyai struktur/ pola sedemikian rupa sehingga dalam pengoperasiannya mudah dan andal. III.1.1.1 Sistem Radial


(47)

Sistem ini merupakan sistem yang paling sederhana dan umumnya banyak digunakan di daerah pedesaan/ sistem yang kecil. Umumnya menggunakan SUTM (Saluran Udara Tegangan Menengah). Sistem radial tidak terlalu rumit tetapi memiliki tingkat keandalan yang rendah.

150/20 kV

Busbar 20 kV

Gardu Distribusi

Gambar 3.2 Sistem radial III.1.1.2 Sistem Open Loop

Merupakan pengembangan dari sistem radial sebagai akibat diperlukannya keandalan yang lebih tinggi dan umumnya sistem ini dapat dipasok dalam satu gardu induk. Dimungkinkan juga dari gardu induk lain tetapi harus dalam satu sisi tegangan tinggi, karena hal ini diperlukan untuk manufer beban pada saat terjadi ganguan.

150/20 kV

150/20 kV

Busbar 20 kV

Gardu Distribusi Open Loop

Dari 2 GI

Open Loop Dari 1 GI

Gambar 3.3 Sistem open loop III.1.1.3 Sistem Close Loop


(48)

Sistem close loop ini layak digunakan untuk jaringan yang dipasok dari satu gardu induk. Sistem ini memerlukan sistem proteksi yang lebih rumit dan biasanya menggunakan rele arah (bidirectional). Sistem ini mempunyai keandalan yang lebih tinggi dibandingkan sistem yang lain.

150/20 kV

PMT

Gambar 3.4 Sistem close loop III.1.1.4 Sistem Spindel

Sistem ini memiliki keandalan yang relatif tinggi karena disediakan satu

express feeder/ penyulang tanpa beban dari gardu induk sampai gardu hubung.

Biasanya pada setiap penyulang terdapat gardu tengah (middle point) yang berfungsi untuk titik manufer beban apabila terjadi gangguan pada jaringan tersebut.

150

Gambar 3.5 Sistem spindel III.1.1.5 Sistem Cluster


(49)

Sistem cluster sangat mirip dengan sistem spindel karena pada sistem ini juga disediakan satu penyulang khusus tanpa beban (express feeder).

150

Gambar 3.6 Sistem cluster

III.2 TRANSFORMATOR DISTRIBUSI

Transformator distribusi yang umum digunakan adalah transformator

step-down 20/0,4 kV. Tegangan fasa ke fasa sistem jaringan tegangan rendah adalah 380 V. Karena terjadi drop tegangan, maka tegangan pada rak tegangan rendah dibuat di

atas 380 V agar tegangan pada ujung penerima menjadi 380 V.

Pada kumparan primer akan mengalir arus jika kumparan primer dihubungkan ke sumber tegangan bolak-balik, sehingga pada inti tansformator yang terbuat dari bahan ferromagnetik akan terbentuk sejumlah garis-garis gaya magnet (fluks = φ ).

Karena arus yang mengalir merupakan arus bolak-balik, maka fluks yang terbentuk pada inti akan mempunyai arah dan jumlah yang berubah-ubah. Jika arus yang mengalir berbentuk sinusoidal, maka fluks yang terjadi akan berbentuk sinusoidal pula. Karena fluks tersebut mengalir melalui inti, yang mana pada inti


(50)

tersebut terdapat belitan primer dan sekunder, maka pada belitan primer dan sekunder tersebut akan timbul ggl (gaya gerak listrik) induksi, tetapi arah ggl induksi primer berlawanan dengan arah ggl induksi sekunder. Sedangkan frekuensi masing-masing tegangan sama dengan frekuensi sumbernya. Hubungan transformasi tegangan adalah sebagai berikut :

a N N E

E

= =

2 1 2

1 ...(3.1)

Dimana : E = ggl induksi di sisi primer (volt) 1

2

E = ggl induksi di sisi sekunder (volt)

1

N = jumlah belitan sisi primer (turn)

2

N = jumlah belitan sisi sekunder (turn)

II I. 2. 1. K onstru ksi U mu m

Ga mbar 3.7 Ko nst ruks i U mu m Tra ns fo r ma to r Dist r ibu s i Transformator - transformator distribusi tiga fasa terdiri dari bagian-bagian :


(51)

3. Penapas pengering.

4. Lobang untuk pembukaan. 5. Lobang untuk penarikan.

6. Kran untuk pemasukan/pengeluaran minyak. 7. Pelat nama.

8. Thermometer.

9. Tap trafo (alat untuk merubah tegangan).

Gambar 3.8 Konstruksi Lengkap Transformator

III.2.2 Sistem Pendinginan Transformator

Pada inti besi dan kumparan-kumparan akan timbul panas akibat rugi-rugi besi dan rugi-rugi tembaga. Bila panas tersebut mengakibatkan kenaikan suhu berlebihan, maka akan merusak isolasi di dalam transformator. Untuk mengurangi


(52)

kenaikan suhu yang berlebihan tersebut, maka pada transformator perlu dilengkapi dengan alat atau sistem pendingin yang dapat menyalurkan panas keluar dari transformator.

Media yang dipakai pada sistem pendingin dapat berupa udara atau gas, minyak, air dan lain sebagainya. Sedangkan pengalirannya (sirkulasi) dapat secara alamiah (natural) atau secara paksaan/ tekanan.

Pada cara alamiah, pengaliran media sebagai akibat adanya perbedaan suhu media dan untuk mempercepat perpindahan panas dari media tersebut ke udara luar diperlukan bidang perpindahan panas yang lebih luas antara media dengan cara melengkapi transformator dengan sirip-sirip (radiator). Bila dinginkan penyaluran panas yang lebih cepat lagi, cara alamiah tersebut dapat dilengkapi dengan peralatan untuk mempercepat sirkulasi media pendingin dengan pompa-pompa sirkulasi minyak, udara dan air. Cara ini disebut pendinginan paksa (forced). Macam-macam sistem pendingin transformator berdasarkan media dan cara pengalirannya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Tabel 3.1 Macam sistem pendingin transformator menurut IEC

No.

MACAM SISTEM PENDINGIN

MEDIA

DI DALAM TRAFO DI LUAR TRAFO Sirkulasi

Alamiah

Sirkulasi Paksa

Sirkulasi Alamiah

Sirkulasi Paksa

1. AN - - Udara -

2. AF - - - Udara


(53)

5. OFAN - Minyak Udara -

6. OFAF - Minyak - Udara

7. OFWF - Minyak - Air

8. ONAN/ ONAF Kombinasi 3 dan 4

9. ONAN/ OFAN Kombinasi 3 dan 5

10. ONAN/ OFAF Kombinasi 3 dan 6

11. ONAN/ OFWF Kombinasi 3 dan 7

III.2.3 Kenaikan Suhu Trafo (Temperatur Rise)

Kenaikan suhu dari kumparan, minyak dan inti trafo menurut B.S (British standard) adalah :

Tabel 3.2 Kenaikan Suhu Trafo MACAM

PENDINGIN

KUMPARAN

MINYAK INTI

CLASS A CLASS B

AN, AB 550C 750C

Sesuai dengan kumparan yang terdekat

ON, OB, OW 600C - 500C

OFN, OFB 650 C - 500C

OFW 700C 600C

Kenaikan temperatur (suhu) ini didasarkan atas temperatur udara luar atau suhu dari air pendingin masuk. Harga-harga ini adalah = 250 C untuk air dan 400 C maximum dengan harga rata-rata 350 C selama 24 jam untuk udara.

Artinya :

Nilai sistim ON dengan klass A : suhu tertinggi dari kumparan yang diperkenankan adalah : 400 C + 600C = 1000 C untuk beberapa jam (2-3 jam ) dan 350 C + 600 C = 950 C untuk 24 jam terus menurun.


(54)

Bushing sangat menentukan dalam pengambilan tegangan dan pemasukan tegangan pada tranformator, pada sisi tegangan tinggi bushing harus mempunyai syarat titik tembus. Bahan utama untuk bushing adalah dari bahan keramik. Dan pada bushing tegangan tinggi biasanya dilengkapi arcing horn.

G a m b a r 3 . 9 B e nt u k ( Ko n s t r u k s i B u s h i n g )

1. (A) Bushing untuk 11 kV (in door) (B) Bushing untuk 11 kV (outdoor) 2. Teminal type kapasitor 88 kV (out door) 3. Bushing untuk 33 kv (out door)

4. (A) Bushing kotak kabel standar 11kV (B) Bushing kapasitor kotak kabel 33kV III.2.5 Peralatan Tambahan

1. Minyak Trafo :


(55)

Fungsi minyak trafo : 1. Sebagai bahan isolasi. 2. Sebagai pendingin.

3. Sebagai penghantar panas dari bagian yang panas (coil dan inti) ke dinding bak.

Sifat Dari Minyak Trafo

1. Massa jenis (spesific grafity) = 0,85 – 0,9 gr/cm pada 13,50 C

2. Viscositas (kekentalan) rendah untuk memudahkan sirkulasi dari bagian yang panas kebagian yang dingin ; 40 cSt pada 200 C

3. Titik didih tidak kurang dari 1350 C 4. Titik beku tidak lebih dari -450 C

5. Tekanan tembus minyak trafo tidak kurang dari 30 kv/2,5 mm atau 120 kv/cm

6. Koefisien volume (cv ) = 0,069 % per 1o C 7. Titik api (flash point ) = 1800 C – 1900 C 8. Titik nyala (burning point) = 2050 C

9. Kelembaban terhadap uap air (moisture) = nihil 2.. Bucholz Relay

Bucholz relay adalah suatu peralatan untuk mendeteksi gangguan dalam

transformator yaitu :

- Spark Over antara bagian-bagian berarus ( bertegangan ). - Spark Over antara bagian berarus dengan inti besi.

- Inter turn Short Circuit.


(56)

- Gangguan yang disebabkan karena gas.

Bucholz relay pada keadaan normal kontaknya terbuka (Normally open). Cara Kerja Bucholz relay adalah :

1. Memberikan sinyal peringatan

Ketika Volume kandungan gas dalam rangka bucholz naik sampai batas tertentu atau ketika volume oli dalam rangka menurun.

2. Memberikan sinyal tripping

Ketika volume gas naik atau volume oli turun dengan cepat atau ketika kecepatan aliran oli dari tangki ke konservator melebihi 1 m/sec.

3. Breather ( Silica Gel ).

Breather berfungsi sebagai lubang pernafasan transformator untuk menjaga

tekanan dalam tangki. Breather dilengkapi dengan silica gel untuk menyerap kandungan uap air dalam transformator.

Pada saat sebelum pemasukan tegangan lepas packing karet ( yang tertutup) antara tangki dengan breather. Jika silica gel masih baru akan berwarna biru karena mengandung cobalt chloride dan akan berubah warna menjadi merah muda jika menyerap air, dan ganti dengan yang baru.

4. Fan

Penggunaan fan akan membantu proses pendinginan transformator dan untuk desain tertentu fan berfungsi untuk menaikkan kapasitas daya transformator tersebut, sebab perlu desain khusus untuk bushing dan tap changernya.

Fan dapat dikerjakan secara manual atau otomatis dengan menambahkan thermostat pada transformator.


(57)

Tegangan primer sesuai dengan tegangan nominal sistem pada jaringan tegangan menengah (JTM) yang berlaku di lingkungan ketenagalistrikan yaitu 6 KV dan 20 KV. Dengan demikian ada dua macam transformator distribusi yang dibedakan oleh tegangan primernya, yaitu :

a. Transformator distibusi bertegangan primer 6 KV b. Transformator distribusi betegangan primer 20 KV Catatan :

Pada sistem distribusi tiga fasa, 4 kawat, maka transformator fasa tunggal yang dipasang tentunya mempunyai tegangan pengenal

KV

KV 12

3

20 =

III.2.7 Spesifikasi Umum Tegangan Sekunder Transfomator Distribusi

Tegangan sekunder ditetapkan tanpa disesuaikan dengan tegangan nominal sistem jaringan tegangan rendah (JTR) yang berlaku dilingkungan PLN (127 V & 220 V untuk sistem fasa tunggal dan 220/380 V untuk sistem tiga fasa), yaitu 133/231 V dan 231/400 V (pada keadaan tanpa beban). Dengan demikian ada empat macam transformator distribusi yang dibedakan oleh tegangan sekundernya, yaitu :

a. Transformator distribusi bertegangan sekunder 133/231 V b. Transformator distribusi bertegangan sekunder 231/400 V

c. Transformator distribusi bertegagan sekunder 133/231 V dan 231/400 V yang dapat digunakan secara serentak (simultan).

Catatan :

Bilamana dipakai tidak serentak maka dengan bertegangan sekunder 231/400 V daya transformator tetap 100 % daya pengenal, sedang


(58)

dengan tegangan sekunder 133/231 V dayanya hanya 75 % daya pengenal.

d. Transformator distribusi bertegangan sekunder 133/231 V dan 231/400 V yang digunakan terpisah.

III.2.8 Spesifikasi Umum Penyadapan (Taping) Transformator Distribusi Ada tiga macam penyadapan tanpa beban (STB), yaitu :

a. Sadapan tanpa beban tiga langkah : 21 ; 20 ; 19 KV

b. Sadapan tanpa beban lima langkah : 22 ; 21 ; 20 ; 19 ; 18 KV c. Sadapan tanpa beban lima langkah : 21 ; 20,5 ; 20 ; 19,5 ; 19 KV

Penyadapan dilakukan dengan pengubah sadapan (komutator) pada keadaan tanpa beban pada sisi primer.

Catatan :

Nilai-nilai tegangan sadapan, khususnya penyadapan utama (principle tapping), adalah nilai-nilai yang bersesuaian dengan besaran-besaran pengenal (arus, tegangan, daya).

III.2.9 Spesifikasi Umum Daya Pengenal Transformator Distribusi

Nilai-nilai daya pengenal tranformator distribusi yang lebih banyak dipakai dalam SPLN 8° : 1978 IEC 76 – 1 (1976) seperti pada tabel 3.1, sedang yang bertanda * adalah nilai-nilai standar transformator distribusi yang dipakai PLN.


(59)

KVA KVA KVA 5 6,3 8 10 12,5 16* 20 25* 31,5 40 50* 63 80 100* 125 160* 200* 250* 315* 400* 500* 630* 800* 1000* 1250* 1600* dst

III.2.10 Spesifikasi Umum Rugi-rugi Transformator Distribusi

Berbagai nilai dari rugi-rugi transformator distribusi menurut SPLN 50 tahun 1997 dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut ini :

Tabel 3.4 Nilai Rugi-rugi Transformator Distribusi KVA Rating Rugi Besi (Watt) Rugi Tembaga (Watt) 25 50 100 160 200 315 400 680 800 1000 1250 1600 115 190 320 400 550 770 930 1300 1950 2300 2700 3300 700 1100 1750 2000 2850 3900 4600 6500 10200 12100 15000 18100


(60)

Tujuan utama dari adanya alat transformator distribusi dalam sistem tenaga listrik adalah untuk mendistribusikan tenaga listrik dari gardu induk ke sejumlah pelanggan atau konsumen. Pada Tabel 3.5 berikut ini adalah klasifikasi pelanggan listrik yang dilayani oleh PLN :

Tabel 3.5 Klasifikasi Beban Pelanggan Listrik PLN Beban Yang Dilayani No Golongan Tarif Batas Daya

TARIF S ( Sosial )

1 S-1 / TR 220 VA

2 3 4 5 6

S-2 / TR S-2 / TR S-2 / TR S-2 / TR S-2 / TR

450 VA 900 VA 1300 VA 2200 VA

> 2200 VA s/d 200 KVA S-3 / TM > 200 KVA

TARIF R ( Perumahan )

1 R-1 / TR s/d 450 VA

2 R-1 / TR 900 VA

3 R-1 / TR 1300 VA

4 R-1 / TR 2200 VA

5 R-2 / TR > 2200 VA – 6600 VA

6 R-3 / TR > 6600 VA

TARIS B ( Bisnis )

1 B-1 / TR s/d 450 VA

2 B-1 / TR 900 VA

3 B-1 / TR 1300 VA

4 B-1 / TR 2200 VA

5 B-2 / TR > 2200 VA s/d 200 KVA

6 B-3 / TM > 200 KVA

TARIF I ( Industri )

1 I-1 / TR s/d 450 VA

2 I-1 / TR 900 VA

3 I-1 / TR 1300 VA

4 I-1 / TR 2200 VA

5 I-1 / TR > 2200 VA s/d 14 KVA 6 I-2 / TR > 14 KVA s/d 200 KVA

7 I-3 / TM > 200 KVA

8 I-4 / TT > 30000 KVA

TARIF P ( Perkantoran )

1 2 3 4 5

P-1 / TR P-1 / TR P-1 / TR P-1 / TR P-1 / TR

s/d 450 VA 900 VA 1300 VA 2200 VA


(61)

P-3 / TR LPJU

Keterangan :

S = Pelanggan Listrik Sosial R = Pelanggan Listrik Perumahan B = Pelanggan Listrik Bisnis I = Pelanggan Listrik Industri P = Pelanggan Listrik Perkantoran TR = Tegangan Rendah

TM = Tegangan Menengah TT = Tegangan Tinggi

LPJU = Lampu Penerangan Jalan Umum III.2.7 Sistem Tiga Fasa

Kebanyakan sistem tenaga listrik dibangun dengan sistem tiga fasa. Hal tersebut didasarkan pada alasan-alasan ekonomi dan kestabilan aliran daya pada beban. Alasan ekonomi dikarenakan dengan sistem tiga fasa, penggunaan penghantar untuk transmisi menjadi lebih sedikit. Sedangkan alasan kestabilan dikarenakan pada sistem tiga fasa daya mengalir sebagai layaknya tiga buah sistem fasa tunggal, sehingga untuk peralatan dengan catu tiga fasa, daya sistem akan lebih stabil bila dibandingkan dengan peralatan sistem satu fasa.

Sistem tiga fasa atau sistem fasa banyak lainnya secara umum akan memunculkan sistem yang lebih kompleks, akan tetapi secara prinsip untuk analisa sistem tetap mudah dilaksanakan. Sistem tiga fasa dapat digambarkan dengan suatu sistem yang terdiri dari tiga sistem fasa tunggal, sebagai berikut :


(62)

+ -+ + - -VR VS VT + + + - - -3 2π j Ve 3 2π j

VeV

Gambar 3.10 Sistem tiga fasa sebagai tiga sistem fasa tunggal

t V

VR = cosω ...(3.2)       + = 3 2 cos ωt π V

VS ...(3.3)

      − = 3 2 cos ωt π V

VT ...(3.4)

Sedangkan bentuk gelombang dari sistem tiga fasa yang merupakan fungsi waktu ditunjukkan pada gambar berikut :

VR VS VT VP -VP 0,5 -0,5

Gambar 3.11 Bentuk gelombang pada sistem tiga fasa

Pada Gambar 3.10 tampak bahwa antara tegangan fasa satu dengan fasa yang lainnya mempunyai perbedaan sudut fasa sebesar 120o atau 2π/3. Pada umumnya fasa dengan sudut fasa 0o disebut sebagai sebagi fasa R, fasa dengan sudut fasa 120o disebut sebagai fasa S dan fasa dengan sudut fasa 240o disebut sebagai fasa T. Perbedaan sudut fasa tersebut pada pembangkit dimulai dari adanya kumparan yang


(63)

III.2.7.1 Sistem Hubungan Wye (Y) dan Delta ()

Sistem Y merupakan sistem sambungan pada sistem tiga fasa yang menggunakan empat kawat, yaitu fasa R, S, T dan N. Sistem sambungan tersebut akan menyerupai huruf Y yang memiliki empat titik sambungan, yaitu pada ujung-ujung huruf dan pada titik petemuan antara tiga garis pembentuk huruf. Sistem Y dapat dapat dilihat seperti pada Gambar 3.12(a) berikut ini :

ZT

ZR ZS

R S

T (a)

ZTR

R

S T

ZRS

ZST

(b)

Gambar 3.12 Sistem Hubungan Y dan sistem Δ

Sistem hubungan atau sambungan Y sering juga disebut sebagai hubungan bintang. Sedangkan pada sistem yang lain yang disebut sebagai sistem ∆, hanya menggunakan fasa R, S, dan T untuk hubungan dari sumber ke beban, sebagaimana Gambar 3.12(b) di atas. Tegangan efektif antara fasa umumnya adalah 380 V dan tegangan efektif fasa dengan netral adalah 220 V.

III.2.7.2 Sistem Hubungan Zig-Zag (Z)

Hubungan zig-zag adalah hubungan bintang dari kumparan-kumparan fasa suatu transformator fasa banyak, dimana tiap kumparan fasa dibentuk dari bagian-bagian


(64)

yang mempunyai tegangan imbas yang fasanya bergeser. Pada sistem ini juga hanya menggunakan fasa R, S, dan T . Sistem hubungan zig-zag dapat dilihat pada Gambar 3.13 berikut ini :

ZR

R S T

ZS ZT

IS

IR IT

Gambar 3.13 Sistem Hubungan Zig-Zag (Z) III.2.7.3 Beban Seimbang Terhubung Wye (Y)

Untuk sumber beban yang tersambung bintang (star) atau Y, hubungan antara besaran listriknya adalah sebagai berikut :

3 line star

V

V = (Volt)...(3.5)

line star I

I = (Amp)...(3.6)

line line star star star I V I V Z 3 =

= (Ohm)...(3.7)

star line star line line line star star

star I Z

Z V I V I V

S = × × = × = = × 2 ×

2 3 3

3 ...(3.8)

ϕ

cos

S

P = (Watt)...(3.9)

ϕ


(65)

III.2.7.4 Beban Tidak Seimbang Terhubung Wye (Y)

Pada sistem ini masing-masing fasa akan mengalirkan arus yang tak seimbang menuju netral (pada sistem empat kawat). Sehingga arus netral merupakan penjumlahan secara vektor arus yang mengalir dari masing-masing fasa.

R

S

T N

IR

IS

IT

Gambar 3.14 Beban tidak seimbang terhubung bintang empat kawat

R RN R

Z V

I = (Amp)...(3.11)

S SN S

Z V

I = (Amp)...(3.12)

T TN T

Z V

I = (Amp)...(3.13)

T S R

N I I I

I = + + (Amp)...(3.14)


(66)

Berdasarkan penempatan jaringan, jaringan tegangan rendah dibedakan menjadi dua, yaitu :

III.3.1 Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR)

Saluran ini merupakan penghantar yang ditempatkan di atas tiang. Ada dua jenis penghantar yang digunakan, yaitu penghantar tidak berisolasi (kawat) dan penghantar berisolasi (kabel).

Penghantar tidak berisolasi mempunyai kelemahan, seperti rawan pencurian dan rawan terjadi gangguan fasa ke fasa maupun fasa ke netral. Tetapi memiliki keunggulan harga yang relatif murah dan mudah dalam pengusutan gangguan. Sedangkan penghantar berisolasi memiliki keuntungan dan kerugian yang saling berlawanan dengan penghantar tidak berisolasi.

Pada umumnya PT. PLN (Persero) menggunakan SUTR dengan isolasi (kabel pilin) dengan inti aluminium. Standar ukuran kabel yang digunakan adalah 3 × 70 + 1 × 50 mm2. Dengan karakteristik elektris sebagai berikut :

Tabel 3.6 Karakteristik twisted kabel aluminium (NFA2X)

Size of Cable

Phase Neutral Public Lighting

Resistance (/km)

Max. Current

(A)

Resistance (/km)

Resistance (/km)

Max. Current

(A)

2 × 10 2 × 16

3,08 1,91 54 72 3,08 1,91 - - - - 2 × 25 + 1 × 25

2 × 35 + 1 × 25 2 × 50 + 1 × 25

1,2 0,868 0,641 130 125 154 1,38 1,38 0,986 - - - - - - 2 × 70 + 1 × 50

2 × 95 + 1 × 70

0,443 0,32 196 242 0,69 0,45 - - - - 3 × 25 + 1 × 25

3 × 35 + 1 × 25 3 × 50 + 1 × 25

1,2 0,868 0,641 130 125 154 1,38 1,38 0,986 - - - - - - 3 × 70 + 1 × 50

3 × 95 + 1 × 70

0,443 0,32 196 242 0,69 0,45 - - - - 3 × 25 + 1 × 25 + 2 × 16

3 × 35 + 1 × 25 + 2 × 16

1,2 0,868 130 125 1,38 1,38 1,91 1,91 72 72


(67)

3 × 70 + 1 × 50 + 2 × 16 3 × 95 + 1 × 70 + 2 × 16

0,443 0,32 196 242 0,69 0,45 1,91 1,91 72 72 3 × 25 + 1 × 25 + 16

3 × 35 + 1 × 25 + 16 3 × 50 + 1 × 25 + 16

1,2 0,868 0,641 130 125 154 1,38 1,38 0,986 1,91 1,91 1,91 72 72 72 3 × 70 + 1 × 50 + 16

3 × 95 + 1 × 70 + 16

0,443 0,32 196 242 0,69 0,45 1,91 1,91 72 72

Sumber : Overhead Transmission And Distribution Line Conductor PT. Jembo Cable Company

III.3.2 Saluran Kabel Tegangan Rendah (SKTR)

Saluran ini menempatkan kabel di bawah tanah. Tujuan utama penempatan di bawah tanah pada umumnya karena alasan estetika, sehingga penggunaan SKTR umumnya adalah pada daerah perindustrian dan kompleks perumahan.

Keuntungan penggunaan kabel ini adalah estetika yang lebih indah dan tidak terganggu oleh pengaruh cuaca. Sedangkan kelemahan penggunaan kabel ini adalah jika terjadi gangguan sulit untuk menemukan lokasinya dan jika terjadi pencurian sangat sulit untuk mengungkapnya.

III.3.3 Komponen Pada Jaringan Tegangan Rendah

Adalah peralatan yang digunakan pada jaringan tegangan rendah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai penyalur energi listrik ke pelanggan. Komponen pada jaringan tegangan rendah antara lain :

1. Kabel Schoen

Kabel schoen digunakan untuk menghubungkan rel pada panel hubung bagi dengan penghantar kabel tegangan rendah (kabel obstyg). Kabel schoen dipres pada kabel obstyg dan dibuat pada rel hubung bagi.

2. Konektor

Adalah peralatan yang digunakan untuk menghubungkan penghantar dengan penghantar. Misalnya antara kabel obstyg dengan TIC-Al, TIC-Al dengan


(68)

sambungan rumah. Jenis konektor yang umum digunakan oleh PT. PLN (Persero) ada dua jenis, yaitu :

Konektor Kedap Air (Piercing Connector)

Konektor ini dapat dipasang dalam kondisi jaringan bertegangan dan tanpa mengelupas isolasinya. Konduktansi terjadi karena pada konektor ini terdapat gigi penerus arus. Sehingga gigi penerus arus ini harus tajam dan tegak untuk dapat menembus bagian isolasi kabel serta harus diberi gemuk untuk melindungi bagian kontak agar terhindar dari korosi.

 Konektor Pres

Pemasangan konektor jenis ini biasanya harus dalam keadaan tidak bertegangan karena diperlukan pengelupasan isolasi kabel untuk membentuk konduktifitas. Konduktifitas yang dihasilkan konektor jenis ini lebih baik karena luas permukaan kontak lebih besar.

III.3.4 Loses Pada Jaringan Distribusi

Yang dimaksud dengan losses adalah perbandingan antara energi listrik yang disalurkan (P ) dengan energi listrik yang terpakai (S P ). P

PLosses = PS-PP (KW)

Dan bsarnya persentase rugi-rugi daya dalam persen adalah :

% 100

× − =

S I S

P P P


(69)

III.3.4.1 Losses Pada Penghantar Fasa

Jika suatu arus mengalir pada suatu penghantar, maka pada penghantar tersebut akan terjadi rugi-rugi energi menjadi energi panas karena pada penghantar tersebut terdapat resistansi. Rugi-rugi dengan beban terpusat di ujung dirumuskan :

V

∆ = I

(

Rcosϕ + Xsinϕ

)

l ...(3.18)

P

∆ = 3I2 Rl ...(3.19) Sedangkan jika beban terdistribusi merata di sepanjang saluran, maka rugi-rugi energi yang timbul adalah :

V

∆ = I

(

Rcosϕ Xsinϕ

)

l

2 2

+ 

   

……….(3.20)

P

∆ = I R l

2 2

3 

   

………..(3.21)

Dengan : I = arus yang mengalir pada penghantar (ampere)

R = tahanan penghantar (ohm/km)

X = reaktansi penghantar (ohm/km)

l = panjang penghantar (km)

ϕ

cos = faktor daya beban III.3.4.2 Losses Akibat Beban Tidak Seimbang

Akibat pembebanan di tiap fasa yang tidak seimbang, maka akan mengalir arus pada penghantar netral. Jika di hantaran penghantar netral terdapat nilai tahanan dan dialiri arus, maka penghantar netral akan bertegangan yang menyebabkan tegangan pada transformator menjadi tidak seimbang.

Arus yang mengalir di sepanjang kawat netral akan menyebabkan rugi-rugi daya sebesar :


(70)

N N R

I

P = 2

∆ ...(3.22)

III.3.4.3 Losses Pada Sambungan Tidak Baik

Losses ini terjadi karena di sepanjang jaringan tegangan rendah terdapat

beberapa sambungan, antara lain :

Sambungan antara kabel obstyg dan kabel TIC-Al.

Sambungan saluran jaringan tegangan rendah dengan kabel TIC-Al.

 Percabangan saluran jaringan tegangan rendah.

 Percabangan untuk sambungan pelayanan.

I I

R R

Gambar 3.15 Sambungan kabel Besarnya rugi-rugi daya pada sambungan dirumuskan :

P

∆ = I2 R ...(3.23) Dimana : P = losses yang timbul pada konektor (watt)

I = arus yang mengalir melalui konektor (ampere)

R = tahanan konektor (ohm)

III.4 RAK TEGANGAN RENDAH

Merupakan Perangkat Hubung Bagi (PHB) tegangan rendah gardu distribusi. Rak tegangan rendah terpasang pada gardu distribusi pada sisi tegangan rendah atau


(71)

sisi hulu dari instalasi tenaga listrik. Fungsinya adalah sebagai alat penghubung sekaligus sebagai pembagi tenaga listrik ke instalasi pengguna tenaga listrik (konsumen). Kapasitas rak tegangan rendah yang digunakan harus disesuaikan dengan besarnya kapasitas transformator yang digunakan.

Rak tegangan rendah terdiri dari beberapa jurusan yang akan dibagi-bagi ke pelanggan. Rak tegangan rendah terhubung dengan transformator pada sisi sekunder menggunakan kabel single core tegangan rendah.


(72)

BAB IV

PENGARUH PEMERATAAN BEBAN TERHADAP RUGI-RUGI JARINGAN TEGANGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI IV.1 UMUM

Transformator distribusi merupakan suatu alat yang memegang peranan penting dalam sistem distribusi. Transformator distribusi mengubah tegangan menengah (20 kV) menjadi tegangan rendah (400/230 V).

Pada umumnya beban yang tidak merata dapat diindikasikan dengan mudah, dengan melihat hasil pengukuran arus netral. Apabila didapatkan data arus netral yang lebih besar atau sama dengan arus fasa, maka jaringan tersebut patut diindikasikan memiliki beban yang tidak seimbang. Indikasi beban tidak seimbang ini dapat pula dilihat dari besar arus di masing-masing phase (R-S-T) memiliki perbedaan yang besar.

Dengan adanya pemerataan beban ini diharapkan adanya penurunan arus netral sehingga dengan adanya penurunan arus netral ini merupakan penekanan rugi-rugi. Dan dengan adanya penurunan rugi-rugi ini maka ada peningkatan efiiensi pada transformator distribusi.

Ketidakseimbangan beban pada suatu sistem tenaga listrik selalu terjadi dan penyebab ketidakseimbangan tersebut adalah pada beban-beban satu fasa pada pelanggan jaringan tegangan rendah yang umumnya dilayani langsung oleh transformator distribusi.

Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah suatu keadaan dimana :

 Ketiga vektor arus/ tegangan sama besar.


(1)

Analisa data untuk Loses pada Hantaran Netral Sebelum Pemerataan Beban Jurusan C.

• Sebelum Pemerataan Beban

ID PEL. 5471039559167 Panjang JTR = 10800 cm

) ( KTRK

N

I = 10 A

) ( KTRK

N

I

∑ = 183 A

) (UKR

N

I = 57 A

) ( Pelanggan

N

I = 57

183 10

x = 3,11 A

Perhitungan tahanan untuk sambungan rumah ke panel adalah sebagai berikut:

xl km

R= Ω

=

100000 10800 08

,

3 x

= 0,3326 Ω

P = I N 2 x R

= 3,112 x 0,3326 = 3,2173 Watt

Data berikutnya dapat dianalisa dengan cara yang sama, sehingga diperoleh hasilnya pada tabel yaitu :

Tabel 4.6 Losses Pada Hantaran Netral Sebelum Pemerataan Beban Jurusan C ID PEL PANJANG

JTR(cm)

IN KTRK

(A )

IN PEL (A)

Ohm/km R

(Ohm)

Losses (Watt) 547103959167 10800 10 3,11 3,08 0,3326 3,2173 547103939177 13500 10 3,11 3,08 0,4158 4,0217 547103791774 12150 20 6,23 3,08 0,3742 14,5246

547103827582 2700 20 6,23 3,08 0,0832 3,2277


(2)

547103766504 6750 10 3,11 3,08 0,2079 2,0108

547103791741 8100 20 6,23 3,08 0,2495 9,6830

547103791733 9450 25 7,79 3,08 0,2911 17,6627

547103791766 9180 10 3,11 3,08 0,2827 2,7347

547103766512 7830 10 3,11 3,08 0,2412 2,3325

547103766490 6480 10 3,11 3,08 0,1996 1,9304

547103766482 4590 20 6,23 3,08 0,1414 5,4869

547104053797 3240 2 0,62 3,08 0,0998 0,0384

TOTAL 183 69,9643

• Sesudah Pemerataan Beban

ID PEL. 5471039559167 Panjang JTR = 10800 cm

) ( KTRK

N

I = 10 A

) ( KTRK

N

I

∑ = 183 A

) (UKR

N

I = 13 A

) ( Pelanggan

N

I = 13

183 10

x = 0,71A

Perhitungan tahanan untuk sambungan rumah ke panel adalah sebagai berikut:

xl km

R= Ω

=

100000 10800 08

, 3 x

= 0,3326 Ω

P = I N 2 x R

= 0,712 x 0,3326 = 0,1677 Watt

Data berikutnya dapat dianalisa dengan cara yang sama, sehingga diperoleh hasilnya pada tabel yaitu :


(3)

Tabel 4.7 Losses Pada Hantaran Netral Sesudah Pemerataan Beban Jurusan C ID PEL PANJANG

JTR (cm)

IN KTRK

(A)

IN PEL (A)

Ohm/km R (Ohm) Losses (Watt) 547103959167 10800 10 0,71 3,08 0,3326 0,1677 547103939177 13500 10 0,71 3,08 0,4158 0,2096 547103791774 12150 20 1,42 3,08 0,3742 0,7546

547103827582 2700 20 1,42 3,08 0,0832 0,1677

547103898466 4050 16 1,13 3,08 0,1247 0,1593

547103766504 6750 10 0,71 3,08 0,2079 0,1048

547103791741 8100 20 1,42 3,08 0,2495 0,5031

547103791733 9450 25 1,78 3,08 0,2911 0,9222

547103791766 9180 10 0,71 3,08 0,2827 0,1425

547103766512 7830 10 0,71 3,08 0,2412 0,1216

547103766490 6480 10 0,71 3,08 0,1996 0,1006

547103766482 4590 20 1,42 3,08 0,1414 0,2851

547104053797 3240 2 0,14 3,08 0,0998 0,0196

TOTAL 183 3,6584

Dari tabel 4.6 dan tabel 4.7 analisa data hasil Losses Pada Hantaran Netral Sebelum dan Sesudah Pemerataan Beban yang dilakukan, maka dapat dibuat grafik sebagai berikut :

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 2 4 6 8 10 12 14

ID PEL

IN

(PEL

)

Sebelum Pemerataan Sesudah Pemerataan

Gambar 4.4 Kurva Perbandingan Arus Netral Sebelum dan Sesudah Pemerataan Beban Jurusan C


(4)

0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000 14.0000 16.0000 18.0000 20.0000

0 5 10 15

ID PEL

LO

SSES

(W

)

Sebelum Pemerataan Sesudah Pemerataan

Gambar 4.5 Kurva Perbandingan Losses Sebelum dan Sesudah Pemerataan Beban Jurusan C

Daya yang disalurkan pada jurusan C sebelum pemerataan beban: P = V I cosφ

P R = 220 x 13 x 0,977 = 2794,22 W P S = 219,7 x 67 x 0,98 = 14425,50 W P T = 221 x 0 x 0,996 = 0 W

PTotal = 2794,22 W + 14425,50 W + 0 W = 17219,72 W

Daya yang disalurkan pada jurusan C sesudah pemerataan beban: P = V I cosφ

P R = 219 x 24,7 x 0,962 = 5213,25 W P S = 221 x 26 x 0,941 = 5406,99 W P T = 219 x 25 x 0,973 = 5327,18 W

PTotal = 5213,25 W + 5406,99 W + 5327,18 W = 15947,42 W Persentase Losses Terhadap Daya Yang Disalurkan

Persentase losses terhadap daya yang disalurkan adalah perbandingan losses terhadap daya yang disalurkan dalam persen. Data besar losses tercantum dalam tabel 4.7 dan 4.8


(5)

LossesN = 69,9643 W

Total losses pada hantaran netral sesudah pemerataan beban adalah sebesar: LossesN’ = 3,6584 W

Persentase losses terhadap daya yang disalurkan sebelum pemerataan beban adalah sebesar:

%Losses = X100%

P P

TOT LOSSES

= 100%

72 , 17219

9643 , 69

X = 0,40 %

Presentase losses terhadap daya yang disalurkan sesudah pemerataan beban adalah sebesar:

%Losses’ = X100%

P P

TOT LOSSES

= 100%

42 , 15947

6584 , 3

X = 0,02 %

Sehingga penekanan losses di hantaran netral dengan program pemerataan beban ini adalah sebesar:

ΔLosses = %Losses - %Losses’ = 0,40% - 0,02% = 0,38 %


(6)

BAB V PENUTUP V.I KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa data dan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Ketidakseimbangan beban menyebabkan arus mengalir pada hantaran netral. Arus ini menjadi losses yang harus ditanggung PT PLN karena sepanjang hantaran terdapat resistansi.

2. Pemerataan beban dilakukan dengan jalan rewiring sambungan rumah pelanggan dari fasa yang berat ke fasa yang berbeban ringan.

3. Dengan program pemerataan beban pada jurusan C di gardu MK-294 maka didapat hasil penekanan losses di hantaran netral sebesar 0,38%

V.2 SARAN

Penyambungan pelanggan baru sebaiknya terorganisir dengan baik, dengan melihat data beban jaringan, sehingga tidak terjadi ketimpangan antar fasa.