ANALISIS KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN MENGKOMUNIKASIKAN PADA MATERI KOLOID DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING
Oleh ELFIA ROZANA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2013
(2)
ABSTRAK
ANALISIS KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN MENGKOMUNIKASIKAN PADA MATERI KOLOID DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING
Oleh ELFIA ROZANA
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan memprediksi dan mengkomunikasikan pada materi koloid dengan menggunakan model pembelajar-an problem solvinguntuk kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 7 Bandar Lampung kelas XI IPA 4 semes-ter genap Tahun Pelajaran 2012-2013. Penelitian ini menggunakan metode pene-litian pre-eksperimen dengan design penelitian One Shot Case Study.
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa pada keterampilan mempredik-si untuk kelompok tinggi 100 % mempredik-siswa berkriteria sangat baik, untuk kelompok sedang 52,94 % siswa berkriteria sangat baik, 41,18 % siswa berkriteria baik, dan 5,88 % siswa berkriteria cukup, dan untuk kelompok rendah 9,09 % siswa berkri-teria sangat baik, 45,45 % siswa berkriberkri-teria baik, 27,27 % siswa berkriberkri-teria cukup, dan 18,18 % siswa berkriteria kurang. Pada keterampilan mengkomunikasikan untuk kelompok tinggi 100 % siswa berkriteria sangat baik, untuk kelompok se-dang 41,18 % siswa berkriteria sangat baik dan 58,82 % siswa berkriteria baik,
(3)
dan untuk kelompok rendah 9,09 % siswa berkriteria sangat baik, 45,45 % siswa berkriteria baik, dan 45,45 % siswa berkriteria cukup.
Kata kunci : keterampilan memprediksi dan keterampilan mengkomunikasikan, model pembelajaran problem solving, dan kelompok kognitif.
(4)
(5)
(6)
(7)
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving ... 7
B. Keterampilan Proses Sains ... 9
C. Kemampuan Kognitif ... 10
D. Konsep ... 11
E. Kerangka Pemikiran... 21
F. Anggapan Dasar... 22
G. Hipotesis umum ... 22
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Subyek Penelitian ... 23
B. Data Penelitian ... 23
(8)
vi
F. Prosedur Penelitian ... 26
G. Tekhnik Pengelompokkan Siswa ... 28
H. Tekhnik Analisis Data ... 30
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 33
B. Pembahasan ... 36
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 50
B. Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Pemetaan ... 52
2. Silabus ... 58
3. RPP ... 65
4. Lembar Kerja Siswa ... 88
5. Kisi-Kisi Soal Postes... 116
6. Soal Postes ... 122
7. Rubrik Penilaian Posttest ... 126
8. Angket ... 130
9. Lembar Observasi Kinerja Guru ... 131
10. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 139
11. Perhitungan ... 147
(9)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu kimia merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam (IPA). Ilmu kimia adalah ilmu yang berkembang berdasarkan fenomena-fenomena alam yang berkaitan dengan komposisi materi, struktur materi, sifat materi, dan energi yang menyertai perubahan materi, yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia dan tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan temuan ilmiah, kimia se-bagai proses berupa kerja ilmiah, dan kimia sese-bagai sikap (BSNP, 2006). Berda-sarkan hal tersebut, maka pembelajaran kimia harus lebih diarahkan pada proses pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mengembangkan sejumlah ke-terampilan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu dari keterampilan tersebut adalah Keterampilan Proses Sains (KPS).
Keterampilan Proses Sains (KPS) merupakan suatu perangkat kemampuan kom-pleks yang biasa digunakan oleh para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah ke dalam rangkaian proses pembelajaran yang meliputi keterampilan me-ngamati (observasi), mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengukur, mem-memprediksi, dan menyimpulkan. Menurut Dahar (1996), keterampilan proses sains (KPS) sangat penting bagi siswa sebagai bekal untuk menerapkan metode
(10)
ilmiah dalam mengembangkan sains, memahami, dan memperoleh pengetahuan baru. Dalam hal ini, siswa diajak bagaimana suatu proses dan produk yang diperoleh dimulai dari merumuskan suatu masalah hingga menarik kesimpulan.
Fakta umum, pembelajaran kimia yang diterapkan guru di sekolah cenderung ha-nya meha-nyampaikan konsep-konsep, teori-teori, dan hukum-hukumha-nya saja tanpa menyuguhkan proses ditemukannya konsep, teori, dan hukum tersebut, sehingga tidak tumbuh sikap ilmia dari siswa. Akibatnya pembelajaran kimia di sekolah hanya berpusat pada guru dengan interaksi satu arah, yaitu interaksi antara guru dengan siswa saja, sedangkan interaksi antara siswa dengan siswa jarang terjadi.
Fakta tersebut diperkuat dengan hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang studi kimia di SMA Negeri 7 Bandar Lampung bahwa belum pernah dilakukan analisis tentang keterampilan proses sains (KPS) dan pembelajaran kimia yang diterapkan di sekolah tersebut masih berpusat pada guru dan bersifat konvensional. Selama proses pembelajaran kimia berlangsung sebagian besar konsep diberikan oleh guru. Meski sering dilakukan praktikum di laboratorium, akan tetapi praktikum yang dilakukan hanya untuk pembuktian konsep bukan membimbing siswa membangun konsep. Sehingga tidak terlatihnya keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran. Hal ini yang menjadi masalah utama dalam pembelajaran kimia di SMA Negeri 7 Bandar Lampung.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu memilih model pembel-ajaran yang dapat mengembangkan keterampilan proses sains yang dimiliki siswa dan sesuai dengan materi kimia yang diajarkan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Dzulhajh (2012) pada siswa kelas XI SMA YP Unila Bandar
(11)
Lampung bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelejaran pro-blem solving dapat meningkat keterampilan proses sains siswa pada materi koloid.
Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa keterampilan proses sains dapat latihkan pada materi koloid. Koloid merupakan salah satu materi kimia yang di-pelajari di kelas XI IPA. Koloid sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya susu, santan, buih sabun, agar-agar, dan karet busa. Sesuai dengan kom-petensi dasar dalam mempelajari koloid, siswa harus dapat menjelaskan sifat-sifat koloid, memprediksi jenis-jenis koloid berdasarkan wujud dari fase terdispersi dan fasa pendispersi, serta mengetahui proses pembuatan berbagai sistem koloid, dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa dapat
mengembangkan keterampilan proses sains yang ada pada diri mereka, khususnya keterampilan mengkomunikasikan dan memprediksi.
Dalam hal ini juga diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat mengem-bangkan keterampilan proses sains siswa dan dapat melibatkan siswa dalam pro-ses pembelajaran, serta mengaitkan konsep yang diperoleh ke dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian Dzulhajh (2012), yang menyatakan bah-wa model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan proses sains sisbah-wa adalah model pembelajaran problem solving.
Model problem solving adalah suatu model yang menyajikan materi pelajaran de-ngan menghadapkan siswa dede-ngan suatu permasalahan untuk dipecahkan atau di-selesaikan agar mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran problem solving dapat mengembangkan keterampilan siswa dalam memecahkan permasa-lahan, serta dalam mengambil keputusan secara objektif dan mandiri untuk
(12)
me-narik kesimpulan sebagai penyelesaian suatu permasalahan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ferannie (2010), menyatakan bahwa pengaruh model kegiatan laboratorium berbasis problem solving dapat meningkatkan kete-rampilan proses sains pada materi pembiasan cahaya.
Menurut Winarni (2006), keterampilan proses sains meliputi keterampilan intelek-tual atau kemampuan berpikir siswa. Kemampuan yang melibatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan intelektual atau berpikir siswa adalah kemampu-an kognitif. Kemampukemampu-an kognitif dikelompokkemampu-an menjadi tiga, yaitu kemampukemampu-an kognitif tinggi, sedang, dan rendah. Kemampuan kognitif merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Siswa berkemampuan kognitif tinggi, cenderung memiliki prestasi belajar yang tinggi dibandingkan de-ngan siswa yang berkemampuan kognitif sedang dan rendah (Nasution, 2000).
Hasil penelitian Sulastri (2012) menunjukkan bahwa keterampilan mengamati, menafsirkan hasil pengamatan, meramalkan, merencanakan penelitian, mengguna-kan alat dan bahan, menerapmengguna-kan konsep, mengajumengguna-kan pertanyaan, dan mengkomu-nikasikan hasil penelitian pada materi hidrolisis garam melalui penerapan model problem solving untuk kelompok tinggi memiliki tingkat kemampuan berkriteria sangat baik, kelompok sedang berkriteria baik, dan kelompok rendah berkriteria cukup. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran problem solving dapat mengembangkan KPS siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah pada materi koloid.
(13)
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Keterampilan Memprediksi dan Mengkomunikasikan Pada Materi Koloid Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Problem Solving”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian yang dilakukan ini, yaitu : 1. Bagaimana keterampilan memprediksi siswa pada materi koloid dengan
menggunakan model pembelajaran problem solving untuk kelompok kognitif siswa tinggi, sedang, dan rendah?
2. Bagaimana keterampilan mengkomunikasikan siswa pada materi koloid deng-an menggunakdeng-an model pembelajardeng-an problem solving untuk kelompok kogni-tif siswa tinggi, sedang, dan rendah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keterampilan memprediksi dan mengkomunikasi-kan pada materi koloid dengan menggunamengkomunikasi-kan model pembelajaran problem solving untuk kelompok kognitif siswa tinggi, sedang, dan rendah.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu : 1. Bagi Siswa
(14)
Dengan menggunakan model pembelajaran problem solving dapat melatih keterampilan memprediksi dan mengkomunikasikan pada materi koloid. 2. Bagi Guru
Model pembelajaran problem solving dapat menjadi alternatif dalam pelayan-an pembelajarpelayan-an siswa.
3. Bagi Sekolah
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem solving da-pat dijadikan alternatif untuk meningkatkan mutu dalam pembelajaran kimia di SMA Negeri 7 Bandar Lampung.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup dari penelitian ini, yaitu :
1. Keterampilan memprediksi dapat diartikan sebagai keterampilan yang mem-buat ramalan tentang hal yang akan terjadi dengan menggunakan pola hasil pengamatan.
2. Keterampilan mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai penjelasan dalam bentuk tulisan, gambar, gerak, dan tindakan yang memperoleh fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.
3. Model pembelajaran problem solving memiliki tahapan pembelajaran yang dimulai dengan pengorientasian siswa dalam menemukan masalah, mencari data atau informasi yang akurat, menentukan jawaban sementara, menguji kebenaran jawaban tersebut, hingga menarik kesimpulan (Depdiknas, 2008). 4. Kelompok tinggi, sedang, dan rendah merupakan kelompok siswa
(15)
7 II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Model Pembelajaran Problem Solving
Dalam pendidikan partisipatif seorang pendidik lebih berperan sebagai tenaga fasilitator, sedangkan keaktifan lebih dibebankan kepada peserta didik. Pendidik-an partisipatif dapat diterapkPendidik-an dengPendidik-an cara mengaktifkPendidik-an peserta didik pada pro-ses pembelajaran yang berlangsung. Pendidikan partisipatif ini bertumpu pada nilai-nilai demokratis, pluralisme, dan kemerdekaan peserta didik (siswa). Deng-an lDeng-andasDeng-an nilai-nilai tersebut bagi pendidik lebih sebagai falisitator yDeng-ang mem-berikan ruang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk berekspresi, berdialog, dan berdiskusi. Siswa adalah peserta didik di sekolah dituntut untuk dapat meng-embangkan kecerdasan emosional, keterampilan, dan kreatifitasnya dalam proses pembelajaran. Dengan cara melibatkan siswa secara langsung ke dalam proses belajar, sehingga nantinya siswa secara mandiri mencari pemecahan dari masalah yang dihadapi.
Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang jelas dan tepat. Proses problem solving memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan yang dimiliki sis-wa dalam memahami, mencari dan menemukan sendiri informasi untuk diolah
(16)
8 menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan, dengan kata lain, problem sol-ving menuntut kemampuan memproses informasi untuk membuat kesimpulan tertentu (Hidayati, 2006).
Problem solving memerlukan keterampilan berpikir yang beragam termasuk me-ngamati, menganalisis, mengklasifikasi, menafsirkan, meramalkan, mengukur, menarik kesimpulan, dan menggeneralisasi berdasarklan informasi yang diperoleh dan diolah. Tahap-tahap model pembelajaran problem solving (Depdiknas, 2008), yaitu :
1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan.
2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain.
3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada tahap ke-dua di atas.
4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam tahap ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa ja-waban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jaja-waban se-mentara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan model model lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.
5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan ter-akhir tentang jawaban dari masalah yang ada.
Kelebihan model problem solvingyang dijelaskan menurut Dzamarah dan Zain (2010) yaitu:
a. Pembelajaran ini lebih relevan dengan kehidupan sehari-hari.
b. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.
c. Pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa ban-yak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan masalah yang siswa hadapi.
(17)
9 B. Keterampilan Proses Sains
Menurut Gagne (Dahar,1996) keterampilan proses IPA adalah kemampuan-kemampuan dasar tertentu yang dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami sains. Setiap keterampilan proses merupakan keterampilan yang khas yang digu-nakan oleh semua ilmuwan, serta dapat digudigu-nakan untuk memahami fenomena apapun juga. Keterampilan proses sains mempunyai cakupan yang sangat luas, sehingga aspek-aspek keterampilan proses sains dapat digunakan dalam beberapa pendekatan dan metode pembelajaran. Demikian halnya dalam model pembelaja-ran yang dikembangkan yaitu Problem Solving, keterampilan proses sains menjadi bagian yang tidak terpisah dalam kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan.
Menurut Hariwibowo, dkk. (2009):
Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan keteram-pilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar mengajar memperha-tikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk kreatifitas.
Keterampilan merupakan kegiatan berupa perbuatan berpikir, berbicara, melihat, dan mendengar, sedangkan proses sains adalah proses ilmiah. Keterampilan pro-ses sains adalah kegiatan yang didasarkan pada perbuatan, berpikir, berbicara, me-lihat, dan mendengar melalui suatu proses ilmiah.
Dalam pembelajaran sains, proses sains harus dikembangkan pada siswa sebagai pengalaman yang bermakna. Pemahaman konsep sains tidak hanya
(18)
mengutama-10 kan hasil (produk) saja, tetapi juga proses dalam membangun pengetahuan siswa. Siswa dapat membangun pengetahuan atau gagasan baru ketika berinteraksi deng-an suatu gejala. Pembentukdeng-an pengetahudeng-an ddeng-an gagasdeng-an ini tidak hdeng-anya bergdeng-an- bergan-tung pada karakteristik objek, tetapi juga berganbergan-tung pada bagaimana siswa me-mahami objek itu dan memproses informasi, sehingga diperoleh suatu gagasan dan pengetahuan yang baru.
Ada tiga dimensi ilmiah yang sangat penting dalam pembelajaran sains, yaitu pe-ngetahuan, proses, dan sikap ilmiah. Pengetahuan ilmiah merupakan konsep dasar yang menjadi sumber utama dalam pembelajaran, proses ilmiah adalah cara atau jalan cerita dalam memperoleh suatu pengetahuan ilmiah, dan sikap ilmiah adalah bagaimana sesorang bersikap dalam melakukan proses ilmiah untuk memperoleh pengetahuan ilmiah.
Menurut Dimyati dan Moedjiono (2002), ada berbagai keterampilan dalam kete-rampilan proses sains, ketekete-rampilan-ketekete-rampilan tersebut terdiri dari keteram-pilan-keterampilan dasar (basic skills) dan keteramketeram-pilan-keterampilan terintegrasi atau terpadu (integrated skills). Keterampilan-keterampilan dasar terdiri dari enam keterampilan, yakni: mengamati (mengobservasi), mengklasifikasi, mengu-kur, memprediksi, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan.
Keterampilan Mengkomunikasikan dan Memprediksi
Menurut Dimyati dan Moedjiono (2002) keterampilan memprediksi dapat diarti-kan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang adiarti-kan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau
(19)
kecende-11 rungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pe-ngetahuan.
Memprediksi bisa berdasarkan metode ilmiah atau pun subjektif belaka. Cartono (2007) menyusun indikator-indikator keterampilan memprediksi sebagai berikut : menggunakan pola-pola hasil pengamatan dan mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati.
Menurut Dimyati dan Moedjiono (2002) keterampilan mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk tulisan, gambar, gerak, tindakan, atau penampilan misalnya dengan berdiskusi, mendeklamasikan, mendramakan, mengungkapkan, melaporkan (dalam bentuk lisan, tulisan, gerak, atau penampilan).
Adapun indikator keterampilan mengkomunikasi menurut Cartono (2007) adalah mam-pu membaca dan mengkompilasi informasi dalam grafik atau diagram, menggam-bar data empiris dengan grafik, tabel atau diagram, menjelaskan hasil percobaan, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas.
Penelitian yang Relevan
Berikut ini adalah beberapa data penelitian yang relevan: Tabel 2. Penelitian yang relevan
No Nama dan
Tahun Judul Penelitian
Metode/Desain
Penelitian Hasil penelitian 1 Adyana,
Gede P., 2009
Meningkatkan Aktivitas Belajar, Kompetensi Kerja
Penelitian Tindakan Kelas/Siklus
Penerapan model Problem Solving pada pembelajaran
(20)
12 Ilmiah dan Pemahaman Konsep Siswa melalui Penerapan Model Problem Solving pada Pembelajaran Kimia
Belajar kimia dapat meningkatkan aktivitas belajar, kompetensi kerja ilmiah, pemahaman konsep kimia dan respon positif siswa 2 Hasnunidah,
Neni., 2008
Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP melalui Penggunaan Model Problem Based Learning pada Pembelajaran Konsep Struktur dan Fungsi Organ Manusia
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) / Desain Hopkins yang dilaksanakan dalam 3 siklus
Keterampilan proses sains siswa yang meliputi keterampilan mengamati, menginterpretasikan, memprediksi, dan mengkomunikasikan meningkat dari siklus ke siklus dengan penggunaan model Problem Based Learning ada peningkatan aktivitas on-taks siswa, terutama pada aktivitas menggali informasi dan aktivitas mendengar serta mencatat kinerja guru mengalami peningkatan dari siklus ke siklus 3 Hertanti, Tri Peningkatan Penelitian 1. Pembelajaran
(21)
13 I., 2009 Pemahaman Konsep
Hakikat Biologi Sebagai Ilmu dengan Pembelajaran Problem Solving Melalui Media VCD Lingkungan Bagi Siswa Kelas X2 SMA Muhammadiyah I Semarang Tindakan Kelas (PTK)/ Siklus Belajar Problem Solving dapat meningkatkan pemahaman konsep Biologi sebagai ilmu sehingga kreatifitas siswa dalam memecahkan masalah yang terjadi di dalam lingkungan meningkat. 2. Pemanfaatan
media pembelajaran yang berupa VCD lingkungan dapat dipakai sebagai pengganti ekosistem yang asli, sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep biologi sebagai ilmu. 3. Pembelajaran dalam kelompok kecil dapat meningkatkan pemahaman konsep biologi sebagai ilmu dan terciptanya kerjasama diantara siswa sehingga siswa dapat dengan mudah menyelesaikan tugas-tugasnya. 4 Jasmaniah dan Suryati, 2008 Pembelajaran Model Problem Solving Untuk Meningkatkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)/ Siklus Belajar 1. Pembelajaran problem solving mampu menumbuhkan minat dan
(22)
14 Motivasi Belajar Siswa dalam Mempelajari Materi Perbandingan Trigonometri Di Dalam Kelas X SMA Negeri 2 Bireuen
motivasi belajar siswa sehingga siswa lebih antusias dan aktif dalam belajar matematika. 2. Penerapan pembelajaran problem solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X3 SMA Negeri 2 Bireuen pada materi perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku. 5 Lidiawati, 2011 Efektivitas Penerapan Metode Problem Solving Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasika n dan Penguasaan Konsep Koloid Kuasi Eksperimen/ Pretest-Postest Control Group Design Penerapan metode problem solving lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan daripada pembelajaran konvensional.
C. Kemampuan Kognitif
Kognitif dalam pembelajaan merupakan ranah penilaian masing-masing siswa selama pembelajaran berlangsung. Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental dalam otak. Ranah kognitif memiliki 6 aspek penilaian, yaitu meliputi pengetahuan (knowledge), pemahaman, (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (syntesis), dan penilaian (evaluation).
(23)
15 Menurut Winarni (2006), kemampuan kognitif siswa merupakan point utama da-lam menentukan tingkat pengetahuan masing-masing siswa terhadap suatu pel-ajaran yang dipelajari dan menjadi bekal untuk memperoleh pengetahuan yang lebih kompleks dan luas. Berdasarkan kemampuan kognitif inila siswa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu siswa dengan kemampuan kognitif tinggi, siswa dengan kemampuan kognitif sedang, dan siswa dengan kemampuan kognitif rendah.
D. Konsep
Menurut Herron et al.(1977) dalam Fadiawati (2011). mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh, dan non contoh.
(24)
16 Tabel 1. Tabel analisis konsep materi koloid.
Atribut Konsep Konsep
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat Contoh
Non Contoh
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1. Campuran Campuran merupakan zat yang terdiri dari dua atau lebih unsur dengan perbandingan tidak tentu dapat dipisahkan dengan cara fisika.
Konsep konkret
Dua unsur atau lebih dapat dipisahkan secara fisika
Zat terlarut Zat pelarut Ukuran
partikel
Suspensi Larutan koloid
senyawa - Udara Gas O2 , gas nitrogen
2. Suspensi Suspensi merupakan campuran heterogen yang terdiri dari dua fasa dan dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut. Konsep konkret Suspensi Campuran heterogen Zat terlarut
dan zat pelarut dapat dibedakan Partikel zat sistem dispersi larutan koloid
- Campuran air denganpasir campuran minyak dengan air Santan, susu
3. Larutan campuran homogen yang terdiri dari satu fasa dan tidak dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut. Konsep konkret larutan campuran homogen zat terlarut
dan pelarut tidak dapat dibedakan partikel zat sistem dispersi suspensi koloid Larutan elektrolit dan non elektrolit Larutan asam basa Larutan gula, larutan garam campuran air dan pasir,camp uran minyak dengan air 4. Koloid Koloid adalah suatu
bentuk campuran yang keadaanya terletak antara larutan dan suspensi(campuran kasar) Konsep abstrak contoh konkret Koloid Campuran yang terletak antara suspensi dan larutan Partikel Zat sistem dispersi larutan suspensi sol emulsi buih aerosol gel Susu, santan ,cat ,tinta Campuran air dengan minyak, campuran pasir dengan air
(25)
17
Atribut Konsep Konsep
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat Contoh
Non Contoh
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
5. Aerosol Aerosol merupakan jenis koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas Konsep abstrak contoh konkret aerosol koloid dari
partikel padat/cair yang terdispersi dalam gas partikel zat jenis-jenis koloid sol emulsi buih gel Aerosol padat Aerosol cair
Asap, debu dalam udara Kabut dan awan Air sungai, cat
6. sol Sol merupakan jenis koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair
Konsep abstrak contoh konkret
sol
jenis koloid dari partikel padat terdispersi dalam zat cair partikel zat jenis-jenis koloid aerosol emulsi buih gel
Sol cair Sol padat
Sol sabun, sol detergen, sol kanji
Santan, susu, mayonaise
7. Emulsi Emulsi merupakan jenis koloid dari zat cair yang terdispersi dari zat cair lagi
Konsep abstrak contoh konkret
emulsi terdiri dari
fase terdispersi cair dan medium pendispersi cair partikel zat jenis-jenis koloid aerosol sol buih gel Emulsi padat Emulsi cair
Susu,santan, mutiara, jeli
Kabut, awan
8. Buih Buih merupakan jenis koloid yang terdiri dari gas yang terdispersi dalam zat cair Konsep abstrak contoh konkret buih Terdiri dari
fase terdispersi gas dan medium pendispersi padat/cair Partikel Zat jenis-jenis koloid aerosol sol emulsi gel
Buih cair Buih padat
Buih sabun, karet busa batu apung
susu, santan, jeli
(26)
18
Atribut Konsep Konsep
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat Contoh
Non Contoh
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
9. Gel Gel merupakan jenis koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair) Konsep abstrak contoh konkret gel
koloid yang setengah padat dan cair partikel zat jenis-jenis koloid aerosol sol emulsi buih
- Gel silika, gelatin, agar-agar
Sabun, karet busa, awan
10. Efek Tyndall Efek Tyandall adalah tehamburnya berkas cahaya oleh koloid
Konsep abstrak
efek Tyndall terhamburny a seberkas cahaya oleh partikel koloid
partikel sifat-sifat koloid
gerak Brown koagulasi adsorpsi elektroforesis dialisis -Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut Pemurnian gula tebu
11. Gerak Brown Gerak Brown yaitu suatu gerak zig-zag partikel koloid yang dapat diamati dengan mikroskop ultra
Konsep abstrak
gerak Brown gerak zig zag
yang diamati dengan mikroskop ultra
partikel sifat-sifat koloid
efek Tyandall koagulasi adsorpsi elektroforesis dialisis - Pengamatan partikel koloid pada susu Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut 12. Elektroforesis Pergerakan partikel
koloid dalam medan listrik Konsep abstrak elektrofore-sis parikel koloid dalam medan listrik
partikel sifat-sifat koloid
efek Tyandall koagulasi adsorpsi gerak brown dialisis - Untuk identifikasi DNA dalam mengidentifik asi pelaku kejahatan Pengamata n partikel koloid pada susu
13 Adsorpsi Partikel koloid memiliki kemampuan menyerap berbagai macam zat pada permukaan Konsep abstrak Adsorpsi Kemampuan menyerap berbagai Macam zat pada permukaan
partikel sifat-sifat koloid
efek Tyandall koagulasi elektroforsis gerak brown dialisis -Pemurnian gulaPenjernian air Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut
(27)
19
Atribut Konsep Konsep
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat Contoh
Non Contoh
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
14. Koagulasi Koagulasi yaitu peristiwa penggumpalan pada koloid Konsep abstrak Koagulasi Penggumpal an pada koloid
partikel sifat-sifat koloid
efek Tyandall adsorpsi elektroforsis gerak brown dialisis -Sol Fe(OH)3 ditetesi larutan NaCl Pemutihan gula tebu
15. Dialisis Dialisis yaitu campuran koloid yang dapat dipisahkan dari ion-ion Konsep abstrak Dialisis Campuran yang dapat dipisahkan oleh ion-ion
partikel sifat-sifat koloid
efek Tyandall adsorpsi elektroforsis gerak brown koagulasi -Proses pemisahan hasil-hasil metabolisme dari darah oleh ginjal Sol Fe(OH)3 ditetesi larutan NaCl 16. Koloid liofil Koloid yang memiliki
tarik-menarik yang cukup besar antara zat terdispersi dan medium pendispersi
Konsep konkret
Gaya tarik menarik kuat Zat terdispersi Hidrofil Zat pendispersi Konsentrasi Vikositas Pembuatan koloid (kondensasi dan dispersi) Sifat-sifat koloid (liofob, liofil, efek tyndall, dll) Suspemsi Larutan Koloid Sabun, detergen, agar-agar Minyak
17. Koloid liofob Koloid yang memiliki tarik-menarik yang lemah antara zat terdispersi dan medium pendispersi
Konsep konkret
Gaya tarik menarik kuat Zat terdispersi Hidrofil Zat pendispersi Konsentrasi Vikositas Pembuatan koloid (kondensasi dan dispersi) Sifat-sifat koloid (liofob, liofil, efek tyndall, dll) Suspemsi Larutan Koloid Sol belerang, sol logam Kanji, detergen 18. Koloid pelindung
Koloid yang dapat melindungi koloid lain agar tak terkoagulasi Konsep konkret Melindungi koloid lain Tidak terkoagulasi Suhu Konsentrasi Tekanan Pembuatan koloid (kondensasi dan dispersi) Sifat-sifat koloid (liofob, liofil, efek tyndall, dll) Suspemsi Larutan Koloid Gelatin pada es krim, cat
Gelatim pada sol emas
19. Kondensasi Metode kondensasi merupakan suatu
Konsep kongkret
Mengubah partikelkecil
Partikel Pembuatan Koloid
Dispersi Hidrolisis Oksidasi Reduksi Pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis Pembuatan Sol Belerang
(28)
20
Atribut Konsep Konsep
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat Contoh
Non Contoh
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
metode pembuatan sistem koloid dengan menggumpalkan partikel larutan sejati (atom, ion atau molekul) menjadi partikel berukuran koloid. menjadi partikel berukuran partikel larutan sejati (atom, ion atau molekul) menjadi partikel berukuran koloid. Reaksi Penetralan Pengubahan Pelarut FeCl3
20. Dispersi Metode dispersi merupakan cara pembuatan koloid dengan menghaluskan partikel suspensi menjadi partikel koloid. Konsep kongkret Dispersi Mengubah partikel kasar menjadu partikel berukuran koloid
Partikel Pembuatan Koloid
Kondensasi Peptisasi Busur Bredig Homogenes isasi Mekanik Pembuatan Sol Belerang Pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3
(29)
21 E. Kerangka Pemikiran
Penelitian yang dilakukan ini akan meneliti bagaimana keterampilan memprediksi dan mengkomunikasikan dengan menggunakan model pembelajaran problem solving pada materi koloid untuk kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Siswa kelas XI IPA4 SMA Negeri 7 Bandar Lampung memiliki kemampuan kognitif yang heterogen. Subyek penelitian berjumlah satu kelas dengan pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem solving.
Problem Solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa de-ngan persoalan yang harus dipecahkan. Dalam proses pembelajaran yang meng-gunakan model ini, siswa dapat menyeimbangkan pemanfaatan otak kanan dan otak kirinya. Dalam usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, siswa dituntut untuk menjadi pembelajar yang mandiri yang mampu menggunakan dan menghubungkan berbagai aturan-aturan yang telah dikenalnya, serta berbagai keterampilan yang mereka miliki. Dengan demikian, model pem-belajaran ini memberikan kesempatan untuk mengembangkan berbagai kete-rampilan siswa, diantaranya ketekete-rampilan mengamati dan menafsirkan pengamat-an terhadap fenomena alam, mencari informasi ypengamat-ang akurat mengenai fenomena alam tersebut, mengidentifikasi dan memilih informasi yang tepat, memprediksi, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep, merencanakan penelitian,
mengkomunikasikan, dan mengajukan pertanyaan. Keterampilan-keterampilan ini merupakan aspek-aspek yang ada dalam KPS. Dengan kata lain, pembelajaran ini sekaligus mampu melatih KPS siswa terutama keterampilan memprediksi dan mengkomunikasikan. Dengan penggunaan model pembelajaran problem solving,
(30)
22 maka siswa yang memiliki kemampuan kognitif tinggi akan memiliki keterampil-an memprediksi dketerampil-an mengkomunikasikketerampil-an yketerampil-ang sketerampil-angat baik pula.
F. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dari penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA4 semester genap SMA Negeri 7 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013 yang menjadi subyek penelitian memiliki kemampuan kognitif yang heterogen.
G. Hipotesis
Adapun Hipotesis umum dari penelitian ini, yaitu :
Semakin tinggi tingkat kemampuan kognitif siswa, maka semakin tinggi juga keterampilan memprediksi dan mengkomunikasikan siswa.
(31)
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Pada Tahun Pelajaran 2012/2013 terdapat 5 kelas XI IPA di SMA Negeri 7 Ban-dar Lampung. Penentuan subyek penelitian dilakukan berdasarkan pertimbangan kelas yang memiliki karakteristik kemampuan kognitif yang heterogen. Dalam penentuan subyek penelitian ini, peneliti meminta bantuan pihak sekolah, yaitu guru bidang studi kimia untuk memberikan informasi mengenai kemampuan kog-nitif siswa di sekolah tersebut. Sehingga diperoleh kelas XI IPA4 sebagai subyek penelitian dengan jumlah siswa sebanyak 40 siswa.
B. Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer, yaitu data hasil tes setelah pembelajaran diterapkan (posttest) siswa, data dari lembar observasi (kinerja guru dan aktivitas siswa), dan data keterlaksanaan proses pembelajaran.
C. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-experimental, dengan desain penelitian yang digunakan adalah one-shot case study. Pada de-sain penelitian ini hanya diberi suatu perlakuan dan selanjutnya diobservasi.
(32)
Menurut Cresswell (1997) penelitian dengan desain ini dapat digambarkan seba-gai berikut :
Keterangan: X : Perlakuan yang diberikan O : Posstest
D. Instrumen Penelitian
Adapun Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) materi Koloid 2. Lembar Kerja Siswa
LKS yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari lima LKS, yaitu LKS 1 mengenai definisi sistem koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari melalui percobaan, LKS 2 mengenai konsep sifat-sifat sistem koloid dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, LKS 3 mengenai jenis-jenis sistem kolod yang terbagi menjadi 8 jenis dengan contoh-contoh yang ada dalam ke-hidupan sehari-hari melalui percobaan, LKS 4 menggenai sifat-sifat dari sistem koloid melalui video animasi, LKS 5 mengenai cara pembuatan sistem koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. LKS ini digunakan untuk me-mandu siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran materi koloid dengan menggunakan model pembelajaran problem solving.
3. Tes tertulis.
Tes tertulis yang digunakan pada penelitian ini berupa soal essay berjumlah 6 soal. Soal essay yang didasarkan dengan indikator keterampilan proses sains
(33)
yang diteliti, yaitu keterampilan prediksi dan mengkomunikasikan siswa pada materi koloid dengan menggunakan model pembelajaran problem solving. 4. Lembar observasi
Lembar observasi yang digunakan ada dua jenis, yaitu aktivitas siswa dan ki-nerja guru. Lembar observasi berupa check list yang digunakan untuk mempe-roleh informasi mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran dengan meng-gunakan model pembelajaranproblem solving.
5. Angket
Angket digunakan untuk memperoleh informasi dari siswa mengenai keterlak-sanaan proses pembelajaran koloid dengan menggunakan model pembelajaran problem solving. Daftar pertanyaan bersifat tertutup, yaitu alternatif jawaban telah ditentukan.
E. Validitas Instrumen Penelitian
Data yang diperoleh dalam penelitian haruslah data yang valid. Oleh karena itu, instrumen yang digunakan harus melewati uji validitas. Validitas atau kesahihan adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur tersebut benar-benar mengukur apa yang diukur. Validitas ini menyangkut akurasi instrumen. Untuk mengetahui apakah instrumen yang disusun tersebut itu valid atau sahih (Noor, 2012).
Validitas instrumen yang digunakan adalah validitas isi. Validasi isi terhadap ins-trumen ini dilakukan berdasarkan pertimbangan (judgement) dosen ahli dengan melihat kesesuaian antara butir soal dengan indikator keterampilan prediksi dan mengkomunikasikan yang akan diukur.
(34)
Dalam hal ini dilakukan oleh Dra. Ila Rosilawati, M.Si dan Dr. Ratu Beta Rudibyani, M.Si sebagai dosen pembimbing penelitian.
F. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Observasi pendahuluan
Pelaksanaan observasi sebelum dilakukan penelitian, yaitu :
a. Melakukan observasi ke sekolah yang ditentukan untuk pelaksanaan penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai data siswa, karakteristik siswa, metode pembelajaran yang diterapkan guru bidang studi kimia dalam mengajar, dan sarana pendukung pelaksanaan penelitian.
b. Meminta bantuan guru bidang studi untuk menentukan kelas yang digunakan sebagai subyek utama penelitian, dimana penentuan didasarkan dengan pertim-bangan yang dilihat dari karakteristik siswa yang aktif dan tetap kondusif.
2. Pelaksanaan penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu : a. Tahap persiapan
1) Menyusun instrumen penelitian yang akan digunakan selama proses penelitian.
2) Meminta data nama dan nilai siswa pada materi ksp untuk mengelompokkan siswa kedalam kelompok tinggi, sedang, dan rendah.
(35)
b. Tahap pelaksanaan proses pembelajaran
1) Pelaksanaan penelitian yang dilakukan dikelas XI IPA4yang menjadi sub-yek penelitian dengan menggunakan model pembelajaran, yaitu dengan model pembelajaran problem solving.
2) Memberikan tes tertulis berupa posttest.
3) Memberikan angket kepada siswa setelah pembelajaran mengenai materi yang diajarkan, yaitu materi koloid.
c. Tahap Akhir
1) Menganalisis jawaban tes tertulis berupa posttest siswa dan jawaban angket untuk memperoleh informasi mengenai keterampilan memprediksi dan mengkomunikasikan siswa.
2) Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian yang diperoleh setelah menganalisis.
(36)
Gambar 1. Bagan alur pelaksanaan penelitian
G. Teknik Pengelompokan Siswa
Berdasarkan kemampuan akademik siswa, maka dikelompokan menjadi tiga ke-lompok, yaitu kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Adapun langkah-langkah dalam mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan akademik siswa, yaitu : 1. Membuat daftar distribudi frekuensi
a. Menentukan rentang kelas (R)
R = Data nilai terbesar – Data nilai terkecil Pengolahan Data
Analisis Data
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
Pembuatan Instrumen Penelitian
Validasi Instrumen Penelitian
posttest Angket
Pembelajaran dengan Problem Solving
(37)
b. Menentukan banyak kelas (k)
Dimana n = banyaknya siswa c. Menghitung panjang kelas (p)
d. Menentukan ujung bawah kelas interval pertama
2. Menghitung nilai rata-rata siswa dengan menggunakan persamaan : dengan keterangnya, yaitu :
Keterangan : = Nilai rata-rata siswa
∑fi.xi = Jumlah frekuensi dikalikan dengan nilai siswa ∑ = Jumlah frekuensi
3. Menghitung standar deviasi
Keterangan : SD = Standar Deviasi
Fxi2 = Jumlah semua frekuensi dikalikan dengan kuadrat nilai n = Jumlah subyek
4. Mengelompokkan siswa berdasarkan kriteria pengelompokan (Sudijono, 2008). Tabel 2. Kriteria pengelompokan siswa
Kriteria pengelompokan Kriteria Nilai ≥ mean + SD Tinggi Mean – SD ≤ nilai < mean + SD Sedang Nilai < mean – SD Rendah
(38)
5. Berdasarkan perhitungan dari poin 1 sampai 4, diperoleh hasil perhitungan se-perti pada :
Tabel 3. Data pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan kognitif Kriteria pengelompokan Kriteria Jumlah Siswa
Nilai ≥81,43 Tinggi 12
63,31≤ nilai < 81,43 Sedang 17 Nilai < 63,31 Rendah 11
H. Teknik Analisis Data
1. Pengolahan data dari skor tes tertulis berupa posttest
a. Memberi skor setiap jawaban siswa pada tes tertulis (posttest). b. Mengelompokkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan
keterampilan memprediksi dan mengkomunikasikan siswa.
c. Menjumlahkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan keterampilan memprediksi dan mengkomunikasikan siswa.
d. Mengubah skor menjadi nilai, dengan menggunakan persamaan:
e. Menghitung rata-rata nilai pada setiap kelompok tinggi, sedang, dan rendah untuk keterampilan memprediksi dan mengkomunikasikan dengan meng-gunakan persamaan berikut ini :
f. Menentukan kriteria tingkat kemampuan siswa pada keterampilan prediksi dan mengkomunikasikan.
(39)
Tabel 4. Kriteria tingkat kemampuan siswa Nilai Kriteria
81 – 100 61 – 80 41 – 60 21 – 40 0 – 20
Sangat baik Baik Cukup Kurang Kurang sekali
(Arikunto,2010)
g. Menentukan jumlah siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap kriteria tingkat kemampuan.
h. Menentukan persentase siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap kriteria tingkat kemampuan.
2. Pengolahan skor jawaban siswa yang diperoleh dari data keterlaksanaan Adapun analisis data angket dilakukan dengan cara berikut :
a. Memberikan skor untuk setiap nomor dengan pilihan jawaban “Ya” diberi skor 1 dan “Tidak” diberi skor 0.
b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari jawaban seluruh siswa pada setiap pertanyaan.
c. Menentukan persentase jawaban dari skor yang didapat pada setiap per-tanyaan dengan menggunakan persamaan menurut Sudjana dalam Surya (2010).
Keterangan :
%Xin = Persentase jawaban angket-i ∑S = Jumlah skor jawaban
(40)
d. Menafsirkan persentase siswa yang diperoleh pada poin c dengan menggunakan kriteria yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990). Tabel 5. Hubungan antara presentase dengan tafsiran
Presentase Tafsiran
0% Tidak ada
1%-25% Sebagian kecil 26%-49% Hampir separuhnya
50% Separuhnya
51%-75% Sebagian besar 76%-99% Hampir seluruhnya 100% Seluruhnya
(41)
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian dengan menggunakan model pembelajaran problem solving, maka dapat ditarik kesimpul-an bahwa :
1. Keterampilan memprediksi siswa pada materi koloid dengan menggunakan model pembelajaran problem solvinguntuk kelompok tinggi 100 % siswa ber-kriteria sangat baik, untuk kelompok sedang 52,94 % siswa berber-kriteria sangat baik, 41,18 % siswa berkriteria baik, dan 5,88 % siswa berkriteria cukup, dan untuk kelompok rendah 9,09 % siswa berkriteria sangat baik, 45,45 % siswa berkriteria baik, 27,27 % siswa berkriteria cukup, dan 18,18 % siswa berkrite-ria kurang.
2. Keterampilan mengkomunikasikan siswa pada materi koloid dengan menggu-nakan model pembelajaran problem solving untuk kelompok tinggi 100 % siswa berkriteria sangat baik, untuk kelompok sedang 41,18 % siswa
berkriteria sangat baik dan 58,82 % siswa berkriteria baik, dan untuk kelompok rendah 9,09 % siswa berkriteria sangat baik, 45,45 % siswa berkriteria baik, dan 45,45 % siswa berkriteria cukup.
(42)
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa :
1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem solving
sebaiknya diterapkan dalam pembelajaran kimia salah satunya pada materi koloid. Hal ini dikarenakan dapat membuat siswa melatih keterampilan memprediksi dan mengkomunikasikan siswa dan menjadikan siswa lebih aktif.
2. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
problem solvingdibutuhkan pengolahan waktu yang maksimal, agar pembel-ajaran sesuai dengan yang direncanakan.
(43)
Aisah, S. 2013. Analisis Keterampilan Prediksi Dan Mengkomunikasikan Pada Materi Asam-Basa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving (Skripsi). Bandar Lampung. Universitas Lampung.
Arikunto, S. 2004. Penilaian Program Pendidikan. Jakarta. Bina Aksara.
_________. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. PT. Rineka Cipta.
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarrta. BSNP.
Cartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The
International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung.
Creswell, J. Wm. 1997. Research Design Qualitative Dan Quantitative Approaches. United States of America. Astid Virding.
Dahar, R. W. 1996. Teori Teori Belajar. Jakarta. Erlangga.
Depdiknas. 2008. Rambu – Rambu Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil
Belajar (PPKHB). Jakarta. Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiono . 2002.Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Rineka Cipta. . 2009.Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Rineka Cipta. Djamarah dan Zain, A. 2006.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta. Dzulhajh, A. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Dalam
Meningkatkan Keterampilan Prediksi dan Mengkomunikasikan Siswa Pada Materi Koloid (Skripsi). Bandar Lampung. FKIP UNILA.
(44)
Ferannie. 2010. Pengaruh Kegiatan Laboratorium Berbasis Problem Solving
Terhadap Keterampilan Proses Sains Pada Materi Pembiasan Cahaya.
Bandung. UPI.
Funk, James H. Dkk. 1985. Learning Science Process Skills. Lowa. Kanada Publishing Company.
Hidayati, M. 2006. Model Problem Solving Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kalor dan Perpindahannya pada Siswa MTsN 1 Tanjung Karang (Skripsi). FKIP UNILA. Bandar Lampung.
Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.
Nasution. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara.
Noor, J. 2012. Metodologi Penelitian. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. Safitri, N. 2013. Analisis Keterampilan Klasifikasi Dan Inferensi Pada Materi
Asam-Basa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving
(Skripsi). Bandar Lampung. Universitas Lampung.
Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. London: Allymand Bacon.
Sudijono. 2008.Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung. Tarsito.
Sulastri, O. 2012. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas IX Pada
Pembelajaran Hidrolisis Garam Menggunakan Model Problem Solving.
Bandung. FKIP-UPI
Surya, B. 2010. Pengembangan Media Animasi Kimia dan LKS Praktikum Berbasis Keterampilan Generik Sains Siswa Kelas XI IPA (Skripsi). Bandar Lampung. Universitas Lampung.
Tim Penyusun. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar Lampung. Universitas Lampung.
(1)
Tabel 4. Kriteria tingkat kemampuan siswa
Nilai Kriteria
81 – 100 61 – 80 41 – 60 21 – 40 0 – 20
Sangat baik Baik Cukup Kurang Kurang sekali
(Arikunto,2010)
g. Menentukan jumlah siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap kriteria tingkat kemampuan.
h. Menentukan persentase siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap kriteria tingkat kemampuan.
2. Pengolahan skor jawaban siswa yang diperoleh dari data keterlaksanaan Adapun analisis data angket dilakukan dengan cara berikut :
a. Memberikan skor untuk setiap nomor dengan pilihan jawaban “Ya” diberi skor 1 dan “Tidak” diberi skor 0.
b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari jawaban seluruh siswa pada setiap pertanyaan.
c. Menentukan persentase jawaban dari skor yang didapat pada setiap per-tanyaan dengan menggunakan persamaan menurut Sudjana dalam Surya (2010).
Keterangan :
%Xin = Persentase jawaban angket-i ∑S = Jumlah skor jawaban
(2)
32
d. Menafsirkan persentase siswa yang diperoleh pada poin c dengan menggunakan kriteria yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990). Tabel 5. Hubungan antara presentase dengan tafsiran
Presentase Tafsiran
0% Tidak ada
1%-25% Sebagian kecil
26%-49% Hampir separuhnya
50% Separuhnya
51%-75% Sebagian besar
76%-99% Hampir seluruhnya
(3)
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian dengan menggunakan model pembelajaran problem solving, maka dapat ditarik kesimpul-an bahwa :
1. Keterampilan memprediksi siswa pada materi koloid dengan menggunakan model pembelajaran problem solvinguntuk kelompok tinggi 100 % siswa ber-kriteria sangat baik, untuk kelompok sedang 52,94 % siswa berber-kriteria sangat baik, 41,18 % siswa berkriteria baik, dan 5,88 % siswa berkriteria cukup, dan untuk kelompok rendah 9,09 % siswa berkriteria sangat baik, 45,45 % siswa berkriteria baik, 27,27 % siswa berkriteria cukup, dan 18,18 % siswa berkrite-ria kurang.
2. Keterampilan mengkomunikasikan siswa pada materi koloid dengan menggu-nakan model pembelajaran problem solving untuk kelompok tinggi 100 % siswa berkriteria sangat baik, untuk kelompok sedang 41,18 % siswa
berkriteria sangat baik dan 58,82 % siswa berkriteria baik, dan untuk kelompok rendah 9,09 % siswa berkriteria sangat baik, 45,45 % siswa berkriteria baik, dan 45,45 % siswa berkriteria cukup.
(4)
51
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa :
1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem solving sebaiknya diterapkan dalam pembelajaran kimia salah satunya pada materi koloid. Hal ini dikarenakan dapat membuat siswa melatih keterampilan memprediksi dan mengkomunikasikan siswa dan menjadikan siswa lebih aktif.
2. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem solvingdibutuhkan pengolahan waktu yang maksimal, agar pembel-ajaran sesuai dengan yang direncanakan.
(5)
Aisah, S. 2013. Analisis Keterampilan Prediksi Dan Mengkomunikasikan Pada Materi Asam-Basa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving (Skripsi). Bandar Lampung. Universitas Lampung.
Arikunto, S. 2004. Penilaian Program Pendidikan. Jakarta. Bina Aksara.
_________. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. PT. Rineka Cipta.
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarrta. BSNP.
Cartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung. Creswell, J. Wm. 1997. Research Design Qualitative Dan Quantitative
Approaches. United States of America. Astid Virding. Dahar, R. W. 1996. Teori Teori Belajar. Jakarta. Erlangga.
Depdiknas. 2008. Rambu – Rambu Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar (PPKHB). Jakarta. Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiono . 2002.Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Rineka Cipta. . 2009.Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Rineka Cipta. Djamarah dan Zain, A. 2006.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta. Dzulhajh, A. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Dalam
Meningkatkan Keterampilan Prediksi dan Mengkomunikasikan Siswa Pada Materi Koloid (Skripsi). Bandar Lampung. FKIP UNILA.
(6)
Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. Disertasi. Bandung. SPs-UPI Bandung.
Ferannie. 2010. Pengaruh Kegiatan Laboratorium Berbasis Problem Solving Terhadap Keterampilan Proses Sains Pada Materi Pembiasan Cahaya. Bandung. UPI.
Funk, James H. Dkk. 1985. Learning Science Process Skills. Lowa. Kanada Publishing Company.
Hidayati, M. 2006. Model Problem Solving Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kalor dan Perpindahannya pada Siswa MTsN 1 Tanjung Karang (Skripsi). FKIP UNILA. Bandar Lampung.
Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.
Nasution. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara.
Noor, J. 2012. Metodologi Penelitian. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. Safitri, N. 2013. Analisis Keterampilan Klasifikasi Dan Inferensi Pada Materi
Asam-Basa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving
(Skripsi). Bandar Lampung. Universitas Lampung.
Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. London: Allymand Bacon.
Sudijono. 2008.Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung. Tarsito.
Sulastri, O. 2012. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas IX Pada Pembelajaran Hidrolisis Garam Menggunakan Model Problem Solving. Bandung. FKIP-UPI
Surya, B. 2010. Pengembangan Media Animasi Kimia dan LKS Praktikum Berbasis Keterampilan Generik Sains Siswa Kelas XI IPA (Skripsi). Bandar Lampung. Universitas Lampung.
Tim Penyusun. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar Lampung. Universitas Lampung.