picrylhydrazyl kualitas pro analysis, Sigma Aldrich, BHT kualitas pro analysis,
Sigma Aldrich, Triton X-100® kualitas pro analysis, Sigma Aldrich, dan gas nitrogen teknis yang diperoleh dari CV. Perkasa Yogakarta.
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, flakon, parafilm
, mixer Miyako, waterbath Elbanton, alat ultrasonifikasi Retsch, alat sentrifugasi
PLC –03,
vortex Scientific
Industries, seperangkat
spektrofotometer UV-Vis Shimadzu UV-1800, kuvet disposable 2,5 mL, mikropipet Socorex, mikroskop Olympus CX31, timbangan analitik Mettler
Tolledo , stopwatch, dan alumunium foil.
E. Tata Cara Penelitian
1. Ekstraksi kelopak bunga rosella
Sebanyak 5 kg kelopak bunga rosella segar yang didapatkan dari Pontianak, Kalimantan Barat dicuci dengan air mengalir sebanyak tiga kali
dan kemudian dicuci kembali menggunakan aquadest. Kelopak bunga rosella dimaserasi dengan 5 mL metanol menggunakan ultraturrax pada suhu
ruangan selama dua hari. Supernatan disaring menggunakan corong Buchner dengan kertas saring Whatman nomor satu. Filtrat yang didapatkan kemudian
dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40
o
C. Ekstrak disimpan pada suhu -4
o
C dalam wadah polietilen yang dibungkus dengan alumium foil serta dijenuhkan dengan gas nitrogen hingga waktu analisis. Ekstraksi ekstrak
rosella dilakukan oleh Sanjayadi.
2. Penetapan bobot tetap ekstrak
Sebanyak 500 μL ekstrak kental metanolik rosella dipanaskan
menggunakan waterbath pada suhu 40°C - 50°C di atas cawan porselen hingga memperoleh bobot tetap. Bobot tetap adalah berat pada penimbangan
2 kali berturut-turut setelah zat dikeringkan selama 1 jam hingga tidak berbeda lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang. Penetapan bobot
tetap ekstrak dilakukan sebanyak 3 kali replikasi Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1975.
3. Formulasi dan optimasi multiemulsi AMA
Fase air yang mengandung zat aktif ekstrak rosella, emulsifier Tween 80, dan elektrolit MgSO
4
serta fase minyak parafin cair yang mengandung emulsifier
Span 80, setil alkohol, dan dimethicone dipanaskan pada suhu 50±3
o
C di atas waterbath. Fase air diemulsifikasikan ke dalam fase miyak menggunakan mixer dengan skala kecepatan 5 selama 10 menit untuk
mendapatkan droplet emulsi primer AM. Emulsi AM kemudian diemulsifikasikan dalam larutan air eksternal yang mengandung emulsifier
Tween 80 dan xanthan gum menggunakan mixer dengan skala kecepatan 1 selama 10 menit. Keseluruhan proses pencampuran disertai dengan
penjenuhan menggunakan gas nitrogen. Multiemulsi dimasukkan dalam flakon yang dibungkus dengan alumunium foil agar terlindung dari cahaya
dijenuhkan dengan gas nitrogen sebelum ditutup rapat dengan parafilm, dan disimpan dalam lemari es dengan suhu -4
o
C selama pengujian 28 hari.
Optimasi formula dan proses pembuatan multiemulsi AMA yang dilakukan meliputi:
a. Optimasi emulsifier emulsi primer berdasarkan nilai HLB Emulsi primer dibuat dengan kombinasi emulsifier primer yaitu
Span 80 dan Tween 80 dengan konsentrasi sebesar 10 untuk mendapatkan HLB sebesar 5; 5,3; 5,5; dan 5,8. Berdasarkan hasil
optimasi tersebut dipilih formula emulsi primer dengan persen pemisahan fase terendah.
b. Optimasi kecepatan pencampuran emulsi primer Emulsi primer dibuat dengan formula terbaik yang didapatkan
pada optimasi emulsifier primer menggunakan mixer pada skala kecepatan 4 dan 5. Berdasarkan hasil optimasi tersebut tersebut dipilih
formula emulsi primer dengan persen pemisahan fase terendah. c. Optimasi lama pencampuran emulsi primer
Emulsi primer skala kecepatan yang telah teroptimasi dengan lama pencampuran 10; 15; dan 20 menit. Berdasarkan hasil optimasi
tersebut dipilih formula emulsi primer dengan persen pemisahan fase terendah.
d. Optimasi eksipien setil alkohol sebagai stiffening agent Emulsi primer dibuat dengan formula terbaik yang didapatkan
pada optimasi lama pencampuran emulsi primer dan ditambahkan setil alkohol sebesar 4; 4,5; 5; 5,5; 6; 8; dan 10. Berdasarkan
hasil optimasi tersebut dipilih formula emulsi primer dengan persen pemisahan fase terendah.
e. Optimasi eksipien dimethicone sebagai antifoaming agent Emulsi primer dibuat dengan formula terbaik yang didapatkan
pada optimasi eksipien setil alkohol dan ditambahkan dengan dimethicone
sebesar 2; 4; 6; dan 8. Berdasarkan hasil optimasi tersebut dipilih formula emulsi primer dengan persen pemisahan fase
terendah. f. Optimasi rasio fase emulsi primer dan fase air eksternal
Multiemulsi AMA dibuat dengan memasukkan emulsi primer hasil optimasi ke dalam fase air dengan perbandingan 3:6; 4:6; dan 5:6.
Berdasarkan hasil optimasi tersebut dipilih formula multiemulsi dengan persen pemisahan fase terendah.
g. Optimasi emulsifier sekunder Multiemulsi AMA dibuat dengan ratio emulsi primer dan air
eksternal hasil optimasi dengan jumlah emulsifier tunggal Tween 80 dengan konsentrasi 2; 4; dan 6. Berdasarkan hasil optimasi tersebut
dipilih formula multiemulsi dengan persen pemisahan fase terendah. h. Optimasi lama pencampuran multiemulsi AMA
Multiemulsi AMA dibuat dengan formula terbaik yang didapatkan pada optimasi jumlah emulsifier sekunder pada skala
kecepatan 1 dengan lama pencampuran 10; 12; dan 15 menit.
Berdasarkan hasil optimasi tersebut dipilih formula multiemulsi dengan persen pemisahan fase terendah.
4. Evaluasi multiemulsi AMA