Perbandingan kemampuan penetrasi Multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom yang mengandung ekstrak metanol kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.).
INTISARI
Rosella merupakan tanaman yang banyak mengandung antosianin yang bermanfaat sebagai antioksidan. Ekstrak metanol kelopak bunga rosella dapat masuk ke dalam kulit namun kemampuan penetrasinya bervariasi, sehingga diperlukan vesikel berupa multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom guna menjaga kemampuan penetrasi ekstrak metanol kelopak bunga rosella ke dalam kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis dan stabilitas fisis sediaan multiemulsi A/M/A ekstrak metanol kelopak bunga rosella hasil optimasi formula dan mengetahui apakah sediaan multiemulsi A/M/A mampu memberikan kemampuan penetrasi ekstrak metanol kelopak bunga rosella ke dalam kulit yang lebih baik dibandingkan sediaan suspensi liposom
Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental murni yang bersifat eksploratif yaitu mencari formula multiemulsi A/M/A yang optimal yang ditunjukkan dengan sifat fisis dan stabilitas fisis. Kemampuan penetrasi ekstrak metanol kelopak bunga rosella dianalisis dengan melakukan uji penetrasi in vitro menggunakan metode sel difusi Franz. Jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang terpenetrasi ke dalam kulit diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-VIS derivatif.
Hasil penelitian menunjukkan formula multiemulsi A/M/A yang optimal dan analisis statistik menunjukkan bahwa ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom memberikan kemampuan penetrasi yang berbeda signifikan.
Kata kunci: ekstrak metanol kelopak bunga rosella, multiemulsi, suspensi liposom, sel difusi Franz
(2)
ABSTRACT
Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) is a plant that contains anthocyanins that are useful as an antioxidant. Methanol extract of roselle flower petals can penetrate into the skin but the penetration rate is not constant, so it necessary to form in multi-emulsion W/O/W dan the suspension of liposomes in order to keep penetration rate of methanol extract of roselle flower petals into the skin. The aim of this study were to get the optimal formula of multi-emulsion dan compare the penetration capability of the methanol extract of roselle flower petals multi-emulsion W/O/W dan the suspension of liposomes into the skin.
This study is an experimental design that is purely explorative study to get an optimum formula of multi-emulsion W/O/W indicated with optimal physical properties dan stability. Penetration capability of methanol extract of roselle flower petals was analyzed by conducting in vitro penetration test using Franz diffusion cell method. The amount of roselle extract which was penetrated into the skin was measured using UV-VIS spectrophotometry derivatives.
The results were obtained an optimal multi-emulsion formula W/O/W optimal dan statistical analysis showed that the penetration capability of roselle extract in multiemulsi W/O/W and the suspension of liposomes differ significantly.
Key word: methanol extract of roselle flower petals, multi-emulsion, liposom suspension, Franz diffusion cell
(3)
PERBANDINGAN KEMAMPUAN PENETRASI MULTIEMULSI A/M/A DAN SUSPENSI LIPOSOM YANG MENGANDUNG EKSTRAK METANOL KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Yolana Kwartono
NIM : 118114170
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2015
(4)
i
PERBANDINGAN KEMAMPUAN PENETRASI MULTIEMULSI A/M/A DAN SUSPENSI LIPOSOM YANG MENGANDUNG EKSTRAK METANOL KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Yolana Kwartono
NIM : 118114170
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
ii
(6)
(7)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Genius is 1% talent dan 99% percent hard work
Albert Einstein
Kupersembahkan skripsi ini untuk...
Tuhan yang selalu memberkati dan memberiku kekuatan serta kesehatan, Papa Mama dan keluargaku tercinta atas doa, dukungan, dan kasih sayang, Teman-teman dan sahabatku terkasih,
Serta almamaterku
(8)
(9)
vi
(10)
vii
PRAKATA
Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria berkat kasih
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan
skripsi yang berjudul ―Perbandingan Kemampuan Penetrasi Multiemulsi A/M/A dan Suspensi Liposom yang mengandung Ekstrak Metanol Kelopak Bunga
Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.)‖ yang disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm) dapat
dikerjakan dengan baik dan lancar.
Proses pelaksanaan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan
penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.
2. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
memberikan pengarahan, bantuan, tuntutan, kritik dan saran sejak awal
penelitian hingga akhir penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Erna Tri Wulandari, Apt. dan Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt. selaku dosen
penguji atas segala masukan dan bimbingannya.
4. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Penanggungjawab
Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam
penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.
(11)
viii
6. Pak Mus, Pak Kayat, Pak Heru, Pak Wagiran, Pak Parlan, Pak Kunto, Pak
Bima, dan Pak Bimo selaku laboran Laboratorium Fakultas Farmasi yang
telah membantu penulis dalam proses pelaksanaan penelitian di laboratorium.
7. Keluargaku tercinta terutama Papa dan Mama yang selalu memberi motivasi,
perhatian, dukungan dan doa demi kelancaran studi dan penyusunan naskah
skripsi.
8. Partner terkasih Ko Jimmy Pieter Chua atas doa, motivasi, dukungan, nasihat,
yang diberikan selama penulis menjalani studi
9. Teman seperjuangan skripsi dan sahabat : Eva Mayangsari, Me Li untuk
kesabaran, kebersamaan, dan suka dukanya
10.Teman sepermainan Dara Prabandari, Monita Natalia Siregar atas keceriaan,
kebersamaan, suka duka, semangat, motivasi, doa, dukungan, dan nasihat
yang diberikan selama peneliti menjalani studi
11.Seluruh dosen dan teman-teman FST-B 2011, serta seluruh angkatan 2011
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa semakin banyak kekurangan dalam penelitian
dan penyusunan skripsi ini mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis,
sehingga sangat diharapkan adanya masukan dan saran yang membangun untuk
penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan berguna bagi
dunia ilmu pengetahuan
Penulis
(12)
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI BERJUDUL ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
INTISARI ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 4
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat ... 5
B. Tujuan Penelitian ... 5
(13)
x
A. Rosella ... 7
B. Antosianin ... 9
C. Multiemulsi ... 13
D. Monografi Bahan Tambahan ... 17
E. Suspensi Liposom ... 23
F. Kulit ... 27
G. Sinar Matahari ... 30
H. Enhancer ... 32
I. Uji Penetrasi In Vitro ... 34
J. Spektrofotometri Derivatif ... 36
K. Landasan Teori ... 38
L. Hipotesis ... 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41
A. Jenis Penelitian ... 41
B. Variabel Penelitian ... 41
C. Definisi Operasional ... 42
D. Bahan Penelitian ... 43
E. Alat Penelitian ... 44
F. Tata Cara Penelitian ... 44
G. Analisis Hasil... 56
(14)
xi
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58
A. Penetapan Bobot Tetap Ekstrak Metanol Kelopak Bunga Rosella ... 59
B. Uji Penetrasi Ekstrak Metanol Kelopak Bunga Rosella ... 59
C. Optimasi Formula Multiemulsi A/M/A ... 61
D. Pembuatan Multiemulsi A/M/A ... 67
E. Evaluasi Multiemulsi A/M/A ... 69
F. Evaluasi Sediaan Suspensi Liposom ... 74
G. Kurva Baku Ekstrak Metanol Kelopak Bunga Rosella ... 76
H. Uji penetrasi ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam sediaan multiemulsi dan suspensi liposom ... 80
I. Statistik Uji T penetrasi ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom ... 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93
A. Kesimpulan ... 93
B. Saran ... 93
LAMPIRAN ... 99
(15)
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi emulgator ... 17
Tabel 2. Variabel untuk tiap uji ... 47
Tabel 3. Formula optimum emulsi primer A/M ... 66
Tabel 4. Formula optimum multiemulsi A/M/A ... 67
Tabel 5. Perbandingan koefisien permeabilitas beberapa spesies terhadap air ... 81
Tabel 6. Uji F standar deviasi suspensi liposom dan multiemulsi A/M/A ... 92
Tabel 7. Uji signifikasi rata – rata jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang terpenetrasi kekulit dalam suspensi liposom dan multiemulsi A/M/A ... 92
(16)
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kelopak bunga rosella ... 8
Gambar 2. Struktur utama antosianin ... 10
Gambar 3. Perubahan struktur kimia antosianin terhadap pH ... 11
Gambar 4. Gambaran skema dan mikroskop multiemulsi A/M/A ... 13
Gambar 5. Struktur Tween 80 ... 18
Gambar 6. Struktur Span 80 ... 19
Gambar 7. Struktur setil alkohol... 20
Gambar 8. Struktur dimethicone ... 21
Gambar 9. Struktur xanthan gum ... 22
Gambar 10. Ilustrasi pembentukan liposom ... 24
Gambar 11. Klasifikasi liposom berdasarkan ukuran dan jumlah bilayer ... 25
Gambar 12. Mekanisme pelepasan obat dari liposom ... 26
Gambar 13. Struktur dan fungsi kulit ... 27
Gambar 14. Jalur umum zat aktif dalam menembus kulit ... 29
Gambar 15. Sel difusi Franz ... 34
Gambar 16. Penentuan gradien dari spektrum orde 0 ... 37
Gambar 17. Spektrogram derivatif orde 0 hingga 5 ... 38
Gambar 18. Rangkaian alat sel difusi Franz ... 47
Gambar 19. Kurva uji penetrasi ekstrak rosella ... 60
(17)
xiv
Gambar 21. Pengamatan uji kelarutan ... 71
Gambar 22. Foto partikel emulsi primer A/M dan multiemulsi A/M/A ... 72
Gambar 23. Hasil uji mekanik (sentrifugasi) ... 73
Gambar 24. Hasil uji volume creaming 28 hari setelah pembuatan ... 74
Gambar 25. Organoleptis suspensi liposom ... 75
Gambar 26. Foto partikel suspensi liposom (perbesaran 40x) ... 76
Gambar 27. Kurva baku ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam metanol ... 77
Gambar 28. Kurva baku ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam aquadest ... 79
Gambar 29. Hubungan dermal absorption orto-fenilfenol dengan waktu pada beberapa jenis kulit ... 82
Gambar 30. Kurva multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom pada kompartemen donor ... 84
Gambar 31. Kurva sediaan multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom pada kompartemen akseptor ... 86
Gambar 32. Kurva sediaan mutiemulsi A/M/A dan suspensi liposom yang tertahan di dalam kulit ... 89
(18)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Spektrum antosianin pada ekstrak metanol kelopak bunga
rosella (Hibiscus sabdariffa L.) ... 100
Lampiran 2. Penetapan bobot tetap ekstrak metanol kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) ... 101
Lampiran 3. Data hasil optimasi emulsi primer A/M ... 102
Lampiran 4. Data hasil optimasi multiemulsi ... 103
Lampiran 5. Perhitungan mikromeritik ... 104
Lampiran 6. Data Derivated Kurva Baku Ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam metanol ... 106
Lampiran 7. Data Derivated Kurva Baku Ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam aquadest ... 107
Lampiran 8. Jumlah larutan ekstrak metanol kelopak bunga rosella Yang Terpenetrasi Ke dalam Kulit ... 108
Lampiran 9. Jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam multiemulsi A/M/A yang terpenetrasi ke dalam kulit ... 109
Lampiran 10. Jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam suspensi liposom yang terpenetrasi ke dalam kulit ... 109
Lampiran 11. Uji T untuk jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang tertahan dalam kulit ... 110
Lampiran 12. Spektrum derivatif kurva baku ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam pelarut aquadest ... 112
(19)
xvi
INTISARI
Rosella merupakan tanaman yang banyak mengandung antosianin yang bermanfaat sebagai antioksidan. Ekstrak metanol kelopak bunga rosella dapat masuk ke dalam kulit namun kemampuan penetrasinya bervariasi, sehingga diperlukan vesikel berupa multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom guna menjaga kemampuan penetrasi ekstrak metanol kelopak bunga rosella ke dalam kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis dan stabilitas fisis sediaan multiemulsi A/M/A ekstrak metanol kelopak bunga rosella hasil optimasi formula dan mengetahui apakah sediaan multiemulsi A/M/A mampu memberikan kemampuan penetrasi ekstrak metanol kelopak bunga rosella ke dalam kulit yang lebih baik dibandingkan sediaan suspensi liposom
Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental murni yang bersifat eksploratif yaitu mencari formula multiemulsi A/M/A yang optimal yang ditunjukkan dengan sifat fisis dan stabilitas fisis. Kemampuan penetrasi ekstrak metanol kelopak bunga rosella dianalisis dengan melakukan uji penetrasi in vitro menggunakan metode sel difusi Franz. Jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang terpenetrasi ke dalam kulit diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-VIS derivatif.
Hasil penelitian menunjukkan formula multiemulsi A/M/A yang optimal dan analisis statistik menunjukkan bahwa ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom memberikan kemampuan penetrasi yang berbeda signifikan.
Kata kunci: ekstrak metanol kelopak bunga rosella, multiemulsi, suspensi liposom, sel difusi Franz
(20)
xvii
ABSTRACT
Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) is a plant that contains anthocyanins that are useful as an antioxidant. Methanol extract of roselle flower petals can penetrate into the skin but the penetration rate is not constant, so it necessary to form in multi-emulsion W/O/W dan the suspension of liposomes in order to keep penetration rate of methanol extract of roselle flower petals into the skin. The aim of this study were to get the optimal formula of multi-emulsion dan compare the penetration capability of the methanol extract of roselle flower petals multi-emulsion W/O/W dan the suspension of liposomes into the skin.
This study is an experimental design that is purely explorative study to get an optimum formula of multi-emulsion W/O/W indicated with optimal physical properties dan stability. Penetration capability of methanol extract of roselle flower petals was analyzed by conducting in vitro penetration test using Franz diffusion cell method. The amount of roselle extract which was penetrated into the skin was measured using UV-VIS spectrophotometry derivatives.
The results were obtained an optimal multi-emulsion formula W/O/W optimal dan statistical analysis showed that the penetration capability of roselle extract in multiemulsi W/O/W and the suspension of liposomes differ significantly.
Key word: methanol extract of roselle flower petals, multi-emulsion, liposom suspension, Franz diffusion cell
(21)
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang terletak di sepanjang
garis ekuator. Sebagai negara tropis, Indonesia mendapatkan intensitas sinar
matahari yang lebih besar. Penyinaran sinar matahari secara terus menerus dapat
berdampak buruk bagi kulit. Sinar matahari yang masuk ke bumi dan mendapat
perhatian khusus yaitu sinar ultraviolet (UV). Sinar UV yang masuk ke bumi
dibagi menjadi dua yaitu sinar UV-A merupakan penyebab radiasi paling tinggi
dan dapat menembus kulit sampai bagian dermis sehingga dapat merusak sel yang
berada di dalamnya dan sinar UV B juga berpotensi merusak kulit namun hanya
sampai lapisan luar kulit (epidermis). Adanya radiasi sinar UV ini maka akan
memicu terbentuknya radikal bebas dalam tubuh terutama kulit sehingga dapat
berdampak buruk bagi kulit yaitu pigmentasi kulit, kerutan (penuaan dini),
kerusakan kulit, serta kanker kulit. Adanya kosmetik yang bersifat antioksidan
diharapkan mampu mencegah terbentuknya Reactive Oxygen Species (ROS) di
dalam kulit terutama pada lapisan epidermis dan dermis.
Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan tanaman tropis yang secara
luas terdapat di Indonesia dan sejak awal 1970-an, tanaman ini mendapat banyak
perhatian khusus karena berpotensi sebagai sumber pewarna makanan alami,
farmasi, dan kometik (Suzery, Lestari, dan Cahyono, 2010). Kelopak bunga
rosella mengandung sumber penting seperti vitamin, mineral, dan komponen
bioaktif seperti asam organik, phytosterol, dan polifenol, beberapa diantaranya
(22)
memiliki efek antioksidan. Senyawa fenolik yang berperan penting dalam kelopak
bunga rosella yaitu antosianin yang memberikan pigmen warna merah pada
kelopak bunga rosella (Rocha, Bonnlaender, Sievers, Pischel, Heinrich, 2014).
Antosianin merupakan senyawa turunan kation flavilium di mana
terdapat kekurangan elektron pada inti struktur sehingga sangat reaktif dan
menyebabkan antosianin mudah terdegradasi. Oksigen, cahaya, dan suhu
diketahui dapat menyebabkan rusaknya antosianin serta perubahan warna pada
antosinin sangat berpengaruh pada berbagai faktor seperti pH, suhu,
kopigmentasi, asam askorbat, dan enzim (Hui dan Sherkat, 2005). Senyawa
fenolik inilah yang berkontribusi dalam memberikan sifat antioksidan. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Pinsuwan, Amnuaikit, Ungphaiboon, dan Itharat
(2010), kelopak bunga rosella memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50
sebesar 8,45 ± 0,35 mg/ml.
Kelopak bunga rosella merupakan sumber antosianin yang berfungsi
sebagai antioksidan guna menanggulangi terbentuknya radikal bebas dalam
epidermis dan dermis. Penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
terhadap ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang diaplikasikan pada kulit
hewan percobaan menggunakan sel difusi Franz menunjukkan bahwa penetrasi
antosianin sangat bervariasi. Hal ini diduga karena kerusakan antosianin dalam
ekstrak metanol kelopak bunga rosella sebelum berpenetrasi ke dalam kulit akibat
terpapar udara dan sinar, juga pengaruh berbagai reaksi dengan senyawa dan
enzim dalam kulit seperti polifenoloksidase, peroksidase, glikosidase, dan
(23)
3
dapat berpenetrasi ke dalam lapisan kulit target (epidermis dan dermis) dalam
keadaan terlindungi dari pengaruh yang dapat menurunkan bioaktivitas antosianin
yaitu dengan teknologi enkapsulasi.
Mengingat kepolaran ekstrak metanol kelopak bunga rosella, maka
pembawa enkapsulasi yang dipilih dalam penelitian ini yaitu multiemulsi dan
suspensi liposom. Multiemulsi merupakan sistem kompleks yang biasa dikenal
dengan emulsi dalam emulsi, memiliki struktur yang fleksibel, mampu menjerap
dan melindungi zat aktif yang bersifat hidrofilik dalam water inner phase, aplikasi
dalam industri kosmetik multiemulsi mampu memberikan sensasi nyaman dengan
pelepasan zat aktif yang lebih lambat. Selain itu juga akan memberikan sifat
mudah tercuci dengan air
Liposom merupakan suatu vesikel berbentuk bulat dan kecil yang di
dalamnya terdapat cairan yang dibungkus dengan satu atau lebih membran lipid
bilayer yang umumnya terbuat dari fosfolipid alam dan kolesterol di mana mampu
mengenkapsulasi dan efektif untuk penghantaran senyawa aktif baik yang bersifat
hidrofilik maupun hidrofobik dan dapat digunakan sebagai vesikel non toksik
untuk senyawa aktif yang larut, ukuran partikel pada liposom umumnya kecil.
Sediaan multiemulsi A/M/A yang memiliki efek antioksidan diharapkan
mampu meningkatkan stabilitas antosianin sehingga secara tidak langsung dapat
memberikan perlindungan kemampuan penetrasi dan tertahannya dalam organ
target ekstrak metanol kelopak bunga rosella ke dalam kulit yang lebih baik
daripada suspensi liposom ekstrak metanol kelopak bunga rosella dikarenakan
ukuran partikel dan entrapment efficiency sediaan multiemulsi yang lebih besar
(24)
daripada sediaan suspensi liposom sehingga dapat mengenkapsulasi ekstrak
metanol kelopak bunga rosella dalam jumlah banyak dan memberikan
kemampuan penetrasi serta tertahan dalam organ target ekstrak metanol kelopak
bunga rosella di dalam kulit yang lebih baik daripada suspensi liposom.
Studi yang dilakukan pada penelitian ini meliputi penetapan bobot tetap
ekstrak metanol kelopak bunga rosella, optimasi formula multiemulsi A/M/A,
pembuatan multiemulsi A/M/A, serta uji perbandingan kemampuan penetrasi
ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam sediaan multiemulsi A/M/A dan
sediaan suspensi liposom.
1. Perumusan masalah
a. Bagaimana sifat dan stabilitas fisis sediaan multiemulsi A/M/A ekstrak
metanol kelopak bunga rosella hasil optimasi formula?
b. Apakah sediaan multiemulsi A/M/A yang telah optimum mempunyai
kemampuan sebagai pembawa ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang
lebih baik dari pada suspensi liposom dalam berpenetrasi ke dalam lapisan
epidermis dan dermis?
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang terkait dengan penelitian ini sejauh penelusuran
penulis yaitu: ―Liposome-Containing Hibiscus sabdariffa Calyx Extract Formulations with Increased Antioxidant Activity, Improved Dermal
Penetration dan Reduced Dermal Toxicity oleh Pinsuwan, dkk (2010).
Penelitian yang akan dilakukan terdapat perbedaan yaitu pada liposom yang mengandung ekstrak metanol kelopak bunga rosella disuspensikan dalam air
(25)
5
dan dibandingkan dengan ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam
sediaan multiemulsi A/M/A.
Sejauh penelusuran pustaka oleh peneliti, penelitian mengenai
perbandingan kemampuan penetrasi multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom
yang mengandung ekstrak metanol kelopak bunga belum pernah dilakukan.
3. Manfaat
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini menambah informasi bagi dunia ilmu pengetahuan,
khususnya dalam ilmu kefarmasian mengenai formulasi sediaan
multiemulsi A/M/A ekstrak metanol kelopak bunga rosella dan
kemampuan multiemulsi A/M/A sebagai pembawa ekstrak metanol
kelopak bunga rosella yang lebih baik dari pada suspensi liposom dalam
berpenetrasi ke dalam lapisan epidermis dan dermis.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini akan menghasilkan sediaan multiemulsi A/M/A
ekstrak metanol kelopak bunga rosella dan menambah variasi sediaan
kosmetik antioksidan yang mengandung ekstrak metanol kelopak bunga
rosella.
B. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui sifat fisis dan stabilitas fisis sediaan multiemulsi A/M/A ekstrak
metanol kelopak bunga rosella hasil optimasi formula
2. Mengetahui apakah sediaan multiemulsi A/M/A yang telah optimum
mempunyai kemampuan sebagai pembawa ekstrak metanol kelopak bunga
(26)
rosella yang lebih baik dari pada suspensi liposom dalam berpenetrasi ke
(27)
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Rosella
1. Klasifikasi Umum
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Malvales
Suku : Malvaceae
Marga : Hibiscus
Jenis : Hibiscus sabdariffa L.
(Maryani dan Kristiana, 2005)
2. Morfologi
Rosella merupakan herba tahunan yang bisa mencapai ketinggian
0,5-3 meter. Batangnya bulat, tegak, berkayu, dan berwarna merah. Daunnya
tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangan menjari, ujung tumpul, tepi
bergerigi, dan pangkal berlekuk. Bunga rosella yang keluar dari ketiak daun
merupakan bunga tunggal. Bunga ini mempunyai 8 – 11 helai kelopak yang berbulu panjgannya 11 cm, pangkalnya saling berlekatan dan berwarna merah
ditunjukkan pada gambar 1. Bagian inilah yang sering dimanfaatkan sebagai
bahan makanan dan minuman. Mahkota bunga berbentuk corong, terdiri dari 5
helai, panjangnya 3-5 cm. Buahnya berbentuk kotak kerucut, berambut,
(28)
terbagi menjadi 5 ruang, dan berwarna merah. Bentuk biji menyerupai ginjal,
berbulu dengan panjang 5 mm dan lebar 4 mm (Maryani dan Kristiana, 2005).
Gambar 1. Kelopak bunga rosella (Maryani dan Kristiana, 2005)
3. Kandungan kimia
Kandungan kimia dalam bunga rosella yang erat kaitannya dengan
efek farmakologi yaitu asam organik, antosianin, polisakarida dan flavonoid.
Asam organik yang terkandung pada rosella merupakan kandungan kimia
yang memiliki persentase paling tinggi. Asam organik yang terkandung
meliputi asam sitrat, hydroxycitric acid, hibiscus acid, malic, oxalic, ascorbic
acid dan tartaric acid. Antosianin merupakan turunan kelompok flavonoid
dan merupakan pigmen alami yang terkandung pada bunga rosella dan
memiliki aneka ragam warna yang dipengaruhi oleh pH. Beberapa peneliti
mengindentifikasi delphinidin-3-sambubiose (delphinidin-3-O-(2-O-β -D-xylopyranosyl)- β-D-glucopyranoise) dan sianidin-3-sambubioside (sianiding-3-O-(2-O- β-D-xylopyranosyl)- β-D—glucopyranoise) merupakan antosianin utama yang terdapat dalam ekstrak metanol kelopak bunga rosella (Rocha,
(29)
9
4. Kegunaan
Bunga rosella dapat bermanfaat sebagai antibakteri, antifungi,
antipiretik, hepatoprotektif, antikanker dan antioksidan. Beberapa penelitian
baik secara in vitro maupun in vivo menemukan bahwa ekstrak metanol
kelopak bunga rosella memiliki efek antioksidan yang poten (Rocha dkk.,
2014). Aktivitas antioksidan yang ditimbulkan ekstrak metanol kelopak bunga
rosella disebabkan oleh efek scavenging yang kuat terhadap oksigen reaktif
dan radikal bebas, menghambat aktivitas xanthine oksidase, melindungi sel
dari kerusakan yang disebabkan oleh lipid peroksidasi, menghambat Cu2+
dalam mediasi oksidasi LDL, dan membentuk Thiobarbituric acid reactive
substances (TBARs) (Rocha dkk., 2014).
B. Antosianin
Antosianin merupakan metabolit sekunder dari keluarga flavonoid, dalam
jumlah besar dapat ditemukan dalam buah-buahan dan sayur-sayuran, tidak
berbahaya, dan mudah larut dalam air. Pigmen ini memiliki aneka ragam warna
seperti jingga, merah muda, merah, ungu, dan biru (Pazmino, Giusti, Wrolstad,
dan Gloria, 2001). Flavonoid memiliki aktivitas antioksidan dan berperan penting
dalam mencegah penyakit kanker, diabetes, serta penyakit lainnya (Konczak dan
Zhang, 2004).
Antosianin terdiri dari cincin aromatik (A) yang mengikat cincin
heterosiklik (C) yang mengandung oksigen, di mana juga diikat oleh ikatan
karbon-karbon yang mengikat cincin aromatik (B) seperti ditunjukkan pada
gambar 2 (Konczak dan Zhang, 2004). Secara kimia semua antosianin merupakan
(30)
turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk
dari pigmen sianidin dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil,
metilasi dan glikosilasi (Harbone, 1996).
Sifat fisika dan kimia dari antosianin dilihat dari kelarutannya, antosianin
larut dalam pelarut polar seperti metanol, aseton, kloroform atau dengan air yang
diasamkan dengan asam klorida atau asam format. Antosianin memiliki rumus
molekul C15H110 dengan berat molekul yaitu 207,08 gram/mol (Fennema, 1996).
Dilihat dari penampakan warna, antosianin mempunyai panjang gelombang
maksimum 514 – 545 nm (Harborne, 1996).
Gambar 2. Struktur utama antosianin (Rocha dkk., 2014)
Warna dan stabilitas pigmen antosianin bergantung pada struktur
molekul secara keseluruhan. Substitusi pada struktur antosianin akan berpengaruh
pada warna antosianin di mana pada kondisi asam, struktur antosianin ditentukan
oleh banyaknya substitusi pada cincin B. Semakin banyak substitusi OH akan
menyebabkan warna semakin biru (pelargonidin sianidin delphinidin), sedangkan metoksilasi menyebabkan warna menjadi semakin merah (sianidin peonidin pelargonidin pelargonidin – 3- glukosida) (Hui dan Sherkat, 2005).
Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Pengaruh pH. Warna dan struktur pigmen antosianin dalam medium cair
(31)
11
quinonoidal warna biru, kation flavilium merah(R+), basa karbinol tak
berwarna, dan kalkon tak berwarna seperti ditunjukkan pada gambar 3.
Kation flavilium merah, dan basa karbinol tak berwarna merupakan 2 senyawa
yang sangat penting ketika terjadi perubahan pH dari pH 1-6. pH 4-6, kation
flavilium merah akan mendominasi, sedangkan pada pH yang tinggi basa
karbinol biru meningkat dan warna menjadi lemah. Hilangnya warna
disebabkan oleh hidrasi posisi C2 pada kation flavilium merah (Hui dan
Sherkat, 2005).
Gambar 3. Perubahan struktur kimia antosianin terhadap pH (Hui dan Sherkat, 2005)
(32)
2. Pengaruh suhu. Degradasi pigmen antosianin dipengaruhi oleh suhu, di mana
suhu dapat mengubah kesetimbangan 4 tipe antosianin menjadi kalkon tak
berwarna. Perubahan yang terjadi ini bersifat irreversible. Antosianin
terhidroksilasi kurang stabil pada keadaan panas daripada antosianin
termetilasi terglikosilasi atau termetilasi (Hui dan Sherkat, 2005).
Quinonoid Flavilium Basa karbinol Kalkon
3. Pengaruh enzim. Adanya enzim glikosidase dan enzim polifenoloxidase dapat
menyebabkan hilangnya warna dari pigmen antosianin. Enzim glikosidase
akan menghidrolisis ikatan glikosida dan memproduksi gula serta aglikonnya
sehingga antosianidin menjadi kurang larut air dan produksi warna menjadi
berkurang. Enzim polifenoloksidase akan mengoksidasi antosianin yang
mengandung oksigen dan o-difenol. Enzim polifenoloksidase akan
mengoksidase o-difenol menjadi o-benzoquinon yang akan bereaksi dengan
antosianin untuk membentuk antosianin teroksidasi dan produk degradasi (Hui
dan Sherkat, 2005).
4. Pengaruh kopigmenasi. Kopigmen merupakan penggabungan antosianin
dengan antosianin atau komponen organik lainnya di mana dapat
meningkatkan stabilitas dan intensitas warna antosianin sehingga sehingga
penyerapan warna pada panjang gelombang maksimum meningkat (Shi, J.,
Mazza, G., dan Maquer, M.L., 2002).
5. Pengaruh oksigen. Oksigen dapat bereaksi dengan ikatan rangkap dua dari
pigmen antosianin sehingga warna yang dihasilkan berkurang. Antosianin
(33)
13
lebih stabil daripada antosianin yang terpapar dengan oksigen. Hal ini
mengimplementasikan bahwa kemasan produk yang mengandung antosianin
harus memiliki penghalang oksigen yang tinggi atau headspace kemasan
diminimalisir untuk mencegah terjadinya degradasi antosianin selama
penyimpanan dan pemasaran (Shi, dkk., 2002).
6. Pengaruh cahaya. Secara umum, cahaya dapat mempercepat dekomposisi
pigmen antosianin. Adanya cahaya membuat antosianin tereksitasi melewati
transfer elektron yang dapat mempengaruhi pigmen terdekomposisi fotokimia
(Shi, dkk., 2002).
C. Multiemulsi
Multiemulsi merupakan suatu sistem dispersi cairan kompleks yang
dikenal dengan istilah ‗emulsi dalam emulsi‘, di mana droplet suatu dispersi cairan (air dalam minyak atau minyak dalam air) didispersikan ke cairan lainnya
(air atau minyak) untuk menghasilkan multiemulsi A/M/A atau M/A/M (Lutz dan
Aserin, 2008).
Gambar 4. Gambaran skema dan mikroskop multiemulsi A/M/A (Lutz dan Aserin, 2008)
Umumnya droplet pada multiemulsi bersifat polidispersi. Ukuran droplet
diameter globul rata-rata multiemulsi umumnya sedikit lebih besar berkisar antara
(34)
15 – 50 µm dengan terdiri dari 50 – 100 droplet air pada setiap globul minyak dalam emulsi, sedangkan yang lainnya dapat lebih kecil berkisar antara 2 – 5 µm yang akan terdiri dari satu atau beberapa droplet air untuk setiap globul minyak
dalam emulsi (Garti dan Bisperink, 1998).
Pembuatan multiemulsi dapat dilakukan secara konvensional dengan
beberapa metode yaitu sonikasi, agitasi dan inversi fase (Meyers, 2006). Metode
pembuatan emulsi ganda yang paling umum yaitu metode inversi fase
menggunakan proses emulsifikasi 2 tahap dengan dua jenis emulgator. Emulgator
hidrofobik didesain untuk menstabilkan emulsi air dalam minyak sedangkan
emulgator hidrofilik untuk menstabilkan emulsi minyak dalam air (Garti dan
Bisperink, 1998). Pembuatan emulsi air dalam minyak menggunakan kondisi
kecepatan pengadukan yang tinggi (ultrasonifikasi dan homogenisasi) agar
memperoleh droplet yang kecil, sedangkan tahap emulsifikasi kedua dibuat tanpa
pengadukan yang berlebihan karena dapat merusak droplet emulsi primer (Garti,
1997).
Kegunaan utama sistem multiemulsi adalah membatasi dan melindungi
sistem untuk pelepasan terkendali dari zat aktif. Namun, emulsi ganda dapat
dimanfaatkan dalam berbagai bidang, diantaranya:
1. Aplikasi dalam industri makanan, emulsi ganda tipe A/M/A dapat
meningkatkan kelarutan dari bahan tertentu, bahan larut, dan tidak larut
minyak, namun mampu melindungi reservoir cairan untuk molekul yang
(35)
15
dan mampu menjerap reservoir untuk melindungi rasa dan aroma yang
diinginkan (Lutz dan Aserin, 2008).
2. Aplikasi dalam industri kosmetik, multiemulsi A/M/A akan memberikan
sensasi nyaman dengan pelepasan zat aktif yang lebih lambat. Selain itu juga
akan memberikan sifat mudah tercuci dengan air (Lutz dan Aserin, 2008).
3. Sebagian besar aplikasi berhubungan dengan industri farmasetika, sediaan
multiemulsi akan memberikan keuntungan dalam meningkatkan efek
kemoterapi dari obat antikanker, imobilisasi obat, pengobatan overdosis obat,
dan melindungi insulin dari degradasi enzimatik (Lutz dan Aserin, 2008).
4. Aplikasi dalam industri agrikultur, emulsi ganda dapat berperan sebagai
sistem lepas lambat untuk penyubur dan pestisida (Lutz dan Aserin, 2008).
5. Aplikasi dalam kesehatan, zat aktif yang bersifat hidrofilik dapat dilarutkan
pada fase air internal dari globul emulsi, yang menunjukkan pelepasan obat
diperpanjang, dan dapat mengurangi efek toksik (Kumar, Kumar, dan
Mahadevan, 2012).
Kelebihan sistem multiemulsi yaitu biokompatibel, biodegradasi, dan
memiliki struktur yang fleksibel, mampu menjerap dan melindungi zat aktif yang
bersifat hidrofilik dan lipofilik, serta untuk pelepasan obat lepas lambat atau
terkontrol. Selain kelebihan tersebut, terdapat beberapa kelemahan seperti sulit
untuk diformulasikan, ukuran partikel besar dan rentan dari degradasi fisika dan
kimia (Kumar, dkk., 2012).
Tekanan osmotik akan berpengaruh terhadap kestabilan multiemulsi.
Multiemulsi tipe A/M/A pemecahan emulsi dapat terjadi karena tekanan osmotik
(36)
yang tidak sama antara fase cair dalam dan luar. Tekanan osmotik pada fase air
luar lebih tinggi daripada fase air dalam sehingga akan menyebabkan penyusutan
cairan droplet dalam atau pecahnya lapisan minyak. Sodium klorida atau elektrolit
lainnya ditambahkan pada fase air dalam maupun fase air luar pada multiemulsi
tipe A/M/A yang dapat bermigrasi melewati lapisan minyak dan sampai pada fase
cair lainnya melalui perpindahan melalui miselar terbalik, difusi melewati lamella
emulgator tipis yang bergantung pada fluktuasi ketebalan minyak, dan
perpindahan melalui emulgator terhidrasi (Benichou, Aserin dan Garti, 2004 ; Jiao
dan Burgess, 2008).
Tekanan Laplace muncul disebabkan karena tegangan permukaan
campuran dua cairan pada lengkungan antarmuka ketika cairan satu terdispersi
sebagai droplet ke cairan lainnya. Tekanan Laplace pada proses emulsifikasi
menyebabkan suatu emulsi menjadi tidak efisien secara termodinamika. Untuk
membentuk droplet yang kecil, sangat melengkung, dibutuhkan energi yang lebih
besar. Penambahan konsentrasi garam yang mendekati optimal pada fase dalam
berada antara tekanan Laplace dan tekanan osmotik pada droplet cairan dalam
sehingga mencapai stabilitas maksimum (Jiao dan Burgess, 2008).
Stabilitas merupakan masalah utama dalam sistem multiemulsi. Empat
mekanisme yang mungkin dapat menyebabkan ketidakstabilan multiemulsi yaitu:
1) koalesense droplet air internal; 2) koalesense droplet minyak; 3) pecahnya
lapisan minyak yang menyebabkan hilangnya droplet air internal; dan 4)
pindahnya air dan senyawa hidrofilik melalui lapisan minyak. Hal ini dapat terjadi
(37)
17
emulgator lipofilik; dan 2) difusi sederhana karena adanya perbedaan osmotik
pada kedua fase air (Kumar, dkk., 2012).
D. Monografi Bahan Tambahan 1. Emulgator
Emulgator merupakan suatu molekul yang memiliki rantai
hidrokarbon nonpolar dan polar pada tiap ujung rantai molekulnya. Emulgator
memiliki kemampuan menarik fase air dan fase minyak sekaligus, serta dapat
menempatkan diri di antara kedua fase tersebut. Keberadaan emulgator ini
akan menurunkan tegangan permukaan fase air dan fase minyak (Friberg,
Quencer, dan Hilton, 1996). Secara umum, jenis emulgator dibagi menjadi 3
seperti yang ditunjukkan pada tabel 1 (Troy dan Beringer, 2006).
Tabel 1. Klasifikasi emulgator
Tipe Tipe
lapisan
Contoh Sintetik Monomol
ekular
Anionik Kationik
1. Sabun Quaternary ammonium
compounds
a. Potassium Laurate Cetyltrimethyllammonium bromide
b. Triethanolamine stearate
Lauryldimethylbenzylammonium chloride
2. Sulfates Nonionic a. Sodium lauryl
Sulfate
Polyoxyethylene fatty alcohol ethers
b. Alkyl
polyoxyethylene sulfates
Sorbitan fatty acid esters
3. Sulfonates Polyoxyethylene sorbitan fatty acid esters
a. dioctyl sodium sulfosuccinate
Polyoxyethylene
polyoxypropylene block copolymers (poloxamers)
Lanolin alcohols and ethoxylated lanolin alcohols
Natural Multimol ekular
Hydrophilic colloids a. acacia
(38)
b. gelatin
monomol ekular
a. lecithin b. Cholesterol
Finely divided solids
Solid particle
Colloidal clays
a. bentonite b. Veegum Metallic hydroxides
a. Magnesium hydroxide
(Troy dan beringer, 2006)
Surfaktan merupakan senyawa yang mampu menurunkan tegangan
permukaan. Senyawa ini memiliki struktur rantai panjang serta memiliki
gugus lipofil maupun hidrofil dalam molekulnya. Emulgator dalam fase air
akan berorientasi sehingga bagian hidrofiliknya akan masuk ke cairan.
Adsorpsi molekul emulgator pada permukan cairan menyebabkan terjadinya
penurunan tegangan permukaan. Pada penambahan emulgator, tegangan
permukaan mula – mula akan turun sangat cepat mencapai harga tertentu yang selanjutnya tidak akan berkurang meskipun dilakukan penambahan emulgator.
Harga tertentu ini dikenal dengan CMC (critical micelle concentration)
(Voight, 1995).
a. Polioksietilen sorbitan monooleat (Tween 80)
(39)
19
Tween 80 (gambar 5) berbentuk cairan kental berwarna kuning
terang sampai kuning sawo. Tween 80 bersifat non toksik. Tween 80
mudah larut dalam air, etanol, minyak tumbuhan, etil asetat, metanol,
tetapi tidak larut dalam minyak mineral. Tween 80 memiliki nilai HLB 15.
Konsentrasi yang digunakan yaitu 1% - 15% apabila digunakan sebagai
emulgator tunggal. Apabila dikombinasikan dengan surfaktan lipofilik,
konsentrasi yang diperbolehkan yaitu 1% - 10% (Rowe, Sheskey, dan
Quinn, 2009). Penggunaan Tween 80 dalam farmasi yakni sebagai
emulsifying agent, wetting agent, penetrating agent, dan diffusian (Som,
Bhatia, dan Yasir, 2012).
b. Sorbitan monooleat (Span 80)
Gambar 6. Struktur Span 80
Span 80 (gambar 6) berbentuk cairan kental berwarna kuning
terang. Span 80 tidak larut air, tetapi larut dalam pelarut organik. Span 80
memiliki nilai HLB 4,3. Span 80 sering digunakan dalam kosmetik,
produk makanan, dan formulasi farmasi sebagai surfaktan non ionik.
Aplikasi bagi sediaan farmasi, Span 80 sering digunakan sebagai
emulgator dalam sediaan krim, emulsi, dan salep untuk sediaan topikal.
Ketika digunakan sendiri, akan menghasilkan emulsi A/M dan
mikroemulsi, tetapi sering dikombinasikan dengan polisorbat dalam
(40)
jumlah yang sesuai untuk menghasilkan emulsi air dalam minyak atau
minyak dalam air atau krim. Konsentrasi yang digunakan yaitu 1% - 15%
apabila digunakan sebagai emulgator tunggal. Apabila dikombinasikan
dengan surfaktan hidrofilik, konsentrasi yang diperbolehkan yaitu 1% -
10% (Rowe dkk., 2009).
2. Parafin cair
Parafin dalam sediaan topikal digunakan untuk meningkatkan titik
leleh atau meningkatkan pengerasan (bahan pengeras). Parafin tidak
menyebabkan toksik ataupun iritasi. Parafin cair berbentuk cairan kental dan
tidak berwarna. Konsentrasi yang digunakan dalam sediaan topikal yaitu 1,0%
– 32,0% (Rowe dkk., 2009). Parafin cair dapat berfungsi sebagai emolien untuk mencegah dehidrasi pada saat sediaan diaplikasikan ke kulit (Tranggono,
2007).
3. Setil alkohol
Gambar 7. Struktur setil alkohol
Setil alkohol (gambar 7) berupa kristal putih, tidak larut air,
bercampur dengan alkohol, glikol dan miyak kosmetik (Windholz, 1976).
Sediaan lotion, krim dan salep, setil alkohol digunakan sebagai emolien,
(41)
21
sebagai emolien karena dapat mengabsorbsi air yang ada pada lingkungan
sehingga kulit akan terjaga kelembabannya. Setil alkohol sebagai stiffening
agent karena dapat menambah viskositas dan konsistensi sediaan emulsi. Setil
alkohol digunakan sebagai pembantu emulgator tipe A/M karena dapat
mengikat fase air dan minyak dalam sistem emulsi sehingga dapat mengurangi
jumlah penambahan emulgator lain dalam sediaan. Setil alkohol dapat
digunakan sebagai stiffening agent dengan konsentrasi 2% - 10% (Rowe dkk.,
2009).
4. Dimethicone
Gambar 8. Struktur dimethicone
Dimethicone (gambar 8) berupa cairan tak berwarna dengan berbagai
viskositas. Aplikasi dalam emulsi topikal, biasanya ditambahkan pada fase
minyak sebagai antifoaming agent. Konsentrasi dimethicone dalam sediaan
krim, lotion dan salep yaitu 10% - 30% (Rowe dkk., 2009).
(42)
5. Xanthan gum
Gambar 9. Struktur xanthan gum
Xanthan gum (gambar 9) berwarna krem hingga putih, tidak berbau,
mudah mengalir dan berupa serbuk yang halus. Xanthan gum tergolong dalam
gum polisakarida dengan berat molekul yang besar. Umumnya digunakan untuk
sediaan oral maupun topikal, tidak toksik dan kompatibel dengan hampir semua
bahan farmasetika. Gel xanthan gum umumnya bersifat pseudoplastik. Aplikasi
dalam bentuk larutan, xanthan gum stabil terhadap enzim, garam, asam dan basa.
Xanthan gum bersifat anionik dan umumnya tidak kompatibel dengan surfaktan
kationik, polimer atau pengawet karena memungkinkan terjadi pengendapan.
Konsentrasi surfaktan anionik dan amfoterik diatas 15% b/v dapat menyebabkan
pengendapan pula pada larutan xanthan gum (Rowe dkk., 2009).
Xanthan gum termasuk stabilisator multiemulsi hidrokoloid. Suatu
hidrokoloid secara signifikan mampu meningkatkan stabilitas multiemulsi karena
(43)
23
pelepasan tidak terkendali dari bahan yang terjerap. Stabilisasi emulsi ganda ini
dapat dicapai karena adanya stabilisasi deplesi. Stabilisasi deplesi diperoleh dari
partikel koloidal yang diberikan oleh makromelekul yang terbebas di larutan (Lutz
dan Aserin, 2008).
E. Suspensi Liposom
Liposom merupakan suatu vesikel berbentuk bulat dan kecil yang di
dalamnya terdapat cairan yang dibungkus dengan satu atau lebih membran lipid
bilayer yang umumnya terbuat dari fosfolipid alam dan kolesterol (Jesorka dan
Orwar, 2008). Liposom mampu mengenkapsulasi dan efektif untuk penghantaran
senyawa aktif baik yang bersifat hidrofilik maupun hidrofobik dan dapat
digunakan sebagai vesikel non toksik untuk senyawa aktif yang larut. Liposom
dapat membawa obat dalam satu atau tiga kompartemen yaitu: 1) senyawa aktif
yang larut air berada pada central aqueous core; 2) senyawa aktif larut minyak
berada pada lapisan membran; 3) peptida dan protein berukuran kecil berada pada
permukaan air lemak (Bhai, Yadav, Mamatha, dan Prasanth, 2012).
Secara umum, komposisi liposom terdiri dari fosfolipid alam dan atau
sintetik. Phosphatidylcholine (lesitin) dan phosphatidylethanolamine merupakan
dua komponen struktural utama dari sebagian besar membran biologis. Liposom
bilayer juga mengandung komponen tambahan seperti kolesterol, lipid konjugat
hidrofilik polimer, dan air. Kolesterol merupakan komponen tambahan yang
paling sering digunakan untuk meningkatkan karakteristik bilayer pada liposom
dengan cara meningkatkan fluiditas membran, stabilitas bilayer, dan mengurangi
(44)
permeabilitas molekul yang larut air untuk melewati membran (Laouini, Maalej,
Blouza, Sfar, Charcosset, dan Fessi, 2012).
Pemilihan komponen bilayer dilihat dari rigiditas atau fluiditas dan
charge bilayer. Fosfatidilkolin unsaturated yang berasal dari telur atau
fosfatidilkolin kedelai memberikan bilayer yang lebih permeable dan elastis
sehingga dapat berperan sebagai penetration enhancer, dan memfasilitasi
penetrasi molekul obat melalui stratum korneum sedangkan fosfolipid saturated
dengan rantai asil yang panjang seperti dipalmiitoylphos phatidylcholine
membentuk struktur bilayer yang rigid namun impermeable (Akbarzadeh,
Sadabady, Davaran, Joo, Zarghami, Hanifehpour, dkk., 2013).
Liposom terbentuk ketika lipid yang terdiri dari kelompok kepala
hidrofilik dan ekor hidrofobik di dispersikan ke dalam air, membentuk lapisan
tipis lipid bimolekular. Selama agitasi, lapisan lipid bimolekular tipis terhidrasi ini
akan terpisah dan masing-masing akan bergabung membentuk vesikel yang
mencegah interaksi antara hidrokarbon lapisan lipid dengan air sekitarnya,
ditunjukkan pada gambar 10 (Jesorka dan Orwar, 2008).
(45)
25
Ukuran vesikel merupakan parameter terpenting dalam mendeterminasi
liposom serta ukuran dan jumlah bilayer mempengaruhi jumlah obat yang
terenkapsulasi dalam liposom. Berdasarkan ukuran dan jumlah bilayer, liposom
dapat diklasifikasikan menjadi lima yaitu:
1. Small Unilamellar Vesicles (SUV). Liposom berukuran 20 – 100 nm dan terdiri dari 1 lapis bilayer
2. Large Unilamellar Vesicles (LUV). Liposom berukuran >100 nm dan terdiri
dari 1 lapis bilayer
3. Giant Unilamellar Vesicles (GUV). Liposom berukuran >1000 nm dan terdiri
dari 1 lapis bilayer
4. Oligolamellar Vesicles (OLV). Liposom berukuran 100 – 500 nm dan terdiri dari >1 lapis bilayer
5. Multilamellar Vesicles (MLV). Liposom berukuran >500 nm dan terdiri
dari >1 lapis bilayer
(Laouini, dkk., 2012).
Gambar 11. Klasifikasi liposom berdasarkan ukuran dan jumlah bilayer (Laouini, dkk., 2012)
(46)
Liposom dimanfaatkan sebagai pembawa obat dengan alasan vesikel ini
dapat memberikan keuntungan seperti: liposom dapat mengarahkan obat pada
target tertentu misalnya pada long circulating liposomes yang bekerja pada target
selektif area patologis tertentu; liposom dapat berfungsi sebagai reservoir obat
yang melepaskan obat secara perlahan sehingga akan meningkatkan efektivitas
obat dan memperpanjang masa edar obat di dalam darah; liposom dapat
melindungi obat yang tidak stabil (antimikrobia, antioksidan, dan senyawa
bioaktif); liposom dapat melindungi obat dari degradasi sebelum mencapai target
dan melindungi pasien dari efek samping yang berbahaya (Akbarzadeh, dkk.,
2013).
Mekanisme pelepasan obat melalui liposom dengan cara pertama
melakukan fusi dengan membran sel plasma dengan menyisipkan lipid bilayer
liposom ke membran plasma, kedua menstimulasi pelepasan obat yang
terkdanung dalam liposom ke ruang interstisial untuk selanjutnya substansi secara
aktif diambil oleh sel melalui transport paraseluler ditunjukkan pada gambar 12
(Akbarzadeh, dkk., 2013).
(47)
27
F. Kulit
Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh tubuh.
Luas kulit pada manusia rata – rata sekitar 2 m2 dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak, atau beratnya 16% dari berat badan
seseorang (Kusantati, Prihatin, dan Wiana, 2008). Struktur dan fungsi dari kulit
manusia terdiri dari empat bagian utama yaitu stratum korneum, viable epidermis,
dermis, dan jaringan subkutan yang ditunjukkan pada gambar 13.
Gambar 13. Struktur dan fungsi kulit (Walters, 2002)
Struktur kulit meliputi bagian – bagian di bawah ini:
1. Stratum korneum yang disebut juga non viable epidermis merupakan lapisan
terluar dari kulit yang merupakan penghalang utama masuknya zat asing. Rata
(48)
– rata ketebalan stratum korneum yaitu 10 – 20 µm dengan struktur terdiri dari brick dan mortar yang merupakan barrier pengontrol kecepatan dalam
absorbsi transdermal (Walters, 2002).
2. Epidermis merupakan bagian dari kulit yang berlapis-lapis dengan ketebalan
0,06 mm pada kelopak mata dan 0,08 mm pada telapak tangan dan telapak
kaki. Epidermis tidak terdapat pembuluh darah (Benson, 2012).
3. Dermis mempunyai ketebalan yang bervariasi tergantung lokasi kulit. Dermis
memiliki dua lapisan yaitu papillary layer yang berisi susunan tipis daris erat
kolagen dan reticular layer yang tersusun dari seraat kolagen tebal dan
tersusun sejajar dengan permukaan kulit (Brannon, 2007). Dermis
mengandung banyak pembuluh darah yang memiliki peran penting dalam
pengaturan suhu tubuh dan tekanan darah. Jaringan kapiler yang luas dalam
stratum papiler berfungsi untuk mengatur suhu tubuh dan memberi makan
epidermis di atasnya yang tidak memiliki pembuluh darah sendiri (Junquera
dan Kelley, 1997).
4. Jaringan subkutan merupakan lapisan lemak dan jaringan ikat yang di
dalamnya terdapat pembuluh darah dan syaraf. Lapisan ini berperan untuk
pengaturan suhu kulit maupun suhu tubuh (Brannon, 2007).
Penetrasi obat melintasi stratum korneum dapat terjadi karena adanya
proses difusi melalui dua mekanisme, yaitu melalui jalur transepidermal dan jalur
(49)
29
Gambar 14. Jalur umum zat aktif dalam menembus kulit (Lane, 2013)
1. Jalur transepidermal. Jalur ini merupakan jalur difusi melalui stratum korneum
yang terjadi melalui 2 jalur yaitu jalur transselular yang berarti jalur melalui
protein di dalam sel dan melewati daerah yang kaya akan lipid, dan jalur
interseluler yang berarti jalur melalui ruang antar sel. Penetrasi pada jalur
transepidermal berlangsung melalui dua tahap yakni pertama, pelepasan obat
dari pembawa ke stratum korneum tergantung koefisien partisi obat dalam
pembawa dan stratum korneum. Kedua, difusi melalui epidermis dan dermis
dibantu oleh aliran pembuluh darah dalam lapisan dermis (Benson, 2012).
2. Jalur transappendageal. Jalur ini merupakan jalur masuknya obat melalui
folikel rambut dan kelenjar keringat yang disebabkan karena adanya pori-pori
di antaranya, sehingga memungkinkan obat berpenetrasi. Penetrasi obat
melalui jalur transepidermal lebih baik daripada jalur transappendageal,
karena luas permukaan pada jalur transappendageal lebih kecil (Benson, 2012).
Faktor – faktor yang mempengaruhi absorbsi perkutan yaitu:
1. Konsentrasi obat dalam sediaan. Konsentrasi obat dalam sediaan semakin
tinggi maka jumlah obat yang diabsorbsi per unit luas permukaan akan
semakin besar.
(50)
2. Luas permukaan tempat absorbsi. Apabila luas permukaan tempat absorbsi
semakin besar, maka jumlah obat yang diabsorbsi per unit luas permukaan
akan semakin besar.
3. Karakteristik pembawa. Pembawa yang mudah menyebar pada permukaan
kulit akan meningkatkan absorbsi. Pembawa yang dapat meningkatkan
kelembaban kulit akan meningkatkan absorbsi.
4. Hidrasi kulit. Hidrasi stratum korneum akan meningkatkan penetrasi obat ke
dalam kulit.
5. Afinitas obat terhadap kulit obat harus mempunyai afinitas terhadap kulit yang
lebih besar daripada terhadap pembawa
6. Koefisien partisi obat. Koefisien partisi obat mempengaruhi kelarutan obat
dalam minyak dan air.
7. Cara aplikasi obat pada kulit. Pengolesan dan penggosokkan obat pada kulit
akan meningkatkan penetrasi obat ke dalam kulit.
8. Tempat aplikasi obat. Tempat aplikasi obat berpengaruh terhadap kemampuan
penetrasi obat. Aplikasi pada bagian kulit yang telah tipis akan meningkatkan
penetrasi obat daripada aplikasi pada bagian kulit yang lebih tebal.
9. Waktu kontak obat dengan kulit. Semakin lama waktu kontak obat dengan
kulit maka akan meningkatkan penetrasi obat ke dalam kulit.
(Ansel, 2005)
G. Sinar Matahari
Sinar matahari merupakan sumber dari radiasi elektromagnetik. Ketika
(51)
31
atmosfer hingga kemudian sampai ke permukaan bumi. Jumlah dari total radiasi
matahari yang sampai ke bumi disebut insolasi (Kiil dan Houmoller, 2013).
Spektrum elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari terdiri dari sinar
tampak dan radiasi sinat tampak dekat seperti sinar X, ultraviolet, inframerah dan
gelombang radio (Solarradiation, 2013). Sinar matahari ketika sampai di atmosfer
akan dipantulkan oleh lapisan ozon, sedangkan sisanya diserap dan diubah
menjadi panas (Kiil dan Houmoller, 2013).
Radiasi sinar ultraviolet merupakan penyebab berbagai kerusakan kulit,
termasuk kanker. Radiasi yang dipancarkan sinar matahari terdiri dari beberapa
jenis. Salah satunya yaitu sinar ultraviolet (UV) yang terdiri dari beberapa jenis
dengan panjang gelombang yang berbeda (Anna, 2015). Sinar ultraviolet (UV)
merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik yang mempunyai panjang
gelombang antara 40 sampai 400 nm. Spektrum UV dibagi menjadi UV vakum
(40-190 mn), UV jauh (190-220 nm), UV C (220-290 nm), UV B (290-320 nm),
dan UV A (329-400 nm) (National Aeronautics dan Space Administration, 2007).
Sinar UV A merupakan penyebab radiasi sinar UV paling tinggi. Radiasi
sinar ini dapat menembus kulit sampai bagian dermis dan dapat merusak sel yang
berada di dalamnya. Efek yang ditimbulkan akibat radiasi sinar ini yaitu
pigmentasi kulit (timbul bercak hitam pada kulit), kerusakan kulit, dan kerutan
(penuaan dini). Sinar UV B juga berpotensi merusak kulit namun hanya sampai
lapisan luar kulit (epidermis). Sinar UV B membantu tubuh untuk mengolah
vitamin D pada pagi hari terutama sebelum jam 10 pagi namun sinar ini
(52)
menyebabkan kerusakan fotokimia pada DNA sel sehingga memicu timbulnya
kanker kulit (Mutia, 2015).
H. Enhancer
Enhancer kimia merupakan senyawa yang dapat meningkatkan penetrasi
perkutan obat dengan berpartisi pada stratum korneum dan mengubah susunan
lipid-protein yang ada di kulit. Perubahan ini menyebabkan perubahan sifat dan
penurunan pertahanan pada stratum korneum. Enhancer kimia dapat
meningkatkan permeabilitas stratum korneum melalui beberapa mekanisme yaitu :
(1) meningkatkan fluiditas lipid di kulit; (2) melalui hidrasi jalur polar; (3) melalui
aksi keratolitik; (4) meningkatkan kelarutan obat; dan (5) meningkatkan partisi
stratum korneum (Kumar dan Philip, 2007).
Enhancer kimia yang dapat berperan sebagai penetrating enhancer yaitu:
1. Asam lemak. Keefektifan asam lemak sebagai senyawa peningkat penetrasi
ditentukan dari panjang rantai karbon. Panjang rantai karbon C7 - C12, akan
meningkatkan penetrasi suatu obat, namun apabila panjang rantai karbon
diatas 12 maka akan menurunkan penetrasi zat. Efektifitas optimal asam
lemak sebagai senyawa peningkat penetrasi yaitu pada asam lemak dengan
panjang karbon C9 – C12 karena mempunyai koefisien partisi dan afinitas yang sesuai dengan kulit. Asam lemak yang mempunyai panjang rantai karbon
yang pendek tidak mempunyai lipofilisitas yang sesuai untuk penetrasi. Asam
lemak yang mempunyai panjang rantai karbon yang lebih panjang akan
(53)
33
memperlambat penetrasi. Asam lemak yang banyak digunakan sebagai
senyawa peningkat penetrasi yaitu asam oleat (Pathan dan Setty, 2009).
2. Minyak esensial dan terpen. Senyawa ini bekerja dengan memodifikasi sifat
alami pelarut stratum korneum serta senyawa ini dapat menurunkan waku lag
penetrasi (Pathan dan Setty, 2009).
3. Urea. Urea bekerja dengan menghidrasi stratum korneum dan dengan
membentuk kanal difusi hidrofilik. Urea siklik memiliki gugus polar dan non
polar sehingga mekanisme peningkat penetrasi disebabkan oleh aktivitas
hidrofilik dan oragnisasi lipid di stratum korneum(Pathan dan Setty, 2009).
4. Azon. Azon merupakan enhancer kimia pertama yang didesain sebagai
senyawa peningkat penetrasi. Azon bekerja dengan cara mempengaruhi lipid
sfingosin dan seramida yang secara alami ditemukan dilapisan kulit bagian
atas (Pathan dan Setty, 2007).
5. Surfaktan. Penambahan surfaktan ke dalam suatu formula berfungsi untuk
melarutkan senyawa aktif yang bersifat lipofilik. Surfaktan juga mempunyai
potensi untuk melarutkan lipid pada lapisan stratum korneum. Surfaktan
biasanya terdiri dari alkil lipofilik atau aril rantai lemak dengan gugus
hidrofilik pada bagian kepala. Surfaktan yang biasanya digunakan yaitu
polioxyethylene alkyl ether (Brij) dan polyoxythylene sorbitan fatty acid ester
(Tween). Studi DSC pada surfaktan non ionik mengindikasikan bahwa
surfaktan akan berinteraksi dengan kulit dan mengubah struktur lipid dan
meningkatkan permeabilitas di mana kemampuan surfaktan mempengaruhi
kulit tergantung dari sifat fisika kimianya (Lane, 2013).
(54)
I. Uji Penetrasi In Vitro
Uji penetrasi in vitro dilakukan guna mengukur kecepatan dan jumlah
senyawa yang melewati kulit, yang mana hal tersebut tergantung pada obat,
bentuk sediaan, eksipien, bahan peningkat penetrasi dan variabel formulasi
lainnya. (Witt dan Bucks, 2003). Kelebihan utama uji penetrasi in vitro yaitu
kondisi penelitian yang dilakukan dapat dikontrol secara presisi seperti variabel
kulit dan material yang digunakan. Namun hal ini dapat menimbulkan kerugian
seperti informasi terkait metabolism, distribusi, dan efek aliran darah terhadap
permeasi tidak dapat diketahui (Walters, 2002).
Salah satu metode in vitro untuk mengukur jumlah obat yang terpenetrasi
ke kulit yaitu dengan menggunakan sel difusi Franz. Sel difusi Franz merupakan
sel difusi tipe vertikal untuk mengetahui penetrasi suatu senyawa ke dalam kulit
secara in vitro. Sel difusi Franz terdiri dari dua kompartemen yaitu kompartemen
donor dan kompartemen akseptor yang dipisahkan oleh membran seperti
ditunjukkan pada gambar 15 (Walters, 2002).
(55)
35
Membran yang dapat digunakan uji penetrasi in vitro yaitu kulit tikus,
babi, marmot, kelinci, ular, manusia, atau membran kulit sintetik. Kulit manusia
merupakan pilihan utama untuk uji penetrasi in vitro namun sulit untuk
didapatkan sehingga banyak digunakan kulit tikus sebagai penggantinya (Nair dan
Panchagula, 2004). Bagian kulit manusia yang sering digunakan yaitu kulit
abdominal atau breast sedangkan kulit hewan yang biasanya digunakan yaitu
bagian flank dan back (rat) dan flank dan ear (babi) (Bartosova dan Bajgar, 2012).
Uji penetrasi in vitro menggunakan kulit tikus dapat memberikan informasi yang
berguna untuk memanipulasi desain pemberian obat secara transdermal, sehingga
dapat dicapai permeasi obat yang menembus kulit (Al-saidan, Krishnaih,
Chdanrasekhar, Lalla, Rama, Jayaram, dkk., 2004).
Cara melakukan uji penetrasi dengan sel difusi Franz yaitu sejumlah
tertentu zat diaplikasikan pada membran dan dibiarkan berpenetrasi secara difusi
pasif melalui membran. Mengetahui jumlah zat yang terpenetrasi maka dilakukan
sampling pada cairan kompartemen akseptor selama waktu tertentu hingga
mencapai kondisi tunak. Cairan dari kompartemen akseptor yang diambil harus
digantikan dengan cairan awal sejumlah volume yang di ambil. Hal ini bertujuan
untuk menjaga volume dalam cairan akseptor tetap konstan dan untuk menjaga
supaya cairan di kompartemen akseptor tetap dalam keadaan tunak (Witt dan
Bucks, 2003).
Faktor yang perlu diperhatikan dalam uji penetrasi secara in vitro yaitu:
1. Pemilihan membran. Penggunaan kulit manusia sebagai membran uji
memiliki beberapa kesulitan seperti mendapatkan kulit manusia tersebut,
(56)
kesulitan mengontrol jenis kelamin, ras, umur, dan kondisi kulit, sehingga
untuk uji penetrasi secara in vitro bisa digunakan kulit hewan sebagai
penggantinya seperti kulit tikus, babi, marmot, kelini, dan ular (Wiechers,
1989).
2. Larutan donor. Senyawa yang dilarutkan atau yang terkdanung dalam
pembawa akan berdifusi dari pembawa menuju ke permukaan kulit sebelum
obat diabsorpsi. Pembawa dapat mempengaruhi pelepasan senyawa dan
berinteraksi dengan stratum korneum. Faktor yang mempengaruhi pelepasan
obat yaitu sifat fisikokimia zat aktif dan pembawa seperti kelarutan, ukuran
molekul, viskositas dan polaritas (Wiechers, 1989).
3. Larutan akseptor. Larutan yang digunakan sebaiknya tidak hanya berperan
sebagai penerima obat yang mengalami penetrasi di dalamnya tetapi juga yang
menyediakan air, bahan-bahan biokimia dan ion-ion yang diperlukan
membran kulit dalam mempertahankan fungsinya (Skelly, 1987). Larutan
yang dapat digunakan sebagai larutan akseptor seperti larutan fisiologis salin,
larutan ringer, atau larutan fisiologis lainnya yang relevan. Faktor lain yang
perlu diperhatikan yaitu suhu, kelarutan senyawa dalam medium dan
pengadukan (Friend, 1992).
J. Spektrofotometri Derivatif
Spektrofotometri derivatif merupakan salah satu metode spektrofotometri
yang dapat digunakan untuk analisis senyawa campuran baik organik maupun
anorganik secara langsung tanpa harus melakukan pemisahan terlebih dahulu
(57)
37
teknik analisis yang menggunakan sistem turunan orde 1 hingga 5 dari spektrum
spektrofotometri UV-VIS. Kurva spektrum derivatif menggambarkan nilai
turunan absorbansi suatu senyawa terhadap panjang gelombang seperti yang
ditunjukkan pada persamaan berikut:
n
Dx,λ = f………(1)
Nilai n menunjukkan orde derivatif dan nDx,λ merupakan nilai derivatif pada orde
ke-n dari suatu spektrum absorbansi substansi X terhadap panjang gelombang
(Marczenko dan Balcerzak, 2000).
Proses yang terjadi dalam derivatisasi data spektra adalah
pendiferensialan kurva secara matematis yang tak lain adalah menentukan
kemiringan/gradien serapan antara panjang gelombang tertentu secara menyeluruh
seperti tampak dalam gambar 16.
Gambar 16. Penentuan gradien dari spektrum orde 0 (Nurhidayati, 2007)
Penentuan besar gradien secara individual adalah plot dA/dλ terhadap λ
untuk mendapatkan plot derivatif pertama. Plot derivatif pertama ini dapat
diturunkan lagi dengan cara yang sama untuk mendapatkan harga d2A/dλ2, yang
(58)
bila diplotkan terhadap panjang gelombang menghasilkan plot derivatif kedua.
Pengulangan proses ini menghasilkan orde yang lebih tinggi, plot derivatif ke-n,
atau dnA/ dnλterhadap λ. Sebagai ilustrasi proses pengulangan, dari derivat kenol sampai dengan kelima ditunjukkan pada gambar 17 (Nurhidayati, 2007).
Gambar 17. Spektrogram derivatif orde 0 hingga 5 (Kus, Marczenko dan Obarski, 1996)
Metode spektrofotometri derivatif memberikan sensitivitas dan
selektivitas yang tinggi dibdaningkan metode spektrofotometri normal (orde 0).
Hasil selektivitas yang lebih tinggi didapatkan dengan mengurangi atau
mengeleminasi noise tanpa mengurangi sinyal penting, serta mengurangi
kesalahan yang disebabkan oleh spektrum senyawa lain dalam sampel yang
tumbang tindih (Marczenko dan Balcerzak, 2000).
K. Landasan Teori
Sinar ultraviolet merupakan salah satu spektrum radiasi dari sinar
(59)
39
sinar UV A merupakan penyebab radiasi paling tinggi dan dapat menembus kulit
hingga bagian dermis sedangkan radiasi UV B juga berpotensi merusak kulit
namun hanya sampai lapisan luar (epidermis). Efek dari radiasi sinar UV A dan
UV B ini dapat menyebabkan pigmentasi kulit, kerusakan kulit, penuaan dini,
serta memicu timbulnya kanker kulit. Adanya kosmetik yang bersifat antioksidan
diharapkan dapat mencegah timbulnya ROS di dalam kulit terutama pada lapisan
epidermis dan dermis (Mutia, 2015).
Hibiscus sabdariffa L. atau yang biasa dikenal dengan rosella telah
diketahui memiliki aktivitas antioksidan karena adanya kandungan fenolik di
dalam bunga rosella. Salah satu kandungan fenolik yang ada di rosella yaitu
antosianin. Antosianin merupakan metabolit sekunder dari famili flavonoid
(Konczak dan Zhang, 2004).
Berdasarkan struktur serta sifatnya, stabilitas antosianin sangat
dipengaruhi oleh lingkungan seperti cahaya, suhu, dan oksigen. Studi kondisi
penyimpanan multiemulsi yang dilakukan oleh Li (2015) menunjukkan kondisi
optimum penyimpanan multiemulsi yaitu pada suhu -4 , tertutup rapat,
terlindung dari cahaya dan adanya pemberian gas nitrogen. Penggunan ekstrak
metanol kelopak bunga rosella secara topikal dapat menyebabkan iritasi pada kulit
(Pinsuwan dkk, 2010). Selain itu hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan
peneliti menunjukkan kemampuan penetrasi yang dihasilkan bervariasi.
Berdasarkan target aksi antosianin sebagai penangkal radiasi sinar UV,
stabilitas antosianin, dan kemampuan penetrasi ekstrak metanol kelopak bunga
rosella maka dibutuhkan sebuah vesikel untuk menjaga stabilitas antosianin dan
(60)
kemampuan penetrasi ekstrak metanol kelopak bunga rosella supaya dapat
tertahan di lapisan epidermis dan dermis sehingga tidak masuk ke sistemik.
Vesikel yang digunakan yaitu multiemulsi dan suspensi liposom. Multiemulsi
memiliki kemampuan penetrasi ekstrak metanol kelopak bunga rosella ke dalam
kulit yang lebih baik daripada suspensi liposom dikarenakan ukuran partikel pada
multiemulsi lebih besar daripada suspensi liposom menyebabkan multiemulsi
lebih tertahan di dalam kulit (lapisan epidermis dan dermis). Ukuran partikel
suspensi liposom yang lebih kecil memungkinkan suspensi liposom lebih mudah
untuk menembus lapisan-lapisan pada kulit sehingga dapat masuk ke sistemik.
Jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang terpenetrasi ke dalam
kulit dapat diketahui dengan melakukan uji penetrasi secara in vitro menggunakan
sel difusi Franz. Selanjutnya ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang
terpenetrasi ke dalam kulit dan yang tersisa dalam kulit di ukur dengan
menggunakan spektrofotometri derivatif.
L. Hipotesis
1. Formula optimum multiemulsi yang terbentuk bertipe A/M/A, homogen,
memiliki pH sesuai dengan pH kulit, dan stabil selama 28 hari, pada suhu
penyimpanan -4 , dan pemberian gas nitrogen ditandai dengan tidak adanya
pemisahan fase.
2. Sediaan multiemulsi A/M/A yang telah optimum mempunyai kemampuan
sebagai pembawa ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang lebih baik dari
pada suspensi liposom dalam berpenetrasi ke dalam lapisan epidermis dan
(61)
41 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni yaitu untuk
mengetahui sifat dan stabilitas fisis sediaan multiemulsi A/M/A ekstrak metanol
kelopak bunga rosella dan mengetahui apakah sediaan multiemulsi A/M/A yang
telah optimum mempunyai kemampuan sebagai pembawa ekstrak metanol
kelopak bunga rosella yang lebih baik dari pada suspensi liposom dalam
berpenetrasi ke dalam lapisan epidermis dan dermis.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Variabel bebas dalam formulasi yaitu konsentrasi eksipien dan HLB
multiemulsi A/M/A.
b. Variabel bebas dalam uji penetrasi dengan sel difusi Franz yaitu waktu
pengambilan sampel penetrasi ekstrak metanol kelopak bunga rosella,
ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam sediaan multiemulsi A/M/A
dan suspensi liposom.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Variabel tergantung dalam formulasi yaitu sifat fisis dan stabilitas sediaan
multiemulsi A/M/A hasil optimasi formula.
(62)
b. Variabel tergantung dalam uji penetrasi dengan sel difusi Franz yaitu
kemampuan penetrasi ekstrak metanol kelopak bunga rosella ke dalam
kulit.
3. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Variabel pengacau terkendali dalam formulasi yaitu cahaya dan udara
selama pembuatan multiemulsi A/M/A.
b. Variabel pengacau terkendali dalam uji penetrasi dengan sel difusi Franz
yaitu kondisi hewan uji, homogenitas sediaan, suhu, dan kecepatan
pengadukan.
4. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini dibagi menjadi dua,
yaitu:
a. Variabel pengacau tak terkendali dalam formula optimum yaitu
kelembaban ruangan tempat pembuatan.
b. Variabel pengacau tak terkendali dalam uji penetrasi dengan sel difusi
Franz yaitu ketebalan kulit, waktu penyimpanan kulit, dan berat sediaan
yang diaplikasikan.
C. Definisi Operasional
1. Ekstrak metanol kelopak bunga rosella merupakan ekstrak kental kelopak
(63)
43
2. Liposom ekstrak metanol kelopak bunga rosella adalah suatu vesikel yang
terdiri dari satu lapis fosfolipid bilayer yang di dalamnya mengandung ekstrak
metanol kelopak bunga rosella
3. Suspensi liposom adalah sediaan cair yang mengandung liposom ekstrak
metanol kelopak bunga rosella yang didispersikan ke dalam air
4. Multiemulsi A/M/A ekstrak metanol kelopak bunga rosella adalah sistem
multiemulsi A/M yang mengandung ekstrak metanol kelopak bunga rosella
yang didispersikan dalam fase air dengan bantuan emulgator.
5. Emulgator adalah suatu senyawa yang berfungsi untuk menggabungkan fase
minyak dengan fase air.
6. Multiemulsi A/M/A atau suspensi liposom dalam sampel larutan buffer fosfat
pH 4 yang dianalisis merupakan sediaan semisolid atau sediaan cair yang
terpenetrasi ke dalam kompartemen akseptor yang berisi larutan PBS pH 4.
7. Sel difusi Franz adalah serangkaian alat sel difusi Franz dengan ukuran
water jacket 9 mm, lipatan dasar datar (ground o-ring), dan volume
kompartemen akseptor 3 mL.
8. Waktu pengambilan sampel adalah waktu yang diperlukan untuk mengambil
sampel pada kompartemen donor dan kompartemen akseptor pada sel difusi
Franz .
D. Bahan Penelitian
Ekstrak metanol kelopak bunga rosella dan suspensi liposom diperoleh
dari Sanjayadi, aquadest dan aquabidest diperoleh dari laboratorium Farmasi
USD, Tween 80 (pro analysis ,Merck), metanol (pro analysis, Merck), NaCl (pro
(1)
Lampiran 8. Jumlah larutan ekstrak metanol kelopak bunga rosella Yang Terpenetrasi Ke dalam Kulit
Waktu
Rata – rata jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella pada kompartemen donor (%)
Rata – rata jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella pada kompartemen akseptor (%)
Rata – rata jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang tertahan dalam kulit (%)
1 56.324 30.4133 13.263
2 77.2914 0.0000 22.7086
3 77.2914 60.9895 -38.2809
4 71.0051 41.7400 -12.7451
5 77.2914 0.0000 22.7086
6 60.5172 0.0000 39.4828
Contoh perhitungan uji penetrasi jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella secara in vitro
Konsentrasi larutan ekstrak metanol kelopak bunga rosella
1. Pada kompartemen donor
Konsentrasi awal ekstrak metanol kelopak bunga rosella pada kompartemen donor
Waktu = 1 jam
Tinggi derivat = 0,08 cm
Persamaan kurva baku y = -0,1886 + 1,9416x
Jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang sisa pada kulit
2. Pada kompartemen akseptor Waktu = 1 jam
Tinggi derivat = 0,08 cm
Persamaan kurva baku y = -0,1886 + 1,9416x Jumlah ekstrak rosella pada kompartemen akseptor
3. Tertahan dalam kulit
(2)
Lampiran 9. Jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam multiemulsi A/M/A yang terpenetrasi ke dalam kulit
Waktu
Rata –rata jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella pada kompartemen donor (%)
Rata – rata jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella pada kompartemen akseptor (%)
Rata – rata jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang tertahan dalam kulit (%)
1 24,0977 15,2552 60,6472
2 24,1601 0,0000 75,8399
3 33,5161 4,9319 61,5520
4 23,7534 0,0000 76,2466
5 14,9606 9,6301 75,4093
6 19,1770 13,0998 67,7273
Contoh perhitungan uji penetrasi jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella secara in vitro
1. Pada kompartemen donor
Konsentrasi awal ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam sediaan multiemulsi A/M/A pada kompartemen donor
Waktu = 1 jam
Tinggi derivat = 0,08 cm
Persamaan kurva baku y = -0,028 + 1,3471x
Jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang sisa pada kulit
2. Pada kompartemen akseptor Waktu = 1 jam
Tinggi derivat = 0,08 cm
Persamaan kurva baku y = -0,028 + 1,3471x Jumlah ekstrak rosella pada kompartemen akseptor
3. Tertahan dalam kulit
(3)
Lampiran 10. Jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella dalam suspensi liposom yang terpenetrasi ke dalam kulit
Waktu
Rata – rata jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella pada kompartemen donor (%)
Rata – rata jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella pada kompartemen akseptor (%)
Rata – rata jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang tertahan dalam (%)
1 67,9468 0,0000 32,0532
2 66,4789 23,2719 10,2492
3 60,6075 13,4194 25,9731
4 65,7450 0,0000 34,2550
5 69,4146 47,3919 -16,8065
6 39,4264 31,1983 29,3753
Contoh perhitungan uji penetrasi jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella secara in vitro
Konsentrasi larutan ekstrak metanol kelopak bunga rosella
1. Pada kompartemen donor
Konsentrasi awal ekstrak metanol kelopak bunga rosella pada kompartemen donor
Waktu = 1 jam
Tinggi derivat = 0,13 cm
Persamaan kurva baku y = -0,1886 + 1,9416x
Jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang sisa pada kulit
2. Pada kompartemen akseptor Waktu = 1 jam
Tinggi derivat = 0 cm
Persamaan kurva baku y = -0,1886 + 1,9416x
Jumlah ekstrak rosella pada kompartemen akseptor = 0 mg = 0% 3. Tertahan dalam kulit
(4)
Lampiran 11. Uji T untuk jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang tertahan dalam kulit
Populasi Rata - Rata Standard Deviasi (Sb)
Jumlah (n)
Multiemulsi 1,3938 1,70129 18
Suspensi liposom -2,71664 4,70357 18
i. uji signifikasi standar deviasi dengan uji F F =
F =
F hitung α F tabel kesimpulan
7,6436 0,05 2,723 berbeda signifikan
ii. uji t untuk melihat signifikasi rata – rata jumlah ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang tertahan dalam kulit antara sediaan multiemulsi dengan suspensi liposom
Dari hasil perhitungan uji F diatas dapat dilihat SD antara suspensi liposom dan multiemulsi A/M/A berbeda signifikan, maka degree of freedom untuk uji T dihitung dengan persamaan :
Perhitungan degree of freedom (df) =
df =
Perhitungan nilai t :
√
√
T hitung α T tabel kesimpulan
(5)
(6)
113
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul “Perbandingan Kemampuan Penetrasi Multiemulsi A/M/A Dan Suspensi Liposom Yang Mengandung Ekstrak metanol kelopak bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa L.)” dengan nama lengkap Yolana Kwartono, merupakan putri kedua dari pasangan Yohanes Abeng Kwartono dan Ely Helen. Penulis Lahir di Bengkulu, 09 November 1993. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu TK Sint Carolus Bengkulu (1997-1999), tingkat Sekolah Dasar di SD Sint Carolus Bengkulu (1999-2005), tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Sint Carolus Bengkulu (2005-2008), tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Sint Carolus Bengkulu (2008-2011). Pendidikan Informal yang telah ditempuh penulis yaitu
Lembaga Kursus dan Pelatihan ―LKP COLOUR MODELS MANAGEMENT – ASMAT Pro‖ (2013-2014). Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Semasa menempuh pendidikan sarjana, Penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan, seperti menjadi panitia seminar nasional diabetes mellitus 2011, aksi HIV AIDS 2011, pelepasan wisuda 2013, serta menjadi asisten praktikum kimia dasar 2012, kimia analisis 2013, analisa farmasi-validasi metode analisis 2014 – 2015.