hormon dengan komposisi perbandingan jantan dan betina 1:4 untuk setiap dosisnya Samah dan Almahdy, 1992. Keesokan harinya setiap betina
diperiksa sumbat vagina vaginal plug yang menandakan telah terjadinya proses perkawin oleh jantan dan ditetapkan sebagai usia kebuntingan ke-0 hari
Rugh, 1967; Taylor, 1987 dalam Haryono, 1996; Sumarmin et al., 1999; Priyandoko, 2004; Schwiebert, 2007. Mencit betina yang terdapat sumbat
vagina dipisahkan ke dalam kandang baru, lalu perlakuan dimulai. Perlakuan tidak dilakukan secara serentak hanya mencit betina yang terdapat sumbat
vagina saja yang dimulai perlakuannya. Perlakuan dilakukan pada kurang lebih 1-3 ekor yang ditemukan sumbat vagina pada setiap harinya. Jika belum terjadi
perkawinan dan tidak ditemukan sumbat vagian maka dilakukan proses pengawinan kembali.
b. Perlakuan Terhadap Mencit
Setelah proses perkawinan berhasil, mencit betina mulai diberi ekstrak rimpang temulawak sesuai dosis pada setiap pagi mulai usia kebuntingan ke-0
hari sampai ke-3 Haryono, 1996; Sumarmin, 1999. Masing-masing dosis yang diberikan adalah dosis 0 mgbb, 140 mgkg BB, 280 mgkg BB dan 700 mgkg
BB. Setiap dosis ditimbang menggunakan timbangan Dial-O-Gram, lalu dilarutkan dalam aquades sebanyak 0,3 ml. Ekstrak diberikan pada mencit
betina dengan metode oral dengan menggunakan syringe 1 ml dan jarum gavage setiap pagi Gambar 3.1 Priyandoko, 2004
. Untuk dosis 0 mgbb dikelompokkan sebagai kontrol. Maka perlakuannya diberi aquades 0,3 ml
tanpa ekstrak rimpang temulawak. Pada usia kebuntingan ke-3,5 hari mencit betina dibunuh dengan cara
dislokasi leher dislocatio cervicalis lalu dibedah Haryono, 1996; Sumarmin; 1999; Priyandoko, 2004; Batan et al., 2007, Helmita et al., 2007. Setelah
mencit dibedah, isolasi oviduk dan uterus dilakukan. Setelah itu, tahap penelitian dilanjutkan ke tahap koleksi embrio untuk analisis perkembangan
embrio praimplantasi.
Gambar 3.1 Gavage Sumber: Schwiebert, 2007 c.
Koleksi Embrio
Setelah pembedahan mencit, oviduk dan uterus diisolasi. Lalu dibersihkan dari darah dan lemak di dalam larutan NaCl 0,96 larutan fisiologis yang
ditempatkan di cawan Petri. Embrio diambil dengan metode flushing menggunakan cairan Phosphate Buffered Saline PBS pH 7,2. Flushing
menggunakan syringe 1 ml dengan jarum ukuran 26 G. Flushing dilakukan di atas kaca arloji yang telah dibersihkan menggunakan alkohol Hogan, 1987;
Dye, 1993. Proses flushing embrio dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Metode Flushing; a Cara Memasukkan Jarum ke Ujung Oviduk, b Flushing Embrio di Atas Kaca Arloji Sumber: Dye, 1993; Priyandoko,
2004.
d. Pengamatan dan Analisis Embrio Praimplantasi
Setelah koleksi embrio didapatkan, lalu dilakukan analisis tahap-tahap embrio praimplantasi. Tahap-tahap praimplantasi dilakukan dengan melihat
morfologi embrio. Embrio dikelompokkan berdasarkan tahapannya, yaitu embrio yang mengalami kelambatan perkembangan atau belum mencapai tahap
blastokista, embrio yang tidak mengalami kelambatan perkembangan dan
a b
pinset
Jarum 26 G yang dipasang pada syringe 1
ml berisi medium PBS
Cawan arloji berisi embrio dan medium PBS
Uterus
embrio abnormal. Embrio yang mengalami kelambatan perkembangan adalah embrio tahap pembelahan 1-8 sel, morula tidak mampat dan morula mampat.
Sedangkan, embrio yang tidak mengalami kelambatan perkembangan, yaitu blastokista saja Sumarmin et al., 1999; Priyandoko, 2004
.
Selain itu, jumlah setiap tahapan embrio dihitung. Setelah dihitung jumlah tahapannya,
blastokista yang didapatkan dipisahkan ke cawan Petri lain, lalu dihitung diameter horizontal dan vertikal menggunakan lensa objective micrometer yang
telah dikalibrasi menggunakan oculer micrometer. Tujuan penghitungan diameter adalah untuk mengetahui rata-rata diameter blastokista setiap dosis.
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan bantuan mikroskop listrik binokuler.
3. Analisis Data