Pengaruh Infiltrasi dan Permeabilitas Terhadap Sumur Resapan di Kawasan Perumahan (Studi Kasus: Taman Setia Budi Indah II, Medan)

(1)

PENGARUH INFILTRASI DAN PERMEABILITAS TERHADAP

SUMUR RESAPAN DI KAWASAN PERUMAHAN

(STUDI KASUS: TAMAN SETIA BUDI INDAH II, MEDAN)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Syarat Penyelesaiaan Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Dikerjakan oleh:

AZHAR FUADI

08 0404 011

BIDANG STUDI SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK USU

2014


(2)

ABSTRAK

Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya, mengakibatkan makin berkurangnya daerah resapan air hujan, karena meningkatnya luas daerah yang ditutupi oleh perumahan mengakibatkan tidak berlangsungnya dengan baik proses infiltrasi air ke dalam tanah. Sumur resapan berfungsi sebagai tempat menampung air hujan sementara yang jatuh di atas atap rumah, kemudian air hujan tersebut akan diserap oleh tanah secara perlahan sehingga limpasan air hujan tidak langsung mengalir ke saluran drainase. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui debit banjir, laju infiltrasi dan nilai permeabilitas untuk menentukan dimensi sumur resapan dalam mereduksi debit banjir.

Sebagai studi kasus, penelitian ini mengambil lokasi di Perumahan Taman Setia Budi Indah II, Medan. Pengumpulan data mengambil data curah hujan sebagai data sekunder, sedangkan data primer didapat dari pengujian infiltrasi dan uji permeabilitas tanah. Kemudian data-data tersebut dianalisa dan dibahas agar dapat disajikan data pengurangan debit banjir.

Untuk menentukan curah hujan dengan analisa Log Pearson III dengan Uji keselarasan Smirnov Kolmogorov, untuk intensitas curah hujan dianalisa metode Van Breen dengan uji kecocokan pola Talbot. Permeabilitas tanah didapat dari pengujian falling head permeability di Laboratorium Mekanika Tanah dengan sampel tanah dari lokasi studi, daya infiltrasi diambil menggunakan single ring infiltrometer dengan analisa menggunakan metode Horton. Pengurangan debit banjir didapat setelah penentuan dimensi sumur resapan.

Berdasarkan penelitian diperoleh nilai laju infiltrasi konstan (fc) di lokasi studi adalah 14,40 cm/jam, sedangkan nilai koefisien permeabilitas (k) tanah adalah 1,718 x 10-4 cm/detik. Berdasarkan data yang telah dianalisis didapat dimensi sumur resapan yang berbentuk lingkaran dengan diameter 1 meter, kedalaman 1,261 meter dan debit masukan rencana 0,604 x 10−3 m³/detik. Untuk sumur resapan ini, estimasi waktu tunda limpasan air hujan dari atap menuju saluran drainase adalah 0,465 jam. Total debit banjir kawasan perumahan sebelum direncanakan sumur resapan adalah 3,339 m³/detik, setelah ada sumur resapan berkurang menjadi 1,527 m³/detik sehingga terjadi reduksi debit banjir sebesar 54,32 %. Untuk debit banjir yang terjadi 1 unit rumah tipe 60/100 tanpa sumur resapan adalah 0,647 x 10−3 m³/detik, setelah

ada sumur resapan berkurang menjadi 0,0427 x 10−3 m³/detik, sehingga terjadi reduksi banjir sebesar 93,39 % untuk setiap unit rumah.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberi karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehinggga menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Strata Satu (SI) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah:

"Pengaruh Infiltrasi dan Permeabilitas Terhadap Sumur Resapan di Kawasan Perumahan (Studi Kasus: Taman Setia Budi Indah II, Medan)"

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu:

1. Ayahanda Azmil dan Ibunda Hanidar, terima kasih tak terhingga atas doa-doa dan kepercayaan kepada ananda, selama ini selalu berusaha memberikan segala yang terbaik kepada anak-anaknya sehingga bisa seperti sekarang ini serta adik-adikku Shofia Ummi dan Azhar Bachri terima kasih untuk perhatian, nasehat, semangat, bantuan, dan dorongan serta kesabaran yang telah diberikan.


(4)

2. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc selaku Dosen Pembimbing dan juga selaku selaku Kordinator Sub Jurusan Sumber Daya Air Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ivan Indrawan ST, MT dan Ibu Emma P Bangun, ST, MT, selaku Dosen Pembanding, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

6. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis. (Kak Lince, Kak Dina, Kak Dewi, Bang Zul, Bang Edi dan Bang Amin).

8. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2008, Aris, Imam, Muazzi, Ilman, Fadil, Berry, M. Hafiz, Alfrendi, Siddik, Topan serta teman-teman angkatan 2008 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.


(5)

dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 14 Maret 2014 Penulis

AZHAR FUADI 08 0404 011


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... ...i

KATAPENGANTAR... ...ii

DAFTAR ISI …….....v

DAFTAR GAMBAR...viii

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR NOTASI...xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xv

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Perumusan Masalah...3

1.3 Pembatasan Masalah...4

1.4 Tujuan …………...5

1.5 Manfaat Penulisan …...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...7

2.1 Analisis Hidrologi ...7

2.1.1 Perhitungan Parameter Statistik ... 7

2.1.2 Penentuan Jenis Distribusi Data ... 9

2.1.3 Curah Hujan Rencana ………...12

2.1.4 Analisis Intensitas Curah Hujan ………...19

2.1.5 Analisis Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan ...21

2.2 Koefesien Permeabilitas...24

2.3 Konsep Umum Infiltrasi ...29

2.3.1 Pengertian infiltrasi …………...29

2.3.2 Kecepatan Infiltrasi Nyata (Actual Infiltration Rate) ...31

2.3.3 Pengukuran Infiltrasi di Lapangan ……...36

2.3.4.1 Single Ring Infiltrometer ……….37

2.4 Sumur Resapan ...41


(7)

2.4.2 Fungsi Sumur Resapan...41

2.4.3 Prinsip dan Teori Kerja Sumur Resapan ...45

2.4.4 Komponen-komponen Proses Peresapan ...49

2.4.5 Perencanaan Dimensi Sumur Resapan...53

2.4.6 Persyaratan Umum dan Teknis Sumur Resapan ...59

2.4.7 Jenis dan Konstruksi Sumur Resapan ...60

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...67

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...67

3.2 Alat dan Bahan...68

3.3 Kerangka Penelitian...69

3.4 Tahapan Penelitian ...71

3.4.1 Pengumpulan Data...71

3.4.2 Pengolahan Data ...76

3.4.3 Penyajian Data ...78

3.4.4 Prosedur Evaluasi Lokasi untuk Sumur Resapan...79

3.4.5 Kesimpulan dan Saran ...79

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN...80

4.1 Analisis Hidrologi ...80

4.1.1 Analisis Curah Hujan Rencana ………...81

4.1.2 Plotting Data ………...84

4.1.3 Uji Keselarasan Chi Square...86

4.1.4 Uji Keselarasan Smirnov Kolmogorof...87

4.1.5 Analisis Intensitas Curah Hujan...89

4.1.6 Analisis Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan…93 4.2 Uji Permeabilitas di Laboratorium...103

4.3 Analisis Infiltrasi...106

4.3.1 Analisis Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi Metode Horton ...109

4.4 Perencanaan Dimensi Sumur Resapan ...113

4.5 Pengurangan Debit Banjir akibat Sumur Resapan ...118


(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...125

5.1 Kesimpulan ...125

5.2 Saran ...126

DAFTAR PUSTAKA ...128 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Genangan air saat hujan di Perumahan Taman Setia Budi Indah II ... 1

Gambar 2.1 Alat Constant Head Permeability Test ... 26

Gambar 2.2 Skema Proses Alat Falling Head Permeability Test ... 28

Gambar 2.3 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah ... 34

Gambar 2.4 Single Ring Infitrometer ... 38

Gambar 2.5 Grafik Hubungan t dan Log (fo-fc) ... 40

Gambar 2.6 Sketsa Sumur Resapan ... 41

Gambar 2.7 Prinsip Kerja Sumur Resapan Penampungan Air Hujan ... 40

Gambar 2.8 Cara Kerja Sumur Resapan... 47

Gambar 2.9 Skema Aliran dalam Sumur ... 41

Gambar 2.10 Sumur Resapan Dangkal Berbentuk Bulat dengan Menggunakan Talang Air Hujan ... 40

Gambar 2.11 Sumur Resapan Dangkal Berbentuk Bulat dengan Menggunakan Saluran Terbuka ... 47

Gambar 2.12 Sumur Resapan Dalam Berbentuk Bulat Melalui Pemboran ... 47

Gambar 2.13 Sumur Resapan Kolektif Berbentuk Kolam Resapan... 40

Gambar 2.14 Sumur Resapan Dangkal Menggunakan Talang Air Hujan ... 47

Gambar 2.15 Perspektif Sumur Resapan ... 47

Gambar 3.1 Perumahan Taman Setia Budi Indah II... 68

Gambar 3.2 Lokasi Pengukuran Laju Infiltrasi ... 69

Gambar 3.3 Kerangka penelitian... 71

Gambar 3.4 Proses Uji Falling Head Permeability ... 76


(10)

Gambar 4.2 Grafik Intensitas Hujan Metode Van Breen dengan Metode Talbot,

Sherman dan Ishiguro PUH (Periode Ulang Hujan) 5 Tahun ... 100

Gambar 4.3 Grafik Intensitas Hujan Metode Hasfer der Werduwen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro PUH (Periode Ulang Hujan) 5 Tahun ... 101

Gambar 4.4 Kurva IDF Daerah Perencanaan ... 102

Gambar 4.5 Falling Head Permeability di Laboratorium Mekanika Tanah ... 104

Gambar 4.6 Dimensi Single Ring Infitrometer ... 106

Gambar 4.7 Proses Pengukuran Laju Infiltrasi di Perumahan Taman Setia Budi Indah II Medan ... 108

Gambar 4.8 Grafik Log (fo-fc) terhadap Waktu Metode Horton ... 110

Gambar 4.9 Grafik f(t) Horton ... 106

Gambar 4.10 Grafik Efisiensi Debit Banjir 1 Unit Rumah di Lokasi Studi ………....119

Gambar 4.11 Grafik Efisiensi Debit Banjir Total di Lokasi Studi ... 119

Gambar 4.12 Skema Perencanaan Sumur Resapan dengan Batu Kali ... 123


(11)

DAFTAR TABEL

Tabe1 2.1 Berdasarkan Hasil Perhitungan Parameter Statistik ... 9

Tabe1 2.2 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Square ... 11

Tabe1 2.3 Nilai ∆ Kritis untuk Uji Keselarasan Smirnov Kolmogorof ... 12

Tabe1 2.4 Nilai Variabel Reduksi Gauss (K) ... 13

Tabe1 2.5 Nilai Rata-rata dari Reduksi (Yn) ... 14

Tabe1 2.6 Standar Deviasi dari Reduksi Variasi(Sn) ... 14

Tabe1 2.7 Nilai Reduksi Variasi (Yt) ... 15

Tabe1 2.8 Harga K untuk Distribusi Log Pearson III ... 17

Tabe1 2.9 Faktor Frekuensi K untuk Distribusi Log Normal ... 19

Tabe1 2.10 Harga Koefisien Permeabilitas pada Umumnya ... 25

Tabe1 2.11 Nilai Koefisien Aliran Permukaan (C) untuk Berbagai Permukaan ... 51

Tabe1 2.12 Faktor Geometrik Sumur... 56

Tabe1 2.13 Deskripsi tentang Kondisi Sumur ... 57

Tabe1 2.14 Jarak Minimum Sumur Resapan Air Hujan Terhadap Bangunan ... 60

Tabe1 3.1 Data Curah Hujan Maximum Harian (mm) ... 77

Tabe1 4.1 Data Curah Hujan ... 81

Tabel 4.2 Data Curah Hujan Harian Maksimum ... 82

Tabel 4.3 Perhitungan Statistik Curah Hujan Maksimum Tahunan ... 83

Tabel 4.4 Perhitungan Parameter Statistik Distribusi Curah Hujan ... 83

Tabel 4.5 Perhitungan Statistik (Logaritma) Curah Hujan Maksimum Tahunan ... 84

Tabel 4.6 Perhitungan Parameter Statistik Logaritma Distribusi Curah Hujan ... 84

Tabel 4.7 Hasil Uji Distribusi Statistik Kec. Medan Selayang dan Sekitarnya …...85


(12)

Tabel 4.9 Perhitungan Metode Chi Kuadrat ... 88

Tabel 4.10 Uji Smirnov Kolmogorov Stasiun Sampali dengan Distribusi Log Pearson Tipe III . ... 89

Tabel 4.11 Interpolasi Harga K untuk Distribusi Log Pearson III ... 90

Tabel 4.12 Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Log Pearson III ….……….90

Tabel 4.13 Perhitungan Intensitas Curah Hujan Metode Van Breen ... 91

Tabel 4.14 Perhitungan Intensitas Curah Hujan Metode Hasfer Der Weduwen ... 92

Tabel 4.15 Uji Kecocokan Intensitas Hujan Van Breen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 5 Tahun ... 97

Tabel 4.16 Variabel Persamaan Talbot, Sherman, dan Ishiguro ... 97

Tabel 4.17 Uji Kecocokan Intensitas Hujan Hasfer der Weduwen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH (Periode Ulang Hujan) 5 Tahun ... 98

Tabel 4.18 Variabel Persamaan Talbot, Sherman, dan Ishiguro ... 98

Tabel 4.19 Selisih Intensitas Hujan Metode Van Breen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro PUH (Periode Ulang Hujan) 5 tahun ... 99

Tabel 4.20 Selisih Intensitas Hujan Metode Hasfer der Weduwen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro PUH (Periode Ulang Hujan) 5 tahun ....100

Tabel 4.21 Intensitas Curah Hujan untuk Berbagai PUH Berdasarkan Metode Van Breen dengan Pola Talbot ... 101

Tabel 4.22 Data Alat Percobaan ... 103

Tabel 4.23 Data Hasil Pemeriksaan Kadar Air ... 103

Tabel 4.24 Data Hasil Pemeriksaan Berat Isi Tanah ... 103 Tabel 4.25 Data Hasil Perhitungan pada Pengujian Falling Head Permeability


(13)

Tanah di Laboratorium……….105

Tabel 4.26 Hasil Perhitungan Laju Infiltrasi pada Lokasi Perumahan ... 109

Tabel 4.27 Hasil Analisis Laju Infiltrasi pada Lokasi Penelitian ... 111

Tabel 4.28 Jarak Minimum Sumur Resapan Air Hujan terhadap Bangunan ... 114


(14)

DAFTAR NOTASI A = Luas bidang tangkapan hujan (ac atau ha)

�� = Luas penampang sampel tanah (��2)

C = Koefisien pengaliran permukaan, yang besarnya < 1

�� = Koefisien Kurtosis

�� = Koefisien Skewness

�� = Koefisien variasi DK = Derajat kebebasan

��� = Banyaknya frekuensi yang diharapkan pada data ke-i F = Faktor Geometrik (m)

f(t) = Laju infiltrasi nyata (cm/jam)

�� = Laju infiltrasi tetap (cm/jam)

�� = Laju infiltrasi awal (cm/jam) H = Tinggi muka air dalam sumur (m)

�1 = Ketinggian mula-mula air pada interval waktu tertentu (cm)

�2 = Ketinggian akhir air pada interval waktu tertentu (cm)

I = Intensitas hujan (mm/jam)

�� = Intensitas hujan (mm/jam) pada PUH tahun K = Koefisien permeabilitas tanah (cm/detik)

k = Konstanta

kc = Faktor konversi (� = 0,00278 dari ha-mm/jam ke m³/detik) L = Panjang sampel tanah (cm)


(15)

Log XT = Nilai logaritma curah hujan dengan periode ulang tertentu

Log X

= Nilai logaritma rata-rata curah hujan m = Nomor urut data

n = Jumlah data.

��� = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama pada data ke-i P(Xm) = Data yang telah diranking dari besar ke kecil

Q = Debit banjir (cfs atau m³/detik)

���� = Debit banjir total (�3/detik)

Qmasuk = Debit air masuk sumur resapan (m³/dtk)

Qresapan = Debit air sumur resapan meresap kedalam tanah (m³/dtk)

Qtertampung = Debit air yang tertampung di dalam sumur resapan (m³/dtk)

R = Jari-jari sumur (m)

R24 = Curah hujan harian maksimum (mm/24jam)

�� = Curah hujan harian maksimum PUH tahun (mm/24jam)

�� = Standar deviasi

T = Waktu yang diperlukan untuk pengisian sumur resapan (jam)

� = Durasi waktu hujan (menit) V = Kapasitas sumur resapan (m³)

�2 = Harga Chi Square

� = Curah hujan rata–rata (mm)

�� = Curah hujan di stasiun hujan ke-i (mm)


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Curah Hujan Daerah Medan Selayang Sekitar

Lampiran 2. Data Hasil Uji Permeabilitas Tanah di Laboratorium Mekanika Tanah Departemen Teknik sipil


(17)

ABSTRAK

Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya, mengakibatkan makin berkurangnya daerah resapan air hujan, karena meningkatnya luas daerah yang ditutupi oleh perumahan mengakibatkan tidak berlangsungnya dengan baik proses infiltrasi air ke dalam tanah. Sumur resapan berfungsi sebagai tempat menampung air hujan sementara yang jatuh di atas atap rumah, kemudian air hujan tersebut akan diserap oleh tanah secara perlahan sehingga limpasan air hujan tidak langsung mengalir ke saluran drainase. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui debit banjir, laju infiltrasi dan nilai permeabilitas untuk menentukan dimensi sumur resapan dalam mereduksi debit banjir.

Sebagai studi kasus, penelitian ini mengambil lokasi di Perumahan Taman Setia Budi Indah II, Medan. Pengumpulan data mengambil data curah hujan sebagai data sekunder, sedangkan data primer didapat dari pengujian infiltrasi dan uji permeabilitas tanah. Kemudian data-data tersebut dianalisa dan dibahas agar dapat disajikan data pengurangan debit banjir.

Untuk menentukan curah hujan dengan analisa Log Pearson III dengan Uji keselarasan Smirnov Kolmogorov, untuk intensitas curah hujan dianalisa metode Van Breen dengan uji kecocokan pola Talbot. Permeabilitas tanah didapat dari pengujian falling head permeability di Laboratorium Mekanika Tanah dengan sampel tanah dari lokasi studi, daya infiltrasi diambil menggunakan single ring infiltrometer dengan analisa menggunakan metode Horton. Pengurangan debit banjir didapat setelah penentuan dimensi sumur resapan.

Berdasarkan penelitian diperoleh nilai laju infiltrasi konstan (fc) di lokasi studi adalah 14,40 cm/jam, sedangkan nilai koefisien permeabilitas (k) tanah adalah 1,718 x 10-4 cm/detik. Berdasarkan data yang telah dianalisis didapat dimensi sumur resapan yang berbentuk lingkaran dengan diameter 1 meter, kedalaman 1,261 meter dan debit masukan rencana 0,604 x 10−3 m³/detik. Untuk sumur resapan ini, estimasi waktu tunda limpasan air hujan dari atap menuju saluran drainase adalah 0,465 jam. Total debit banjir kawasan perumahan sebelum direncanakan sumur resapan adalah 3,339 m³/detik, setelah ada sumur resapan berkurang menjadi 1,527 m³/detik sehingga terjadi reduksi debit banjir sebesar 54,32 %. Untuk debit banjir yang terjadi 1 unit rumah tipe 60/100 tanpa sumur resapan adalah 0,647 x 10−3 m³/detik, setelah

ada sumur resapan berkurang menjadi 0,0427 x 10−3 m³/detik, sehingga terjadi reduksi banjir sebesar 93,39 % untuk setiap unit rumah.


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya, mengakibatkan makin berkurangnya daerah resapan air hujan, karena meningkatnya luas daerah yang ditutupi oleh perumahan mengakibatkan tidak berlangsungnya dengan baik proses infiltrasi air ke dalam tanah sementara itu waktu berkumpulnya air (time of concentration) jauh lebih pendek, sehingga akumulasi air hujan yang terkumpul melampaui kapasitas drainase yang ada. Begitu halnya yang terjadi di kota Medan saat ini, dimana kota Medan merupakan kawasan yang penduduknya memiliki aktifitas padat seperti kegiatan industri, perdagangan, perkantoran, pendidikan, tentunya menjadi sasaran berkembangnya rumah tinggal berbentuk komplek perumahan yang dapat menyebabkan bertambah luasnya lapisan kedap air dan juga kebutuhan akan air. Seperti di kawasan Perumahan Taman Setia Budi Indah II pada saat musim hujan terdapat banyak genangan di sekitar lapisan kedap air karena air yang jatuh tidak dapat langsung meresap ke dalam tanah dengan baik.


(19)

Gambar 1.1 Genangan air saat hujan di Perumahan Taman Setia Budi Indah II

Pengalihan lahan merupakan salah satu faktor penyebab banjir dan menurunnya permukaan air tanah di kawasan perumahan. Pengalihan lahan hijau seperti menjadi perumahan menyebabkan tidak adanya lagi area terbuka sebagai daerah resapan air, sehingga air meresap ke dalam tanah semakin kecil dan memperbesar volume aliran air permukaan. Hal-hal tersebut tentunya sangat berlawanan dengan pemenuhan kebutuhan manusia itu sendiri akan sumber daya air, oleh sebab itu permasalahan mengenai air atau air hujan harus mendapatkan penanganan yang serius. Pengelelolaan yang tidak baik pada air hujan akan dapat mengakibatkan efek-efek buruk bagi lingkungan dan air tanah. Efek-efek buruk tersebut antara lain banyaknya genangan-genangan air yang menyebabkan lingkungan menjadi kotor, berkembang biaknya nyamuk penyebab demam berdarah, dan apabila tidak diresapkan dengan baik akan menyebabkan berkurangnya pasokan air tanah. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, air hujan sebaiknya diresapkan ke dalam tanah menggunakan sumur resapan. Dalam pengelolaan drainasi juga timbul pemikiran dan usaha merubah paradigma lama pengaliran drainasi yaitu

“pengaliran secepat-cepatnya” menjadi paradigma baru yaitu “mempertahankan

keseimbangan air”. Untuk menjawab tantangan tersebut perlu dilakukan upaya yang

sungguh-sungguh dalam pelestarian sumber daya air yaitu agar air memperoleh kesempatan meresap ke dalam tanah (Siswanto, 2001).

Sumur resapan air adalah salah satu rekayasa teknik konservasi yang dibuat sedemikian rupa menyerupai sumur pada daerah pemukiman dengan kedalamn tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan dan meresapkannya ke dalam tanah (Dephut,2007). Sumur resapan berfungsi untuk menampung dan


(20)

meresapkan air hujan ke dalam tanah guna mempercepat pengisian air tanah (recharge) atau menaikkan muka air tanah untuk daerah yang elevasi muka air tanahnya cukup dalam. Sumur resapan merupakan alternatif dalam mengatasi banjir dan menurunnya permukaan air tanah pada kawasan perumahan dengan pertimbangan sumur resapan tidak memerlukan biaya besar dan lahan yang luas.

Sistem resapan berhubungan erat dengan laju infiltrasi dan permeabilitas pada tanah, sumur resapan dianggap mampu meningkatkan daya resapan air hujan. Resapan seyogyanya mampu meningkatkan infiltrasi dan pengisian air tanah (recharge). Oleh sebab itu untuk meneliti permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian infiltrasi dan permeabilitas tanah untuk pemanfaatan sumur resapan.

Mengingat hal tersebut di atas maka perlu dipikirkan bagaimana caranya untuk dapat mengelola air dengan baik terutama perumahan-perumahan di kota Medan agar masalah-masalah yang ada dapat teratasi dan kebutuhan air dapat terpenuhi. Penelitian ini mengambil studi kasus di Perumahan Taman Setia Budi Indah II yang terletak di Kecamatan Medan Selayang. Melihat perumahan tersebut adalah kawasan pertambahan tempat tinggal masyarakat, sehingga menjadi tempat yang strategis untuk diteliti secara saksama untuk menghasilkan solusi penggunaan sumur resapan.

1.2 Perumusan Masalah

Secara umum perumusan masalah pada tugas akhir ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan sumur resapan dalam meresapkan limpasan air hujan dengan ketersediaan lahan yang ada.


(21)

2. Sampai seberapa besar nilai reduksi debit banjir yang dapat berkurang setelah volume limpasan air hujan dapat ditampung dan diresapkan sumur resapan yang direncanakan di kawasan Perumahan Taman Setia Budi Indah II, Medan.

1.3 Pembatasan Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu luas sehingga dapat mengaburkan masalah yang sebenarnya maka perlu dibuat batasan masalah. Adapun permasalahan yang akan dibahas antara lain:

1. Penelitian ini dilakukan hanya untuk sumur resapan dangkal yang akan diperlukan pada kawasan perumahan Taman Setia Budi Indah II.

2. Konstruksi sumur resapan yang digunakan berdasarkan persyaratan umum dan teknis berdasarkan SNI 03-2453-2002.

3. Analisis curah hujan 10 tahun terakhir mulai tahun 2003-2012 pada Kawasan Medan Selayang Sekitarnya. Data ini digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan maksimum pada periode ulang tertentu guna mengetahui debit aliran terbesar pada drainase.

4. Alat yang digunakan dalam mengukur laju infiltrasi tanah pada lokasi penelitian adalah single ring infiltrometer berdiameter 30 cm dan ketinggian 60 cm.

5. Menganalisis lapisan tanah/batuan guna mengetahui nilai koefisien permeabilitas, angka pori dan gradasi butiran tanah pada kedalaman air tanah minimum 1.5 m pada musim hujan.


(22)

6. Perencanaan dimensi dan volume konstruksi sumur resapan yang akan dibuat pada salah satu lahan pada kawasan perumahan.

1.4 Tujuan

Adapun tujuan penelitian pada tugas akhir ini adalah:

1. Untuk mengetahui nilai laju infiltrasi pada lokasi penelitian. 2. Mengetahui koefisien permeabilitas tanah pada lokasi penelitian.

3. Untuk mengetahui dimensi dan volume rencana sumur resapan sebagai pengurang air limpasan dan menjaga kebutuhan air tanah.

4. Untuk mendapatkan nilai reduksi debit banjir setelah diketahui volume air yang dapat ditampung sumur resapan berdasarkan jumlah sumur resapan yang direncanakan pada kawasan perumahan Taman Setia Budi Indah II, Medan.

1.5 Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diperoleh dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan wawasan akan sumur

resapan bagi mahasiswa Teknik Sipil USU dan pembaca dalam memenuhi retensi air pada suatu kawasan perumahan.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi pemerintah Kota Medan dalam membuat kebijakan penerapan sumur resapan pada setiap perumahan yang dibangun.


(23)

3. Apabila sumur resapan benar-benar diterapkan disetiap kawasan perumahan Kota Medan, diharapkan terjadi pengurangan limpasan air hujan yang berlebihan pada drainase Kota Medan.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Hidrologi

Hidrologi merupakan bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari kejadian-kejadian serta penyebaran/distribusi air secara alami di bumi. Unsur hidrologi yang dominan disuatu wilayah adalah curah hujan, oleh sebab itu data curah hujan suatu daerah merupakan data utama dalam menentukan besarnya debit banjir rencana maupun debit andalan yang terjadi pada daerah tersebut.

2.5.1 Perhitungan Parameter Statistik

Adapun parameter statistik yang digunakan untuk menentukan jenis distribusi data ialah sebagai berikut:

1. Harga Rata-rata () Rumus:

� = ��� � ... (2.1) di mana � = Curah hujan rata–rata (mm), � = Curah hujan di stasiun hujan ke-i (mm), dan n = Jumlah data.

2. Standar Deviasi () Rumus:

��

=

(�−� )2

n i=1

�−1 ... (2.2) di mana � = Standar deviasi, � = Curah hujan rata – rata (mm), � = Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm), dan n = Jumlah data.


(25)

3. Koefisien Skewness ()

Kemencengan (Skewness) adalah suatu nilai yang menunjukan derajat ketidaksimetrisan dari suatu bentuk distribusi.

Rumus:

=

� ��−�

3 n

i =1

�−1 �−2 �3

... (2.3)

di mana � = Koefisien Skewness, = Standar deviasi, � = Curah hujan rata-rata (mm), � = Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm), dan n = Jumlah data.

4. Koefisien Kurtosis ()

Pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal.

Rumus:

�� = �

2

�−� 4

n i=1

�−1 �−2 (�−3)�4 ... (2.4)

di mana �= Koefisien Kurtosis, = Standar deviasi, � = Curah hujan rata–rata (mm), �= Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm), dan n= Jumlah data.

5. Koefisien Variasi ()

Koefisien variasi adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan nilai rata-rata hitung suatu distribusi.

Rumus

=

� ... (2.5) di mana � = Koefisien variasi, � = Standar deviasi, dan � = Curah hujan rata-rata (mm).


(26)

2.5.2 Penentuan Jenis Distribusi Data

Untuk menentukan jenis distribusi data, digunakan beberapa pendekatan yang bertujuan agar jenis distribusi data yang dipilih sesuai dengan keadaan data yang ada. Adapun beberapa pendekatan yang dilakukan, yaitu:

1. Berdasarkan hasil perhitungan parameter statistik

Hasil perhitungan parameter statistik ditunjukan oleh Tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Berdasarkan Hasil Perhitungan Parameter Statistik

No. Jenis Distribusi Syarat 1. Normal Cs  0 dan Ck  3 2. Log Normal Cs  3Cv + Cv³ dan

Ck  Cv8 + 6Cv6 + 15Cv4 + 16Cv2 + 3 3. Gumbel Tipe I Cs = 1,1396 dan Ck = 5,4002

4. Log Pearson Tipe III Selain dari nilai di atas

Sumber: Buku Hidrologi Terapan (Triatmodjo, 2008) 2. Berdasarkan plotting terhadap kertas probabilitas

Jenis distribusi data dapat diamati dari garis yang terbentuk oleh titik-titik hasil plotting data pada kertas probabilitas. Apabila plotting titik-titik pada kertas probabilitas tersebut mendekati garis lurus, berarti pemilihan distribusinya semakin mendekati benar.

3. Berdasarkan hasil uji keselarasan

Uji keselarasan dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Ada dua jenis keselarasan (Goodness of Fit Test), yaitu uji keselarasan Chi Square dan Smirnov Kolmogorof. Pada tes ini biasanya yang diamati adalah nilai hasil perhitungan yang diharapkan.


(27)

a) Uji keselarasan Chi Square

Prinsip pengujian dengan metode ini didasarkan pada jumlah pengamatan yang diharapkan pada pembagian kelas dan ditentukan terhadap jumlah data pengamatan yang terbaca di dalam kelas tersebut atau dengan membandingkan nilai

Chi Square (�2) dengan nilai Chi Square kritis (�2- Cr) dengan rumus:

2

=

���−���

���

2

�=1 ... (2.6)

di mana �2 = Harga Chi Square, �� = Banyaknya frekuensi yang diharapkan pada data ke-i, �� = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama pada data ke-i, dan n = Jumlah data.

Prosedur perhitungan uji Chi Square adalah sebagai berikut: a. Urutkan data pengamatan dari besar ke kecil

b. Hitunglah jumlah kelas yang ada (K) = 1 + 3,322 log n. Dalam pembagian kelas disarankan agar setiap kelas terdapat minimal tiga buah pengamatan.

c. Hitung nilai Ef = ��

��

d. Hitunglah banyaknya Of untuk masing – masing kelas.

e. Hitung nilai �2 untuk setiap kelas kemudian hitung nilai total �2, dari tabel untuk derajat nyata tertentu yang sering diambil sebesar 5% dengan parameter derajat kebebasan (Tabel 2.4) akan didapat �2Cr.

Rumus derajat kebebasan adalah :

DK = K – ( R + I ) ... (2.7) di mana DK = Derajat kebebasan, K = Banyaknya kelas, dan R = Banyaknya keterikatan (biasanya diambil R=2 untuk distribusi normal dan binomial dan R=1 untuk distribusi Poisson dan Gumbel).


(28)

Jika nilai Chi Square(�2) < nilai Chi Square kritis (�2Cr), analisis data dapat menggunakan persamaan distribusi data sesuai dengan yang diasumsikan pada uji

Chi Square.

Tabel 2.2 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Square

Sumber: Soewarno, 1995

b) Uji keselarasan Smirnov Kolmogorof

Pengujian kecocokan sebaran dengan metode ini dilakukan dengan membandingkan probabilitas untuk tiap variabel dari distribusi empiris dan teoritis

sehingga didapat perbedaan (∆) tertentu. Perbedaan maksimum yang dihitung

(∆maks) dibandingkan dengan perbedaan kritis (∆cr) untuk suatu derajat nyata dan

banyaknya varian tertentu, maka sebaran sesuai jika (∆maks) < (∆cr).

Rumus:


(29)

Tabel 2.3 Nilai ∆ Kritis untuk Uji Keselarasan Smirnov Kolmogorof

Sumber: Soewarno, 1995 2.5.3 Curah Hujan Rencana

Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk memperkirakan besarnya hujan dengan periode ulang tertentu. Berdasarkan curah hujan rencana tersebut kemudian dicari intensitas hujan yang digunakan untuk mencari debit banjir rencana. Untuk memperkirakan curah hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi data hujan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menghitung analisis frekuensi data hujan, yaitu:

1. Metode Normal (Cara Analitis)

Adapun persamaan-persamaan yang digunakan pada perhitungan dengan Metode Normal atau disebut pula distribusi Gauss ialah sebagai berikut:

�� = � + (K.��) ... (2.9) di mana XT = Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm), � = Harga rata-rata

curah hujan (mm), � = Standar deviasi (simpangan baku), dan k = Nilai variabel reduksi Gauss periode ulang T tahun (Tabel 2.4).


(30)

Tabel 2.4 Nilai Variabel Reduksi Gauss (K)

Sumber: Buku Hidrologi Terapan (Harto, 1981) 2. Metode Gumbel Tipe I

Untuk menghitung curah hujan rencana dengan metode distribusi Gumble Tipe I digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut (Soewarno, 1995):

�� = � + ��

� (�� - ��) ... (2.10)

di mana � = Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm), � = Harga rata-rata curah hujan (mm), dan � = Standar deviasi (simpangan baku).

�� = Nilai reduksi variasi dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode ulang tertentu, hubungan antara periode ulang T dengan Y dapat dilihat pada Tabel 2.9. (untuk T ≥ 20, maka � = ln T)

�� = -ln −���−1 ... (2.11)

�� = Nilai rata-rata dari reduksi variasi (mean of reduce variate) nilainya tergantung dari jumlah data (n), seperti yang ditunjukan pada Tabel 2.5

�� = Standar deviasi dari reduksi cariasi (mean of reduced) nilainya tergantung dari jumlah data (n),seperti yang ditunjukan pada Tabel 2.6.


(31)

Tabel 2.5 Nilai Rata-rata dari Reduksi (Yn)

Sumber: Soemarto, 1999

Tabel 2.6 Standar Deviasi dari Reduksi Variasi(Sn)

Sumber: Soemarto, 1999

Tabel 2.7 Nilai Reduksi Variasi (Yt)


(32)

3. Metode Log Pearson Tipe III

Metode Log Pearson Tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dangan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):

Log XT = ���X + K * Sd ... (2.12)

di mana Log XT = Nilai logaritma curah hujan dengan periode ulang tertentu,

log

__

X = Nilai logaritma rata-rata curah hujan, Sd = Standar deviasi dan K = Karakteristik distribusi peluang Log Pearson Tipe III (Tabel 2.8)

Langkah-langkah perhitungan kurva distribusi Log Pearson Tipe III adalah: a) Tentukan logaritma dari semua nilai X

b) Hitung nilai rata-ratanya: log

__

X = ��� � � c) Hitung nilai deviasi standarnya dari log X:

�log

__

X = ��� � − log

__

X

2

� −1 d) Hitung nilai koefisien kemencengan (CS):

�� =

� ��� � −log

__

X

3

� −1 � −2 �log

__

X

3

e) Sehingga persamaanya dapat ditulis:

����� = log

__

X + � �log

__


(33)

f) Tentukan anti log dari log XT, untuk mendapatkan nilai X yang diharapkan

terjadi pada tingkat peluang atau periode ulang tertentu sesuai dengan nilai koefisien kemencengan (Cs). Nilai K dapat dilihat pada Tabel 2.8.


(34)

Sumber: Soewarno, 1995 4. Metode Log Normal

Metode Log Normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dengan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):

XT = � + K.Sd ... (2.13)

di mana XT = Besarnya curah hujan yang diharapkan terjadi pada periode ulang

tertentu, � = Harga rata-rata curah hujan (mm), Sd = Standar deviasi (simpangan baku), dan K = Karakteristik distribusi peluang log-normal 3 parameter yang merupakan fungsi dari koefisien kemencengan (Cs) pada tabel 2.9.


(35)

Tabel 2.9 Faktor Frekuensi K untuk Distribusi Log Normal

Sumber: Soewarno, 1995

2.5.4 Analisis Intensitas Curah Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.

Langkah pertama dalam perencanaan sumur resapan yaitu menentukan debit yang harus diperhitungkan. Besarnya debit (banjir) perencanaan ditentukan oleh intensitas hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau.


(36)

Intensitas curah hujan yang dinyatakan dengan (I) menyatakan besarnya curah hujan dalam jangka pendek yang memberikan gambaran derasnya hujan per jam. Untuk mengubah curah hujan menjadi intensitas curah hujan dapat digunakan 2 metode sebagai berikut :

1. Metode Van Breen

Metode ini beranggapan bahwa besarnya atau lama durasi hujan harian adalah berpusat selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90% dari hujan selama 24 jam (Anonim dalam Melinda, 2007).

Rumus:

=

90%∙�24

4 ... (2.14)

di mana I= Intensitas hujan (mm/jam) dan R24 = Curah hujan harian maksimum (mm/24jam).

Berdasarkan rumus di atas, maka dapat dibuat suatu kurva durasi intensitas hujan. Dimana Van Breen mengambil bentuk kurva kota Jakarta sebagai kurva basis. Kurva basis tersebut dapat memberikan kecendrungan bentuk kurva untuk daerah-daerah lain di Indonesia pada umumnya. Berdasarkan pada kurva pola Van Breen kota Jakarta, besarnya intensitas hujan dapat didekati dengan persamaan:

=

54 ��+ 0.007 ��

2

�+ 0.31 � ... (2.15)

di mana � = Intensitas hujan (mm/jam) pada PUH, � = Durasi waktu hujan (menit), dan � = Curah hujan harian maksimum PUH T (mm/24jam).


(37)

2. Metode Hasfer Der Weduwen

Metode ini merupakan hasil penyelidikan di Indonesia yang dilakukan oleh Hasfer dan Weduwen. Penurunan rumus diproleh berdasarkan kecenderungan curah hujan harian yang dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan mempunyai distribusi yang simetris dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam dan durasi hujan sampai 24 jam (Melinda, 2007).

Persamaan yang digunakan adalah: Rt = Xt 1218 t+54

Xt 1−t +1272t ... (2.16)

R = 11300

t+3.12 Rt

100 ... (2.17)

Setelah mendapatkan nilai dari persamaan diatas kemudian hitung intensitas curah hujan dengan persamaan berikut ini:

I = R

t ... (2.18)

di mana I = Intensitas hujan (mm/jam) dan R = Curah hujan (mm).

2.5.5 Analisis Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan

Setelah kedua metode tersebut dilakukan maka selanjutnya dilakukan perhitungan penentuan/pendekatan intensitas hujan. Curah ini dimaksudkan untuk menentukan persamaan intensitas yang paling mendekati untuk daerah perencanaan. Metode yang digunakan adalah metode perhitungan dengan cara kuadrat terkecil. Menurut Sosrodarsono (2003), ada 3 metode yang dapat digunakan, yaitu:


(38)

1. Metode Sherman (1953)

Menjelaskan bahwa intensitas curah hujan (I) sebagai berikut: I

=

�� ... (2.19)

Log a = ��=1log� ��=1 ���� 2− ��=1 ����−���� ��=1 log�

� � ���� 2

�=1 − ��=1 log� 2

b = ��=1log� ��=1log� −� ��=1 ����−����

� � ���� 2

�=1 − ��=1log� 2

di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), t = Lamanya curah hujan (menit), a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan n = Banyaknya pasangan data i dan t.

2. Metode Ishiguro (1905)

Menentukan intensitas curah hujan (I) sebagai berikut:

I =

�+� ... (2.20)

di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), T = Lamanya curah hujan (menit) a,b= Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan n = Banyaknya pasangan data i dan t.

a = �. � �

2

� �=1

�=1 ��=1 �2. � ��=1 �

� � �2

�=1 − ��=1 � 2

b = ��=1 � ���=1 . � −� ��=1 �2. �

� � �2

�=1 − ��=1 � 2

3. Metode Talbot (1881)

Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dimana tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang di ukur. Untuk menentukan intensitas curah hujan (I) dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

I =


(39)

di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), t = Lamanya curah hujan (menit), a,b= Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan n = Banyaknya pasangan data i dan t.

a = ��=1 �.� �

2

�=1 ��=1 �2.� ��=1 �

� �2 − �

�=1 2

� �=1

b = �

�=1 ��=1 �.� − ��=1 �2.�

� �2 − �

�=1 2

� �=1

Untuk pemilihan rumus intensitas hujan dari ketiga rumus diatas, maka harus dicari selisih terkecil antara I asal dan I teoritis bedasarkan rumus di atas. Persamaan intensitas dengan selisih terkecil itulah yang dipakai untuk perhitungan debit.

Kemudian dilakukan penggambaran kurva IDF yang dimaksud untuk menggambarkan persamaan-persamaan intensitas hujan yang dapat digunakan untuk perhitungan limpasan (run off) dengan rumus rasional dan besarnya kemungkinan terjadinya intensitas hujan yang berlaku untuk lamanya curah hujan sembarang.

2.2 Koefisien Permeabilitas

Permeabilitas tanah merupakan sifat bahan berpori yang memungkinkan aliran rembesan dari cairan yang berupa air mengalir melewati rongga yang menyebabbkan tanah bersifat permeable. Permeabilitas menunjukkan kemampuan tanah meloloskan air. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menaikkan laju infiltrasi sehingga menurunkan laju air larian.

Menurut Braja M. Das, 1988 koefisien permeabilitas tanah tergantung pada beberapa faktor, yaitu:

1. distribusi ukuran pori-pori tanah.


(40)

3.kekentalan cairan, 4.angka pori,

5.kekasaran permukaan butiran tanah, 6.dan derajat kejenuhan tanah.

Tanah permeable disebut tanah yang mudah dilalui oleh air, sedangkan tanah impermeable adalah tanah yang sulit dilalui oleh air. Contoh tanah yang permeable adalah tanah pasir dan kerikil, oleh karena itu jenis tanah ini sangat cocok sekali untuk sistem drainase pipa dibawah muka tanah. Contoh tanah impermeable adalah tanah lempung murni. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sifat rembesan tanah lempung adalah konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran lempung.

Proses pengisian air pada sumur resapan untuk mengalami peresapan merupakan imbuhan buatan (artificial recharge). Oleh karena dalam proses itu semata-mata karena pengaruh gravitasi bumi, maka sifat tanah sebagai media peresap akan memiliki arti yang sangat penting. Dalam kaitannya dengan masalah ini, maka sifat fisik tanah akan menjadi parameter utama. Sifat fisik tanah untuk mengalirkan air dalam bentuk rembesan itu ditunjukan dengan koefisien permeabilitas.

Koefesien permeabilitas (coefficient of permeability) mempunyai satuan yang sama seperti kecepatan. Isilah koefesien permebilitas sebagian besar digunakan oleh para ahli teknik tanah (geoteknik). Para ahli geologi menyebutnya sebagai konduktivitas hidrolik. Bilamana satuan inggris digunakan, koefesien permeabilitas dinyatakan dalam ft/menit atau ft/hari, dan total volume dalam ft3. Dalam satuan SI, koefisien permeabilitas dinyatakan dalam cm/detik, dan total volume dalam cm3.


(41)

Harga koefisien permeabilitas (K) untuk tiap-tiap tanah adalah berbeda-beda. Beberapa koefisien permeablitas diberikan dalam Tabel 2. 2.

Tabel 2.10 Harga Koefisien Permeabilitas pada Umumnya Jenis tanah

K

(cm/detik) (ft/menit)

Kerikil bersih 1.00 - 100 2.00 - 200

Pasir kasar 1.00 – 0.01 2.00 - 0.02

Pasir halus 0.01 – 0.001 0.02 – 0.002

Lanau 0.001 – 0.00001 0.002 – 0.00002 Lempung Kurang dari 0.000001 Kurang dari 0.000002 Sumber: Buku Mekanika Tanah Jilid I (Das, 1985)

Penentuan harga koefisien permeabilitas (k) suatu tanah bisa didapat dari pengujian laboratorium ataupun pengujian di lapangan. Untuk menentukan koefisien permeabilitas di laboratorium dapat dilakukan dengan:

a) Pengujian tinggi energy tetap (constant head permeability test) b) Pengujian tinggi energy jatuh (falling head permeability test) c) Penelitian secara tidak langsung dari pengujian konsolidasi d) Pengujian kapiler horizontal

Sedangkan untuk menentukan koefisien permeabilitas di lapangan dapat dilakukan dengan:

a) Uji pemompaan (pumping test) b) Uji perlokasi (auger hoole test)


(42)

Uji koefisien permeabilitas tanah yang dilaksanakan di laboratorium, yaitu: a) Constant Head Permeability Test

Percobaan ini dilakukan dengan pemberian tegangan tetap. Sampel tanah yang di pakai adalah tanah yang memiliki daya rembes besar, misalnya pasir. Untuk menentukan nilai k, kita langsung mengukur banyaknya air yang masuk dan keluar dari tanah tersebut dalam jangka waktu tertentu.

Gambar 2.1 Alat Constant Head Permeability Test (http://www.humboldtmfg.com)

Setelah data-data hasil percobaan dicatat , kemudian koefisien rembesan dihitung dengan turunan rumus:

Qmasuk =Qkeluar

Qmasuk = A.V.k  A(ki).t

Qkeluar = T

L A h k

   

 ( )( )

Maka, K = �.�

��.�.� ……….(2.22)

di mana Q = Volume air yang dikumpulkan (cm3), As = Luas penampang sampel tanah (cm2), t = waktu (detik), dan h = i.(L)


(43)

b) Falling Head Permeability Test

Untuk percobaan ini, tegangan yang diberikan terhadap contoh tanah tidak tetap. Sampel yang dipakai adalah tanah yang daya rembesnya kecil, misalnya lempung. Pada cara ini, air yang masuk ke sampel tanah melalui pipa berdiameter kecil. Untuk menentukan nilai (k) dilakukan dengan mengukur penurunan ketinggian air pada pipa tersebut sehingga tegangan air tidak tetap.

Gambar 2.2 Skema Proses Alat Falling Head Permeability Test

(http://www.robertsongeoconsultants.com)

Jumlah air yang mengalir melalui contoh tanah pada waktu (t) yaitu; Q =

) .(

) .(

As Ls

h k

………...(2.23)

Debit masuk (Qi) = Debit keluar (Qo) A

L h k.( )

= -a dt dh


(44)

dt = ) .( ) .( k As Ls a        h dh

t dt 0 = ) .( ) .( k As L a          2 1 1 h h dh h

t = ) .( ) .( k A Ls a

ln( h1h2

t = ) .( ) .( k As Ls a             e h h log log 2 1

t = 2,303

) .( ) .( K As Ls a log 2 1 h h

maka, K = 2,303 ) .( As ) .( t Ls a log 2 1 h h ………(2.24)

di mana K = Koefisien permeabilitas tanah (cm/detik), a = Luas penampang pipa (cm2), L = Panjang sampel tanah (cm), A = Luas penampang sampel tanah (cm2), t = Interval penurunan �1 ke �2 (detik), �1 = Ketinggian mula-mula air pada interval waktu tertentu (cm), dan �2 = Ketinggian akhir air pada interval waktu tertentu (cm)

2.3 Konsep Umum Infiltrasi

Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke bawah permukaan tanah. Ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran sungai (Gemilang, 2012). Pada saat air hujan jatuh kepermukaan tanah, sebagian air tersebut tertahan di cekungan-cekungan, sebagian air mengalir sebagai aliran permukaan (surface run off) dan sebagian lainnya meresap kedalam tanah.


(45)

2.2.1 Pengertian infiltrasi

Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Sedangkan perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air yang berasal dari infiltrasi ke tanah yang lebih dalam dan merupakan proses aliran air dalam tanah secara vertikal akibat gaya berat. Memang keduanya saling berpengaruh akan tetapi hendaknya secara teoritis pengertian keduanya dibedakan.

Dalam kaitan ini terdapat beberapa pengertian tentang infiltrasi untuk memudahkan uraian selanjutnya supaya diperjelas defenisi dari beberapa istilah yang digunakan :

a) Kapasitas infiltrasi (infiltration capacity) adalah kecepatan infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu. Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan.

b) Laju infiltrasi (infiltration rate) adalah Laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah tertentu. Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai disekitar.

c) Perkolasi (percolation) kecepatan perkolasi yang ditentukan oleh sifat tanah pada aeration zone.

d) (Field capacity) adalah besarnya kandungan air maksimum yang dapat ditahan tanah terhadap gaya tarik gravitasi.


(46)

e) (Soil moisture deficiency) adalah jumlah kandungan air yang masih diperlukan, untuk membawa tanah pada (fieldcapacity).

f) Abstraksi awal (initial abstraction) adalah jumlah intersepsi dan penampungan cekungan (depression storage), yang hams dipenuhi lebih dahulu, sebelum terjadi limpahan hujan (overlandflow).

Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk kedalam tanah dalam suatu periode waktu disebut kecepatan infiltrasi atau laju infiltrasi. Laju infiltrasi pada suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat tertentu laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju perkolasi.

Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah.

Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi air hujan mengalir vertikal kedalam tanah, sedangkan pada gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus keatas, ke bawah, dan kearah horizontal (lateral). Gaya kapiler bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relativ kecil.

2.2.2 Kecepatan Infiltrasi Nyata (Actual Infiltration Rate)

Kecepatan infiltrasi nyata ditentukan oleh berbagai faktor, baik sifat permukaan tanah, maupun sifat lapisan tanah dibawahnya. Ada 3 faktor yang telah dikelompokka para ahli yaitu sifat-sifat permukaan tanah, sifat transmisi tanah, serta tipe tanah dan kadar tanah awal.


(47)

a) Sifat-sifat permukaan tanah

Proses infiltrasi diawali dengan meresapnya air melewati permukaan tanah, maka sifat - sifat permukaan tanah memegang peranan yang sangat penting, dan bahkan sering menentukan batas atas dari kecepatan infiltrasi, dengan tidak mengabaikan peranan dari lapisan tanah dibawahnya. Pada permulaan musim hujan pada umumnya tanah masih jauh dari jenuh sehingga pengisian akan berjalan terus pada waktu yang lama sehingga daya infiltrasi akan menurun terus pada hujan yang berkesinambungan, meskipun pada periode sama. Diantara sifat - sifat tanah yang penting adalah kepadatan, sifat dan jenis tanaman, dan cara bercocok tanam.

Dengan makin tingginya tingkat kepadatan tanah, maka infiltrasi akan semakin kecil. Dengan pengaruh hujan, akibat adanya impak butir - butir air hujan pada prmukaan tanah, maka kepadatan tanah akan bertambah. Sehingga permukaan tanah yang ditumbuhi oleh tanaman pada umumnya akan mempunyai kecepatan infiltrasi yang lebih besar daripada permukaan tanah terbuka.

Disamping itu, aliran vertikal air infiltrasi yang mengandung butir - butir halus, dapat menyumbat pori - pori antara butir tanah, yang akan mengurangi infiltrasi. Terutama sekali debu dan butir - butir halus lain yang terjadi selama musim kering, akan sangat berpengaruh pada hujan - hujan yang pertama. Retak-retak pada permukaan yang terjadi pada musim kering, akan memperbesar infiltrasi. Sebaliknya, pemadatan tanah yang diakibatkan oleh lalu lintas, ternak, dan pejalan kaki, akan memperkecil infiltrasi, tetapi dilain pihak memperbesar penampungan cekungan {depression storage), yang berarti akan memberi kemungkinan memperbesar infiltrasi. Sehingga pengaruh hal ini masih sangat dipertanyakan.


(48)

Dengan adanya tanaman, akan memberi keuntungan dengan makin besarnya infiltrasi. Hal ini disebabkan karena:

1) Akar - akarnya menyebabkan struktur tanah makin gembur yang berarti memperbesar permeabilitas tanah.

2) Dengan adanya tanaman di permukaan, berarti akan mengurangi kecepatan air limpasan (run off maupun overland flow). Sehingga memperbesar waktu tinggalnya air di permukaan, yang berarti memperbesar infiltrasi

3) Pemadatan yang diakibatkan oleh impak butir - butir air hujan sangat dikurangi. Sebenarnya yang berpengaruh bukanlah jenis tanaman, tetapi kerapatan tanaman yang lebih penting. Misalnya tanah dengan penutup rumput, akan lebih baik dibandingkan dengan ditanami jagung dan sebagainya.

Cara bercocok tanam dengan trasering yang benar, misalnya atau dengan

"countour ploughing" dengan pola yang benar akan memperbesar infiltrasi pula. Pada lahan bercocok tanam dengan kemiringan besar, aliran permukaan akan mempunyai kecepatan besar sehingga air kekurangan waktu untuk infiltrasi dan memungkinkan terjadinya erosi tanah. Sebaliknya pada lahan dengan kontur yang datar, air menggenang sehingga mempunyai waktu cukup banyak untuk infiltrasi.

b) Sifat transmisi tanah

Secara ideal lapisan tanah oleh para ahli ilmu tanah ditentukan 4 horizon yaitu (Sri Harto, 1981):

Horizon A: merupakan lapisan teratas yang mengandung banyak bahan oganik, akar tumbuh - tumbuhan dan sebagainya.


(49)

Horizon B: yaitu lapisan dibawah horizon A, yang merupakan lapisan dimana terjadi akumulasi bahan - bahan koloidal dari horizon A. Ketebalan serta permeabilitas lapisan ini sangat menentukan besarnya infiltrasi.

Horizon C: lapisan dibawah horizon B, yang kadang - kadang juga disebut "

sub soil" yang terdiri dari "weatheredparent materiaF.

Horizon D: lapisan {bed rock). Horizon C dan D kadang berada pada Iokasi lain atau kadang - kadang tidak ada sama sekali.

Misalnya horizon A mempunyai transmission rate yang paling besar dan horizon B yang paling kecil. Maka infiltrasi akan ditentukan oleh transmission rate horizon A, sampai kemampuan tampung (storage) terpenuhi, yang selanjutnya infiltrasi akan ditentukan oleh sifat transmisi horizon B. Transmission rate horizon C tidak akan terpenuhi, karena lebih besar dari sifat transmisi horizon B.

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan adanya dua kemungkinan yaitu: 1) Formasi lapisan tanah dengan kapasitas perkolasi besar tetapi kapasitas

infiltrasi kecil (gbr2.3a)

2) Formasi lapisan tanah dengan kapasitas infiltrasi besar tetapi kapasitas perkolasi kecil (gbr2.3 b)

(a) ( b)

Gambar 2.3 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah: 2.3a) Infiltrasi Besar dengan Perlokasi Kecil dan


(50)

c) Tipe tanah dan kadar tanah awal

Tipe tanah adalah berkaitan dengan tekstur dominan dari tanah yang bersangkutan. Istilah umum yang sering digunakan adalah tanah berpasir, tanah berlempung, dan tanah berliat. Kondisi tanah sangat berpengaruh pada besar kecilnya daya resap tanah terhadap air hujan. Tanah berpasir dan porus lebih mampu merembeskan air hujan dengan cepat.

Kandungan air tanah awal mempengaruhi reseapan air oleh tanah dan laju inflitrasi. Pada kondisi dimana kandungan air tanah awalnya rendah, laju infiltrasi akan maksimum dan akan menurun sejalan dengan meningkatnya kadar air.

2.2.3 Perhitungan Infiltrasi dan Laju Infiltrasi

Penentukan besarnya infiltrasi dapat dilakukan dengan melalui tiga cara (Harto, 1993), yaitu:

1. Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air larian pada percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan (Rainfall Simulator).

2. Menggunakan alat Single/Double Ring Infiltrometer (metode pengukuran lapangan).

3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode separasi hidrograf).

Singh (1989), menyajikan beberapa model infiltrasi yang telah diusulkan dan digunakan pada kebanyakan analisa hidrologi dan hidraulik yang berkaitan dengan sistem keairan. Model-model tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kelas, yakni:


(51)

a) Model empiris.

Model empiris menyatakan kapasitas infiltrasi sebagai fungsi waktu. Dimana kadar lengas tanah memiliki sifat dinamis terhadap waktu, sehingga laju infiltrasi ditentukan oleh kondisi lengas tanah mula-mula saat proses infiltrasi mulai terjadi. Adapun model-model empiris infiltrasi diantaranya adalah Model Kostiakov, Model Horton, Model Holtan dan Model Overton.

b) Model konseptual.

Model infiltrasi selain model empiris adalah model konseptual yang menganalogikan proses infiltrasi sebagai faktor terinterasi dengan aspek hidrologi lain. Beberapa model konseptual adalah Model SCS, Model HEC, Model Philip, dan Model Hidrograf.

Pada penelitian ini, dalam perhitungan laju infiltrasi menggunakan model empiris yaitu metode Horton. Metode perhitungan ini dilakukan setelah data-data pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single ring infiltrometer telah didapatkan.

2.2.4 Pengukuran Infiltrasi di Lapangan

Secara praktis pengukuran infiltrasi ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang besaran dan laju infiltrasi serta variasinya sebagai fungsi waktu. Ada dua cara dalam menentukan kapasitas infiltrasi (Sri Harto, 1993), yaitu :

1. Dengan pengukuran langsung dilapangan. 2. Dengan analisis hidrograf.

Beberapa alat maupun perlengkapan yang dapat digunakan untuk mengukur inflitrasi di lapangan diantaranya adalah :


(52)

1. Infiltrometer ring tunggal (Single ring infiltrometer) 2. Infiltrometer ring ganda (Double ring infiltrometer) 3. Rainfall simulator

Menurut CD. Soemarto selain menggunakan infiltrometer laju infiltrasi dapat diukur dengan cara berikut.

1. Dengan Testplot 2. Dengan Lysimeter

3. Test penyiraman (Sprinkling Test)

2.3.4.1 Single Ring Infiltrometer

Pada penelitian digunakan cara mengukur laju infiltrasi di lapangan dengan menggunakan alat single ring infiltrometer.

Single ring infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas tabung baja yang ditekankan ke dalam tanah. Permukaan tanah di dalam tabung diisi air. Tinggi air dalam tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian banyaknya air yang ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung tersebut harus diukur.

Makin kecil diameter tabung makin besar gangguan akibat aliran ke samping di bawah tabung. Dengan cara ini infiltrasinya dapat dihitung dari banyaknya air yang ditambahkan kedalam tabung sebelah dalam per satuan waktu.


(53)

Gambar 2.4 Single Ring Infitrometer

Penggunaan single ring infiltrometer pada dasarnya tidak ada perbedaan dengan double ring infiltrometer, pengukuran dengan single ring infiltrometer dapat menggunakan lingkaran tengah double ring infiltrometer. Perbedaan alat tersebut pendekatannya dimana untuk double ring infiltrometer, ring bagian luar bertujuan untuk mencegah peresapan keluar dari air dalam lingkaran tengah setelah meresap ke dalam tanah supaya mengurangi pengaruh rembesan lateral.

Menurut Sosrodasono dan Takeda (1993) kedua jenis alat ukur infiltrasi ini mempunyai persoala-persoalan yang sama yaitu:

a. Efek pukuan butir-butir hujan tidak diperhitungkan b. Efek tekanan udara dalam tanah tidak terjadi

c. Struktur tanah sekeliling dinding tepi alat itu telah terganggu pada waktu pemasukan tanah.

Setelah data-data pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single ring infiltrometer telah didapatkan, selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus metode Horton (Harto, 1993).


(54)

a) Metode Horton

Metode Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstan. Ia menyatakan pandangannya bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang beroperasi di permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam tanah. Faktor yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan retakan tanah oleh koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran struktur permukaan lahan dan pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan air hujan. Metode Horton dapat dinyatakan secara matematis mengikuti persamaan berikut:

f(t) = fc + (fo – fc)�−�� ... (2.25) di mana f(t) = Laju infiltrasi nyata (cm/jam), fc = Laju infiltrasi tetap (cm/jam), fo = Laju infiltrasi awal (cm/jam), k = Konstanta geofisik, dan t = Waktu (jam).

Model ini sangat simpel dan lebih cocok untuk data percobaan. Parameter fo, fc dan k didapat dari pengukuran di lapangan dengan menggunakan single ring infitrometer.

Rumus Horton di atas ditransposisikan sebagai berikut:

f(t) - fc = (fo - fc)�−�� ... (2.26) Kemudian persamaan (2.26) tersebut di log kan menjadi:

Log ( f(t) - fc ) = log (fo - fc) – kt log e

atau

Log (f(t) - fc ) - log (fo - fc) = – kt log e t =

1


(55)

atau

t =

1

�log � ��� (�(�) − �� )+ 1

�log � ���(�� − ��) …...……… (2.27) Persamaan (2.27) di atas, sama dengan persamaan Y= mx + C

di mana:

Y = t ... (2.28) m =

1

�log� ... (2.29) x = Log ( f(t) – f(c) ) ... (2.30) C = 1

�log� Log ( f(t) – f(c) ) ... (2.31)

Dengan demikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam sebuah garis lurus yang mempunyai nilai m =

1

�log �. Bentuk dari garis lurus persamaan tersebut diperlihatkan dalam Gambar 2. 5 di bawah ini.


(56)

2.4 Sumur Resapan 2.4.1 Pengertian

Sumur resapan (Gambar 2.6) merupakan skema sumur atau lubang pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur resapan ini kebalikan dari sumur air minum. Sumur resapan merupakan lubang untuk memasukkan air ke dalam tanah, sedangkan sumur air minum berfungsi untuk menaikkan air tanah ke permukaan. Dengan demikian, konstruksi dan kedalamannya berbeda. Sumur resapan digali dengan kedalaman di atas muka air tanah, sedangkan sumur air minum digali lebih dalam lagi atau di bawah muka air tanah (Kusnaedi, 2011).

Gambar 2.6 Sketsa Sumur Resapan (www.kelair.bppt.go.id)

2.4.2 Fungsi Sumur Resapan

Penerapan sumur resapan sangat dianjurkan dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi utama dari sumur resapan bagi kehidupan manusia dapat dibagi menjadi tiga fungsi utama, yaitu:


(57)

1. Pengendali banjir

Banjir sering kali menggenangi kawasan pemukiman ketika musim hujan tiba. Terjadinya banjir pada kawasan pemukiman dapat disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya:

a) Pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan bangunan (GSB). b) Sistem drainase yang tidak terencana dengan baik.

c) Masih kurangnya kesadaran para penghuni kawasan permukiman terhadap pengelolaan sampah.

Pada dasarnya pengembangan rumah merupakan suatu kebutuhan dari setiap penghuni kawasan pemukiman sejalan dengan penambahan jumlah anggota keluarga atau untuk kebutuhan lain. Proses pengembangan rumah-rumah pada suatu kawasan pemukiman biasanya berkisar 5-15 tahun atau dapat lebih cepat, tergantung dari lokasi perumahan serta fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dimiliki perumahan tersebut.

Pengembangan rumah atau penambahan jumlah ruangan terjadi hampir pada semua lokasi pemukiman. Rumah-rumah cenderung dikembangkan ke arah horisontal dengan pertimbangan biaya konstruksi akan lebih murah jika dibandingkan dengan pengembangan ke arah vertikal. Namun, hal tersebut justru sering mengakibatkan pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan bangunan (antara 3-4 m dari tepi jalan). Dengan demikian pada musim hujan, volume aliran air permukaan menjadi besar dan volume air yang meresap ke dalam tanah sangat sedikit sehingga mengakibatkan genangan banjir.

Banjir yang sering melanda beberapa kawasan perumahan telah berlangsung cukup lama, bahkan telah dianggap sebagai rutinitas yang terjadi setiap tahun. Upaya


(58)

yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun sumur resapan air pada setiap rumah dalam suatu kawasan perumahan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan sehingga dapat menghindari terjadinya genangan aliran permukaan secara berlebihan yang menyebabkan banjir.

Banyaknya aliran permukaan yang dapat dikurangi melalui sumur resapan tergantung pada volume dan jumlah sumur resapan. Misalnya, sebuah kawasan yang jumlah rumahnya 1.000 buah, jika masing-masing membuat sumur resapan dengan volume 2 �3 berarti dapat mengurangi aliran permukaan sebesar 2.000 �3 air. 2. Konservasi air tanah

Fungsi lain dari sumur resapan ini adalah memperbaiki kondisi air tanah atau mendangkalkan permukaan air sumur. Di sini diharapkan air hujan lebih banyak yang diresapkan ke dalam tanah menjadi air cadangan dalam tanah. Air yang tersimpan dalam tanah tersebut akan dapat dimanfaatkan melalui sumur-sumur atau mata air.

Peresapan air melalui sumur resapan ke dalam tanah sangat penting mengingat adanya perubahan tata guna tanah di permukaan bumi sebagai konsekuensi dari perkembangan penduduk dan perekonomian masyarakat. Dengan adanya perubahan tata guna tanah tersebut akan menurunkan kemampuan tanah untuk meresapkan air. Hal ini mengingat semakin banyaknya tanah yang tertutupi tembok, beton, aspal, dan bangunan lainnya yang tidak meresapkan air. Penurunan daya resap tanah terhadap air dapat juga terjadi karena hilangnya vegetasi penutup permukaan tanah.


(59)

Penutupan permukaan tanah oleh pemukiman dan fasilitas umum berdampak besar terhadap kondisi air tanah. Seandainya di kawasan pemukiman seluas 1.000 hektar dan tertutupi 3/4 bagiannya, berarti setiap kali turun hujan yang curah hujannya 1.000 mm akan ada 750.000 kubik air hujan yang tidak dapat meresap ke dalam tanah. Jumlah sekian akan berkumpul dengan aliran permukaan dari kawasan lain pada lahan yang rendah sehingga dapat mengakibatkan banjir.

Banjir yang sering melanda beberapa kawasan perumahan telah berlangsung cukup lama, bahkan telah dianggap sebagai rutinitas yang terjadi setiap tahun. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun sumur resapan air pada setiap rumah dalam suatu kawasan perumahan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan sehingga dapat menghindari terjadinya genangan aliran permukaan secara berlebihan yang menyebabkan banjir.

3. Menekan laju erosi

Dengan adanya penurunan aliran permukaan maka laju erosi pun akan menurun. Bila aliran permukaan menurun, tanah-tanah yang tergerus dan terhanyut pun akan berkurang. Dampaknya, aliran permukaan air hujan kecil dan erosi pun akan kecil. Dengan demikian, adanya sumur resapan yang mampu menekan besarnya aliran permukaan berarti dapat menekan laju erosi.

2.4.3 Prinsip dan Teori Kerja Sumur Resapan

Prinsip kerja sumur resapan adalah menyalurkan dan menampung air hujan ke dalam lubang atau sumur agar air dapat memiliki waktu tinggal di permukaan tanah lebih lama sehingga sedikit demi sedikit air dapat meresap ke dalam tanah.


(60)

Tujuan utama dari sumur resapan adalah memperbesar masuknya air ke dalam akuifer tanah sebagai air resapan (infiltrasi). Dengan demikian, air akan lebih banyak masuk ke dalam tanah dan sedikit yang mengalir sebagai aliran permukaan

(run off). Di bawah tanah, air yang meresap ini akan merembes masuk ke dalam lapisan tanah yang disebut lapisan tidak jenuh di mana pada berbagai jenis tanah, lapisan ini masih bisa menyerap air. Dari lapisan tersebut, air akan menembus kedalam permukaan tanah (water table) di mana dibawahnya ada air tanah (ground water) yang terperangkap dalam lapisan akuifer. Dengan demikian, masuknya air hujan ke dalam tanah akan membuat imbuhan air tanah akan menambah jumlah air tanah dalam lapisan akuifer.

Sebagai media yang secara langsung berhubungan dengan lapisan tanah, dalam pengoperasiannya sumur resapan sesungguhnya mengandalkan kemampuan tanah dalam meresapkan air. Oleh karena itu perencanaan dimensi sumur resapan berangkat dari sifat fisik tanah khususnya harus bertitik tolak pada keadaan daya rembes tanahnya.

Dengan prinsip kerja dari sumur resapan tersebut, maka jika kita ingin membuat sumur resapan pada area halaman rumah kita, kita akan menyalurkan air hujan yang turun di area rumah kita menuju sumur resapan, termasuk air hujan yang turun pada genting atap rumah yang nantinya mengalir menuju talang air. Dari talang, air kita salurkan ke sumur resapan dengan menggunakan pipa (biasanya menggunakan pipa paralon). Sedangkan air hujan yang turun selain di area genteng atap rumah, dapat kita salurkan menuju sumur resapan dengan cara membuat semacam selokan atau got kecil di area rumah kita, yang dibuat dengan kemiringan tertentu, sehingga nantinya air yang masuk ke dalam selokan atau got tersebut dapat


(61)

mengalir menuju sumur resapan. Untuk membuang kelebihan air yang masuk kedalam sumur resapan, kita bisa membuat pipa pembuangan, yang nantinya berfungsi mengalirkan kelebihan air di dalam sumur resapan menuju saluran drainase/saluran pembuangan didekat rumah kita.

Gambar 2.7 Prinsip Kerja Sumur Resapan Penampungan Air Hujan

Semakin banyak air yang mengalir ke dalam tanah berarti akan banyak tersimpan air tanah di bawah permukaan bumi. Air tersebut dapat dimanfaatkan kembali melalui sumur-sumur atau mata air yang dapat dieksplorasi setiap saat.

Jumlah aliran permukaan akan menurun karena adanya sumur resapan. Pengaruh positifnya bahaya banjir dapat dihindari karena terkumpulnya air permukaan yang berlebihan di suatu tempat dapat dihindarkan. Menurunnya aliran permukaan ini juga akan menurunkan tingkat erosi tanah.

Teori sumur resapan yang diajukan oleh Sunjoto (1989) dipandang oleh beberapa ahli sebagai teori yang cukup sempurna. Perencanaan dimensi sumur resapan itu telah dikembangkan dengan berbagai pendekatan baik statis maupun dinamik. Pendekatan statik pertama kali dikemukakan oleh Haryadi dan Mawardi tahun 1986. Sedangkan pendekatan dinamik dipelopori oleh Sunjoto pada 1987 yang


(62)

disempurnakan pada 1988. Teori pendekatan tersebut, dapatlah diilustrasikan seperti Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Cara Kerja Sumur Resapan

Gambar a, debit masukan sebesar Qi mengisi tampungan sumur resapan sehingga tampungan sumur terisi seperti gambar b, dan penuh (gambar c). Untuk membuat tampungan sumur resapan penuh (gambar c), debit masukan Qi membutuhkan rentang waktu tertentu (t1). Pada saat volume tampungan penuh,

berarti ketinggian air H teoritis di dalam sumur telah terpenuhi. Debit resap Qo terjadi setelah ketinggian air H terpenuhi (Gambar 2. 10. c). Debit resap oleh Sunjoto (1995) dinyatakan dengan persamaan:

Qo = f k H ... (2.32) di mana Qo = Debit resap (m3/detik), f = Faktor geometrik (m), k = Koefisien permeabilitas tanah (m/detik), H = kedalaman air di dalam sumur resapan (m). Jika dikembalikan pada prinsip hidrolika air tanah, bahwa debit adalah:

Qo = k.i.A ... (2.33)

Qi Qi Qi Qi Qi

Qo Qo Qo Qo Qo

�1 �2 �3

t (b)


(63)

di mana Qo = debit (m3/dt), k = koefisien permeabilitas tanah (m/dt), i = gradien hidrolik  H / L dan A = luas bidang resap (�2).

Pada persamaan (2.32) dapat ditinjau bahwa unsur fH adalah pengganti unsur iA dalam persamaan (2.33). Dalam kasus peresapan di dalam sistem sumur, maka tidak mudah menentukan gradien hidrolis i dan luas bidang resap A. Sebab dimensi sumur resapan itu masih ditafsir. Unsur kedalaman H menjadi unsur penentu sebab gradien hidrolis dan luas bidang resap, keduanya sekaligus akan terjadi manakala H telah ditetapkan. Di lain pihak pada sistem sumur resapan luas bidang resap A terbentuk oleh fungsi jari-jari R dan kedalaman H. Jadi faktor geometrik f pada prakteknya adalah fungsi dari R dan H. Dengan demikian Qo = k i A = k f H. Pada prakteknya faktor geometris (shape factor) f memerlukan formulasi pendekatan empiris, sebab di antara para ahli tidak sama dalam menentukan nilai f untuk kasus sumur resapan yang sama.

Jika rentang waktu yang dibutuhkan untuk mengisi sampai dengan penuh adalah t1 (gambar a,b dan c), maka waktu yang dibutuhkan untuk meresapkan adalah

t2 (gambar c, d dan e), yang mana syaratnya rentang watu t1 adalah sama dengan

rentang waktu t2. Dengan begitu maka akan terpenuhi syarat terjadinya persamaan

keseimbangan di dalam sumur resapan yaitu:

Qi t = f k H t ... (2.34) Tetapi oleh karena tampungan dalam sumur harus penuh baru kemudian terjadi peresapan, maka event t1 terjadi terlebih dahulu baru event t2, meskipun

besarnya t1 = t2


(1)

= 13.046,4 m3

V = A x h = Luas Areal perumahan x tinggi air resapan

h = � � = . ,

.

= 0,026 m = 2,6 cm

Didapat volume air yang masuk melalui sumur resapan sebesar 13.046 m3 dengan luas perumahan 50 ha sehingga isian air tanah naik sebesar 2,6 cm.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa besar laju infiltrasi dengan menggunakan single ring infiltrometer dengan diameter 30 cm dan tinggi 60 cm adalah sebesar 14,40 cm/jam.

2. Pengujian falling head permeability yang dilakukan di laboratorium mekanika tanah, mengindikasikan bahwa kondisi tanah pada lokasi penelitian dikategorikan jenis tanah lanau dengan nilai koefisien permeabilitas tanah pada kedalaman 1,5 m adalah 1,718 x 10-4 cm/detik.

3. Tinggi intensitas curah hujan di lokasi studi berdasarkan curah hujan 2001 s.d 2010 dengan metode Van Breen yang dikombinasikan dengan metode Talbot untuk durasi hujan 1 jam pada PUH 2, 5, 10, dan 25 tahun masing-masing adalah 62,724 mm/jam, 78,013 mm/jam, 86,952 mm/jam, 117,061 mm/jam.

4. Setelah dilakukan perhitungan laju infiltrasi dan intensitas curah hujan maka dapat disimpulkan bahwa sumur resapan yang direncanakan terbukti efektif mempercepat

infiltrasi, yaitu hasil laju infiltrasi ≥ intensitas hujan untuk PUH 2 s.d 100 tahun

dengan durasi hujan selama 1 jam.

5. Berdasarkan perhitungan, desain sumur resapan adalah berbentuk lingkaran dengan diameter 1 m, kedalaman 3 m dan debit masukkan rencana adalah 0,604 x − m³/detik, sehingga untuk 3000 unit rumah dapat menghasilkan debit masukan 1,812


(3)

6. Terjadi reduksi debit banjir 0,604 x − m³/detik untuk setiap unit rumah yang masuk ke sumur resapan dan meresap kedalam tanah serta menghasilkan estimasi waktu tunda limpasan air hujan dari atap menuju saluran drainase selama 2,272 jam. Dengan kata lain, terjadi efisiensi debit banjir sebesar 93,39 % dari total debit banjir (0,6467 x − m³/detik) yang dihasilkan 1 unit rumah tipe 60/100 tanpa sumur resapan.

7. Debit banjir sebelum direncanakan sumur resapan sebesar 3,339 m³/detik, setelah ada sumur resapan berkurang menjadi 1,527 m³/detik atau terjadi pengurangan limpasan sebesar 54,32% dari debit banjir total kawasan perumahan.

8. Debit total dari drainase di kawasan perumahan sebesar 1,85 m3/detik dapat memiliki daya tampung 55,41 % dari debit periode ulang 2 tahun.

9. Volume air masuk ke dalam tanah melalui sumur resapan sebesar 13.046,4 m3 dengan areal 50 ha dapat menaikkan air tanah sebesar 2,6 cm.

5.2 Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan di lokasi perumahan yang berbeda dan kondisi tanah yang berbeda serta perlu ditambahkan alat double ring infiltrometer agar diperoleh nilai perbandingan yang lebih meyakinkan hasil penelitian.

2. Untuk metode perhitungan laju infiltrasi disarankan menggunakan metode selain Horton agar bisa dijadikan sebagai pembanding.

3. Untuk metode perhitungan sumur resapan disarankan menggunakan tipe rumah yang beragam supaya hasilnya lebih mudah diterapkan.

4. Untuk hasil yang lebih maksimal dalam melakukan studi sumur resapan, sebaiknya membuat sumur percontohan pada salah satu rumah di lokasi studi.


(4)

5. Diperlukan kesadaran dan partisipasi masyarakat maupun developer perumahan agar mengalokasikan lahan untuk pembuatan sumur resapan pada saat membangun atau mengembangkan suatu perumahan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Das, Braja M, 1993, Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis), Erlangga, Jakarta.

Soemarto, C. D, 1999, Hidrologi Teknik, Erlangga, Jakarta.

Gunawan Restu, 2010, Gagalnya Sistem Kanal Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa, Kompas, Jakarta.

Wesli, 2008, Drainase Perkotaan, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Kodoatie, Robert J, Roestam Sjarief, 2010. Tata Ruang Air, Andi, Yogyakarta. Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Andi, Yogyakarta.

Satra M, Suparno, Endy Marlina, 2006, Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, Andi, Yogyakarta.

Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil, 2007, Pedoman Perkuliahan, USU Press, Medan.

Triatmodjo, Bambang, 2008, Hidrolika Terapan, Beta Offset, Yogyakarta.

S.H, P. Joko Subagyo, 2004, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta.

Soedarmo, Ir. G. Djatmiko, Ir. S. J. Edy Purnomo, 1997, Mekanika Tanah 1, Kanisius, Yogyakarta.

Ir. Siswanto, ST, MT, 2009, Laporan Penelitian : Pengaruh Permeabilitas dan Kedalaman Dalam Mempercepat Proses Infiltrasi Pada Sumur Resapan Berpenampang Lingkaran, Lembaga Penelitian Universitas Riau, Pekan Baru.

Gemilang, Galih, Kajian Sumur Resapan Dalam Mereduksi Debit Banjir Pada Kawasan Perumahan (Studi Kasus: Perumahan Anugerah Lestari Kuala Gumit, Langkat), Tugas Akhir Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Siswanto dan Joleha, 2001, Sistem Drainase Resapan untuk Meningkatkan Pengisian (Recharge) Air Tanah. Jurnal Natur Indonesia III, Volume 2: 129 – 137.

Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 22/Menhut-V/2007 tanggal 20 Juni 2007, Bagian Pertama Pedoman Teknis Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/Gerhan).

Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 68, 2005. Perubahan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 115 Tahun 2001 tentang Pembuatan Sumur Resapan.


(6)

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12. 2005. Tata Cara Pemanfaatan Air Hujan.

SNI: 03-2453-2002. Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan Pekarangan.

Soewarno. 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Jilid. 1.Bandung.

Sunjoto. 2011. Outline Teknik Drainase Pro-Air, Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Budi, Bambang Setia, 2009, Pencegahan Banjir dan Penurunan Muka Air Tanah dengan Sumur Resapan, Jurnal Metana Volume 06 No. 01 Hal 9-15, Semarang.

Albert Tuinhof, Jan Piet Heederik, 2002, Management of Aquifer Recharge and Subsurface Storage, Netherland Nations Commite for the IAH, Wageningen.

Rasmita Br. Ginting, 2010, Laju Resapan Air pada Berbagai Jenis Tanah dan Berat Jerami Dengan Menerapkan Teknologi Biopori di Kecamatan Medan Amplas, Tesis Pasca Sarjana USU, Medan.

Sosrodarsono. 2003. Hidrologi untuk Pengairan. Departemen pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.

http://www.earth.google.com.


Dokumen yang terkait

Tinjauan Pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Taman Rekreasi Mora Indah Faria Kota Medan Tahun 2001

0 21 59

Kajian Pembentuk Citra Kawasan Perumahan Studi Kasus: Perumahan Taman Setiabudi Indah, Medan

0 23 8

Tingkat Kunjungan Ruang Terbuka di Kawasan Perumahan, Studi Kasus: Perumnas Simalingkar, Perumahan Debang Flamboyan Asri dan Perumahan Taman Setia Budi Indah di Kota Medan

0 0 21

Tingkat Kunjungan Ruang Terbuka di Kawasan Perumahan, Studi Kasus: Perumnas Simalingkar, Perumahan Debang Flamboyan Asri dan Perumahan Taman Setia Budi Indah di Kota Medan

0 0 2

Tingkat Kunjungan Ruang Terbuka di Kawasan Perumahan, Studi Kasus: Perumnas Simalingkar, Perumahan Debang Flamboyan Asri dan Perumahan Taman Setia Budi Indah di Kota Medan

0 0 8

Tingkat Kunjungan Ruang Terbuka di Kawasan Perumahan, Studi Kasus: Perumnas Simalingkar, Perumahan Debang Flamboyan Asri dan Perumahan Taman Setia Budi Indah di Kota Medan

0 1 17

Tingkat Kunjungan Ruang Terbuka di Kawasan Perumahan, Studi Kasus: Perumnas Simalingkar, Perumahan Debang Flamboyan Asri dan Perumahan Taman Setia Budi Indah di Kota Medan

0 1 2

Tingkat Kunjungan Ruang Terbuka di Kawasan Perumahan, Studi Kasus: Perumnas Simalingkar, Perumahan Debang Flamboyan Asri dan Perumahan Taman Setia Budi Indah di Kota Medan

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Pengaruh Infiltrasi dan Permeabilitas Terhadap Sumur Resapan di Kawasan Perumahan (Studi Kasus: Taman Setia Budi Indah II, Medan)

0 1 58

PENGARUH INFILTRASI DAN PERMEABILITAS TERHADAP SUMUR RESAPAN DI KAWASAN PERUMAHAN (STUDI KASUS: TAMAN SETIA BUDI INDAH II, MEDAN)

2 4 16