LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WANITA DI YOGYAKARTA Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita di Yogyakarta (Penekanan pada Arsitektur Bioklimatik).

(1)

LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WANITA DI YOGYAKARTA

(Penekanan pada Arsitektur Bioklimatik)

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Strata I pada Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik

Oleh:

HASMA AULIA GOESMAN D300 150 015

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

1

LEMBAGA PEMESYARAKATAN KELAS II A WANITA DI YOGYAKARTA

(Penakanan pada Arsitektur Bioklimatik) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ABSTRAK

Lembaga Pemasyarakatan adalah sebuah hunian yang dihuni oleh individual yang memiliki satu atau beberapa kasus masalah kejahatan, sehingga individual tersebut harus bertempat tinggal “sementara” di dalam Lembaga Pemasyarakatan tersebut. Individual tersebut biasa disebut narapidana atau tahanan. Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri dibangun dengan tujuan untuk melindungi dan menjamin hak asasi individual yang berada di dalamnya. Dengan adanya bangunan Lembaga Pemasyarakatan ini pada akhirnya akan menunjang keamanan dan keselamatan individual yang di dalam dan di lingkungan sekitarnya, yaitu masyarakat setempat. Yogyakarta merupakan Ibukota dari Kota Daerah Istimewa Yogyakarta, di mana kota tersebut berada di bawah pimpinan kesultanan Yogyakarta. Yogyakarta merupakan daerah yang memiliki iklim dan cuaca yang cukup bagus untuk dibangun bangunan sosial seperti Lembaga Pemasyarakatan agar tercipta bangunan yang tidak terkesan menyeramkan namun juga memberikan kenyamanan pada penghuninya yang akan berpengaruh juga pada pandangan lingkungan sekitarnya. Mengingat Yogyakarta tidak memiliki Lembaga Pemasyarakatan yang dikhususkan untuk wanita, maka perencanaan ini dirasa akan tepat dengan melihat kondisi sekitar lingkungan daerah Yogyakarta. Konsep desain tampilan fisik bangunan baik eksterior maupun interior nantinya akan ditekankan pada bangunan yang menghubungkan pada kondisi iklim dengan aktivitas keseharian manusia itu sendiri.

Kata Kunci: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita, Arsitektur Bioklimatik, D.I Yogyakarta.

ABSTRACT

Prison is a dwelling inhabited by individuals who have one or more cases of the problem of crime, so that the individual must be stay "temporary" in the Correctional Institution. The so-called individual prisoners or detainees. Penitentiary itself is built with the aim to protect and guarantee the individual rights that are in it. With the building Penitentiary This will ultimately support the security and safety of individuals within and in the surrounding environment, especially for the local community. Yogyakarta is the capital city of the city of Yogyakarta, where the city was under the leadership of Yogyakarta. Yogyakarta is an area that has the climate and the weather was good enough to socially constructed buildings such as the Correctional Institution in order to create a building that does not seem creepy but also provide comfort to occupants who will also affect the view of the surrounding environment. Given Yogyakarta does not have Penitentiary devoted to women, the plan is deemed to be appropriate to look at the environmental conditions around the Yogyakarta area. The design concept of the physical appearance of the building exterior and interior of the building will be emphasized in linking to the climatic conditions with the daily activities of the man himself.


(6)

Keywords: Woman Penitentiary Class II A, bioclimatic architecture, D.I Yogyakarta.

1. PENDAHULUAN

Negara Indonesia adalah negara hukum, yaitu setiap warga negaranya memiliki hubungan erat dengan kehidupan bermasyarakat yang diatur dalam suatu dasar hukum dan perundangan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kedamaian dalam bemasyarakat. Hukum tersebut dibuat untuk mengatur kehidupan masyarakat dan bersifat memaksa, artinya bahwa setiap warga negara harus mau mematuhi setiap aturan-aturan yang ada. Dengan begitu, setiap warga negara yang melanggar aturan akan dikenakan sanksi dari apa yang sudah diperbuatnya. Tindak kejahatan tidak hanya dilakukan oleh laki-laki saja, namun wanita juga dapat melakukan tindak kejahatan. Wujud hukuman biasanya berupa denda atau pidana penjara. Pidana penjara merupakan salah satu jenis pidana pokok yang berwujud pengurangan ataupun perampasan kemerdekaan seseorang. Dikatakan perampasan karena pada umumnya pelaksanaan pidana penjara membatasi kebebasannya untuk dijalankan di dalam gedung penjaram, yang di Indonesia dikenal dengan istilah Lembaga Pemasyarakatan. Dalam hal ini pemerintah juga harus memperhatikan Lembaga Pemasyarakatan yang dikhususkan untuk wanita. Di beberapa kota di Indonesia tidak terdapat Lembaga Pemasyarakatan khusus wanita, seperti di D.I Yogyakarta. 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan beberapa uraian di atas maka permasalahan dari konsep perencanaan dan perancangan Lembaga Pemasyarakatan wanita adalah sebagai Berikut :

1. Bagaimana penataan ruang yang sesuai untuk Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita?

2. Bagaimana wujud rancangan pengembangan bangunan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita dengan penerapan arsitektur bioklimatik? 3. Di manakah lokasi yang tepat untuk pembangunan Lembaga Pemasyarakatan


(7)

3

2. METODE PENELITIAN

Metode pembahasan yang digunakan dalam perencanaan dan perancangan ini adalah:

1. Survey lapangan sebagai pengamatan langsung terhadap obyek studi banding bertujuan mendapatkan data primer sebagai acuan perencanaan dan perancangan yang nantinya akan dilakukan.

2. Studi literature dilakukan untuk mendapatkan data sekunder, seperti studi kepustakaan mengenai Lembaga Pemasyarakatan, standart ruang, penekanan desain serta pengumpulan data informasi dan peta dari instasi terkait, serta literature yang berasal dari internet.

3. Wawancara dilakukan dengan pihak terkait untuk mengetahui kondisi lapangan secara nyata dan sekaligus melengkapi data primer mengenai pokok pembahasan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. GAGASAN PERENCANAAN

Berdasarkan tinjauan dari bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa perencanaan Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Wanita yang direncanakan nantinya akan menjadi perhatian khusus, karena di Yogyakarta sendiri sudah harus memiliki Lapas khusus wanita, dengan penataan yang aman serta lokasi yang tepat untuk menunjang bangunan Lapas tersebut. Nantinya Lapas ini akan memperhatikan klasifikasi bangunan seperti; lokasi dan lingkungan, kontrol keamanan, sistem hunian, klinik kesehatan, ruang kunjungan, area olahraga, dapur dan laundry, kantor administrasi, dan kantor kepegawaian.

3.2. KONSEP PERANCANGAN 3.2.1 KONSEP BANGUNAN

Bentuk bangunan harus dapat mencerminkan eksistensinya terhadap keadaan kota (urban social). Karena bangunan mempunyai peranan penting terhadap kawasan kota, maka bangunan harus dapat memberikan makna terhadap siapa saja yang melihatnya. Konsep bentukan massa bangunan yang digunakan langsung oleh para narapidana adalah persegi panjang yang disusun secara simetris. Sedangkan untuk bangunan pada area perkantoran dan pembinaan dapat menggunakan bangunan


(8)

geometri agar tetap tercipta kesan formal dan kaku karena fungsi bangunan yang merupakan bangunan formal milik pemerintah. Dengan dasar pertimbangan sebagai berikut:

1. Menyesuaikan dengan karakter yang diinginkan 2. Kemudahan layout ruang

3. Tingkat kenyamanan dan keamanan 4. Menyesuaikan dengan fungsi bangunan 5. Menyesuaikan dengan pengguna bangunan

3.2.2 KONSEP PENEKANAN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

Tampilan eksterior pada bangunan Lembaga Pemasyarakatan ini pada umumnya akan tampak seperti Lapas pada umumnya (sebagai bangunan pemerintahan). Namun untuk memberikan kesan sejuk dan tidak monoton, maka fasad pada Lapas nantinya akan terlihat lebih modern dan hemat energi dengan menerapkan bangunan arsitektur bioklimatik. Meminimalisir penggunaan benda-benda elektronik dan lebih memanfaatkan kondisi alam sekitar bangunan.

Pada interior Lapas ini juga akan memunculkan konsep warna dan material, yang digunakan adalah warna pastel yang disesuaikan dengan jenis ruang dan kebutuhan yang ada pada bangunan. Penggunaan warna pastel sebagai salah satu aplikasi konsep bangunan yang dikhususkan untuk wanita. Warna pastel adalah warna yang soft dan tidak berlebihan. Sedangkan materialnya akan menyesuaikan dengan kondisi iklim site setempat agar bangunan itu sendiri menajadi bangunan yang tanggap terhadap iklim, dengan dasar pertimbangan:

1. Karakter masing-masing ruang. 2. Suasana yang ingin ditampilkan. 3. Luasan tiap ruang.

4. Pemakaian bahan dalam ruang.

5. Pemilihan ruang untuk masing-masing ruang.

Bentuk interior pada bangunan akan sangat berpengaruh pada suasana yang ingin ditampilkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah memberi suasana yang nyaman bagi pengunjung.


(9)

Aspek Analisa Pendekatan Aplikasi Penerapan pada Bangunan

Bentuk banguna n

Menerapkan konsep bangunan persegi panjang yang disusun secara simetris.

- Menyesuaikan dengan karakter yang diinginkan - Kemudahan layout ruang

Gambar Error! No text Gambar 2 bangunan simetris

of specified style in Sumber: analisa pribadi, 2016 document.1 Bentuk

bangunan Lapas

Sumber: analisa pribadi, 2016

Gambar 3 konsep Bentuk Masa

Sumber: analisa pribadi, 2016

Fasad Banfuna n Utama

Bentuk bangunan utama akan memiliki fasad persegi panjang dengan model formal.

Gambar 4 Fasad Bangunan Utama Blok Hunian

Sumber: analisa pribadi, 2016


(10)

Aspek Analisa Pendekatan Aplikasi Penerapan pada Bangunan

Kawasan / tata massa

Bentuk kawasan di rencanakan sedemikian rupa agar hubungan antara bangunan Lapas dengan lingkungan sekitarnya dapat membuat rasa aman dan nyaman.

Gambar 5 Pengolahan kawasan

Sumber: analisa pribadi, 2016 Interior Menerapkan konsep

utama modern formal layaknya bangunan pemerintahan.

- materialnya akan menyesuaikan dengan kondisi iklim site setempat agar bangunan itu sendiri menajadi bangunan yang tanggap terhadap iklim - Bangunan Lapas ini juga akan menggunakan

material besi dan baja untuk bahan sebagai pembuatan pintu, dan benda pengaman lainnya. Kawat berduri juga akan digunakan pada barrier (pembatas). Material ini digunakan agar dapat meredam kebisingan dan menjaga keamanan.

3.3. KUTIPAN DAN ACUAN 3.3.1. STUDI LITERATUR

3.3.1.1 Lembaga Pemasyarakatan

Dari pengertian berbagai literatur tentang pengertian Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang telah dikumpulkan, maka dapat disimpulkan Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. (Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan). Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di sebut dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dahulu Departemen Kehakiman.

3.3.1.2 Arsitektur Bioklimatik

Istilah bioklimatik merupakan salah satu wujud upaya arsitek untuk mewujudkan rancangan yang ramah terhadap lingkungan, tidak jauh berbeda dengan beberapa istilah lain seperti green architecture atau ecological architecture. Bioklimatik


(11)

7

secara khusus merupakan suatu rancangan yang tanggap terhadap alam terutama iklim. Dengan demikian diharapkan rancangan yang dibangun dengan tema bioklimatik dapat beradaptasi terhadap iklim dimana bangunan tersebut dibangun. Dalam hal ini bioklimatik merupakan konsep yang tidak jauh dari penerapan hemat energi. Penghematan energi pada bangunan dapat dilakukan dengan menggunakan interaksi terhadap potensi-potensi kondisi iklim lingkungan sekitar. Desain bangunan yang mengacu kepada interaksi terhadap bangunan sekitar, dengan sendirinya lebih bersifat kontekstual. Penghematan penggunaan energi dalam suatu bangunan tentunya akan memperkecil biaya operasional (operating cost) yang dapat meningkatkan keuntungan ekonomis bagi pemilik bangunan itu sendiri. Selain itu juga sedikit meringankan penggunaan energi secara global. Pendekatan bioklimatik desain diterapkan untuk mengurangi ketergantungan bangunan terhadap sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbarui sehingga menciptakan bangunan yang hemat energi selama masa operasional. Terdapat dua sumber energi alami yang akan digunakan, yaitu memanfaatkan energi matahari sebagai pencahayaan alami pada siang hari dan penghawaan alami pada bangunan sehingga dapat mengurangi penggunaan cahaya buatan dan penghawaan buatan pada bangunan.

STUDI KOMPARASI

3.3.2.1 Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Bulu Semarang

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Semarang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) dibidang pemasyarakatan pada wilayah kerja Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Tengah. Dalam sejarah berdirinya Lapas Kelas II A Wanita Semarang telah dibangun sejak jaman penjajahan Belanda tepatnya pada tahun 1894 dan dikenal dengan nama Penjara Wanita Bulu, dengan system kepenjaraan. Kemudian pada tanggal 27 April 1964 nama Penjara Wanita Bulu dirubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan Wanita Bulu dengan sistem Pemasyarakatan dibawah Direktorat Jendral Bina Tuna Warga. Perubahan terakhir menjadi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Semarang sampai sekarang dibawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum Hukum dan HAM. Bangunan Lapas Kelas II A Wanita Semarang termasuk


(12)

bangunan bersejarah dan diberikan status sebagai Benda Cagar Budaya tidak Bergerak di kota Semarang yang harus dilestarikan, sebagaimana dinyatakan didalam UU RI No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya tidak Bergerak. Dalam upaya peningkatan kinerja pemasyarakatan dan pelayanan publik, Lapas Kelas II A Wanita Semarang ditunjuk sebagai Pilot Project dalam mengimplementasikan system Pemasyarakatan dan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam SMR (Standart Minimum of Rule of Presioner) dan terpenuhinya hak- hak narapidana melalui implementasi Standard Minimum perlakuan tahanan dan berjalannya partisipasi publik yang efektif.

Bangunan dan sarana dan prasana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang, meliputi :

1. Perkantoran

Perkantoran terdiri dari kantor Bimbingan Anak Didik (Binadik), Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan (Bimkeswat), Registrasi, Kegiatan Kerja dan Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP), Kantor Kalapas, Bagian TU, Kamtib dan Balai Pertemuan (BP)

2. Sembilan Blok

Delapan blok untuk ruang hunian dan satu blok untuk Rumah Sakit. Satu blok berisi 12 sel.

3. Pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang ini dibagi menjadi 2 blok seusai dengan tindak pidana yang dilakukan:

a. Blok pidana umum : tindak kriminal, seperti mencuri, merampok, dan tindak kriminal lainnya.

b. Blok pidana khusus : narkotika, tipikor (tindak pidana korupsi),

trafficking, money laundry, kepabeanan (bea cukai), Illegal Logging, dan sebagainya.


(13)

9

Gambar 6 Lapas II A Wanita Bulu Semarang Sumber: http://www.lapaswanitasemarang.com

Mei 2016

4. KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan serta analisis dari perencanaan dan perancangan Lembaga Pmesayarakatan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam bidang perancangan arsitektur, jaminan terhadap pencapaian standar kenyamanan, keselamatan, dan keamanan di dalam dan disekitar bangunan menjadi titik tolok kualitas hasil rancangan. Berkaitan dengan aspek penghematan energi bangunan, jenis kenyamanan yang berhubungan adalah kenyamanan termis dan kenyamanan penerangan (pencahayaan).

Pada bioklimatik, penampilan bentuk arsitektur sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan setempat, seperti:

a. Meminimalkan ketergantungan pada sumber energi yang tidak dapat diperbarui.

b. Penghematan energi dari segi bentuk bangunan, penempatan bangunan dan pemilihan material.

c. Mengikuti pengaruh dari budaya setempat.

Sedangkan pada konsep eksterior dan interior bangunan akan memperhatikan unsur berikut:

Bioklimatik

Fasad (eksterior) Pemilihan material yang tepat untuk bangunan Lapas, memanfaatkan iklim untuk hemat energi.


(14)

Interior Ekspose material, berhubungan dengan ruang luar seperti vegetasi, kolam, dan sebagainya.

5. DAFTAR PUSTAKA

6. Ardoko, P. (Pemain). (2011, September 20). Pokok-pokok Pedoman Pemikiran dalam Rancang Bangunan UPT.Pemasyarakatan. Preseden Seminar LAPAS IDEAL. Surabaya, Jawa Timur.

7. Blau, P. M., & W, R. S. (1962). Formal Organization: A Comparative Approach. San Francisco: Chandler Publishing Co.

8. Bosworth, M. (1998). The U.S Federal Prison System. A profile of female offenders. Washington, DC: U.S Departement of Justice.

9. BPKP. (2016, Juli). bpkp diy. Diambil kembali dari Profil Kota Yogyakarta. 10. BPKP. (2016, Juli). BPKP DIY. Diambil kembali dari Profil Kota

Yogyakarta: http://www.bpkp.go.id/diy/konten/824/Profil-Kota- Yogyakarta

11. Ciptakarya,PU. (2016, Juli). Cipta Karya, PU. Diambil kembali dari Profile

Kota Yogyakarta:

http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/diy/yogyakarta.pdf

12. DPPKA. (2016, Juli). DPPKA DIY. Diambil kembali dari Info Kota Yogyakarta: http://www.bpkp.go.id/diy/konten/824/Profil-Kota- Yogyakarta

13. Ernst, N. (2002). Data Arsitek (Jilid 2). Jakarta: Erlangga. 14. Frick, H. S. (1998). Dasar Dasar Eko-Arsitektur. Yogyakarta.

15. GBHN. (2016, Juni). Google. Diambil kembali dari GBHN tentang Lembaga Pemasyarakatan: http://google.co.id


(15)

11

16. Hamzah, A. (1983). Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia (dari retrobusi ke reformasi). Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

17. Harsono, C. I. (1995). Sitem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan.

18. Ibid. (t.thn.). Sistem Keamanan Lembaga Pemasyarakatan. 21.

19. Istianah. (2000). Pelaksanaan Pembinaan Anak Didik di Lembaga Pemasyarakatan. 21.

20. Kansil, C. (1986). cetakan ke-3. Hukum Tata Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

21. KBBI. (2016, Juni). Penekanan. Diambil kembali dari KBBI: kbbi.web.id/ 22. Lie, S. (2011, Januari 31). Chapter II. Diambil kembali dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50169/4/Chapter%20II.pd f

23. Lippsmeier, G. (1994). Tropenbau Building in the Tropics. Jakarta: Erlangga.

24. Mangunwijaya. (1997). Fisika Bangunan. Jakarta: Erlangga.

25. Moeljanto, P. (1982). Asas Asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Gajah Mada Press.

26. Sudjana, H. D. (1992). Pengantar Manajemen Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press.

27. UI, T. P. (1988). Aspek aspek yang Mempengaruhi Penerimaan Bekas Nrapidana dalam Masyarakat. Jakarta: Laporan Penelitian Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman.

28. Wikipedia. (2016, Juni). Lembaga Pemasyarakatan. Diambil kembali dari Wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan


(16)

29. Wikipedia. (2016, Juni). Pengertian Arsitektur. Diambil kembali dari Wikipedia: http://wikipedia.com

30. Wikipedia. (2016, Juni). Wikipedia. Diambil kembali dari Wikipedia: http://www.wikipedia.com

31. Yeang, K. (1994). Biolimatic Skyscapers. London: Arthemis London Limited.

32. Yeang, K. (1996). The Skyscraper Bioclimatically Considered. Academy EditionS.


(1)

secara khusus merupakan suatu rancangan yang tanggap terhadap alam terutama iklim. Dengan demikian diharapkan rancangan yang dibangun dengan tema bioklimatik dapat beradaptasi terhadap iklim dimana bangunan tersebut dibangun. Dalam hal ini bioklimatik merupakan konsep yang tidak jauh dari penerapan hemat energi. Penghematan energi pada bangunan dapat dilakukan dengan menggunakan interaksi terhadap potensi-potensi kondisi iklim lingkungan sekitar. Desain bangunan yang mengacu kepada interaksi terhadap bangunan sekitar, dengan sendirinya lebih bersifat kontekstual. Penghematan penggunaan energi dalam suatu bangunan tentunya akan memperkecil biaya operasional (operating cost) yang dapat meningkatkan keuntungan ekonomis bagi pemilik bangunan itu sendiri. Selain itu juga sedikit meringankan penggunaan energi secara global. Pendekatan bioklimatik desain diterapkan untuk mengurangi ketergantungan bangunan terhadap sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbarui sehingga menciptakan bangunan yang hemat energi selama masa operasional. Terdapat dua sumber energi alami yang akan digunakan, yaitu memanfaatkan energi matahari sebagai pencahayaan alami pada siang hari dan penghawaan alami pada bangunan sehingga dapat mengurangi penggunaan cahaya buatan dan penghawaan buatan pada bangunan.

STUDI KOMPARASI

3.3.2.1 Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Bulu Semarang

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Semarang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) dibidang pemasyarakatan pada wilayah kerja Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Tengah. Dalam sejarah berdirinya Lapas Kelas II A Wanita Semarang telah dibangun sejak jaman penjajahan Belanda tepatnya pada tahun 1894 dan dikenal dengan nama Penjara Wanita Bulu, dengan system kepenjaraan. Kemudian pada tanggal 27 April 1964 nama Penjara Wanita Bulu dirubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan Wanita Bulu dengan sistem Pemasyarakatan dibawah Direktorat Jendral Bina Tuna Warga. Perubahan terakhir menjadi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Semarang sampai sekarang dibawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum Hukum dan HAM. Bangunan Lapas Kelas II A Wanita Semarang termasuk


(2)

Bergerak di kota Semarang yang harus dilestarikan, sebagaimana dinyatakan didalam UU RI No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya tidak Bergerak. Dalam upaya peningkatan kinerja pemasyarakatan dan pelayanan publik, Lapas Kelas II A Wanita Semarang ditunjuk sebagai Pilot Project dalam mengimplementasikan system Pemasyarakatan dan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam SMR (Standart Minimum of Rule of Presioner) dan terpenuhinya hak- hak narapidana melalui implementasi Standard Minimum perlakuan tahanan dan berjalannya partisipasi publik yang efektif.

Bangunan dan sarana dan prasana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang, meliputi :

1. Perkantoran

Perkantoran terdiri dari kantor Bimbingan Anak Didik (Binadik), Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan (Bimkeswat), Registrasi, Kegiatan Kerja dan Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP), Kantor Kalapas, Bagian TU, Kamtib dan Balai Pertemuan (BP)

2. Sembilan Blok

Delapan blok untuk ruang hunian dan satu blok untuk Rumah Sakit. Satu blok berisi 12 sel.

3. Pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang ini dibagi menjadi 2 blok seusai dengan tindak pidana yang dilakukan:

a. Blok pidana umum : tindak kriminal, seperti mencuri, merampok, dan tindak kriminal lainnya.

b. Blok pidana khusus : narkotika, tipikor (tindak pidana korupsi),

trafficking, money laundry, kepabeanan (bea cukai), Illegal Logging, dan sebagainya.


(3)

Gambar 6 Lapas II A Wanita Bulu Semarang

Sumber: http://www.lapaswanitasemarang.com Mei 2016

4. KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan serta analisis dari perencanaan dan perancangan Lembaga Pmesayarakatan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam bidang perancangan arsitektur, jaminan terhadap pencapaian standar kenyamanan, keselamatan, dan keamanan di dalam dan disekitar bangunan menjadi titik tolok kualitas hasil rancangan. Berkaitan dengan aspek penghematan energi bangunan, jenis kenyamanan yang berhubungan adalah kenyamanan termis dan kenyamanan penerangan (pencahayaan).

Pada bioklimatik, penampilan bentuk arsitektur sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan setempat, seperti:

a. Meminimalkan ketergantungan pada sumber energi yang tidak dapat diperbarui.

b. Penghematan energi dari segi bentuk bangunan, penempatan bangunan dan pemilihan material.

c. Mengikuti pengaruh dari budaya setempat.

Sedangkan pada konsep eksterior dan interior bangunan akan memperhatikan unsur berikut:

Bioklimatik

Fasad (eksterior) Pemilihan material yang tepat untuk bangunan Lapas, memanfaatkan iklim untuk hemat energi.


(4)

seperti vegetasi, kolam, dan sebagainya.

5. DAFTAR PUSTAKA

6. Ardoko, P. (Pemain). (2011, September 20). Pokok-pokok Pedoman Pemikiran dalam Rancang Bangunan UPT.Pemasyarakatan. Preseden

Seminar LAPAS IDEAL. Surabaya, Jawa Timur.

7. Blau, P. M., & W, R. S. (1962). Formal Organization: A Comparative

Approach. San Francisco: Chandler Publishing Co.

8. Bosworth, M. (1998). The U.S Federal Prison System. A profile of female

offenders. Washington, DC: U.S Departement of Justice.

9. BPKP. (2016, Juli). bpkp diy. Diambil kembali dari Profil Kota Yogyakarta. 10. BPKP. (2016, Juli). BPKP DIY. Diambil kembali dari Profil Kota

Yogyakarta: http://www.bpkp.go.id/diy/konten/824/Profil-Kota- Yogyakarta

11. Ciptakarya,PU. (2016, Juli). Cipta Karya, PU. Diambil kembali dari Profile

Kota Yogyakarta:

http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/diy/yogyakarta.pdf

12. DPPKA. (2016, Juli). DPPKA DIY. Diambil kembali dari Info Kota Yogyakarta: http://www.bpkp.go.id/diy/konten/824/Profil-Kota- Yogyakarta

13. Ernst, N. (2002). Data Arsitek (Jilid 2). Jakarta: Erlangga. 14. Frick, H. S. (1998). Dasar Dasar Eko-Arsitektur. Yogyakarta.

15. GBHN. (2016, Juni). Google. Diambil kembali dari GBHN tentang Lembaga Pemasyarakatan: http://google.co.id


(5)

16. Hamzah, A. (1983). Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia (dari

retrobusi ke reformasi). Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

17. Harsono, C. I. (1995). Sitem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan.

18. Ibid. (t.thn.). Sistem Keamanan Lembaga Pemasyarakatan. 21.

19. Istianah. (2000). Pelaksanaan Pembinaan Anak Didik di Lembaga Pemasyarakatan. 21.

20. Kansil, C. (1986). cetakan ke-3. Hukum Tata Pemerintahan Indonesia.

Jakarta: Ghalia Indonesia.

21. KBBI. (2016, Juni). Penekanan. Diambil kembali dari KBBI: kbbi.web.id/ 22. Lie, S. (2011, Januari 31). Chapter II. Diambil kembali dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50169/4/Chapter%20II.pd f

23. Lippsmeier, G. (1994). Tropenbau Building in the Tropics. Jakarta: Erlangga.

24. Mangunwijaya. (1997). Fisika Bangunan. Jakarta: Erlangga.

25. Moeljanto, P. (1982). Asas Asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Gajah Mada Press.

26. Sudjana, H. D. (1992). Pengantar Manajemen Pendidikan Luar Sekolah.

Bandung: Nusantara Press.

27. UI, T. P. (1988). Aspek aspek yang Mempengaruhi Penerimaan Bekas

Nrapidana dalam Masyarakat. Jakarta: Laporan Penelitian Badan

Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman.

28. Wikipedia. (2016, Juni). Lembaga Pemasyarakatan. Diambil kembali dari Wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan


(6)

Wikipedia: http://wikipedia.com

30. Wikipedia. (2016, Juni). Wikipedia. Diambil kembali dari Wikipedia: http://www.wikipedia.com

31. Yeang, K. (1994). Biolimatic Skyscapers. London: Arthemis London Limited.

32. Yeang, K. (1996). The Skyscraper Bioclimatically Considered. Academy EditionS.