Penentuan COD HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor yang mempengaruhi kelarutan oksigen dalam air salah satunya derajat keasaman air. Berdasarkan Tabel 4.1, dilihat bahwa Oksigen yang terlarut dalam air di daerah Sumbersari yaitu 8,00-8,37 mgL dengan rata-rata 8,2 mgL. Dari ketiga sumur tersebut, sumur ketiga memiliki nilai DO lebih kecil yaitu 8,0 mgL karena kondisi sumur tertutup dibandingkan dengan kedua sumur yang lain yang terbuka sehingga intensitas cahaya yang masuk kurang maka oksigen hasil dari proses fotosintesis juga sedikit. Oksigen yang terlarut dalam air di daerah pemukiman Puger yang dekat gunung gamping yang memiliki pH besar dan besifat basa yaitu 8,37-8,77 mgL dengan rata-rata 8,55 mgL. pada sumur ketiga rata-rata sebesar 8,37 mgL lebih kecil dibandingkan dengan sumur lainnya karena pada sumur ketiga jarak dengan pengolahan batu gamping lebih jauh dan sumur berdekatan dengan peternakan sapi. Sedangkan pada daerah ketiga, daerah Kencong yaitu pemukiman penduduk pedesaan yang berdekatan dengan persawahan dan rawa yang air cenderung asam memiliki oksigen yang terlarut di dalam air yaitu 5,67-6,1 dengan rata-rata 5,86 mgL. Oksigen terlarut paling kecil pada sumur pertama dengan rata- rata 5,67 mgL, karena airnya berwarna kuning dan berbau serta di ketahui pH tanah dibawah 7 atau besifat asam yang dapat melarutkan besi membentuk ion ferro dan ferri dimana ion ferri akan mengendap sehingga mengakibatkan air menjadi kuning. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 ambang batas DO pada badan air yaitu 6 ppm. Dilihat dari masing-masing daerah, di daerah Sumbersari dan Puger sumur ketiganya masih dalam ambang batas DO karena lebih dari 6 ppm. Sedangkan di daerah Kencong, sumur pertama dan kedua kurang dari ambang batas yang ditentukan sehingga tidak layak digunakan tetapi pada sumur ketiga masih dalam ambang batas yaitu dengan rata-rata 6,1 ppm.

4.3 Penentuan COD

COD atau kebutuhan oksigen kimia KOK merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter sampel air, dimana pengoksidanya adalah K 2 Cr 2 O 7 atau KMNO 4 . Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Penentuan nilai COD ini pengoksidasinya menggunakan K 2 Cr 2 O 7 dalam keadaan asam yang mendidih optimum. Banyaknya zat kimia yang bereaksi sebanding dengan banyaknya kalium dikromat yang dibutuhkan dalam reaksi. Kalium dikromat dibutuhkan dalam reaksi sama dengan selisih kalium dikromat yang ditambahkan dengan kalium dikromat sisa hasil reaksi yang dapat dihitung dari FAS yang dibutuhkan dalam titrasi. Data hasil FAS yang dibutuhkan dalam titrasi dapat dilihat pada Lampiran B. Dari data FAS yang dibutuhkan dalam titrasi dapat dihitung kadar COD dengan rumus: COD mgL = − � 2 1000 � �� �� Dimana A = volume larutan FAS untuk blanko mL B = volume larutan FAS untuk sampel mL N = normalitas larutan FAS 0,1 N BeO 2 = 8 Dwinanto, 2009 Kadar COD pada sampel air sumur gali dapat dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Data COD Sampel Air Sumur dengan Menggunakan Metode Refluks Tertutup Sampel Pengulangan mgL Keterangan I II III Rata - rata K.1 16 8 8 10,6 Sumbersari K.2 16 8 16 13,3 K.3 24 16 16 18,6 G.1 24 24 16 21,3 Puger G.2 24 24 24 24 G.3 24 32 24 26,6 D.1 48 48 40 45,3 Jatisari, Kencong D.2 40 40 32 37,3 D.3 32 32 24 29,3 Berdasarkan lampiran B, data yang diperoleh sampel di daerah perkotaan Sumbersari K1, K2 dan K3 jumlah FAS yg dibutuhkan relatif besar dibandingkan di daerah Puger dan Kencong yang berarti jumlah kalium dikromat yang tersisa besar maka kalium dikromat yang bereaksi kecil sehingga kadar COD dalam air sumur kecil maka kemungkinan zat kimia yang terlarut dalam sampel air sumur relatif kecil. Sebaliknya sampel di daerah Kencong D1, D2 dan D3 jumlah FAS yang dibutuhkan lebih kecil dibanding dengan daerah yang lain, yang artinya kalium dikromat yang tersisa setelah di refluks kecil maka kalium dikromat yang bereaksi saat di refluks besar yang sebanding dengan nilai COD. Keberadaan COD di dalam air dipengaruhi oleh adanya limbah organik. Air sumur di daerah Sumbersari nilai COD sebesar 10,6-18,6 mgL, dimana pada sumur ketiga K3 COD lebih besar dibandingkan dengan kedua sumur yang lainnya. Hal ini karena sumur ketiga banyak digunakan untuk mencuci baju dan limbah domestiknya tidak di semen sehingga air sisa detergen meresap ke dalam tanah dan merembes dalam air sumur mengakibat zat kimia yang terlarut dalam air lebih besar. Air sumur di daerah Puger nilai COD 21,3-26,6 mgL, pada sumur ketiga G3 nilai COD lebih besar dibandingkan dengan sumur lainnya yaitu 26,6 mgL. Hal ini karena jarak dengan pertambangan batu kapur lebih jauh dan air sumur berdekatan langsung dengan peternakan sapi mengakibatkan derajat keasaman semakin kecil serta memiliki tempat pembuangan air yang tidak di semen sehingga air limbah rumah tangga langsung meresap ke dalam air tanah dan merembes ke dalam air sumur. Sedangkan di daerah Kencong COD rata-rata 29,3-45,3 mgL, dimana COD terbesar pada air sumur pertama yaitu 45,3 mgL yang berdekatan dengan persawahan dan rawa serta peternakan yang memungkinkan terjadinya rembesan air dari persawahan dan rawa serta limbah peternakan yang mengandung zat kimia yang terdapat dari pupuk dan makanan ternak. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 Baku mutu badan air, air dianggap bersih jika tidak melebihi ambang batas untuk COD yaitu 10 mgL. Air sumur di daerah Sumbersari pada sumur pertama masih dalam ambang batas air bersih dibandingkan dengan kedua sumur lainnya. Sedangkan pada ketiga air sumur di daerah Puger dan Kencong melebihi ambang batas air bersih, sebaiknya tidak untuk di konsumsi.

4.4 Penentuan Kadar Besi dalam Sampel Air Sumur