Analisis Usaha Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi dengan Aspergilus niger dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Terhadap Sapi Bali Jantan

(1)

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN PELEPAH DAUN

KELAPA SAWIT FERMENTASI DENGAN Aspergilus niger

DAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT TERHADAP SAPI

BALI JANTAN

SKRIPSI

Oleh : DANI JEFRI

070306018

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN PELEPAH DAUN

KELAPA SAWIT FERMENTASI DENGAN Aspergilus niger

DAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT TERHADAP SAPI

BALI JANTAN

SKRIPSI

Oleh : DANI JEFRI

070306001/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Proposal : Analisis Usaha Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi dengan Aspergilus niger dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Terhadap Sapi Bali Jantan

Nama : Dani jefri

NIM : 070306018

Program studi : Peternakan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ir. Armyn Hakim Daulay, M.BA. Ir. Tri Hesti Wahyuni, MSc. Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si. Ketua Program Studi Peternakan


(4)

ABSTRAK

DANI JEFRI, 2013 : Analisis Usaha Pemanfaatan Daun Kelapa Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Terhadap Sapi Bali Jantan, dibimbing oleh ARMYN HAKIM DAULAY dan TRI HESTI WAHYUNI.

Pemberian pelepah sawit fermentasi dalam pakan memberi nilai ekonomis dan meningkatkan keuntungan penggemukan sapi bali jantan lepas sapih. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun 1 (sembat) Nagori Marihat Baris Kecamatan Dolok Marlawan Kabupaten Simalungun.Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yang dimulai pada bulan Februari 2013 sampai Mei 2013. Penelitian ini menggunakan 12 ekor sapi bali jantan dengan rancangan acak kelompok, terdiri atas 4 kelompok yang dibedakan berdasarkan bobot badan sapi. Ada tiga perlakuan yaitu P0 (ransum dengan 25% pelepah kelapa sawit segar), P1 (ransum dengan 20% pelepah kelapa sawit fermentasi) dan P2 (ransum dengan 30% pelepah kelapa sawit fermentasi).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan laba tertinggi adalah pada perlakuan P1 memberikan keuntungan sebesar Rp. 8.584.183.- dan terkecil pada perlakuan P0 dengan memberikan keuntungan sebesar Rp. 6.280.709.-. Rataan benefit cost ratio (B/C) tertinggi adalah pada perlakuan P1 sebesar 6,10 dan terkecil pada perlakuan P0 sebesar 5,61. Rataan Income Over Feed Cost (IOFC) tertinggi pada perlakuan P1 sebesar Rp. 9.397.183.- dan yang terendah pada perlakuan P0 sebesar Rp. 7.179.709.-. Kesimpulan adalah pemanfaatan daun kelapa sawit yang difermentasai dengan Aspergillus niger dapat digunakan sebagai bahan pakan alternatif pada pakan sapi bali.

Kata kunci : analisis usaha, pelepah daun kelapa sawit, fermentasi, Aspergillus niger, sapi bali jantan


(5)

ABSTRACT

DANI Jefri, 2013: Analysis of Utilization of Oil Palm Frond Fermentation with Aspergillus niger and Palm Oil Mill Waste on Males Bali Cattle Against, guided by ARMYN HAKIM DAULAY and TRI HESTI WAHYUNI.

Giving palm frond in the feed fermentation gives the economic value and increase profits bali male cattle weaning. This study conducted in Dusun 1 (Sembat) Nagori Marihat District Line Dolok Marlawan Simalungun. This reseach held for three months starting from January 2013 until May 2013. This study used 12 male Bali cattle with a randomized block design, consisting of 4 groups that are distinguished based on cow body weight. There are three treatments such as P0 (ration with 25% fresh palm frond), P1 (ration with 20% fermented palm frond) and P2 (30% ration with fermented palm frond).

The results showed that the average income is highest at P1 treatment gives a profit of Rp. 8.584.183. - And smallest in the P0 treatment by giving a profit of Rp. 6.280.709. -. The average benefit cost ratio (B / C) is highest at P1 treatment was 6,10 and the smallest at 5,61 P0 treatment. Mean Income Over Feed Cost (IOFC) at the highest P1 treatment of Rp. 9.397.183. - And the lowest at P0 treatment of Rp. 7.179.709. -. The conclusion of this research that palm frond fermented with Aspergillus niger can be use as an altenative feed stuff in Bali cattle.

Keywords: male Bali cattle, business analysis, palm frond, fermentation, Aspergillus niger,


(6)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan keselamatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Analisis Usaha Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dengan harapan

Terhadap Sapi Bali Jantan”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Armyn Hakim Daulay, M.BA. selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Tri

Hesti Wahyuni, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan dorongan maupun memberikan informasi yang berharga bagi penulis. Juga kepada. Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si , selaku ketua Program Studi Peternakan dan seluruh Civitas akademika Program Studi Peternakan dan Fakultas Pertanian.

p

ppprrrrooooppppoooossssaaaalll ini l d

dddaaaappppaaaatttt ddddiiiitttteeeerrrriiiimmmmaaaa ddddaaaannnn ppppeeeennnneeeelllliiiittttiiiiaaaannnn ddddaaaappppaaaatttt sssseeeeggggeeeerrrraaaa ddddiiiillllaaaakkkkssssaaaannnnaaaakkkkaaaannnn

.

M

MMMeeeeddddaaaannnn,,,, MMMMaaa a


(7)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesa Penelitian... 3

Kegunaan Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Biaya dan Penerimaan ... 4

Analisis Laba-Rugi ... 4

B/C Ratio (benefit cost ratio) ... 5

IOFC (income over feed cost) ... 6

Potensi Hasil Samping Kelapa Sawit……….. 6

Pelepah Daun Kelapa Sawit... 7

Fermentasi………... 9

Aspergillus niger... 10

Arti Penting Sapi bagi Kehidupan ... 10

Usaha Ternak Sapi Bagi Masyarakat Indonesia... 12

Karakteristik Sapi Bali ... 13

Pakan Ternak Sapi... 15

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Bahan dan Alat Penelitian ... 17

Bahan ... 17

Alat ... 17

Metode Penelitian... 18

Parameter Penelitian... 19

Analisis Usaha ... 19

Total Biaya Produksi ... 19

Total Hasil Produksi ... 19

Analisis Ekonomi (laba-rugi) ... 19

B/C Ratio (benefit cost ratio) ... 19

IOFC (income over feed cost) ... 19


(8)

Persiapan Kandang ... 20

Pemberian Pakan dan Air Minum ... 20

Pemberian Obat-Obatan ... 20

Pengambilan Data ... 20

Analisis Data ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis usaha ... 22

Total Biaya Produksi ... 22

Biaya Bibit ... 22

Biaya Pakan ... 23

Upah Tenaga Kerja ... 23

Biaya Sewa Kandang ... 24

Biaya Obat Obatan ... 24

Total Hasil Produksi ... 25

Penjualan Sapi ... 25

Penjualan Kotoran Sapi ... 26

Analisis Keuntungan (Laba/Rugi)... 26

Analisi Benefit/Cost Ratio (B/C Ratio)... 26

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 28

Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Komposisi zat makanan pelepah daun kelapa sawit berdasarkan umur

tanaman………... 9

2. Harga bibit sapi/perlakuan ... 22

3. Biaya pakan selama penelitian/perlakuan ... 23

4. Biaya tenaga kerja/perlakuan ... 24

5. Biaya sewa kandang selama penelitian ... 24

6. Harga obat obatan yang digunakan selama penelitian ... 25

7. Harga jual sapi/perlakuan ... 25

8. Harga penjualan kotoran sapi/perlakuan ... 26

9. Analisis keuntungan ... 26

10. Analisis Benefit/Cost Ratio (B/C Ratio) ... 27


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Komposisi Ransum selama penelitian ... 32 2. Pembuatan ransum komplit ... 33


(11)

ABSTRAK

DANI JEFRI, 2013 : Analisis Usaha Pemanfaatan Daun Kelapa Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Terhadap Sapi Bali Jantan, dibimbing oleh ARMYN HAKIM DAULAY dan TRI HESTI WAHYUNI.

Pemberian pelepah sawit fermentasi dalam pakan memberi nilai ekonomis dan meningkatkan keuntungan penggemukan sapi bali jantan lepas sapih. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun 1 (sembat) Nagori Marihat Baris Kecamatan Dolok Marlawan Kabupaten Simalungun.Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yang dimulai pada bulan Februari 2013 sampai Mei 2013. Penelitian ini menggunakan 12 ekor sapi bali jantan dengan rancangan acak kelompok, terdiri atas 4 kelompok yang dibedakan berdasarkan bobot badan sapi. Ada tiga perlakuan yaitu P0 (ransum dengan 25% pelepah kelapa sawit segar), P1 (ransum dengan 20% pelepah kelapa sawit fermentasi) dan P2 (ransum dengan 30% pelepah kelapa sawit fermentasi).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan laba tertinggi adalah pada perlakuan P1 memberikan keuntungan sebesar Rp. 8.584.183.- dan terkecil pada perlakuan P0 dengan memberikan keuntungan sebesar Rp. 6.280.709.-. Rataan benefit cost ratio (B/C) tertinggi adalah pada perlakuan P1 sebesar 6,10 dan terkecil pada perlakuan P0 sebesar 5,61. Rataan Income Over Feed Cost (IOFC) tertinggi pada perlakuan P1 sebesar Rp. 9.397.183.- dan yang terendah pada perlakuan P0 sebesar Rp. 7.179.709.-. Kesimpulan adalah pemanfaatan daun kelapa sawit yang difermentasai dengan Aspergillus niger dapat digunakan sebagai bahan pakan alternatif pada pakan sapi bali.

Kata kunci : analisis usaha, pelepah daun kelapa sawit, fermentasi, Aspergillus niger, sapi bali jantan


(12)

ABSTRACT

DANI Jefri, 2013: Analysis of Utilization of Oil Palm Frond Fermentation with Aspergillus niger and Palm Oil Mill Waste on Males Bali Cattle Against, guided by ARMYN HAKIM DAULAY and TRI HESTI WAHYUNI.

Giving palm frond in the feed fermentation gives the economic value and increase profits bali male cattle weaning. This study conducted in Dusun 1 (Sembat) Nagori Marihat District Line Dolok Marlawan Simalungun. This reseach held for three months starting from January 2013 until May 2013. This study used 12 male Bali cattle with a randomized block design, consisting of 4 groups that are distinguished based on cow body weight. There are three treatments such as P0 (ration with 25% fresh palm frond), P1 (ration with 20% fermented palm frond) and P2 (30% ration with fermented palm frond).

The results showed that the average income is highest at P1 treatment gives a profit of Rp. 8.584.183. - And smallest in the P0 treatment by giving a profit of Rp. 6.280.709. -. The average benefit cost ratio (B / C) is highest at P1 treatment was 6,10 and the smallest at 5,61 P0 treatment. Mean Income Over Feed Cost (IOFC) at the highest P1 treatment of Rp. 9.397.183. - And the lowest at P0 treatment of Rp. 7.179.709. -. The conclusion of this research that palm frond fermented with Aspergillus niger can be use as an altenative feed stuff in Bali cattle.

Keywords: male Bali cattle, business analysis, palm frond, fermentation, Aspergillus niger,


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan sub-sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian, dimana sub-sektor ini memiliki peran strategis dalam memenuhi kebutuhan protein hewani. Kebutuhan protein hewani terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Keberhasilan pembangunan ternyata berdampak pada perubahan konsumsi masyarakat yang semula lebih banyak mengkomsumsi karbohidrat kearah konsumsi protein seperti daging, telur, dan susu.

Peternakan sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan penting artinya dalam kehidupan masyarakat. Kebutuhan masyarakat akan protein hewani yang semakin lama semakin meningkat memberikan suatu keuntungan tersendiri bagi peternak – peternak sapi potong di Indonesia. Adanya perkembangan kota – kota besar, kemajuan ilmu pengetahuan, peningkatan taraf hidup rakyat dan peningkatan pendidikan di negeri kita ini secara tidak langsung pula akan membawa pengaruh baik terhadap perubahan menu makanan yang lebih banyak mengandung protein. Hal ini akan meningkatkan kebutuhan atau permintaan daging, khususnya daging sapi

Demikian pula semakin meningkatnya kebutuhan protein hewani berupa daging sapi. Saat ini usaha produksi pedet atau sapi bakalan (cow calf operation) 99% dilakukan oleh usaha peternakan rakyat berskala kecil.


(14)

Usaha yang biasa dilakukan untuk meminimalisir biaya pakan pada usaha calf cow operation adalah dengan melakukan integrasi dengan usaha pertanian atau perkebunan dimana kedua lokasi tersebut merupakan potensi biomassa lokal sebagai sumber daya pakan yang berlimpah. Integrasi tersebut diharapkan dapat mendekati kondisi zero cost terutama dari segi pakan.

Pelepah sawit dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan panen tandan buah segar. Pelepah kelapa sawit dipanen 1–2 pelepah/panen/pohon. Setiap tahun dapat menghasilkan 22–26 pelepah/ tahun dengan rataan berat pelepah daun sawit 4–6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah dapat mencapai 40–50 pelepah/pohon/tahun dengan berat sebesar 4,5 kg/pelepah (Jalaluddin, 1982; Umiyasih et al., 2002). Hasil limbah kelapa sawit ini merupakan potensi yang cukup besar sebagai pakan ternak ruminansia.

Pelepah daun kelapa sawit memiliki potensi yang besar untuk dijadikan salah satu pakan alternatif. Namun tingginya kandungan serat kasar yang terkandumg pada pelepah daun kelapa sawit menyebabkan rendahnya tingkat kecernaan. Penggunaan Aspergillus niger dalam proses fermentasi diharapkan mampu meningkatkan kecernaan pelepah daun kelapa sawit.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui sejauh mana nilai ekonomis pemberian pelepah daun kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger dalam pakan terhadap pertumbuhan bobot badan sapi Bali.


(15)

Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis nilai usaha efek pemberian pelepah daun kelapa sawit fermentasi dengan Aspergillus niger pada sapi bali jantan lepas sapih selama 100 hari penggemukan.

Hipotesa penelitian

Pemberian pelepah daun kelapa sawit fermentasi dalam pakan memberi nilai ekonomis dan meningkatkan keuntungan penggemukan sapi bali jantan lepas sapih.

Kegunaan Penelitian

1. Bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melaksanakan ujian sarjana di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Bahan informasi bagi peneliti dan peternak sapi mengenai pemanfaatan pelepah sawit fermentasi dalam pakan pada sapi bali.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Biaya dan Penerimaan

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan sesuatu produk. Biaya bagi perusahaan adalah nilai dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output (Budiono, 1990). Lipsey et al., (1995) mendefinisikan pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi, baik itu biaya tetap maupun biaya variable atau biaya-biaya lainnya (Kadarsan, 1995).

Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau tidak ada ternak di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya : gaji pekerja bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan bertalian dengan jumlah produksi sapi yang dijalankan. Semakin banyak sapi semakin besar pula biaya variabel yang dikeluarkan dalam produksi peternakan secara total.(Rasyaf, 1995).

Analisis Rugi-Laba

Soekartawi (1986) menyatakan bahwa Keuntungan (laba) suatu usaha ditentukan oleh selisih antara total penerimaan (total reserve) dan total pengeluaran (total cost) atau secara matematis dapat dituliskan K = TR-TC. Laba sebagai nilai maksimum yang dapat didistribusikan oleh suatu satuan usaha dalam suatu periode bagaimana pada awal periode.


(17)

Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan ini tergambar jumlah pendapatan serta jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Laporan laba-rugi (balance sheet) adalah laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode tertentu.

Setiap jangka waktu tertentu, umumnya satu tahun, perusahaan perlu memperhitungkan hasil usaha perusahaan yang dituangkan dalam bentuk laporan laba-rugi. Hasil usaha tersebut didapat dengan cara membandingkan penghasilan dan biaya selama jangka waktu satu tahun. (Kasmir dan Jakfar, 2003).

R/C Ratio (return cost ratio)

R/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Dimana R/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total penerimaan (total reserve) dengan total pengeluaran(total cost). Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya korbanan, dimana bila :

R/C Ratio > 1 = efisien R/C Ratio ═ 1 = impas

R/C Ratio < 1 = tidak efisien

Cahyono (2002) mengatakan bahwa return cost ratio (R/C ratio) bisa digunakan dalam analisis kelayakan usaha tani, yaitu perbandingan antara total pendapatan dan total biaya yang dikeluarkan dengan rumus:

R/C ratio = Total Pendapatan (Rp) .


(18)

IOFC (income over feed cost)

IOFC adalah selisih antara pendapatan usaha peternakan terhadap total biaya pakan. Pendapatan ini merupakan perkalian antara nilai produksi peternakan dengan harga jual, sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan ternak tersebut (Prawirokusumo, 1990).

Untuk menghasilkan suatu produksi kita harus mengetahui berproduksi secara teknis dan juga berproduksi dari segi ekonominya juga, beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk berproduksi adalah IOFC (income over feed cost) atau selisih pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara hasil produksi peternakan (kilogram hidup) dengan harga jual (Hermanto, 1996).

Potensi Hasil Samping Kelapa Sawit

Kelapa sawit di Indonesia berkembang pesat sejak awal tahun 80-an, dan saat ini telah menjadi salah satu komoditas yang berperan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja, serta pengembangan perekonomian rakyat dan daerah. Pada tahun 2002 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 4,1 juta ha dengan produksi minyak sawit (crude palm oil) lebih dari 9 juta ton (Elisabeth dan Ginting, 2003).

Produk samping industri kelapa sawit yang tersedia dalam jumlah yang banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal adalah pelepah daun, lumpur sawit, dan bungkil inti kelapa sawit, khususnya sebagai bahan dasar ransum ternak ruminansia. Dengan pola integrasi atau diversifikasi tanaman dan ternak (khususnya ternak ruminansia) diharapkan dapat merupakan bagian integral dari


(19)

usaha perkebunan. Oleh karena itu, pemanfaatan produk samping industri kelapa sawit (pelepah) pada wilayah perkebunan sebagai pengadaan bahan pakan ternak, khususnya ruminansia diharapkan banyak memberikan nilai tambah, baik secara langsung maupun tidak langsung (Jalaludin et al., 1991).

Pelepah Daun Kelapa Sawit

Pelepah dapat diberikan dalam keadaan segar hingga 30 persen dari konsumsi bahan kering ransum. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan pelepah dapat dilakukan dengan penambahan produk ikutan lainnya dari kelapa sawit. Hal yang sama juga berlaku untuk daun kelapa sawit yang secara teknis dapat dipergunakan sebagai sumber atau pengganti pakan hijauan. Namun demikian, dalam perlakuan pemanfaatan daun kelapa sawit sebagai pakan hijauan memiliki kekurangan dalam penyediaannya. Hal ini disebabkan adanya lidi daun yang dapat menyulitkan ternak untuk mengkonsumsinya. Pencacahan yang dilanjutkan dengan pengeringan dan digiling, dapat diberikan dalam bentuk pakan komplit (Wan Zahari et al., 2003).

Pemanfaatan pelepah sebagai bahan pakan ruminansia disarankan tidak melebihi 30%. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan pelepah dapat ditambahkan produk samping lain dari kelapa sawit. Penampilan sapi yang diberi pelepah segar atau silase dalam bentuk kubus (1-2 cm3) cukup menjanjikan. Namun, pemberian tepung pelepah dalam bentuk pelet tidak disarankan karena ukurannya terlalu kecil sehingga mempersingkat waktu tinggal partikel tersebut dalam saluran pencernaan. Pemberian pelepah sebagai bahan ransum dalam


(20)

jangka panjang menghasilkan karkas yang berkualitas baik (Balai Penelitian Ternak, 2003).

Dari daun kelapa sawit didapat hijauan segar yang dapat diberikan langsung ke ternak baik yang berbentuk segar maupun yang telah diawetkan seperti dengan melakukan silase maupun amoniasi. Perlakuan dengan silase memberi keuntungan, karena lebih aman dan dapat memberi nilai nutrisi yang lebih baik dan sekaligus memanfaatkan limbah pertanian. Keuntungan lain dengan perlakuan silase ini adalah pengerjaannya mudah dan dapat meningkatkan kualitas dari bahan yang disilase (Hassan dan Ishida, 1992).

Dari analisa kimia dinyatakan bahwa daun kelapa sawit tersusun dari 70% serat dan 22% karbohidarat yang dapat larut dalam bahan kering. Ini menunjukkan bahwa daun kelapa sawit dapat diawetkan sebagai silase dan telah diindikasikan bahwa kecernaan bahan kering akan bertambah 45% dari hasil silase daun kelapa sawit (Sinurat, 2003).

Hasil analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi Makanan Ternak menunjukkan bahwa pelepah daun kelapa sawit mengandung 6,50% protein kasar, 32,55% serat kasar, 4,47% lemak kasar, 93,4 bahan kering dan 56,00% TDN. Hasil analisis memperlihatkan bahwa kandungan protein kasar pelepah daun kelapa sawit cukup rendah yaitu sebesar 6,5 % dengan serat kasar yang cukup tinggi sebesar 32,55 % Kandungan serat kasar yang cukup tinggi akan mempengaruhi kecernaan bahan pakan pada ternak (Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian USU, 2000). Kandungan gizi pelepah daun sawit berdasarkan hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 1.


(21)

Tabel 1. Komposisi zat makanan pelepah daun kelapa sawit berdasarkan umur tanaman

Zat makanan Kandungan (%)

Bahan kering 26,70

Protein kasar 5,02

Lemak kasar 1,07

Serat kasar 50,94

BETN 39,82

TDN 45,00

GE (kkal/Kg) 56,00

Ca 0,96

P 0,08

Sumber : Balai Penelitian Bioteknolologi Tanaman Pangan (2000).

Fermentasi

Fermentasi adalah segala macam proses metabolis dengan bantuan dari enzim mikrobia (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu. Fermentasi merupakan proses biokimia yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan tersebut (Winarno, 1979).

Melalui proses fermentasi, nilai gizi limbah kulit buah kakao dapat ditingkatkan, sehingga layak untuk pakan penguat kambing maupun sapi, bahkan untuk ransum babi dan ayam. Manfaat fermentasi antara lain yaitu: meningkatkan kandungan protein, menurunkan kandungan serat kasar, menurunkan kandungan tanin (zat penghambat pencernaan).

Proses fermentasi tidak akan berlangsung tanpa adanya enzim katalis spesifik yang akan dapat dikeluarkan oleh mikroorganisme tertentu. Proses fermentasi mikroorganisme memperoleh sejumlah energi untuk pertumbuhannya dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat hara atau mineral bagi mikroorganisme seperti hidrat arang, protein, vitamin dan lain - lain.


(22)

Aspergillus niger

Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales

dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat, diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat dan pembuatan beberapa enzim seperti amilase, pektinase, amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35-37ºC (optimum), 6-8ºC (minimum), 45-47ºC (maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup (aerobik). Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga berwarna coklat (Suharto, 2003).

Arti Penting Ternak Sapi bagi Kehidupan

Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan penting artinya bagi kehidupan masyarakat. Seekor atau kelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama bahan makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit dan tulang (Sudarmono dan Bambang, 2008).

Memelihara sapi sangat menguntungkan, karena tidak saja menghasilkan daging dan susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai potensi tenaga kerja untuk lahan pertanian (Siregar, 1996).


(23)

Sudarmono dan Bambang (2008) menyatakan bahwa daging sangat besar gunanya bagi pemenuhan gizi berupa protein hewani. Sapi sebagai salah satu hewan pemakan rumput sangat berperan sebagai pengumpul bahan bergizi rendah yang diubah menjadi bahan bergizi tinggi, kemudian diteruskan kepada manusia dalam bentuk daging. Konsumsi protein hewani yang sangat rendah pada anak-anak prasekolah dapat menyebabkan anak-anak-anak-anak yang berbakat normal menjadi subnormal. Oleh karena itu, protein hewani sangat menunjang kecerdasan, disamping diperlukan untuk daya tahan tubuh.

Tingkat konsumsi hasil ternak bagi masyarakat Indonesia, dinilai masih jauh dibawah kecukupan gizi yang dianjurkan. Berdasarkan analisis dari Pola Pangan Harapan (PPH), tingkat konsumsi masyarakat Indonesia akan protein asal ternak baru mencapai 5,1g/kap/hr yang setara dengan konsumsi susu 7,5kg/kap/th, daging 7,7 kg/kap/th, dan telur 4,7 kg/kap/th (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2004). Tingkat konsumsi protein hasil ternak tersebut terhitung kecil dibanding jumlah konsumsi protein (total nabati dan hewani) yang dianjurkan sebesar 46,2 g/kap/hr. jadi untuk mencukupi kebutuhan akan protein hewani masyarakat peternak khususnya harus mengoptimalisasi dan meningkatkan produksi daging. (Tranggono, 2004).

Kulit, tanduk, tulang dan darah sapi dari hasil pemotongan merupakan sumber bahan baku industri yang menghasilkan nilai tambah cukup tinggi. Sebagai bahan industri kulit sapi bisa dihasilkan aneka model tas, sepatu, ikat pinggang dan jaket, jok mobil, jok pesawat dan lain sebagainya. Tanduk, yang pada beberapa dekade lalu hanya menjadi sampah, kini sudah ”disulap” menjadi aneka produk kerajinan, bahkan menjadi bahan baku pembuatan lem. Tulang dan


(24)

darah yang digunakan untuk pakan ternak. Beberapa waktu lalu, penggunaan tepung ini masih ditelorir di Australia, tetapi sejak Agustus 2001 penggunaannya sudah dilarang menyusul mewabahnya penyakit sapi gila di Inggris (Abidin dan Simanjuntak, 2006).

Usaha Ternak Sapi Bagi Masyarakat Indonesia

Indonesia merupakan negara agraris dimana mata pencaharian penduduknya sebahagiaan besar adalah disektor pertanian. Sektor ini menyediakan pangan bagi sebahagiaan besar pendududk Indonesia dan memberikan lapangan pekerjaan bagi semua angkatan kerja yang ada. Dengan menyempitnya lahan pertanian yang digarap oleh petani mendorong para petani untuk berusaha meningkatkan pendapatan melalui kegiatan lain yang bersifat komplementer. Salah satu kegiatan ini adalah kegiatan usaha ternak yang secara umum memiliki beberapa kelebihan seperti: sebagai sumber pendapatan untuk memenfaatkan limbah pertanian, sebagai penghasil daging dan susu, kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan kulitnya juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Dipedesaan ternak sapi cukup popular sebagai salah satu usaha baik itu usaha sampingan maupun usaha pokok para petani. Bahkan sapi dianggap sebagai tabungan keluarga, karena dapat dijual setiap saat, khususnya ditengah kebutuhan ekonomi yang mendesak (Mosher, 1987)

Pembangunan peternakan ditujukan untuk meningkatkan produksi hasil ternak sekaligus meningkatakan pendapatan peternak, menciptakan lapangan pekerjaan serta meningkatkan populasi dan mutu genetik ternak (Tohir, 1991).

Dalam undang-undang no 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan, pemerintah dan pemerintah daerah mengupayakan agar


(25)

sebanyak mungkin warga masyarakat menyelenggarakan budidaya ternak agar populasi ternak dapat ditingkatkan.

Memelihara ternak sapi sangat menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan daging atau susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai potensi tenaga kerja. Sebagai penghasil daging, persentase karkas (bagian yang dapat dimakan) cukup tinggi, yaitu 45-55%. (Siregar, 1996).

Karakteristik Sapi Bali

Bangsa sapi bali memiliki klasifikasi taksonomi menurut (Williamson and

Payne, 1993) sebagai berikut : Phylum : Chordata, Sub-phylum : Vertebrata, Class : Mamalia, Ordo : Artiodactyla, Sub-ordo : Ruminantia, Family : Bovidae, Genus : Bos, Species : Bos sondaicus.

Industri peternakan sapi potong sebagai suatu kegiatan agribisnis mempunyai cakupan yang sangat luas. Rantai kegiatan tidak terbatas pada kegiatan produksi di hulu tetapi juga sampai kegiatan bisnis di hilir dan semua kegiatan bisnis pendukungnya. Kita memimpikan mempunyai suatu industri peternakan sapi potong yang tangguh dalam arti sebagai suatu industri peternakan yang mempunyai daya saing yang tinggi dan mampu secara mandiri terus tumbuh berkembang di era persaingan dalam ekonomi pasar global (Boediyana, 2008).

Tiga bangsa sapi lokal yang berpotensi dikembangkan di Indonesia adalah sapi Ongole (Sumba Ongole dan Peranakan Ongole), sapi Bali, dan sapi Madura. Bangsa sapi tersebut telah beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan dan cekaman di wilayah Indonesia. Dari ketiga bangsa sapi lokal tersebut, sapi Bali paling tahan terhadap cekaman panas, di samping memiliki tingkat kesuburan yang baik, kemampuan libido pejantan lebih unggul, persentase karkas tinggi (56


(26)

persen), dan kualitas daging baik. Dengan tata laksana pemeliharaan yang baik, sapi potong dapat tumbuh-kembang dengan laju kenaikan bobot hidup harian 750 g, sementara pada kondisi pedesaan kecepatan pertumbuhan hanya mencapai rata-rata 250 g/ekor/hari (Bamualim dan Wirdahayati 2003).

Plasma nutfah satu-satunya di dunia ini, mempunyai banyak keunggulan. Sapi Bali mempunyai daya adaptasi baik terhadap berbagai kondisi lingkungan baik kering maupun hujan. Bisa hidup liar dengan mencari makanan sendiri, di areal pembuangan sampah sekalipun. Sapi Bali dikenal sangat responsif terhadap perlakuan baik serta memiliki tingkat kesuburan reproduksi tinggi yaitu antara 80-82 persen. Sapi induk (betina) mampu melahirkan setahun sekali. Selain itu, kualitas dagingnya sangat baik dengan persentase karkas (daging dan tulang dalam, tanpa kepala, kaki dan jeroan) mencapai 60 persen (Suryana, 2007).

Sejak lama sapi Bali sudah menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, dan mendominasi spesies sapi di Indonesia Timur. Peternak menyukai sapi Bali mengingat beberapa keunggulan karakteristiknya antara lain : mempunyai fertilitas tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik, cepat beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan baru, cepat berkembang biak, bereaksi positif terhadp perlakuan pemberian pakan, kandungan lemak karkas rendah, keempukan daging tidak kalah dengan daging impor. Fertilitas sapi Bali berkisar 83 - 86 persen, lebih tinggi dibandingkan sapi Eropa yang 60 persen. Karakteristik reproduktif antara lain : periode kehamilan 280-294 hari, rata-rata persentase kebuntingan 86,56 persen, tingkat kematian kelahiran anak sapi hanya 3,65 persen, persentase kelahiran 83,4 persen, dan interval penyapihan antara 15,48-16,28 bulan (Wahyuni, 2000).


(27)

Pakan Ternak Sapi

Pakan sapi pada dasarnya merupakan sumber pembangun tubuh. Untuk memproduksi protein tubuh, sumbernya adalah protein pakan, sedangkan energi yang diperlukan bersumber dari pakan yang di konsumsi, sehingga pakan merupakan kebutuhan utama dalam pertumbuhan ternak. Pertumbuhan ternak sangat tergantung dari imbangan protein energi yang bersumber dari pakan yang dikonsumsi (Yassin dan Dilaga, 1993).

Pakan yang diberikan jangan sekedar dimaksukkan untuk mengatasi lapar atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk kebutuhan hidup, membentuk sel - sel baru, mengganti sel-sel yang rusak dan untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1996). Pakan adalah semua bahan yang biasa diberikan dan bermanfaaat bagi ternak serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap tubuh ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat - zat yang diperlukan oleh tubuh ternak seperti air, karbohidrat, lemak, protein dan mineral (Parakkasi, 1995).

Limbah sendiri memang menjadi masalah yang sangat serius. Berbagai penanganan telah dilakukan tetapi tetap saja menjadi masalah. Bila ternak dapat memanfaatkan limbah - limbah tersebut sebagai bahan pakan ternak tentunya sangat membantu pemecahan masalah. Berbagai jenis limbah memiliki potensi besar sebagian besar sebagai bahan pakan ternak. Diantaranya adalah sampah -sampah sisa rumah tangga, restoran, hotel, limbah pertanian, limbah peternakan, limbah industri makanan dan limbah perikanan (Widayati dan Widalestari, 1996).

Teknologi pengolahan limbah pertanian dan limbah agroindustri menjadi pakan lengkap dengan metode processing yang terdiri dari : Perlakuan


(28)

pencacahan (chopper) untuk merubah ukuran partikel dan tekstur bahan agar konsumsi ternak lebih efisien, perlakuan pengeringan (drying) dengan panas matahari atau dengan alat pengeringan untuk menurunkan kadar air bahan, proses pencampuran (mixing) dengan menggunakan alat pencampuran (mixer) dan perlakuan penggilingan dengan alat giling hammer mill dan terakhir proses pengemasan (Wahyono dan Hardianto, 2004).

Protein pakan tertentu akan dimanfaatkan secara tidak langsung oleh ternak melalui pertumbuhan mikroba rumen yang lebih dahulu memanfaatkan. Setelah sampai di intestinal, protein akan dicerna dan diserap. Sebaiknya mikrobia itu tidak langsung memanfaatkan protein pakan kualitas tinggi bernilai biologi tinggi dan keceranaan protein tinggi, karena tidak ekonomis dan menjadi rendah. Sebaiknya, pakan yang memiliki nilai biologi protein tinggi bisa diserap langsung di usus kecil (konsep protein by pass).


(29)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dusun 1 (Sembat) Nagori Marihat Baris Kecamatan Dolok Marlawan Kabupaten Simalungun.Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yang dimulai pada bulan Februari 2013 sampai Mai 2013.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 ekor sapi bali jantan lepas sapih, pakan yang terdiri atas: pelepah daun kelapa sawit fermentasi, bungkil inti sawit, lumpur sawit, dedak padi, onggok, molasses,urea, garam dan ultra mineral, obat-obatan dan air minum.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individual sebanyak 12 unit beserta perlengkapannya, tempat pakan dan minum, timbangan untuk menimbang berat badan sapi selama penelitian, timbangan dengan kapasitas 10 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang konsentrat, kandang jepit yang digunakan pada saat penimbangan bobot badan sapi dilaksanakan, alat kebersihan (ember, sapu, pisau, sabit, tempat sampah), lampu sebagai alat penerangan, kalkulator sebagai alat untuk mempermudah perhitungan, dan alat tulis sebagai alat pencatat data selama penelitian.


(30)

Metode Penelitian

Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 4 kelompok. Perlakuan yang akan diteliti sebagai berikut :

P0 = Pakan dengan 25% Pelepah Daun Kelapa Sawit (Rp. 1.108,- /kg)

P1 = Pakan dengan 20% Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi (Rp. 1.091,- /kg) P2 = Pakan dengan 30% Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi (Rp. 926,- /kg) Model linier yang digunakan untuk rancangan acak kelompok (RAK) adalah :

Yij = µ + Ti + Bj + ∑ij

Dimana : Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum

Ti = Pengaruh perlakuan ke- i Bj = Pengaruh blok ke- j ∑ij

Kelompok 1

=iPengaruh galat dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j (Hanafiah, 2003).

Susunan kelompok sapi berdasarkan bobot badan :

Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4

P1R1 P1R2 P2R3 P0R4

P2R1 P0R2 P0R3 P2R4

P0R1 P2R2 P1R3 P1R4

Ket : R1 = 102,33 kg ± 9,29 Ket : R2 = 121,00 kg ± 6,56 Ket : R3 = 140,64 kg ± 5,03 Ket : R4 = 162,67 kg ± 7,51


(31)

Parameter Penelitian Analisis Usaha Total Biaya Produksi

Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, diperoleh dengan cara menghitung : biaya pembelian bibit, sewa kandang dan peralatan, biaya pakan, biaya obat-obatan dan biaya/upah tenaga kerja.

Total Hasil Produksi

Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi diperoleh dengan cara menghitung :

- harga jual sapi

- harga jual kotoran sapi

Analisis Laba-Rugi

Analisis ekonomi atau Laba-Rugi dilakukan untuk mengetahui apakah usaha tersebut rugi atau menguntungkan dengan cara menghitung selisih antara total hasil produksi dengan total biaya produksi.

Return Cost Ratio (R/C Ratio)

R/C Ratio dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha yaitu dengan cara membagikan total pendapatan dengan total biaya produksi.

Income Over Feed Cost (IOFC)

IOFC didapat dengan cara pendapatan usaha peternakan yang didapat dari berat badan ternak (bobot potong-bobot awal) di kali harga ternak/kg dikurangi dengan biaya pakan (total konsumsi pakan x harga pakan/kg).


(32)

Pelaksanaan penelitian

1. Persiapan kandang

Kandang dan semua peralatan yang digunakan seperti tempat pakan dan minum dibersihkan dan didesinfektan.

2. Pemberian pakan dan air minum

Pakan perlakuan diberikan secara ad libitum. Sisa pakan yang diberikan ditimbang keesokan harinya untuk mengetahui konsumsi pakan ternak tersebut. Sebelum dilakukan penelitian diberikan waktu untuk beradaptasi dengan pakan perlakuan secara terjadwal selama 2 minggu. Pemberian air minum juga dilakukan secara ad libitum. Air diganti setiap hari dan tempatnya dicuci dengan air bersih.

3. Pemberian obat - obatan

Ternak sapi pertama masuk kandang diberikan obat cacing Wormzol – B® dan vitamin B-kompleks sebanyak 5 - 10 ml/ekor selama masa adaptasi 3 minggu, sedangkan obat lain diberikan sesuai kondisi ternak.

4. Periode pengambilan data

Konsumsi pakan dihitung setiap hari, sedangkan penimbangan bobot badan sapi dengan timbangan digital dilakukan dalam selang waktu 7 hari sekali. 5. Pengambilan data dan analisis data

Langkah-langkah pengambilan data dan analisa data:

1. Dilakukan pengukuran rata-rata bobot badan awal sapi pada setiap level perlakuan pakan.


(33)

2. Dilakukan survey harga pakan yaitu diarea pasar, poultry shop, pabrik pakan ternak dan tempat-tempat lain yang menyangkut harga pakan dan harga peralatan-peralatan yang digunakan.

3. Dilakukan pengukuran akhir yaitu data dari hasil variable penelitian yang terdiri dari bobot badan awal sapi dan bobot akhir sapi dan rata-rata konsumsi pakan sapi pada setiap level perlakuan pakan.

4. Dilakukan analisis ekonomi pada data awal dan akhir untuk mengetahui nilai ekonomis dari keseluruhan usaha ternak sapi. Analisis ekonomi yang dilihat adalah analisis laba rugi, analisis B/C ratio, dan analisis IOFC.


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Usaha Total Biaya Produksi

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan sesuatu produk. Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, diperoleh dengan cara menghitung: biaya pembelian sapi, biaya pakan, biaya sewa kandang, biaya obat-obatan dan biaya tenaga kerja.

Biaya Bibit

Biaya bibit yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit sapi sebanyak 12 ekor. Harga diperoleh dari hasil perkalian antara bobot badan awal dengan harga bobot hidup perkilogramnya. Harga bobot hidup perkilogram yang digunakan adalah Rp. 23.500,- sehingga diperoleh biaya bibit seperti tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Harga bibit sapi/perlakuan (Rp)

Perlakuan Kelompok Total Rataan

R1 R2 R3 R4

P0 2162000 2702500 3196000 3642500 11703000 2925750 P1 2467500 2820000 3290000 3830500 12408000 3102000 P2 2585000 3008000 3431000 3995000 13019000 3254750

37130000

Biaya pembelian bibit sapi tertinggi terdapat pada perlakuan P2R4 (30% pelepah kelapa sawit fermentasi) yaitu sebesar Rp. 3.995.000,- dan yang terendah pada perlakuan P0R1 (25% pelepah kelapa sawit) sebesar Rp. 2.162.000.-.


(35)

Perbedaan harga sesuai dengan bobot badan sapi, sehingga biaya terendah pada kelompok R1 dan yang tertinggi pada R4. Total pembelian bibit sapi sebesar Rp. 37.130.000,-.

Biaya Pakan

Biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan yang diperoleh dari perkalian antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan harga pakan perkilogramnya sehingga diperoleh biaya pakan yang dikonsumsi selama penelitian seperti yang tertera pada Tabel 3. Biaya pakan perlakuan P0 (25% pelepah kelapa sawit segar) sebesar Rp. 1.108,-/kg, P1 (20% pelepah kelapa sawit fermentasi) sebesar Rp.1.091,-/kg dan P2 (30% pelepah kelapa sawit fermentasi) Rp. 926,-/kg.

Tabel 3. Biaya pakan selama penelitian/perlakuan (Rp)

Perlakuan Kelompok Total Rataan

R1 R2 R3 R4

P0 640424 665576 674107 686184 2666291 666572,8 P1 698022 696276 722897 695622 2812817 703204,3 P2 591245 587109 585954 583838 2348146 587036,5

7827254

Tabel 3 menunjukkan bahwa biaya pakan tertinggi terdapat pada perlakuan P1R3 (20% pelepah kelapa sawit fermentasi) yaitu Rp. 722.897,- dan biaya terendah pada perlakuan P2R4 (30% pelepah kelapa sawit fermentasi) sebesar Rp. 583.838,-. Total biaya pakan selama periode penelitian sebesar Rp. 7.827.254,-. Dalam satu periode penelitian total biaya pakan terendah terdapat pada perlakuan P2 (30% pelepah kelapa sawit fermentasi) sebesar Rp. 2.348.146,-. Pakan P2 merupakan pakan dengan biaya terendah (Rp2.348.146,-. 926,-/kg) sehingga total biayanya juga yang paling rendah.


(36)

Biaya/Upah tenaga kerja

Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara sapi selama penelitian. Berdasarkan UMRP SUMUT 2012 (Upah Minimum Regional Propinsi Sumatera) sebesar Rp. 1.200.000/bulan. Biaya tenaga kerja selama periode penelitian tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Biaya tenaga kerja/perlakuan (Rp.)

Perlakuan Kelompok Total Rataan

R1 R2 R3 R4

P0 100000 100000 100000 100000 400000 100000 P1 100000 100000 100000 100000 400000 100000 P2 100000 100000 100000 100000 400000 100000

1200000

Pada Tabel 4 dapat dilihat upah tenaga kerja adalah Rp.100.000,-/ekor sapi yang dipelihara sehingga total biaya tenaga kerja selama periode penelitian sebesar Rp.1.200.000,- Diasumsikan 1 orang tenaga kerja dapat menangani 20 ekor sapi menurut Manurung (2008).

Biaya Sewa Kandang

Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan kandang diperhitungkan berdasarkan nilai sewa kandang sehingga diperoleh sewa kandang selama penelitian. Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan kandang selama penelitian sebesar Rp.2.460.000,- yaitu biaya sewa kandang sebesar Rp.2.000.000,- (terdiri dari biaya sewa kandang permanen, penggunaan air dan listrik) dan biaya perlengkapan kandang selama penelitian sebesar Rp.460.000,-. Biaya yang dikeluarkan untuk 12 ekor sapi dengan masa pemeliharaan selama 3 bulan tertera pada Tabel 5.


(37)

Tabel 5. Biaya sewa kandang selama penelitian (Rp)

Perlakuan Kelompok Total Rataan

R1 R2 R3 R4

P0 205000 205000 205000 205000 820000 205000 P1 205000 205000 205000 205000 820000 205000 P2 205000 205000 205000 205000 820000 205000

2460000

Biaya Obat-obatan

Selama penelitian, obat-obatan yang digunakan adalah vitamin B-kompleks® dan obat cacing wormzolk-B® dengan biaya seperti yang tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Harga Obat-obatan yang digunakan selama penelitian (Rp)

Perlakuan Kelompok Total Rataan

K1 K2 K3 K4

P0 15000 15000 15000 15000 60000 15000 P1 15000 15000 15000 15000 60000 15000 P2 15000 15000 15000 15000 60000 15000

180000

Total Hasil Produksi

Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan pemeliharaan sapi ini yang diperoleh dengan cara menhitung harga jual sapi beserta feses.

Penjualan Sapi

Penjualan sapi yaitu hasil perkalian antara bobot badan akhir dengan harga bobot hidup perkilogramnya. Harga bobot hidup perkilogram yang digunakan sebesar Rp. 33.000,- (survey harga pasar) sehingga diperoleh hasil penjualan sapi selama penelitian tertera pada Tabel 7.


(38)

Tabel 7. Harga jual sapi/ perlakuan (Rp)

Perlakuan Kelompok Total Rataan

R1 R2 R3 R4

P0 4356000 4950000 5874000 6369000 21549000 5387250 P1 5247000 5775000 6765000 6831000 24618000 6154500 P2 4917000 5874000 6336000 7029000 24156000 6039000

70323000

Biaya penjualan sapi tertinggi terdapat pada perlakuan P2R4 (30% pelepah kelapa sawit fermentasi) yaitu sebesar Rp. 7.029.000,- dan yang terendah pada perlakuan P0R1 (25% pelepah kelapa sawit) sebesar Rp. 4.356.000,-. Perbedaan harga sesuai dengan bobot badan sapi, sehingga biaya terendah pada kelompok R1 dan yang tertinggi pada R4. Total pendapatan yang berasal dari penjualan sapi Rp. 70.323.000,- dan rataan harga jual sapi tertinggi adalah pada perlakuan P1 (20% pelepah kelapa sawit fermentasi) yaitu sebesar Rp. 24.618.000,-.

Penjualan Kotoran Sapi

Yaitu hasil perkalian antara jumlah feses (basah) dengan harga perkilogramnya, harga kotoran basah perkilogram yang digunakan sesuai dengan harga jual di daerah lokasi penelitian yaitu sebesar Rp. 100,-/kg sehingga diperoleh hasil penjualan kotoran sapi seperti yang tertera pada Tabel 8.

Tabel 8. Harga penjualan kotoran sapi/ perlakuan (Rp)

Perlakuan Kelompok Total Rataan

R1 R2 R3 R4

P0 98000 87000 93000 103000 381000 95250 P1 112000 118000 109000 128000 467000 116750 P2 136000 134000 130000 127000 527000 131750

1375000

Harga penjualan kotoran sapi yang tertera pada Tabel 8 merupakan perkalian jumlah kotoran sapi per periode penelitan dikali dengan harga jual


(39)

kotoran basah per kilogram. Total pendapatan yang berasal dari penjualan kotoran sapi yaitu sebesar Rp. 1.375.000,- .

Analisis Keuntungan (Laba/Rugi)

Keuntungan (laba) dan rugi suatu usaha diketahui setelah total biaya produksi dikurangi dengan total hasil produksi. Sehingga diperoleh keuntungan (laba) seperti yang tertera pada Tabel 9.

Tabel 9. Analisis keuntungan (Rp)

Perlakuan Kelompok Total Rataan

R1 R2 R3 R4

P0 1331576 1348924 1776893 1823316 6280709 1570177 P1 1873478 2056724 2541103 2112878 8584183 2146046 P2 1556755 2092891 2129046 2257162 8035854 2008964

22900746

Data pada Tabel 9 diperoleh setelah menghitung total hasil produksi (penjualan sapi dan kotoran sapi) dikurangi dengan total biaya produksi (biaya bibit, biaya pakan, upah tenaga kerja, biaya sewa kandang dan biaya obat-obatan). Keuntungan tertinggi terdapat pada perlakuan P2R1 (perlakuan 30% pelepah kelapa sawit fermentasi) sebesar Rp.2.326.091,-. Angka tersebut bisa didapatkan karena biaya pakan sapi perlakuan P2 (perlakuan 30% pelepah kelapa sawit fermentasi) merupakan biaya pakan terendah dibandingkan dengan 2 perlakuan lainnya dan tingkat konsumsi sapinya tidak lebih tinggi dibandingkan perlakuan P1 (20% pelepah sawit fermentasi) dan P0 (25% pelepah kelapa sawit segar). Total keuntungan yang diperoleh selama penelitian sebesar Rp.19.026.936,- sedangkan rataan keuntungan tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (20% pelepah kelapa sawit fermentasi) yaitu sebesar Rp. 8.584.183,-.


(40)

Analisis Return/Cost Ratio (R/C Ratio)

Analisis R/C Ratio digunakan dalam suatu usaha untuk mengetahui layak atau tidaknya usaha tersebut untuk ke periode berikutnya atau sebaliknya usaha tersebut dihentikan saja karena kurang layak. Nilai R/C ratio dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Analisis Benefit/Cost Ratio (R/C Ratio)

Perlakuan Kelompok Total Rataan

R1 R2 R3 R4

P0 1,43 1,37 1,42 1,39 5,61 1,40

P1 1,54 1,54 1,59 1,44 6,10 1,52

P2 1,45 1,53 1,49 1,46 5,93 1,48

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat nilai R/C Ratio yang diperoleh lebih besar dari 1 yang berarti pemeliharaan sapi bali dengan menggunakan pelepah kelapa sawit fermentasi layak untuk diterapkan pada periode pemeliharaan ternak sapi berikutnya. Semua perlakuan yang dipakai layak untuk diterapkan dan efisien untuk digunakan pada periode selanjutnya. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan P1R3 (perlakuan 20% pelepah kelapa sawit fermentasi) sebesar 1,59 dan nilai terendah terdapat pada perlakuan P0R2 (perlakuan 25% pelepah kelapa sawit segar) sebesar 1,37. Walaupun perlakuan P0 (perlakuan 25% pelepah kelapa sawit segar) merupakan yang terendah namun nilainya tetap dalam kategori layak untuk diterapkan pada periode pemeliharaan ternak sapi berikutnya.

Menurut Kadariah (1987) yang menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya total pemasukan dibagi dengan besarnya total korbanan (pengeluaran), dimana bila: >1 berarti efisien/layak, =1 berati impas dan <1 berarti tidak efisien/tidak layak.


(41)

IOFC ( Income Over Feed Cost )

IOFC diperoleh dari hasil selisih penjualan sapi dengan biaya pakan yang digunakan selama penelitian. IOFC tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. IOFC ( Income Over Feed Cost ) (Rp)

Perlakuan Kelompok Total Rataan

R1 R2 R3 R4

P0 1553576 1581924 2003893 2040316 7179709 1794927 P1 2081478 2258724 2752103 2304878 9397183 2349296 P2 1740755 2278891 2319046 2450162 8788854 2197214 Pada Tabel 11 diatas dapat dilihat IOFC dari masing-masing perlakuan dan ternak per ekornya. Rataan IOFC tertinggi terdapat padaa perlakuan P1 (perlakuan 20% pelepah kelapa sawit fermentasi) yaitu sebesar Rp. 9.397.183,- dan IOFC terendah pada perlakuan P0 (perlakuan 25% pelepah kelapa sawit segar) sebesar Rp. 7.179.709,-. Pada perlakuan P3 (perlakuan 30% pelepah kelapa sawit fermentasi) IOFC sebesar Rp. 8.788.854,-. Hal tersebut dapat diartikan bahwa penggunaan pelepah kelapa sawit fermentasi sebagai pakan sapi bali lebih menguntungkan dibandingkan dengan penggunaaan pelepah kelapa sawit segar sebagai pakan sapi bali karena pakan dengan pelepah keapa sawit fermentasi memiliki haga yang relaif lebih murah dengan tingkat konsumsi pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan pelepah kelapa sawit segar sehngga lebih ekonomis untuk berproduksi dan diterapkan pada peternak.


(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelepah daun kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan keuntungan peternak.

Saran

Pemeliharaan sapi potong dengan pakan pelepah kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger dapat digunakan sampai level 30% dalam ransum.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, A. dan Simanjuntak, D., 2006. Ternak Sapi Potong. Direktorat Jendral Peternakan, Jakarta.

Balai Penelitian Bioteknolologi Tanaman Pangan. 2000. Bogor.

Balai Penelitian Ternak, 2003. Perkebunan Kelapa Sawit dapat Menjadi Basis Pengembangan Sapi Potong. Bogor.

Bamualim, A. and R.B. Wirdahayati. 2003. Nutrition and management strategies

to improve Bali cattle in eastern Indonesia. In K. Entwistle and D.R.

Lindsay (Eds.). Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. ACIAR Proc. No.110: 17-22.

Budiono, 1990. Ekonomi Mikro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 1. Edisi kedua, Cetakan ke II. BPFE, Yogyakarta.

Cahyono, B., 2002. Wortel Teknik Budidaya Analisa Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta.

Chamdi, A.N. 2004. Keragaan sosial ekonomi pangan hewani nasional. J. Pengembangan Peternakan Tropis, Special Edition November 2004, p: 225-233.

Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2004. Pokok-pokok pemikiran tentang pembangunan peternakan 2005-2009. Departemen Pertanian RI, Jakarta. Dirjen Peternakan, 2010. Sensus populasi ternak sapi dan kerbau. Departemen

Pertanian RI, Jakarta.

Elisabeth, J., dan S. P. Ginting. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri KelapaSawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Prosiding Lokakarya Nasional : SistemIntegrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu 9-10 September 2003. P. 110-119.

Gunawan, Dicky Pamungkas, dan Lukman Affandhy, 1998. Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.

Hanafiah, K. A. 2003. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT. Raja rafindo Hassan, O.A. and M. Ishida. 1992. Status of utilization of selected fibrous crop

residues and animal performance with special emphasis on processing of oil palm frond (OPF) for ruminant feed in Malaysia. Malaysia.


(44)

Jalaludin, S., Y.W. Ho, N. Abdullah, and H.Kudo. 1991. Strategies for animal improvement in Southeast Asia. In Utilization of Feed Resources in Re-lation to Utilization and Physiology of Ruminants in the Tropics. Trop.Agric. Res. Series 25: 67-76.

Kadariah, 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Kadarsan, H., 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. Cetakan kedua. PT. Gramedia, Jakarta.

Kasmir dan Jakfar, 2003. Study Kelayakan Bisnis. Kencana, Bogor.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2000.Departemen Peternakan FP USU,Medan.

Lipsey, R., P. Courant, D. Purvis dan P. Steiner, 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid I. Binarupa Aksara, Jakarta.

Mosher, A. T. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian, Yasaguna, Jakarta.

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Makanan Ternak dan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia-Press, Jakarta. Persada, Jakarta.

Prawirokusumo, S., 1990. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta. Rasyaf. M, 1995. memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta

Sinurat, A. P. 2003. Pemanfaatan Lumpur Sawit untuk Bahan Pakan Unggas. Wartazoa 13

Siregar, Djarijah, A. 1996. Usaha Ternak Sapi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Soekartawi, J., L. Dillon, J. B. Hardaker dan A. Soeharjo, 1986. Ilmu Usaha Tani

dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas indonesia-Press, Jakarta.

Sudarmono, A.S dan Y. S. Bambang.. 2008. Sapi Potong Pemeliharaan, Perbaikan Produksi, Prospek Bisnis, Analisis Penggemukan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suharto. 2003. Pengalaman pengembangan usaha system integrasi sapi-kelapa sawit di Riau. Prosiding Lokakarya Nasional: Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu 9-10September 2003. P. 57-63.


(45)

Suryana. 2007. Pengembangan integrasi ternak ruminansia pada perkebunan kelapa sawit. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Tohir, K.A. 1991. Seuntai Pengetahuan Usahatani Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta.

Tranggono. 2004. Produk hewani dalam perspektif ilmu dan teknologi pangan. Makalah Seminar Nasional Pangan Hewani, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, 23 September 2004, Semarang.

Umiyasih, U., Aryogi dan Y.N. Anggraeny, 2002. Pengaruh jenis suplementasi terhadapkinerja sapi PO yang mendapatkan pakan basal jerami padi fermentasi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian, Bogor. Hal: 139-142.

Utomo, R., 1991. Pengaruh Tingkat Penggunaan Urea Dalam Pakan Terhadap Kenaikan Bobot Badan, Kadar Amonia dan Urea Darah Domba, Buletin Peternakan UGM, Tahun XV No. 2, Yogyakarta.

Wahyono, D. E dan R. Hardianto, 2004. Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong. Jurnal Lokakarya Sapi potong. Grati, Pasuruan.

Wahyuni, D., 2000. Sapi Bali di Ambang Kepunahan. Bisnis Indonesia.

Wan Zahari, M., O. Abu Hassan, H.K. Wong and J.B. Liang. 2003. Utilization oil palm frond based on diet for beef cattle production in Malaysia. Asian-Aust.

Whiteman, P.C. 1980. Tropical Pasture Science. Oxford University Press, Oxford. Widayati, E. dan Y. Widalestari,. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus

Agrisorana, Surabaya.

Williamson and Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. UGM-Press. Yogyakarta.

Winarno, F. S. 1979, Enzim Pangan. PT, Gramedia, Jakarta

Yassin, S. dan Dilaga. 1993. Peternakan Sapi Bali dan Permasalahan. Bumi Aksara, Jakarta.


(46)

LAMPIRAN

Tabel. Komposisi Ransum selama penelitian

No Bahan Penggunaan (%)

P0 P1 P2

1 Bungkil Inti Sawit 32,02 31 30

2 Pelepah Sawit 25 20 30

3 Lumpur Sawit 15 20 20,8

4 Dedak 20 20,8 11

5 Mollases 2 5 5

6 Mineral 1,26 1 1

7 Garam 1,26 1 1

8 Urea 3,46 1,2 1,2

Total 100 100 100

Nutrisi (%)

Protein Kasar (PK) 16,01 16,24 16,01

Serat Kasar (SK) 20,14 1634, 18,26

Lemak Kasar (LK) 4.82 6,2 5,9


(47)

Pembuatan Ransum Komplit (Complete Feed).

Proses pembuatan dimulai dengan pengolahan limbah berupa pelepah daun kelapa sawit sebagai bahan pakan. Pelepah dan daun kelapa sawit dirajang menggunakan alat penghancur (choper). Selanjutnya dilakukan penjemuran sampai kering dengan kadar air 20% selama 1 minggu dan dilanjutkan dengan proses fermentasi. Kultur Aspergillus niger disiapkan dengan menggunakan media PDA pada cawan petri yang diinkubasikan selam 72 jam. Pemanenan kultur dilakukan dengan cara melarutkannya dalam aquades steril dan dihomogenkan dengan menggunakan blender.

Gambaran diagram alur proses pembuatan ransum komplit disajikan pada gambar berikut :

Pelepah Daun Kelapa Sawit

Penghancuran (choper)

Pengeringan (1 minggu)

Fermentasi (7 hari; 28oC)

Pengeringan (drying)

Penggilingan (Grinding)

Pencampuran (mixing)

Gambar 1. Diagram alur proses pembuatan ransum komplit. Perbanyakan

kultur A. niger (Media PDA)

Penambahan bahan pakan


(1)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelepah daun kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan keuntungan peternak.

Saran

Pemeliharaan sapi potong dengan pakan pelepah kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger dapat digunakan sampai level 30% dalam ransum.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, A. dan Simanjuntak, D., 2006. Ternak Sapi Potong. Direktorat Jendral Peternakan, Jakarta.

Balai Penelitian Bioteknolologi Tanaman Pangan. 2000. Bogor.

Balai Penelitian Ternak, 2003. Perkebunan Kelapa Sawit dapat Menjadi Basis Pengembangan Sapi Potong. Bogor.

Bamualim, A. and R.B. Wirdahayati. 2003. Nutrition and management strategies to improve Bali cattle in eastern Indonesia. In K. Entwistle and D.R. Lindsay (Eds.). Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. ACIAR Proc. No.110: 17-22.

Budiono, 1990. Ekonomi Mikro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 1. Edisi kedua, Cetakan ke II. BPFE, Yogyakarta.

Cahyono, B., 2002. Wortel Teknik Budidaya Analisa Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta.

Chamdi, A.N. 2004. Keragaan sosial ekonomi pangan hewani nasional. J. Pengembangan Peternakan Tropis, Special Edition November 2004, p: 225-233.

Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2004. Pokok-pokok pemikiran tentang pembangunan peternakan 2005-2009. Departemen Pertanian RI, Jakarta. Dirjen Peternakan, 2010. Sensus populasi ternak sapi dan kerbau. Departemen

Pertanian RI, Jakarta.

Elisabeth, J., dan S. P. Ginting. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri KelapaSawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Prosiding Lokakarya Nasional : Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu 9-10 September 2003. P. 110-119.

Gunawan, Dicky Pamungkas, dan Lukman Affandhy, 1998. Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.

Hanafiah, K. A. 2003. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT. Raja rafindo

Hassan, O.A. and M. Ishida. 1992. Status of utilization of selected fibrous crop residues and animal performance with special emphasis on processing of oil palm frond (OPF) for ruminant feed in Malaysia. Malaysia.


(3)

Jalaludin, S., Y.W. Ho, N. Abdullah, and H.Kudo. 1991. Strategies for animal improvement in Southeast Asia. In Utilization of Feed Resources in Re-lation to Utilization and Physiology of Ruminants in the Tropics. Trop.Agric. Res. Series 25: 67-76.

Kadariah, 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Kadarsan, H., 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. Cetakan kedua. PT. Gramedia, Jakarta.

Kasmir dan Jakfar, 2003. Study Kelayakan Bisnis. Kencana, Bogor.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2000.Departemen Peternakan FP USU,Medan.

Lipsey, R., P. Courant, D. Purvis dan P. Steiner, 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid I. Binarupa Aksara, Jakarta.

Mosher, A. T. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian, Yasaguna, Jakarta.

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Makanan Ternak dan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia-Press, Jakarta. Persada, Jakarta.

Prawirokusumo, S., 1990. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta. Rasyaf. M, 1995. memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta

Sinurat, A. P. 2003. Pemanfaatan Lumpur Sawit untuk Bahan Pakan Unggas. Wartazoa 13

Siregar, Djarijah, A. 1996. Usaha Ternak Sapi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Soekartawi, J., L. Dillon, J. B. Hardaker dan A. Soeharjo, 1986. Ilmu Usaha Tani

dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas indonesia-Press, Jakarta.

Sudarmono, A.S dan Y. S. Bambang.. 2008. Sapi Potong Pemeliharaan, Perbaikan Produksi, Prospek Bisnis, Analisis Penggemukan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suharto. 2003. Pengalaman pengembangan usaha system integrasi sapi-kelapa sawit di Riau. Prosiding Lokakarya Nasional: Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu 9-10September 2003. P. 57-63.


(4)

Suryana. 2007. Pengembangan integrasi ternak ruminansia pada perkebunan kelapa sawit. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Tohir, K.A. 1991. Seuntai Pengetahuan Usahatani Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta.

Tranggono. 2004. Produk hewani dalam perspektif ilmu dan teknologi pangan. Makalah Seminar Nasional Pangan Hewani, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, 23 September 2004, Semarang.

Umiyasih, U., Aryogi dan Y.N. Anggraeny, 2002. Pengaruh jenis suplementasi terhadapkinerja sapi PO yang mendapatkan pakan basal jerami padi fermentasi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian, Bogor. Hal: 139-142.

Utomo, R., 1991. Pengaruh Tingkat Penggunaan Urea Dalam Pakan Terhadap Kenaikan Bobot Badan, Kadar Amonia dan Urea Darah Domba, Buletin Peternakan UGM, Tahun XV No. 2, Yogyakarta.

Wahyono, D. E dan R. Hardianto, 2004. Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong. Jurnal Lokakarya Sapi potong. Grati, Pasuruan.

Wahyuni, D., 2000. Sapi Bali di Ambang Kepunahan. Bisnis Indonesia.

Wan Zahari, M., O. Abu Hassan, H.K. Wong and J.B. Liang. 2003. Utilization oil palm frond based on diet for beef cattle production in Malaysia. Asian-Aust.

Whiteman, P.C. 1980. Tropical Pasture Science. Oxford University Press, Oxford.

Widayati, E. dan Y. Widalestari,. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisorana, Surabaya.

Williamson and Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. UGM-Press. Yogyakarta.

Winarno, F. S. 1979, Enzim Pangan. PT, Gramedia, Jakarta

Yassin, S. dan Dilaga. 1993. Peternakan Sapi Bali dan Permasalahan. Bumi Aksara, Jakarta.


(5)

LAMPIRAN

Tabel. Komposisi Ransum selama penelitian

No Bahan Penggunaan (%)

P0 P1 P2

1 Bungkil Inti Sawit 32,02 31 30

2 Pelepah Sawit 25 20 30

3 Lumpur Sawit 15 20 20,8

4 Dedak 20 20,8 11

5 Mollases 2 5 5

6 Mineral 1,26 1 1

7 Garam 1,26 1 1

8 Urea 3,46 1,2 1,2

Total 100 100 100

Nutrisi (%)

Protein Kasar (PK) 16,01 16,24 16,01

Serat Kasar (SK) 20,14 1634, 18,26

Lemak Kasar (LK) 4.82 6,2 5,9


(6)

Pembuatan Ransum Komplit (Complete Feed).

Proses pembuatan dimulai dengan pengolahan limbah berupa pelepah daun kelapa sawit sebagai bahan pakan. Pelepah dan daun kelapa sawit dirajang menggunakan alat penghancur (choper). Selanjutnya dilakukan penjemuran sampai kering dengan kadar air 20% selama 1 minggu dan dilanjutkan dengan proses fermentasi. Kultur Aspergillus niger disiapkan dengan menggunakan media PDA pada cawan petri yang diinkubasikan selam 72 jam. Pemanenan kultur dilakukan dengan cara melarutkannya dalam aquades steril dan dihomogenkan dengan menggunakan blender.

Gambaran diagram alur proses pembuatan ransum komplit disajikan pada gambar berikut :

Pelepah Daun Kelapa Sawit

Penghancuran (choper)

Pengeringan (1 minggu)

Fermentasi (7 hari; 28oC)

Pengeringan (drying)

Penggilingan (Grinding)

Pencampuran (mixing)

Gambar 1. Diagram alur proses pembuatan ransum komplit. Perbanyakan

kultur A. niger

(Media PDA)

Penambahan bahan pakan