Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Amoniasi Terhadap Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Pada Sapi Brahman Cross

(1)

PEMANFAATAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT AMONIASI

TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN

ORGANIK PADA SAPI BRAHMAN CROSS

SKRIPSI

Oleh :

SUMUAL SIPAYUNG 060306002

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PEMANFAATAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT AMONIASI

TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN

ORGANIK PADA SAPI BRAHMAN CROSS

SKRIPSI

Oleh :

SUMUAL SIPAYUNG 060306002

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul :I Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Amoniasi terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Sapi Brahman Cross

Nama : Sumual Sipayung

NIM : 060306002

Progam Studi : Peternakan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

(Dr.Ir. Ristika Handarini, M.P) (Dr.Ir. Ma`ruf Tafsin, M.Si) Komisi Pembimbing I Komisi Pembimbing II

Mengetahui,

(Dr. Ir. Ristika Handarini, M.P) Ketua Program Studi Peternakan


(4)

ABSTRACT

SUMUAL SIPAYUNG: Utilization of Ammoniated Oil Palm Frond by Product on Dry Matter and Organic Matter Digestibility of Brahman Cross. Under supervised RISTIKA HANDARINI and MA`RUF TAFSIN.

The goal of experiment is to observe the level utilization of ammoniated oil palm frond on dry matter and organic digestibility weaning Brahman Cross. The research conducted in Serba Jadi Farm Group in Serba Jadi Street, Street 1, Marelan Raya, Medan City. Feed and digestibility analysis conducted Animal Nutrien of Feed Science Laboratory, Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Jl. Prof. A. Sofyan No. 3. Medan. The experiment lasted from July 2010 to February 2011.

This experiment was conducted by using Randomized Block Design (RBD) consisting of three treatments and three block, consist of P0= 100% forages , P1= 80% forages + 20% Ammoniated oil palm frond, P2= 60 % forages + 40 % Ammoniated oil palm frond. The result indicated that utilization of ammoniated oil palm frond has not influence (P>0,05) on dry matter and organic matter consumption. Dry matter and organic matter digestibility had influenced by treatments (P<0,01). Dry matter consumption respectually average P1,P2 and P3 us 3926.81 gram/head/day,

3981.81 gram/head/day and 3005.84 gram/head/day. Organic matter consumption respectually average P1,P2 dan P3 us 3737.52 gram/head/day, 3795.83 gram/head/day

and 2867.47 gram/head/day . Dry matter digestibility P1,P2 dan P3 us 64.33%, 54.64%

dan 50.81%. Organic matter digestibility average P1, P2 dan P3 us 69.55%, 61.77%

dan 57,66%. It is concluded that utilization of ammoniated oil palm frond more that 20% level can under dry matter and organic matter digestibility.


(5)

ABSTRAK

SUMUAL SIPAYUNG: Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Amoniasi terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Sapi Brahman Cross.Dibawah bimbingan Ibu RISTIKA HANDARINI sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak MA`RUF TAFSIN sebagai anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level penggunaan pelepah daun kelapa sawit amoniasi terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi brahman cross. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Ternak Serba Jadi di Jalan Serba Jadi, Pasar 1, Marelan Raya, Medan sedangkan analisa pakan dan kecernaan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak, Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Jl. Prof. A. Sofyan No.3. Medan. Penelitian dimulai pada bulan Juli 2010 sampai Februari 2011.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan dan tiga kelompok. Perlakuan terdiri dari P0= 100% hijauan, P1= 80% hijauan + Pelepah daun kelapa sawit amoniasi 20%, P2= 60% hijauan + Pelepah daun kelapa sawit amoniasi 40%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit amoniasi tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan kering dan bahan organik. Kecernaan bahan kering dan bahan organik sangat memberi pengaruh terhadap perlakuan (P<0,01). Konsumsi bahan kering rataan P1,P2 dan P3 masing-masing 3926.81 gram/ekor/hari, 3981.81 gram/ekor/hari dan 3005.84 gram/ekor/hari. Konsumsi bahan organik rataan P1,P2 dan P3 masing-masing 3737.52 gram/ekor/hari , 3795.83 gram/ekor/hari dan 2867.47 gram/ekor/hari . Kecernaan bahan kering rataan harian P1,P2 dan P3 masing-masing 64.33%, 54.64% dan 50.81%. Kecernaan bahan organik rataan harian P1,P2 dan P3 masing-masing 69.55%, 61.77% dan 57,66%. Dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit amoniasi di atas level 20% dapat menurunkan kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat serta karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul skripsi ini adalah “Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Amoniasi terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Sapi Brahman Cross” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa serta dukungan semangat serta pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Ristika Handarini, M.P selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si selaku anggota komisi pembimbing dalam membantu penulisan skripsi dan pelaksanaan penelitian serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang ikut membantu penulis.

Semoga skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang peternakan.

Medan, Juni 2011


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ABSTRACT

RIWAYAT HIDUP

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipótesis Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Produksi Sapi Brahman Cross ... 3

Sapi Brahman Cross ... 3

Pertumbuhan Sapi ... 4

Sistem Pencernaan Sapi... 5

Potensi Hasil Samping Kelapa Sawit ... 8

Kebutuhan Nutrisi Pakan Sapi .... ... 9

Pakan Sapi ... 9

Hijauan ... 11

Pelepah Daun Kelapa Sawit... 12

Bahan Pakan Konsentrat ... 13

Bungkil Inti Sawit ... 13

Onggok... ... 14

Dedak Padi... ... 15

Ultra Mineral ... 16

Molasses ... 16

Garam ... 17

Amoniasi Urea ... 17

Konsumsi Pakan ... 18

Kecernaan... 20

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

Bahan dan Penelitian ... 24

Bahan... ... 24

Alat.... ... 25

Metode Penelitian ... 25

Peubah Penelitian ... 27


(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Pembahasan ... 32

Konsumsi Bahan Kering ... 34

Konsumsi Bahan Organik... 34

Kecernaan Bahan Kering ... 35

Kecernaan Bahan Organik ... 37

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Beberapa bangsa sapi, kelahiran, kematian dan calf crop di Indonesia... 4

2. Kebutuhan nutrisi pakan sapi ... 11

3. Kandungan nilai gizi hijauan lapangan ... 12

4. Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit ... 13

5. Kandungan nutrisi bungkil inti sawit ... 14

6. Kandungan zat nutrisi onggok... 15

7. Kandungan nilai gizi dedak padi ... 16

8. Susunan pakan konsentrat berdasarkan persentase bahan kering ... 29

9. Rataan konsumsi bahan kering rangkuman ... 32

10. Rataan konsumsi bahan organik rangkuman ... 34

11. Rataan kecernaan bahan kering rangkuman ... 35


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Diagram proses pengolahan pelepah daun kelapa sawit amoniasi ... 28 2. Histogram kecernaan bahan kering rangkuman ... 36 3. Histogram kecernaan bahan organik rangkuman ... 38


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Susunan pengacakan unit penelitian ... 46

2. Susunan pakan konsentrat berdasarkan persentase bahan kering ... 46

3. Konsumsi pakan konsentrat segar ... 46

4. Data konsumsi pelepah daun kelapa sawit amoniasi segar ... 47

5. Data konsumsi hijauan segar ... 47

6. Konsumsi konsentrat dalam bahan kering ... 47

7. Konsumsi pelepah daun kelapa sawit amoniasi dalam bahan kering ... 48

8. Konsumsi hijauan dalam bahan kering ... 48

9. Total konsumsi pakan dalam bahan kering ... 48

10.Pengeluaran feses dalam keadaan segar ... 49

11.Pengeluran feses dalam bahan kering ... 49

12. Rataan pengeluaran feses selama penelitian ... 49

13.Rataan total konsumsi bahan kering dan bahan organik rangkuman ... 50

14.Analisa sidik ragam parameter konsumsi bahan kering selama penelitian.... 50

15.Analisa sidik ragam parameter konsumsi bahan organik selama penelitian .. 51

16.Analisa sidik ragam parameter kecernaan bahan kering selama penelitian ... 51 17.Analisa sidik ragam parameter kecernaan bahan organik selama penelitian . 52


(12)

ABSTRACT

SUMUAL SIPAYUNG: Utilization of Ammoniated Oil Palm Frond by Product on Dry Matter and Organic Matter Digestibility of Brahman Cross. Under supervised RISTIKA HANDARINI and MA`RUF TAFSIN.

The goal of experiment is to observe the level utilization of ammoniated oil palm frond on dry matter and organic digestibility weaning Brahman Cross. The research conducted in Serba Jadi Farm Group in Serba Jadi Street, Street 1, Marelan Raya, Medan City. Feed and digestibility analysis conducted Animal Nutrien of Feed Science Laboratory, Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Jl. Prof. A. Sofyan No. 3. Medan. The experiment lasted from July 2010 to February 2011.

This experiment was conducted by using Randomized Block Design (RBD) consisting of three treatments and three block, consist of P0= 100% forages , P1= 80% forages + 20% Ammoniated oil palm frond, P2= 60 % forages + 40 % Ammoniated oil palm frond. The result indicated that utilization of ammoniated oil palm frond has not influence (P>0,05) on dry matter and organic matter consumption. Dry matter and organic matter digestibility had influenced by treatments (P<0,01). Dry matter consumption respectually average P1,P2 and P3 us 3926.81 gram/head/day,

3981.81 gram/head/day and 3005.84 gram/head/day. Organic matter consumption respectually average P1,P2 dan P3 us 3737.52 gram/head/day, 3795.83 gram/head/day

and 2867.47 gram/head/day . Dry matter digestibility P1,P2 dan P3 us 64.33%, 54.64%

dan 50.81%. Organic matter digestibility average P1, P2 dan P3 us 69.55%, 61.77%

dan 57,66%. It is concluded that utilization of ammoniated oil palm frond more that 20% level can under dry matter and organic matter digestibility.


(13)

ABSTRAK

SUMUAL SIPAYUNG: Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Amoniasi terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Sapi Brahman Cross.Dibawah bimbingan Ibu RISTIKA HANDARINI sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak MA`RUF TAFSIN sebagai anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level penggunaan pelepah daun kelapa sawit amoniasi terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi brahman cross. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Ternak Serba Jadi di Jalan Serba Jadi, Pasar 1, Marelan Raya, Medan sedangkan analisa pakan dan kecernaan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak, Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Jl. Prof. A. Sofyan No.3. Medan. Penelitian dimulai pada bulan Juli 2010 sampai Februari 2011.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan dan tiga kelompok. Perlakuan terdiri dari P0= 100% hijauan, P1= 80% hijauan + Pelepah daun kelapa sawit amoniasi 20%, P2= 60% hijauan + Pelepah daun kelapa sawit amoniasi 40%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit amoniasi tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan kering dan bahan organik. Kecernaan bahan kering dan bahan organik sangat memberi pengaruh terhadap perlakuan (P<0,01). Konsumsi bahan kering rataan P1,P2 dan P3 masing-masing 3926.81 gram/ekor/hari, 3981.81 gram/ekor/hari dan 3005.84 gram/ekor/hari. Konsumsi bahan organik rataan P1,P2 dan P3 masing-masing 3737.52 gram/ekor/hari , 3795.83 gram/ekor/hari dan 2867.47 gram/ekor/hari . Kecernaan bahan kering rataan harian P1,P2 dan P3 masing-masing 64.33%, 54.64% dan 50.81%. Kecernaan bahan organik rataan harian P1,P2 dan P3 masing-masing 69.55%, 61.77% dan 57,66%. Dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit amoniasi di atas level 20% dapat menurunkan kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketersediaan lahan perkebunan yang luas membawa dampak yang besar dibidang perekonomian dan tenaga kerja tapi disisi lain hasil samping dari perkebunan sekarang ini belum dimanfaatkan semaksimal mungkin. Salah satu hasil samping dari perkebunan kelapa sawit adalah daun dan pelepah kelapa sawit yang belum dimanfaatkan. Ketersediaan lahan perkebunan kelapa sawit yang luas di Sumatera Utara, menjadikan potensi untuk dikembangkan sistem integrasi antara ternak sapi potong dengan perkebunan.

Pelepah dan daun kelapa sawit dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan panen tandan buah segar. Pelepah kelapa sawit dipanen 1 – 2 pelepah/panen/pohon. Setiap tahun dapat menghasilkan 22 – 26 pelepah/ pohon/ tahun dengan rataan berat pelepah daun sawit 4 – 6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah dapat mencapai 40 – 50 pelepah/pohon/tahun dengan berat sebesar 4,5 kg/ pelepah (Hutagalung dan Jalaluddin, 1982; Umiyasih et al., 2003). Hasil panen pelepah ini merupakan potensi yang cukup besar sebagai pakan ternak ruminansia. Pelepah kelapa sawit saat ini belum dimanfaatkan secara optimal merupakan salah satu bahan pakan pengganti hijauan (Kawamoto et al., 2002), disamping hasil ikutan lain dalam pengolahan buah kelapa sawit

Hasil analisisi Laboratorium Ilmu Nutrisi Makanan Ternak Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa pelepah dan daun kelapa sawit mengandung serat kasar 32,55%, protein kasar 6,50%, lemak 4,47% dan TDN 56%. Permasalahan yang dihadapi dalam penggunaan limbah perkebunan kelapa sawit seperti pelepah dan daun


(15)

kelapa sawit adalah tingginya kandungan serat kasar dan rendahnya nilai protein sehingga kecernaannya menjadi rendah. Upaya yang dapat diupayakan mengatasi permasalahan tersebut dengan melakukan pengolahan pakan secara fisik, kimia, dan biologis. Pengolahan secara fisik dilakukan dengan mengubah ukuran dan bentuknya melalui proses chopping dan grinding. Pengolahan secara biologis dapat dilakukan dengan menggunakan mikroba seperti bakteri dan fungi. Pengolahan secara kimiawi dapat dilakukan melalui perlakuan amoniasi dengan urea atau penggunaan NaOH yang bertujuan merombak serat kasar dan meningkatkan kandungan protein didalam bahan pakan. Penelitian ini mencoba mengatasi masalah tersebut dengan pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit amoniasi sebagai pakan ternak pengganti hijauan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh penggunaan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi sebagai pengganti hijauan terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi brahman cross.

Hipotesis Penelitian

Pemberian pelepah dan daun kelapa sawit yang diamoniasi dengan urea dapat digunakan sebagai pengganti hijauan pada pakan sapi yang berpengaruh positif terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik sapi brahman cross.

Kegunaan Penelitian

Sebagai bahan informasi bagi peternak sapi dalam pengembangan usaha sapi, sebagai bahan informasi bagi peneliti dan kalangan akademisi atau instansi yang berhubungan dengan peternakan, peningkatan pemanfaatan hasil samping perkebunan kelapa sawit untuk memudahkan peternak dalam pengadaan ransum


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Produksi Sapi Brahman Cross

Sapi Brahman Cross

Sapi brahman cross pada awalnya merupakan bangs yang diimpor Australia pada tahun 1933. Mulai dikembangkan di stasiun CSIRO’s Tropical Cattle Research Centre Rockhampton Australia, dengan materi dasar sapi Brahman, Hereford dan Shorthorn dengan proporsi darah berturut-turut 50%, 25% dan 25% sehingga secara fisik bentuk fenotip dan keistimewaan sapi brahman cross cenderung lebih mirip sapi brahman Amerika karena proporsi darahnya lebih dominan (Turner, 1977)

Sapi brahman cross mulai diimpor Indonesia (Sulawesi) dari Australia pada tahun 1973. Hasil pengamatan di Sulawesi Selatan menunjukkan persentase beranak 40,91%, calf crops 42,54%, mortalitas pedet 5,93, mortalitas induk 2,92%, bobot sapih (8-9 bulan) 141,5 kg pada jantan dan 138,3 kg pada betina, pertambahan bobot badan disapih sebesar 0,38 kg/ hari. Sapi brahman dulunya berasal dari India dimana berkembang dengan baik di luar negara asalnya. yaitu di negara Australia. Para peternak dan pembibit sapi di Australia melakukan persilangan sapi brahman dengan bangsa sapi lainnya seperti simmental dan limousin, hasilnya dikenal dengan nama sapi brahman cross, yang sejak tahun 1985 sudah masuk ke Indonesia melalui program bantuan Asian Development Bank (Hardjosubroto, 1984)


(17)

Menurut Sumardi (1982) rataan kelahiran, kematian dan calf crop beberapa sapi potong di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa bangsa sapi, kelahiran, kematian dan calf crop di Indonesia

Bangsa Kelahiran Kematian Calf crop

Brahman 50,71 10,31 48,80

Brahman Cross 47,76 5,58 45,87

Ongole 51,04 4,13 48,53

Lokal cross 62,47 1,62 62,02

Sumber: Sumardi, et al (1982)

Menurut Wiliamson dan Payne (1993) bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi dengan kindom Animalia, phlum Chordata, subphlum Vertebrata dan sapi masuk dalam class Mamalia dengan ordo Artiodactyla dan merupakan famili Bovidae dan genus Bos (Cattle) sedangkan spesiesnya Bos indicus terdapat di daerah India, Bos taurus terdapat di daerah eropa dan Bos sondaicus di Indonesia. Dalam penelitian ini sapi yang digunakan adalah sapi persilangan India (Bos indicus) atau sering dikenal dengan nama Brahman Cross.

Pertumbuhan Sapi

Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, otak, jantung dan semua jaringan tubuh (kecuali jaringan lemak) serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut dikatakan pertumbuhan murni adalah pertambahan dalam jumlah protein dan zat sedangkan pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1984). Anggorodi menyatakan dalam pertumbuhan seekor hewan ada dua hal yang terjadi :

1. Bobot badannya meningkat mencapai bobot badan dewasa yang disebut pertumbuhan


(18)

2. Terjadinya perubahan konfirmasi dan bentuk tubuh serta berbagai fungsi dan kesanggupannyaiuntuk melakukan sesuatu menjadi wujud penuh yang disebut perkembangan.

Penggemukan bertujuan untuk memperbaiki karkas dengan jalan mendeposisi untuk penggemukan tujuan utamanya membesarkan sambil memperbaiki kualitas lemak seperlunya (Parakkasi, 1995). Pengurangan pakan akan memperlambat kecepatan pertumbuhan dan bila pengurangan pakan yang nyata akan menyebabkan ternak kehilangan berat badannya (Tomaszewka et al., 1988).

Pemeliharaan sapi potong bibit bertujuan untuk pengembangbiakan sapi potong untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi akan memiliki respons yang baik terhadap pakan yang diberikan dan efisiensi pakan yang dicapai tinggi.yaitu pedet hasil keturunan. Usaha pengembangbiakan sapi potong untuk tujuan komersial memerlukan suatu perencanaan yang matang merupakan suatu hal yang perlu mendapat prioritas serta perhatian tidak hanya perencanaan fisik namun juga perencanaan non fisik (Anggorodi, 1990).

Sistem Pencernaan Sapi

Pencernaan adalah rangkaian proses yang terjadi terhadap pakan yang dikonsumsi alat pencernaan sampai memungkinkan terjadi penyerapan di usus. Ternak ruminansia mampu memanfaatkan pakan berkadar serat kasar tinggi sebagai sumber nutrisi untuk produksinya (Parakkasi, 1995). Menurut Maynard dan Loosi (1969) yang disitasi Suryadi dan Pilliang (1993) pencernaan adalah rangkaian proses yang terjadi dalam alat pencernaan sampai memungkinkan terjadinya penyerapan.

Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun mikrobial. Proses mekanik terdiri atas mastikasi ataupun pengunyahan dalam mulut dan


(19)

gerakan–gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi-kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel–sel dalam tubuh hewan. Mikroorganisme hidup dalam beberapa bagian dari saluran pencernaan yang sangat penting dalam pencernaan ruminansia. Pencernaan oleh mikroorganisme ini juga dilakukan secara enzimatik yang enzimnya dihasilkan oleh sel–sel mikroorganisme (Tillman et al., 1991).

Hewan ruminansia memiliki perut besar, mempunyai ruang dan kebanyakan kegiatan pencernaan dilakukan oleh mikroba yang tinggal didalam perut besar. Bagian terbesar dari lambung ruminansia adalah rumen yang berfungsi sebagai tempat fermentasi. Rumen mengandung populasi mikrobial terdiri atas bakteri, protozoa dan jamur yang mampu memfermentasikan makanan yang ditelan. Keuntungan lain fermentasi rumen ialah kemampuan mikroba rumen mensintesis asam amino dan pencernaan protein mikrobial. Lebih kurang 60-70% pakan ruminansia terdiri atas serat kasar, karbohidrat, lignin, selulosa dan hemiselulosa. (Tillman et al.,1991).

Menurut Rangkuti et al., (1985) ruminansia mempunyai empat lambung yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa pada waktu lahir abomasum merupakan bagian utama, tetapi begitu susu diganti dengan rumput, rumen tumbuh sampai 80% kapasitas lambung. Retikulum dan omasum berkembang pada waktu yang sama. Frandson (1992) menyatakan bagian–bagian dari saluran pencernaan adalah mulut, parinks, oesofagus (pada ruminansia merupakan perut depan atau forestimach), perut grandular, usus halus, usus besar serta glandula aksesoris yang terdiri dari glandula saliva, hati dan pankreas.

Ruminansia berasal dari kata latin “ruminate” yang berarti “mengunyah berulang-ulang”. Proses ini disebut proses ruminansi yaitu suatu proses pencernaan pakan yang dimulai dari pakan dimasukkan ke dalam rongga mulut dan masuk ke


(20)

rumen setelah menjadi bolus-bolus dimuntahkan kembali (regurgitasi), dikunyah kembali (remastikasi), lalu penelanan kembali (redeglutasi) dan dilanjutkan proses fermentasi di rumen dan ke saluran berikutnya. Proses ruminansi berjalan kira – kira 15 kali sehari, dimana setiap ruminansi berlangsung 1 menit sampai 2 jam (Prawirokusumo, 1994).

Pertumbuhan dan aktivitas mikroba selulolitik yang efisien, sama halnya dengan mikroba rumen lain, membutuhkan sejumlah energi, nitrogen, mineral dan faktor lain (misalnya vitamin). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa energi merupakan faktor essensial utama yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba rumen. Mikroba rumen menggunakan energi untuk hidup pokok, teristimewa untuk melakukan transport aktif (Bamualim,1994)

Protein merupakan suatu zat makanan yang essensial bagi tubuh ternak dan tersediaan protein yang cukup menyebabkan aktivitas dan pertumbuhan mikoorganisme meningkat sehingga proses pencernaan dan konsumsi juga meningkat (Bamualim, 1994). Parakkasi (1995) menyatakan tingkat perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas. Menurut Tillman kemampuan mencerna bahan makanan ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis ternak, komposisi kimia makanan dan penyiapan makanan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa daya cerna suatu bahan makanan tergantung pada keserasian zat-zat makanan yang terkandung didalamnya (Tillman et al., 1991).


(21)

Potensi Hasil Samping Kelapa Sawit

Kelapa sawit di Indonesia berkembang pesat sejak awal tahun 80-an dan saat ini telah menjadi salah satu komoditas yang berperan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja, serta pengembangan perekonomian rakyat dan daerah. Pada tahun 2002 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 4,1 juta ha dengan produksi minyak sawit (crude palm oil) lebih dari 9 juta ton (Elisabeth dan Ginting, 2003).

Produk samping industri kelapa sawit yang tersedia dalam jumlah yang banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal adalah pelepah daun, lumpur sawit, dan bungkil inti kelapa sawit khususnya sebagai bahan dasar ransum ternak ruminansia. Pola integrasi atau diversifikasi tanaman dan ternak khususnya ternak ruminansia diharapkan merupakan bagian dari integrasi dari usaha perkebunan. Oleh karena itu, pemanfaatan produk samping industri kelapa sawit seperti pelepah pada wilayah perkebunan sebagai pengadaan bahan pakan ternak, khususnya ruminansia diharapkan banyak memberikan nilai tambah, baik secara langsung maupun tidak langsung (Jalaludin et al.,1991).

Teknologi pengolahan limbah pertanian dan limbah agroindustri menjadi pakan lengkap dengan metode processing menurut Wahyono (2000) terdiri atas :

1. Perlakuan pencacahan (Chopping) untuk merubah ukuran partikel dan tekstur bahan agar konsumsi ternak lebih efisien.

2. Perlakuan pengeringan (Drying) dengan panas matahari atau dengan alat pengeringan untuk menurunkan kadar air bahan.

3. Proses pencampuran (Mixing) dengan menggunakan alat pencampuran (Mixer) dan perlakuan penggilingan dengan alat giling Hammer mill dan terakhir proses pengemasan.


(22)

Kebutuhan Nutrisi Pakan Sapi

Pakan Sapi

Pakan adalah semua bahan yang biasa diberikan dan bermanfaaat bagi ternak serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap tubuh ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak seperti air, karbohidrat, lemak, protein dan mineral. (Parakkasi, 1995).

Pakan sapi pada dasarnya merupakan sumber pembangun tubuh. Untuk memproduksi protein tubuh, sumbernya adalah protein pakan sedangkan energi yang diperlukan bersumber dari pakan yang konsumsi, sehingga pakan merupakan kebutuhan utama dalam pertumbuhan ternak. Pertumbuhan ternak sangat tergantung dari imbangan protein energi yang bersumber dari pakan yang dikonsumsi

(Yassin dan Dilaga, 1993). Pakan yang diberikan bukan sekedar dimaksukkan untuk mengatasi rasa lapar atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang rusak dan untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1994).

Limbah industri memang menjadi masalah yang sangat serius. Berbagai penanganan telah dilakukan tetapi tetap saja menjadi masalah. Bila ternak dapat memanfaatkan limbah-limbah tersebut sebagai bahan pakan ternak tentunya sangat membantu pemecahan masalah. Berbagai jenis limbah memiliki potensi besar sebagai bahan pakan ternak. Diantaranya adalah sampah-sampah sisa rumah tangga, restoran, hotel, limbah pertanian, limbah peternakan, limbah industri makanan dan limbah perikanan (Widalestari dan Widayati, 1994).

Protein pakan tertentu akan dimanfaatkan secara tidak langsung oleh ternak melalui pertumbuhan mikroba rumen yang lebih dahulu memanfaatkan. Setelah sampai


(23)

diintestinum, protein akan dicerna dan diserap. Sebaiknya mikrobia itu tidak langsung memanfaatkan protein pakan kualitas tinggi bernilai biologi tinggi dan keceranaan protein tinggi, karena tidak ekonomis dan menjadi rendah. Sebaiknya, pakan yang memiliki nilai biologi protein tinggi bisa diserap langsung di usus kecil (Davendra, 1997)

Wahyono dan Hardianto (2004) menyatakan kebutuhan nutrisi pakan sapi untuk tujuan produksi (pembibitan dan penggemukan) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan nutrisi pakan sapi

Uraian Bahan ( %) Tujuan Produksi

Pembibitan Penggemukan

Kadar Air 12 12

Bahan Kering 88 88

Protein Kasar 10,4 12,7

Lemak Kasar 2,6 3,0

Serat Kasar 19,6 18,4

Kadar Abu 6,8 8,7

TDN 64,2 64,4

Sumber : Wahyono dan Hardianto (2004).

Hijauan

Hijauan adalah bahan makanan yang berbentuk daun daunan, kadang kadang bercampur batang, ranting serta bunga. Bahan makanan ternak terutama ternak ruminansia terdiri dari hijauan, hasil tanaman ataupun sisa tanaman setelah hasil utamanya telah diambil untuk kebutuhan manusia (Novirman, 1991).Hijauan pakan merupakan makanan kasar yang terdiri dari legume dan hijauan pakan yang dapat berupa rumput lapangan, limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul. Hijauan pakan merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi sebagai sumber gizi, yaitu protein, sumber tenaga, vitamin dan mineral (Murtidjo, 1993)

Ternak ruminansia mengkomsumsi hijauan sebanyak 10% dari bobot badan setiap hari dan konsentrat sekitar 1,5-2% dari jumlah tersebut. Oleh karena itu hijauan


(24)

dan sejenisnya terutama rumput dari berbagai jenisnya terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi utama ternak ruminansia (Pilliang, 1997).

Rumput sebaiknya diberikan dalam bentuk cacahan sepanjang 10 cm, rumput bentuk cacahan ini lebih disenangi ternak. Sedangkan legume sebaiknya diberikan tidak dalam bentuk segar, tetapi harus dilayukan terlebih dahulu, pelayuan bisa mengurangi ransum seperti mimosin pada leucaena (Murti, 2002).

Tabel 3. Kandungan nilai gizi hijauan lapangan

Uraian Bahan Kandungan (%)

Bahan Kering 23,50

Protein Kasar 8,82

Lemak Kasar 1,46

Serat Kasar 32,50

Ca 0,40

P 0,25

Sumber: Balai Penelitian Ternak (2003).

Hijauan yang akan diberikan kepada domba atau kambing harus diolah terlebih dahulu. Beberapa jenis hijauan dapat langsung diberikan dalam keadaan segar seperti rumput sehingga tidak membahayakan ternak yang akan memakannya (Cahyono, 1998). Hijauan yang masih muda akan lebih dapat dicerna daripada yang tua. Perbedaan dalam daya cerna tersebut terjadi bila tumbuh tumbuhan menjadi tua, disebabkan terutama karena bertambahnya kadar lignin yang hampir tidak dapat dicerna oleh hewan ruminansia (Anggorodi, 1979).

Pelepah Daun Kelapa Sawit

Pelepah kelapa sawit meliputi helai daun, setiap helainya mengandung lamina dan midrib, ruas tengah, petiol dan kelopak pelepah. Helai daun berukuran 55 cm hingga 65 cm dan mencakup dengan lebar 2,5 cm hingga 4 cm. Setiap pelepah mempunyai lebih kurang 100 pasang helai daun. Jumlah pelepah yang dihasilkan


(25)

meningkat 30-40 batang ketika berumur 3-4 tahun. (http/www.wikipedia.org). Penggunaan pelepah daun sawit dalam pakan telah dicobakan pada sapi pedaging dan perah ternyata dapat diberikan sebesar 30-40% dari keseluruhan pakan (Devendra, 1997).

Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit berdasarkan hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit

Zat nutrisi Kandungan

Bahan kering 26,07a

Protein kasar 5,02b

Lemak kasar 1,07a

BETN 39,82a

TDN 45,00a

Ca 0,96a

P 0,08a

Energi (MCal/ME) 56,00c

Serat kasar 36,94a

Sumber : a. Wartat Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2003).

b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU (2003). c. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000).

Bahan Pakan Konsentrat

Konsentrat adalah pakan yang memiliki protein dan energi yang cukup tinggi . Pada ternak ruminansia yang digemukkan semakin banyak konsentrat dalam pakan akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang dari 15 % dari bahan kering pakan. Oleh karena itu, banyaknya pemberian pakan konsentrat adalah formula pakan harus terbatas agar tidak terlalu gemuk (Siregar, 1994). Pemberian konsentrat terlalu banyak akan meningkatkan konsentrasi energi pakan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat berkurang (Parakkasi, 1995). Ternak ruminansia membutuhkan konsentrat untuk mengisi kekurangan makanan yang diperolehnya dari hijauan. Pemberian konsentrat pada sapi tidak sama dengan hewan lainnya (Novirma, 1991).


(26)

Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti sawit (BIS) mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik dari pada solid sawit. Produksi rata-rata sekitar 40 ton/hari/pabrik. Bahan pakan ini sangat cocok terutama untuk pakan konsentrat ternak ruminansia, namun penggunaannya sebagai pakan tunggal dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, oleh karenanya perlu diberikan secara bersama-sama dengan bahan pakan lainnya (Mathius, 2003).

Menurut Davendra (1997) Bungkil Inti Sawit (BIS) adalah limbah hasil ikutan dari ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimiawi atau cara mekanik. Walaupun kandungan proteinnya agak baik tetapi karena serat kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah sehingga menyebabkan kurang cocok bagi ternak monogastrik dan lebih cocok pada ternak ruminansia. Kandungan gizi bungkil inti sawit

berdasarkan hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan nutrisi BIS.

Kandungan zat Nilai gizi

Bahan kering Protein kasar Serat kasar Lemak kasar TDN

Ca P

92,6 a 21,51 b 10,5 b 2,4 a 72,0 a 0,53 a 0,19 a

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian USU, Medan (2000).

b. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)

Onggok

Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tapioka ubi kayu. Kandungan protein ubi kayu yang rendah kurang dari 5% membuat hasil samping dari ubi kayu belum dimanfaatkan orang. Namun dengan teknik fermentasi kandungan proteinnya


(27)

dapat ditingkatkan, sehingga onggok yang terfermentasi dapat digunakan sebagai bahan baku pakan unggas (Tarmudji, 2004).

Menurut Rasyid et al., (1996) onggok merupakan limbah pengolahan tepung tapioka yang dapat digunakan sebagai bahan ransum unggas dan ruminansia. Onggok terutama ditujukan sebagai sumber energi, penggunaaan onggok pada ayam belum banyak dimanfaatkan. Pada ayam broiler dapat digunakan sebesar 5-10% dalam ransum.

Tabel 6. Kandungan zat nutrisi onggok.

Zat nutrisi Kandungan nutrisi (%)

Protein kasar Lemak kasar Serat Kasar Calsium Phospor

Energi metabolis (kkal/ kg) TDN

1,6 0,4 10,4 0,8 0,6 267 76

Sumber: Rasyid et al., 1996

Kelebihan onggok sebagai hasil samping pembuatan tepung tapioka selain harganya murah, tersedia cukup, mudah didapat dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Onggok merupakan bahan sumber energi yang mempunyai kadar protein kasar rendah tetapi kaya akan karbohidrat yang mudah dicerna (BETN) bagi ternak serta penggunaannya dalam ransum mampu menurunkan biaya ransum (Rasyid et al., 1996).

Dedak padi

Sebahagian bahan makanan asal nabati, dedak merupakan limbah pengolahan padi menjadi beras. Kandungan nutrisinya juga cukup baik, kandungan protein dedak halus sebesar 12% - 13% dengan kandungan lemak cukup tinggi sekitar yaitu 12-13% dan serat kasar yang dikandung sekitar 12% (Rasyaf, 1992).


(28)

Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil ikutan dari penumbukan padi. Dedak merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal, tetapi tercampur dengan penutup beras. Hal ini mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar dedak (Parakkasi, 1995). Menurut Tillman et al. (1991) kandungan gizi dedak padi berdasarkan hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 7 . Kandungan nilai gizi dedak padi

Kandungan zat Nilai gizi

Bahan kering 89,1

Protein kasar 13,8

Serat kasar 11,2

Lemak kasar 8,2

TDN 64,3

Sumber : Tillman et al., 1991. Ultra Mineral

Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, namun berperan penting agar proses fisiologi dapat berlangsung dengan baik. Mineral digunakan sebagai kerangka pembentuk tulang, gigi, pembentukan jaringan tubuh, darah serta sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme di dalam sel. Penambahan mineral pakan dilakukan untuk mencegah kekurangan mineral dalam pakan (Setiadi dan Inounu, 1991 disitasi Manurung, 2008).

Molasses

Molasses atau tetes tebu merupakan hasil sampingan pabrik gula tebu yang berbentuk cairan hitam kental. Molasses dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak yang berenergi tinggi. Molasses dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan molasses untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48% - 60%


(29)

sebagai gula), kadar mineral cukup dan disukai ternak. Tetes juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti kobalt, boron, jodium, tembaga, dan seng sedangkan kelemahannya ialah kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti et al., 1985).

Garam

Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain berfungsi sebagai mineral juga berfungsi sebagai palatabilitas (Pardede dan Asmira, 1997). Semua herbivora akan suka memakan garam apabila disediakan dalam bentuk jilatan (Lick) atau dalam bentuk halus dalam tempat mineral. Oleh karena hewan suka akan garam maka biasanya garam dipakai sebagai campuran fosfor atau mineral mikro dan senyawa lain misalnya obat parasit (Tillman dkk., 1981). Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum (termasuk untuk unggas). Hampir semua bahan makanan nabati (khususnya hijauan tropis) mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan makanan hewani (Parakkasi, 1995).

Amoniasi Urea

Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah perkebunan dengan menambahkan bahan kimia berupa kaustik soda, sodium hidroksi atau urea. Umumnya masyarakat lebih banyak menggunakan urea ini sebagai bahan kimia yang digunakan karena lebih mudah untuk memperolehnya. Urea dengan rumus molekul CO(NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah

diperoleh, harganya murah dan sedikit resiko keracunan (Ernawati, 1995).

Urea yang diberikan pada ransum ternak ruminsia di dalam rumen akan dipecah oleh enzim urease menjadi amonium. Amonium bersama mikroorganisme rumen akan membentuk protein mikroba dengan bantuan energi. Apabila urea berlebihan atau tidak


(30)

dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorbsi oleh dinding rumen, kemudian dibawa oleh aliran darah ke hati dan di dalam hati dibentuk kembali amonium yang pada akhirnya diekreasikan melalui urine dan feses (Sutardi, 1980).

Urea adalah merupakan senyawa kimia yang mengandung 40% – 45% nitrogen mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan ternak dapat dikombinasikan N dalam urea dengan C, H2 dan O2 yang terdapat dalam karbohidrat dan membentuk asam amino. Oleh karena itu urea dapat digunakan sebagai sebagai sumber nitrogen pada ternak ruminansia (Kartadisastra, 1997). Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi. Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terdapat peningkatan konsumsi protein kasar dan daya cerna urea bila diberikan pada ruminansia dirubah menjadi protein oleh mikroba dalam rumen (Anggorodi, 1984).

Konsumsi Pakan

Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia serta kualitas bahan pakan. Ketersediaan zat makanan yang dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk menjalankan fungsi yang normal harus mendapatkan perhatian khusus misalnya pertambahan suplai sumber N pada bahan makanan yang rendah proteinnya akan meningkatkan konsumsi dari bahan pakan tersebut. Konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia pakan (Parakkasi, 1995).


(31)

Menurut Tillman (1981) nilai koefisien cerna tidak tetap untuk setiap bahan pakan atau setiap ekor ternak, tetapi dipengaruhi faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi, yaitu:

1. Komposisi kimiawi

Daya cerna berhubungan erat dengan komposisi kimiawinya. Serat kasar berisi selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa dapat dicerna oleh ternak ruminansia secara enzimatis.

2. Pengolahan Pakan

Beberapa perlakuan terhadap bahan pakan seperti pemotongan, penggilingan dan pelayuan mempengaruhi daya cerna. Penggilingan yang halus dari hijauan menambah kecepatan jalannya bahan makanan melalui usus sehinggga menyebabkan pengurangan daya cerna 5-15%.

3. Jumlah Pakan yang diberikan

Penambahan jumlah pakan yang dimakan ternak akan mempercepat arus makanan ke dalam usus, sehingga mengurangi daya cerna. Penambahan jumlah pakan sampai dua kali lipat dari jumlah kebutuhan hidup pokok mengurangi daya cerna 1-2% penambahan yang lebih besar akan menyebabkan daya cerna akan semakin turun. 4. Jenis Ternak

Ternak ruminansia dapat mencerna serat kasar yang lebih tinggi karena N metaboliknya lebih tinggi sehingga daya cerna protein pada ruminansia lebih rendah dibandingkan non ruminansia, disamping adanya peran mikroorganisme pada rumen.


(32)

Kecernaan

Menurut Tillman et al. (1998) kecernaan dapat diartikan banyaknya atau jumlah proporsional zat-zat makanan yang ditahan atau diserap oleh tubuh. Zat makanan yang terdapat di dalam feses dianggap zat makanan yang tidak tercerna dan tidak diperlukan kembali sedangkan sistem kecernaan adalah sebuah sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggungjawab atas pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan pakan dalam perjalanannya menuju saluran pencernaan mulai dari rongga tubuh sampai ke anus. Disamping itu pencernaan bertanggung jawab atas pengeluaran (eksreasi) bahan pakan yang tidak terserap atau tidak dapat kembali (Parakkasi, 1995).

Kecernaan pakan merupakan suatu rangkaian proses yang terjadi pada pakan selama berada didalam saluran pencernaan sampai memungkinkan terjadinya suatu penyerapan (Webster, 1987). Untuk penentuan kecernaan dari suatu pakan maka harus diketahui terlebih dahulu dua hal yang penting yaitu jumlah nutrien yang terdapat dalam pakan dan jumlah nutrien yang dapat dicerna dan dapat diketahui bila pakan telah mengalami proses pencernaan (Tillman et al., 1991).

Anggorodi (1984) menyatakan bahwa pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu bahan pakan adalah usaha menentukan jumlah nutrisi dari suatu bahan pakan yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna juga merupakan presentasi nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrisi yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan dalam feses. Nutrisi yang tidak terdapat dalam feses inilah yang diamsusikan sebagai nilai yang dicerna dan diserap.


(33)

Kecernaan dapat dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan, spesies hewan, kandungan lignin bahan pakan, difisiensi zat makanan, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan pakan dan gangguan saluran pencernaan (Crurch dan Pond, 1998). Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk ke saluran pencernaan (Tillman et al., 1998). Daya cerna (digestibility) adalah bagian zat makanan dari bahan yang tidak diekreasikan dalam feses biasanya dinyatakan dalam bentuk bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase disebut “koefisien cerna” (Tillman et al., 1991).

Menurut Wodzicka-Tomaszewska et al., (1993) jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang paling penting yang menentukan jumlah zat-zat makanan yang tersedia bagi ternak. Hal ini selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produksi, akan tetapi pengaturan konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat kompleks karena banyak factor yang terlibat seperti sifat pakan, faktor ternak dan faktor lingkungan. Tomaszewska (1988) menyatakan juga bahwa tingkat konsumsi sangat dipengaruhi oleh koefisien cerna, kualitas pakan, fermentasi dalam rumen, serta status fisiologi ternak. Kualitas pakan ditentukan oleh tingkat kecernaan zat - zat makanan yang terkandung pada pakan tersebut. Zat makanan yang terkandung dalam ransum tidak seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, sebagian akan dikeluarkan lagi melalui feses. Kecernaan pakan pada ternak ruminansia sangat erat hubungannya dengan jumlah mikroba dalam rumen.

Serat kasar mempunyai pengaruh terbesar terhadap daya cerna. Dinding sel tanaman terutama terdiri dari selulosa dan hemiselulosa yang akan sukar dicerna terutama bila mengandung lignin. Tanaman tua biasanya mengandung serat kasar yang


(34)

tinggi dan diiringi penambahan lignifikasi dari selulosa dan hemiselulosa pada dinding sel (Tillman et al.,1998). Kecernaan setiap bahan makanan atau ransum dipengaruhi oleh spesies hewan, bentuk fisik makanan, komposisi bahan makanan atau ransum,

tingkat pemberian makanan, temperatur lingkungan dan umur hewan (Ranhjan dan Pathak, 1979). Jenis kelamin, umur dan strain mempunyai pengaruh

terhadap daya cerna protein dan asam asam amino, tetapi pengaruhnya tidak konsisten (Doeschate et al., 1993).

Kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein di dalam ransum (Ranjhan, 1980). Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan (Tillman et al., 1998). Tingkat kecernaan suatu pakan menggambarkan besarnya zat - zat makanan yang tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk proses hidup pokok (maintenance), pertumbuhan, produksinya, maupun reproduksi (Ginting, 1992).

Tingkah kecernaan bahan kering pelepah daun kelapa sawit pada sapi 45%. Daun kelapa sawit dapat digunakan sebagai sumber atau pangganti pakan hijauan. Namun, adanya lidi pada pelepah daun kelapa sawit akan menyulitkan ternak dalam mengkonsumsinya. Masalah tersebut dapat diatasi dengan pencacahan yang dilanjutkan dengan pengeringan dan penggilingan. Pemanfaatan pelepah daun sawit sebagai bahan pakan ruminansia disarankan tidak melebihi 30%. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan pelepah daun sawit, dapat ditambahkan produk samping lain dari kelapa sawit. Pemberian pelepah daun sawit sebagai bahan pakan dalam jangka panjang, dapat menghasilkan kualitas karkas yang baik (Balai Penelitian Ternak, 2003).


(35)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Kelompok Tani Serba Jadi bertempat di Jalan Serba Jadi Pasar I Marelan Raya, Medan sedangkan analisis pakan dilakukan di Laboratorium Bahan Pakan Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini berlangsung selama delapan bulan dimulai pada bulan Juli 2010 – Februari 2011.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Penelitian ini menggunakan Sapi Brahman Cross betina sebanyak 9 ekor ± 27,61 kg. Bahan pakan yang diberikan terdiri atas hijauan lapangan dan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi dengan urea sebanyak 3% dari berat kering bahan. Konsentrat diberikan sebagai kontrol diberikan 1% bahan kering dari bobot badan tiap ekor sapi, yang terdiri atas dedak padi, bungkil inti sawit, bungkil kelapa, onggok, molasses, ultra mineral, urea, garam dan kapur. Untuk menghindari sapi dari penyakit cacingan sapi diberikan obat cacing Wormzol –B dan rodalon sebagai desinfektan untuk membersihkan sapi dari hinggapan lalat yang membawa bibit penyakit dan untuk menjaga daya tahan tubuh sapi diberikan vitamin B-kompleks dan pemberian air minum secara tidak terbatas (ad libitum).


(36)

Alat

Kandang terdiri atas kandang individu 9 unit beserta perlengkapannya terdiri atas tempat pakan, tempat minum, lampu penerangan, papan data, kereta sorong. Pengolahan pakan dilakukan dengan alat chopper sebagai alat pencincang pelepah sawit, grinder sebagai alat menghaluskan bahan pakan dan timbangan digital dengan kapasitas 3 kg sebagai alat penimbang bahan pakan dengan kepekaan 1 g, terpal sebagai alat menjemur bahan pakan, tong plastik sebagai tempat amoniasi dan menyimpan bahan pakan. Penimbangan sapi menggunakan timbangan digital iconix FX1 kapasitas 1000 kg.

Metode Penelitian

Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan dengan tiga kelompok. Perlakuan yang akan diteliti sebagai berikut :

P0 = Rumput lapangan 100%.

P1 = Rumput lapangan 80% + Pelepah daun kelapa sawit amoniasi 20%. P2 = Rumput lapangan 60% + Pelepah daun kelapa sawit amoniasi 40%.

Selain pemberian rumput lapangan dan pelepah daun kelapa sawit amoniasi diberikan konsentrat kontrol sebanyak 1% bahan kering dari bobot badan sapi diberikan setiap ekor pada sapi.


(37)

Model linier yang digunakan dalam penulis ini menurut Hanafiah (2003) adalah rancangan acak kelompok (RAK) adalah :

Yij =

μ

+

T

i+ βj +

ε

ij Keterangan :

Yij = nilai pengamatan ke-i dan kelompok ke-j

μ

= nilai tengah populasi

α

i = pengaruh perlakuan ke-i

βj = pengaruh kelompok ke-j

ε

ij = Pengaruh galat

Susunan pengacakan unit penelitian:

P1K3 P1K2 P2K1

P0K3 P2K2 P1K1

P2K3 P0K2 P0K1

Keterangan :

P = Perlakuan ( P0, P1, dan P2 ) K = Kelompok (K1, K2, K3 )


(38)

Peubah Penelitian

1. Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering diukur dengan mengalikan konsumsi ransum dengan kandungan bahan kering yang diperoleh dari data analisis di laboratorium

2. Konsumsi Bahan Organik

Konsumsi bahan organik diukur dengan mengalikan konsumsi ransum dengan kandungan bahan organik yang diperoleh dari data analisis di laboratoium.

3. Kecernaan Bahan Kering (KcBK)

Kecernaan bahan kering dapat diukur dengan menghitung berdasarkan rumus :

KcBK = (Konsumsi BK – Pengeluaran BK) x 100% Konsumsi BK

Konsumsi dan pengeluran feses (BK) diperoleh dalam jangka waktu pengukuran selama satu minggu.

4. Kecernaan Bahan Organik (KcBO)

Kecernaan bahan organik diukur dengan menghitung berdasarkan rumus :

KcBO = (Konsumsi BO – Pengeluaran BO) x 100% Konsumsi BO

Konsumsi dan pengeluran feses (BO) diperoleh dalam jangka waktu pengukuran selama periode koleksi selama satu minggu.


(39)

Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Pakan

Pelepah dan daun kelapa sawit dikumpulkan dan kemudian dianginkan kemudian dicincang dengan alat chopper, selanjutnya dilakukan pelayuan selama 24 jam dan dilanjutkan dengan proses penjemuran. Pelepah dan daun kelapa sawit yang telah kering kemudian dibuat menjadi tepung dengan alat grinder kemudian pakan dikumpulkan. Pakan yang telah dikumpulkan kemudian di proses amoniasi dengan menggunakan urea 3% dari berat bahan kemudian ditutup rapat selama 14 hari dan setelah 14 hari dianginkan dan dijemur di bawah sinar matahari untuk dicampur dengan bahan pakan lain. Secara sistematis dapat dilihat pada gambar 1.

Pelepah daun kelapa sawit Dianginkan selama 24 jam Pencincangan (chopping)

Pelayuan selama 24 jam

Penjemuran dibawah sinar matahari selama ± 3 hari Penggilingan menjadi tepung (Grinding)

Diamoniasi dengan urea 3% Dianginkan

Dijemur

Pelepah daun kelapa sawit amoniasi kering


(40)

Susunan pakan penelitian yang akan diuji adalah tingkat penggunaan pelepah daun kelapa sawit amoniasi dalam pakan sebagai pengganti hijauan yang diuji terdiri atas tiga macam perlakuan yang masing-masing mengandung 0%, 20% dan 40% pelepah daun kelapa sawit amoniasi dalam pakan berdasarkan persentase bahan kering.

Semua sapi dalam percobaan diberikan konsentrat sebagai kontrol sebanyak 1% bahan kering dari bobot badan sapi. Adapun susunan konsentrat dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Susunan konsentrat berdasarkan persentase bahan kering (%)

Bahan Pakan Penggunaan PK SK TDN

Dedak padi 27.5 4.07 3.08 17.68

BIS 26.7 4.65 2.80 19.22

Onggok 20.0 0.52 2.40 15.20

Molases 8.3 0.37 0.03 4.71

Bungkil kelapa 8.3 1.87 0.86 6.06

Ultra Mineral 1.6 0 0 0

Urea 1.6 4.48 0 0

Kapur 3.3 0 0 0

Garam 2.5 0 0 0

Total 100 16 9.18 62.87

2 . Persiapan Kandang

Kandang dan semua peralatan yang digunakan seperti tempat pakan dan minum dibersihkan dan didesinfektan. Kandang terdiri atas 9 unit kandang individu yang dilengkapi dengan tempat pakan terbuat dari bak semen serta tempat minum berupa ember plastik.

3. Pemberian Pakan dan Air Minum

Pakan perlakuan diberikan secara terbatas dengan sebelumnya melakukan pengamatan adaptasi akan kebutuhan konsumsi tiap ekor sapi. Sebelum dilakukan penelitian diberikan waktu untuk beradaptasi dengan pakan perlakuan secara terjadwal selama tiga minggu Sisa pakan yang diberikan ditimbang keesokan harinya untuk


(41)

mengetahui konsumsi pakan ternak tersebut. Pemberian air minum dilakukan secara tidak terbatas (ad libitum). Air diganti setiap hari dan tempatnya dicuci dengan air bersih.

3. Pemberian Obat-Obatan

Ternak sapi pertama masuk kandang diberikan obat cacing WORMZOL-B dan vitamin B-kompleks sebanyak 5-10 ml/ekor selama masa adaptasi, sedangkan obat lain diberikan sesuai kondisi ternak.

4. Pengambilan Data

Konsumsi pakan dihitung setiap hari, sedangkan penimbangan bobot badan sapi dengan timbangan digital dilakukan sekali dalam selang waktu 14 hari.

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan mengkoleksi feses dengan frekuensi pengambilan feses dilakukan sekali dalam sehari selama tujuh hari. Feses ditimbang kemudian diambil sampel 10% dari jumlah total feses tiap ekor. Sampel dimasukkan kedalam pendingin untuk dilakukan analisa laboratorium.

5. Analisis Data

Hasil analisis kimiawi pakan, feses, bahan kering dan bahan organik kemudian ditabulasi dengan menggunakan rumus daya cerna dilanjutkan secara statistik dengan sidik ragam dan untuk melihat perbedaan tiap perlakuan dilakukan uji lanjut beda nyata terkecil.


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Pembahasan

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi pakan dihitung dengan menambahkan semua bahan yang dikonsumsi oleh ternak yaitu hijauan lapangan, konsentrat serta pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi dalam bahan kering. Rataan konsumsi pakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan konsumsi bahan kering perlakuan (g/ekor/hari).

Perlakuan Kelompok Total Rataan + Sd

K1 K2 K3

P0 2727,08 3541,73 5511,62 11780,45 3926,81 + 1431,65

P1 2933,82 3985,02 5026,60 11945,45 3981,81 + 1046,39

P2 2073,64 3433,28 3510,60 9017,52 3005,84 + 808,23

3638,15 + 1095.42

Tabel 9 menunjukkan konsumsi bahan kering tertinggi terdapat pada perlakuan P1 sebesar 3981,82 g/ekor/hari sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan P2

sebesar 3005,84 g/ekor/hari. Hasil analisis ragam (Lampiran 14) menunjukkan bahwa perlakuan ransum tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan kering. Pemberian pelepah daun kelapa sawit amoniasi menunjukkan bahwa tingkat konsumsi bahan kering pakan sapi tidak dipengaruhi oleh pakan perlakuan, hal ini sesuai penelitian Hassan (1992) menyatakan tidak ada perbedaan nyata antara konsumsi dan kecernaan bahan kering antara 0%, dan 3% urea pada pemberian daun kelapa sawit pada ternak ruminansia.

Perlakuan P1 merupakan konsumsi bahan kering tertinggi dimana konsumsi

dipengaruhi oleh sifat pakan yang disukai ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tillman et al. (1991) jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang paling


(43)

penting yang menentukan jumlah zat-zat makanan yang tersedia bagi ternak. Hal ini selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produksi, akan tetapi pengaturan konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat kompleks karena banyak faktor yang terlibat seperti sifat pakan, faktor ternak dan faktor lingkungan.

Peningkatan konsumsi pada level 20% pada pemberian pelepah daun kelapa sawit amoniasi hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Zahari et al. (2009) dimana pada level pemberian 25% daun pelepah kelapa sawit amoniasi yang diberikan pada ternak ruminansia domba dapat meningkatkan konsumsi bahan kering dengan konsumsi rataan perhari sebesar 104 g/ ekor/ hari sedangkan pada level 40% menurunkan konsumsi bahan kering dengan rataan konsumsi bahan kering sebesar 87,7 g/ekor/hari.

Penelitian yang dilakukan Hanafi (1999) pada ternak ruminansia domba yang dilakukan dengan penambahan konsentrat pada daun kelapa sawit segar, amoniasi dan silase terhadap konsunsi domba menunjukkan pada perlakuan pemberian daun kelapa sawit amoniasi menunjukkan peningkatan konsumsi bahan kering tertinggi dibandingkan pemberian dalam keadaan segar. Meningkatnya konsumsi ransum dapat disebabkan penambahan konsentrat pada perlakuan amoniasi lebih banyak mengkonsumsi konsentrat sehingga mengakibatkan konsumsi bahan kering ransum lebih tinggi dibandingkan dengan daun kelapa sawit segar tanpa perlakuan.


(44)

Konsumsi Bahan Organik

Data konsumsi pakan ternak sapi yang dihitung dalam bentuk bahan kering dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan konsumsi bahan organik perlakuan (g/ekor/hari).

Perlakuan Kelompok Total Rataan + Sd

K1 K2 K3

P0 2595,38 3370,82 5246,38 11212,59 3737,52 + 1363,01

3795,83 + 996,66 2867,47 + 770,70 P1 2797,99 3798,19 4791,30 11387,49

P2 1978,60 3274,24 3349,57 8602,42

3466,94 + 1043,45

Tabel 10 menunjukkan rataan konsumsi bahan organik tertinggi terdapat pada perlakuan P1 sebesar 3795,83 g/ekor/hari sedangkan yang terendah terdapat pada

perlakuan P2 sebesar 2867,48 g/ekor/hari. Hasil analisis ragam (Lampiran 15)

menunjukkan bahwa perlakuan ransum tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan organik sapi.

Konsumsi bahan kering dan bahan organik menunjukkan adanya persamaan antara konsumsi bahan kering dan konsumsi bahan organik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutardi (1980) menyatakan bahwa konsumsi bahan organik berkaitan erat dengan konsumsi bahan kering karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering. Pendekatan penelitian yang sama juga dilakukan pada pengujian kimiawi daun kelapa sawit segar, silase dan amoniasi yang diberikan pada ternak ruminansia dilakukan Hanafi (1999) yang menyatakan terdapat pengaruh perlakuan terhadap perlakauan kandungan bahan organik. Bila dilakukan uji lanjut beda nyata terkecil terlihat bahwa konsumsi bahan organik tertinggi terdapat pada perlakuan amoniasi dan terendah pada kontrol dengan pemberian daun kelapa sawit segar.


(45)

Konsumsi bahan organik tertinggi pada P1 dan terendah pada P2, hal ini

disebabkan konsumsi bahan kering pada perlakuan P1 meningkat yang diikuti

peningkatan bahan organik. Perlakuan P2 terjadi penurunan konsumsi yang disebabkan

rendahnya palatabilitas pada perlakuan P2. Hal ini sesuai pernyataan Tillman et al.

(1981) yang menyatakan pemilihan makanan bukan hanya karena faktor gizi, tetapi juga dipengaruhi perbedaan tekstur yang mempengaruhi palatabilitas.

Kecernaan Bahan Kering

Kecernaan merupakan selisih antara pakan yang dikonsumsi dengan sisa pakan yang tidak tercerna dan dikeluarkan dalam bentuk feses. Data hasil pengamatan pengaruh pemberian pelepah daun kelapa sawit amoniasi terhadap kecernaan bahan kering pada sapi dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan kecernaan bahan kering selama penelitian (%).

Perlakuan Kelompok Total Rataan + Sd

K1 K2 K3

P0 62,38 64,09 66,53 192,99 64,33 + 2,09

54,69 + 0,80 50,81 + 0,32 P1 54,12 54,35 55,60 164,07

P2 50,96 51,02 50,44 152,42

56,61 + 1,07

Tabel 11 menunjukkan rataan kecernaan bahan kering tertinggi terdapat pada perlakuan PO sebesar 64,33% sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan P2

sebesar 50,81%. Hasil analisis ragam (Lampiran 16) menunjukkan bahwa perlakuan ransum sangat memberikan pengaruh yang nyata (P<0,01) terhadap kecernaan bahan kering.


(46)

Perlakuan pakan terhadap kecernaan bahan kering dengan uji beda nyata terkecil (BNT) secara ringkas dapat digambarkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kecernaan bahan kering (%)

Gambar 2 diatas terlihat bahwa kecernaan bahan kering tertinggi terdapat pada ebesar 62,1% sedangkan pada level 40% kecernaan sebesar 60,9%.

Pada perlakuan P1 dan P2 mengalami penurunan tingkat kecernaan bahan

kering walaupun terjadi peningkatan konsumsi bahan kering pada perlakuan P1. Hal ini

sesuai pendapat Ensminger (1990) yang menyatakan ternak tidak dapat memanfaatkan semua zat-zat makanan yang terdapat pada pakan. Nilai manfaat suatu pakan dapat diketahui melalui percobaan penentuan daya cerna pada ternak, karena analisa kimia hanya menggambarkan nilai suatu pakan tanpa nilai manfaatnya (Anggorodi, 1984).

Kecernaan Bahan Organik

Kecernaan merupakan selisih antara pakan yang dikonsumsi dalam bahan organik dengan sisa pakan yang tidak tercerna dan dikeluarkan dalam bentuk feses. Hasil pengamatan pengaruh pemberian pelepah daun kelapa sawit amoniasi terhadap kecernaan bahan organik pada sapi dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan kecernaan bahan organik selama penelitian (%).

Perlakuan Kelompok Total Rataan + Sd

K1 K2 K3

P0 67,64 69,54 71,46 208,64 69,55 + 1,91

61,77 + 0,71 57,66 + 0,30 P1 61,32 61,40 62,58 185,30

P2 57,97 57,62 57,38 172,97

62,99 + 0,97

Tabel 12 diperoleh rataan kecernaan bahan kering tertinggi terdapat pada perlakuan PO sebesar 69,55% sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan P2

sebesar 57,66%. Hasil analisis ragam (Lampiran 16) menunjukkan bahwa perlakuan

0 10 20 30 40 50 60 70

P0 P1 P2

K e c e rn a a n B a h a n K e ri n g ( % )

Perlakuan

64,33 A

54,69 B

50. 81 C


(47)

ransum sangat memberikan pengaruh yang nyata (P<0,01) terhadap kecernaan bahan organik.

Perlakuan pakan terhadap kecernaan bahan organik dengan uji beda nyata terkecil (BNT) secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kecernaan bahan organik (%).

Gambar 3 menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering tertinggi terdapat pada perlakuan P0 berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan sangat berbeda nyata dengan

perlakuan P2. Kecernaan bahan kering paling rendah terdapat pada perlakuan P2, hal

ini menunjukkan bahwa pemberian pelepah daun kelapa sawit amoniasi pada perlakuan P2 berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan kecernaan bahan organik.

Tingginya kecernaan bahan organik dari perlakuan P0 disebabkan karena tingginya kecernaan bahan kering pada perlakuan P0. Hal ini sejalan dengan pendapat

Tillman et al. (1991) menyatakan bahwa sebagian besar bahan organik merupakan komponen bahan kering. Jika koefisien cerna bahan kering tinggi, maka koefisien cerna bahan organiknya juga tinggi. Hal ini ada hubungannya dengan kandungan

0 10 20 30 40 50 60 70 80

P0 P1 P2

Perlakuan K ecer n aan B ah u an O rga ni k ( %

) 61,77 B

69,55 A


(48)

mikroorganisme yang semakin meningkat yang menyebabkan kadar cerna pakan tinggi. Pernyataan yang sama juga didukung oleh Sutardi (1980) yang menyatakan bahwa bahan organik berkaitan erat dengan bahan kering karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering..

Perlakuan P0 menunjukkan nilai kecernaan organik yang lebih tinggi berbeda

sangat nyata terhadap perlakuan P1 dan P2. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

penggunaan pelepah daun kelapa sawit amoniasi 20% dan 40% sebagai pengganti hijauan menunjukkan pengaruh yang negatif terhadap kecernaan bahan organik pada ternak sapi.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Perbedaan konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Rekapitulasi hasil selama penelitian

Parameter

Perlakuan Konsumsi BK Konsumsi BO Kecernaan Kecernaan (gr/ekor/hari)* (gr/ekor/hari)* BK (%) BO (%)

P0 3926,82 3737,53 64,33 A 69,55 A

P1 3981,82 3795,83 54,69 B 61,77 B

P2 3005,84 2867,48 50,81 C 57,66 C

Keterangan: Superkrip yang berbeda dengan kolomnya menunjukkan pengaruh sangat berbeda nyata.(P<0,01). * = tidak berbeda nyata

Pakan perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi bahan kering dan konsumsi bahan organik. Rataan konsumsi bahan kering tertinggi terdapat pada Po sebesar 3926,82 g/ekor/hari dan terendah pada P2 sebesar 3005,84 g/ekor/hari. Rataan konsumsi bahan organik tertinggi terdapat pada Po sebesar 3737,53 g/ekor/hari dan terendah pada P2 sebesar 2867,48 g/ekor/hari.


(49)

Pakan perlakuan sangat memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik. Rataan kecernaan bahan kering tertinggi terdapat pada P0 sebesar 64,33% dan terendah pada P2 sebesar 50,81%. Rataan kecernaan bahan

organik tertinggi terdapat pada P0 sebesar 69,55% dan terendah pada P2 sebesar

57,66%.

Hasil dari penelitian menunjukkan terjadi kecendrungan pada pemberian pelepah daun kelapa sawit amoniasi pada level diatas 20% mengalami penurunun tingkat kecernaan sapi. Hal ini menunjukkan pelepah daun kelapa sawit amoniasi pada level pemberian di atas 20% belum dapat mengganti hijauan lapangan.


(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian penggunaan pelepah daun kelapa sawit amoniasi sebagai pengganti rumput lapangan dapat disimpulkan secara ringkas:

1. Penggunaan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi sebagai pengganti rumput lapangan tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi bahan kering dan bahan organik pada sapi.

2. Penggunaan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi sebagai pengganti hijauan pada level diatas 20% sangat memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan kecernaan bahan kering dan bahan organik.

Saran

Disarankan kepada peternak agar menggunakan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi pada level dibawah 20% sebagai pengganti rumput lapangan.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, , R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.

Anggorodi, R., 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.

Balai Penelitian Bioteknolologi Tanaman Pangan. 2000. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Balai Penelitian Ternak, 2003. Perkebunan Kelapa Sawit dapat Menjadi Basis Pengembangan Sapi Potong. Bogor.

Bamualim, A. and R.B. Wirdahayati. 2003. Nutrition and management strategies to improve Bali cattle in eastern Indonesia. In K. Entwistle and D.R. Lindsay (Eds.). Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. ACIAR Proc. No.110: 17-22.

Crurch, D.C and W.E Pond. 1988. Basic Animal Nutrition and Feeding, 3rd ed. John Willy and Sons, Inc. United Status of America.

Davendra, C., 1997. Utilization Of Feedingstuff from palm Oil. P.16. malaisian agriculture and Research and development Institute serdang, Malaysian.

Hanafi, N.D. 1999. Perlakuan Biologi dan Kimiawi Untuk Meningkatkan Mutu Daun Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Pakan Domba. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Doeschate R. A. H. M., C. W. Scheele., V. V. A. M Schreurs dan J.D Vander Klis. 1993. Digestibility. Studies in Broiler Chickens. Influence of Genotype, Age, Sex and Methode of Determination, British Poultry Science.

Elisabeth, J., dan S. P. Ginting. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri KelapaSawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Prosiding Lokakarya Nasional : SistemIntegrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu 9-10 September 2003. P. 110-119.

Ernawati, 1995. Amoniasi Pakan Serat Kasar dengan Urea Berdasarkan Sifat Fisik, Komposisi Nimia dan Fermeatabilitas. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada University, Yogyakarta.

Ginting, S. P. 1992. Konsumsi dan Kecernaan. Bul. PPSKI. Tahun VIII (37) : 23 – 27. Hanafiah, K. A. 2003. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT. Raja rafindo

Persada, Jakarta.


(52)

Hhtp://ms.wikipedia.org/wiki/Pokok_Kelapa_Sawit, 2006.

Hardjosubroto, W., 1984. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. P. T. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Jalaludin, S., Y.W. Ho, N. Abdullah, and H.Kudo. 1991. Strategies for animal improvement in Southeast Asia. In Utilization of Feed Resources in Re-lation to Utilization and Physiology of Ruminants in the Tropics. Trop.Agric. Res. Series 25: 67-76.

Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius, Jakarta.

Kawamoto, H. M., C. W. Scheele., V. V. A. M Schreurs dan J.D Vander Klis. 1993. Digestibility. Studies in Ruminants Influence of Genotype, Age, Sex and Methode of Determination, Japan Poultry Science.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2000.Departemen Peternakan FP- USU,Medan. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2003.Departemen Peternakan FP- USU,Medan. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2005.Departemen Peternakan FP- USU,Medan. Murti, W.T. 2002. Ilmu Ternak Kerbau, Kanisius. Yogyakarta

Novirman, J. 1991. Penyedian Pemanfaatan dan Nilai Gizo Limbah Pertanian sebagai Makanan Ternak di Sumatera Utara. Pusat Penelitian, Universitas Andalas, Padang.

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminant. UI Press. Jakarta.

Prawirokusumo, S. 1994. Ilmu Gizo Komperatif. BPFF, Yogyakarta.

Rangkuti, M.,A. Musofie, P. Sitorus, I.P. Kompiang, N. Kusumawadhadi dan A. Roesjad. 1985. Pemanfaatan Daun Tebu untuk Pakan Ternak di Jawa Timar. Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu untuk Pakan Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, 5 Maret 1985, Grati. Ranjhan, S. K. and N. N. Pathak. 1979. Management and Feeding of Buffaloes. Ltd.,

New Delhi.

Ranjhan, S.K. 1980. Animal Nutrition In The Tropics. Vikas Publishing Hause P. and T Ltd., New Delhi.


(1)

Lampiran 4. Data konsumsi pelepah daun kelapa sawit amoniasi segar (g/ekor/hari)

Data konsumsi pelepah daun kelapa sawit amoniasi segar (g/ekor/hari)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 JUMLAH RATAAN

P0K1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

P0K2 0 0 0 0 0 0 0 0 0

P0K3 0 0 0 0 0 0 0 0 0

P1K1 631.28 547.83 618.82 787.48 796.92 630.79 510.15 4523.26 646.18 P1K2 815.56 996.79 996.79 1270.22 1090.20 1132.22 1341.37 7643.16 1091.88 P1K3 1939.95 1937.38 2027.85 1699.22 1494.20 1741.04 1903.11 * * P2K1 585.11 954.53 1030.26 508.10 389.66 408.99 362.94 4239.59 605.66 P2K2 1012.66 1180.03 1268.34 1003.62 961.52 1579.53 1807.33 8813.03 1259.00 P2K3 1169.71 1104.10 884.02 1133.99 1342.46 964.33 725.65 7324.25 1046.32 Keterangan: *= missing data

Lampiran 5. Data konsumsi hijauan segar (g/ekor/hari)

Konsumsi hijauan segar (gr/ekor/hari)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 JUMLAH RATAAN

P0K1 8500 8500 8550 8000 8800 8500 8450 59300 8471.43 P0K2 11000 10900 11200 11100 11150 10900 11000 77250 11035.71 P0K3 17200 17500 17150 17250 17550 17350 17500 121500 17357.14 P1K1 8850 8900 9300 8750 8850 8800 9100 62550 8935.71 P1K2 10950 11050 10750 11050 11100 11150 11000 77050 11007.14 P1K3 18700 18800 18750 18700 18700 18650 18700 * * P2K1 5650 5600 5400 5500 5400 5650 5450 38650 5521.43 P2K2 7800 7750 7750 7750 7800 7750 7900 54500 7785.71 P2K3 9200 9300 9250 9250 9150 9250 9250 64650 9235.71 Keterangan: *= missing data

Lampiran 6. Konsumsi konsentrat dalam bahan kering (g/ekor/hari)

Konsumsi konsentrat dalam bahan kering (g/ekor/hari)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah Rataan

P0K1 713.43 713.43 713.43 713.43 713.43 713.43 713.43 11423.85 713.43 P0K2 918.55 918.55 918.55 918.55 918.55 918.55 918.55 16130.67 918.55 P0K3 1385.83 1385.83 1385.83 1385.83 1385.83 1385.83 1385.83 13070.59 1385.83 P1K1 470.29 408.13 461.01 586.66 593.69 469.93 380.05 9063.82 481.40 P1K2 607.58 742.60 742.60 946.30 812.18 843.49 999.31 15187.22 813.44 P1K3 1445.24 1443.32 1510.72 1265.89 1113.16 1297.05 1417.79 * * P2K1 435.90 711.11 767.53 378.53 290.29 304.69 270.39 9724.02 451.20 P2K2 754.42 879.11 944.89 747.68 716.32 1176.73 1346.44 12022.06 937.94 P2K3 871.42 822.54 658.58 844.81 1000.11 718.41 540.60 5456.47 779.50 Keterangan: *= missing data


(2)

Lampiran 7. Konsumsi pelepah daun sawit amoniasi dalam bahan kering (g/ekor/hari)

Konsumsi pelepah daun kelapa sawit amoniasi dalam bahan kering (g/ekor/hari)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah Rataan

P0K1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

P0K2 0 0 0 0 0 0 0 0 0

P0K3 0 0 0 0 0 0 0 0 0

P1K1 321.00 278.57 314.67 400.43 405.23 320.76 259.41 2300.08 328.58 P1K2 414.71 506.87 506.87 645.91 554.37 575.73 682.09 3886.55 555.22 P1K3 986.46 985.16 1031.16 864.05 759.80 885.32 967.73 * * P2K1 297.53 485.38 523.89 258.37 198.14 207.97 184.56 2155.83 307.98 P2K2 514.94 600.05 644.95 510.34 488.93 803.19 919.03 4481.42 640.20 P2K3 594.80 561.43 449.52 576.63 682.64 490.36 368.99 3724.38 532.05 Keterangan: *= missing data

Lampiran 8. Konsumsi hijauan dalam bahan kering (g/ekor/hari)

Konsumsi hijauan dalam bahan kering (g/ekor/hari)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah Rataan

P0K1 2020.45 2020.45 2032.34 1901.60 2091.76 2020.45 2008.57 14095.61 2013.66 P0K2 2614.70 2590.93 2662.24 2638.47 2650.36 2590.93 2614.70 18362.33 2623.19 P0K3 4088.44 4159.75 4076.56 4100.33 4171.64 4124.10 4159.75 28880.55 4125.79 P1K1 2103.65 2115.53 2210.61 2079.88 2103.65 2091.76 2161.86 14868.14 2123.85 P1K2 2602.82 2626.59 2555.28 2626.59 2638.47 2650.36 2614.43 18314.79 2616.36 P1K3 4444.99 4468.76 4506.88 4544.99 4588.99 4593.05 4999.94 * * P2K1 1343.01 1331.12 1283.58 1307.35 1283.58 1343.01 1298.75 9187.11 1312.91 P2K2 1854.06 1842.18 1842.18 1842.18 1854.06 1842.18 1979.15 12954.65 1865.14 P2K3 2186.84 2210.61 2198.73 2198.73 2174.96 2198.73 2224.83 15367.31 2199.06 Keterangan: *= missing data

Lampiran 9. Total konsumsi pakan dalam bahan kering (g/ekor/hari)

Total konsumsi pakan dalam bahan kering (g/ekor/hari)

Keterangan: *= missing data

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah Rataan

P0K1 2733.88 2733.88 2745.76 2615.03 2805.19 2733.88 2721.99 25519.46 2727.09 P0K2 3533.25 3509.48 3580.79 3557.02 3568.91 3509.48 3533.25 34493.00 3541.74 P0K3 5474.27 5545.58 5462.39 5486.16 5557.47 5509.93 5545.58 41951.14 5511.62 P1K1 2894.94 2802.23 2986.29 3066.97 3102.57 2882.45 2801.32 26232.04 2933.83 P1K2 3625.11 3876.05 3804.74 4218.79 4005.02 4069.58 4295.83 37388.56 3985.02 P1K3 6876.69 6897.24 7048.76 6674.94 6461.95 6775.42 7385.46 * * P2K1 2076.44 2527.61 2574.99 1944.24 1772.01 1855.66 1753.69 21066.96 2072.09 P2K2 3123.42 3321.33 3432.02 3100.20 3059.31 3822.10 4244.61 29458.13 3443.28 P2K3 3653.05 3594.58 3306.83 3620.17 3857.71 3407.50 3134.41 24548.15 3510.61


(3)

Lampiran 10. Pengeluaran feses dalam keadaan segar (g/ekor/hari)

Pengeluaran feses dalam keadaan segar (g/ekor/hari)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah Rataan P0K1 5850 4750 4450 4800 4100 4700 4600 33250 4750.00 P0K2 6450 5300 7150 5950 5650 5400 6100 42000 6000.00 P0K3 7700 8100 7900 7550 7950 8400 7800 55400 7914.29 P1K1 5800 5400 6350 5550 4900 4550 4900 37450 5350.00 P1K2 6500 6900 8400 6750 5250 7550 6500 47850 6835.71 P1K3 8600 8750 8250 8400 8500 8700 8550 * * P2K1 4900 5250 4700 4850 5050 5200 5500 35450 5064.29 P2K2 8800 8000 8400 8200 7350 8500 7650 56900 8128.57 P2K3 9150 8800 8450 8700 7650 8950 8100 59800 8542.86 Keterangan: *= missing data

Lampiran 11. Pengeluaran feses dalam keadaan kering (g/ekor/hari)

Pengeluaran feses dalam keadaan kering (g/ekor/hari)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah Rataan

P0K1 1263.60 1026.00 961.20 1036.80 885.60 1015.20 993.60 7182.00 1026.00 P0K2 1367.40 1123.60 1515.80 1261.40 1197.80 1144.80 1293.20 8904.00 1272.00 P0K3 1794.87 1888.11 1841.49 1759.91 1853.15 1958.04 1818.18 12913.74 1844.82 P1K1 1459.28 1358.64 1597.66 1396.38 1232.84 1144.78 1232.84 9422.42 1346.06 P1K2 1728.35 1834.71 2233.56 1794.83 1395.98 2007.55 1728.35 12723.32 1819.62 P1K3 1992.62 2027.375 1911.525 1946.28 1969.45 2015.79 1981.035 * * P2K1 983.92 1054.20 943.76 973.88 1014.04 1044.16 1104.40 7118.36 1016.91 P2K2 1820.72 1655.20 1737.96 1696.58 1520.72 1758.65 1582.79 11772.61 1681.68 P2K3 1863.86 1792.56 1721.27 1772.19 1558.31 1823.12 1649.97 12181.26 1740.01 Keterangan: *= missing data

Lampiran 12. Rataan Pengeluaran Feses (g) selama penelitian.

Perlakuan

Segar

Bahan Kering

Bahan Organik

P0K1

4750

1026.00

839.88

P0K2

6000

1272.00

1026.63

P0K3

7914

1844.75

1497.39

P1K1

5350

1346.06

1082.37

P1K2

6842

1819.29

1466.16

P1K3

*

*

*

P2K1

5064

1016.85

831.58

P2K2

8128

1681.68

1387.56

P2K3

8542

1740.01

1427.67


(4)

Lampiran 13. Rataan total konsumsi bahan kering dan organik (g/ekor/hari).

Perlakuan Pakan segar B. Kering Total BK B. Organik Total

(g) (g)

B. Organik

P0K1 hijauan 8471.43 2013.66 1925.26

p. sawit amoniasi 0 0 2727.09 0 2595.38

konsentrat 1426.00 713.43 670.12

P0K2 hijauan 11035.71 2623.19 2508.03

p. sawit amoniasi 0 0 3541.74 0 3370.83

konsentrat 1836.00 918.55 862.79

P0K3 hijauan 17357.14 4125.79 3944.67

p. sawit amoniasi 0 0 5511.62 0 5246.38

konsentrat 2770.00 1385.83 1301.71

P1K1 hijauan 8935.00 2123.85 2030.61

p. sawit amoniasi 646.18 328.58 2933.83 315.21 2797.99

konsentrat 962.21 481.39 452.17

P1K2 hijauan 11007.00 2616.36 2501.51

p. sawit amoniasi 1091.89 555.23 3985.02 532.63 3798.19

konsentrat 1625.89 813.43 764.06

P1K3 hijauan

p. sawit amoniasi 5026.60* 4791.31*

konsentrat

P2K1 hijauan 5521.00 1312.34 1254.73

p. sawit amoniasi 864.14 439.42 2073.64 421.53 1978.61

konsentrat 643.38 321.88 302.34

P2K2 hijauan 7786.00 1850.73 1769.49

p. sawit amoniasi 1796.33 913.43 3433.28 876.26 3274.24

konsentrat 1337.43 669.12 628.50

P2K3 hijauan 9236.00 2195.40 2099.02

p. sawit amoniasi 1492.87 759.12 3510.61 728.23 3349.58

konsentrat 1111.50 556.08 522.33

Keterangan: * = hasil rataan missing data

Lampiran 14. Analisa sidik ragam rataan konsumsi bahan kering selama penelitian.

Rataan konsumsi bahan kering selama penelitian (g/ekor/hari).

Perlakuan

Kelompok

Total

Rataan

K

1

K

2

K

3

P

0

2727.09

3541.74

5511.62

11780.45

3926.82

P

1

2933.83

3985.02

5026.60*

11945.45

3981.82

P

2

2073.64

3433.28

3510.61

9017.53

3005.84

Total

7734.55

10960.04

14048.83

32743.42

Rataan

2578.18

3653.35

4682.94

3638.16

Keterangan: * = hasil rataan missing data

Uji keragaman konsumsi bahan kering selama penelitian.

SK

DB

JK

KT

F. hitung

F. tabel

0.05

0.01

Perlakuan

2

1803742.71 901871.35

3.80

tn

6.94

18.00

Kelompok

2

6646051.66 3323025.83 14 *

6.94

18.00

Galat

4

949555.95

237388.99

Total

8

9399350.31


(5)

Lampiran 15. Analisa sidik ragam rataan konsumsi bahan organik selama penelitian.

Rataan konsumsi bahan organik selama penelitian (g/ekor/hari).

Perlakuan

Kelompok

Total

Rataan

K

1

K

2

K

3

P

0

2595.38

3370.83

5246.38

11212.59

3737.53

P

1

2797.99

3798.19

4791.31*

11387.50

3795.83

P

2

1978.61

3274.24

3349.58

8602.43

2867.48

Total

7371.98

10443.26

13387.27

31202.51

Rataan

2457.33

3481.09

4462.42

3466.95

Keterangan: * = hasil rataan missing data

Uji keragaman konsumsi bahan organik selama penelitian

SK

DB

JK

KT

F. hitung

F. tabel

0.05

0.01

Perlakuan 2

1622240.46 811120.23

3.78 tn

6.94

18

Kelompok 2

6031508.83 3015754.42

14.05 *

6.94

18

Galat

4

858728.83

214682.21

Total

8

8512478.13

Keterangan: FK =108177397.8 tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata

Lampiran 16. Analisa sidik ragam rataan kecernaan bahan kering selama penelitian.

Rataan kecernaan bahan kering selama penelitian (%).

Perlakuan

Kelompok

Total

Rataan

K1

K2

K3

P0

62.38

64.09

66.53

192.99

64.33

P1

54.12

54.35

55.60*

164.07

54.69

P2

50.96

51.02

50.44

152.42

50.81

Total

167.46

169.45

172.57

509.48

Rataan

55.82

56.48

57.52

56.61

Keterangan: * = hasil rataan missing data

Uji keragaman kecernaan bahan kering selama penelitian

SK

DB

JK

KT

F. hitung

F. tabel

0.05

0.01

Perlakuan 2

290.98 145.49

100.78

**

6.94

18.00

Kelompok 2

4.42

2.21

1.53 tn

6.94

18.00

Galat

4

5.77

1.44

Total

8

301.17

Keterangan: FK: 28840, 61 FK: 2,12


(6)

Notasi BNT taraf 1% kecernaan bahan kering terhadap perlakuan

Perlakuan

Rataan

Notasi

P

0

64,33

A

P

1

54,69

B

P

2

50,42

C

Keterangan: Superskrip dengan huruf berbeda pada notasi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada level (P<0,01).

Lampiran17. Analisa sidik ragam rataan kecernaan bahan organik selama penelitian

Rataan kecernaan bahan organik selama penelitian (%).

Perlakuan

Kelompok

Total

Rataan

K1

K2

K3

P0

67.64

69.54

71.46

208.64

69.55

P1

61.32

61.40

62.58*

185.29

61.76

P2

57.97

57.62

57.38

172.97

57.66

Total

186.93

188.56

191.42

566.91

Rataan

62.31

62.85

63.81

62.99

Keterangan: * = hasil rataan missing data

Uji keragaman kecernaan bahan organik selama penelitian

SK

DB JK

KT

F.

hitung

F. tabel

0.05

0.01

Perlakuan 2

218.82 109.41

86.98

**

6.94

18

Kelompok 2

3.44

1.72

1.37 tn

6.94

18

Galat

4

5.03

1.26

Total

8

227.29

Keterangan: FK: 35709.30 KK: 2,12

tn : tidak berbeda nyata ** : sangat berbeda nyata

Notasi BNT taraf 1% kecernaan bahan organik terhadap perlakuan

Perlakuan

Rataan

Notasi

P

0

69.55

A

P

1

61.76

B

P

2

K

57.66

C

Keterangan: Superskrip dengan huruf berbeda pada notasi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada level (P<0,01)