Kelainan Pigmentasi Tipe Kelainan Pigmentasi Kualitas Hidup Penderita Usia Epidemiologi dan Insidens 3. Etiopatogenesis

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

3.2. Definisi Operasional

1. Kelainan Pigmentasi

Definisi : Kelainan kulit yang terjadi akibat gangguan pada proses pembentukan pigmen melanin Alat Ukur : Adanya bercak keputihan atau kecoklatan pada wajah Cara Ukur : Melihat gambaran klinis Skala Ukur : Nominal

2. Tipe Kelainan Pigmentasi

Definisi : Kelainan Pigmentasi dibagi atas 2 tipe ; hipermelanosis dan hipomelanosis Alat Ukur : Melihat warna kelainan pigmentasi Cara Ukur : Lesi kecokelatan- kehitaman warna gelap di wajah: hipermelanosis. Lesi putih di wajah: hipomelanosis Skala Ukur : Nominal Kelainan Pigmentasi Wajah Kualitas Hidup Universitas Sumatera Utara

3. Kualitas Hidup Penderita

Definisi : Kualitas hidup merupakan derajat kepuasan yang dialami oleh seseorang dalam melakukan aktivitas seharian Alat Ukur : Melakukan wawancara berdasarkan kuesioner Cara Ukur : Skor setiap jawaban kuesioner DLQI yang terdiri dari 10 pertanyaaan Hasil Ukur : Hasil skor 0-1: tidak ada efek penyakit pada kualitas hidup pasien, skor 2-5 : efek yang kecil, skor 6-10 : efek sedang, 11-20 : berefek besar dan 21-30 : efek yang sangat penting dari penyakit pada kualitas hidup pasien Skala Ukur : Ordinal

4. Usia

Definisi : Usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat beberapa tahun Cara Ukur : 6 bulan dibulatkan ke atas 6 bulan dibulatkan kebawah Alat Ukur : Data diri penderita pada lembar status identitas responden Skala Ukur : Ordinal

5. Lama Menderita

Definisi : Lama waktu yang dihitung mulai dari awal munculnya gejala kelainan pigmentasi wajah hingga saat ini Cara Ukur : Menanyakan sejak kapan penderita mengalami kelainan pigmentasi di wajah Skala Ukur : Nominal Universitas Sumatera Utara

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan design penelitian cross sectional potong lintang, yaitu dengan melakukan pengamatan dan pengukuran sesaat terhadap penderita kelainan pigmentasi wajah yang mengunjungi posyandu di Kecamatan Medan Labuhan.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di posyandu Kecamatan Medan Labuhan. Tempat ini dipilih karena besarnya jumlah posyandu di Kecamatan Medan Labuhan sebanyak 21 posyandu dengan beberapa posyandu memiliki jumlah pengunjung kelainan pigmentasi wajah terbanyak dibandingkan posyandu di beberapa kecamatan lainnya, sehingga memudahkan peneliti dalam proses pengumpulan data untuk penelitian ini.

4.2.2. Waktu Penelitian

Pengumpulan data penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus sampai September 2015.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah pengunjung posyandu Kecamatan Medan Labuhan yang menderita kelainan pigmentasi wajah. Universitas Sumatera Utara

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah pengunjung posyandu Kecamatan Medan Labuhan yang menderita kelainan pigmentasi wajah yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi : 1. Penderita kelainan pigmentasi wajah yang mengunjungi posyandu Kecamatan Medan Labuhan. 2. Usia minimal 16 tahun. 3. Bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani surat persetuuan penelitian setelah diberi penjelasan informed consent. Kriteria eksklusi : 1. Ada riwayat penyakit berat stroke, infeksi kronik, infark myocardium, akut, keganasan, asma. 2. Tidak bisa berkomunikasi dengan baik dan tidak memberikan informasi yang jelas.

4.3.3. Cara Pengambilan Sampel

Pemilihan sampel mengguanakan teknik consecutive sampling. Pada metode ini, semua subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi Sastroasmoro dan Ismael, 2011.

4.3.4. Besar Sampel

Besar sampel yang digunakan untuk penelitian korelatif menggunakan rumus : n = n = n = 96,04 Universitas Sumatera Utara Keterangan: n : besar sampel minimum Zα : tingkat kemaknaan yang ditetapkan oleh peneliti P : Merupakan proporsi di populasi = 0,5 sebab populasi tidak diketahui Q : 1-P d : Merupakan kesalahan absolut yang dikehendaki Sudigdo, 2008 Berdasarkan perhitungan diatas, maka besar sampel yang diperlukan adalah 96,04 orang dan dibulatkan menjadi 100 orang

4.4. Metode Pengumpulan Data

4.4.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer, merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara berdasarkan kuesioner pada penderita kelainan pigmentasi wajah yang mengunjungi posyandu Kecamatan Medan Labuhan yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

1.4.2. Cara Pengambilan Data

Data yang digunakan merupakan data primer yang diperoleh langsung dari penderita kelalinan pigmentasi wajah yang mengunjungi posyandu Kecamatan Medan Labuhan. 1. Pertama peneliti akan melakukan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian serta meminta persutujuan sebagai responden penelitian. 2. Setelah mendapatkan persetujuan maka akan dilakukan wawancara berdasarkan kuesioner DLQI.

4.5. Metode Analisa Data

Pengolahan data dilakukan salam beberapa tahap, yaitu editing, coding, entry, cleaning data, dan saving. Langkah pertama, editing, dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data kedua, coding, data yang terkumpul Universitas Sumatera Utara kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer kemudian, cleaning data, dengan melakukan pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam memasukkan data terakhir, saving, data kemudian disimpan dan siap dianalisa. Semua data yang telah dikumpulkan, dicatat dan dikelompokkan kemudian diolah menggunakan program Statistic Package for Social Science SPSS sesuai dengan tujuan penelitian. Universitas Sumatera Utara

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Berikut ini, akan dijelaskan hasil dari penelitian tentang kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah pada pengunjung Posyandu yang dilakukan di Posyandu Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan dengan sampel sebanyak 100 orang.

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 21 Posyandu yang aktif berjalan dari 5 Kelurahan di Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan. Nama Kelurahan tersebut adalah Martubung, Pekan Labuhan, Nelayan Indah, Tangkahan dan kelurahan Besar. 5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden 5.1.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.1. Distribusi Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.1 menunjukkan karakteristik responden yang menderita kelainan pigmentasi wajah berdasarkan jenis kelamin. Responden pada pengunjung posyandu tersebut paling banyak adalah perempuan yaitu sebanyak 67 orang 67. Jenis Kelamin Jumlah Persentase Perempuan 67 67,0 Laki-Laki 33 33,0 Total 100 100.0 Universitas Sumatera Utara

5.1.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 5.2. Distribusi Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah pada Responden Berdasarkan Usia Tabel 5.2 menunjukkan karakteristik responden yang menderita kelainan pigmentasi wajah berdasarkan usia. Usia terbanyak dari responden yang menderita kelainan pigmentasi wajah adalah usia 41 – 50 yaitu sebanyak 37 orang 37

5.1.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tipe Kelainan Pigmentasi Wajah

Tabel 5.3. Distribusi Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah pada Responden Berdasarkan Tipenya. Tabel 5.3 menunjukkan karakteristik responden yang menderita kelainan pigmentasi wajah berdasarkan tipe kelainan yang dideritanya. Tipe kelainan dari responden yang terbanyak adalah hipermelanosis yaitu sebanyak 65 orang 65, hipomelanosis sebanyak 35 orang 35. Usia Jumlah Persentase 10 – 20 8 8 21 – 30 15 15 31 – 40 26 26 41 – 50 37 37 51 – 60 14 14 Total 100 100.0 Tipe Kelainan Jumlah Persentase Hipomelanosis 35 35,0 Hipermelanosis 65 65,0 Total 100 100.0 Universitas Sumatera Utara

5.1.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menderita

Tabel 5.4. Distribusi Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah pada responden Berdasarkan Lama Menderita Tabel 5.4 menunjukkan karakteristik responden yang menderita kelainan pigmentasi wajah berdasarkan lama menderita. Responden dengan lama menderita kelainan pigmentasi wajah terbanyak adalah 1 tahun yaitu sebanyak 92 orang 92. 5.1.3 Pengukuran Kualitas Hidup 5.1.3.1 Gambaran Kualitas Hidup Tabel 5.5. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah Tabel 5.5 menunjukkan gambaran kualitas hidup responden berdasarkan skor DLQI. Dari data tersebut didapatkan hasil terbanyak pada efek besar terhadap kualitas hidup sebanyak 54 orang. Sedangkan responden dengan hasil efek sedang sebanyak 21 orang. Lama Menderita Jumlah Persentase 1 tahun 8 8,0 1 tahun 92 92,0 Total 100 100.0 Efek Skor Jumlah Persentase Tidak Ada Efek 0-1 3 3,0 Efek Kecil 2-5 6 6,0 Efek Sedang 6-10 21 21,0 Efek Besar 11-20 54 54,0 Efek Sangat Penting 21-30 15 15,0 Total 100.0 100.0 Universitas Sumatera Utara

5.1.3.2 Gambaran Kualitas Hidup Berdasarkan Usia

Tabel 5.6. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah Berdasarkan Usia Tabel 5.6 menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah pada responden tersebut yang diukur dengan menggunakan DLQI. Berdasarkan usia, hasil terbanyak adalah pada usia 31-50 tahun sebanyak 34 orang dimana pada usia 31-40 tahun dan 41-50 tahun masing-masing berjumlah 17 orang dan menimbulkan efek besar terhadap kualitas hidup. Sedangkan pada usia 10 -20 sebanyak 5 orang berefek besar, usia 21 – 30 sebanyak 9 orang berefek besar, dan usia 51 – 60 sebanyak 6 orang berefek besar. Dari data tersebut didapatkan hasil rata- rata skor DLQI adalah 14,05 dimana score 11 – 20 adalah berefek besar terhadap kualitas hidup.

5.1.3.3 Gambaran Kualitas Hidup Berdasarkan Lama Menderita

Tabel 5.7. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah pada Responden Berdasarkan Lama Menderita. Usia Kualitas Hidup N Persentase Tidak Ada Efek Efek Kecil Efek Sedang Efek Besar Efek Sangat Penting 10-20 1 1 5 1 8 8 21-30 1 3 9 2 15 15 31-40 1 3 17 5 26 26 41-50 2 3 9 17 6 37 37 51-60 1 5 6 2 14 14 Total 3 6 21 54 16 100 100 Lama Menderita Kualitas Hidup N Persentase Tidak Ada Efek Efek Kecil Efek Sedang Efek Besar Efek Sangat Penting 1 tahun 2 6 19 50 51 92 92 1 tahun 1 2 4 1 8 8 Total 3 6 21 54 52 100 8 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.7 menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah berdasarkan lama menderita. Gambaran kualitas hidup pada responden yang menderita 1 tahun menghasilkan efek sangat penting terhadap kualitas hidup sebanyak 51 orang. Sedangkan penderita 1 tahun terbanyak mengalami efek besar terhadap kualitas hidup sebanyak 4 orang. Dari data tersebut didapatkan rata-rata responden menderita kelainan pigmentasi selama 11 tahun.

5.1.3.3 Gambaran Kualitas Hidup Berdasarkan Tipe Kelainan Pigmentasi Wajah

Tabel 5.8. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah Tipe Hipermelanosis Tabel 5.8 menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah dengan tipe hipermelanosis. Gambaran kualitas hidup pada responden dengan tipe hipermelanosis terbanyak memiliki efek besar pada kualitas hidup yaitu 35 orang 53,8. Efek Jumlah Persentase Tidak Ada Efek 3 4,6 Efek Kecil 2 3,0 Efek Sedang 14 21,5 Efek Besar 35 53,8 Efek Sangat Penting 11 16,9 Total 65 100.0 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.9. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Kelainan Pigmentasi Wajah Tipe Hipormelanosis Tabel 5.9 menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah dengan tipe hipomelanosis. Gambaran kualitas hidup pada responden dengan tipe hipormelanosis terbanyak memiliki efek besar pada kualitas hidup yaitu 19 orang 54,2.

5.2 Pembahasan

Kelainan pigmentasi atau yang disebut juga sebagai melanosis adalah kelainan pada proses pembentukan pigmen melanin kulit Lubis, 2008. Kelainan pigmentasi pada wajah dapat mempengaruhi emosional dan psikologis penderita secara signifikan terutama pada penderita wanita yang berpengaruh pada kepercayaan diri, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup penderita Lubis, 2011. Dalam penelitian ini, total sampel berjumlah 100 orang penderita kelainan pigmentasi wajah pada pengunjung Posyandu di Kecamatan Medan Labuan. Dari penelitian ini pada tabel 5.1 perempuan didapatkan jumlah lebih banyak sebanyak 67 orang 67,0. Pada penelitian sebelumnya didapati oleh Febrianti 2004 di Departemen Kesehatan Ilmu Kulit dan Kelamin FK Universitas IndonesiaRS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta tahun 2004 menunjukkan hasil bahwa epidemiologi kelainan hiperpigmentasi seperti melasma 97,3 pada perempuan. Perempuan lebih banyak dari pada laki-laki karena dari segi hormonal perempuan Efek Jumlah Persentase Tidak Ada Efek Efek Kecil 4 11,4 Efek Sedang 7 20,0 Efek Besar 19 54,2 Efek Sangat Penting 5 14,2 Total 35 100.0 Universitas Sumatera Utara memiliki hormon estrogen lebih tinggi. Estrogen berperan langsung pada melanosit sebagai salah satu reseptornya di kulit dan berfungsi untuk meningkatkan jumlah melanin dalam sel Oktarina, 2012. Untuk tipe hipomelanosis di penelitian sebelumnya oleh Dito dan Taruna 2014 vitiligo ditemukan dominasi pada perempuan. Berdasarkan usia, pada tabel 5.2 didapatkan usia 41-50 tahun adalah usia terbanyak sebanyak 37 orang 37,0. Pada penelitian sebelumnya oleh Oktarina 2012 di RSUD Kota Semarang didapatkan usia terbanyak adalah antara 41-50 tahun 39,5, di usia yang tidak muda lagi banyak produk kecantikan kulit yang dapat menimbulkan melasma. Pada penelitian Nair 2014 pada ibu-ibu pengunjung posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo Medan didapatkan usia rentang 31-40 tahun adalah kelomok usia terbanayak 42,4. Dan penelitian sebelumnya oleh Dito dan Taruna 2014 jenis hipomelanosis vitiligo ditemukan pada usia berapapun, tersering pada usia 10 – 40 tahun. Berdasarkan tipe kelainan, didapatkan pada tabel 5.3 terbanyak adalah hipermelanosis 65 orang 65,0. Menurut Chan 2008 diperkirakan di Amerika Serikat, sekitar 5-6 juta wanita menderita kelainan melasma. Dan penelitian sebelumnya oleh Dito dan Taruna 2014 jenis hipomelanosis vitiligo ditemukan pada 0,1-2,9 dari penduduk dunia. Pada responden tersebut dalam tabel 5.4 didapatkan lama menderita terbanyak adalah 1 tahun yaitu sebanyak 92 orang 92,0. Pada penelitian sebelumnya oleh Saravanan 2014 pada ibu-ibu penderita melasma pengunjung posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo kota Medan, didapatkan yang menderita melasma 1 tahun sebanyak 45 orang 60,0. Menurut Linda 2010 durasi menderita melasma biasanya cukup lama dikarenakan perjalanan penyakit yang sering kali refrakter dan sulit diterapi . Universitas Sumatera Utara Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Kelainan pigmentasi pada wajah dapat mempengaruhi emosional dan psikologis penderita secara signifikan terutama pada penderita wanita yang berpengaruh pada kepercayaan diri, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup penderita Lubis, 2011. DLQI adalah salah satu kuesioner kualitas hidup yang secara khusus dirancang untuk penyakit kulit dan dapat digunakan baik untuk mengukur kualitas hidup dan untuk membandingkannya dengan penemuan pada penyakit kulit lainnya. Gambaran kualitas hidup pada responden berdasarkan nilai skor didapatkan pada tabel 5.5 yaitu pada responden cenderung memiliki skor 11-20 sebanyak 54 orang 54,0 yang berarti kelainan pigmentasi yang dideritanya memiliki efek besar terhadap kualitas hidup. Hal ini sesuai dengan penelitian Taylor 2008 sekitar 80 pasien yang didiagnosis menderita satu atau lebih kelainan pigmentasi, 47,3 pasien dapat merasakan dan menyadari kondisi kulitnya, 21,8 merasa orang lain memperhatikan kulitnya, 32,7 merasa tidak menarik karena kondisi kulitnya, 32,7 berusaha untuk menyembunyikan kondisi kulitnya, dan 23,6 merasa kondisi kulit mempengaruhi aktivitasnya. Tabel 5.6 menunjukkan gambaran kualitas hidup responden berdasarkan usia yang mana didapatkan kelainan pigmentasi wajah pada responden menimbulkan efek yang besar terhadap kualitas hidup terutama pada usia 31-50 tahun sebanyak 34 orang. Pada penelitian sebelumnya oleh Balkhrisman 2003 evaluasi pada 102 pasien wanita yang berusia antara 18 – 65 tahun, dilaporkan bahwa melasma berdampak pada kehidupan sosial, kegiatan rekreasi, dan kondisi emosional Balkrishman, 2003. Hal yang berperan kemungkinan berkaitan dengan paparan terhadap faktor resiko dan waktu responden menderita kelainan pigmentasi ketika rentang usia 31-50 tahun. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.7 menunjukkan gambaran kualitas hidup pada responden berdasarkan lama menderitanya dan didapatkan hasil kualitas hidup pada responden cenderung sangat buruk karena efek dari penyakit yang dideritanya selama 1 tahun yaitu sebanyak 51 orang. Hal ini sesuai dengan penelitian salah satu jenis hipermelanosis oleh Misery 2009 bahwa pasien wanita dengan usia lebih dari 45 tahun dan yang menderita melasma dalam waktu yang lama mempunyai kualitas hidup yang rendah. Adanya perbedaan rerata lama sakit penderita kelainan pigmentasai wajah pada penelitian ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan populasi dan sampel yang diambil. Tabel 5.8 dan 5.9 menunjukkan gambaran kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah berdasarkan tipenya dan didapatkan hasil responden dengan tipe hipermelanosis cenderung menimbulkan efek yang besar terhadap menurunnya kualitas hidup responden tersebut pada 35 orang 53,8. Penjelasan salah satu jenis hipermelanosis oleh Hamed 2004 melasma atau yang dikenal dengan istilah flek, secara medis merupakan masalah kesehatan dan secara estetika dapat mengganggu kecantikan. Meskipun tidak membahayakan, flek menimbulkan dampak negatif yang signifikan pada kualitas hidup penderitanya di mana secara psikologis berpotensi mengganggu penampilan dan mengakibatkan rasa rendah diri yang dapat menurunkan produktivitas, harga diri, dan fungsi sosial bagi penderitanya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa kelainan pigmentasi tipe hipermelanosis mempunyai efek besar terhadap kualitas hidup pada responden. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Telah dilakukan penelitian mengenai gambaran kualitas hidup penderita kelaiana pigmentasi wajah pada pengunjung posyandu di kecamatan Medan Labuhan, dengan kesimpulan sebagai berikut: 1. Gambaran kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah terbanyak adalah menimbulkan efek besar 54,0. 2. Gambaran kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah terbanyak usia 31-40 tahun dan 41-50 masing-masing 17,0 menimbulkan efek besar. 3. Gambaran kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah dengan lama menderita 1 tahun menimbulkan efek 51,0. 4. Gambaran kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi tipe hipermelanosis menimbulkan efek besar 53,8. Sedangkan hipomelanosis menimbulkan efek besar 54,2. 5. Tipe Kelainan pigmentasi wajah terbanyak adalah hipermelanosis 65,0. Sedangkan hipomelanosis 35,0.

6.2 Saran

1. Penelitian dapat dilakukan lebih lanjut untuk menilai kualitas hidup penderita kelainan pigmentasi wajah berdasarkan derajat keparahannya. 2. Penelitian dapat dilakukan lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar dan juga pada populasi yang berbeda. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembentukan Pigmen Kulit

Warna kulit tergantung pada 3 tiga komponen menurut derajat yang bervariasi. Jaringan memiliki warna inheren kekuningan akibat kandungan karoten. Adanya Hemoglobin beroksigen dalam dasar kapiler dari dermis memberinya warna kemerahan. Dan warna kecoklatan sampai kehitaman adalah akibat jumlah pigmen melanin yang bervariasi. Dari ketiga substansi berwarna ini hanya melanin yang dihasilkan di kulit. Melanin adalah produk dari melanosit Junquiera, 2003. Melanin dibentuk oleh melanosit dengan enzim tirosinase memainkan peranan penting dalam proses pembentukannya. Sebagai akibat dari kerja enzim tironase, tiroksin diubah menjadi 3,4 dihidroksiferil alanin DOPA dan kemudian menjadi dopaquinone, yang kemudian dikonversi, setelah melalui beberapa tahap transformasi menjadi melanin. Enzim tirosinase dibentuk dalam ribosom, ditransfer dalam lumer retikulum endoplasma kasar, melanosit diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi Junquiera, 2003. Empat tahapan yang dapat dibedakan pada pembentukan granul melanin yang matang Junquiera, 2003 : Tahap 1: Sebuah vesikel dikelilingi oleh membran dan menunjukkan awal proses dari aktivitas enzim tirosinase dan pembentukan substansi granul halus pada bagian perifernya. Untaian-untaian padat elektron memiliki suatu susunan molekul tirosinase yang rapi pada sebuah matrik protein. Tahap 2: Vesikel melanosom berbentuk oval dan memperlihatkan pada bagian dalam filamen-filamen dengan jarak sekitar 10 nm atau garis lintang dengan jarak sama. Melanin disimpan dalam matriks protein. Universitas Sumatera Utara Tahap 3: Peningkatan pembentukan melanin membuat struktur halus agak sulit lihat. Tahap 4: Granul melanin matang dapat terlihat dengan mikroskop cahaya dan melanin secara sempurna mengisi vesikel. 2.2. Melanosis 2.2.1. Definisi Melanosis atau kelainan pigmentasi adalah kelainan warna kulit akibat berkurang atau bertambahnya pertumbuhan pigmen melanin pada kulit Soepardiman, 2010.

2.2.2. Klasifikasi

Melanosis adalah kelainan pada proses pembentukan melanin kulit Soepardiman, 2010: 1. Hipermelanosis melanoderma bila produksi pigmen melanin bertambah, 2. Hipomelanosis lekoderma bila produksi pigmen melanin berkurang. Hipermelanosis dapat disebabkan oleh sel melanosit bertambah maupun hanya karena pigmen melanin saja yang bertambah. Sebaliknya leukoderma dapat disebabkan oleh pengurangan jumlah pigmen melanin atau berkurang maupun tidak adanya sel melanosit. Fitzaptrick membagi hipermelanosis berdasarkan distribusi melanin kulit Soepardiman, 2010 1. Hipermelanosis coklat bila pigmen melanin terletak pada epidermis. 2. Hipermelanosis abu-abu bila pigmen melanin terletak didalam dermis

2.2.3. Jenis Hipermelanosis

Berikut beberapa jenis kelainan hipermelanosis pada wajah antara lain : Universitas Sumatera Utara

2.2.3.1. Melasma 1. Definisi

Melasma adalah gangguan kulit yang umum diperoleh yang ditandai dengan bercak hiperpigmntasi lokal pada kulit yang terpapar sinar matahari. Penyebaran melasma melibatkan wajah dengan bagian tersering di dahi, pipi, dan bibir Fauci, et al., 2008. Sedangkan pada bagian leher dan lengan lebih jarang. Gangguan kulit ini ditandai dengan warna coklat, dapat pula makula atau patch biru abu-abu Taylor, 2007.

2. Epidemiologi dan Insidens

Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal di daerah tropis. Melasma terutama dijumpai pada wanita, meskipun didapat pula pada pria 10. Di Indonesia perbandingan kasus wanita dan pria adalah 24:1. Terutama tampak pada wanita usia subur dengan riwayat langsung terkena pajanan sinar matahari. Insidens terbanyak pada usia 30-44 tahun Soepardiman,

2010. 3. Etiopatogenesis

Meskipun melasma memiliki banyak faktor etiologi yang diakui namun patogenesis pastinya tidak diketahui Soepardiman, 2010. Bukti menunjukkan bahwa faktor internal dan lingkungan mungkin bertanggung jawab untuk memicu, mempertahankan, dan membuat kambuh lesi melasma Tadokoro, et al., 2002. Faktor-faktor tersebut seperti pengaruh genetik, disfungsi tiroid, kosmetik, dan obat-obatan seperti obat anti kejang dan fototoksik Im, et al., 2002. 4. Faktor Resiko Faktor kausatif yang dianggap berperan pada patogenesis melasma adalah Soepardiman, 2010 : Sinar ultra violet, hormon, obat, genetik, ras, kosmetik dan idiopatik. 5. Gejala Klinis Lesi melasma berupa makula berwarna coklat muda atau coklat tua berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, sering pada pipi, dan hidung yang disebut pola malar. Pola mandibular terdapat pada dagu, sedangkan pola sentrofasial di Universitas Sumatera Utara pelipis, dahi, alis, dan bibir atas. Warna keabu-abuan atau kebiru-biruan terutama pada tipe dermal Soepardiman, 2010. Gambar 2.1. Melasma Dikutip dari: Andrew, 2014

6. Diagnosis