Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TAMAN
NASIONAL SEMBILANG KABUPATEN BANYUASIN
PROVINSI SUMATERA SELATAN

THERESIA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengelolaan ekosistem
mangrove di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera
Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Theresia
NIM C252130341

RINGKASAN
THERESIA. Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Taman Nasional Sembilang
Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Dibimbing oleh
MENNOFATRIA BOER dan NIKEN T.M PRATIWI.
Mangrove menjadi ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting
diwilayah pesisir. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 95/KptsII/2003 tanggal 19 Maret 2003, bahwa salah satu wilayah di Provinsi Sumatera
Selatan memiliki kawasan Mangrove yang berada di Taman Nasional Sembilang.
Luasan mangrove di Taman Nasional Sembilang tahun 2003 sebesar 91.679.45 ha
dan tahun 2009 berkurang menjadi 83.447.23 ha atau sekitar 9,80 %. Semua
permasalahan memiliki hubungan dengan aktivitas antropogenik, penyebab utama
permasalahan dan ancaman di sekitar kawasan Taman Nasional Sembilang.
Pengelolaan ekosistem mangrove bersifat dinamis tergantung dari
perkembangan dari kebijakan-kebijakan yang ada. Adanya perbedaan perspektif
daerah dan nasional serta internasional dalam hal mengelola sumberdaya alam
terutama ekosistem mangrove, sering menimbulkan konflik kepentingan antara

konservasi dan konversi, sehingga diperlukan penilaian keberlanjutan pengelolaan
terhadap sumber daya termasuk ekosistem mangrove, baik dilihat dari ekologi,
sosial ekonomi dan kelembagaan. Salah satu alat yang digunakan untuk
mengevaluasi keberlanjutan pengelolaan mangrove ini adalah metode RAPFISH
(Rapid Appraisal Technique for Evaluating Fisheries Sustainability), yang salah
satu alat untuk analisis status kelestarian ekosistem mangrove dengan penyesuaian
berbasis Multi Dimensional Scalling (MDS).
Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis status keberlanjutan
pengelolaan ekosistem mangrove dan (2) merumuskan alternatif kebijakan
pengelolaan ekosistem mangrove agar dapat efektif dan berkelanjutan. Penelitian
ini dilaksanakan di Kawasan Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin
Sumatera Selatan selama dua bulan, yaitu pada bulan Maret-April 2015.
Kondisi tekini tahun 2015, mangrove di Taman Nasional Sembilang
dimana di dominansi oleh jenis mangrove Exoceria agallocha sebesar 99,94%,
nilai kerapatan relatif tertinggi 98,4%. Jenis mangrove Exoceria agallocha
memberikan pengaruh dan peranan yang besar dalam komunitas mangrove di
Taman Nasional Sembilang. Terjadi laju degradasi tutupan mangrove,
membandingkan dua tahun, yaitu tahun 2002 dan 2013. Berdasarkan interpretasi
visual terhadap data penginderaan jauh, didapatkan informasi bahwa luas tutupan
mangrove mengalami penurunan tiap tahun pengamatan, tahun yang diambil

didasarkan pada alasan membandingkan sebelum dan setelah ditetapkan sebagai
kawasan konservasi, dengan memanfaatkan citra Landsat-7 ETM dan Landsat-8,
luasan tutupan mangrove pada tahun 2002 sebesar 93808.73 ha dan menurun pada
tahun 2013 menjadi 78597.55 ha atau sekitar 115211.18 ha (16 %). Luasan
mangrove dari tahun ke tahun berkurang, hal ini mungkin disebabkan aktivitas
penduduk seperti penebangan hutan, pemanfaatan hutan mangrove untuk kegiatan
pertanian, pembukaan lahan tambak serta kawasan ini juga mengalami
pengurangan lahan akibat dibangunnya pelabuhan Tanjung Api-Api.

Nilai ekonomi total ekosistem mangrove di Taman Nasional Sembilang
Kab.Banyuasin Sumatera Selatan adalah Rp 14 milyar/tahun atau Rp
178.221,00/ha/tahun, artinya apabila ekosistem mangrove di Taman Nasional
Sembilang tetap dikelola secara berkelanjutan serta luasan mangrove tidak
berkurang maka nilai yang tetap terpelihara sebesar Rp 14 milyar. Status
keberlanjutan pengelolaan mangrove di Taman Nasional Sembilang Kabupaten
Banyuasin Sumatera Selatan adalah “Kurang berkelanjutan”dengan nilai indeks
keberlanjutan multidimensi 49,81. Berdasarkan analisisi Leveragedalam metode
RAPFISH terdapat empat indikator yang dominan memberikan kontribusi
terhadap nilai indeks keberlanjutan, yaitu (1) Perubahan luasan, (2) Indeks nilai
penting mangrove, (3) Peningkatan pengetahuan terhadap ekosistem mangrove,

(4) Mata pencaharian, (5) Nilai ekonomi ekosistem mangrove bagi masyarakat
setempat dan (6) Tingkat sinergitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan
mangrove. Dalam hal ini, alternatif kebijakan yang direkomendasikan ialah
pemberdayaan masyarakat yang bisa memiliki keterampilan dalam pemanfaatan
mangrove yang lestari.
Kata Kunci: Pengelolaan Mangrove, Taman Nasional Sembilang

SUMMARY
THERESIA. Mangrove Ecosystem Management in Sembilang National Park,
Banyuasin Regency, South Sumatra Province. Supervised by MENNOFATRIA
BOER and NIKEN T.M. PRATIWI.
Mangrove has been the important life supporting ecosystem in coastal
zone. According to Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 95/Kpts-II/2003 in 19
Maret 2003, one of areas in South Sumatera Province has mangrove zone located
in Sembilang National Park. However reduction of 9.8% mangrove area occurred,
that was from 91.679.45 ha in 2003 to 83.447.23 ha in 2009. Moreover, it was
found that all problems deal with antropogenic activity which becomes the main
cause for both problem and threat in area around Sembilang National Park.
Management of mangrove ecosystem is dynamic and depends on existing
policy development. Differences between regional, national, and international

perspective in natural resource management particularly in mangrove ecosystem
often causes conflict of interest between conservation and conversion. Therefore,
assessment of management of resources including mangrove ecosystem should be
continously evaluated in ecological, economic, social, and institutional aspect.
RAPFISH (Rapid Appraisal Technique for Evaluating Fisheries Sustainability) is
a tool to analyze conservation status of mangrove ecosystem through Multi
Dimensional Scalling (MDS) based modification.
Aims of this study were to (1) analyze continuity status of mangrove
ecosystem management and (2) formulate effective and sustainable alternative
policy of mangrove ecosystem management. The study was carried out in
Sembilang National Park, Banyuasin Regency, South Sumatra Province on
March-April 2015.
Recent condition in 2015 showed that mangrove area in Sembilang
National Park was 99.94% dominated by Exoceria agallocha with highest relative
density reached to 98.4%. Thus, E. agallocha had both large effects and roles in
mangrove community in Sembilang National Park. Yet, degradation rate of
mangrove coverage occured in 2002 and 2013. Based on visual interpretation on
remote sensing data, mangrove coverage decreased in each observation year, that
was year before and after the area gained its status as conservation area. By using
Landsat-7 ETM and Landsat-8 images, mangrove coverage area was found to be

93.808.73 ha in 2002 and decreased about 16% or 115.211.18 ha, that was
78.597.55 ha in 2013. Decline in mangrove area over the years was probably due
to human activity such as deforestation, mangrove utilization for agricultural
activity, fishpond clearing and also construction of Tanjung Api-Api port.
Total economy value of mangrove ecosystem in Sembilang National Park,
Banyuasin Regency, South Sumatra was IDR 14.007.740.119.00 year-1 or IDR
178.221.00 ha-1 year-1. This value means that as much as IDR 14.007.740.119.00
continues to be maintained if mangrove ecosystem in Sembilang National Park is
sustainably managed and mangrove area does not decline. Sustainability status of
mangrove management in Sembilang National Park, Banyuasin Regency, South
Sumatra was categorized as “Less Sustainable” with multidimensional
sustainability index reached a value of 49.81. Based on Leverage analysis in
RAPFISH method there were six dominant indicators contributing to

sustainability index value, those were: (1) Changes in area, (2) Important value
index of mangrove, (3) Knowledge improvement on mangrove ecosystem, (4)
Livelihood (5) Economic value of mangrove ecosystem on local community and
(6) Synergy level between policy and institution for mangrove management. At
this point, alternative policy chose as recommendation is community
empowerment which later will create community equipped with skill to perform

sustainable utilization of mangrove.
Keywords: Mangrove Management, Sembilang National Park

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TAMAN
NASIONAL SEMBILANG KABUPATEN BANYUASIN
PROVINSI SUMATERA SELATAN

THERESIA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Sumberdaya Pengelolaan Pesisir dan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis mengenai Pengelolaan ekosistem
mangrove di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera
berhasil diselesaikan dengan baik sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di
Program Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Mennofatria
Boer,DEA dan Ibu Dr Ir Niken T.M Pratiwi, M.Si selaku pembimbing yang telah
banyak memberi saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini. Di samping itu,

penulis juga berterima kasih kepada keluarga tercinta (Ayahanda Makmun
Harun,BA, Ibunda Fatimah,S.Pd, Bapak dan Ibu mertua Supriyono, M.Si dan
Dr.Hartati,M.Kes serta suami tercinta M.Gandri Haryono,S.Kel, M.P dan buah
hati saya Aqilah Salsabila Haryono, serta saudara Richardo,M.M, M.Si. Nike
marlini, Nia febrihatin,S.Pd dan semua keponakan tercinta) yang telah memberi
doa, kasih sayang dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Rekan-rekan kuliah SPL 2013 di IPB teman-teman (bang jhotam, bu ati, syarief,
sadam, nike, sigit, kak asri, caya, riqy, jhon, asni, ulin, bang tahmid, bunda yuyun)
yang telah menginspirasi dan telah menjadi teman diskusi serta sebagai sumber
inspirasi maupun penyemangat bagi penulis.
Tesis ini masih belum terlepas dari kesalahan dan kekeliruan dalam
penyusunannya, untuk itu penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran
demi penyempurnaan isi dan tulisan dalam tesis ini.
Bogor, Juni 2016

Theresia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan Responden
Teknik Pengolahan Data Kuisioner
Analisis Data
Analisis vegetasi mangrove
Analisis data citra satelit
Analis nilai manfaat mangrove
Analisis Keberlanjutan
3 DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
Letak Geografis Taman Nasional Sembilang
Iklim dan Hidrologi
Tipe Habitat

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Sejarah Kawasan
Visi, Misi dan Tujuan Pengelolaan
Kemajuan Pengukuhan dan Penataan Taman Nasional
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Ekologi, Ekonomi dan Sosial Ekosistem Hutan Mangrove
Kondisi ekologi ekosistem hutan Mangrove
Kondisi ekonomi ekosistem Mangrove di kawasan Taman
Nasional Sembilang
Kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat
Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kawasan
Taman Nasional Sembilang
Status keberlanjutan dimensi ekologi
Status keberlanjutan dimensi sosial
Status keberlanjutan dimensi ekonomi
Status keberlanjutan dimensi kelembagaan
5 SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

x
x
xi
1
1
3
4
4
5
5
6
8
8
10
11
11
11
13
16
16
16
18
19
20
20
21
23
23
23
28
29
31
32
33
34
36
46
47
51
63

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Sumber data sekunder
Indeks keberlanjutan
Parameter, jenis data, sumber data, analisis data dan output
Rekapitulasi Nilai Ekonomi Total Ekosistem Mangrove di Taman
Nasional Sembilang
5 Persepsi masyarakat tentang pengelolaan ekosistem mangrove di
Taman Nasional Sembilang Kab. Banyuasin Sumatera Selatan
6 Nilai statistik hasil analisis RAPFISH

9
14
15
28
31
39

DAFTAR GAMBAR
1 Grafik hasil produksi perikanan Banyuasin II (sumber: DKP Banyuasin
Sumatera Selatan 2015)
2 Kerangka penelitian
3 Peta lokasi penelitian
4 Skema metode transek dan petak contoh pengumpulan data lapangan
5 Nomogram Harry King (Sugiyono 2012)
6 Peta penggunaan lahan kawasan Taman Nasional Sembilang Kabupaten
Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan (RPTN 2010)
7 Skema gradient habitat di kawasan Taman Nasional Sembilang
8 Penataan zonasi kawasan Taman Nasional Sembilang Kabupaten
Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan (RPTN 2010)
9 Kerapatan jenis mangrove di kawasan Taman Nasional Sembilang
Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan
10 Indek nilai penting ekosistem mangrove di kawasan Taman Nasional
Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan
11 Perubahan tutupan mangrove tahun 2002 dan 2013 di kawasan Taman
Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan
12 Jenis-jenis pekerjaan masyarakat Taman Nasional Sembilang Kab.
Banyuasin Sumatera Selatan ( Sumber: Hasil Survei Penelitian 2015)
13 Tingkat pendidikan responden di Taman Nasional Sembilang
Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan
14 Ordinasi RAPFISH status keberlanjutan dimensi ekologi di Taman
Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan
15 Hasil analisis sensitivitas untuk dimensi ekologi di Taman Nasional
Sembilang Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan
16 Ordinasi RAPFISH status keberlanjutan dimensi sosial di Taman
Nasional Sembilang Kab. Banyuasin Sumatera Selatan
17 Hasil analisis sensitivitas untuk dimensi sosial di Taman Nasional
Sembilang Kab. Banyuasin Sumatera Selatan
18 Ordinasi RAPFISH status keberlanjutan dimensi ekonomi di Taman
Nasional Sembilang Kab. Banyuasin Sumatera Selatan
19 Hasil analisis sensitivitas untuk dimensi ekonomi di Taman Nasional
Sembilang Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan

2
5
7
8
10
17
18
22
24
24
27
30
30
32
33
33
34
35
35

20 Ordinasi RAPFISH status keberlanjutan dimensi kelembagaan di
Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan
21 Hasil analisis sensitivitas untuk dimensi kelembagaan di Taman
Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan
22 Ordinasi RAPFISH untuk status keberlanjutan multidimensi di Taman
Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan
23 Diagram segiempat indeks keberlanjutan antar dimensi
24 Kestabilan nilai ordinasi multidimensi pengelolaan Taman Nasional
Sembilang Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan

36
37
38
38
39

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Data ekologi mangrive di kawasan Taman Nasional Sembilang
Nilai manfaat kayu bakar
Nilai manfaat langsung daun Nypah
Nilai manfaat langsung Kayu Tinggi
Nilai manfaat hasil perikanan tangkap di Taman Nasional Sembilang
Nilai manfaat Kepiting di Taman Nasional Sembilang
Nilai manfaat Udang di Taman Nasional Sembilang
Nilai manfaat wisata alam di Taman Nasional Sembilang
Nilai manfaat langsung bibit Mangrove
Nilai manfaat tidak langsung Breakwater
Nilai manfaat keberadaan ekosistem Mangrove di Taman Nasional
Sembilang
12 Skoring atribut dimensi ekologi,sosial,ekonomi dan kelembagaan pada
pengelolaan Mangrove Taman Nasional Sembilang
13 Rekomendasi program-program pengelolaan ekosistem mangrove di
Taman Nasional Sembilang
14 Jenis-jenis manfaat langsung ekosistem Mangrove di Taman Nasional
Sembilang Kab. Banyuasin Sumatera Selatan

52
53
53
53
53
54
54
54
54
54
55
56
60
61

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mangrove menjadi ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di
wilayah pesisir. Mangrove memberikan manfaat yang banyak bagi kehidupan
manusia, menurut Nabi dan Brahmajiraou (2012), mangrove merupakan rumah
bagi hewan laut dan darat serta menyediakan makanan untuk biota yang berada
disekitar ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove dengan substrat berlumpur
menjadi rumah bagi berbagai jenis kerang, kepiting dan ikan (Laoureen et al.
2015). Mangrove dapat tumbuh optimal di substrat tanah berlumpur dan di
pengaruhi pasang surut air laut.
Mangrove memberikan manfaat secara ekologis sebagai penyedia nutrien,
tempat memijah serta mencari makan, melindungi garis pantai dari erosi,
menyediakan area pembibitan dan makan bagi banyak spesies ikan dan krustasea,
intrusi air laut dan angin kencang, penahan tsunami. Mangrove juga memberikan
manfaat ekonomis antara lain sebagai penyedia berbagai hasil hutan kayu ,non
kayu dan jasa ekosistem serta menyedikan tempat area pembibitan mangrove
(Giri et al. 2010, Kuenzer et al. 2011, Sasidhar et al. 2013, Giri et al. 2014 dan
Masood et al. 2015).
Menurut Primack et al. (1998) in Kordi (2012), Indonesia memiliki
mangrove terluas di dunia mencapai 25% (sekitar 4.25 juta ha) atau sekitar 3.98 %
dari seluruh luas hutan Indonesia, namun luas ekosistem mangrove Indonesia
terus mengalami penurunan. Salah satu faktor penting yang menyebabkan
terjadinya perubahan pada wilayah pesisir adalah aktivitas pembangunan, seperti
pemukiman, konversi lahan mangrove menjadi tambak dan industri. Kondisi
tersebut membuat wilayah pesisir menjadi wilayah yang paling rentan terhadap
perubahan, baik secara alami maupun fisik sehingga menyebabkan pengurangan
luasan mangrove. Menurut Malik et al. (2015), pada tahun 1980-2003 setidaknya
1,1 juta ha mangrove hilang, 75% dari daerah daerah yang dikonversi ke budidaya
tambak. Pendapatan ekonomi yang tinggi dari ekspor udang menjadi pendorong
utama perluasan tambak.
Berdasarkan data terbaru tahun 2009 oleh BAKOSURTANAL (Badan
Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) bahwa luas hutan mangrove di
Indonesia masih mencapai 3.2 juta ha (Saputra 2009). Berdasarkan Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 95/Kpts-II/2003 tanggal 19 Maret 2003, bahwasalah
satu wilayah di provinsi Sumatera Selatan memiliki kawasan Mangrove yang
berada di Taman Nasional Sembilang (Rencana Pengelolaan Taman Nasional
Sembilang 2010).
Seiring pertambahan jumlah penduduk di kawasan Taman Nasional
Sembilang, maka semakin tinggi pula tingkat pemanfaatan ekosistem mangrove
sehingga semakin besar degradasi atau perubahan-perubahan yang akan terjadi
pada ekosistem mangrove pada kawasan konservasi. Kawasan yang kaya akan
keanekaragaman hayati ini mempunyai segudang harapan bagi masyarakat
dalam meningkatkan taraf hidup, sehingga hutan mangrove sering sekali manjadi
incaran para pemodal dan masyarakat untuk mengelola dan mengubah fungsi
hutan mangrove tersebut (Sobari et al. 2006). Menurut Indica et al. (2011),
menunjukkan bahwa luasan mangrove di Taman Nasional Sembilang tahun 2003

2

Produksi Ikan Laut (ton)

sebesar 91679 ha dan tahun 2009 berkurang menjadi 83447 ha atau sekitar 9,80
%.
Begitu juga dengan hasil produksi perikanan laut terlihat bahwa dari tahun
2003-2009, hasil produksi mengalami fluktuatif, dari tahun 2003-2007 mengalami
peningkatan hasil produksi perikanan laut dari 33510 – 41042 ton akan tetapi
pada tahun 2008-2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan menjadi
23603 ton, tahun 2014 terjadi penurunan produksi ikan dengan hasil produksi
21191 ton, hal ini dapat di lihat pada(Gambar 1).
45000
40000
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0

Produksi Ikan
(ton), 21191

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun

Gambar 1 Grafik hasil produksi perikanan Banyuasin II (sumber: DKP Banyuasin
Sumatera Selatan 2015)
Semua permasalahan memiliki hubungan dengan aktivitas antropogenik,
penyebab utama permasalahan dan ancaman di sekitar kawasan Taman Nasional
Sembilang. Konflik antar Taman Nasional Sembilanh dan masyarakat setempat
mengenai strategi yang menyangkut mata pencharian dan penghidupan serta
konflik antara Taman Nasioanal Sembilang dan kegiatan-kegiatan bisnis ilegal
dalam skala besar. Masih lemahnya koordinasi antar stakeholder serta masih
adanya perspektif dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam di
kawasan Taman Nasional Sembilang.
Masyarakat setempat telah memanfaatkan mangrove dalam kurun waktu
yang lama, baik pemanfaatan secara langsung maupun tidak langsung, penilaian
nilai ekonomi mangrove sangatlah penting agar masyarakat tahu akan besarnya
nilai valuasi yang diberikan oleh mangrove untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Pengelolaan ekosistem mangrove bersifat dinamika tergantung dari
perkembangan dari kebijakan-kebijakan yang ada. Adanya perbedaan perspektif
daerah dan nasional serta internasional dalam hal mengelola sumberdaya alam
terutama ekosistem mangrove, sering menimbulkan konflik kepentingan antara
konservasi dan konversi, sehingga diperlukan penilaian keberlanjutan pengelolaan
terhadap sumber daya termasuk ekosistem mangrove, baik dilihat dari ekologi,
sosial ekonomi dan kelembagaan.
Salah satu alat yang digunakan untuk mengevaluasi keberlanjutan
pengelolaan mangrove ini adalah dengan pendekatan RAPFISH (Rapid Appraisal
Technique for Evaluating Fisheries Sustainability), yang salah satu alat untuk
analisis status kelestarian ekosistem mangrove dengan penyesuaian berbasis Multi

3
Dimensional Scalling (MDS) dan bertujuan untuk mempresentasikan teknik
ordinasi secara efektif ke dalam ruang dua atau tiga dimensi agar dapat menilai
status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di Taman Nasional
Sembilang Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan agar menghasilkan suatu
rekomendasi pengelolaan dari setiap dimensi yang paling sensitif atau
berpengaruh terhadap pengelolaan ekosistem mangrove.
Perumusan Masalah
Ekosistem mangrove berperan begitu besar dalam menjaga keberlanjutan
dan keseimbangan ekosistem pantai dan pesisir, akan tetapi pentingnya
pengelolaan ekosistem mangrove dalam menunjang ekonomi masyarakat pesisir
dewasa ini menjadi sebuah perhatian yang khusus karena keberadaan ekosistem
mangrove di wilayah pesisir Taman Nasional Sembilang saat ini mengalami
penurunan seiring dengan berkembangnya pembangunan yang mengubah fungsi
kawasan dari fungsi lindung menjadi peruntukan lain seperti konvesi lahan
mangrove menjadi tambak budidaya dan pemukiman penduduk. Menurut Fauziah
et al. 2012, permasalahan sumberdaya lingkungan yang paling dicemaskan di
Taman Nasional Sembilang adalah kegiatan perikanan ilegal (penggunaan pukat
harimau/trawl) dan konversi lahan tambak.
Berdasarkan informasi dari pihak pengelola yaitu Balai Taman Nasional
Sembilang menunjukkan bahwa isu dan permasalahan yang mengancam upaya
konservasi di Taman Nasional Sembilang sangatlah kompleks. Konversi lahan
(untuk tambak, kebun dan ladang), pemanfaatan hutan ilegal, kegiatan perikanan
yang tidak lestari (penggunaan jaring pukat harimau, polusi kebakaran hutan serta
konflik sosial. Masalah kelembagaan yang kurang koordinasi, tapal batas taman
nasional yang belum jelas, dapat berpengaruh negatif pada pengelolaan ekosistem
mangrove di kawasan konservasi Taman Nasional Sembilang. Semua
permasalahan memiliki hubungan dengan aktivitas antropogenik.
Berdasarkan kondisi yang ada di kawasan Taman Nasional Sembilang
tersebut, kondisi sosial ekonomi masyarakat sangat mempengaruhi upaya
pengelolaan mangrove, mulai dari perencanaan dibentuknya Taman Nasional
Sembilang sebagai kawasan konservasi sampai langkah-langkah yang diambil.
Untuk mengakomodasikan dan mengontrol kebutuhan masyarakat yang tinggal
dan hidup di luar maupun di dalam kawasan Taman Nasional Sembilang.
Ada beberapa faktor penting yang memegang peranan dalam pengelolaan
ekosistem mangrove di Taman Nasional Sembilang. Faktor faktor tersebut seperti
ekologi, sosial ekonomi serta kelembagaannya. Salah satunya meningkatkan
persepsi masyarakat terhadap pengelolaan ekosistem mangrove, masyarakat tidak
hanya memanfaatkan saja akan tetapi dapat meremajakan mangrove itu sendiri
dengan memahami apa fungsi dari ekosistem mangrove, serta mengerti ekosistem
servis dari ekosistem mangrove itu sendiri yang memberikan nilai manfaat bagi
masyarakat di kawasan Taman Nasional Sembilang. Nilai ekonomi total dari
mangrove sangatlah penting untuk melihat seberapa besar manfaat keberadaan
ekosistem mangrove dan sebagai dasar bagi pemerintah untuk mengambil
kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan.
Keberlanjutan ekosistem mangrove dipengaruhi oleh beberapa indikator
dari dimensi ekologi, dimensi sosial ekonomi dan dimensi hukum/kelembagaan.

4
Oleh karena itu, penting untuk mengetahui status keberlanjutan ekosistem
mangrove dengan analisis RAPFISH. Keterkaitan antara sub sistem ekologi, subsistem sosial ekonomi dan kelembagaan perlu dilihat untuk mengetahui arahan
kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove secara optimum, dinamis dan
berkelanjutan. Hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan kebijakan
pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan, sehingga ekosistem
mangrove dapat memberi manfaat baik dari sisi ekologi, sosial ekonomi dan
kelembagaan bagi pemenuhan kebutuhan hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Strategi yang efektif dalam mengelola ekosistem mangrove sangat
diperlukan, karena ekosistem mangrove merupakan sebuah sistem yang tidak bisa
berdiri sendiri dan merupakan sistem yang saling terkait satu sama lain. Dalam hal
ini pengelolaan harus mempunyai pendekatan pengelolaan yang efektif agar
ekosistem mangrove tetap lestari.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini ialah :
1. Menganalisis status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di Taman

Nasional Sembilang
2. Merumuskan alternatif kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove Taman

Nasional Sembilang di Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan agar dapat
efektif dan berkelanjutan.
Manfaat Penelitian
Sebagai bahan masukan bagi para pihak (stakeholder) untuk mengelola
ekosistem mangroveTamanNasionalSembilang secara terpadu dan berkelanjutan.

5

Pengelolaan ekosistem mangrove di
Taman Nasional Sembilang

Fungsi ekologi





Fungsi sosial

Fungsi Ekonomi

Fungsi Kelembagaan

Permasalahan :
Perubahan luasan mangrove
Konversi mangrove untuk pertambakan
Konflik pemanfaatan

Kondisi terkini
vegetasi
mangrove

Analisis vegetasi
mangrove

Laju degradasi
mangrove

Nilai ekonomi total
ekosistem mangrove

Keberlanjutan
pengelolaan ekosistem
mangrove

Analisis
GIS

Analisis nilai
manfaat
mangrove

Analisis
keberlanjutan
(RAPFISH)

Rekomendasi strategi pengelolaan ekosistem
mangrove di Taman Nasional Sembilang Kab.
Banyuasin, Sumatera Selatan
Gambar 2 Kerangka penelitian

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Konservasi Taman Nasional
Sembilang, Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Penelitian ini dilaksanakan
di dua wilayah yaitu Sektor Pengelolaan Taman Nasional 1 (STPN 1) Sungsang
dan Sektor Pengelolaan Taman Nasional 2 (SPTN 2) Sembilang, Sektor
Pengelolaan Taman Nasional 3 (SPTN 3) Tanah Pilih tidak menjadi wilayah
penelitian dikarenakan kondisi jarak tempuh yang terlalu jauh dan rata-rata
penduduk bermatapencaharian sebagai petani. Lokasi sampling di tiga desa lokasi
yaitu Desa Sungai Bungin, Desa Sungai Barong dan Desa Sembilang (Gambar 3).
Pemilihan lokasi sampling ini didasarkan pada tiga desa tersebut merupakan
masyarakat yang tinggal disekitaran mangrove dan penduduknya

6
bermatapencaharian yang memanfaatkan hutan mangrove. Penelitian ini
dilaksanakan pada kurun waktu dua bulan, pada bulan Maret-April 2015.
Taman Nasional Sembilang terletak di pesisir timur provinsi Sumatera
Selatan, yang secara geografis berada pada 104014’-104054’ Bujur Timur dan
1053’- 2027’ Lintang Selatan. Kawasan ini secara administratif pemerintahan
termasuk wilayah Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin, Provinsi
Sumatera Selatan.Sungai bungin terdapat 25 KK (Kepala Keluarga) untuk
sepanjang tahun, Sungai Barong terdapat 150 KK (Kepala Keluarga) untuk
musiman, jadi penduduk yang tinggal di Sungai Barong bersifat musiman atau
tidak menetap, sedangkan di Sungai Sembilang terdapat 281 KK (Kepala
Keluarga) (Balai TN Sembilang, 2012).
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis,
perlengkapan untuk kegiatan wawancara, kamera, recorder, komputer, Global
Positioning System (GPS), kompas, meteran dan tali sheet. Sedangkan bahan yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain peta dasar peta topografi pesisir Timur
Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera, peta sebaran mangrove, data citra
Landsat, kuisioner, buku identifikasi mangrove.
Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan bersifat eksploratif
dengan tujuan untuk menggali fakta yang ada. Arah penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi fungsi dan manfaat, nilai manfaat, serta strategi pengelolaan
ekosistem mangrove untuk keberlanjutan sumberdaya pada ekosistem mangrove
di Taman Nasional Sembilang. Sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian
ini adalah data primer dan sekunder. Pendekatan yang digunakan adalah metode
observasi dan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan
kunci,pengumpulan data sekunder, pengambilan contoh tumbuhan bakau yang
kemudian diidentifikasi dengan dukungan buku-buku identifikasi.
Data primer untuk responden data sosial ekonomi menggunakan teknik
penarikan contoh sengaja (purpossive sampling method). Responden yang di
wawancarai terdiri dari Kepala Dinas Kehutanan, Kepala Dinas Perikanan dan
Kelautan, Kepala Desa, Aparatur Pemerintah Desa, dan masyarakat di kawasan
ekosistem mangrove

Gambar 3 Peta lokasi penelitian
7

7

8
Responden masyarakat yang di wawancarai adalah responden yang menetap
di daerah tersebut, yang telah mengetahui keadaan dan kondisi dari ekosistem
mangrove di daerah tersebut.
Pengambilan data vegetasi mangrove dilakukan dengan metode transek
garis dan petak contoh (line plots transect) (Bengen 2004) dan identifikasi
mengacu pada Noor et al. (1999). Untuk setiap stasiun hanya diambil satu transek
garis dari arah laut ke darat atau sebaliknya dengan tiga petak contoh. Petak
contoh ukuran 20 x 20 m2 untuk kategori pohon (diameter >10 cm) yang
ditentukan berdasarkan purposif sampling sedangkan petak contoh ukuran 5 x 5
m2 untuk kategori anakan (diameter 2 – 10 cm). Data vegetasi mangrove pada
tiap petak contoh pengamatan yang dicatat terdiri dari pohon, anakan dan jumlah
individu tiap jenis. Metode transek garis dan petak contoh dari arah laut ke darat
sebanyak 3 petak contoh dalam satu stasiun seperti skema pada Gambar 4.

L

D

aut

arat
Keteranga

n:

Petak sampling Substrat (1 x 1 m)
Petak sampling anakan mangrove (5
x 5 m) Petak sampling pohon mangrove (20 x
20 m)

Gambar 4 Skema metode transek dan petak contoh pengumpulan data lapangan
Data sekunder dikumpulkan melalui berbagai tulisan lainnya melalui studi
pustaka yang berhubungan dengan materi penelitian, maupun yang berasal dari
publikasi dan hasil penelitian yang pernah dilakukan, berupa laporan-laporan
kajian yang berhubungan dengan kajian penelitian saat ini yang telah dilakukan
oleh berbagai instansi terkait. Data penunjang dan informasi yang diperoleh, data
penunjang dapat dilihat pada Tabel 1.
Pengambilan Responden
Responden atau sampel dilihat dari jumlah populasi dan ditetapkan
menggunakan Nomogram Harry King dapat dilihat pada Gambar 5. Peneliti
menggunakan Nomogram Harry King dengan pertimbangan hal-hal berikut:
a) Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga, dan dana.
b) Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini
menyangkut/ banyak sedikitnya data.
c) Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti.
Teknik Pengolahan Data Kuisioner
Teknik kuisioner untuk mengetahui ekologi, sosial ekonomi dan
kelembagaan menggunakan metode skala likert berbasis ordinal (Adrianto

9
2013).Jenis skala yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian (fenomena
sosial spesifik), seperti sikap, pendapat, dan persepsi responden yang diperoleh
dari hasil wawancara melalui kuesioner. Menurut Nazir (2005) pengolahan data
bertujuan untuk menyederhanakan data dalam bentuk yang mudah dipahami. Data
primer yang diperoleh selanjutnyadilakukanpengolahan data untuk mendapatkan
gambaran dari informasi yang dibutuhkan, antara lain melalui proses :
1. Memeriksa Data (Editing)
Melakukan pengecekan pada pengisian kuisioner apakah: a) Semua
pertanyaan telah terjawab, b) Tulisan jawaban dapat dibaca, c) Jawaban
relevan dengan pertanyaan, d) Satuan yang digunakan seragam, e) Jawaban
antar pertanyaan konsisten.
2. Pemberian Kode (Coding)
Merupakan jawaban yang berupa karakter ke dalam bentuk angka atau
pengolahan data ke dalam bentuk angka untuk memudahkan pengolahan.
3. Pemasukan Data (Entry Data)
Seluruh data dimasukkan ke dalam komputer agar dapat mudah diolah.
4. Tabulasi
Pembuatan tabel-tabel untuk mempermudah pengolahan data.
5. Analisis
Pembuatan analisis untuk dasar penarikan kesimpulan.
Tabel 1 Sumber data sekunder
Sumber Data
Balai Taman Nasional Sembilang

Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Bayuasin II

Jenis Data

Profil keadaan umum

Jumlah Penduduk

Peta kawasan Taman Nasional
Sembilang

Data penduduk berdasarkan
pendidikan

Data penduduk berdasarkan
pekerjaan

Daftar nama Desa di Kawasan
Taman Nasional Sembilang

Luas wilayah Desa di Kawasan
Taman Nasional Sembilang

Rencana Program Pengelolaan
Taman Nasional Sembilang
Data Perikanan Tangkap Tahun 20022013
Data Budidaya Perikanan Tahun 20022013
RTP 2002-2013

10

Gambar 5 Nomogram Harry King (Sugiyono 2012)
Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 456 populasi. Tingkat
kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 10 %, maka jumlah sampel
atau responden yang diambil sebanyak 456 x 0,17 = 78 responden. Berdasarkan
hasil survey pada bulan Juni terdapat : jumlah responden di Sungai Bungin
sebanyak 25 KK x 0,17 = 5 responden, Sungai Barong150 KK x 0,17 = 26
responden, dan Sungai Sembilang 281 KK x 0,17 = 47 responden.
Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis
deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif adalah menggambarkan
tentang keadaan pesisir sosial ekonomi masyarakat yang berada di kawasan
Taman Nasional Sembilang, menggambarkan pengelolaan nyata ekosistem
mangrove. Analisis Kuantitatif adalah mengetahui stuktur dan komposisi dari
ekosistem mangrove, nilai manfaat dari ekosistem mangrove di kawasan Taman
Nasional Sembiang, nilai keberlanjutan ekologi, sosial, ekonomi dan kelembagaan
serta rekomendasi kebijakan untuk pengelolaan ekosistem mangrove di Taman
Nasional Sembilang.

11
Analisis vegetasi mangrove
Komposisi jenis dan struktur vegetasi dilakukan dengan menganalisis
parameter yang mengacu pada Sofiyan (2012) yaitu:
a. Kerapatan Suatu Jenis (K), dihitung dengan rumus:
b.

Kerapatan Relatif (KR), dihitung dengan rumus:

c.

Frekuensi (F),

d.

Frekuensi Relatif, dihitung dengan rumus:

e.

Dominansi, dihitung dengan rumus:

f.

Dominasi Relatif (DR), dihitung dengan rumus:

g.

Indeks Nilai Penting : INP = KR + FR + DR

Analisis data citra satelit
Analisis citra satelit dilakukan melalui proses-proses pemotongan, koreksi
radiometric, koreksi geometric, pemulihan citra, penajaman citra, klassifikasi
citra, pengeditan dan pengkelasan. Analisis spasial dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak system informasi geografis (SIG). SIG digunakan
untuk merubah seluruh data peta dan data citra satelit menjadi polygon, line, dan
point (data raster ke vector ) dan untuk mengklasifikasi data. Selanjutnya hasil
anaisis spasial kemudian dilakukan tumpang susun untuk melhat perubahan yang
terjadi dari waktu ke waktu. Analisis citra menggunakan software ER Mapper 7.0
dan Arc Gis 10.1 (Santos et al. 2014, Li et al. 2013, Nguyen et al. 2013)
Analis nilai manfaat mangrove
Adrianto (2006) dalam Nugroho TS (2009) menyatakan bahwa nilai
ekonomi total manfaat ekosistem mangrove di Kawasan Taman Nasional
Sembilang adalah :
1. Manfaat Langsung
Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat diperoleh secara langsung
dari ekosistem hutan mangrove yang terdiri dari manfaat langsung hasil hutan
dan manfaat langsung hasil perikanan. Manfaat tersebut dapat di jabarkan :
a. Manfaat Langsung Hasil Hutan (MLH)
MLH = ∑
i

i merupakan manfaat langsung hasil hutan ke i. Manfaat langsung
hasil hutan terdiri dari: Kayu bakar, Pembuat atap nypahdan kayu tingi
(Ceriops tagal) untuk tiang rumah.

12
b. Manfaat Langsung Hasil Perikanan (MLP)
MLP = ∑

i

i merupakan manfaat langsung hasil perikanan ke i. Manfaat langsung
hasil perikanan terdiri dari: Ikan, Kepiting bakau, Rajungan, Udang ebi,
Tambak tradisional dan Tambak silvofishery.
c. Manfaat langsung keseluruhan pemanfaatn hutan mangrove dapat di tuliskan
sebagai berikut :
ML = MLH + MLP + MJL
ML merupakan manfaat Langsung, MLH disebut sebagai manfaat
langsung hasil hutan sedangkan MLP singkatan dari manfaat langsung hasil
perikanan dan MJL merupakan manfaat jasa lingkungan.
2. Manfaat Tidak Langsung (MTL)
Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang diperoleh secara tidak
langsung. Meliputi : Penahan abrasi pantai. Manfaat tersebut dapat dituliskan
MTLa yaitu manfaat tidak langsung penahan abrasi pantai
3. Manfaat Pilihan
Manfaat pilihan adalah Mengacu pada nilai keanekaragaman hayati
(bideversity) hutan mangrove di Indonesia, yaitu US $ 1500 /Km/Tahun
Ruitenbek (1994) dalam Nugroho TS (2009). Manfaat pilihan dapat dituliskan
sebagai berikut :
MP = MPbi (dimasukan dalam nilai rupiah)
MP merupakan manfaat pilihan (Rp/ha/tahun) dan MPbi merupakan
manfaat pilihan biodiversity (Rp/ha/tahun).
4. Manfaat Eksistensi (ME)
Manfaat eksistensi adalah manfaat yang dirasakan masyarakat dari
keberadaan hutan mangrove dari manfaat lainnya/ Manfaat eksistensi dapat
dituliskan sebagai berikut :

ME = ∑

ME merupakan manfaat eksistensi sedangkan MEi merupakan manfaat
eksistensi dari responden ke-i dan n ialah jumlah responden.
5. Nilai Ekonomi Total
Nilai ekonomi total adalah jumlah total dari nilai manfaat langsung, nilai
manfaat tidak langsung, manfaat pilihan, manfaat eksistensi. Nilai ekonomi
total manfaat mangrove adalah :

13

NET = ML + MLT + MP + ME
NET merupakan nilai ekonomi total dari penjumlahan ML (Manfaat
langsung), MTL(Manfaat tidak langsung), MP (Manfaat pilihan) dan ME
(Manfaat eksistensi).
Analisis Keberlanjutan
Analisis keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di Taman
Nasional Sembilang dilakukan dengan memodifikasi pendekatan RAPFISH
(Rapid Asessment Technique for Fisheries) yang dikembangkan oleh Fisheries
Center, Univercity Of British Colombia (Kavanagh 2001 ; Pitcher dan Preikshot
2001; Alder et al. 2002; Cisse et al. 2014). Dalam penelitian ini metode RAPFISH
untuk ekosistem mangrove dilakukan dengan menilai atribut/indikator yang
terdapat pada masing-masing dimensi pengelolaan mangrove di Taman Nasional
Sembilang yang meliputi dimensi ekologi, sosial ekonomi dan kelembagaan.
Secara ringkas prose algoritma metode RAPFISH melalui beberapa tahapan
berikut:
1. Penentuan indikator pengelolaan mangrove di Taman Nasional Sembilang
secara berkelanjutan untung masing-masing dimensi (ekologi, sosial, ekonomi
dan kelembagaan). Empat dimensi dan 23 atribut ini akan menggambarkan
status keberlanjutan dari ekosistem mangrove di kawasan Taman Nasional
Sembilang Kab. Banyuasin Sumatera Selatan..
2. Penentuan nilai setiap indikator (skoring) dalam skala ordinal, berdasarkan
kriteria berkelanjutan untuk setiap faktor dan Scientific Judgement dari
pembuat skor. Penentuan kriteria nilai ini mencerminkan realitas kondisi lokasi
penelitian, yang secara rinci diuraikan pada Lampiran 12.
3. Analisis Nilai Stess dapat mengukur seberapa dekat nilai jarak dua dimensi
dengan nilai jarak multidimensi. Nilai stress yang dilambangkan dengan S dan
koefisien determinasi (R2) digunakan dalam mengukur goodness of fit. Hasil
analisis yang baik ditunjukkan dengan nilai stress yang rendah S < 0,25 dan
nilai R2 yang tinggi (Fauzi dan Anna 2002).
Untuk menentukan jarak antar masing – masing dimensi dalam kajian, dalam
aplikasi MDS digunakan kuadrat jarak Euclidean. Kuadrat jarak Euclidien
untuk kasus dua dimensi dapat digambarkan sebagai berikut : Teknik ordonansi
(penentuan jarak) dalam MDS didasarkan pada Euclidian Distance yang dalam
ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut (Gramendia et al. 2010)
4. Penentuan status keberlanjutan, berdasarkan pada indeks keberlanjutan
perikanan. Indeks keberlanjutan pengelolaan mempunyai selang antara 0-100.
Hasil statusnya menggambarkan keberlanjutan di setiapaspek yang dikaji
dalam bentuk skala 0 sampai 100. Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai
indeks lebih dari 75 maka pengembangan tersebut berkelanjutan (sustainable)
dan sebaliknya jika kurang dari 75 maka sistem tersebut belum berkelanjutan
(unsustainable), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 (Santoso
2012).

14
Tabel 2 Indeks keberlanjutan
Nilai Indeks

Kategori

0-25

Tidak berkelanjutan

26-50

Kurang berkelanjutan

51-75

Cukup berkelanjutan

76-100

Berkelanjutan

Sumber: Susilo (2003)
5. Melakukan analisis Leverage dan analisis Monte Carlo untuk
memperhitungkan aspek ketidakpastian (Fauzi dan Anna 2005). Nilai indeks
keberlanjutan dapat ditingkatkan di masa mendatang, dengan melakukan
analisis Leverage untuk menentukan nilai faktor yang berpengaruh terhadap
keberlanjutan tiap dimensi. Nilai faktor berada pada rentang 2-8 (Pitcher 1999).
Apabila terdapat indikator dengan nilai faktor < 2 merupakan faktor tak
berpengaruh, sedangkan nilai > 8 merupakan faktor dominan.
yang

Keselurahan parameter, jenis data, sumber data, analisis data dan output
dihasilkan dari tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Parameter, jenis data, sumber data, analisis data dan output
No
1

Tujuan
Menganalisis kondisi terkini
dari vegetasi mangrove di
Taman Nasional Sembilang

Jenis Data
Vegetasi Mangrove
 Kerapatan
 Frekuensi
 Dominasi
 Indek nilai
penting
 LajuKerusakan
tutupan mangrove
tahun 2002 dan
2013
 Manfaat langsung
 Manfaat tidak
langsung
 Manfaat pilihan
 Manfaat total

Jenis Sumber Data
 Data Primer

Sumber Data
 Observasi

 Data Primer

Wawancara dan
Quisioner
menggunakan
Teknik purposive
sample
(Morissa,2012)

 Analisis nilai total
mangrove (valuasi
ekonomi)

Informasi nilai total manfaat
mangrove yang ada pada kawasan
Taman Nasional Sembilang dari
kegiatan masyarakat yang
memnanfaatkan mangrove.

Untuk ekologi
observasi, sosial
ekonomi dan
kelembagaan
quisioner
Wawancara

 Analisis
multidimensional
scaling (MDS)
menggunakan
RAPFISH
 Analisis Deskriptif

Informasi tingkat keberlanjutan
apakah sudah optimal apa tidak
dan rekomnendasi strategi
pengelolaan ekosistem mangrove
Taman Nasional Sembilang
Rekomendasi strategi pengelolaan
ekosistem mangrove di Taman
Nasional Sembilang

 Data Sekunder
berupa citra ETM 7
dan 8

2

Mengestimasi besar nilai
ekonomi total dari ekosistem
mangrove di Taman Nasional
Sembilang

3

Menganalisis
status
keberlanjutan
pengelolaan
ekosistem
mangrove
di
Taman Nasional Sembilang

Status ekologi,
sosial ekonomi,
kelembagaan.

 Data Primer

4.

Merumuskan alternatif
kebijakan pengelolaan
ekosistem mangrove Taman
Nasional Sembilang di
Kabupaten Banyuasin
Sumatera Selatan agar dapat
efektif dan berkelanjutan

Alternatif kebijakan

 Data Primer

Analisis
 Analisis vegetasi
(Kordi 2012)
 Sistem Informasi
Geografis,
Penginderaan jauh
(Santos et al. 2014; Li
et al. 2013

Output
 Kondisie ksistin Vegetasi
ekosistem mangrove
Tingkat dan trend laju kerusakan
mangrove tahun 2002 dan 2013

15

15

16

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
Letak Geografis Taman Nasional Sembilang
Lokasi Taman Nasional Sembilang terletak sekitar 10 53’ Lintang Selatan
dimana hal ini akan menentukan suhu konstan (26-280C) yang relatif tinggi
terhadap kawasan. Kedekatannya dengan garis equator akan sangat berpengaruh
terhadap tingkat kesuburan mangrove maupun kandungan biomassa pada habitat
ini. Secara geografis, wilayah Taman Nasional Sembilang berada pada koordinat
1040 11’- 1040 94’ Bujur Timur dan 10 53’-2027’ Lintang Selatan. Secara
administratif berada pada wilayah Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten
Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Luas kawasan TNS mencakup 202.896,31
ha (berdasarkan SK Menteri Kehutanan No 95/Kpts-II/2003, tanggal 19 Maret
2003) yang sebagian besar mencakup hutan mangrove di sekitar sungai-sungai
yang bermuara di teluk Sekanak dan teluk Benawang, Pulau Betet, Pulau
Alagantang, Semenanjung Banyuasin serta perairan di sekitarnya
Batas-batas kawasan Taman Nasional Sembiang sebagai berikut :
- Sebelah Utara
: Desa Tanah Pilih dan Sungai Benu
- Sebelah Timur
: Selat Bangka, Sungai Banyuasin dan Pelabuhan Tanjung
Api-api.
- Sebelah Selatan : Sungai Banyuasin, Sungai Air Calik, Sungai Lalan, Desa
Tabala Jaya, Desa Majuria, Desa Jatisari, Desa Sungsang
IV, Perkebunan PT. Citra Indo Niaga dan PT. Raja Palma.
- Sebelah Barat
: PT. Rimba Hutani Mas, PT. Sumber Hijau Permai,
kawasan transmigrasi Karang Agung
Iklim dan Hidrologi
Kawasan Taman Nasional Sembilang memiliki iklim tropis dengan ratarata curah hujan tahunan 2.455 mm. Musim kemarau biasanya terjadi dari bulan
Mei hingga Oktober, musim hujan dengan angin barat laut yang keras dan
membawa butiran hujan dari November hingga April. Sebagian besar kawasan
Taman Nasional Sembilang terdiri dari habitat estuarin. Sejumlah sungai yang
relatif lebih pendek menyalurkan air dari rawa air tawar tadah hujan dan hutan
rawa gambut yang terletak jauh ke daratan dalam sebuah pola menyirip ke
wilayah pesisir taman nasional. Sungai terbesar adalah adalah Sungai Sembilang
yang diperkirakan berukuran panjang 70 Km. Sungai lainnya memberikan
kontribusi pada formasi habitat estuarin. Di kawasan Taman Nasional Sembilang
terdapat ± 70 sungai yang semuanya bermuara ke Laut Cina Selatan dan Selat
Bangka.

Gambar 6 Peta penggunaan lahan kawasan Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan (RPTN 2010)
17

17

18
Tipe Habitat
Secara umum kawasan Taman Nasional Sembilang memiliki habitathabitat yang dipengaruhi oleh sistem muara sungai. Vegetasi hutan mangrove
tumbuh baik di kawasan ini, yang ke arah daratan terdapat rawa belakang
(backswamps) berupa hutan rawa air tawar dan hutan rawa gambut. Ke arah laut
di banyak tempat, terutama di Semenanjung Banyuasin terdapat dataran lumpur
yang luas. Skema gradien habitat di Taman Nasional Sembilang dapat dilihat pada
Gambar 7.
Hutan mangrove yang termasuk dalam Taman Nasional Sembilang
merupakan hamper seluruh hutan mangrove yang ada di pesisir timur Kabupaten
Banyuasin. Hutan mangrove di sepanjang Sungai Sembilang, Terusan Dalam, dan
hampir semua sungai yang bermuara di Terusan Sekanak/Teluk Benawang
mempunyai tipe vegetasi yang didominasi oleh Rhizophora mucronata. Semakin
arah daratan atau ke arah hulu Rhizophora mucronata akan berasosiasi dengan
Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza dan Ceriops tagal.

Gambar 7 Skema gradient habitat di kawasan Taman Nasional Sembilang
Vegetasi Nipah (Nypa fruticans) dapat dijumpai di hulu-hulu sungai. Pada
pantai berlumpur vegetasi mangrove didominasi oleh genus Avicennia (Api-api).
Jenis ini menyebar dari belakang pantai berlumpur sampai ke daerah yang
digenangi oleh air laut pada saat pasang, dan berasosiasi dengan spesies lain
seperti Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata atau Bruguiera
gymnorrhiza. Pada tingkat tumbuhan bawah daerah yang digenangi air pasang
dibelakang pantai berlumpur, umumnya merupakan spesies Acanthus illicifolius.
Tipe habitat dan vegetasi ini dijumpai di Semenanjung Banyuasin. Rawa belakang
umum terdapat di belakang habitat hutan mangrove atau daerah hulu sungai
dengan jenis yang dominan adalah spesies Xylocarpus granatum dan Nypa
fruticans. Pada tempat yang relatif kering, ditemukan juga jenis Cerbera manghas
dan Exoecaria agalocha.
Rawa-rawa air tawar, ditemukan spesies indikator untuk habitat tersebut
yaitu Oncosperma tigillarium (Nibung) dan Alstonia sp. (Pulai). Pada tingkat
tumbuhan bawah spesies yang dominan adalah Nephrolepis sp. dan Pluchea
indica, suatu spesies yang termasuk mangrove ikutan yang cenderung berada di
lokasi yang tawar. Rawa air tawar ini terdapat di hulu Sungai Deringgo Besar dan

19
yang lebih luas berada di Sungai Benu, yang berbatasan dengan kawasan Taman
Nasional Berbak. Rawa air tawar dan rawa bergambut di kawasan Taman
Nasional Sembilang ini sebagian besar terletak di luar kawasan Taman Nasional
Sembilang. Selain berupa hutan, kawasan Taman Nasional Sembilang juga
mempunyai habitat yang bervegetasi semak / belukar, dengan vegetasi dominan
Acrostichum sp. Tipe habitat ini terdapat di hulu anak Sungai Sembilang
(Simpang Satu) dan Pulau Alanggantang sebelah utara. Melimpahnya
Acrostichum erat kaitannya dengan anthropogenic disturbance (gangguan akibat
kegiatan manusia). Termasuk diantaranya kegiatan pembukaan lahan (termasuk
kebakaran hutan) yang akan memberikan peluang kepada jenis Acrostichum sp.
untuk berkembang secara ekstensif.
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Pemukiman di dalam kawasan Sembilang meliputi Terusan Dalam,
Tanjung Birik, Simpang Ngirawan (Merawan), Dusun Sembilang, Sungai Bungin,
dan bagan bagan ikan di perairan pantai. Pemukiman juga terdapat di sekitar
kawasan, seperti di Tanah Pilih, Sungsang, dan Karang Agung. Karang Agung
merupakan daerah transmigra