“Saya dibotakin dengan kode Ekstrim Kanan...”

“Saya dibotakin dengan kode Ekstrim Kanan...”

d ok . K on tr a s

SAYA ditangkap di Desa Kadu Jengkol Ke- camatan Pandeglang pada tanggal 2 November 1984 jam 01.00 WIB. Saya langsung dibawa ke

MEREKA BILANG DI SINI TIDAK ADA TUHAN

Kodim Pandeglang, kemudian dibawa ke kantor intel di daerah Tanah Abang, Jakarta. Sesampai- nya di sana ± jam 05.30 WIB, tangan kiri saya langsung diborgol dan diikat ke kiri, sambil ditanya di mana Syarifin Maloko dan M. Natsir? Saya menjawab tidak tahu, yang kemudian di- ikuti pemukulan terhadap saya dengan meng- gunakan bekas kaki kursi antara kayu dan besi oleh petugas Laksusda Jaya dengan 3 orang di belakang saya, satu orang di depan saya mela- kukan pemukulan secara bertubi-tubi yang mengenai punggung. Pemukulan tersebut di- lakukan hingga saya merasa tidak tahan dan kemudian meneriakkan “Allahu Akbar”, tetapi tetap saja dipukuli tanpa peduli. Setelah itu saya membusungkan dada secara tidak sadar karena rasa sakit di punggung yang tak tertahankan akibat pemukulan tersebut. Di saat itulah, dada saya dihantam dengan sekuat tenaga sampai akhirnya saya pingsan. Dan ini yang menyebab- kan penyiksaan tersebut berhenti. Setelah saya sadar, saya diperintahkan mandi dan diizinkan shalat subuh ± jam 06.00 WIB.

Sehari semalam di Tanah Abang dengan penyiksaan yang terus menerus, kemudian di- pindah ke Kramat V (Kantor Laksus). Sesam- painya di Kramat V, saya dimasukkan ke dalam

RATONO

sel bekas Rhoma Irama. Tidak lama kemudian, saya dipanggil dan ditanya di mana Syarifin Maloko dan M. Natsir? Saya menjawab: “Saya tidak tahu”. Jawaban tersebut menjadi alasan untuk menyetrum bekas pukulan yang berwarna hitam kebiru-biruan yang masih terasa sakit (membengkak). Dua hari dua malam di Kramat

V, kemudian dipindah ke RTM Cimanggis- Bogor. Setibanya di sana, saya ditunggu petugas Militer di bawah Komando Pom, Kolonel Pra- nowo. Kira-kira jam 21.00 WIB, saya dipanggil oleh petugas Polisi Militer. Saya pikir ada besukan dari keluarga, tahu-tahunya saya di- masukkan ke dalam ruangan. Di sana sudah berkumpul prajurit-prajurit Polisi Militer yang siap menyiksa saya. Pertama-tama kepala saya dicukur (dibotaki), tetapi kira-kira sekitar ram- but sebelah kanan disisakan dan diikat dengan tali karet (ini mungkin artinya kode ekstrim kanan [eka]). Setelah dicukur, saya ditanya bahwa benar kamu yang bernama Ratono?

“Betul,” jawab saya. “Coba apa ceramah anda!” tanya mereka lagi. Kemudian saya menjawab yang intinya ada-

lah saya berceramah antara lain: saya tadinya Angkatan Laut sekarang Hijrah Angkatan Allah. Sebagai Angkatan Laut siap membela Negara,

MEREKA BILANG DI SINI TIDAK ADA TUHAN

Pancasila dan Undang-undang 45, sedangkan Angkatan Allah (Hizbullah) siap membela demi tegaknya Islam, kalau perlu sampai tetes darah penghabisan. Sebelum saya menjawab sesuai jawaban tersebut, maka berulang kali saya di- tanya.

Setelah itu saya disuruh ke depan, disuruh koprol, jatuh ke kiri, push up, sit up yang jum- lahnya ratusan kali, kalau tidak kuat langsung diinjak-injak. Yang terakhir, tangan kanan saya ditaruh di atas kepala saya sambil memegang telinga kiri, kemudian disuruh berputar dengan cepat. Dalam kecepatan tinggi saya disuruh lari, sehingga saya nabrak-nabrak tembok sam- pai pingsan. Setelah sadar, saya dimasukkan ke dalam sel dengan jalan jongkok sambil tangan kiri di atas kepala. Kurang lebih sampai sebulan setelah mengalami penyiksaan, saya tidak dapat rukuk, sujud dan bergerak leluasa serta mengeluarkan dahak bercampur darah.

eem mppaatt