Tinjauan Penelitian Sebelumnya TINJAUAN PUSTAKA

Kecamatan Tempuran, Kabupaten Kerawang, Propinsi Jawa Tengah; dan Kecamatan Cikalong, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Ketiga penelitian tersebut menggunakan metode analisis usahatani. Dan dapat disimpulkan bahwa berusahatani padi secara organik memberikan pendapatan yang lebih besar daripada usahatani padi secara an-organik. Meskipun, dari sisi produktivitas, usahatani padi an-organik lebih besar daripada usahatani padi organik. Penelitian Kusumah 2004, dengan melakukan analisis perbandingan usahatani dan pemasaran antara padi organik dan padi an-organik di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat, juga memberikan informasi yang sama. Hal itu disebabkan karena biaya produksi dalam usahatani padi organik lebih rendah daripada usahatani padi anorganik. Selain itu, harga output berupa gabah atau beras organik lebih mahal daripada gabah atau beras an-organik. Apabila dilihat dari status kepemilikan lahan, penelitian Maryana 2006, memberikan hasil bahwa petani pemilik memiliki pendapatan lebih besar daripada petani penggarap baik yang berusahatani secara organik ataupun an-organik. Namun apabila dibandingkan masing-masing, pendapatan petani pemilik usahatani padi organik lebih besar daripada petani pemilik usahatani an-organik. Begitupun pendapatan petani penggarap usahatani padi organik lebih besar daripada petani penggarap dengan usahatani an-organik tabel 4. Adapun mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani padi secara umum, adalah saluran pemasaran, status petani organik atau an-organik, dan status kepemilikan lahan. Herdiansyah 2005 dalam penelitian yang dilakukan di Desa Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat, untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi sistem usahatani padi organik dalam kesimpulannya menjelaskan bahwa berdasarkan analisis Logistic Regression Model atau fungsi logit variabel-variabel yang berpengaruh nyata tehadap kemauan petani dalam mengadopsi sistem usahatani padi organik terdiri atas 1 variabel tingkat pendidikan, 2 variabel sumber informasi, 3 variabel biaya pupuk, 4 variabel biaya tenaga kerja. Semua variabel tersebut berpengaruh nyata pada taraf 10 persen. Penelitian lain yang berkaitan dengan penerapan teknologi baru adalah Pribadi 2006, dan Yuliarmi 2002 yang menganalisis faktor penentu adopsi teknologi Sawit Dupa dan teknologi pemupukan berimbang pada usahatani padi. Keduanya memakai medel logit untuk menilai persepsi petani tentang faktor- faktor yang berpengaruh terhadap adopsi teknologi. Penelitian pertama yang dilaksanakan pada usahatani padi pasang surut di propinsi Kalimantan Selatan menyimpulkan bahwa ketersediaan modal dan risiko produksi padi varietas unggul berpengaruh nyata. Pendapatan dari usahatani padi tersebut juga berpengaruh nyata pada petani transmigran. Sedang pada petani lokal faktor lain yang berpengaruh adalah besarnya jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, umur dan luas lahan. Adapun dalam penelitian kedua, harga gabah, biaya pupuk dan luas lahan berpengaruh nyata pada taraf 1 persen, 5 persen dan 10 persen. Buana 1997, menganalisis tingkat adopsi budidaya sawah di Kabupaten Kendari, Sulawesi Tenggara, dengan pendekatan koefisien peringkat Spearman. Hasilnya, bahwa tingkat adopsi petani berada pada peringkat sedang. Petani telah melaksanakan budidaya sawah tetapi belum sepenuhnya sesuai dengan anjuran penyuluh. Karakteristik internal berupa pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan garapan dan tingkat pendapatan menunjukkan hubungan yang nyata. Sementara itu, Lian 1987, melakukan penelitian yang hampir mirip dengan penelitian ini. Penelitian tersebut menganalisis tentang pengaruh teknologi terhadap efisiensi ekonomi dan distribusi pendapatan di Kabupaten Subang. Perubahan teknologi tersebut berupa : 1 penggunaan air irigasi dan perbaikan saluran drainasi, 2 penggunaan traktor menggantikan tenaga manusia dan ternak, 3 penggunaan varietas padi unggul Cisadane, dan 4 peningkatan dosis pupuk. Model yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb Douglas dan analisis efisiensinya didapat dengan rasio Nilai Produk Marjinal NPM dan Biaya Korbanan Marjinal BKM. Kesimpulannya, proses adopsi yang diwakili dengan perbandingan data tahun 1981 dan tahun 1986, adalah belum efisien. Beberapa penelitian yang diuraikan di atas telah mengakaji perbandingan produksi padi organik dan non organik dari sisi pendapatan petani dan produktivitas hasil; pengaruh kelembagaan kepemilikan lahan terhadap tingkat pendapatan petani padi organik dan non organik; faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi sistem usahatani baru; serta pengaruh teknologi baru terhadap efisiensi ekonomi dan distribusi. Penelitian ini brmaksud menambah hasil kajian baru tentang pengaruh intervensi kelembagaan terhadap terciptanya kelembagaan agribisnis alternatif, perubahan aplikasi teknologi di tingkat petani dan pengaruhnya terhadap tingkat efisiensi teknik.

III. KERANGKA ANALISIS

3.1. Kerangka Teoritis

3.1.1. Konsep Kelembagaan

Menurut Mubyarto 1989, yang dimaksud lembaga institution adalah organisasi atau kaidah-kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan-kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu. Lembaga-lembaga dalam masyarakat ada yang berasal dari adat kebiasaan mereka turun-temurun tetapi ada pula yang baru diciptakan baik dari dalam maupun mengadopsi dari luar. Kelembagaan ditinjau dari sudut organisasi merupakan sistem organisasi dan kontrol terhadap sumberdaya. Dipandang dari sudut individu, kelembagaan merupakan gugus kesempatan bagi individu dalam membuat keputusan dan melaksanakan aktivitasnya. Dari dua sudut pandang tersebut, menurut Saptana et.al. 2003, model kelembagaan agribisnis beras yang akan dikembangkan harus ada muatan kolektif melalui organisasi kelompok yang akan mengatur bagaimana kelembagaan tersebut dapat memiliki kontrol dan akses terhadap sumberdaya dalam rangka pengembangan agribisnis beras. Di sisi lain pengembangan agribisnis beras akan berhasil kalau ada insentif individu dalam memasuki bisnis perbesaran. Dari sudut pandang individu, adanya semangat kewirausahaan akan menghasilkan daya inovasi dan kreasi tinggi yang diperlukan sebagai energi dalam menghasilkan beras berkualitas sesuai permintaan pasar dan preferensi konsumen. Pakpahan 1989 mengemukakan kelembagaan dicirikan oleh tiga hal utama: 1 Batas yurisdiksi; 2 Hak kepemilikan; dan 3 Aturan representasi. Batas yurisdiksi berarti hak hukum atas batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu lembaga, atau mengandung makna kedua- duanya. Penentuan siapa dan apa yang tercakup dalam suatu organisasi atau masyarakat ditentukan oleh batas yurisdiksi. Oleh karena itu dalam mengembangkan kelembagaan dalam rangka pengembangan agribisnis perberasan harus jelas batas yurisdiksinya, sebagai ilustrasi apakah kelompok tani yang akan dilibatkan didasarkan atas kelompok hamparan, domisili ataukah satu-kesatuan layanan daerah irigasi. Konsep property atau pemilikan sendiri muncul dari konsep hak right dan kewajiban obligations yang diatur oleh hukum, adat dan tradisi, atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingan terhadap sumberdaya Pakpahan, 1990 dalam Saptana et.al., 2003. Tidak seorangpun yang dapat menyatakan hak milik tanpa pengesahan dari masyarakat dimana dia berada. Sementara itu, aturan representasi rule of representations mengatur permasalahan siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan. Aturan representasi menentukan alokasi dan distribusi sumberdaya. Dipandang dari segi ekonomi, aturan representasi mempengaruhi ongkos membuat keputusan. Ongkos transaksi yang tinggi dapat menyebabkan output tidak bernilai untuk diproduksi. Oleh karena itu, perlu dicari mekanisme representasi yang efisien sehingga dapat menurunkan ongkos transaksi Saptana et.al., 2003.