Analisis Sistem Usahatani Padi Sehat (Suatu Perbandingan, Kasus : Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

(1)

ANALISIS SISTEM USAHATANI PADI SEHAT

(Suatu Perbandingan, Kasus : Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong,

Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

SKRIPSI

ACHMAD FATULLAH H34076003

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

RINGKASAN

ACHMAD FATULLAH. Analisis Sistem Usahatani Padi Sehat (Suatu Perbandingan, Kasus : Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANDRIYONO KILAT ADHI).

Sektor pertanian semakin penting karena sebagai penyedia bahan pangan bagi masyarakat. Sekarang ini masyarakat sedang dihadapkan pada banyaknya pemakaian bahan kimia di setiap produk pangan. Semakin banyaknya informasi tentang dampak negatif yang diakibatkan dari bahan kimia maka masyarakat mengubah pola konsumsi ke produk makanan yang lebih sehat. Petani juga semakin sadar untuk menuju pertanian sehat yang ramah terhadap lingkungan.

Dalam upaya mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan sehingga muncul mengenai pemikiran perlunya sistem pertanian alternatif yang dapat menjamin keberlanjutan budidaya pertanian yang secara ekologi ramah terhadap lingkungan dan tetap aman dikonsumsi oleh manusia. Sistem pertanian yang dianggap sebagai salah satu alternatif pemecahan berbagai dampak negatif yang muncul tersebut di atas adalah pertanian organik ramah terhadap lingkungan yang menekankan pada perbaikan kualitas ekologi lingkungan, kualitas kehidupan petani, kualitas serta kuantitas beras yang dihasilkan, dan menuju pertanian yang berkelanjutan.

Desa Ciburuy di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ingin mewujudkan suatu kedaulatan pertanian yang berkelanjutan, sehat dan ramah terhadap lingkungan. Pertanian ramah lingkungan yang dilakukan di Desa Ciburuy dalam usahatani padi sehat dilakukan dengan menggantikan pestisida kimia dengan pestisida nabati. Pengurangan input pupuk kimia dengan menambahkan pupuk organik dan pupuk cair yang dibuat sendiri dengan nama LOF (Liquid Organic Fertilizer). Dengan dilakukannya pengurangan input bahan kimia sehingga produksi padi yang dihasilkan nantinya menjadi beras yang sehat tanpa residu bahan kimia. Usaha yang dilakukan oleh petani di desa tersebut merupakan wujud nyata untuk mengatasi pemakaian bahan kimia yang menimbulkan dampak negatif. Mencermati usaha-usaha dalam mewujudkan sistem pertanian alternatif yang ramah lingkungan ini, maka hal ini menunjukkan adanya perhatian yang cukup besar terhadap perkembangan sistem pertanian tersebut. Hal ini menjadi sebuah pertanyaan apakah layak sistem pertanian ini menjadi salah satu alternatif pertanian yang berprospek dan dapat meningkatkan pendapatan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis dan mempelajari langkah-langkah sistem usahatani padi sehat. (2) untuk menganalisis tingkat pendapatan petani yang menerapkan usahatani padi sehat yang dibandingkan dengan pendapatan petani padi anorganik atau konvensional.

Hasil penelitian yang ada di lapang menunjukkan bahwa secara umum kegiatan usahatani padi sehat dan konvensional dari mulai kegiatan pengolahan tanah hingga panen keduanya hampir sama, namun perbedaan terdapat beberapa kegiatan yang lebih banyak dikerjakan di budidaya padi sehat seperti adanya perlakuan benih sebelum tebar, penyulaman, penyiangan dan pemupukan yang lebih sering dilakukan, ditambah lagi jika petani membuat sendiri bahan – bahan


(3)

organik yang diperlukan serta adanya pengaturan air secara berselang pada budidaya padi sehat.

Berdasarkan analisis penggunaan input dan biaya usahatani, penggunaan input pada usahatani padi sehat yang paling besar yaitu pada penggunaan tenaga kerja dan pengadaan kompos. Sedangkan pada usahatani konvensional input paling besar dicurahkan untuk tenaga kerja, pengadaan pestisida dan pupuk. Sehingga biaya input tersebut memiliki proporsi yang cukup besar pada biaya total kedua usahatani. Analisis perbandingan biaya total kedua usahatani, menunjukkan biaya total usahatani padi sehat lebih besar yaitu sebesar Rp 7.828.918,52 daripada usahatani konvensional Rp 6.265.250,06. Analisis risiko penggunaan tenaga kerja pada kedua usahatani sama-sama memiliki risiko yang cukup besar pada kegiatan pengolahan tanah, penyiangan dan penanaman, namun secara keseluruhan rata-rata kegiatan usahatani yang lebih berisiko ialah penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi sehat dengan nilai standar deviasi sebesar 6,40 sedangkan pada padi konvensional sebesar 5,69 berarti terjadi penyimpangan alokasi tenaga kerja sebesar yang tersebut. 

Berdasarkan analisis pendapatan, pendapatan atas biaya total usahatani padi sehat lebih besar yaitu Rp 6.032.222,22 dibandingkan petani padi konvensional yaitu sebesar Rp 5.042.342,53. Berdasarkan analisis efisiensi pendapatan yang diukur dari nilai return to family labour dan return to land menunjukkan usahatani padi sehat lebih menguntungkan dari usahatani padi konvensional, yaitu dengan nilai return to family labour sebesar Rp 62.608,99 pada usahatani padi sehat dan Rp 48.373,37 untuk konvensional. Sedangkan nilai return to land untuk usahatani padi sehat sebesar Rp 11.058.796,29 lebih besar dibanding konvensional yaitu Rp 9.463.788,11.

Berdasarkan imbangan pernerimaan terhadap biaya total usahatani padi sehat sebesar 1,77 dan petani padi konvensional memiliki nilai imbangan penerimaan terhadap biaya sebesar 1,80. Hal ini menunjukkan dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani padi sehat memberikan penerimaan sebesar Rp 1,77 lebih kecil dari penerimaan yang diperoleh petani padi konvensional. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usahatani yang dilakukan oleh petani padi sehat memberikan pendapatan yang lebih besar dari pada tambahan biaya. Sehingga usahatani padi sehat dan padi konvensional sama-sama menguntungkan dan efisien dari segi pendapatannya.


(4)

ANALISIS SISTEM USAHATANI PADI SEHAT

(Suatu Perbandingan, Kasus : Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong,

Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

ACHMAD FATULLAH H34076003

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(5)

Judul Skripsi : Analisis Sistem Usahatani Padi Sehat (Suatu Perbandingan, Kasus : Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

Nama : Achmad Fatullah NRP : H34076003

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi

NIP. 19600611 198403 1 002

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Sistem Usahatani Padi Sehat (Suatu Perbandingan, Kasus : Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2010

Achmad Fatullah H34076003


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 9 Desember 1984. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Misran dan Ibu Rubiyem. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Gempolsari 02 Semarang pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTP Agus Salim Semarang. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Institut Indonesia Semarang diselesaikan pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Diploma III di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Diploma III Teknologi Informasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selepas menempuh program diploma III, penulis melanjutkan studi pada pendidikan Strata satu (S1) Program Sarjana Ekstensi Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor dari tahun 2008 hingga 2010.

Selama mengikuti pendidikan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi eksternal kampus di Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bogor (HMI Komisariat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan). Selain itu penulis mempunyai pengalaman kerja di Lembaga Swadaya Masyarakat pada Pusat Studi dan Informasi Pembangunan Masyarakat (P-SIGMA) pada tahun 2006-2008.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas kebesaran dan limpahan rahmat serta karuniaNya, shalawat serta salam kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas terselesaikannya penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Sistem Usahatani Padi Sehat (Suatu Perbandingan, Kasus : Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Propinsi Jawa Barat)”.

Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat pendapatan petani padi sehat yang dibandingkan dengan tingkat pendapatan petani padi konvensional serta menganalisis efisiensi pendapatan usahatani padi sehat dan padi konvensional di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat.

Penulis berusaha untuk melakukan yang terbaik dalam penyusunan skripsi ini dan menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang di hadapi. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang turut membantu kelancaran penelitian sampai dengan penulis karya ilmiah ini, baik secara keilmuan, materi dan spiritual.

Bogor, Juni 2010


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Kedua orang tua dan keluarga tersayang untuk segala pelajaran hidup, dukungan, cinta kasih dan do’a yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

2. Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

3. Yeka Hendra Fatika, SP. Terima kasih atas saran dan masukan dalam penelitian ini sebagai dosen evaluator dalam kolokium rencana penelitian. 4. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS dan Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen

penguji sidang penelitian. Terima kasih atas saran dan masukan yang telah diberikan untuk penelitian ini.

5. Bapak H. Zakaria selaku pembina Gapoktan Silih Asih beserta keluarga. Terima kasih atas kesabaran dan bantuan selama penulis berada di lapang. 6. Para petani responden padi pada Gabungan Kelompok Tani Silih Asih dan

konvensional di Desa Ciburuy. Terima kasih atas partisipasi dan dukungannya. 7. Mas Faisal Ali dan Mba Henti Rosdayanti tercinta, terima kasih atas semangat, perhatian, dorongan, saran, pengertian dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis.

8. Teman-teman Ekstensi AGB, I Wayan Didik Dharmadi Putra, Bangun Tri Hermanto, Asriani Mulyaningsih, Aris Alpian, Nita Rizka Afrilia, Ratih Tanjungsari, Chanifah. Terima kasih atas kebersamaan dan persahabatan yang indah.

Semoga ukhuwah kita selalu terjaga dan segala amal kebaikan yang telah dilakukan menjadi hitungan ibadah dan hanya Allah SWT yang dapat menilai dan membalas semuanya. Amin

Bogor, Juni 2010 Achmad Fatullah


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Pertanian Berkelanjutan ... 6

2.2. Pertanian Organik ... 7

2.3. Pertanian Konvensional ... 9

2.4.Beras ... 10

2.5.Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 10

2.5.1.Analisis Usahatani Padi ... 10

2.5.2.Analisis Adopsi Sistem Usahatani Padi ... 11

2.5.3. Analisis Tataniaga Padi ... 12

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 14

3.1.1. Konsep Usahatani ... 14

3.1.2. Sistem Usahatani ... 16

3.1.3. Penerimaan Usahatani ... 17

3.1.4. Pendapatan Usahatani ... 17

3.1.5. Efisiensi Pendapatan Usahatani ... 19

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 20

IV METODE PENELITIAN ... 24

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

4.2. Metode Penentuan Sampel ... 24

4.3. Jenis dan Sumber Data ... 24

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 25

4.5. Metode Analisis Data ... 25

4.5.1. Analisis Budidaya ... 25

4.5.2. Analisis Pendapatan ... 25

4.5.3. Analisis Efisiensi Pendapatan ... 26

4.5.4. Analisis Risiko Penggunaan Tenaga Kerja ... 29


(11)

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 33

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 33

5.1.1. Letak Geografis dan Pembagian Administrasi ... 33

5.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi ... 34

5.1.3. Sarana dan Prasarana ... 35

5.2. Keadaan Umum Pertanian di Desa Ciburuy ... 35

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN ... 37

6.1. Gambaran Umum Petani Responden ... 37

6.2. Karakteristik Petani Responden Padi Sehat ... 37

6.3. Karakteristik Petani Padi Konvensional ... 41

VII HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

7.1. Sejarah Perkembangan Usahatani Padi Sehat di Desa Ciburuy ... 43

7.2. Analisis Budidaya Padi Sehat di Desa Ciburuy ... 44

7.3. Analisis Usahatani Padi Sehat dan Padi Konvensional ... 47

7.3.1. Analisis Produktivitas Usahatani ... 47

7.3.2. Analisis Total Biaya Usahatani ... 49

7.3.3. Analisis Penerimaan dan Pendapatan Usahatani ... 53

7.4. Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani ... 55

7.5. Analisis Risiko Penggunaan Tenaga Kerja ... 58

VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

8.1. Kesimpulan ... 61

8.2. Saran ... 61


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Deskripsi Gabungan Kelompok Tani Silih Asih di Desa Ciburuy ... 4

2. Perhitungan Usahatani dan Nilai R/C Rasio ... 29

3. Luas Lahan Berdasarkan Penggunaannya di Desa Ciburuy ... 33

4. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Ciburuy Tahun 2009 ... 34

5. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Ciburuy Tahun 2009 ... 35

6. Penggolongan Petani Responden Padi Sehat Berdasarkan Usia ... 38

7. Penggolongan Petani Padi Sehat Berdasarkan Tingkata Pendidikan ... 38

8. Penggolongan Petani Berdasarkan Luas Lahan Garapan ... 39

9. Penggolongan Petani Berdasarkan Status Usahatani ... 40

10. Karakteristik Petani Responden Padi Anorganik/Konvensional ... 41

11. Produktivitas Usahatani Padi Sehat dan Padi Konvensional ... 48

12. Penerimaan Usahatani Padi Sehat dan Padi Konvensional ... 49

13. Biaya Usahatani Padi Sehat ... 50

14. Biaya Usahatani Padi Anorganik/Konvensional ... 52

15. Analisis Perbandingan Biaya Usahatani Padi ... 53

16. Analisis Perbandingan Pendapatani Usahatani Padi ... 54

17. Perbandingan Nilai Return to Family Labour dan Return to Land pada Usahatani Padi Sehat dan Konvensional ... 56

18. Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani dengan Menggunakan Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) ... 56

19. Rata-rata Nilai Standar Deviasi pada Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Padi sehat dan Konvensional ... 59


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Sistem Usahatani

Padi Sehat ... 24 2. Bagan Proses Penghitungan Analisis Risiko Penggunaan Tenaga

Kerja ... 29


(14)

Nomor Halaman 1. Perkembangan Jumlah Penduduk dan Proyeksi Kenaikan

Kebutuhan Beras Tahun 2005-2030 di Indonesia ... 65

2. Varietas Padi Dominan di Jawa Barat Tahun 2007-2008 ... 66

3. Studi Terdahulu yang Berkaitan Dengan Penelitian ... 67

4. Luas Panen, Hasil Per Hektar dan Produksi Padi Sawah Kecamatan Cigombong Tahun 2008 ... 68

5. Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Padi Sehat ... 69

6. Hasil Pengolahan Data Penelitian ... 77


(15)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian semakin penting karena sebagai penyedia bahan pangan bagi masyarakat. Sekarang ini masyarakat sedang dihadapkan pada banyaknya pemakaian bahan kimia di setiap produk pangan. Semakin banyaknya informasi tentang dampak negatif yang diakibatkan dari bahan kimia maka masyarakat mengubah pola konsumsi ke produk makanan yang lebih sehat. Pemerintah beserta petani juga semakin sadar untuk menuju pertanian sehat yang ramah terhadap lingkungan. Program yang dicanangkan oleh Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (BP2HP) telah menyusun agenda nasional Pengembangan Pertanian Organik dengan jargon “Go Organic 2010”. Program go organic disosialisasikan tahun 2001 dan mulai diregulasikan pada tahun selanjutnya. Diharapkan Indonesia pada tahun 2010 ini dapat menjadi salah satu produsen dan pengekspor pangan organik utama dunia1.

Sebagai negara yang dianugerahi kekayaan keanekaragaman hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari sepanjang tahun, suplai air melimpah dan kesuburan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, maka Indonesia punya modal dasar yang luar biasa besarnya yang diperlukan untuk mengembangkan pertanian organik. Karena itu diperlukan upaya percepatan transformasi keunggulan komparatif ini menjadi keunggulan kompetitif agar peluang pasar tersebut dapat benar-benar direbut untuk kesejahteraan masyarakat, khususnya petani. Keunggulan itu harus ditopang dengan luas panen yang dihasilkan dari areal sawah padi sehingga peningkatan produktivitas padi dapat memberikan hasil yang maksimal.

Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hubungan antara pola makan dengan kesehatan, menjadikan permintaan beras organik terus mengalami kenaikan. Hal ini membuka peluang hingga saat ini masih menjanjikan. Pada tahun 2005, dengan pertumbuhan sekitar 22 persen pertahunnya, pasar beras organik di Indonesia mencapai Rp 28 milyar. Sementara itu volume produksi       

1

4 Tahun Go Organic 2010. Ditjen BPPHP. Departemen Pertanian. http://pphp.deptan.go.id/Pustaka/BabI&II_4thGO.pdf [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]


(16)

beras organik meningkat dari 1.180 ton di tahun 2001 menjadi hampir 11.000 ton di tahun 2004. Beras organik tersebut sebagian besar dipasarkan di hipermarket dan supermarket tertentu di kota-kota di Indonesia2. Peningkatan produksi ini harus dipertahankan dan lebih ditingkatkan untuk menciptakan stabilitas pangan bagi rumah tangga dan nasional, sehingga keingginan sebagai produsen beras dan pengekspor beras dapat segera diwujudkan.

Perkembangan pasar organik di Indonesia mengalami tren kenaikan menurut laporan Surono dalam Saragih (2008), permintaan akan produk pertanian organik tumbuh sangat pesat. Pada tahun 2006 pertumbuhan permintaan domestik mencapai 600 persen disbanding tahun sebelumnya. Penjualan produk organik melalui supermarket di Jerman mencapai angka 40 persen, di Amerika Serikat mencapai 49 persen, di Argentina dan Inggris mencapai 80 persen, dan di Denmark sebanyak 85 persen.

Beras merupakan bahan pangan pokok yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang semakin bertambah banyak dengan tingkat konsumsi beras 139 kg/kapita/tahun, tingginya konsumsi beras dibandingkan negara lainnya di Asia seperti Jepang hanya 60 kilogram dan Malaysia 80 kg/kapita/tahun, mengakibatkan permintaan beras di dalam negeri tinggi dan tidak seimbang dengan ketersediaan3. Populasi penduduk Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan akan mencapai angka 290 juta penduduk, hal ini akan berimplikasi terhadap peningkatan permintaan beras mencapai 40 juta ton4.(Lampiran 1)

Peningkatan permintaan beras yang tinggi harus diimbangi oleh ketersediaan beras dalam jumlah yang besar. Ketersediaan beras yang tercukupi akan menciptakan ketahanan pangan bagi rumah tangga dan nasional. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan yang dirumuskan sebagai usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga dalam jumlah yang       

2

Pasar beras organik mencapai Rp. 28 miliyar. www.euromonitor.com [Diakses Tanggal 28 Desember 2009] 

3

Konsumsi Beras Nasional 139 Kg/Kapita - Indonesia. www.endonesia.com [Diakses Tanggal 1 Desember 2009]

4

Departemen Pertanian. 2007. Perkembangan produksi pertanian. http://database.deptan.go.id/bdspweb/f4-free-frame.asp. [Diakses Tanggal 1 Desember 2009]


(17)

cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu5. Tingkat konsumsi dan laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat membuat pemerintah dan petani harus bekerja ekstra keras untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan beras. Pemerintah harus membuat kebijakan dan terobosan program yang mendukung petani untuk menciptakan ketersediaan pangan yang layak konsumsi, sehat dan ramah lingkungan.

1.2. Perumusan Masalah

Keadaan saat sekarang ini mengharuskan pemerintah dan swasta yang bergerak pada bidang pertanian bisa memilih menjadi produsen padi organik ataupun yang mengarah ke tujuan pertanian organik. Pertanian organik merupakan teknik budidaya yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan masukan pupuk kimia dan pestisida kimia sintesis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Peralihan antara pertanian non organik menjadi organik disebut dengan pertanian semi organik.

Budidaya padi sehat yang mengarah pada pertanian organik juga terlihat pada proses produksi yang dilakukan oleh petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Silih Asih. Luas areal tanam padi sehat hingga tahun 2009 mencapai 80 hektar. Usahatani yang dilakukan disesuaikan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berstandar pada pertanian padi sehat. SOP ini mengacu pada input yang digunakan dalam sarana tani untuk pengendalian dan pencegahan hama penyakit melalui pestisida nabati. Padi sehat merupakan teknologi budidaya pertanian yang menggunakan pupuk kimia dalam proses produksi namun penggunaan pestisida kimia digantikan dengan pestisida nabati. Untuk pupuk kimia sendiri penggunaan dalam proses produksi dikurangi secara bertahap sampai nantinya tidak tergantung pada pupuk kimia tetapi digantikan dengan pupuk kompos yang dibuat sendiri oleh petani melalui dari bahan pupuk kandang, jerami dan bahan pengurai yang mempercepat pembusukan.

       5

Krisnamurthi, Bayu. 2003. Penganeka-Ragaman Pangan : Pengalaman 40 Tahun dan Tantangan Kedepan. Artikel Th. II No. 7. www.ekonomirakyat.org [Diakses Tanggal 1 Desember 2009]


(18)

Usahatani yang terletak di Desa Ciburuy ini memiliki sebelas kelompok, enam diantaranya fokus terhadap produksi padi sehat dan lainnya fokus pada tanaman perkebunan, peternakan, dan perikanan. Rata-rata petani dapat menghasilkan padi 4 sampai 7 ton per hektar. Tabel 1 menunjukkan deskripsi sederhana kelompok tani yang menghasilkan padi.

Tabel 1. Deskripsi Gabungan Kelompok Tani Silih Asih di Desa Ciburuy

Nama Jumlah Anggota Luas Lahan (ha) Rata-rata produksi (ton/tahun GKP)

Silih Asih I 23 11.7 204.3

Silih Asih II 21 15.9 262.3

Manunggal Jaya 15 14 168

Saung Kuring 10 13.5 230.8

Tunas Inti 16 7.1 106.5

Lisung Kiwari 39 16.8 282.2

Sumber : Gapoktan Silih Asih 2009

Sejak tahun 2002 petani telah melakukan proses produksi padi secara sehat. Peralihan produksi non organik menjadi organik pada petani terjadi bertepatan dengan berdirinya Gapoktan Silih Asih. Proses pertanian semi organik ini didukung oleh lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pertanian. Lembaga tersebut antara lain: Lembaga Pertanian Sehat, Dinas Pertanian Perikanan dan Peternakan. Manfaat yang diberikan dari beberapa lembaga tersebut berupa pendanaan, pemasaran produk, pelatihan, informasi, dan pengembangan teknologi pertanian.

Usahatani padi sangat dipengaruhi oleh kondisi alam Indonesia yang memiliki iklim tropis. Situasi ini memberi dampak yang sangat berpengaruh pada penurunan dan kegagalan panen dalam produksi padi. Kondisi lahan yang kekeringan dapat menyebabkan petani gagal memanen hasil pertaniannya. Seperti dampak kemarau panjang akibat fenomena iklim, dimana musim kemarau yang lebih panjang telah mengakibatkan kerugian bagi petani karena tidak cukupnya ketersediaan air. Air yang dibutuhkan tanaman pada saat ini tidak terpenuhi untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan padi. Fluktuasi produktivitas padi sehat yang terjadi di Desa Ciburuy karena iklim kemarau yang terjadi pada bulan-bulan tersebut.


(19)

Pola tanam padi sehat yang dilakukan petani tidak diselingi dengan tanaman lain pada saat musim kemarau sehingga hama dan penyakit tanaman mudah datang. Hal ini memicu perkembangan hama dan penyakit yang dapat menimbulkan kerugian bagi petani. Penyakit yang sering menyebabkan kerugian bagi petani adalah tungro dan kresek.. Hama yang kerap menyerang padi di Desa Ciburuy adalah kupu-kupu putih, walang sangit, dan keong mas.

Indikasi produksi dan pendapatan usahatani, yang kemudian menyebabkan perlunya suatu manajemen dalam menghadapi kerugian yang akan ditimbulkan. Diperlukan suatu usaha-usaha dalam mewujudkan sistem pertanian alternatif yang ramah lingkungan ini, maka hal ini menunjukkan adanya perhatian yang cukup besar terhadap perkembangan sistem pertanian tersebut. Mengacu pada perumusan masalah tersebut maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dapat diteliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana langkah-langkah sistem usahatani padi sehat yang diterapkan oleh para petani Desa Ciburuy ?

2. Bagaimana tingkat pendapatan petani padi sehat di Desa Ciburuy jika dibandingkan dengan pendapatan petani padi konvensional setempat ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis dan mempelajari langkah-langkah usahatani padi sehat. 2. Untuk menganalisis tingkat pendapatan petani yang menerapkan usahatani

padi sehat yang dibandingkan dengan pendapatan petani padi anorganik atau konvensional.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

1. Sebagai masukan bagi petani agar lebih teliti dalam melakukan usahatani sehingga yang menjadi tujuan dapat tercapai.

2. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan agar dapat menuangkan kebijakan yang tepat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. 3. Sebagai bahan referensi dan literatur bagi penelitian selanjutnya.


(20)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertanian Berkelanjutan (Sustainable Agriculture)

Sistem pertanian ini mementingkan keberlanjutan berlangsungnya pola usahatani pada masa yang akan datang. Pertanian berkelanjutan sebagai pengelolaan sumberdaya pertanian untuk memenuhi perubahan kebutuhan manusia sambil mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam. Dengan memperhatikan input-input pertanian yang ramah lingkungan menurut Reijntjes, et al 2004.

Konsep model dari pertanian berkelanjutan terus berkembang saat ini. Menurut Fahmi, dkk (2004) penerapan konsep tersebut agar berkembang dan berbagai variasi sebutan seperti pertanian selaras alam, pertanian ramah lingkungan, pertanian pengendalian hama dan penyakit terpadu, pertanian organik dan berbagai sebutan lainnya. Gagasan pertanian berkelanjutan sendiri dikembangkan dalam rangka membangun kembali sistem pertanian yang mampu menjaga, memelihara dan melindungi keberlanjutan alam serta dalam rangka menegakkan kembali kedaulatan petani yang telah dihancurkan oleh pertanian modern (revolusi hijau). Reijntjes, et al (2004) menambahkan ada dua kekeliruan penilaian yang telah dilakukan sebelum pengenalan revolusi hijau sebagai berikut: 1. Tidak terduganya peningkatan harga pupuk kimia dan bahan baku minyak serta penurunan harga-harga di pasar dunia internasional sebagai akibat produksi biji-bijian yang berlebihan. Perubahan ini mengakibatkan harga yang lebih tinggi ditingkat konsumen, sementara harga ditingkat produsen lebih rendah. Sehingga yang diuntungkan adalah ditingkat supplier pupuk buatan dan bahan bakar minyak.

2. Tidak terduganya ketergantungan yang semakin meningkat terhadap pestisida dan pupuk buatan. Input tersebut telah mencemari sungai dan air tanah dalam tingkat yang membahayakan.

Sistem pertanian semakin berkembang dan modern dari waktu ke waktu, perubahan ini menandakan sesuatu yang mengarah pada teknologi biologis dalam mempertahankan alam sebagai ekosistem yang harus selalu dijaga. Teknologi memerlukan suatu input baik dari luar maupun dari dalam suatu sistem itu sendiri.


(21)

Dengan input tersebut suatu sistem teknologi dapat bergerak untuk mendorong dan meningkatkan kesejahteraan manusia sebagai penggerak sekaligus manager dalam siklus konsep sistem. Manajemen dalam input harus dikelola dengan baik sehingga apa yang menjadi masukan dapat mengeluarkan hasil yang optimal dan maksimal. Ada dua pengelolaan input yang menandakan sistem pertanian tersebut:

1. High External Input Agriculture (HEIA)

HEIA merupakan sistem pertanian modern yang menggunakan input anorganik dengan jumlah atau sistem pertanian konvensional. Sistem ini mengkonsumsi sumber-sumber yang tidak dapat diperbaharui, seperti minyak bumi dan posfat dalam tingkat yang membahayakan. Sistem pertanian ini berorientasi pada pasar dan membutuhkan modal besar (Rejntjes, et al, 2004) 2. Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA)

Sistem pertanian LEISA adalah pertanian yang telah memperhatikan lingkungan dalam penggunaan input. Meskipun demikian, sistem pertanian ini tetap memanfaatkan teknologi modern, termasuk menggunakan benih hibrida berlabel, melaksanakan konservasi tanah dan air, serta pengolahan tanah yang berasaskan konservasi (Sutanto, 2006). Sebagian besar input usahatani yang dimanfaatkan berasal dari lahan, desa, wilayah atau negara sendiri dan diupayakan tindakan yang tepat untuk menjamin dan menjaga keberlanjutan. Penerapan pertanian LEISA di beberapa daerah telah dilakukan pemerintah dengan cara mengurangi penggunaan input anorganik seperti urea, TSP dan KCL serta menambahkan bahan organik ke areal usahatani. Hasil produksi yang diperoleh dapat melebihi produksi pertanian modern. Pertanian padi ramah lingkungan metode budidaya padi sehat yang menjadi objek penelitian termasuk dalam konsep pertanian LEISA.

2.2. Pertanian Organik (Organic Agriculture)

Pertanian organik di definisikan sebagai “sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan”. Lebih lanjut IFOAM (International


(22)

Federation of Organik Agriculture Movements) menjelaskan pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversity, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sertifikasi produk organik yang dihasilkan, penyimpanan, pengolahan, pasca panen dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan standardisasi. Dalam hal ini penggunaan GMOs (Genetically Modified Organisme) tidak diperbolehkan dalam setiap tahapan pertanian organik mulai produksi hingga pasca panen6.

Padi organik adalah padi yang disahkan oleh sebuah badan independen, untuk ditanam dan diolah menurut standar ‘organik’ yang ditetapkan. Belum ada satu definisi pun untuk organik, kebanyakan definisi memiliki elemen umum. Misalnya, organik sebagaimana digunakan pada kebanyakan tanaman sawah yang umumnya berarti bahwa:

1. Tidak ada pestisida dan pupuk dari bahan kimia sintetis atau buatan yang telah digunakan.

2. Kesuburan tanah dipelihara melalui proses “alami” seperti penanaman tumbuhan penutup dan/atau penggunaan pupuk kandang yang dikompos dan limbah tumbuhan.

3. Tanaman dirotasikan di sawah untuk menghindari penanaman tanaman yang sama dari tahun ke tahun di sawah yang sama.

4. Pergantian bentuk-bentuk bukan-kimia dari pengendalian hama digunakan untuk mengendalikan serangga, penyakit dan gulma, misalnya serangga yang bermanfaat untuk memangsa hama, jerami setengah busuk untuk menekan gulma, dan lain-lain.

Pertanian organik menurut FAO (Food Association Organization) (1999), adalah suatu system manajemen yang holistic dalam mempromosikan dan meningkatkan pendekatan system pertanian ber-wawasan kesehatan lingkungan, termasuk biodiversitas, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Dalam pengertian ini ditekankan pada preferensi penerapan input of farm dalam manajemen dengan memperhatikan kondisi regional yang sesuai.

       6

http://klipingut.wordpress.com/2007/12/16/mungkinkah-pertanian-organik-di-indonesia/ [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]


(23)

2.2. Pertanian Konvensional

Sistem pertanian tradisional, meskipun akrab lingkungan tetapi tidak mampu mengimbangi laju kebutuhan pangan dan sandang yang meningkat lebih tajam dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak temuan baru yang menggeser sistem tradisional menjadi sistem pertanian konvensional.

Sistem pertanian konvensional telah terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara global, khususnya di bidang pertanian. Dibalik keberhasilan tersebut, sistem pertanian konvensional tidak terlepas dari resiko dampak negatif. Menurut Schaller (1993) dalam Winangun (2005) menyebutkan beberapa dampak negatif dari sistem pertanian konvensional, yaitu sebagai berikut:

1. Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia sintesis dan sedimen.

2. Ancaman bahaya bagi kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan.

3. Pengaruh negatif aditif senyawa kimia sintesis tersebut pada mutu dan kesehatan pangan.

4. Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture).

5. Perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu, dan jasad berguna lainnya.

6. Peningkatan daya tahan organisme pengganggu terhadap pestisida.

7. Peningkatan daya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan, dan berkurangnya bahan organik.

8. Ketergantungan yang semakin kuat terhadap sumber daya alam tidak terbaharui (non renewable nature resources).

9. Munculnya resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan pertanian.


(24)

2.3. Beras

Padi merupakan tanaman yang tumbuh di areal sawah, beras yang dihasilkan dari tanaman padi (Orzya sativa Sp) merupakan tanaman pangan yang dikonsumsi 90 persen penduduk Indonesia. Beras memiliki nilai gizi yang tinggi dan merupakan sumber energi dan protein bagi tubuh. Nilai gizi yang terkandung pada beras sangat di butuhkan karena tubuh memerlukan energi dan protein.

Pengembangan komoditi beras merupakan sektor strategis yang sangat penting untuk kelangsungan rumah tangga petani dan tingkat nasional. Sebagian besar penduduk Indonesia adalah petani yang mengusahakan sawah untuk ditanami padi. Program diversifikasi pangan sudah dilakukan untuk penggantian alternatif konsumsi beras ke tanaman pangan lainnya, tetapi tingkat konsumsi beras rumah tangga tiap tahun meningkat. Ketahanan pangan di sektor ini harus segera diwujudkan untuk menciptakan tingkat stabilitas nasional dan mengatasi krisis pangan yang bisa terjadi setiap saat.

2.5. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai usahatani padi ramah lingkungan merupakan penelitian lanjutan mengenai komoditas padi. Penelitian mengenai komoditas ini telah banyak dilakukan, antara lain penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani, analisis tataniaga padi, namun penelitian mengenai padi sehat masih terbatas. Berikut ini akan dikemukakan beberapa penelitian terdahulu mengenai komoditas padi.

2.5.1. Analisis Usahatani Padi

Rohmani (2000) menganalisis sistem usahatani padi organik. Perhitungan produktivitas menunjukkan bahwa produktivitas usahatani padi yang dilaksanakan secara organik lebih rendah bila dibandingkan padi yang dibudidayakan secara anorganik. Produktivitas padi yang diperoleh petani organik pemilik penggarap untuk Masa Tanam 1999/2000 adalah 4,79 ton per hektar dan penyakap sebesar 4,75 ton per hektar. Sedangkan produktivitas padi yang dibudidayakan secara anorganik/konvensional oleh petani lebih besar, untuk pemilik penggarap adalah 5,74 ton per hektar dan penyakap 5,71 ton per hektar.


(25)

Hasil pendapatan usahatani organik menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh petani organik lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh petani anorganik/konvensional pada masa tanam sama untuk karakteristik petani yang sama. Analisis kepekaan (sensitivity analysis) menunjukkan bahwa usahatani padi yang dilaksanakan secara organik tetap layak (nilai R/C lebih besar dari satu) bila harga pupuk kandang naik dari Rp 7500 per sak menjadi Rp 14000 per sak; demikian pula bila harga jual beras organik turun dari Rp 2400 per kg menjadi Rp 1500/kg. Bila harga pupuk kandang naik dan harga jual beras turun secara bersamaan seperti di atas, usahatani padi organik pemilik penggarap masih layak, tetapi tidak untuk penyakap.

Nainggolan (2001) melakukan penelitian analisis usahatani padi organik dan anorganik di Kabupaten Karawang. Berdasarkan analisis pendapatan kotor dan pendapatan bersih petani organik lebih besar dibandingkan dengan petani anorganik. Jumlah produksi padi yang dihasilkan petani organik lebih besar daripada petani anorganik. Rata-rata produksi padi yang dihasilkan petani organik sebesar 4,9 ton per hektar, petani organik penggarap 5,1 ton per hektar. Sedangkan rata-rata produksi padi anorganik pada petani pemilik 4,4 ton per hektar dan penggarap 4,7 ton per hektar. Penggunaan pestisida kimia tidak mempengaruhi produksi padi, bahkan produksi padi dengan pestidia botanis lebih tinggi. Nilai R/C rasio dapat dilihat bahwa nilai R/C rasio usahatani padi organik lebih tinggi daripada nilai R/C rasio usahatani padi anorganik, maka penerimaan setiap satu rupiah yang dikeluarkan petani organik lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh petani anorganik.

2.5.2. Analisis Adopsi Sistem Usahatani

Herdiansyah (2005) menganalisis aspek ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi sistem usahatani padi organik. Hasil dari penelitian ini ternyata, produktivitas padi dengan sistem budidaya anorganik lebih tinggi jika dibandingkan dengan produktivitas tanaman padi yang dihasilkan secara organik. Analisis pendapatan sistem usahatani padi anorganik lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan sistem usahatani padi secara organik bagi petani pemilik penggarap. Bagi petani sakap dan lahan sewa sistem usahatani padi organik lebih


(26)

menguntungkan jika dibandingkan dengan sistem usahatani padi secara anorganik. Nilai R/C atas biaya total dan nilai Net B/C pada skenario I, II dan III didapat bahwa secara umum baik sistem usahatani padi organik maupun sistem usahatani padi anorganik tidak layak untuk dilanjutkan. Nilai R/C dan B/C yang kecil (≤1) dikarenakan tingkat harga output yang rendah sehingga penerimaan yang diperoleh petani padi kecil. Berdasarkan analisis Logistic Regression Model atau fungsi logit variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap kemauan petani dalam mengadopsi sistem usahatani padi organik terdiri atas variabel tingkat pendidikan dan variabel sumber informasi berpengaruh nyata pada taraf α 10 persen dengan arah positif. Variabel biaya pupuk dan jumlah tenaga kerja berpengaruh pada taraf nyata α 10 persen. Variabel lain yang diduga berpengaruh adalah umur, pengalaman bertani, dan jumlah tanggungan keluarga.

2.5.3. Analisis Tataniaga Padi

Riyanto (2005) penelitian tentang analisis pendapatan usahatani dan pemasaran padi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh petani kelompok I (luas lahan < 0,34 hektar), II (luas lahan 0,34 hektar), III (luas lahan > 0,34 hektar) bernilai positif dan lebih besar dari pendapatan biaya atas biaya totalnya. Nilai R/C rasio pada petani kelompok I adalah 1,81 atas biaya tunai dan 1,34 atas biaya total dan nilai tersebut lebih rendah dari nilai R/C rasio petani II dan petani III.

Pola pemasaran yang terbentuk terdapat dua pola pemasaran I dan pola pemasaran II. Nilai marjin pada pola pemasaran I adalah nilai terbesar yaitu 582,50. Begitu juga dengan rasio antar biaya dan keuntungan. Hal ini membuktikan bahwa saluran pemasaran I lebih efisien daripada pola pemasaran yang paling banyak digunakan adalah pola pemasaran II yaitu sebesar 63,33 persen dari total petani. Namun marjin dan efisiensi pemasaran pola I memiliki nilai yang lebih besar. Jadi pemasaran I paling efisien dibandingkan dengan pola pemasaran II.

Kusumah (2004) menganalisis perbandingan usahatani dan pemasaran antara padi organik dan anorganik. Diketahui bahwa R/C rasio yang diperoleh petani padi organik 1,95 lebih rendah dari R/C rasio yang diperoleh petani padi


(27)

anorganik, yaitu 2,23. Pola pemasaran padi organik terdiri dari empat pola pemasaran yaitu (1) petani – pedagang pengecer pengumpul – pedagang pengecer non lokal – konsumen, nilai marjin sebesar 34,47 persen. (2) petani – pedagang pengumpul – konsumen, nilai marjin sebesar 30,66 persen. (3) petani – pedagang pengumpul – pedagang pengecer lokal – konsumen, nilai marjin sebesar 34,90 persen. (4) petani – pedagang pengecer lokal – konsumen, nilai marjin sebesar 5,40 persen. Pola pemasaran padi anorganik terdiri dari empat pola pemasaran yaitu (1) petani – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen, nilai marjin sebesar 62, 50 persen. (2) petani – pedagang pengumpul – konsumen, nilai marjin sebesar 37,50 persen. (3) petani – konsumen, nilai marjin sebesar 20,00 persen dan (4) petani – pedagang pengecer – konsumen, nilai marjin sebesar 40,00.

Dari sisi pemasarannya diketahui ternyata nilai total marjin pemasaran yang diperoleh pola pemasaran I dan II lebih besar dari pola pemasaran III dan IV padi organik, begitu pula jika dibandingkan dengan seluruh pola pemasaran padi anorganik. Sedangkan untuk pola pemasaran III dan IV padi organik jika dibandingkan dengan seluruh pola pemasaran padi anorganik diketahui ternyata nilai total marjin pemasarannya hampir sama dengan seluruh pola pemasaran padi anorganik.


(28)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani

Usahatani merupakan bagian dari permukaan bumi dimana seorang petani, keluarga petani atau badan tertentu lainnya bercocok tanam untuk melakukan usaha, sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dari seluruh organisasi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen yang ditujukan pada produksi di lapang pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat geneologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Pada umumnya ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit, modal relatif kecil, pengetahuan petani terbatas, kurang dinamik sehingga berakibat pada rendahnya pendapatan usahatani dan rendahnya tingkat kesejahteraan petani (Soekartawi, 1986). Terbatasnya modal seringkali menyebabkan petani tidak mampu mengadopsi teknologi baru dalam mengusahakan sumberdaya yang dimilikinya. Karena keterbatasan itu usahatani yang biasanya dilaksanakan petani masih menggunakan teknologi lama atau masih tradisional.

Usahatani yang dilakukan setiap petani beragam tergantung dari jenis usaha dan apa yang diusahakannya. Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani yang demikian disebut usahatani untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Subsistence Farm). Sedangkan bila motivasi yang mendorongnya untuk mencari keuntungan, maka usahatani yang demikian disebut usahatani komersial (Commercial Farm).

Soekartawi (1986), menyatakan bahwa ciri petani komersial adalah; (1) cepatnya adopsi terhadap inovasi, (2) cepat mobilitas pencarian informasi, (3) berani menanggung resiko dalam berusaha, (4) memiliki sumberdaya yang cukup. Sedangkan ciri petani subsisten adalah kebalikannya. Akan tetapi dengan teknologi serta kemajuan pembangunan yang hampir merata ke berbagai pelosok daerah, petani tidak lagi mengusahakan usahataninya secara subsisten melainkan semi subsisten (setengah subsisten dan setengah komersial). Perubahan tersebut diantaranya disebabkan oleh perkembangan teknologi yang semakin maju dalam


(29)

hal produksi sehingga mempermudah pekerjaan petani, memenuhi kebutuhan petani yang semakin banyak, teknologi informasi yang memberikan berbagai informasi, kebutuhan serta adanya perubahan pandangan masyarakat dan keseriusan pemerintah dalam memajukan sektor pertanian sebagai sektor yang menopang ekonomi bangsa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dalam usahatani terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain teknologi, penggunaan input, dan cara (teknik) bercocok tanam. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari cuaca, iklim, hama dan penyakit.

Hernanto (1989), menyatakan dalam usahatani selalu ada empat unsur pokok yang sering disebut sebagai faktor-faktor produksi, yaitu :

1. Tanah

Tanah merupakan usahatani yang dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah, perairan dan sebagainya. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan ataupun wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur, polikultur, ataupun tumpangsari.

2. Tenaga Kerja

Jenis tenaga kerja adalah tenaga kerja manusia, dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak yang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan. Tenaga ini dapat berasal dari dalam dan luar keluarga (biasanya dengan cara upahan). Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu : 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP); 1 wanita = 0,8 HKP; dan 1 anak = 0,5 HKP.

3. Modal

Unsur lainnya yang mendukung kelancaran suatu kegiatan usahatani adalah modal. Modal dalam suatu usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, pinjaman uang dari saudara atau tetangga dan lain-lain), hadiah, warisan, usaha lain ataupun kontrak sewa.


(30)

4. Pengelolaan atau Manajemen

Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai dengan sebaik-baiknya sehingga mampu menghasilkan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil, maka pengenalan pemahaman terhadap prinsip teknik meliputi : (a) perilaku cabang usaha yang diputuskan; (b) perkembangan teknologi; (c) tingkat teknologi yang dikuasai; (d) daya dukung faktor cara yang dikuasai; dan (e) cara budidaya dan alternatif cara lain berdasar pengalaman orang lain. Pengenalan dan pemahaman prinsip ekonomis antara lain : (a) penentuan perkembangan harga; (b) kombinasi cabang usaha; (c) tataniaga hasil; (d) pembiayaan usahatani; (e) penggolongan modal dan pendapatan serta (f) ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim dipergunakan lainnya. Panduan penerapan kedua prinsip itu tercermin dari keputusan yang diambil, agar resiko tidak menjadi tanggungan petani sebagai pengelola. Ketersediaan menerima resiko sangat tergantung kepada; (a) tersedianya modal; (b) status petani; (c) umur; (d) lingkungan usaha; (e) perubahan sosial serta (f) pendidikan dan pengalaman petani.

3.1.2. Sistem Usahatani (Farming System)

Menurut Shaner, Phillip dan Schmel (1982) dalam Rohmani (2000), sistem usahatani merupakan suatu organisasi usahatani yang unik dan dikelola oleh suatu rumahtangga dengan baik yang diterapkan berdasarkan praktek-praktek yang teratur sebagai respon atas lingkungan fisik, biologi dan sosial ekonomi yang disesuaikan dengan tujuan, sumberdaya dan tujuan rumahtangga tersebut. Faktor-faktor tersebut bergabung dalam mempengaruhi output dan jumlah produksi dan pada umumnya ditemukan dalam sistem, bukan antar sistem. Sistem usahatani ini merupkana bagian dari sistem yang lebih besar, seperti komunitas lokal dan dapat dibagi-bagi lagi menjadi beberapa subsistem seperti sistem persemaian dan penanaman.

Lingkungan dalam sistem usahatani yaitu lingkungan fisik, biologi, ekonomi dan sosial akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:


(31)

Faktor-faktor fisik yang penting adalah iklim, air dan tanah. Hal-hal yang berkaitan dengan iklim seperti curah hujan bulanan, suhu rata-rata dan suhu terendah maupun tertinggi. Hal-hal yang berkaitan dengan air seperti asal air, apakah dari air hujan ataukah air irigasi. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan lahan seperti tipe tanah, kemiringan.

 Lingkungan Biologi

Lingkungan biologi berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan vitalitas tanaman atau hewan dan kualitas produksi yang dipanen. Untuk lingkungan biologi ini berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit, tergantung pada tanaman atau hewan yang telah diserang atau dirusak.

 Lingkungan Ekonomi

Beberapa aspek dari lingkungan ekonomi mempengaruhi sistem usahatani seperti jauh dekatnya dari pasar, ada tidaknya kredit, penentuan harga.

 Lingkungan Sosial

Faktor sosial bervariasi dari lokasi yang satu dari lokasi yang lain. Hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan sosial ini seperti norma-norma sosial dan ragam budaya daerah.

3.1.3. Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan ini mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk benih, digunakan pembayaran, dan yang disimpan. Penerimaan ini dinilai berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku. (Soekartawi et al, 1986)

3.1.4. Pendapatan Usahatani

Usahatani yang dilakukan petani akhimya akan memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara biaya-biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh merupakan pendapatan kotor dari kegiatan usahatani. Karena dalam kegiatan tersebut bertindak seorang petani sebagai pengelola, sebagai pekerja dan sebagai penanam modal dalam usahanya,


(32)

maka pendapatan itu dapat digambarkan sebagai balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi (Soeharjo dan Patong, 1973).

Soeharjo dan Patong (1973), menyebut bahwa analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha, dan (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu kegiatan usaha. Analisis pendapatan usahatani sendiri sangat bermanfaat bagi petani untuk dapat mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak.

Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu tertentu. Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan, yakni hasil kali antara jumlah output yang dihasilkan dengan harga produk tersebut.

a. Ukuran Pengeluaran Usahatani

Pengeluaran atau biaya adalah semua pengorbanan sumberdaya ekonomi dalam satuan uang yang diperlukan untuk menghasilkan produk dalam suatu periode produksi. Sedangkan pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Bentuk pengeluaran usahatani berupa pengeluaran yang diperhitungkan (input cost). Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang dibayarkan dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi dan biaya untuk membayar tenaga kerja. Sedangkan pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenamya pendapatan kerja petani seandainya bunga modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan.

b. Ukuran Pendapatan Usahatani

Analisis Pendapatan Tunai, Pendapatan Total dan Analisis Biaya per Satuan Produksi Usahatani yaitu analisis yang digunakan untuk melihat keuntungan relatif dari suatu kegiatan cabang usahatani berdasarkan perhitungan finansial. Dalam analisis ini dilakukan dua pendekatan, yaitu perhitungan pendapatan atas dasar biaya tunai dan perhitungan atas dasar biaya total (biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan). Analisis biaya per satuan produksi digunakan untuk menentukan perkiraan harga jual atau keuntungan relatif yang diperoleh dari penjualan komoditi hasil usahatani. Dalam analisis ini digunakan


(33)

untuk menentukan perkiraan harga jual atau keuntungan relatif yang diperoleh dari penjualan komoditi hasil usahatani. Dalam analisis ini digunakan dua unsur yang menjadi perhitungan utama, yaitu produksi kotor dan biaya total. Produksi kotor merupakan total produksi yang dihasilkan cabang usahatani, sedangkan biaya atau pengeluaran total adalah pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan produksi tersebut.

Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor– faktor produksi atau pendapatan bersih usahatani ini merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan untuk menilai usahatani ialah dengan penghasilan bersih usahatani yang merupakan pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan.

3.1.5. Efisiensi Pendapatan Usahatani

Menurut Hernanto (1991), besarnya pendapatan usahatani yang diperoleh petani belum cukup menggambarkan tingkat efisiensi. Dengan demikian diperlukan ukuran-ukuran untuk mengetahui tingkat efisiensi penghasilan usahatani. Adapun ukuran efisiensi pendapatan usahatani diantaranya sebagai berikut:

a. Penghasilan Kerja Usahatani per Setara Pria

Penghasilan kerja usahatani per setara pria (farm labour earning per man equivalent) dapat dikatakan sebagai imbalan kepada tenaga kerja (return to labour). Pengukuran tersebut juga dapat diaplikasikan untuk mengukur imbalan kepada tenaga keluarga (return to family labour). Menurut Soekartawi (1986), return to family labour dapat dihitung dari penghasilan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga modal petani yang diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang bekerja dalam usahatani untuk memperoleh taksiran imbalan kepada tiap orang (return per man). Angka ini dapat dibandingkan dengan imbalan atau upah kerja di luar usahatani.


(34)

b. Pendapatan per Unit Areal Usahatani

Tingkat efisiensi pendapatan usahatani dapat dilihat dari pendapatan per unit areal usahatani (net farm output per unit of farm area). Pendapatan per areal usahatani merupakan ukuran produktivitas tanah usahatani yang merupakan hasil perhitungan dari pendapatan usahatani dibagi dengan luas areal usahatani (return to land) (Hernanto, 1991).

c. Analisis Imbangan Penerimaan terhadap Biaya (R/C Rasio)

Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan (Revenue Cost Ratio atau R/C rasio). Rasio penerimaan atas biaya menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap produk dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Dengan analisis ini dapat diketahui apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak. Jika nilai imbangan penerimaan terhadap biaya lebih besar atau sama dengan satu, maka usahatani tersebut menguntungkan. Sebaliknya jika nilai imbangan penerimaan terhadap biaya kurang dari satu berarti belum menguntungkan. Secara teoritis dengan imbangan penerimaan terhadap biaya sama dengan satu artinya tidak untung dan tidak rugi.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Pertanian Go Organic merupakan program yang direncanakan dan telah disosialisasikan sejak tahun 2001. Program dari Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (BP2HP) merupakan program bagi para petani untuk mengubah pola usahatani dari pertanian konvensional/anorganik yang masih menggunakan bahan kimia ke pertanian organik yang ramah lingkungan. Pertanian organik ini dilakukan untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan bahan kimia sewaktu melakukan usahatani.

Indonesia pada tahun 2010 ingin mewujudkan keinginan sebagai produsen dan pengekspor hasil pertanian organik di dunia. Pertanian dengan sistem usahatani organik ini harus bebas dari bahan kimia dalam proses budidaya tetapi hal ini tidak akan berlangsung dengan mudah, karena petani masih banyak yang memakai pupuk dan pestisida kimia untuk input usahataninya. Keinginan itu dapat terwujud jika pemerintah dan petani dapat bekerjasama melalui penyuluh


(35)

pertanian di lapang untuk melakukan tindakan nyata bagi keberlangsungan pertanian yang ramah terhadap lingkungan dan berkelanjutan.

Padi merupakan salah satu tanaman pertanian yang sangat strategis karena sebagian besar masyarakat mengkonsumsinya dalam bentuk beras sebagai makanan pokok. Komoditas padi sebagian besar dibudidayakan oleh petani Indonesia di areal sawah pertanian. Berbagai budidaya yang diadopsi dari mulai revolusi hijau dengan penggunaan pupuk kimia, adopsi teknologi System of Rice Intensification sampai teknologi benih padi hibrida telah banyak dilakukakan petani untuk meningkatkan produktivitas hasil padi dan meningkatkan kesejahteraan petani padi. Salah satu program dari pemerintah adalah Pertanian Go Organic yang sedang diadopsi petani dimulai tahun 2001.

Pertanian Go Organic merupakan suatu awal yang baik untuk mengembangkan sistem usahatani sehat yang bebas dari input bahan kimia. Sistem pertanian padi sehat yang ramah terhadap lingkungan untuk komoditas padi ini telah dilakukan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Desa Ciburuy merupakan salah satu daerah yang melakukan pengembangan sistem pertanian organik untuk komoditas padi.

Desa Ciburuy yang sedang mengembangkan budidaya padi sehat dalam mengatasi keterbatasan modal petani untuk membeli input sarana produksi pertanian. Budidaya ini telah dilaksanakan sejak tahun 2004 hingga sekarang, yang diharapkan petani bisa beralih dari pertanian anorganik menuju pertanian sehat sampai suatu saat bisa meninggalkan bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Pemakaian pupuk kimia yang dulu sebagai input utama sekarang dikurangi dan digantikan dengan pupuk kompos yang dibuat sendiri oleh petani. Pembasmian hama dan penyakit tanaman melalui pestesida nabati yang dibuat sendiri oleh petani setempat dengan memanfaatkan alam sebagai sumber daya alam yang melimpah dan memberikan banyak manfaat.

Semakin banyaknya petani di Desa Ciburuy yang ingin beralih ke pertanian sehat dengan mengikuti Standar Operasional Prosedur Budidaya Padi Sehat yang dibuat oleh Gapoktan maka peneliti tertarik ingin mengetahui bagaimana pendapatan usahatani dari kedua sistem usahatani tersebut baik usahatani padi anorganik/konvensional dan sistem usahatani padi sehat. Dan


(36)

seberapa efisien pendapatan yang diterima melalui biaya imbangan penerimaan dari kedua sistem usahatani yang diterapkan petani.

Pendapatan usahatani yang diperoleh petani merupakan bentuk imbalan atas pengelolaan sumberdaya yang dimiliki dalam usahataninya, dengan mengukur pendapatan petani maka tingkat keberhasilan usahatani pun dapat terukur. Ukuran pendapatan dapat dilihat dari besarnya penerimaan yang diterima petani dan biaya usahatani yang dikeluarkannya. Dengan demikian petani harus melakukan tindakan yang efisien dalam menggunakan sumberdaya yang ada. Beberapa pengukuran tingkat efisiensi dapat diketahui dengan melihat penghasilan petani atas penggunaan tenaga kerja dan penghasilannya atas penggunaan lahan.

Salah satu cara untuk melihat efisiensi pendapatan usahatani, dapat diketahui dengan melihat R/C rasio. Nilai ini menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran satu satuan biaya, analisis nilai R/C rasio masing - masing dihitung berdasarkan R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Informasi lainnya yang didapat dari analisis ini yaitu untuk melihat apakah usahatani yang dilakukan petani menguntungkan secara ekonomi, kerena jika semakin besar nilai R/C rasio maka usahatani yang dilakukan akan semakin menguntungkan.

Penelitian ini dapat menganalisis perbedaan keragaan usahatani padi sehat dan konvensional dari teknis budidayanya, penggunaan input, penerimaan dan biaya usahatani, tingkat pendapatan yang diperoleh dari kedua usahatani tersebut dan nilai efisiensi. Sehingga dari hasil analisis tersebut ini dapat diketahui penerapan padi sehat di Desa Ciburuy serta mengetahui pendapatan dan efisiensi usahatani padi yang dilakukan. Namun, jika setelah dilakukan analisis ternyata usahatani yang dijalankan tidak layak atau tidak efisien maka pengkajian ulang terhadap analisis pendapatan dapat dilakukan kembali. Oleh karena itu, dengan adanya penelitian yang dapat membandingkan konsep pertanian padi sehat dan konvensional ini diharapkan dapat membantu pihak terkait atau petani dalam pengambilan keputusan untuk menjalankan atau menerapkan sistem usahatani yang mana yang lebih menguntungkan sehingga sistem pertanian tersebut dapat berkembang. Adapun bagan kerangka operasional dapat dilihat pada Gambar 1.


(37)

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Sistem Usahatani Padi Sehat

Permasalahan Penelitian

 Tidak ada pergantian dalam rotasi tanam oleh petani padi sehat

 Hama dan penyakit tanaman

 Perubahan iklim karena kemarau berkepanjangan

 Kurang berkembangnya dan lambatnya adopsi budidaya padi sehat

Pengendalian / Penanggulangan

 Penggantian pestisida kimia menjadi pestisida nabati

 Pengurangan dosis pemakaian pupuk kimia

 Meningkatkan penyuluhan dan pelatihan pada petani untuk mengikuti budidaya padi sehat menurut SOP yang sudah ada

Usahatani Padi Sehat

Analisis Pendapatan Usahatani

Produktivitas Usahatani Padi

Analisis Imbangan Penerimaan atas Biaya

1. Perbandingan sistem usahatani padi sehat dan padi konvensional

2. Perbandingan pendapatan usahatani, produktivitas dan analisis efisiensi imbangan penerimaan terhadap biaya Usahatani Padi


(38)

IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengumpulan data penelitian dilakukan mulai bulan Januari hingga Maret tahun 2010. Alasan yang melatarbelakangi dijadikan sebagai lokasi penelitian diantaranya; merupakan produksi beras sehat, aman dan enak dengan menerapkan standar operasional prosedur dari budidaya padi sehat; produksi padi bagus karena berproduksi secara kontinu atau berkelanjutan. Usahatani padi yang dilakukan merupakan areal pengembangan padi organik yang ramah terhadap lingkungan di wilayah Bogor, Jawa Barat.

4.2. Metode Penentuan Sampel

Responden adalah petani yang melakukan usahatani padi sehat pada Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong. Jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 30 petani yang diambil secara sengaja (purposive) dengan mengambil sampel dari data petani di Desa Ciburuy. Jumlah 30 responden ini terdiri dari 15 responden petani yang melakukan usahatani padi sehat dan 15 responden yang melakukan usahatani secara konvensional atau anorganik. Pemilihan responden ini dilakukan karena rata-rata petani di sana melakukan usahatani secara homogen.

4.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani yang ada dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Wawancara dilakukan dengan mempersiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan (kuisioner) yang akan diajukan. Teknisnya peneliti mengajukan pertanyaan dengan panduan daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya.

Data sekunder diperoleh melalui laporan-laporan tahunan tertulis lembaga atau institusi yang terkait dalam penelitian ini. Data sekunder adalah data yang telah terdokumentasi, data ini diambil dari text book, hasil penelitian, dan


(39)

lain-lain. Data sekunder merupakan data penunjang data primer yang berfungsi untuk memberikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Pemerintah Kecamatan Cigombong. Data sekunder mengenai pengetahuan umum tentang pertanian diperoleh dari berbagai literatur yang terdapat di perpustakaan dan browsing melalui intenet. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara terstruktur, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada petani berdasarkan kuisioner yang telah disiapkan.

4.5. Metode Analisis 4.5.1. Analisis Budidaya

Untuk analisis budidaya ini maka data akan disajikan secara deskriptif, mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan usahatani padi sehat yang membedakannya dengan usahatani secara anorganik/konvensional oleh petani setempat.

4.5.2. Analisis Pendapatan

Analisis mengenai pendapatan usahatani dapat dimulai dengan melakukan perhitungan terhadap pendapatan kotor/penerimaan total usahatani. Penerimaan total adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi. Perhitungannya dapat dilakukan dengan melakukan perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga jual dari produk. Jumlah produksi yang dimaksud berupa seluruh hasil produksi yang diperoleh, termasuk yang dijual, disimpan, dibagikan pekerja, untuk bibit, dan sebagainya. Pernyataan ini berdasarkan Soekartawi (1995) dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

TR = penerimaan total (Total Revenue)

Y = produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = harga Y


(40)

Hasil perhitungan dari penerimaan total dapat digunakan untuk menganalisis pendapatan usahatani. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap, merupakan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani yang besar kecilnya tidak tergantung dari besar kecilnya output yang diperoleh, misalnya pajak, sewa lahan, alat-alat pertanian, dan mesin pertanian, sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani yang besar kecilnya dipengaruhi oleh perolehan output, misalnya tenaga kerja, pupuk, dan lain-lain. Rumus dari pendapatan usahatani berdasarkan Soekartawi (1995) adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Pd = pendapatan usahatani

TR = penerimaan total (total revenue) TC = biaya total (total cost)

FC = biaya tetap (fixed cost) VC = biaya variabel (variabel cost)

Biaya penyusutan pada dasarnya bertitik tolak pada harga perolehan (cost) sampai dengan modal tersebut dapat memberikan manfaat (Suratiyah, 2009) atau biaya penyusutan alat dapat diperoleh dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dibagi umur ekonomi dari alat tersebut. Berdasarkan Suratiyah (2009) perhitungan penyusutan berdasarkan metode garis lurus (straight line method) adalah sebagai berikut:

Biaya penyusutan = cost – nilai sisa

umur ekonomis (tahun) Keterangan:

Cost = nilai pembelian

4.5.3. Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani

Pendapatan yang dihasilkan pada kegiatan usahatani belum mencerminkan tingkat efisiensi. Dengan demikian sangat diperlukan untuk mengetahui

Pd = TR – TC TC = FC + VC


(41)

perhitungan efisiensi usahatani berdasarkan pendapatannya. Adapun beberapa perhitungannya dapat ditulis sebagai berikut (Hernanto, 1991):

a. Penghasilan Kerja Usahatani per Setara Pria

Return to family labour = E – F – G

Σ Tenaga kerja keluarga (HOK) Dimana:

E = Penerimaan usahatani (Rp) F = Pengeluaran total (Rp)

G = Pengeluaran yang diperhitungkan (biaya tenaga kerja keluarga) b. Pendapatan per Unit Areal Usahatani

Return to land = E – F – G

Luas areal (hektar) Dimana:

E = Penerimaan usahatani (Rp) F = Pengeluaran total (Rp)

G = Pengeluaran yang diperhitungkan (biaya sewa lahan) c. Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

Analisis selanjutnya adalah melakukan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total. Analisis ini dikenal dengan analisis Return Cost (R/C rasio). Pernyataan tersebut berdasarkan Soekartawi (1995) dapat dirumuskan sebagai berikut:

TC TR C R/  Keterangan:

R/C = imbangan penerimaan terhadap biaya TR = penerimaan total (total revenue) TC = biaya total (total cost)

Kriteria keputusan; R/C > 1, usahatani untung R/C < 1, usahatani rugi

R/C = 1, usahatani impas (tidak untung maupun rugi)

Pendapatan usahatani dan nilai R/C rasio dapat diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu nilai penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Untuk


(42)

memudahkan dalam menentukan nilai tersebut maka dapat dilihat pada perhitungan yang tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Perhitungan Usahatani dan Nilai R/C Rasio

Sumber : 7 )

Perhitungan pada tabel diatas juga dapat digunakan untuk menentukan nilai penerimaan dan biaya serta tingkat pendapatan pada usahatani padi konvensional yang pada penelitian ini dijadikan pembanding. Namun, dalam perhitungannya terdapat beberapa komponen yang dihilangkan atau ditambahkan seperti pada biaya tunai, pupuk organik dirubah menjadi pupuk kimia dan ditambahkan oleh komponen pestisida.

Perhitungan pendapatan pada Tabel 2 dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari total penerimaan yang dikurangi dengan biaya yang diperhitungkan, untuk pendapatan atas biaya total dihasilkan dari pengurangan antara biaya tunai dengan total biaya. Total biaya yang dimaksud ialah penjumlahan dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Perhitungan total biaya diperlukan guna menggambarkan keadaan petani yang sebenarnya karena tidak hanya menilai biaya secara tunai. Sedangkan perhitungan atas pendapatan tunai ialah penerimaan total setelah dikurangi oleh biaya tunai.

       7

Departemen Agribisnis. 2007. Handoust Usahatani. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

A. Pendapatan tunai Harga x Hasil panen yang dijual (Kg) B. Pendapatan yang diperhitungkan Harga x Hasil panen yang dikonsumsi (Kg) C. Total penerimaan A + B

D. Biaya tunai Benih, Pupuk organik, Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK), Sewa lahan

E. Biaya diperhitungkan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK), Penyusutan alat

F. Total Biaya D + E

G. Pendapatan atas biaya tunai C – D H. Pendapatan atas biaya total C – F I. Pendapatan Tunai A – D J. R/C atas biaya Tunai C / G K. R/C atas biaya Total C / H


(43)

4.5.4. Analisis Risiko Penggunaan Tenaga Kerja

Risiko terhadap penggunaan tenaga kerja pada usahatani yaitu menganalisis rata-rata jumlah penggunaan tenaga kerja setiap responden pada seluruh kegiatan budidaya dari pengolahan tanah hingga panen pada usahatani padi sehat maupun padi konvensional.

Menurut Elton dan Gruber dalam Ginting (2009), terdapat beberapa ukuran risiko diantaranya adalah nilai varian (variance) dan standar deviasi (standard deviation). Nilai varian dapat dilihat dari adanya perbedaan jumlah penggunaan tenaga kerja yang beragam pada kedua usahatani. Nilai varian dapat menunjukkan bahwa semakin kecil nilai varian maka semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha. Sama halnya dengan nilai standar deviasi yang menunjukkan bahwa semakin kecil nilai standar deviasi maka semakin rendah risiko yang di hadapi. Nilai standar deviasi ini diperoleh dari pengolahan data menggunakan Microsoft Office Excel, yaitu dengan memasukkan fungsi =STDEV(number1; [number2];…..). Untuk lebih jelasnya dalam proses pengambilan keputusan risiko ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bagan Proses Penghitungan Analisis Risiko Penggunaan Tenaga Kerja

a. Variance

Pengukuran variance dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dengan expected return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian.

Penyetaraan Upah Tenaga Kerja menjadi Upah HOK Pria

Perincian Tenaga Kerja (TKDK dan TKLK) Tabulasi Data

Input Biaya dan Pemakaian Tenaga Kerja Menurut Jenis Kegiatan

Jenis Kegiatan Usahatani 1. Pengolah Tanah

2. Persiapan Benih 3. Penyemaian Benih 4. Penanaman 5. Pengaturan Air 6. Penyiangan 7. Penyulaman 8. Pemupukan 9. Penyemprotan 10. Panen

Penjumlah Total TKDK dan TKLK untuk tiap jenis kegiatan usahatani

Penghitungan Risiko Tenaga Kerja memakai fungsi STDEV pada


(44)

Nilai variance dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut (Elton dan Gruber, 1995):

Dimana :

t2 = Variance dari return

Pij = Peluang dari suatu kejadian Rij = Return

Řij = Expected Return

Dari nilai variance dapat menunjukkan bahwa semakin kecil nilai variance maka semakin kecil penyimpangannya sehingga kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha tersebut.

b. Standard deviation

Standard deviation dapat diukur dari akar kuadran dari nilai variance. Risiko dalam penelitian ini berarti besarnya fluktuasi penyimpangan yang terjadi karena penggunaan tenaga kerja. Dalam penilaian analisisnya, semakin besar nilai standard deviation maka semakin tinggi risiko penyimpangan yang terjadi dalam penggunaan alokasi tenaga kerja dalam setiap kegiatan usahatani padi. Rumus standard deviation adalah sebagai berikut:

t

=

t

2 Dimana :

t2 = Variance

t =

Standard deviation

t2

=

P

ij

(R

ij

-

Ř

ij

)

2  m


(45)

4.6. Definisi Operasional

1. Petani padi sehat adalah petani yang melaksanakan budidaya padi secara sehat dan ramah lingkungan, menggunakan masukan pupuk organik dan pestisida botani dengan pengurangan input pupuk kimia dari aturan pemakaian normal dalam usahataninya, satuannya orang.

2. Petani padi konvensional/anorganik adalah petani yang melaksanakan budidaya padi secara anorganik, menggunakan masukan kimia dalam usahataninya, satuannya orang.

3. Luas lahan garapan areal usahatani padi ramah lingkungan/konvensional (anorganik) merupakan lahan yang digunakan dalam proses usahatani untuk menanam padi ramah lingkungan/anorganik, satuannya ha.

4. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi usahatani. Tenaga kerja dibedakan jadi dua, yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Seluruh tenaga kerja disertakan dengan ukuran Hari Orang Kerja (HOK).

5. Jumlah produksi adalah jumlah panen padi yang dihasilkan dari luas lahan, satuannya kilogram.

6. Produktivitas adalah hasil bagi antara jumlah panen/produksi dengan luas lahan dengan satuannya ton per hektar.

7. Biaya tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani untuk membeli pupuk, benih, pestisida, upah tenaga kerja luar keluarga, dan sewa traktor/hewan ternak. Untuk pemilik penggarap maupun penyakap yang panen sendiri ditambah biaya panen, sedangkan yang tebasan tidak ada biaya panen. Untuk penyakap maka komponen biaya tunainya ditambah dengan biaya sakap. Satuannya rupiah.

8. Biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran untuk input milik sendiri meliputi tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan. Satuannya adalah rupiah.

9. Biaya usahatani total merupakan penjumlahan antara biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Satuannya rupiah.

10. Harga jual beras adalah harga jual output dalam bentuk beras di tingkat petani, dalam satuan rupiah per kilogram.


(46)

11. Penerimaan (nilai produksi) usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari hasil kali antara jumlah produksi beras dengan harga jualnya. Satuannya rupiah.

12. Pendapatan kotor usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani dan biaya tunai usahatani. Satuannya rupiah.

13. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya usahatani total (biaya tunai dan diperhitungkan). Satuannya rupiah.

14. Residu (residu) adalah jumlah bahan protektan yang tertinggal di dalam atau pada jaringan inang sesudah suatu waktu, terutama pada saat panen.


(47)

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1. Letak Geografis dan Pembagian Administrasi

Desa Ciburuy terletak di wilayah pembangunan Bogor Tengah. Desa Ciburuy merupakan satu diantara 9 desa yang ada di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa ini terletak kurang lebih 60 km dari Ibukota Kabupaten Bogor, 120 km dari Ibukota Propinsi Jawa Barat dan 80 km dari Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Desa Ciburuy memiliki batas wilayah :

Sebelah Utara : Desa Ciadeg Sebelah Selatan : Desa Cigombong Sebelah Barat : Desa Cisalada

Sebelah Timur : Desa Srogol

Luas wilayah Desa Ciburuy yaitu 160 hektar, yang terdiri atas; persawahan, pemukiman, pekarangan, bangunan umum, dan lain-lain. Secara rinci informasi penggunaan lahan di Desa Ciburuy dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Lahan Berdasarkan Penggunaannya di Desa Ciburuy

Jenis Penggunaan Luas (ha) Persentase (%)

Pemukiman dan pekarangan 50,00 31,25

Sawah 82,50 51,56

Bangunan umum 15,00 9,38

Perkantoran 6,00 3,75

Tanah wakaf 0,10 0,06

Perubahan penggunaan tanah 5,30 3,31

Kolam 0,30 0,19

Lain-lain 0,80 0,50

Total 160,00 100,00

Sumber : Data Monografi Desa Ciburuy Tahun 2009

Berdasarkan data pada Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar lahan yang ada di Desa Ciburuy digunakan untuk sawah, yaitu seluas 82,50 hektar atau mencapai kurang lebih 51,56 persen dari luas total wilayah Desa Ciburuy.


(1)

C. Biaya Inventarisasi dan Aset yang Digunakan Dalam Usahatani Padi 1. Sarana produksi pertanian :

Jenis Aset dan Investasi Jumlah yang dimiliki Jumlah yang disewakan Harga Beli (Rp/buah) Harga Sewa (Rp/buah/musim) Umur teknis (Tahun) Nilai Sekarang (Rp) Alat-alat

1. Cangkul

2. Kored

3. Sabit/Arit

4. Golok

5. Linggis

6. Sprayer

7. Traktor

8. Caplakan

9. Sorongan

10. Ember

D. Pengeluaran Usahatani Padi

1. Penggunaan Sarana Produksi (satu musim / masa tanam...) Jenis Sarana Produksi Harga (Rp/satuan) Jumlah (Satuan)

Jumlah Nilai (Rp) Asal Pembelian * Sistem Pembayaran ** 1. Benih/Bibit Padi

a. Membeli b. Produksi sendiri 2. Pupuk Buatan a. Pupuk Kandang b. Pupuk Kompos c. Pupuk Jerami d. Bokashi e. f. g.

3. Pupuk Kimia a. Urea b. NPK c. TSP d. KCL e. f. 4. Obat-obatan a. Padat 1. 2.


(2)

3. b. Cair 1. 2. 3. Jumlah

Cat : Penggunaan sarana produksi ini hanya yang dibeli, harga satuan sarana produksi diperhitungkan pada tingkat usahatani / petani.

Ket :

* Asal pembelian : Kios saprotan desa, Kios saprotan kecamatan, Pabrik saprotan,KUD/Koperasi, dll

** Sistem pembayaran : Tunai, Kredit, dll

2. Pengeluaran Umum Usahatani (masa tanam...)

No Jenis Jumlah Nilai (Rp) Keterangan Satuan 1 Ipeda Lahan (PBB)

2 Iuran Pengairan

3 Iuran wajib lainnya (Listrik) 4 Zakat Produksi

5 Perbaikan Lahan 6 Upah buruh umum

7 Pembayaran bunga pinjaman 8 Sewa traktor

9 Sewa ternak 10

11 12 13

TOTAL E. PENDAPATAN USAHATANI PADI

1. Produksi dan Penggunaannya ( Masa Tanam ...)

Jenis Produk Jumlah (Satuan) Dikonsumsi Keluarga Dipakai dalam Usahatani

Dijual Yang Dibayarkan

Jumlah Jumlah Nilai (Rp)

Jumlah Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Jumlah Nilai (Rp) 1. Padi 2. Tanaman Lain a. b. c. 3. Hewan Ternak a.


(3)

b. c. Total

Cat : Produk adalah yang dihasilkan oleh petani, /hitungan nilai produk didasarkan pada harga-harga yang berlaku di tingkat petani.


(4)

RINGKASAN

ACHMAD FATULLAH. Analisis Sistem Usahatani Padi Sehat (Suatu Perbandingan, Kasus : Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANDRIYONO KILAT ADHI).

Sektor pertanian semakin penting karena sebagai penyedia bahan pangan bagi masyarakat. Sekarang ini masyarakat sedang dihadapkan pada banyaknya pemakaian bahan kimia di setiap produk pangan. Semakin banyaknya informasi tentang dampak negatif yang diakibatkan dari bahan kimia maka masyarakat mengubah pola konsumsi ke produk makanan yang lebih sehat. Petani juga semakin sadar untuk menuju pertanian sehat yang ramah terhadap lingkungan.

Dalam upaya mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan sehingga muncul mengenai pemikiran perlunya sistem pertanian alternatif yang dapat menjamin keberlanjutan budidaya pertanian yang secara ekologi ramah terhadap lingkungan dan tetap aman dikonsumsi oleh manusia. Sistem pertanian yang dianggap sebagai salah satu alternatif pemecahan berbagai dampak negatif yang muncul tersebut di atas adalah pertanian organik ramah terhadap lingkungan yang menekankan pada perbaikan kualitas ekologi lingkungan, kualitas kehidupan petani, kualitas serta kuantitas beras yang dihasilkan, dan menuju pertanian yang berkelanjutan.

Desa Ciburuy di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ingin mewujudkan suatu kedaulatan pertanian yang berkelanjutan, sehat dan ramah terhadap lingkungan. Pertanian ramah lingkungan yang dilakukan di Desa Ciburuy dalam usahatani padi sehat dilakukan dengan menggantikan pestisida kimia dengan pestisida nabati. Pengurangan input pupuk kimia dengan menambahkan pupuk organik dan pupuk cair yang dibuat sendiri dengan nama LOF (Liquid Organic Fertilizer). Dengan dilakukannya pengurangan input bahan kimia sehingga produksi padi yang dihasilkan nantinya menjadi beras yang sehat tanpa residu bahan kimia. Usaha yang dilakukan oleh petani di desa tersebut merupakan wujud nyata untuk mengatasi pemakaian bahan kimia yang menimbulkan dampak negatif. Mencermati usaha-usaha dalam mewujudkan sistem pertanian alternatif yang ramah lingkungan ini, maka hal ini menunjukkan adanya perhatian yang cukup besar terhadap perkembangan sistem pertanian tersebut. Hal ini menjadi sebuah pertanyaan apakah layak sistem pertanian ini menjadi salah satu alternatif pertanian yang berprospek dan dapat meningkatkan pendapatan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis dan mempelajari langkah-langkah sistem usahatani padi sehat. (2) untuk menganalisis tingkat pendapatan petani yang menerapkan usahatani padi sehat yang dibandingkan dengan pendapatan petani padi anorganik atau konvensional.

Hasil penelitian yang ada di lapang menunjukkan bahwa secara umum kegiatan usahatani padi sehat dan konvensional dari mulai kegiatan pengolahan tanah hingga panen keduanya hampir sama, namun perbedaan terdapat beberapa kegiatan yang lebih banyak dikerjakan di budidaya padi sehat seperti adanya perlakuan benih sebelum tebar, penyulaman, penyiangan dan pemupukan yang lebih sering dilakukan, ditambah lagi jika petani membuat sendiri bahan – bahan


(5)

organik yang diperlukan serta adanya pengaturan air secara berselang pada budidaya padi sehat.

Berdasarkan analisis penggunaan input dan biaya usahatani, penggunaan input pada usahatani padi sehat yang paling besar yaitu pada penggunaan tenaga kerja dan pengadaan kompos. Sedangkan pada usahatani konvensional input paling besar dicurahkan untuk tenaga kerja, pengadaan pestisida dan pupuk. Sehingga biaya input tersebut memiliki proporsi yang cukup besar pada biaya total kedua usahatani. Analisis perbandingan biaya total kedua usahatani, menunjukkan biaya total usahatani padi sehat lebih besar yaitu sebesar Rp 7.828.918,52 daripada usahatani konvensional Rp 6.265.250,06. Analisis risiko penggunaan tenaga kerja pada kedua usahatani sama-sama memiliki risiko yang cukup besar pada kegiatan pengolahan tanah, penyiangan dan penanaman, namun secara keseluruhan rata-rata kegiatan usahatani yang lebih berisiko ialah penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi sehat dengan nilai standar deviasi sebesar 6,40 sedangkan pada padi konvensional sebesar 5,69 berarti terjadi penyimpangan alokasi tenaga kerja sebesar yang tersebut. 

Berdasarkan analisis pendapatan, pendapatan atas biaya total usahatani padi sehat lebih besar yaitu Rp 6.032.222,22 dibandingkan petani padi konvensional yaitu sebesar Rp 5.042.342,53. Berdasarkan analisis efisiensi pendapatan yang diukur dari nilai return to family labour dan return to land menunjukkan usahatani padi sehat lebih menguntungkan dari usahatani padi konvensional, yaitu dengan nilai return to family labour sebesar Rp 62.608,99 pada usahatani padi sehat dan Rp 48.373,37 untuk konvensional. Sedangkan nilai return to land untuk usahatani padi sehat sebesar Rp 11.058.796,29 lebih besar dibanding konvensional yaitu Rp 9.463.788,11.

Berdasarkan imbangan pernerimaan terhadap biaya total usahatani padi sehat sebesar 1,77 dan petani padi konvensional memiliki nilai imbangan penerimaan terhadap biaya sebesar 1,80. Hal ini menunjukkan dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani padi sehat memberikan penerimaan sebesar Rp 1,77 lebih kecil dari penerimaan yang diperoleh petani padi konvensional. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usahatani yang dilakukan oleh petani padi sehat memberikan pendapatan yang lebih besar dari pada tambahan biaya. Sehingga usahatani padi sehat dan padi konvensional sama-sama menguntungkan dan efisien dari segi pendapatannya.


(6)

ANALISIS SISTEM USAHATANI PADI SEHAT

(Suatu Perbandingan, Kasus : Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong,

Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

ACHMAD FATULLAH H34076003

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


Dokumen yang terkait

Analisis Sistem Usahatani Padi Organik (Suatu Studi Perbandingan, Kasus Desa Segaran, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah)

0 10 113

Kelembagan Berkelanjutan dalam Pertanian Organik (Studi Kasus Komunitas Petani Padi Sawah, Kampung Ciburuy,Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)

6 103 177

Evaluasi kemitraan petani padi dengan lembaga pertanian sehat dompet dhuafa republika desa Ciburuy, kecamatan Cigombong kabupaten Bogor

0 4 216

Penataan kelembagaan pertanian dalam penerapan sistem pertanian padi sehat (studi di kampung Ciburuy, desa Ciburuy, kecamatan Cigombong, kabupaten Bogor)

1 22 173

Analisis efisiensi teknis, pendapatan dan peranan kelembagaan petani pada usahatani padi sehat (Kasus Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

1 15 282

Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Di Kampung Ciburuy, Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor

0 6 107

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sehat di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor

3 9 218

Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Padi Semiorganik di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong,Kabupaten Bogor

3 28 148

Penerapan LEISA pada Usahatani Padi Sehat dan Pengaruhnya terhadap Pendapatan Usahatani di Gapoktan Harapan Maju dan Gapokan Silih Asih, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

0 10 98

Analisis Perbandingan Usahatani Dan Pemasaran Antara Padi Organik Dan Padi Anorganik (Kasus : Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat)

0 3 190