PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

(1)

Judul Skripsi : PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

Nama Mahasiswa : PUSTIKAWATI

Nomor Pokok Mahasiswa : 0714051076

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si. Dr. Ir. Hi. Suharyono A.S., M.S.

NIP. 19670824 199303 2 002 NIP. 19590530 198603 1 004

2. Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Dr. Eng. Ir. Udin Hasanuddin, M.T. NIP. 19640106 198803 1 002


(2)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si. ____________ Sekretaris : Dr. Ir. Hi. Suharyono A.S., M.S. ____________ Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Susilawati, M.S. ____________

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M. Agr. Sc. 19630804 198703 2002


(3)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF TYPES AND CONCENTRATIONS OF BINDING MATERIALS TO CHEMICAL AND

ORGANOLEPTYC CHARACTERISTICS OF

WHITE OYSTER MUSHROOM (PLEUROTUS OSTREATUS) NUGGET By

Pustikawati

Nugget is a processed minced meat product with some spices, and then it is mixed with binding materials, molded into particular shapes, and finally coated with bread flour, fried half done, and frozen. One of protein source alternatives for substituting meat is diversification of white oyster mushroom to be white oyster mushroom nugget that can be used as a source of vegetable protein. The objective of this research is to obtain types and concentrations of binding material with best chemical and organoleptyc characteristics.

This research is composed in factorial with completely randomized group design in three repetitions. The main factor is the binding material (T) consisting of three levels; they are tapioca (T1), wheat flour (T2), and sago flour (T3). The second factor is the concentration of binding material (K) consisting of three levels; they are 5% (K1), 10% (K2), and 15% (K3). Homogeneity is tested using Bartlet test, and data additivity is tested using Tuckey test. Data are analyzed using analysis of variance to obtain error predictor and significance test to find out the influences of treatments. Data is analyzed further using comparison and orthogonal polynomial at 5% and 1% levels.

The results showed that the type and concentration of binder significantly influences and there is interaction between the type and concentration of the binder to the protein, fat, and carbohydrate content, color, aroma, flavor, texture and overall acceptance. The addition of tapioca with a concentration of 10% addition of tapioca is the best treatment in the production of white oyster mushroom nuggets with brownish yellow color, aroma and distinctive oyster mushroom flavor, soft texture, and overall acceptance, with 73,13% moisture content, protein content 7,64%, 0,98% fat content and carbohydrate content of 17,74%.


(4)

ABSTRAK

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

Oleh Pustikawati

Nugget adalah produk olahan daging giling yang diberi bumbu-bumbu dan dicampur bahan pengikat, dicetak menjadi satu bentuk tertentu selanjutnya dilumuri tepung roti, digoreng setengah matang dan dibekukan. Pada umumnya bahan utama yang digunakan dalam pembuatan nugget adalah daging sumber protein hewani. Salah satu alternatif sumber protein pengganti daging adalah mengolah produk jamur tiram putih menjadi nugget jamur tiram putih yang dapat digunakan sebagai sumber protein nabati. Penelitian bertujuan untuk memperoleh jenis dan konsentrasi bahan pengikat dengan sifat kimia dan organoleptik terbaik. Penelitian disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jenis bahan pengikat (T) yang terdiri dari tiga taraf yaitu tapioka (T1), tepung terigu (T2), dan tepung sagu (T3). Faktor kedua adalah konsentrasi bahan pengikat (K) yang terdiri dari tiga taraf yaitu 5% (K1), 10% (K2), dan 15% (K3). Kesamaan ragam diuji dengan uji Barlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey. Data dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat dan uji signifikasi untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Selanjutnya data dianalisis lebih lanjut menggunakan perbandingan dan polinomial ortogonal pada taraf 5% dan 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis dan konsentrasi bahan pengikat berpengaruh nyata serta terdapat interaksi antara jenis dan konsentrasi bahan pengikat terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan. Penambahan tapioka dengan konsentrasi 10% merupakan perlakuan terbaik yang menghasilkan nugget jamur tiram putih dengan warna kuning kecoklatan, aroma khas jamur tiram, rasa khas jamur, tekstur lembut, dan penerimaan keseluruhan suka, dengan kadar air sebesar 73,13%, kadar protein 7,64%, kadar lemak 0,98% dan kadar karbohidrat 17,74%. Kata kunci: Nugget, bahan pengikat, jamur tiram putih


(5)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat. Budidaya jamur tiram putih juga dapat dikelola sebagai usaha sampingan ataupun usaha ekonomis skala kecil, menengah dan besar (industri). Pengolahan jamur tiram menjadi produk nugget merupakan salah satu alternatif diversifikasi pangan nabati, di mana jamur tiram putih dijadikan sebagai pengganti daging bagi masyarakat yang vegetarian. Nugget jamur tiram putih diharapkan dapat disukai dan diterima oleh kalangan masyarakat. Jamur tiram putih memiliki manfaat dalam tubuh karena jamur tiram putih mempunyai kadar serat yang tinggi sehingga baik untuk untuk membantu proses pencernaan dalam usus, membantu menurunkan berat badan, menurunkan kadar gula darah dan mencegah kolesterol (Cahyana dan Mucrodji, 1999).

Trisanty (2002) menyatakan bahwa nugget merupakan adonan emulsi minyak dalam air. Menurut Winarno (2004), emulsi adalah dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain di mana molekul dari kedua cairan bersifat antagonis. Tiga bagian yang berperan yaitu zat pendispersi, zat terdispersi, dan emulsifier. Dalam pembuatan nugget jamur tiram putih kuning telur berperan sebagai emulsifier bertujuan untuk menstabilkan adonan nugget jamur tiram putih. Nugget


(6)

umumnya diolah dari daging giling yang dibumbui kemudian diselimuti oleh perekat tepung (batter), pelumuran tepung roti (breading), dan digoreng setengah matang lalu dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan (Putra, 2004). Pada umumnya bahan pokok yang digunakan dalam pembuatan nugget adalah daging ayam. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk meningkatkan sumber protein pengganti daging ayam adalah melalui diversifikasi produk pangan dengan memanfaatkan jamur tiram putih menjadi nugget jamur tiram putih sebagai sumber protein nabati. Menurut Cahyana dan Muchrodji (1999), jamur tiram putih mengandung kadar protein sebesar 10,5-30,4%, karbohidrat 56,6%, dan lemak 1,7-2,2% dan memiliki kadar air yang tinggi yaitu sekitar 80%.

Bahan pengikat adalah bahan selain jamur tiram putih yang menjadi komponen penting dalam pembuatan nugget jamur tiram putih, sehingga dalam pembuatan nugget jamur tiram putih ditambahkan tepung yang berfungsi sebagai bahan pengikat. Bahan pengikat pada pembuatan nugget berguna untuk memperbaiki citarasa, meningkatkan daya ikat air, menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memberi warna yang terang, membentuk tekstur yang padat, menghemat biaya produksi dan memperbaiki elastisitas produk. Pada penelitian ini, jenis tepung yang digunakan sebagai bahan pengikat adalah tapioka, tepung terigu, dan tepung sagu. Ketiga jenis bahan pengikat tersebut memiliki kandungan amilosa dan amilopektin yang berbeda. Setiap jenis tepung akan mempengaruhi sifat fisik produk nugget yang dihasilkan. Menurut Winarno (2004), pemilihan bahan pengikat dalam pembuatan nugget berdasarkan kemampuan daya serap air yang baik, rasa yang enak, memberi warna yang baik dan harga yang relatif murah.


(7)

Sejauh ini belum diperoleh informasi jenis dan konsentrasi bahan pengikat yang dapat menghasilkan nugget jamur tiram putih dengan sifat kimia dan organoleptik yang baik. Oleh karena itu perlu ditentukan jenis dan konsentrasi bahan pengikat yang tepat dalam pembuatan produk nugget jamur tiram putih ditinjau dari sifat kimia (kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat) dan sifat organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur, penerimaan keseluruhan).

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jenis dan konsentrasi bahan pengikat yang menghasilkan nugget jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dengan sifat kimia dan organoleptik terbaik.

1.3. Kerangka Pemikiran

Nugget merupakan salah satu produk olahan pangan setengah jadi yang terbuat dari daging giling dengan campuran bumbu, dibuat adonan, dicetak, dan diberi pelapis (bettered dan breaded). Nugget dapat dibuat dari daging secara keseluruhan, baik daging ayam, sapi, kambing maupun ikan. Pada umumnya, nugget yang beredar di pasar adalah nugget yang berasal dari daging ayam. Penelitian ini dilakukan untuk memanfaatkan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) sebagai pengganti daging ayam bagi orang-orang yang vegetarian dan melakukan diet. Hal ini karena jamur tiram putih mempunyai nilai gizi yang tinggi dan harganya murah sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat kalangan menengah ke bawah. Proses pengolahan jamur tiram putih menjadi nugget layak untuk dikembangkan karena nugget jamur tiram putih cenderung praktis, mudah dimasak, dan disukai banyak orang, baik anak-anak maupun dewasa.


(8)

Pengembangan nugget jamur jamur tiram putih diharapkan bisa menjadi salah satu alternatif produk pangan yang menyehatkan.

Menurut Sirait (1986), emulsifier adalah bahan yang membantu dalam pembentukan emulsi dan mempertahankan kestabilan emulsi yang terbentuk, sehingga dapat memperbaiki elastisitas produk akhir. Salah satu jenis emulsifier yang ditambahkan dalam pembuatan nugget jamur tiram adalah kuning telur. Kuning telur mengandung lesitin yang terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin protein. Adanya molekul-molekul protein dalam kuning telur menyebabkan adanya daya penstabil emulsi.

Jamur tiram memiliki kadar air yang tinggi yaitu berkisar 80%. Oleh sebab itu dalam pembuatan nugget jamur tiram ini dilakukan pengukusan. Tujuan utama pengukusan adalah mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur bahan menjadi kompak. Pengukusan dapat menyebabkan terjadinya pengembangan granula-granula pati yang biasa disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan semula. Mekanisme gelatinisasi diawali oleh granula pati akan menyerap air yang akan memecah kristal amilosa dan akan memutuskan ikatan-ikatan struktur heliks dari molekul tersebut. Penambahan air dan pemanasan akan menyebabkan amilosa berdifusi keluar granula, sehingga granula tersebut hanya mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah membentuk suatu matriks dengan amilosa yang disebut gel.


(9)

Titik kritis pembuatan nugget pada umumnya adalah tahap pembekuan. Proses pembekuan dilakukan di dalam freezer pada -18oC yang bertujuan untuk membentuk tekstur yang yang dinginkan pada produk nugget jamur tiram putih. Pada saat pembekuan air yang terdapat pada nugget jamur tiram berubah menjadi kristal-kristal es, sehingga pada saat digoreng air akan terpenetrasi keluar dan tekstur nugget tetap lembut.

Pada proses pembuatan nugget jamur tiram putih konsentrasi bahan pengikat yang ditambahkan yaitu 5%, 10%, dan 15%. Mengingat kadar air bahan baku utama nugget jamur tiram memiliki kadar air yang tinggi, maka konsentrasi bahan pengikat yang ditambahkan diharapkan mampu mengikat air pada suatu adonan nugget jamur tiram, sehingga kadar air nugget menjadi berkurang. Jika konsentrasi yang ditambahkan lebih tinggi maka tekstur yang dihasilkan akan mejadi keras dan aroma nugget jamur tiram yang dihasilkan akan berkurang, sehingga kurang disukai konsumen. Penggunaan jenis dan konsentrasi bahan pengikat akan mempengaruhi kualitas produk nugget jamur tiram putih. Dengan demikian diduga terdapat interaksi antara jenis dan konsentrasi bahan pengikat yang menghasilkan nugget jamur tiram yang disukai konsumen.

Dalam penelitian ini digunakan tiga jenis bahan pengikat yaitu tapioka, tepung terigu dan tepung sagu. Perbedaan kandungan pati dari ketiga jenis bahan pengikat tersebut akan mempengaruhi sifat kimia dan organoleptik produk nugget jamur tiram. Adapun alasan menggunakan ketiga bahan pengikat tersebut adalah dilihat dari kandungan gizi, kandungan amilosa dan amilopektin, bentuk dan ukuran granula pati, dan suhu gelatinisasi yang berbeda-beda. Bentuk dan ukuran


(10)

granula pati akan menentukan banyaknya air yang terikat, sehingga pada proses gelatinisasi akan berjalan sempurna membentuk gel. Rasio amilosa/amilopektin bahan pengikat yaitu tapioka sebesar 17:83; sagu sebesar 25:75; dan tepung terigu sebesar 26:74. Pati tapioka dan tepung terigu memiliki suhu gelatinisasi 52oC – 64oC, sedangkan tepung sagu memiliki suhu gelatinisasi 62oC– 72oC. Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi proses gelatinisasi pati.

1.4 Hipotesis

1. Terdapat jenis bahan pengikat terbaik terhadap sifat kimia dan organoleptik nugget jamur tiram putih.

2. Terdapat konsentrasi bahan pengikat terbaik terhadap sifat kimia dan organoleptik nugget jamur tiram putih.

3. Terdapat interaksi antara jenis dan konsentrasi bahan pengikat terbaik terhadap sifat kimia dan organoleptik nugget jamur tiram putih .


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jamur konsumsi, berwarna putih dengan tudung bulat berdiameter 3-15 cm. Kandungan protein jamur tiram putih rata-rata 3,5-4% berat basah, kandungan protein ini dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan asparagus dan kubis. Bila dihitung dari berat kering, kandungan protein jamur tiram putih adalah 19-35%, sementara beras 7,3%, gandum 13,2%, kedelai 39,1%, dan susu sapi 25,2%. Jamur tiram putih juga mengandung sembilan asam amino esensial yang tidak bisa disintesis dalam tubuh yaitu lisin, metionin, triptofan, threonin, valin, leusin, isoleusin, histidin dan fenilalanin (Cahyana dan Mucrodji, 1999).

Menurut Suriawaria(a) (2000), sebanyak 72% dari total kandungan lemak jamur tiram putih terdapat asam lemak tidak jenuh. Jamur tiram putih juga mengandung sejumlah vitamin yang penting terutama kelompok vitamin B, seperti vitamin B1(tiamin), B2 (riboflavin) dan vitamin C. Jamur tiram putih merupakan sumber mineral yang baik, dengan kandungan mineral utama adalah kalium (K), kemudian natrium (Na), fosfor (P), kalsium (Ca), dan (Fe). Jamur tiram juga dipercaya berkhasiat menurunkan kadar kolestrol, mencegah diabetes, mencegah anemia dan berperan sebagai anti kanker. Kandungan zat gizi jamur tiram putih dapat dilihat pada Tabel 1.


(12)

Tabel 1. Perbandingan kandungan gizi jamur tiram putih dengan bahan makanan lainnya

Bahan makanan Protein Lemak Karbohidrat % (berat basah)

Jamur merang 1,8 0,3 4

Jamur tiram 27 1,6 58

Jamur kuping 8,4 0,5 82,8

Daging sapi 21 5,5 0,5

Bayam - 2,2 1,7

Kentang 2 - 20,9

Kubis 1,5 0,1 4,2

Seledri - 1,3 0,2

Buncis - 2,4 0,2

Sumber: Martawijaya dan Nurjayadi (2010) 2.2. Nugget

Nugget merupakan produk olahan daging yang digiling kemudian diberi adonan pelapis (battered dan breaded). Produk ini didapat dari bahan baku daging sapi, ikan, udang, atau sumber daging lainnya, walaupun yang populer adalah daging ayam. Produk ini pertama kali dikenal di Amerika Utara kemudian berkembang di seluruh dunia dan sekarang menjadi sangat populer dari segi kepraktisan dan keanekaragaman bentuknya. Nugget daging yang dicincang, kemudian diberi bumbu-bumbu. Bumbu-bumbu (spices) yang ditambahkan dalam pembuatan nugget sangat bervariasi, tetapi umumnya terdiri dari (bawang putih, garam, bumbu penyedap, dan merica), kemudian nugget dicetak dalam suatu wadah dan dikukus. Selanjutnya, adonan didinginkan dan dipotong-potong atau dicetak dalam bentuk yang lebih kecil, kemudian dicelupkan dalam kuning telur yang sudah beri bumbu dan digulingkan ke dalam tepung panir sebelum digoreng (Ulyanah dan Yuyun, 2008).


(13)

Menurut Ulyanah dan Yuyun (2008), nugget termasuk salah satu bentuk produk makanan beku siap saji, suatu produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang kemudian dibekukan. Produk beku siap saji ini memerlukan waktu pemanasan akhir yang cukup singkat untuk siap disajikan karena produk tinggal dipanaskan hingga matang. Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pencetakan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti, penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan.

2.3. Bahan Pengikat

Bahan pengikat adalah fraksi bukan daging yang ditambahkan dalam proses pembuatan nugget jamur tiram putih. Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat molekul-molekul air yang ada pada suatu bahan pangan, sehingga produk menjadi menjadi kompak, dan mudah dibentuk. Selain itu, bahan pengikat dapat mengurangi pengkerutan pada saat pemasakan, meningkatkan flavour, dan meningkatkan karakteristik irisan nugget jamur tiram putih (Winarno, 2004). Bahan pengikat yang memiliki kandungan protein lebih tinggi dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan bahan pengisi. Bahan pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi. Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Bahan pengikat menurut asalnya terdiri dari bahan pengikat nabati dan hewani. Bahan pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan tepung ikan, sedangkan bahan pengikat nabati antara lain tapioka, tepung terigu, dan tepung sagu. Salah satu karakteristik pati yang penting dalam penggunaannya sebagai bahan pengikat (binder) adalah fenomena proses gelatinisasi (Winarno, 2004).


(14)

2.3.1. Tapioka

Tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Tapioka merupakan pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi ubi kayu melalui proses pencucian, pengendapan, pengeringan, dan penggilingan. Tapioka sering dimanfaatkan sebagai bahan pengental, penstabil, pembentuk tekstur, pengikat lemak dan air dan sebagai pembentuk emulsi. Tapioka merupakan bahan pengikat yang relatif murah, mempunyai daya ikat air yang tinggi dan membentuk tekstur adonan yang kuat Tapioka kaya karbohidrat dan energi. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan alfa glikosidik. Kandungan gizi tapioka dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi kandungan zat gizi tapioka setiap 100 g

Zat gizi Jumlah

Energi (kkal) 358

Protein (g) 0,19

Lemak total (g) 0,02

Karbohidrat (g) 88,69

Serat pangan (g) 0,9

Kadar air (%) 14

Kalsium (mg) 20

Besi (mg) 1,58

Magnesium (mg) 1

Fosfor (mg) 7

Kalium (mg) 11

Natrium (mg) 1

Seng (mg) 0,12

Tembaga (mg) 0,02

Mangan (mg) 0,11

Selenium (mg) 0,8

Asam folat (µg) 4

Sumber: Anonim (a) (2011)

Tapioka mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin. Rasio antara amilosa dan amilopektin yang menyusun molekul pati akan mempengaruhi pola


(15)

gelatinisasi, dan kadar amilopektin akan memberikan sifat mudah membentuk gel. Tapioka mempunyai bentuk granula oval, ukuran granula pati 5-35 mikron dan memiliki suhu gelatinisasi 52-64oC. Tapioka dengan kandungan amilopektin yang tinggi yaitu 83% akan menghasilkan gel yang tidak kaku. Gel yang lunak akan memudahkan penyerapan air sehingga pada pemasakan, proses gelatinisasi akan berjalan sempurna. Gelatinisasi adalah peristiwa pembengkakan granula pati dalam air pada suhu 54oC sampai dengan 64oC sehingga pati tidak dapat kembali pada kondisi semula(Anonim (b), 2011).

Tapioka biasanya digunakan sebagai bahan pengental kuah ataupun sebagai bahan pengisi pada kue-kue kering. Bahan pangan ini merupakan pati yang diekstrak dengan air dari umbi singkong (ketela pohon). Setelah disaring, bagian cairan dipisahkan dengan ampasnya. Cairan hasil saringan kemudian diendapkan. Bagian yang mengendap tersebut selanjutnya dikeringkan dan digiling hingga diperoleh butiran-butiran pati halus berwarna putih yang disebut tapioka. Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu warna tepung harus berwarna putih, kandungan air tepung harus rendah dengan cara tepung dijemur sampai kering benar sehingga kandungan airnya rendah. Umumnya tapioka digunakan sebagai pengental pada tumisan karena efeknya bening dan kental saat dipanaskan. Kelemahan dalam penggunaan tapioka adalah tidak larut dalam air dingin, pemasakannya memerlukan waktu cukup lama, dan pasta yang terbentuk cukup keras (Kusnandar, 2010).


(16)

2.3.2. Tepung Sagu

Sagu adalah butiran atau tepung yang diperoleh dari teras batang pohon sagu. Tepung sagu memiliki ciri fisik yang mirip dengan tepung tapioka. Komponen yang paling dominan dalam sagu adalah karbohidrat. Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan bahan makanan. Pati sagu tersusun dari dua fraksi, yaitu amilosa yang merupakan fraksi linier dan dan amilopektin yang merupakan fraksi cabang. Rasio kandungan amilosa dan amilopektin dalam pati sagu adalah 25:75 Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu sendiri. Jika kandungan amilosa tinggi, maka produk akan bersifat-sifat padat dan keras, sedangkan kandungan amilopektin yang tinggi dapat memberikan sifat porus, kering dan renyah. Pati sagu terdapat dalam plastisida yang berupa granula yang berbentuk ellips terpotong. Ukuran granula pati sagu berkisar antara 20-60 mikron (Kusnandar, 2010). Kompisisi kimia sagu dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia tepung sagu per 100 g

Komponen Jumlah

Kalori (kal) 353,0

Protein (g) 0,7

Lemak (g) 0,2

Karbohidrat (g) 81,7

Air (g) 14,0

Posfor (mg) 13,0

Kalsium (mg) 11,0

Besi (mg) 1,5


(17)

Pati merupakan butiran atau granula yang berwarna putih mengkilat, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa. Pati sagu terdapat dalam plastida yang berupa granula yang berbentuk oval atau bulat telur dan beberapa granula terpotong diatasnya. Granula-granula tersebut bila tercampur dengan air dingin akan mengalami peristiwa hidrasi reversible, yaitu penyerapan air oleh molekul pati dan bila dikeringkan tidak akan mengubah struktur pati. Tetapi bila molekul pati yang dicampur air dingin kemudian dipanaskan, maka akan terjadi gelatinisasi atau pembentukan gel. Gelatinisasi ini terjadi melalui pembentukan tiga dimensi molekul pati, terutama pada molekul-molekul amilosa yang berikatan dengan ikatan hydrogen. Suhu gelatinisasi sagu 60-72o C (Kusnandar, 2010).

2.3.3. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan tepung yang dihasilkan dari proses penggilingan biji gandum (Triticum vulgure). Tepung terigu digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti. Sifat gandum banyak ditentukan oleh protein yang dikandungnya. Berdasarkan kandungan proteinnya, gandum dapat dibedakan menjadi gandum keras (hard weat) dan gandum lunak (soft weat). Jumlah protein yang terdapat dalam gandum adalah albumin, globulin, gliadin, dan glutelin. Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu (Suwandy, 1997).

Tepung terigu adalah suatu jenis tepung yang terbuat dari jenis biji-bijian yaitu gandum yang diimpor ada dua macam, yaitu jenis soft dan jenis hard. Dari kedua


(18)

jenis biji-bijian tersebut diproses sedemikian rupa pada penggilingan, sehingga didapatkan tepung terigu yang secara umum dapat dibagi 3 yaitu: tepung jenis hard (kandungan protein 12 % - 14 %) tepung jenis medium (kandungan protein 10,5 % - 11,5 %) dan tepung jenis soft (kandungan protein 8 % - 9 %). Ketiga jenis tepung yang ada dibedakan atas kandungan protein yang dimiliki oleh tepung terigu. Kadar protein menentukan kandungan gluten yang ada pada tepung terigu, dan hanya tepung terigu yang memiliki gluten. Gluten adalah suatu zat yang ada pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis. Terigu mempunyai granula yang berbentuk ellips dan mempunyai suhu gelatinisasi sebesar 52-64 oC. Ukuran granula tepung terigu berkisar antara 2-35 mikron (Kusnandar, 2010).

Tepung terigu merupakan tepung yang dihasilkan dari proses pengglingan biji gandum. Sifat gandum banyak ditentukan oleh kandungan protein. Kadar protein menentukan kandungan gluten yang ada pada tepung terigu, dan hanya tepung terigu yang memiliki gluten. Gluten adalah protein pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, serta akan mengembang bila dicampur dengan air. Protein gluten tersusun dari protein gliadin dan glutenin. Gliadin berperan sebagai perekat yang bersifat elastis dan glutenin berperan dalam memberikan kestabilan dan keteguhan adonan. Gluten akan menentukan hasil produk karena gluten akan mempengaruhi jaringan/kerangka yang akan mempengaruhi baik tidaknya produk. Terigu mempunyai granula yang berbentuk ellips dan mempunyai suhu gelatinisasi sebesar 52-64 oC. Ukuran granula tepung terigu berkisar antara 2-35 mikron (Kusnandar, 2010).


(19)

Banyak sedikitnya gluten yang didapat tergantung dari berapa banyak jumlah protein dalam tepung itu sendiri. Semakin tinggi kadar proteinnya, maka semakin banyak jumlah gluten yang didapat, begitu pula sebaliknya. Gluten akan rusak bila jumlah kadar abunya terlalu tinggi, waktu pengadukan adonan kurang, atau waktu pengadukan adonan berlebih. Gluten akan lunak dan lembut bila diberikan gula, lemak, dan asam (proses fermentasi). Komposisi kimia tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia tepung terigu per 100 g

Komponen Jumlah

Protein % 10,0-12,0

Kadar air % 12,0-14,0

Lemak (g) % 1,5

Kadar abu % 0,6

Sumber : PT. Bogasari Flour Mills (Suwandy, 1997) 2.4. Bumbu – bumbu dalam proses pembuatan Nugget

Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan serta memantapkan bentuk dan rupa produk. Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang putih dan merica. Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk menjadi asin. Garam bisa terdapat secara alamiah dalam makanan atau ditambahkan pada waktu pengolahan dan penyajian makanan. Makanan yang


(20)

mengandung kurang dari 0,3% garam akan terasa hambar dan tidak disukai (Cahyadi, 2005).

Pemakaian gula dan bumbu dapat memperbaiki rasa dan aroma produk yang dihasilkan. Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk meningkatkan cita rasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat fungistatik dan fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur. Merica atau lada (Paperningrum) termasuk divisi Spermathophyta yang sering ditambahkan dalam bahan pangan (Cahyadi, 2005). Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Lada sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida.

2.5. Batter dan Breading

Perekat tepung (batter) adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelumuran tepung roti (breading) merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Coating adalah tepung yang digunakan untuk melapisi produk-produk makanan dan dapat digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpangan. Breading dapat membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat.


(21)

Nugget termasuk salah satu produk yang pembuatannya menggunakan batter dan breading. Batter yang digunakan dalam pembuatan nugget berupa tepung halus dan berwarna putih, bersih dan tidak mengandung benda-benda asing (Winarno, 1997).

Tepung roti yang digunakan terbuat dari roti yang dikeringkan dan dihaluskan sehingga terbentuk serpihan. Tepung roti yang segar yaitu berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warnanya cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda-benda asing (Winarno, 1997).

2.6. Pengukusan

Pengukusan adalah proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan ataupun pengalengan. Pengukusan berfungsi untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Tujuan utama pengukusan adalah mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur bahan menjadi kompak. Pengukusan dapat menyebabkan terjadinya pengembangan granula-granula pati yang biasa disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan semula. Mekanisme gelatinisasi diawali oleh granula pati akan menyerap air yang akan memecah kristal amilosa dan akan memutuskan ikatan-ikatan struktur heliks dari molekul tersebut. Penambahan air dan pemanasan akan menyebabkan amilosa berdifusi keluar granula, sehingga granula tersebut hanya mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah membentuk suatu matriks dengan amilosa yang disebut gel (Kusnandar,2010).


(22)

2.7.Pembekuan

Proses pembekuan dilakukan dalam freezer pada suhu -18o C selama 24 jam yang bertujuan untuk membentuk tekstur lembut di dalam dan renyah di luar. Pada saat pembekuan air yang terdapat pada nugget jamur tiram berubah menjadi kristal-kristal es, sehingga pada saat digoreng air akan terpenetrasi keluar dan tekstur nugget tetap lembut. Struktur pati bila didinginkan molekul-molekul amilosa berikatan kembali satu sama lain. Dengan demikian mereka menggabungkan butir pati yang membengkak itu menjadi semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap (Winarno, 2004).

2.8. Penggorengan

Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang muncul disebabkan karena reaksi pencoklatan (Maillard). Reaksi Maillard terjadi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula, aldehida dan keton, yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau penyimpanan dalam waktu yang lama pada bahan pangan berprotein. Mekanisme reaksi pencoklatan ini diawali dengan adanya reaksi antara gugus karbonil dari gula pereduksi dengan gugus amino bebas dari protein atau asam amino dengan adanya pemanasan akan menghasilkan pigrnen-pigmen melanoidin yang berwarna coklat (Ketaren, 1986). Penggorengan awal (pre-frying) adalah langkah yang terpenting dalam proses aplikasi batter dan breading. Tujuan penggorengan awal adalah untuk


(23)

menempelkan perekat tepung pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan untuk selanjutnya didistribusikan kepada konsumen. Penggorengan awal dilakukan dengan menggunakan minyak mendidih (180 sampai 195°C) sampai setengah matang. Jika suhu penggorengan terlalu rendah, pelapis produk akan kurang matang. Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap dan gosong. Waktu untuk penggorengan awal adalah sekitar 30 detik. Setelah itu nugget dikemas vakum dan disimpan pada suhu 20 sampai -30oC. Penggorengan awal dilakukan karena penggorengan pada produk akhir hanya berlangsung sekitar tiga menit, atau tergantung pada ketebalan dan ukuran produk (Ketaren, 1986).


(24)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik Negeri Lampung pada bulan Agustus sampai Oktober 2011.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari bahan baku utama dan bahan tambahan. Bahan baku utama adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) yang diperoleh dari Unit Usaha Politeknik Negeri Lampung. Bahan tambahan yang digunakan antara lain tapioka (merek tapioka), tepung terigu (merek segitiga biru), dan tepung sagu (merek morisko) dibeli dari pasar swalayan Chandra di Bandar Lampung, telur, garam, merica, gula, susu cair, bawang putih, bawang merah dan tepung roti. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain larutan H2SO4 pekat, H2SO4 1,25%, NaOH 1,25%, HCl 0,02 N,

aquades , NaOH 50%, alkohol.

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan nugget antara lain alat penggiling (food processor), timbangan, freezer, kompor, alat penggoreng, mangkok, loyang, plastik polipropilen dan peralatan masak lainnya. Peralatan untuk analisis kimia


(25)

terdiri atas cawan porselin, cawan logam, oven, desikator, alat ekstraksi soxhlet, labu Kjeldahl, erlenmeyer, gelas ukur, kertas saring, pipet, tanur listrik, buret dan tabung reaksi, serta seperangkat alat uji organoleptik.

3.3. Metode Penelitian

Perlakuan disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah jenis bahan pengikat (T) yang terdiri dari 3 taraf yaitu tapioka (T1), tepung terigu (T2), dan tepung sagu (T3). Faktor kedua adalah konsentrasi bahan pengikat (K) yang terdiri dari 3 taraf yaitu 5% (K1), 10% (K2), dan 15% (K3). Kesamaan ragam diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey. Data dianalisis dengan sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Selanjutnya data dianalisis lebih lanjut menggunakan uji perbandingan dan polinomial ortogonal pada taraf 5% dan 1%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga ulangan (ulangan sebagai kelompok). Setiap ulangan pada proses pembuatan nugget jamur tiram terdiri dari 9 satuan percobaan yang merupakan kombinasi dari perlakuan yaitu jenis bahan pengikat dan konsentrasi bahan pengikat. Setelah diperoleh 9 satuan percobaan, selanjutnya dilakukan pengamatan sifat kimia dan organoleptik terhadap 9 satuan percobaan tersebut. Ulangan kedua dan ketiga dilakukan dengan cara yang sama seperti ulangan pertama, namun perlakuan percobaan dilakukan pada hari yang berbeda.


(26)

Proses pembuatan produk nugget jamur tiram putih adalah sebagai berikut: Jamur tiram putih dihaluskan sebanyak 500 g (berat basah), kemudian dicampur dengan bahan pengikat (tapioka, tepung terigu, dan tepung sagu) sebanyak 5% , 10% dan 15%. Untuk setiap perlakuan dalam pembuatan nugget jamur tiram putih ditambahkan telur 20 g, bumbu-bumbu yang terdiri dari susu cair 100 ml, bawang merah 10 g, bawang putih 10 g, merica bubuk 5 g, dan gula pasir 20 g, kemudian semua bahan diaduk rata. Setelah semua tercampur dan menjadi homogen, dilakukan pengukusan pada suhu 80o C selama 30 menit, didinginkan kemudian dilakukan pencetakan dengan bentuk persegi panjang dengan ketebalan 0,5 cm, selanjutnya nugget jamur tiram dimasukkan ke dalam campuran yang berisi 10 g kuning telur, dan 2g garam, kemudian dicelupkan kembali ke dalam tepung roti. Selanjutnya dilakukan penggorengan dengan menggunakan minyak goreng pada suhu 180o C selama 30 detik sampai nugget setengah matang. Setelah itu nugget jamur tiram dikemas menggunakan plastik polipropilen dengan keadaan vakum dan dilakukan pembekuan dalam freezer pada suhu -18o C selama 24 jam. Pengamatan nugget jamur tiram dilakukan terhadap kadar air, kadar protein, dan kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Nugget beku setengah matang dapat dikonsumsi dengan cara menggoreng nugget dalam minyak goreng pada suhu 180o C selama 3 menit, tergantung pada ketebalan dan ukuran produk atau sampai nugget berubah warna menjadi kekuning-kuningan dan kering. Produk disajikan dalam keadaan hangat untuk uji organoleptik. Diagram alir proses pembuatan nugget jamur tiram dapat dilihat pada Gambar 1.


(27)

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan nugget jamur tiram putih (Andang dan Nugroho, 2009) yang dimodifikasi

Pengadukan /pencampuran hingga homogen

Pengemasan (plastik polipropilen, vakum) Pembekuan (T -18o C, 24 jam) Penambahan bahan pengikat (tapioka, terigu, sagu) sebanyak 5%, 10%, dan 15%

Pengukusan (T 80oC, 30 menit)

Pelapisan nugget jamur

Penggorengan (T 180o C, 30 detik) Pelumuran tepung roti

Susu cair 100 ml, gula pasir 20 g, bawang putih 10 g, merica 5 g, telur 20g, bawang merah 10 g

Penggorengan (T 180 o C, 3menit) Kuning telur

20 g dan garam 2 g

Pendinginan

Pencetakan persegi panjang, tebal 0,5 cm

Nugget Jamur Tiram Putih Penghalusan

Pengamatan a. Kadar air b. Kadar protein c. Kadar lemak d. Kadar

karbohidrat

Uji organoleptik(warna, aroma, rasa, tekstur, penerimaan keseluruhan)


(28)

3.5. Pengamatan

Pengamatan terhadap produk nugget jamur tiram putih yang dihasilkan terdiri dari beberapa parameter yaitu kadar air (AOAC, 1990), kadar protein (AOAC, 1990), kadar lemak (AOAC, 1990), karbohidrat (AOAC, 1990), dan uji organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan (Soekarto, 1985).

3.5.1. Kadar Air

Pengamatan terhadap kadar air dilakukan dengan metode oven (AOAC, 1990). Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 g sampel dalam cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105-110o C selama 3 jam, didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Setelah diperoleh hasil penimbangan pertama, cawan yang berisi sampel tersebut dikeringkan kembali dalam oven selama 30 menit, setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Bila penimbangan kedua mencapai pengurangan bobot tidak lebih dari 0,001 g dari penimbangan pertama maka dianggap konstan. Akan tetapi bila tidak, dilakukan penimbangan kembali sampai diperoleh pengurangan bobot tidak lebih dari 0,001 g. Kadar air dapat dihitung dengan rumus:

Kadar air (%) = Berat awal sampel(g) – Berat akhir sampel (g) x 100% Berat awal sampel (g)


(29)

3.5.2. Kadar Protein

Penentuan kadar protein dilakukan dengan cara makro Kjeldahl (AOAC, 1990). Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam labu Kjedahl, kemudian ditambahkan 5 g katalis selenium dan 25 ml H2SO4 pekat. Destruksi selama 1 jam hingga

diperoleh larutan berwarna hijau jernih. Larutan didinginkan dan ditambah dengan 250 ml air suling, kemudian sebanyak 50 ml larutan tersebut dimasukkan dalam tabung destilasi. Destilat ditampung dengan erlenmeyer 250 ml yang berisi 15 ml H2SO4 0,25 N dan dua tetes indikator merah dan biru. Selanjutnya, pada

alat destilasi ditambahkan 30 ml larutan NaOH 30 %. Proses destilasi dilakukan sampai 2/3 cairan tersuling. Destilat dititrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N sampai warna berubah dari hijau menjadi biru. Prosedur ini dilakukan juga untuk larutan blanko. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus :

(ml blanko–ml peniter) x 0,10 x pengenceran x 14 x 6,25

Kadar protein = x 100 % Bobot sampel

3.5.3. Kadar Lemak

Penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet (AOAC, 1990). Sampel yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak 5 g, lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam labu soxlet yang telah diketahui berat keringnya. Sampel diekstrak dalam larutan heksan selama 6 jam. Sisa pelarut dalam labu diuapkan dalam oven pada suhu 105o C, kemudian berat labu berisi lemak terekstrak ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus:


(30)

Kadar lemak (%) = Berat labu akhir (g) – Berat labu awal (g) x 100 % Berat sampel (g)

3.5.4. Kadar karbohidrat

Penentuan kadar karbohidrat dengan cara perhitungan kasar disebut juga Carbohydrate by difference yaitu penentuan karbohidrat dengan menggunakan perhitungan dan bukan analisis (AOAC, 1990).

Karbohidrat (%) = 100% - % (air + abu + lemak + protein )

3.5.5. Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan terhadap nugget jamur tiram meliputi, warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan. Penerimaan keseluruhan menggunakan uji kesukaan (hedonik), sedangkan warna, aroma, rasa, dan tekstur menggunakan uji skoring. Skor penilaian yang digunakan adalah 1, 2, 3, dan 4. Sampel diberi kode tiga angka secara acak dan disajikan kepada 15 panelis untuk uji skoring, sedangkan uji hedonik menggunakan 20 panelis sebanyak tiga ulangan. Panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap produk nugget jamur tiram dengan memberikan skor sesuai kesan masing-masing (warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan). Panelis diminta pendapatnya secara tertulis pada blanko atau formulir yang disediakan. Blanko tersebut berisi nama, tanggal, petunjuk, skor penilaian, dan kode sampel (Soekarto, 1985).


(31)

Skor penilaian organoleptik warna disajikan pada Tabel 5, aroma pada Tabel 6, rasa pada Tabel 7, tekstur pada Tabel 8, dan penerimaan keseluruhan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 5. Skor penilaian organoleptik warna

Kriteria Nilai

Sangat kuning 4

Kuning 3

Kuning kecoklatan 2

Cokelat 1

Tabel 6. Skor penilaian organoleptik aroma

Kriteria Nilai

Sangat khas jamur 4

Khas jamur 3 Sedikit khas jamur 2

Tidak khas jamur 1

Tabel 7. Skor penilaian organoleptik rasa

Kriteria Nilai

Sangat khas jamur 4

Khas jamur 3 Sedikit khas jamur 2 Tidak khas jamur 1

Tabel 8. Skor penilaian organoleptik tekstur

Kriteria Nilai

Sangat lembut 4

Lembut 3

Agak lembut 2

Keras 1


(32)

Tabel 9. Skor penilaian organoleptik penerimaan keseluruhan

Kriteria Nilai

Sangat suka 4

Suka 3

Agak suka 2


(33)

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan

1. Jenis bahan pengikat berpengaruh nyata terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, warna, aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan keseluruhan. 2. Konsentrasi bahan pengikat berpengaruh nyata terhadap kadar protein, kadar

lemak, kadar karbohidrat, warna, aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan keseluruhan.

3. Terdapat interaksi antara jenis bahan pengikat dan konsentrasi bahan pengikat terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan. Penambahan tapioka dengan konsentrasi 10% merupakan perlakuan terbaik yang menghasilkan nugget jamur tiram putih dengan warna kuning kecoklatan, aroma khas jamur tiram, rasa khas jamur, tekstur lembut, dan penerimaan keseluruhan suka, dengan kadar air sebesar 73,13%, kadar protein 7,64%, kadar lemak 0,98% dan kadar karbohidrat 17,74%.

5.2. Saran

Perlu penelitian lebih lanjut untuk pembuatan nugget menggunakan tepung jamur tiram putih dan meningkatkan konsentrasi bahan pengikat.


(34)

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

(Skripsi)

Oleh : PUSTIKAWATI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(35)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Diagram alir proses pembuatan nugget jamur tiram putih ... 23 2. Grafik kadar air nugget jamur tiram putih dengan

penambahan jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 30 3. Grafik kadar protein nugget jamur tiram putih dengan

penambahan jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 32 4. Grafik kadar lemak nugget jamur tiram putih dengan

penambahan jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 34 5. Grafik kadar karbohidrat nugget jamur tiram putih dengan

penambahan jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 36 6. Grafik warna nugget jamur tiram putih dengan penambahan

jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 39 7. Grafik aroma nugget jamur tiram putih dengan penambahan

jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 41 8. Grafik rasa nugget jamur tiram putih dengan penambahan

jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 43 9. Grafik tekstur nugget jamur tiram putih dengan penambahan

jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 45 10. Grafik penerimaan keseluruhan nugget jamur tiram putih

dengan penambahan jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 48 11. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) ... 80 12. Penghalusan jamur tiram putih menggunakan blender ... 80 13. Pengukusan ... 80 14. Pencetakan setelah pengukusan ... 80 15. Pengirisan nugget dalam loyang ... 81


(36)

18. Nugget sebelum digoreng ... 81 19. Pengemasan nugget menggunakan plastik polipropilen ... 82 20. Penggorengan untuk uji organoleptik ... 82 21. Nugget matang siap uji organoleptik ... 82 22. Persiapan uji organoleptik dengan alat bantu nampan dan cawan ... 82 23. Contoh uji organoleptik ... 83 24. Uji kadar air ... 83 25. Uji kadar protein ... 83 26. Uji kadar lemak ... 83


(37)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... vi I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang dan Masalah ... 1 1.2. Tujuan Penelitian ... 3 1.3. Kerangka Pemikiran ... 3 1.4. Hipotesis ... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7 2.1. Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) ... 7 2.2. Nugget ... 8 2.3. Bahan Pengikat... 9 2.3.1. Tapioka ... 10 2.3.2. Tepung Sagu... 12 2.3.3. Tepung Terigu ... 13 2.4. Bumbu- bumbu ... 15 2.5. Batter dan Breading ... 16 2.6. Pengukusan ... 17 2.7. Pembekuan ... 18 2.7. Penggorengan ... 18 III. METODE PENELITIAN ... 20 3.1. Tempat dan Waktu ... 20 3.2. Bahan dan Alat Penelitian ... 20 3.3. Metode Penelitian ... 21 3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 21 3.5. Pengamatan ... 24


(38)

3.5.4. Kadar Karbohidrat ... 26 3.5.5. Uji Organoleptik... 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 29 4.1. Kadar Air ... 29 4.2. Kadar Protein ... 30 4.3. Kadar Lemak ... 33 4.4. Kadar Karbohidrat ... 35 4.5. Uji Organoleptik ... 37 4.5.1. Warna ... 37 4.5.2. Aroma ... 40 4.5.3. Rasa ... 41 4.5.4. Tekstur ... 43 4.5.5. Penerimaan Keseluruhan ... 46 4.5.6. Pemilihan Perlakuan Terbaik ... 48 V. SIMPULAN DAN SARAN ... 50 5.1. Simpulan ... 50 5.2. Saran ... 50


(39)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Kerangka Pemikiran ... 3

1.4. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) ... 7

2.2. Nugget ... 8

2.3. Bahan Pengikat... 9

2.3.1. Tapioka ... 10

2.3.2. Tepung Sagu... 12

2.3.3. Tepung Terigu ... 13

2.4. Bumbu- bumbu ... 15

2.5. Batter dan Breading ... 16

2.6. Pengukusan ... 17

2.7. Pembekuan ... 18

2.7. Penggorengan ... 18

III. METODE PENELITIAN ... 20

3.1. Tempat dan Waktu ... 20

3.2. Bahan dan Alat Penelitian ... 20

3.3. Metode Penelitian ... 21

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 21


(40)

3.5.4. Kadar Karbohidrat ... 26

3.5.5. Uji Organoleptik... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 29

4.1. Kadar Air ... 29

4.2. Kadar Protein ... 30

4.3. Kadar Lemak ... 33

4.4. Kadar Karbohidrat ... 35

4.5. Uji Organoleptik ... 37

4.5.1. Warna ... 37

4.5.2. Aroma ... 40

4.5.3. Rasa ... 41

4.5.4. Tekstur ... 43

4.5.5. Penerimaan Keseluruhan ... 46

4.5.6. Pemilihan Perlakuan Terbaik ... 48

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1. Simpulan ... 50


(41)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Perbandingan kandungan gizi jamur tiram putih dengan bahan

makanan lainnya... 8

2. Komposisi kimia tapioka 100 g... 10

3. Komposisi kimia tepung sagu per 100 g ... 12

4. Komposisi kimia tepung terigu per 100 g ... 15

5. Skor penilaian organoleptik warna... 27

6. Skor penilaian organoleptik aroma ... 27

7. Skor penilaian organoleptik rasa ... 27

8. Skor penilaian organoleptik tekstur ... 27

9. Skor penilaian organoleptik penerimaan keseluruhan ... 28

10. Rekapitulasi pemilihan perlakuan terbaik ... 49

11. Data kadar air nugget jamur tiram putih ... 53

12. Uji homogenitas kadar air nugget jamur tiram putih ... 53

13. Uji keaditifan kadar air nugget jamur tiram putih ... 54

14. Analisis ragam kadar air nugget jamur tiram putih ... 54

15. Uji lanjut perbandingan ortogonal dan polinomial ortogonal kadar air nugget jamur tiram putih ... 55

16. Data kadar protein nugget jamur tiram putih ... 56

17. Uji homogenitas kadar protein nugget jamur tiram putih ... 56


(42)

kadar protein nugget jamur tiram putih ... 58

21. Data kadar lemak nugget jamur tiram putih ... 59

22. Uji homogenitas kadar lemak nugget jamur tiram putih ... 59

23. Uji keaditifan kadar lemak nugget jamur tiram putih ... 60

24. Analisis ragam kadar lemak nugget jamur tiram putih ... 60

25. Uji lanjut perbandingan ortogonal dan polinomial ortogonal kadar lemak nugget jamur tiram putih ... 61

26. Data karbohidrat nugget jamur tiram putih ... 62

27. Uji homogenitas kadar karbohidrat nugget jamur tiram putih ... 62

28. Uji keaditifan karbodrat nugget jamur tiram putih ... 63

29. Analisis ragam kadar karbohidrat nugget jamur tiram putih ... 63

30. Uji lanjut perbandingan ortogonal dan polinomial ortogonal kadar karbohidrat nugget jamur tiram putih... 64

31. Data warna nugget jamur tiram putih ... 65

32. Uji homogenitas warna nugget jamur tiram putih ... 65

33. Uji keaditifan warna nugget jamur tiram putih ... 66

34. Analisis ragam warna nugget jamur tiram putih ... 66

35. Uji lanjut perbandingan ortogonal dan polinomial ortogonal warna nugget jamur tiram putih ... 67

36. Data aroma nugget jamur tiram putih ... 68

37. Uji homogenitas aroma nugget jamur tiram putih ... 68

38. Uji keaditifan aroma nugget jamur tiram putih ... 69

39. Analisis ragam aroma nugget jamur tiram putih ... 69

40. Uji lanjut perbandingan ortogonal dan polinomial ortogonal aroma nugget jamur tiram putih ... 70


(43)

43. Uji keaditifan rasa nugget jamur tiram putih ... 72

44. Analisis ragam rasa nugget jamur tiram putih ... 72

45. Uji lanjut perbandingan ortogonal dan polinomial ortogonal rasa nugget jamur tiram putih ... 73

46. Data tekstur nugget jamur tiram putih ... 74

47. Uji homogenitas tekstur nugget jamur tiram putih ... 74

48. Uji keaditifan tekstur nugget jamur tiram putih ... 75

49. Analisis ragam tekstur nugget jamur tiram putih ... 75

50. Uji lanjut perbandingan ortogonal dan polinomial ortogonal tekstur nugget jamur tiram putih ... 76

51. Data penerimaan keseluruhan nugget jamur tiram putih ... 77

52. Uji homogenitas penerimaan keseluruhan nugget jamur tiram putih .. 77

53. Uji keaditifan penerimaan keseluruhan nugget jamur tiram putih ... 78

54. Analisis ragam penerimaan keseluruhan nugget jamur tiram putih ... 78

55. Uji lanjut perbandingan ortogonal dan polinomial ortogonal Penerimaan keseluruhan nugget jamur tiram putih ... 79


(44)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram alir proses pembuatan nugget jamur tiram putih ... 23

2. Grafik kadar air nugget jamur tiram putih dengan penambahan jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 30

3. Grafik kadar protein nugget jamur tiram putih dengan penambahan jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 32

4. Grafik kadar lemak nugget jamur tiram putih dengan penambahan jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 34

5. Grafik kadar karbohidrat nugget jamur tiram putih dengan penambahan jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 36

6. Grafik warna nugget jamur tiram putih dengan penambahan jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 39

7. Grafik aroma nugget jamur tiram putih dengan penambahan jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 41

8. Grafik rasa nugget jamur tiram putih dengan penambahan jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 43

9. Grafik tekstur nugget jamur tiram putih dengan penambahan jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 45

10. Grafik penerimaan keseluruhan nugget jamur tiram putih dengan penambahan jenis dan konsentrasi bahan pengikat ... 48

11. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) ... 80

12. Penghalusan jamur tiram putih menggunakan blender ... 80

13. Pengukusan ... 80

14. Pencetakan setelah pengukusan ... 80


(45)

18. Nugget sebelum digoreng ... 81

19. Pengemasan nugget menggunakan plastik polipropilen ... 82

20. Penggorengan untuk uji organoleptik ... 82

21. Nugget matang siap uji organoleptik ... 82

22. Persiapan uji organoleptik dengan alat bantu nampan dan cawan ... 82

23. Contoh uji organoleptik ... 83

24. Uji kadar air ... 83

25. Uji kadar protein ... 83


(46)

ABSTRAK

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

Oleh Pustikawati

Nugget adalah produk olahan daging giling yang diberi bumbu-bumbu dan dicampur bahan pengikat, dicetak menjadi satu bentuk tertentu selanjutnya dilumuri tepung roti, digoreng setengah matang dan dibekukan. Pada umumnya bahan utama yang digunakan dalam pembuatan nugget adalah daging sumber protein hewani. Salah satu alternatif sumber protein pengganti daging adalah mengolah produk jamur tiram putih menjadi nugget jamur tiram putih yang dapat digunakan sebagai sumber protein nabati. Penelitian bertujuan untuk memperoleh jenis dan konsentrasi bahan pengikat dengan sifat kimia dan organoleptik terbaik. Penelitian disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jenis bahan pengikat (T) yang terdiri dari tiga taraf yaitu tapioka (T1), tepung terigu (T2), dan tepung sagu (T3). Faktor kedua adalah konsentrasi bahan pengikat (K) yang terdiri dari tiga taraf yaitu 5% (K1), 10% (K2), dan 15% (K3). Kesamaan ragam diuji dengan uji Barlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey. Data dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat dan uji signifikasi untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Selanjutnya data dianalisis lebih lanjut menggunakan perbandingan dan polinomial ortogonal pada taraf 5% dan 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis dan konsentrasi bahan pengikat berpengaruh nyata serta terdapat interaksi antara jenis dan konsentrasi bahan pengikat terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan. Penambahan tapioka dengan konsentrasi 10% merupakan perlakuan terbaik yang menghasilkan nugget jamur tiram putih dengan warna kuning kecoklatan, aroma khas jamur tiram, rasa khas jamur, tekstur lembut, dan penerimaan keseluruhan suka, dengan kadar air sebesar 73,13%, kadar protein 7,64%, kadar lemak 0,98% dan kadar karbohidrat 17,74%. Kata kunci: Nugget, bahan pengikat, jamur tiram putih


(47)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF TYPES AND CONCENTRATIONS OF BINDING MATERIALS TO CHEMICAL AND

ORGANOLEPTYC CHARACTERISTICS OF

WHITE OYSTER MUSHROOM (PLEUROTUS OSTREATUS) NUGGET By

Pustikawati

Nugget is a processed minced meat product with some spices, and then it is mixed with binding materials, molded into particular shapes, and finally coated with bread flour, fried half done, and frozen. One of protein source alternatives for substituting meat is diversification of white oyster mushroom to be white oyster mushroom nugget that can be used as a source of vegetable protein. The objective of this research is to obtain types and concentrations of binding material with best chemical and organoleptyc characteristics.

This research is composed in factorial with completely randomized group design in three repetitions. The main factor is the binding material (T) consisting of three levels; they are tapioca (T1), wheat flour (T2), and sago flour (T3). The second factor is the concentration of binding material (K) consisting of three levels; they are 5% (K1), 10% (K2), and 15% (K3). Homogeneity is tested using Bartlet test, and data additivity is tested using Tuckey test. Data are analyzed using analysis of variance to obtain error predictor and significance test to find out the influences of treatments. Data is analyzed further using comparison and orthogonal polynomial at 5% and 1% levels.

The results showed that the type and concentration of binder significantly influences and there is interaction between the type and concentration of the binder to the protein, fat, and carbohydrate content, color, aroma, flavor, texture and overall acceptance. The addition of tapioca with a concentration of 10% addition of tapioca is the best treatment in the production of white oyster mushroom nuggets with brownish yellow color, aroma and distinctive oyster mushroom flavor, soft texture, and overall acceptance, with 73,13% moisture content, protein content 7,64%, 0,98% fat content and carbohydrate content of 17,74%.


(48)

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Andang, dan Nugroho. 2009. Subtitusi Daging Itik dalam Pengolahan Chicken Nugget. Laporan Proyek Usaha Mandiri. Jurusan Teknologi Pangan. Politeknik Negeri Lampung. 45 hlm.

Anonim (a). 2011. http://www.tapioka// nutritionanalyser.com. Diakses tanggal 26 April 2011.

Anonim (b). 2010. http://indonagro.blogspot.com/agroindustri-pengolahan-tepung-tapioka.html. Diakses tanggal 26 April 2011.

AOAC. 1990. Official Method of Analisis of the Associates of Official Analytical Chemist. AOAC. Inc, New York. 1141 pp.

Cahyadi, W. 2005. Analisis Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta. 120 hlm.

Cahyana dan B. Mucrodji.1999. Jamur Tiram, Pembibitan, Pembudidayaan, Analisis Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta. 94 hlm.

Fardiaz, D. 2006. Kimia Pangan. Modul Kuliah Universitas Terbuka. Jakarta. 233 hlm.

Ketaren. S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta. 275 hlm.

Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta. 257 hlm

Martawijaya, E.I. dan M.Y. Nurjayadi. 2010. Bisnis Jamur Tiram di Rumah Sendiri. IPB Press. Bogor. 79 hlm.

Oktarina, R. 2006. Pengaruh Jenis Tempe dan Bahan Pengikat Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Produk Nugget Tempe. (Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Lampung. 60 hlm.

Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.


(50)

Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Suriawaria(a), H. U. 2000. Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu Shitake, Kuping, Tiram. Penebar Swadaya. Jakarta. 95 hlm.

Suwandy, J. 1997. Proses Produksi Tepung Terigu di PT Indofood Sukses Makmur, Boga Sari Flour Mills. Jakarta Utara. (Laporan Praktek Umum). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung. 154 hlm.

Trisanty, K. 2002. Pengaruh Jenis Tepung dan Emulsifier Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Nugget Ikan Kembung (Rastrelliger Sp). (Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung. 94 hlm.

Ulyanah dan Yuyun. 2008. Pengaruh Penambahan Tahu Terhadap Kualitas Chiken Nugget. Laporan Proyek Usaha Mandiri. Jurusan Teknologi Pangan . Politeknik Negeri Lampung. 55 hlm.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(51)

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

Oleh PUSTIKAWATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(52)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung Barat pada tanggal 10 Juli 1987. Penulis

merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara buah hati dari pasangan Bapak Jana Sujana dan Ibu Tati Kurniati. Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Pura Mekar diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3 Sumber Jaya diselesaikan pada tahun 2003, dan pendidikan Sekolah Menengah Atas ditempuh pada SMA Negeri 1 Sumber Jaya diselesaikan pada tahun 2006.

Tahun 2006, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian Program Studi Teknologi Pangan Politeknik Negeri Lampung melalui jalur SNPTN. Tahun 2009 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang di PTPN VII Unit Usaha Bekri Kelapa Sawit. Pada bulan Oktober 2009 penulis menyelesaikan pendidikannya di Politeknik Negeri Lampung. Pada tahun 2010 penulis


(53)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirabbill’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah meridhoi dan melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penyelesaian skripsi ini, tentunya penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si. selaku pembimbing pertama yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memotivasi penulis selama proses penyelesaian skripsi ini

2. Bapak Dr. Ir. Hi. Suharyono A.S., M.S. selaku pembimbing kedua yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memotivasi penulis selama proses penyelesaian skripsi ini

3. Ibu Ir. Susilawati, M.S. selaku pembahas atas kesediannya menjadi penguji, serta atas nasehat dan saran perbaikan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. selaku ketua jurusan Teknologi

Hasil Pertanian Universitas Lampung atas bimbingannya selama ini. 5. Ayahanda dan Ibunda serta keluarga besarku tercinta terima kasih atas


(54)

7. Para staf dan karyawan THP atas bantuan yang telah diberikan.

8. Teman-teman semua angkatan terima kasih atas kebersamaannya selama ini beberapa tahun ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak dalam upaya peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, Mei 2012


(55)

(56)

Bismillahirrohmanirrohim

……

Dengan mengucap rasa syukur

kepada

Allah……

Kupersembahkan karya kecilku

yang penuh kesabaran ini

untuk ayah dan ibuku

tercinta, teteh-tetehku, kaka

ipar, dan keponakanku, calon

suamiku serta almamater


(57)

Jangan pernah ragu untuk bermimpi, impikan apa

yang kamu ingin impikan, karena sesuatu yang

besar berawal dari sebuah mimpi yang kecil...

(Pustikawati)

“Allah mengangkat orang

-orang yang berilmu dan

orang-orang yang mendapatkan ilmu beberapa

derajat.

(QS. Al-Mujadilah : 11)

Jangan pernah menyesal dengan apa yang terjadi

pada diri kita hari ini, lakunkanlah yang

terbaik untuk memperoleh hasil yang terbaik

atas semua yang telah kita pilih, karena

segala sesuatu yang terjadi pada diri kita

hari ini adalah pilihan kita.

Teruslah belajar dan jangan pernah menyerah

dalam hidup. Ketika segala sesuatu telah

dilakukan serahkanlah semuanya dengan sepenuh

jiwa pada Allah SWT, karena sesungguhnya Dia

adalah Sebaik

baiknya penolong dan Pemberi

Perlindungan


(58)

(1)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirabbill’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah meridhoi dan melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penyelesaian skripsi ini, tentunya penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si. selaku pembimbing pertama yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memotivasi penulis selama proses penyelesaian skripsi ini

2. Bapak Dr. Ir. Hi. Suharyono A.S., M.S. selaku pembimbing kedua yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memotivasi penulis selama proses penyelesaian skripsi ini

3. Ibu Ir. Susilawati, M.S. selaku pembahas atas kesediannya menjadi penguji, serta atas nasehat dan saran perbaikan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. selaku ketua jurusan Teknologi

Hasil Pertanian Universitas Lampung atas bimbingannya selama ini. 5. Ayahanda dan Ibunda serta keluarga besarku tercinta terima kasih atas


(2)

6. Segenap Bapak dan Ibu dosen THP FP unila yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa THP FP unila. 7. Para staf dan karyawan THP atas bantuan yang telah diberikan.

8. Teman-teman semua angkatan terima kasih atas kebersamaannya selama ini beberapa tahun ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak dalam upaya peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, Mei 2012


(3)

(4)

Bismillahirrohmanirrohim

……

Dengan mengucap rasa syukur

kepada

Allah……

Kupersembahkan karya kecilku

yang penuh kesabaran ini

untuk ayah dan ibuku

tercinta, teteh-tetehku, kaka

ipar, dan keponakanku, calon

suamiku serta almamater

tercinta

……


(5)

Jangan pernah ragu untuk bermimpi, impikan apa

yang kamu ingin impikan, karena sesuatu yang

besar berawal dari sebuah mimpi yang kecil...

(Pustikawati)

“Allah mengangkat orang-orang yang berilmu dan

orang-orang yang mendapatkan ilmu beberapa

derajat.

(QS. Al-Mujadilah : 11)

Jangan pernah menyesal dengan apa yang terjadi

pada diri kita hari ini, lakunkanlah yang

terbaik untuk memperoleh hasil yang terbaik

atas semua yang telah kita pilih, karena

segala sesuatu yang terjadi pada diri kita

hari ini adalah pilihan kita.

Teruslah belajar dan jangan pernah menyerah

dalam hidup. Ketika segala sesuatu telah

dilakukan serahkanlah semuanya dengan sepenuh

jiwa pada Allah SWT, karena sesungguhnya Dia

adalah Sebaik – baiknya penolong dan Pemberi

Perlindungan


(6)