palembanica mempunyai kulit agak kasar dan sering mengelupas dengan warna coklat kemerahan. Bentuk Instia bijuga agak bulat dan ukurannya lebih kecil,
sedangkan Instia palembanica agak lonjong dan lebih besar. Instia bijuga umumnya banyak ditemui pada daerah dataran rendah
dengan tempat tumbuh tanah endapan atau berpasir agak berbatu. Instia palembanica dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi. Bunga
Instia spp merupakan bunga majemuk dalam bentuk malai, tangkai utama 5 cm- 18 cm, dan panjang tajuk bunga 1,5 cm
–2,5 cm. Buah berbentuk polong, bulat atau berbentuk agak panjang lebih kurang 8,5 cm
–23 cm, lebar buah 4–8 cm, satu buah berisi 1
–8 benih. Benih berbentuk bulat pipih berwarna coklat tua kemerah– merahan. Buah mekar pada bulan November
–Januari dan buah tua pada bulan Mei
–Agustus. Pada beberapa lokasi mempunyai waktu berbunga dan berbuah yang hampir sama Anonimous 1976 diacu dalam Mahfduz et al. 2006.
2.1.2 Habitat Merbau
Pada umumnya Instia spp tumbuh pada tanah lembab yang kadang digenangi air dan dapat juga tumbuh pada tanah kering, tanah berpasir, tanah
berbatu, baik pada tanah datar maupun tanah miring tinggi. Di Papua merbau tumbuh secara alami dengan kondisi iklim A-D pada dataran rendah sampai
dataran tinggi dengan ketinggian berkisar antara 0 –1000 mdpl. Merbau
berasosiasi dengan tumbuhan lainnya seperti Palaquium, Myristica, Pometia dan jenis lainnya Anonimous 1976 diacu dalam Mahfduz et al. 2006.
2.2 Diameter Pohon
Menurut Simon 1996 diameter merupakan salah satu dimensi pohon yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan
untuk keperluan pengelolaan. Dalam mengukur diameter, yang lazim dipilih adalah diameter setinggi dada Dbh, karena pengukurannya paling mudah dan
mempunyai korelasi yang kuat dengan parameter lain yang penting, seperti luas bidang dasar dan volume batang.
Keterbatasan alat membuat seringkali pengukuran keliling lebih banyak dilakukan dilapangan. Setelah data keliling K diperoleh kemudian dikonversi ke
diameter D, dengan menggunakan rumus yang berlaku untuk lingkaran, yakni D = Kπ. Pada umumnya, diameter setinggi dada diukur pada ketinggian batang 1,3
m dari permukaan tanah. Diameter setinggi dada sebagai parameter yang penting, akan menjadi kurang berarti untuk pohon-pohon didaerah tropis, yang pada
umumnya berbanir. Biasanya, diameter batang yang diukur pada 30 cm di atas ujung banir Departemen Kehutanan Republik Indonesia 1992.
2.3 Volume Pohon
Menurut Sutarahardja 2010, volume adalah merupakan suatu besaran tiga dimensi dari suatu benda. Besaran ini dinyatakan dalam satuan kubik yang
diturunkan atau didapatkan dari setiap satuan dasar panjang. Bila panjang-panjang tersebut adalah tinggi, lebar dan ketebalan diketahui, maka volumenya dapat
diketahui pula. Secara umum, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam
klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang sering dipakai sebagai dasar penaksiran, adalah :
1. Volume tunggak, yaitu : volume yang terdiri atas akar dan pangkal pohon
sampai ketinggian tunggak tertentu. Tinggi tunggak bervariasi dari 0,1-0,5 m tetapi sebagian besar diambil 0,3 m. Di daerah yang berbukit, tinggi tunggak
dihitung sama dengan tinggi banir. 2.
Volume kayu batang Vst, yaitu : volume kayu diatas tunggak sampai permulaan tajuk. Bagian pohon yang menyusun volume kayu ini adalah
batang pokok sampai percabangan pertama. 3.
Volume kayu tebal Vdk, yaitu : volume kayu diatas tunggak sampai diameter dengan kulit 7 cm. Disini tercakup batang pokok dan cabang-cabang
besar. 4.
Volume kayu pohon, yaitu : volume kayu yang terdapat di seluruh pohon, mulai dari volume tunggak sampai ujung pohon ranting Departemen
Kehutanan Republik Indonesia 1992. Umumnya di Indonesia volume pohon dinyatakan tanpa kulit. Secara
praktis, kebanyakan volume kayu ditaksir hanya untuk bagian yang laku dijual saja merchantable volume. Penaksiran volume tegakan pada dasarnya
merupakan penjumlahan seluruh volume pohon yang menyusun tegakan tersebut. Rumus umum volume kayu individu pohon didasarkan pada rumus silinder.
Tetapi, karena bentuk pohon tidak persis seperti silinder, maka rumus tersebut dikoreksi dengan menggunakan bilangan bentuk atau faktor reduksi. Faktor
reduksi menggambarkan selisih antara volume silinder dengan volume kayu yang sebenarnya untuk diameter yang sama Departemen Kehutanan Republik
Indonesia 1992. Untuk menentukan volume dolok sortimen kayu sebagai bagian dari
volume kayupohon, telah dikembangkan rumus-rumus matematik Spurs 1952 sebagai berikut:
1. Rumus Smallian : V = 0.5 x B + b x L
2. Rumus Huber
: V = B
12
x L 3.
Rumus Newton : V = {B + B
12
x 4 + b} x L x 16 Dimana :
V = Volume dolok logs atau batang pohon m
3
B = Luas bidang dasar pangkal batang m
2
B = Luas bidang dasar ujung batang pohon m
2
B
12
= Luas bidang dasar bagian tengah batang pohon m
2
D = Diameter pangkal batang pohon m
D = Diameter ujung batang pohon m
L = Panjang batang pohon m
Sutarahardja 2010 mengatakan bahwa semakin pendek panjang batang dalam menentukan volume maka menghasilkan volume yang tepat dikarenakan
rumus-rumus di atas merupakan perhitungan volume yang berdasarkan kepada bentuk teratur yakni silinder, sedangkan bentuk pohon yang tidak teratur dan lebih
kearah bentuk neiloid. Volume pohon dapat diperoleh dengan cara penjumlahan volume sortimen-sortimen dari pohon yang bersangkutan.
Menurut Sutarahardja 2010 rumus Smallian mempunyai ketepatan yang lebih kecil dibandingkan dengan rumus Huber dan rumus Newton. Namun
demikian rumus Smallian banyak digunakan karena cukup praktis dan mudah dalam penerapannya. Rumus Newton memberikan ketelitian yang tinggi
dibanding dengan rumus lainnya, namun rumus ini memerlukan pengukuran kedua ujung batang dan tengah batang, sehingga penggunaannya lebih terbatas
dan kurang praktis untuk digunakan di lapangan.
2.4 Tabel Volume Pohon