theorien, teori relatif atau teori tujuan doel theorien, dan teori menggabungkan verenigings theorien.
10
a. Teori Pembalasan atau Teori Absolut
Menurut teori ini pidana dijatuhkan karena orang telah melakukan kejahatan. Pidana sebagai akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu
pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Jadi dasar pembenarannya terletak pada adanya kejahatan itu sendiri. Seperti
dikemukakan Johanes Andenaes bahwa tujuan primer dari pidana menurut teori absolut ialah untuk memuaskan tuntutan keadilan. Sedang pengaruh
yang menguntungkan adalah sekunder. Tuntutan keadilan yang sifatnya absolut ini terlihat dari pendapat Imanuel Kant dalam bukunya Filosophy of
Law, bahwa pidana tidak pernah dilaksanakan semata-mata sebagai sarana untuk mempromosikan tujuankebaikan lain, baik bagi si pelaku itu sendiri
maupun bagi masyarakat.
11
b. Teori Tujuan atau Teori Relatif
Teori relatif atau teori tujuan juga disebut teori utilitarian, lahir sebagai reaksi terhadap teori absolut. Secara garis besar, tujuan pidana menurut teori
relatif bukanlah sekedar pembalasan, akan tetapi untuk mewujudkan ketertiban di dalam masyarakat.
Sebagaimana dikemukakan Koeswadji bahwa tujuan pokok dari pemidanaan yaitu :
1. Untuk mempertahankan ketertiban masyarakat;
10
E. Utrecht,1958, Hukum Pidana I, Universitas Jakarta, Jakarta, h. 157
11
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992, Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, h. 11
2. Untuk memperbaiki kerugian yang diderita oleh masyarakat sebagai
akibat dari terjadinya kejahatan. het herstel van het doer de misdaad onstane maatschappelijke nadeel;
3. Untuk memperbaiki si penjahat verbetering vande dader;
4. Untuk membinasakan si penjahat onschadelijk maken van de
misdadiger; 5.
Untuk mencegah kejahatan tervoorkonning van de misdaad.
12
Tentang teori relatif ini Muladi dan Barda Nawawi Arief menjelaskan,
bahwa: Pidana bukan sekedar untuk melakukan pembalasan atau
pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuantujuan tertentu yang bermanfaat.
Oleh karena itu teori ini pun sering juga disebut teori tujuan utilitarian theory. Jadi dasar pembenaran adanya pidana menurut
teori ini adalah terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan
“quia peccatum est” karena orang membuat kejahatan melainkan “nepeccetur” supaya orang jangan melakukan kejahatan.
13
Jadi tujuan pidana menurut teori relatif adalah untuk mencegah agar ketertiban di dalam masyarakat tidak terganggu. Dengan kata lain, pidana
yang dijatuhkan kepada si pelaku kejahatan bukanlah untuk membalas kejahatannya, melainkan untuk mempertahankan ketertiban umum.
c. Teori Gabungan
Menurut teori gabungan bahwa tujuan pidana itu selain membalas kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat, dengan
mewujudkan ketertiban. Teori ini menggunakan kedua teori tersebut di atas teori absolut dan teori relatif sebagai dasar pemidanaan, dengan
pertimbangan bahwa kedua teori tersebut memiliki kelemahan-kelemahan yaitu :
12
Koeswadji, 1995,
Perkembangan Macam-macam
Pidana Dalam
Rangka Pembangunan Hukum Pidana, Cet. I, Citra Aditya Bhakti,Bandung, h. 12.
13
Ibid, h. 16.
1. Kelemahan teori absolut adalah menimbulkan ketidakadilan
karena dalam penjatuhan hukuman perlu mempertimbangkan bukti-bukti yang ada dan pembalasan yang dimaksud tidak
harus negara yang melaksanakan.
2. Kelemahan teori relatif yaitu dapat menimbulkan
ketidakadilan karena pelaku tindak pidana ringan dapat dijatuhi hukum berat; kepuasan masyarakat diabaikan jika
tujuannya untuk memperbaiki masyarakat; dan mencegah kejahatan dengan menakut-nakuti sulit dilaksanakan.
14
walaupun terdapat perbedaan pendapat di kalangan sarjana mengenai tujuan pidana itu, namun ada satu hal yang tidak dapat dibantah, yaitu
bahwa pidana itu merupakan salah satu sarana untuk mencegah kejahatan serta memperbaiki narapidana. Dengan demikian pada hakikatnya pidana
adalah merupakan perlindungan terhadap masyarakat dan pembalasan terhadap perbuatan melanggar hukum. Di samping itu Roeslan Saleh juga
mengemukakan bahwa pidana mengandung hal-hal lain, yaitu bahwa pidana diharapkan sebagai sesuatu yang akan membawa kerukunan dan
pidana adalah suatu proses pendidikan untuk menjadikan orang dapat diterima kembali dalam masyarakat.
15
4 . Teori Harmonisasi Hukum
Harmonisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai upaya mencari keselarasan.
16
Kata harmonisasi sendiri berasal dari kata harmoni yang dalam bahasa Indonesia berarti pernyataan rasa, aksi, gagasan, dan minat:
keselarasan, keserasian. Sedangkan dalam Bahasa Inggris, harmoni dapat diartikan dengan harmonize, dalam bahasa Perancis disebut dengan Harmonie,
14
Ibid, h. 11-12.
15
Djoko Prakoso dan Nurwachid,1984, Studi Tentang Pendapat-pendapat Mengenai Efektifitas Pidana Mati di Indonesia Dewasa Ini, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 24.5.
16
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.64.
dan dalam bahasa yunani disebut Harmonia. Harmonize dalam buku Jean.L diartikan sebagai
“a fitting together, agreement, to exist in peace and friendship as individuals or families 1 combination of parts into an orderly or
proportionate whole 2 agreement in feeling, idea, action,interest, etc
”.
17
Berdasarkan penjabaran diatas ditarik kesimpulan bahwa harmonisasi peraturan perundang-undangan adalah upaya untuk menselaraskan peraturan
perundang-undangan agar menjadi proposional dan bermanfaat bagi kepentingan
bersama atau masyarakat.
Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam buku yang disusun oleh Moh. Hasan Wargakusumah dan kawan-kawan, menyatakan bahwa harmonisasi
hukum adalah kegiatan ilmiah untuk menuju proses pengharmonisan tertulis yang mengacu baik pada nilai-nilai filosofis, sosiologis, ekonomis, maupun yuridis.
18
Nilai filosofis adalah ketika suatu kaedah hukum sejalan dengan cita-cita hukum. Sedangkan Nilai yuridisnya adalah persyaratan formal terbentuknya peraturan
perundang-undangan telah tercapai. Nilai sosiologis yaitu efektivitas atau hasil guna peraturan perundang-undangan dalam kehidupan masyarakat.
19
Dan nilai
17
Jean L. McKechnie, 1983, Websters New Twentieth Century Dictionary Unabridge, Second Edition, Page. 828, dikutip dari Dessy Lina Oktaviani Suendra, Thesis
Pertanggungjawaban Pidana Koperasi Dalam Tindak Pidana Perbankan Tanpa Ijin, Universitas Udayana, 2015, h. 23.
18
Moh. Hasan Wargakusumah, dkk, 1996, Perumusan Harmonisasi Hukum tentang Metodelogi Harmonisasi Hukum, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman
dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, h.2
19
Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, h. 109
ekonominya adalah substansi peraturan perundang-undangan hendaknya dibuat dengan memperhatikan efisiensi dalam pelaksanaannya.
1.8 Metode Penelitian