Seorang muhtasib memiliki hak-hak untuk melaksanakan hukuman apabila ada pelanggaran secara langsung tanpa harus menunggu dilaksanakannya hukuman
melalui proses pengadilan.
36
Di samping itu, Wilayah Hisbah juga mempunyai wewenang menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang terbukti melanggar syari’at. Tentu hukuman itu
berbentuk ta’zir,
37
yaitu hukuman yang diputuskan berdasarkan kearifan sang hakim diluar bentuk hukuman yang ditetapkan syara’. Hukuman yang dijatuhkan Wilayah
Hisbah juga tidak seberat hukuman yang dijatuhkan melalui lembaga peradilan.
Tentu ketika menjatuhi hukuman Wilayah Hisbah harus sudah mempunyai cukup bukti dan memang tampak jelas terbukti bahwa seseorang betul-betul
melanggar syari’at, atau tampak jelas seseorang meninggalkan perkara syari’at. Karena itu Wilayah Hisbah tidak boleh sewenang-wenang, apalagi kalau hanya
berdasarkan prasangka-prasangka yang belum tentu benar. Ini penting karena masyarakat tentu sangat sensitif terhadap segala macam bentuk hukuman, apalagi
kalau ternyata ia tidak melanggar syari’at atau hanya berdasarkan prasangka Wilayah Hisbah
saja. Kesalahan menjatuhi hukuman akan membuat masyarakat apatis terhadap syariat. Dan menganggap syari’at mengganggu kebebasan privasi mereka.
36
Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, h. 168.
37
Rohadi abd. Fatah, Islam and Good Governance, …Jakarta: Lekdis, 2007, h. 225.
c. Wilayat Al-Madzalim
ﺔﻳﻻﻭ ﱂﺎﻈﳌﺍ
Wilayat Al-Madzalim adalah suatu kekuasaan dalam bidang pengadilan, yang
lebih tinggi dari kekuasaan hakim dan kekuasaan muhtasib.
38
Jika dibandingkan dengan lembaga-lembaga kehakiman sekarang, boleh disamakan dengan Pengadilan
Tinggi atau Mahkamah Agung, sebagai tempat bagi orang yang kalah tak puas membandingkan perkaranya.
39
Lembaga ini mengurusi penyelesaian perkara perselisihan yang terjadi antara rakyat dan negara.
40
Pejabat lembaga ini disebut sebagai Qadhi Mazhalim, yaitu Qadhi yang diangkat oleh khalifah atau bisa juga diangkat oleh kepala Qadhi.
41
Sedangkan yang berwenang untuk memberhentikan, mengoreksi, mendisiplinkan serta memutasinya
dilakukan oleh khalifah atau mahkamah Mazhalim.
42
Secara keseluruhan, menurut Muhammad Asad, Wilayat Al-Madzalim mempunyai hak atau wewenang:
43
38
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, h. 92.
39
A. Hajmy, Dimana Letaknya Negara Islam Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1984, h. 258.
40
Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam…, h. 248.
41
Abdul Qadim Zallum, Sistem Pemerintahan Islam, Penerjemah: M. Maghfur W, Bangil jawa timur: Al-Izzah, 2002, h. 246.
42
Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam, h. 265.
43
Muhammad Asad Leopoldweiss, Masalah Kenegaraan Dalam Islam. Penerjemah Oemar Amn Hoesin dan Amiruddin Djamil Jakarta: Yayasan Kesejahteraan Bersama, t.th, h. 63-64.
1 Menengahi segala perkara pertikaian antara Amir Kepala Negara dan Majelis Syura
berdasarkan peraturan nash Al-qur’an dan Sunnah, yang mana pertikaian itu diajukan ke mahkamah ini oleh salah satu diantara
kedua belah pihak. 2 Memveto salah satu perundang-undangan yang telah diputuskan oleh
Majelis Syura atau salah satu pekerjaan administratif dari pihak Amir
Kepala Negara dengan persetujuan Mahkamah, yangmana pendapat Mahkamah bertentangan dengan nash Al-qur’an dan Sunnah.
3 Mengadakan referendum untuk menurunkan Amir Kepala Negara dari jabatannya, dimana Majelis Syura dengan duapertiga golongan yang
mengajukan pengaduan bahwa dalam pemerintahannya sudah melanggar syari’at.
d. Wilayat Al-Mahkamah al-‘askariyyah
ﺔﻳﻻﻭ ﺔﻤﻜﶈﺍ
ﺔﻳﺮﻜﺸﻌﻟﺍ
Al-Mahkamah al-‘askariyyah merupakan salah satu lembaga kekuasaan
kehakiman yang secara khusus menangani perkara-perkara yang terkait dengan militer. Lembaga ini dibentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas dengan Qadhi Al-
Asykar atau Qadhi Al-Jund sebagai sebutan pejabat hakim. Posisi ini sudah ada sejak
Sultan Salahuddin Yusuf bin Ayyub.
44
Tugasnya adalah untuk menghadiri sidang-
44
Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia.., h. 169.
didang di Dar al-‘Adl, terutama persidangan tersebut menyangkut tentang anggota militer tentara.
45
Lembaga ini mirip dengan lembaga Mahkamah Militer yang ada di indonesia. Keberadaan Al-Mahkamah al-‘askariyyah dalam system ketatanegaraan Islam
merupakan salah satu bukti bahwa keadilan merupakan harga mati yang harus ditegakkan oleh siapapun dan dimanapun. Dengan kata lain semua warga Negara
tanpa kecuali termasuk anggota militer tentara harus taat dan tunduk pada hukum yang berlaku.
45
Muna ‘Abd al-Ghani Hasan, Al-Qadha fi al-Hayah as-Siyasiyyah wa al-Ijtima’iyyah fi Misr fi al-‘Asr al-Mamluki
, h. 77.
37
BAB III KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR. 5 TAHUN 1999
A. Pengertian dan Tujuan Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU
Dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 disebutkan bahwa : ”Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah Komisi yang dibentuk untuk mengawasi
pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”.
1
Meski keanggotaan KPPU diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dan bertanggung jawab langsung
kepada presiden, tetapi dalam menjalankan fungsi dan wewenangnya, KPPU bersifat independen. Indenpendensi KPPU yang bebas dari intervensi semua
pihak termasuk pemerintah merupakan sebuah keniscayaan yang dimiliki KPPU sehingga dapat menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya secara obyektif
sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 pasal 2 berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
1
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia , Undang-Undang Nomormor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek MoNomorpoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ,
KPPU- RI, h. 8.
Adapun tujuan dari Undang-Undang Nomor. 5 tahun 1999 sebagaimana diatur pada Pasal 3 adalah untuk:
2
a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efsiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat; b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan
persaingan usaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil;
c. Mencegah praktek monopoli danatau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha, dan
d. Terciptanya efektivitas dan efsiensi dalam kegiatan usaha. Pasal 2 dan 3 tersebut di atas menyebutkan asas dan tujuan-tujuan utama
Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1999. Diharapkan bahwa peraturan mengenai persaingan akan membantu dalam mewujudkan demokrasi ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 2 dan menjamin sistem persaingan usaha yang bebas dan adil untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan sistem perekonomian yang efsien Pasal 3. Oleh karena itu, mereka mengambil bagian pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 yang sesuai dengan Pasal 3 Huruf a dan b Undang- Undang Nomor. 5 Tahun 1999 dari struktur ekonomi untuk tujuan
2
Undang-Undang Nomormor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek MoNomorpoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ,
h. 8