33
e. Hak untuk dapat mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa ;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif; h. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi danatau penggantian,
apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
13
UUPK menghendaki agar masyarakat menjadi konsumen yang baik. Oleh sebab itu, dalam Pasal 5 UUPK diatur tentang kewajiban konsumen, yaitu:
1. Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang danatau jasa, demi keamanan, dan keselamatan. Kelalaian
atas kewajiban ini dapat berisiko bagi konsumen terhadap penuntutan hak-haknya; 2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa.
Indikator adanya itikad baik dapat diketahui dari rangkaian tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh konsumen, sehingga menjadi akibat terjadinya
suatu peristiwa;
13
Miru Ahmadi,Hukum Perlindungan Konsumen,Jakarta: RajaGrafindo Persada,2004,hlm 37
34
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Kewajiban konsumen untuk membayar harus dipenuhi sesuai dengan kesepakatan, termasuk jumlah dan
nilai tukar barang dengan uang serta cara-cara pembayarannya; 4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut. Apa penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan sesuai dengan syarat dan prosedur dalam UUPK. Kewajiban ini konsisten dengan asas kepastian
hukum dalam perlindungan konsumen.
14
Dalam hubungan hukum dua arah timbal-balik, maka hak konsumen dapat menjadi kewajiban pelaku usaha. Dalam transaksi pembelian barang, hak
konsumen memperoleh barang dan sekaligus kewajiban pelaku usaha untuk menyerahkan barang. Hubungan hukum semacam ini, didasarkan pada konstruksi
yuridis,hukum perjanjian. Namun, ada hubungan hukum yang tidak berupa hubungan keperdataan, yaitu
hubungan hukum yang muncul dalam lapangan hukum publik, misal dalam hukum lalulintas atau hukum pengangkutan. Perlindungan konsumen yang
menggunakan jasa transportasi angkutan umum public transportation memiliki hak-hak yang bukan hanya keperdataan tetapi juga kewajiban pengangkut yang
muncul dari lingkup hukum publik. Karena ada peran negara atau pemerintah di dalamnya.
15
14
Ibid, hlm 39
15
Wahyu Sasongko, Op cit.,hlm. 64
35
B. Tinjauan Umum Pemberian Jasa Pelayanan Kesehatan Gigi
1. Sejarah dan perkembangan ilmu Kedokteran Gigi Hippocrates disebut sebagai pelopor dalam ilmu kedokteran, terutama karena
tulisan-tulisannya mengenai ilmu kedokteran. Dia adalah orang pertama yang memisahkan antara obat-obatan dari kepercayaan agama, dan dengan laporan-
laporan pentingnya berdasarkan pengamatan dan pengalaman, ia membentuk tradisi medis berdasarkan fakta. Informasi-informasi ini dikumpulkan menjadi
teks yang dikenal dengan Hippocraticumcorpus, dengan bukti medis dari era sebelum masehi.
16
Aristoteles 384-322 SM memiliki pegaruh yang sama dalam bidang
kenegarawanan, seni dan biologi. Minatnya pada biologi berikan ilmu kedokteran sistem pertama anatomi komparatif dan study ilmu hewan dan fisiologi. Dia
adalah penulis pertama yang mempelajari gigi secara luas, setelah memeriksa dalam kaitannya dengan susunan gigi dari berbagai hewan, dia dapat dianggap
sebagai ahli anatomi gigi komparatif pertama, karena dalam karyanya berjudul de partibus animalus, ia membandingakn susunan gigi dari berbagai hewan pada
waktu itu. Dia mencatat bahwa ada perbedaan antara gigi manusia dan gigi binatang.
17
16
Suryani Bhekti. Panduan Yuridis Penyelenggaraan Praktik Kedokteran. Niaga Swadaya: Jakarta. 2013 hlm 25.
17
Ibid hlm 26.
36
Prancis menjadi pemimpin dalam bidang ilmu kedokteran gigi pada abad ke-18 hal ini disebabkan oleh Pierre Fauchard. Beliau disebut sebagai pendiri
kedokteran modern pada awal 1723. Dia mengembangkan alat ortodonti yang disebut bandolet. Sedangkan John Farrar bisa disebut sebagai bapak ortodonti
Amerika. Beliau yang mendorong penyelidikan ilmiah dan mengenalkan pemahaman teori dan praktek ortodonti.
2. Dasar Hukum Pemberian Jasa Perawatan Gigi
Dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 1 butir 11 dijelaskan mengenai upaya kesehatan, disebutkan definisi upaya kesehatan
sebagai berikut: “upaya kesehatan adalah setiap kegiatan danatau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan drajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan pemerintah danatau masyarakat”.
18
Dalam Undang Undang Kesehatan Pasal 93 Ayat 1 dijelaskan mengenai kesehatan gigi dan mulut yaitu:
“Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan drajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningakatan kesehatan
gigi, pengobatan penyakit gigi dan pemulihan kesehatan gigi oleh pemerintah,
18
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 1 butir 11
37
pemerintah daerah danatau masyarakat yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berksinambungan.”
19
Selain itu juga disebutkan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan tentang
Klasifikasi Rumah
Sakit Nomor
340MENKESPERIII2010 pasal 6 Ayat 8 yaitu pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.
Mengenai kaitannya dengan perlindungan konsumen adalah karena penerima jasa kesehatan gigi masuk kedalam definisi pelaku usaha menurut Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, konsumen pengguna jasa layanan kesehatan gigi memenuhi unsur-unsur yang disebutkan didalam Undang-Undang Perlindugan
Konsumen yaitu dalam arti konsumen adalah pemanfaat yaitu dalam arti konsumen menggunakan jasa-jasa dari pelaku usaha yang dalam hal ini pelaku
usaha adalah pemberi jasa kesehatan gigi. Jasa pelayanan kesehatan yang tunduk kepada Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
3. Tenaga Kesehatan Yang Berwenang Memberikan Jasa Perawatan Gigi
Dalam undang-undang mengenai kesehatan gigi dan mulut diatur secara khusus di dalam bagian ke dua belas. Dalam bab tersebut diatur dengan jelas bahwa
pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan kesehatan gigi masyarakat dan usaha kesehatan gigi
sekolah.
19
Ibid Pasal 98 ayat 1
38
Mengenai pelayanan kesehatan gigi secara perseorangan salah satunya adalah rumah sakit, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.
20
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klasifikasi Rumah Sakit Nomor 340MENKESPERIII2010 disebutkan bahwa bagi rumah sakit
kelas A harus memiliki pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.
C. Tukang Gigi
1. Pengertian Tukang Gigi Tukang gigi adalah mereka yang tidak memiliki latar belakang dalam pendidikan
kedokteran gigi, tetapi memiliki keahlian dalam bidang kesehatan gigi dan mulut yang keahliannya diperoleh secara turun-menurun.
21
Oleh karena Peraturan Menteri Kesehatan yang pertama mengatur tentang tukang gigi dikeluarkan pada
tahun 1969 maka tukang gigi sudah ada sekitar tahun 1960an di Indonesia, tetapi tidak diketahui pastinya profesi ini pertama kali dikenal di Indonesia, karena pada
waktu itu masih minimnya dokter gigi yang dapat memberikan pelayanan kesehatan sampai ke pelosok daerah maka masyarakat menggunakan jasa tukang
gigi, dengan pertimbangan lain yaitu tarif yang dikenakan oleh tukang gigi relatif lebih murah daripada tarif yang dikenakan oleh dokter gigi. Akan tetapi perlu
diingat bahwa pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada waktu itu masih terbatas dan belum berkembang seperti saat ini.Dengan adanya perkembangan teknologi
20
Suryani Bhekti. Ibid hlm 81.
21
Pasal 1 huruf a Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 339MENKESPERV1989 Tentang Pekerjaan Tukang Gigi