BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Refleksi Pemahaman
Jerome A. Popp 1998 dalam bukunya Naturalizing Philosophy of Education menyatakan individu yang mempraktikkan pemikiran refleksi akan
sentiasa aktif dalam memikirkan masalah yang dihadapi, memiliki komitmen untuk mencari jalan penyelesaian, sanggup mengorbankan waktu dengan tujuan
pemecahan masalah yang dihadapi dan sentiasa secara terbuka menerima pandangan dari luar. Bagi Boud et al., 1985 refleksi adalah proses
meneutralkan kembali segala perasaaan negatif yang menyelubungi pengalaman yang dilalui supaya satu perspektif baru dapat dihasilkan daripada
pengalaman tersebut sekaligus secara signifikan mengubah tingkahlaku dan tindakan seseorang. Refleksi merupakan tindakan yang bertujuan dan
memiliki kewaspadaan untuk menggambarkan pemahaman seseorang tentang sesuatu hal. Loughran 1966 melakukan penilaian secara kritis Mezirow,
1991 dan melibatkan proses pemikiran dan mengenal secara tepat pengalaman yang telah dilalui. Keseluruhannya, pemikiran dan implementasi
refleksi merupakan suatu aktivitas kognitif yang memerlukan pelibatan aktif pengalaman dari yang memberikan kesan kepada dirinya dengan melibatkan
umpan balik, kepercayaan dan dasar pemikiran untuk menghasilkan integrasi antara pemahaman baru dengan pengalaman yang telah dilalui. Selanjutnya
pemahaman akan refleksi akan menkonstruk pemikiran seseorang, dalam hal ini
guru pendidikan jasmani.
Usman 2002: 35 menjabarkan mengenai pelibatan pemahaman sebagai bagian dari domain kognitif hasil belajar. Ia menjelaskan bahwa pemahaman
mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berpikir yang rendah. Selanjutnya,
Nana Sudjana 2010: 24 membagi pemahaman ke dalam tiga kategori, yakni
sebagai berikut:
xi
1. Tingkat pertama atau tingkat terendah, yaitu pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti sebenarnya
2. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian- bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan
beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok
3. Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi, yakni pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan mampu melihat di balik yang
tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.
Memperhatikan uraian-uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa pemahaman marupakan salah satu bentuk pernyataan hasil belajar. Pemahaman setingkat
lebih tinggi dari pengetahuan atau ingatan, namum pemahaman ini masih tergolong tingkat berpikir paling rendah.
Untuk memberikan kerangka pemahaman yang komprehensif mengenai pemahaman, taksonomi Bloom adalah rujukan yang linier. Namun, saat ini
taksonomi yang dikembangkan oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956 telah direvisi oleh murid Bloom yakni Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl
beserta para psikolog mahzab kognitivisme pada tahun 1994. Tujuannya agar sesuai dengan perubahan dinamika masa. Revisi yang dilakukan bukanlah
sebuah evolusi melainkan perbaikan pada ranah kognisi semata. Perubahan tersebut meliputi:
1. Perubahan kata kunci dari kata benda menjadi kata kerja pada setiap levelnya.
2. Perubahan hampir pada semua level hierarkis, namun tata urutan tingkatan masih sama dari tingkat terendah hingga tertinggi. Perubahan mendasar
terletak pada level lima dan enam. a. Pada level 1, knowledge diubah menjadi remembering mengingat.
b. Pada level 2, comprehension dipertegas menjadi understanding memahami.
c. Pada level 3, application diubah menjadi applying menerapkan.
xii
d. Pada level 4, analysis menjadi analyzing menganalisis. e. Pada level 5, synthesis dinaikkan levelnya menjadi level 6 tetapi
dengan perubahan mendasar, yaitu creating mencipta. f. Pada level 6, Evaluation turun posisisinya menjadi level 5, dengan
sebutan evaluating menilai. Lorin W. Anderson, David R. Krakthwol, Benjamin S. Bloom, 2001
B. Sistem Evaluasi Guru Pendidikan Jasmani