Tinjauan Aspek Kriminologi terhadap Kenakalan Anak Jalanan di Kota Medan

(1)

TINJAUAN ASPEK KRIMINOLOGI TERHADAP

KENAKALAN ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat Untuk Memenuhi

Gelar Sarjana Hukum

RICKSON P HUTABARAT

NIM: 080200036 Departeman Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, atas atas segala berkat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas di Sumatera Utara. Skripsi ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara yang merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang akan menyelesaikan perkuliahannya.

Adapun judul skripsi ini adalah “Tinjauan Aspek Kriminologi terhadap Kenakalan Anak Jalanan di Kota Medan”. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan bekerja keras dalam menyususn skripsi ini. Namun, penulis menyadari masih banyak kekurangan dari segi isi maupun penulisan dari skripsi ini.

Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum., selaku dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan

I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum, DFM, selaku Pembantu Dekan


(4)

4. Bapak Muhammad Husni, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Muhammad Hamdan, SH., MH., selaku Ketua Departemen Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Liza Erwina, SH., M.Hum., selaku Sekrtaris Departemn Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Muhammad Nuh, SH., M. Hum., selaku Dosen Pembimbing I

dalam penulisan skripsi ini yang telah meluangkan waktu untuk membimbing serta memberikan masukan-masukan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Ibu Dr. Marlina, SH., M. Hum., selaku Dosen Pembimbing II dalam

penulisan skripsi ini yang telah meluangkan waktu untuk membimbing serta membrikan masukan-masukan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak Yusrin SH., M. Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik dalam

penulisan skripsi ini yang telah memberikan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

10. Bapak/Ibu Pegawai dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan semangat dan arahan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Buat kedua orang tua tercinta, Bapak St. Y Hutabarat dan Ibu O.

Simanjuntak terimakasi buat doa, dukungan, arahan, serta kasih sayang yang begitu besar, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(5)

12. Buat keempat saudara-saudara saya abang Pance, abang Henri, adik Robin, adik Rudi serta buat kakak Hartati, kakak Reni dan adik Jupita terimakasih buat dukungan, arahan dan doa sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi ini.

13. Buat sahabat-sahabat tercinta di Fakultas Hukum USU Yulia Arisma,

Eva Sitindaon, Thomas, Hisar, Daud, Vivi, Samuel Hutapea, Nindi, Kia, Chili, Tika, Juni, Berlian, Suspim, Jhon, Juliana, Harianto, Lidia Tarigan, Dedi, Shelly Ritonga, Heni Taringan, Novpim, Frendly, Diki, Eni, Berkat, Habib, Samuel Nainggolan, Eliza, Andriana, dan teman-teman lain stambuk 2008 dan terlebih anak pidana yang memberikan doa dan dukungan sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi ini.

14. Buat PKPA yang memberikan masukan-masukan dan arahan sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

15. Buat anak-anak jalanan yang mau memberikan informasi dalam

penulisan skripsi ini.

16. Buat semua teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan

skripsi ini yang tidak disebutkan satu persatu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semangat ya teman-teman dalam penulisan skripsi ini.

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I: PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG ... 1

B.PERUMUSAN MASALAH ... 5

C.TUJUAN DAN MANFAAT ... 5

D.KEASLIAN PENULISAN ... 7

E.TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1.Pengertian Anak ... 8

2.Pengertian Anak Jalanan ... 10

3.Pengertian Kenakalan Anak ... 11

4.Sejarah Kenakalan Anak ... 11

5.Pengertian Kriminologi dan Metode PendekatanKriminologi ... 12

F.METODE PENELITIAN ... 15

G.SISTEMATIKA PENULISAN ... 17

BAB II: PANDANGAN KRIMINOLOGI TERHADAP KENAKALAN ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN A.KLASIFIKASI DAN TIPE KENAKALAN ANAK JALANAN ... 19

B.PERKEMBANGAN KENAKALAN ANAK JALANAN... 27

C.FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN ANAK JALANAN ... 34

BAB III : FAKTOR PENYEBAB TERBENTUKNYA ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN A.BENTUK-BENTUK KENAKALAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN ... 44

B.FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MELATAR BELAKANGI TINDAKAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK-ANAK JALANAN ... 50

C.FAKTOR-FAKTOR TERBENTUKNYA KENAKALAN ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN ... 54


(7)

BAB IV: HAMABATAN DAN UPAYA DALAM PENANGGULANGAN KENAKALAN ANAK JALANAN DITINJAU DARI SEGI ASPEK KRIMINOLOGI

A.HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN KENAKALAN ANAK JALANAN ... 62 B.UPAYA-UPAYA PENANGGULANGAN KENAKALAN ANAK JALANAN ... 68 C.UPAYA PENANGGULANGAN ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN ... 77

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN ... 81 SARAN ... 82


(8)

ABSTRAK Rickson P. Hutabarat* M. Nuh, SH, M.Hum** Dr. Marlina, SH, M.Hum***

Anak merupakan ujung tombak perubahan dari setiap zaman. Seorang anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan yang baik dengan perhatian dan bimbingan, kasih sayang yang diberikan oleh orang tuan akan melahirkan suatu individu yang berkualitas. Kenakalan sebagai salah satu bentuk problem sosial merupakan sebuah kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap lapisan masyarakat. Demikian masalah kenakalan anak jalanan sekarang ini, masalah kejahatan pada anak jalanan ini terjadi diakibatkan oleh dampak negatif dari perubahan globalisasi yang meliputi ilmu pengetahuan dan tekhnologi, juga kemiskinan atau masalah ekonomi.

Adapaun yang menjadi permasalahan dari skripsi ini adalah sebagai berikut antara lain, bagaimana pandangan kriminologi terhadap kenakalan anak jalanan, bagaimana faktor pendorong terbentuknya kenakalan anak jalanan, bagaimana hambatan dan upaya yang dilakukan dalam penanggulangan kenakalan anak jalanan dari aspek kriminologi.

Metode penelitian yang digunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah dengan metode library research (penelitian pustaka) dan field research (penelitian lapangan) dan metode pengumpulan data yang dipergunakan oleh penulis adalah dengan metode wawancara (interview) dan studi dokumen.

Hasil dari penelitian ini yaitu sebab yang menyebabkan anak turun ke jalanan, sebab yang paling utama adalah karena kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua dan faktor ekonomi keluarga yang lemah serta kurangnya sarana untuk mensosialisasikan diri anak jalanan.

Faktor pendorong terbentuknya kenakalan anak jalanan karena kenakalan tersebut mempunyai penyebab yang merupakan faktor terjadinya kenakalan anak jalanan. Untuk megetahui sebab musabab timbulnya kenakalan anak jalanan harus di perhatikan faktor-faktor dari dalam diri anak jalanan tersebut, faktor keluarga, lingkungan, ekonomi, dan hal-hal lainnya yang dapat mempengaruhi anak jalanan tersebut melakukan kenakalan.

Hambatan dan upaya yang dilakukan anak jalanan dalam bentuk apapun mempunyai akibat yang negatif baik bagi masyarakat umum maupun bagi diri anak jalanan itu.tindakan penanggulangan masalah kenakalan anak jalanan dapat di bagi dalam tindakan prefentif, tindakan represif, tindakan kuratif (rehabilitasi).

* Mahasiswa Departemen Hukum Pidana

** Pembimbing 1, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***Pembimbing 2, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(9)

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak merupakan ujung tombak perubahan dari setiap zaman. Seorang anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan yang baik dengan perhatian dan bimbingan, kasih sayang yang diberikan oleh orang tuan akan melahirkan suatu individu yang berkualitas. Kenakalan sebagai salah satu bentuk problem sosial merupakan sebuah kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap lapisan masyarakat. Analisa atau diagnosa terhadap kenakalan yang meningkat saat ini belum dapat dilakukan karena keadaan pengetahuan kriminologi ini belum tegas menentukan sebab, mengapa orang melakukan kenakalan, sehingga hanya baru dapat dicari faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi masyarakat tertentu pada masa tertentu pula, yang berhubungan erat dengan timbulnya kenakalan.

Menurut Walter Luden, fakktor-faktor yang berperan dalam timbulnya kenakalan adalah:

a. Gelombang urbanisasi remaja dari desa ke kota-kota jumlahnya cukup besar

dan sukar dicegah.

b. Terjadinya konflik antara norma adat pedesaan tradisional dengan

norma-norma baru yang tumbuh dalam proses dan pergeseran sosial yang cepat, terutama di kota-kota besar

c. Memudarnya pola-pola kepribadian individu yang terkait kuat pada pola

kontrol sosial teradisional, sehingga anggota masyarakat terutama remajanya

menghadapi “samarpola” untuk melakukan perilakunya.1

1.

Ninik Widiyanti-Panji Anaroga, Perkembangan Kenakalan dan Masalahnya ditinjau


(11)

Berkembangnya kenakalan anak yang disebabkan oleh dampak negatif dari perubahan global yang cepat meliputi ilmu pengetahuan dan tekhnologi sehingga anak melakukan perbuatan di luar kesadarannya. Kurangnya perhatian atau perlindungan serta perlakuan yang baik dan wajar dari keluarga dan lingkungan serta komunitas lainnya. Masyarakat kota pada umumnya disibukkan oleh masalah-masalah bisnis dan semakin tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya dan menipisnya hubungan sosial dan rasa kepedulian terlebih-lebih terhadap masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Kemiskinan atau masalah ekonomi, penyebab anak putus sekolah juga disebabkan oleh kondisi sekolah yang tidak menyenangkan, termasuk pengajaran yang sangat rendah, kondisi tenaga pengajar yang juga mamprihatinkan. Anak-anak miskin, di samping gedung sekolah yang tidak memenuhi syarat dan jarak sekolah yang terlalu jauh. Perdagangan anak yang jumlahnya sudah sudah semakin banyak atau menyeluruh, diperdagangkan untuk kepentingan prostitusi, pengemisi, pembantu rumah tangga, narkoba, dan masih banyak anak yang membutuhkan perlindungan.

Sulitnya lapangan pekerjaan dan kesempatan mencari nafkah bagi para orang tua dari lingkungan masyarakat kecil, menimbulkan dampak negatif. Secara terpaksa anak-anak dari keluarga tidak mampu, dilibatkan untuk mencari nafkah bagi keluarganya yang seharusnya anak-anak tersebut berada di lingkungan sekolah dan mendapat perlindungan serta kasih sayang dari orang tuanya.


(12)

Anak-anak tersebut mencari nafkah dengan mengemis, mengamen, penjaja koran, tukang semir sepatu dan lain sebagainya. Akibat kerasnya kehidupan di kota-kota besar telah mempengaruhi tata kehidupan anak-anak jalanan terhadap hal-hal negatif sehingga berdampak menurunnya nilai-nilai agama dan mental phisikis setiap anak jalanan. Anak-anak yang turun ke jalanan secara dini akan mempengaruhi mental phisikis baik moral dan rohanianya.

Anak-anak jalanan tersebut akan lebih cenderung melakukan kenakalan karena merasa nasib mereka yang tidak sama dengan anak-anak lain pada umumnya yang mendapat kasih sayang dari orang tuanya, mempunyai harta yang serba berkecukupan, fasilitas yang lengkap dan juga sekolah yang mereka senangi. Kesenjagan sosial dan perbedaan-perbedaan antara anak-anak yang kurang mampu dan anak yang berkecukupan. Kadang anak-anak jalanan hanya dianggap sebagai sampah masyarakat dan tidak berguna.2

Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak azasi anak serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Masalah perlindungan hukum bagi anak mencakup ruang lingkup yang sangat luas.3

Cara suatu masyarakat memperlakukan anak, tidak hanya mencerminkan kualitas rasa iba, hasrat untuk melindungi dan memperhatikan anak, namun juga

2.

http;/m.kompasiana.com/post/4cd6acc89bc1d45330000/

prihatin-brutal-dan-tidak-manusiawi/,diakses pada tanggal 2 April 2012, hal. 9.

3.


(13)

mencerminkan kepekaannya akan rasa keadilan, komitmennya pada masa depan dan peran penting anak sebagai generasi penerus bangsanya.

Munculnya anak jalanan tanpa disadari dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain:

1. Mengganggu ketertiban dan kenyamanan orang lain

2. Dapat membahayakan dirinya

3. Memberikan kondisi yang subur bagi tumbuhnya kriminalitas

4. Memberikan kesan yang kurang baik terhjadap eksistensi bangsa dan

negara

Akhir-akhir ini banyak berita-berita yang memuat mengenai tragedi anak yang melakukan tindak kejahatan, khususnya anak jalanan yang melakukan kejahatan terhadap orang-orang di sekitarnya seperti merampok, mencuri, psikotropika, perkosaan, pemerasan, penipuan, pembunuhan dan lain sebagainya. Perbuatan yang mereka lakukan tersebut disebabkan oleh faktor, salah satunya adalah karena kondisi sosial dan ekonomi keluarga yang mereka hadapi.

Kenakalan sebagai salah satu bentuk probelema sosial merupakan sebuah kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap lapisan masyarakat. Analisa atau mengadakan diagnosa terhadap kejahatan-kejahatan yang meningkat saat ini, belum dapat dilakukan, karena keadaan pengetahuan kriminologi dewasa ini belum memungkinkan untuk tegas menentukan sebab, mengapa orang melakukan kenakalan, sehingga hanya baru dapat dicari faktor-faktor yang berkaitan dengan


(14)

kondisi masyarakat tertentu pada masa tertentu pula, yang berthubungan erat dengan timbulnya kenakalan.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana pandangan kriminologi terhadap kenakalan anak jalanan di

Kota Medan?

2. Bagaimana faktor pendorong terbentuknya kenakalan anak jalanan di kota

Medan?

3. Bagaimana hambatan dan upaya yang dilakukan dalam penanggulangan

kenakalan anak jalanan dari aspek kriminologi? C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

1. Tujuan Penulisan

1. Untuk lebih mengetahui pandangan kriminologi terhadap pelaku

kenakalan anak jalanan.

2. Untuk mengetahui apa yang menjadi faktor pendorong terbentuknya

kenakalan anak jalanan di kota Medan.

3. Untuk mengetahui hambatan dan upaya penanggulangan anak jalanan di


(15)

2. Manfaat Penulisan

Atas dasar tujuan tersebut, maka manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Secara Teoritis

Penulis berharap karya tulis ilmiah yang berbentuk skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kalangan akademis, dan dapat menambah perkembangan ilmu pengetahuan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya yang membutuhkan informasi mengenai faktor terbentuknya kenakalan anak jalanan dan apa upaya yang dapat dilakukan menenanggulangi kenakalan anak jalanan.

Skripsi ini dapat menambah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana serta yang berkaitan dengan kriminologi.

b. Secara Praktis

a. Menambah wawasan dan cakrawala bagi pihak-pihak yang terkait

dalam melakukan suatu tindak pidana yang melanggar hukum.

b. Sebagai masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan materi

penulisan skripsi ini.

Secara praktis, skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi aparat penegak hukum khususnya kepolisian dan lembaga swadaya masyarakat dalam menganggulangi kejahatan anak jalanan.

1. Aparat Penegak Hukum

2. Masyarakat

3. Korban.


(16)

D. KEASLIAN PENULISAN

Keaslian penulisan skripsi ini benar merupakan hasil dari pemikiran dengan mengambil panduan dari buku-buku dan sumber lain yang berkaitan dengan judul skripsi. Adapun yang menjadi judul penulisan skripsi ini adalah “TINJAUAN ASPEK KRIMINOLOGI TERHADAP KENAKALAN ANAK

JALANAN DI KOTA MEDAN”. Adapun yang sama tetapi pembahasannya

berbeda baik masalah, tujuan, dan metodenya. Yang telah diperiksa di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan di Perpustakaan Fakultas Hukum USU.

Adapun judul yang berkaitan antara lain sebagai berikut: 1. Nama: Erina Kartika Sari

Judul: Aspek Hukum Anak Jalanan Sebagai Pelaku Tindak Pidana terhadap Peningkatan Angka Kriminalitas (Studi Kasus di Terminal Terpadu Amplas Kecamatan Medan Amplas).

2. Nama: Supriati

Judul: Eksistensi Pengadilan Anak dalam UU No. 3 Tahun 1997 sebagai Wadah yang Mengatur Penanggulangan Kenakalan Anak (Anak Jalanan di Kecamatan Medan Tuntungan)

3. Nama: Natalia Swana Rita

Judul: Faktor-Faktor Penyebabnya Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh Anak Jalanan di Tinjau dari Kriminologi serta Upaya Penanggulangannya.


(17)

4. Nama: Eko Pramono

Judul: Anak Jalanan sebagai Pelaku Kenakalan dan Upaya dapat dilakukan untuk Mengatasi Masalah Anak Jalanan (Studi Kasus Terminal Terpadu Amplas)

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Pengertian Anak

Penjelasan siapa anak jalanan itu, tidak bisa dijelaskan pada pendapat pakar saja yang sampai saat ini mendapatkan persamaan pendapat mengenai anak jalanan tetapi dari hasil penelitian dapat diambil garis besarnya mengenai anak jalanan. Pengertian anak jalanan adalah anak yang mengganyungkan kehidupan di jalanan. Di sini dapat dilihat kondisi kehidupan mereka yang hidup dan bekerja di jalanan.

Mengenai anak jalanan terlebih dahulu kita harus mengerti lebih jelasnya tentang anak jalanan harus dimengerti dulu mengenai pengertian anak. Masyarakat mempunyai kecenderungan untuk membrikan lingkungan kehidupan dalam dua tahap antara lain: anak-anak dan dewasa. Perpindahan dari satu tahap ke tahap lainnya yang secara antropologis membawa sejumlah konsekuensi sosial dan hukum dengan berbagai peraturan yang harus dipenuhi seseorang.

Batas usia anak memberikan pengelompokan terhadap seseorang untuk dapat disebut sebagai seorang anak, maka harus berada pada batas usia bawah atau usia minimum 0 (nol) tahun terhitung dalam kandungan sampai dengan batas usia maksimum 18 tahun se3suai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yaitu ketentuan pasal 1 ayat 1 UU No.3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak sebagai


(18)

berikut: Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Berdasrkan hukum positif batas usia seseorang anak dapat dilihat dari berbagai ketentuan yaitu:

1. UU No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak;

Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun dan berhak untuk memperoleh perlindungan baik secara mental, fisik dan perlindungan.

2. UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak;

Anak adalah seseorang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan (pasal 1 ayat 1)

3. UU No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia;

Anak adalah setiap orang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah termasuk anak yang masih berada dalam kandungan, apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

4. Kepres No. 36 tahun 1990 tentang konvensi hak anak;

Anak adalah setiap orang yang berusia 18 (delapan belas) tahun, kecuali berdasarkan UU yang berlaku bagi anak-anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.4

4.


(19)

Pengertian anak yang disebutkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwasanya usia yang dikategorikan sebagai anak adalah setiap orang yang berusia delapan sampai delapan belas tahun dan belum menikah, kecuali ketentuan yang berlaku bagi anak.

2. Pengertian Anak Jalanan

Pengertian anak jalanan adalah anak yang hidup dan tinggal di jalanan dan menggantungkan hidupnya di jalanan. Secara umum anak jalalanan ciri-cirinya seperti:

a. Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan).

b. Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, serta sedikit sekali yang

lulus SD).

c. Berasal dari keluarga-keluarga yang tidak mampu (kebanyakan kaum urban

dan beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya)

d. Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pada sektor informal).

Anak jalanan, umumnya berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat dan ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar belakang kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, kurangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif.

Di kota lain yang terdekat, atau di provinsi lain ada anak jalanan yang ibunya tinggal di kota yang berbeda dengan tempat tinggal ayahnya karena pekerjaan, menikah lagi, atau cerai. Ada anak jalanan yang masih tinggal bersama keluarga, ada yang tinggal terpisah tetapi masih sering pulang ke tempat keluarga,


(20)

ada yang sama sekali tidak pernah tinggal bersama keluarganya atau bahkan ada anak yang tidak mengenal keluarganya.5

3. Pengertian Kenakalan Anak

Masalah kenakalan merupakan suatu problema sosial yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari tanpa melihat status sosial dari orang yang melakukannya. Istilah kejahatan sudah menjadi istilah yang tidak asing lagi bagi masyarakat, kenakalan merupakan suatu perilaku yang menyimpang, suatu tindakan yang bersifat negatif.

Terdapat pengertian di kalangan para sarjana ternyata tidak terdapat pendapat yang seragam, hal ini disebabkan karena perbuatan jahat bersumber dari alam nilai, tentu penafsiran yang diberikan kepada perbuatan atau tingkah laku tersebut sangat relatif sekali. Kerelatifannya terletak pada penilaian yang diberikan oleh masyarakat dimana perbuatan tersebut terwujud.

Menurut H. M. Ridwan kejahatan anak adalah “perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan sipenderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban”.6

4. Sejarah Kenakalan Anak Jalanan

Masalah kenakalan bukanlah hal baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan, tetapi modusnya dinilai sama. Semakin lama, kenakalan di Ibu Kota dan Kota-kota besar lainnya semakin meningkat bahkan di beberapa daerah dan

5.

http;//wordpress.com/2012/06/anakjalanan.

6.

H.M. Ridwan & Ediwarman, Azas-azas Kriminologi, Diterbitkan: Universitas Sumatera Utara Press (USU PRESS), 1994, hal.45


(21)

sampai ke kota-kota kecil. Dikhawatirkan kemungkinan akan menjalar lebih jauh lagi ke desa-desa. Desa adalah tumpuan harapan dan sumber daya bangsa, di sana terdapat gambaran kehidupan yang aman, tenteram lahiir dan batin.7

Kenakalan di Kota-kota besar seperti di kota Medan dan kota-kota besar lainnya di Indonesia tidak hanya meningkat secara kuantitas tetapi juga kualitas. Pelaku kenakalan sudah semakin meragam dan meluas, sampai kalangan terdidik, pelajar/mahasiswa dan bahkan anak-anak di bawah umur; sedang dari segi kualitasnya kenakalan sudah jauh meningkat baik tingkat kekejaman maupun cara-cara atau tehnik dan alatt yang digunakan serta keberanian atau kenekatan dalam melakukan operasi yang tidak jarang sampai menimbulkan korban jiwa shingga aparatur pemerintah atau keamanan tampak serius meningkatkan “kamtibmas” (Keamanan dan ketertiban masyarakat) untuk mengatasi gangguan kenakalan yang dirasakan semakin memprihatinkan masyarakat.

5. Pengertian Krimonologi dan Metode Pendekatan Kriminologi

“Secara harfiah, kriminologi berasal dari kata “crimen” yang berarti kenakalan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Apabila

7 .

Ninik Widiyanti-Yulius Waskita, Kenakalan dalam masyarakat dan pencegahannya, Bina Aksara, Jakarta, Hal. 5.


(22)

dilihat dari kata tersebut, maka kriminologi mempunyai arti sebagai penggetahuan tentang kenakalan”.8

Pengertian secara harafiah tersebut memberikan pengertian yang sempit bahkan dapat mengarah pada pengertian yang salah. Pengertian kriminologi secara harafiah tersebut menimbulkan suatu persepsi bahwa hanya kenakalan saja yang dibahas dalam kriminologi.

Sutherland mengatakan kriminologi adalah keseluruhan ilmu-ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kejahatan sebagai gejala masyarakat. Termasuk terjadinya undang-undang dan pelanggaran atas itu. Menurut Michael

dan Adle merumuskan bahwa kriminologi adalah keseluruhan keterangan

tentang perbuatan dan sifat, lingkungan penjahat dan pejabat memperlakukan penjahat serta reaksi masyarakat, terhadap penjahat”.9

Kriminologi terbagi dalam dua arti, antara lain kriminologi dalam arti sempit yaitu pengetauan yang menbahas masalah-masalah kenakalan istimewa mengenai:

a. Bentuk-bentuk kenakalan (paenomenologi)

b. Sebab-sebab kenakalan (aetiologi) c. Akibat-akibat kenakalan (penologi)

8

. Made Darma Weda, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hal. 1.

9


(23)

Kriminologi dalam arti luas adalah kriminologi dalam arti sempit ditambah dengan kriminalitastik.10

Rangka mempelajari kenakalan, ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan, antara lain:

1) Pendekatan Deskriptif

Pendekatan deskriptif adalah suatu pendekatan dengan cara melakukan observasi dan penguumpulan data yang berkaitan dengan fakta-fakta tentang kejahatan dan pelaku kejahatan seperti:

a. Bentuk tingkah laku kriminal, b. Bagaimana kenakalan dilakukan,

c. Frekuensi kenakalan pada waktu dan tempat yang berbeda,

d. Ciri-ciri khas pelaku kenakalan, seperti usia, jenis kelamin, dan

sebagainya,

e. Perkembangan karir seorang pelaku kenakalan.

“Dikalangan ilmuan, pendekatan deskriptif sering dianggap sebagai pendekatan yang bersifat sangat sederhana. Meskipun demikian pendekatan ini sangat bermanfaat sebagai studi awal sebelum melangkah pada studi yang bersifat lebih mendalam”.11

10.

Ridwan Hasibuan, Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik, USU Perss, Medan, 1994, hal. 7.

11.


(24)

2) Pendekatan Sebab –Akibat

Pendekatan sebab-akibat berarti fakta-fakta yang terdapat di dalam masyarakat dapat ditafsirkan untuk mengetahui sebab-musabab kenakalan, baik

dalam kasus-kasus yang bersifat individual maupun yang bersifat umum.

Hubungan sebab-akibat dalam kriminologi berbeda dengan hubungan sebab-akibat yang terdapat dalam hukum pidana. Hukum pidana, agar suat perkara dapat dilakukan penuntutan harus dapat dibuktikan adanya hubungan sebab-akibat antara suatu perbuatan dengan akibat yang dilarang, sedangkan akibat dalam kriminologi yaitu akibat dicari setelah hubungan sebab-akibat dalam hukum pidana terbukti. Usaha untuk mengetahui kenakalan dengan menggunakan pendekatan sebab-akibat ini dikatakan sebagai etiologi kriminil (etiologi of crime).12

3) Pendekatan Secara Normatif

H. Bianchi menyatakan, apabila kejahatan itu merupakan konsep yuridis,” berarti merupakan dorongan bagi kriminologi untuk mempelajari norma-norma. Oleh karena itu kriminologi merupakan disiplin yang normatif”.13

F. METODE PENELITIAN 1 . Jenis Penelitian

a. Library Reach (Penelitian Kepustakaan)

Bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan

12

Ibid, hal. 3 13.Ibid, hal. 4.


(25)

bermacam-macam material yang terdapat di ruangan perpustakaan seperti : buku-buku majalah dokumen catatan dan kisah-kisah sejarah dan lain-lainnya.14

b. Field Research (Penelitian lapangan)

Ini pada hakekatnya merupakan metode untuk menemukan secara spesifik dan realis tentang apa yang sedang terjadi pada suatu saat di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Jadi mengadakan penelitian lapangan mengenai beberapa masalah aktuil yang kini sedang terjadi dan mengeskpresikan diri dalam bentuk gejala atau proses sosial.15

Field Research ini dimaksudkan sebagai suatu metode untuk memperoleh data dengan jalan penelitian langsung ke lapangan yaitu di simang pos dengan cara demikian dapat diperoleh data-data mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi anak-anak tersebut dalam melakukan suatu tindakan kejahatan secar kongkrit.

2 . Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara / Pedoman Wawancara

Wawancara adalah cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan. Wawancara dilakukan langsung dengan

14.

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Bumi Aksara, Jakarta, 2010, hal. 28.

15.


(26)

para responden, yaitu anak-anak/remaja anak jalanan, masyarakat sekitar area anak-anak tersebut sering melakukan aktivitas keseharian mereka.

b. Studi Dokumen

Yaitu mengumpulkan data yang dilakukan melalui data tertulis hasil penelitian dilapangan

3 . Sumber Data

Sumber data diperoleh dari wawancara dengan para anak jalanan, juga pada masyarakat setempat. Sumber data lain adalah data kepustakaan, karya ilmiah, artikel-artikel serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan materi penelitian.

4. Lokasi Penelitian

a. Data Primer adalah data-data yang paling utama dalam sebuah penelitian dan menjadi objek dalam penulisan karya ilmiah.

b. Data Sekunder adalah data-data yang diperoleh dari buku-buku.

G . SISTEMATIKA PENULISAN

Skripsi ini dibagi atas 5 (lima) bab, yang tiap bab dibagi pula atas beberapa sub bab yang disesuaikan dengan isi dan maksud dari penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini secara singkat adalah sebagai berikut:


(27)

Bab I : “Pendahuluan” adalah sebagai bab pengantar dari permasalahan, terdiri dari 7 (tujuh) sub bab yaitu : Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika penulisan

Bab II : “Pandangan kriminolgi terhadap kenakalan anak jalanan di Kota Medan” yang terdiri dari 3 (Tiga) sub bab yaitu : klasifikasi dan tipe kenakalan anak jalanan, Perkembangan kenakalan anak jalanan, dan faktor-faktor penyebab kenakalan anak jalanan.

Bab III: “Faktor penyebab terbentuknya kenakalan anak jalanan di Kota medan yang terdiri dari 3 (tiga) sub bab yaitu : bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak jalanan di kota Medan, faktor-faktor penyebab melatarbelakangi tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak jalanan, faktor-faktor terbentuknya kenakalan anak jalanan di kota Medan.

Bab IV : “Hambatan dan upaya dalam penanggulangan kenakalan anak jalanan ditinjau dari aspek kriminologi” yang terdiri dari 3 (Tiga) sub bab yaitu : Hambatan-hambatan dalam penanggulangan kenakalan anak jalanan, Upaya-upaya penanggulangan anak jalanan, Upaya penanggulangan anak jalanan di Kota Medan.

Bab V : “Kesimpulan dan Saran”, bab ini merupakan penutup dari keseluruhan materi skripsi yang terdiri dari 2 (Dua) sub bab yaitu : Kesimpulan dan Saran.


(28)

BAB II

PANDANGAN KRIMINOLOGI TERHADAP KENAKALAN ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN

A . KLASIFIKASI DAN TIPE KENAKALAN ANAK JALANAN

Kenakalan dalam diri seorang anak merupakan perkara yang lazim terjadi. Tidak seorangpun yang tidak melewati tahap/fase negrif ini atau sama sekali tidak melakukan perbuatan kenakalan. Masalah ini tidak hanya menimpa beberapa golongan anak jalanan di suatu daerah tertentu saja. Keadaan ini terjadi di setiap tempat, lapisan dan kawasan masyarakat. Bentuk kenakalan anak jalanan terbagi mengikuti 3 kriteria, yaitu :

“Kebetulan, kadang-kadang, dan sebagai kebiasaan, yang menampilkan tingkat penyesuaian dengan tingkat titik patahan yang tinggi, medium dan rendah. Klasifikasi ilmiah lainnya menggunakan penggolongan Tripartite, yaitu : historis,instinktual, dan mental. Semua itu dapat saling berkombinasi. Misalnya berkenaan demgan sebab-musabab terjadinya kenakalan insktiktual bisa dilihat dari aspek keserakahan, agresivitas, seksualitas, kepecahan keluarga dan anomali anomali dalam dorongan berkelompok”.16

Klasifikasi ini melengkapi dengan kondisi mental, dan hasilnya menampilkan suatu bentuk anak atau remaja yang agresif, serakah, pendek pikir, sangat emosional dn tidak mampu mengenal nilai-nilai etis serta kecenderungan untuk menjatuhkan dirinya ke dalam perbuatan yang merugikan dan berbahaya.

Adapun macam dan bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak dibedakan menjadi beberapa macam:

16`.

Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Anak, Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hal. 47.


(29)

1. Kenakalan Biasa

2. Kenakalan yang menjurus pada tingkat kriminal

3. Kenakalan khusus17

Ad. 1 Kenakalan Biasa

Kenakalan biasa adalah bentuk kejahatan yang berupa berbohong, pergi keluar rumah tanpa pamit kepada kedua orang tuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, suka bolos, suka menipu, suka terlambat ke sekolah, dan membuang sampah sembarangan, dan lain sebagainya.

Ad. 2 Kenakalan yang menjurus pada tindakan kriminal

Adalah suatu bentuk kenakalan anak jalanan yang merupakan perbuatan pidana, berupa kenakalan yang meliputi: mencuri, menganiaya, menodong, mencopet, menggugurkan kandungan, membunuh, memperkosa, berjudi, menonton, dan mengedarkan film porno atau menggandakannya serta mengedarkan obat-obat terlarang, dan lain sebagainya.

Ad.3. Kenakalan khusus

Kenakalan khusus adalah kenakalan yang diatur dalam undang-udang pidanan khusus, seperti kenakalan narkotika, psikotropika, pencucian uang (money Laundering), kenakalan di Internet (Cyber Crime), kejahatan terhadap HAM dan sebagainya. Bentuk lain dari kenakalan anak jalanan adalah berdasarkan ciri keperibadian yang defek, yang mendorong mereka menjadi tidak terkontrol. Anak-anak muda ini pada umumnya bersifat labil, sangat

17.

Akirom Syamsudin Meliala dan E. Sumarsono, cetakan pertama, Kenakalan Anak


(30)

emosional, agresif, tidak mampu mengenal nilai-nilai etis, dan cendrung suka menceburkan diri dalam perbuatan yang berbahaya. Hati nurani mereka hampir tidak dapat digugah, beku.

Tipe Delinquen menurut struktur keperibadian ini dibagi atas :

1. Delinquensi terisolir 2. Delinquensi neurotik 3. Delinquensi psikopatik 4. Delinquensi defek mental.18

Ad. 1. Delinquensi Terisolir19

Kelompok ini merupakan jumnlah terbesar dari para remaja delinquen; merupakan kelompok mayoritas. Pada umumnya anak tidak menderita kerusakan Psikologi. Perbuatan kejahatan mereka disebabkan oleh dorongan faktor sebagai berikut :

a. Kejahatan mereka tidak didorong oleh motifasi kecemasan dan konflik

batin yang tidak dapat diselesaikan, dan motif yang mendalam, akan tetapi lebih banyak dirangsang oleh keinginan meniru, ingin konform dengan norma kelompoknya. Biasanya semuanya kegiatan mereka lakukan dalam bentuk kegiatan kelompok.

b. Anak kebanyakan berasal dari daerah-daerah kota yang tradisional

18.

Kartini Kartono, op.cit, hal. 49

19.


(31)

sifatnya memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil anak melihat adanya tindakan-tindakan kejahatan, sampai suatu saat dia ikut menjadi anggota salah satu anak jalanan tersebut. Di dalam perkumpulan ini anak merasa diterima, mendapat kedudukan terhormat, pengakuan status sosial dan prestise tertentu. Semua nilai, norma dan kebiasaan kelompoknya dengan subkultur kriminalnya, diopernya dengan serta merta.

c. Pada umumnya anak delinquen tipe ini berasal dari keluarga berantakan,

tidak harmonis, tidak konsekuen dan mengalami banyak frustasi. Situasi keluarga di;penuhi dengan konflik diantara sesama anggota keluarga, dan ada suasana penolakan oleh orang tua, sehingga anak merasakan disiakan serta kesepian. Situasi demikian anak tidak pernah merasakan iklim kehangatan emosional. Kebutuhan elementernya tidak terpenuhi, misalnya, tidak pernah merasa aman, harga dirinya terasa diinjak, merasa dilupakan dan ditolak oleh orang tua, dan lain-lain. Pendeknya, anak mengalami banyak frustasi dalam lingkungan keluarga sendiri, dan mereaksi negatif terhadap lingkungannya.

d. Sebagai jalan keluarnya, anak memuaskan semua kebutuhan dasarnya

ditengah lingkungan anak-anak kriminal.

e. Secara typis mereka dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapat supervisi dan latihan disiplin dan teratur. Akibatnya, anak tidak sanggup menginternalisasikan norma hidup normal. Bahkan banyak dari mereka kebal terhadap nilai kesusilaan, sebaiknya lebih peka terhadap pengaruh jahat.


(32)

Ad.2. Delinquensi Neurotik20

Pada umumnya anak-anak delinquen tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa terancam, tersudut dan terpojok, merasa bersalah dan berdosa, dan lain-lain. Ciri tingkah laku anak itu antara lain:

a. Tingkah laku delinquennya bersumber pada sebab-sebab psikologis yang

sangat dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur anak jalananya saja, juga bukan berupa usaha untuk mendapatkan prestise sosial dan simpati dari luar.

b. Tingkah laku kriminal merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum

terselesaikan, karena itu tindak kenakalan mereka merupakan alat pelepas bagi rasa ketakutan, kecemasan dan kebingungan batinnya yang jelas tidak terpikulkan oleh egonya.

c. Biasanya, anak remaja delinquen tipe ini melakukan kenakalan seorang

diri, dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosa lalu membunuh korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik.

d. Anak delinquen neurotik ini banyak yang berasal dari kelas menengah,

yaitu dari lingkungan konvensional yang cukup baik kondisi sosial ekonominya. Namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, dan orang tuanya biasanya juga neurotik atau psikotik.

20.


(33)

e. Anak delinquen neurotik ini memiliki ego yang lemah, dan ada kecenderungan untuk mengisolir diri dari lingkungan orang dewasa dan anak-anak remaja lainnya.

f. Motivasi kenakalan mereka berbeda-beda. Misalnya, para penyudut api

(pyromania, suka membakar) didorong oleh nafsu ekshibisionistis, anak-anak yang suka membongkar melakukan pembongkaran didorong oleh keinginan melepaskan nafsu seks, dan lain-lain.

g. Perilakunya memperlihatkan kualitas kompulsif (paksaan). Kualitas

sedemikian ini tidak terdapat pada tipe delinquen terisolir. Anak-anak dan orang muda tukar bakar, pada peledak dinamit dan bom waktu, penjahat seks, dan pecandu narkotika dimaksudkan dalam kelompok tipe neurotik ini.

Perubahan tingkah laku anak-anak delinquen neuritik ini belangsung atas dasar konflik jiwani yang serius atau mendalam sekali, maka mereka akan terus melanjutkan tingkah laku kenakalannya sampai usia dewasa dan umur tua.

Ad.3. Delinquen Psikopatik21

Delinquen psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka adalah:

21.


(34)

a. Hampir seluruh anak delinquen ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras maupun tidak konsisten, dan selalu menyiakan anaknya. Tak sedikit dari mereka berasal dari rumah yatim piatu. Lingkungan anak tidak pernah merasakan kehangatan, kasih sayang dan relasi personal yang akrab dengan orang lain. Akibatnya mereka tidak mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi, sedang kehidupan perasaan pada umumnya menjadi tumpul atau mati. Akibatnya anak tidak mampu menjalin relasi emosional yang akrab atau baik dengan orang lain.

b. Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa atau melakukan

pelanggaran, itu sering meledak dan tidak terkendali.

c. Bentuk kejahatan majemuk, tergantung pada suasana ahtinya yang kacau

tidak dapat diduga-duga. Anak pada umumnya sangat agresif dan implusif. Biasanya mereka residivis yang berulangkali keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.

d. Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan

norma-norma sosial yang umumnya berlaku. Juga tidak perduli terhadap norma-norma subkulturnya sendiri.

e. Acapkali anak juga menderita gangguan neurologis, sehingga mengurangi

kemampuan untuk menegndalikan diri sendiri.

Psikopat itu merupakan bentuk kekalutan mental dengan ciri-ciri sebagai berikut: tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri. Orangnya tidak pernah bertanggungjawab secara moral, dia selalu konflik dengan norma sosial


(35)

dan hukum. Biasanya juga immoral. Tingkah laku dan relasi sosialnya selalu asosial, aksentrik kegila-gilaan, dan jelas tidak memiliki kesadaran sosial serta intelegensi sosial. Anak sangat egoistis, fanatik, dan selalu menentang apa siapapun juga. Sikapnya aneh, sangat kasar, kurang ajar, ganas buas terhadap siapapun tanpa sebab sesuatu pun juga. Kata-katanya selalu menyakiti hati orang lain, perbuatannya sering ganas sadis, suka menyakiti jasmani orang lain tanpa motif atau apapun juga. Karena itu, remaja delinquen yang psikopatik ini digolongkan ke dalam bentuk penjahat yang paling bahaya.

Ad.4.Delinquen Defek Moral22

Defek (defect,defectus) artinya: rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delinquensi defek moral mempunyai ciri: selalu melakukan tindakan asosial atau anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan dan gangguan kognitif, namun ada disfungsi pada intelegensinya.

Kelemahan dan kegagalan para remaja delinquen tipe adalah: anak tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu menegndalikan dan mengaturnya. Selalu saja anak ingin melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan. Relasi kemanusiaannya sangat terganggu. Sikapnya sangat dingin dan beku, tanpa afeksi (perasaan), jadi ada kemiskinan afektif dan sterilisasi emosional. Anak tidak memiliki rasa harga diri. Terdapat

22.


(36)

kelemahan pada dorongan instinktif yang primer, sehingga pembentukan super agonya sangat lemah. Implusnya tetap ada dalam tarif primitif, sehingga sukar dikontrol dan dikendalikan. Anak merasa cepat puas dengan “prestasinya”, namun sering perbuatan mereka disertai agresivitas yang meledak. Anak juga selalu bersikap bermusuhan terhadap siapapun juga, karena itu mereka selalu melakukan perbuatan kenakalan.

Pada umumnya bentuk tubuh para penjahat habitual dan residivis itu lebih kecil daripada tubuh orang normal. Berat badan mereka juga lebih ringan. Acapkali anak memiliki kelainan jasmaniah. Pengaruh lingkugan adalah relatif kecil dalam membentuk seseorang menjadi defek moralnya. Sebaiknya, kostitusi dan disposisi psikis yang abnormal menyebabkan pertumbuhan anak muda dan remaja yang defek moralnya itu sangat mencolok ekstrim biasanya mereka digolongkan ke dalam tipe delinquen psikopatik.

B. PERKEMBANGAN KENAKALAN ANAK JALANAN

Kenakalan anak jalanan tidak dapat dipisahkan dari perkembangan zaman dari era ke era. Sebab setiap zaman memiliki ciri khas yang berbeda dan memiliki tantangan yang berbeda khususnya kepada generasi mudanya, sehingga anak-anak muda ini bereaksi dengan cara yang khas pula terhadap situasi atau zaman yang berbeda.

Pada tahun 50 sampai pada 60-an di Indonesia yang menjadi masalah rumit bagi orang muda ialah adaptasi terhadap situasi sosial politik yang baru,


(37)

yaitu setelah menjalin kemelut merebut kemerdekaan. Kenakalan anak jalanan pada saat itu umumnya berupa penodong sekolah-sekolah untuk mendapatkan izasah dan penonjolon diri yang berlebihan bak pahlawan kesiangan. Kenakalan remaja pada zaman ini juga berupa keberandalan dan tindak-tindak kriminal ringan ala anak-anak jalanan, menirukan pola perilaku anak-anak muda di luar negeri yang mereka hayati dengan hadirnya film-film impor dan buku-buku bacaan sadistis dan buku-buku porno. Adapun faktor kenakalan mereka adalah karena ketidak mampuan si anak memanfaatkan waktu kosong dan kurangnya pengendalian terhadap dorongan meniru. Sayangnya yang mereka tiru justru perbuatan yang tidak terpuji, misalnya: hidup malas-malasan dan hidup seperti hippis, melakukan tindak kriminal untuk memuaskan ambisi sosial yang semakin meningkat.

Pada tahun 70-an ke atas, kenakalan anak jalanan di kota-kota besar di tanah air sudah menjurus pada kenakalan yang lebih serius, antara lain berupa tindak kekerasan, penjambretan, penggarongan, perbuatan seksual dalam bentuk perkosaan sampai pada perbuatan pembunuhan dan perbuatan kriminal lain.

Kenakalan dan kenakalan tersebut erat kaitannya dengan makin derasnya arus urbanisasi dan semakin banyaknya jumlah remaja desa bermigrasi ke daerah perkotaan tanpa jaminan sosail yang mantap, ditambah sulitnya mencari pekerjaan yang cocok dengan keinginan mereka.

Pada tahun berikutnya kenakalan remaja semakin meluas baik dalam frekuensinya maupun dalam kualitas kenakalannya. Dapat dilihat dari semakin


(38)

banyaknya pengedaran dan penggunaan ganja dan narkotika di tengah masyarakat dan memasuki ruang sekolah.

Seiring dengan berkembangnya zaman, tak dapat kita pungkiri kenakalan anak jalanan pun semakin berkembang. Pada masa sekarang ini yang dikenal dengan masa atau era reformasi dan kebebasan sepertinya membawa dampak yang nyata dalam perkembangan kenakalan anak jalanan. Masa sekarang ini remaja juga cenderung lebih berani mengutarakan keinginan hatinya, lebih berani mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin. Sering ditanggapi orang tua sebagai pembangkangan. Remaja tidak ingin diperlakukan seperti anak kecil lagi, mereka lebih senang bergaul dengan kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya. Anak juga semakin berani menentang tradisi orang tua yang dianggapnya kuno dan tidak/kurang berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut anak kurang beralasan. Kenakalan anak jalanan lain yang sedang populer di zaman sekarang ini adalah kenakalan perilaku ngelem merupaka salah satu perilaku menyimpang yang seringkali dilakukan oleh anak-anak jalanan di Ngunban Surbakti Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang. Ada beberapa faktor anak jalanan melakukan perilaku ngelem, seperti ngelem dapat memberikan rasa tenang dan menimbulkan halusinasi meskipun hanya sesaat, terpengaruh oleh teman sebaya dan keingin tahuan untuk ikut mencoba, dan harga lem yang murah dan mudah didapat, rasa ketergantungan terhadap lem (ketagihan), serta perilaku ngelem yang


(39)

dianggap sebagai bentuk kebiasaan yang menyenangkan dikalangan anak jalanan.23

Anak jalanan berbeda dengan anak-anak yang tinggal yang hidup bersama orangtua yang memberikan perhatian dan kasih sayang. Anak jalanan merupakan anak-anak yang termarginalisasi karena tidak menerima perlakuan yang seharusnya mereka terima dan rasakan baik dari keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat maupun dari agen-agen sosial lainnya. Kehidupan tanpa aturan seringkali menjadi perlakuan yang mereka perlihatkan akibat kurangnya pendidikan yang mereka terima. Halnya dengan perilaku menyimpang yang mereka lakukan sebagai pelarian dari kurangnya perhatian yang mereka harapkan.

Gaya hidup anak jalanan mendidik mereka untuk menjual rasa iba, sejak dini, melahirkan mental-mental rusak yang semakin kental ketika mereka dewasa nantinya. Anak-anak jalanan yang masih belia kelak akan terpengeruh, teman-temannya untuk nge”lem” atau nge”boat”, dan pipi bulatnya akan cekung, binar matanya akan meredup, tubuh kecilnya akan layu, kurus kering oleh narkoba. Ngelem merupaka kata yang sangat akrab terutama bagi anak yang hidup di jalanan. Anak bisa menahan lapar, meringankan penderitaan, menghilangkan persoalan dan membuat pikiran tenang. Bisa mendapatkan apa saja yang mereka idam-idamkan, tentunya dengan hayalan.

23.


(40)

Berhalusinasi, ngelem juga dianggap sebagai trend atau keren bagi komunitas mereka. Apabila tidak ngelem mereka mengatakan tidak “gaul” bahkan “pengecut” kepada bagi mereka yang tidak ngelem. Dan ngelem ini sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian besar anak jalanan di kota Medan.

Diungkapkan oleh Henan Crispo alias Batara (15 tahun) anak jalanan yang mencari keberuntungan sebagai pengamen di simpang jalan Gajah Mada, Medan. “Saya seringkali diejek sebagai seorang pengecut karena saya tidak mau ikut ngelem dengan mereka. Beberapa hari kemudian tepatnya hari minggu, saya suntuk sekali karena adik saya yang bernama ucok dipukuli di daerah padang bulan, saya sangat kesal dan marah, lalu saya turut mereka untuk ngelem. Mereka memberi saya lem sebanyak satu kaleng, dan mulai menghisap lem tersebut.

Saya menghisap lem tersebut, saya merasa seperti terbang dan berbagai hayalan banyak datang. Saya baru pertama kali ngelem rasanya kepalaku mau pecah, hidungku rasanya seperti disumbat dan mata merah. Selain itu, saya cepat sekali emosi dan merasa sayalah yang jago dan tak terkalahkan. Pandangan berkunang-kunang dan bayangan hitam datang mendekat dan seperti meremas-remas kepala.

Menelusuri lebih jauh lagi, apa sebenarnya yang mendasari anak khususnya anak jalanan hingga memiliki kebiasaan dan menjadi ketergantungan terhadap ngelem, ada beberapa faktor. Pertama, ngelem merupakan sebagai pelarian terhadap adanya gangguan karakter pada diri anak, seperti marah, suntuk, kesal dan lain-lain dimana karakter anak mangalami gangguan. Kedua, dengan


(41)

ngelem membuktikan bahwa anak diterima dalam pergaulan ataupun komunitas. Dimana seorang anak jalanan tidak ngelem akan dijuluki pengecut atau tidak gaul dan juga adanya tekanan sosiokultural seperti bangga bila ngelem. Ketiga, dengan memungkinkan untuk menghilangkan rasa lapar, kelelahan dan juga rasa sakit terhadap penyakit yang dideritanya, itu secara fisik. Dan untuk secara psikis bisa menghilangkan rasa cemas, depresi dan stress menghadapi faktor sosial. Keempat, di samping faktor-faktor yang tadi, bisa juga dikatakan bahwa ngelem juga merupakan perwujutan dari sifat-sifat penyimpangan dari norma-norma sosial yang ada.

Ngelem itu sendiri merupakan suatu kegiatan menghirup aroma lem secara komtiniu segingga adanya perubahan pada emosional. Kebanyakan lem yang digunakan untuk ngelem oleh anak-anak adalah lem plastik, lem perabotan dan lem alat rumah tangga. Dimana kesemuanya ini berisi bermacam-macam volatile hidrokarbon termasuk diantaranya, toluene aceton, alifatik acetat, benzine, petroleum naflat, perklorethylen, trikloreane, karbontetraklorida. Selain berisi volatile hidrokarbon, juga mengandung diethyleter, klorofrom, nitrous oxyda, macam-macam aerosol, insektiside.24

Berdasarkan uraian di atas maka dukungan dari teman-teman seperjuangan tidak dapat diabaikan keberadaannya. Steven Box dalam bukunya

24 .


(42)

yang berjudul Deviance, Reality, and Society mengemukakan bahwa ada anak-anak dan remaja yang mempunyai kemauan untuk melakukan kenakalan tetapi tidak pernah tewujud. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, ada beberapa hal yang diperlukan yaitu; 25

1. Keahlian (skills)

a) Anak-anak remaja yang mempunyai keinginan untuk melakukan

kenakalan, mungkin harus menunda keinginanya mengingat mereka tidak mempunyai tingkat pengetahuan yang khusus atau keahlian (skills).

b) Keahlian dalam melakukan kenakalan merupakan proses belajar,

yang diperoleh dari teman-teman sekelompok. Cara-cara mengompas, mengancam, menggunakan senjata tajam merupakan kehliannya yang harus dipelajari.

2. Perlengkapan (Suplay)

Seseorang yang mempunyai keinginan untuk melakukan kenakalan akan mengabaikan keinginanya bila tidak mempunyai perlengkapan yang memadai. Perlengkapan ini pun tidak mudah diperoleh. Hanya mereka yang dikenal dan termasuk dalam kelompok yang mudah memperoleh perlengkapan.

25.


(43)

3. Adanya dukungan sosial

Anak yang mempunyai keinginan untuk melakukan penyimpangan/kenakalan baru dapat melaksanakan keinginannya bila terdapat dukungan kelompok. Dukungan sosial, yang berbentuk dukungan kelompok sangat penting bagi pelaksanaan kejahatan. Dengan adanya dukungan kelompok ini segala perbuatan yang akan dilakukan dapat direncanakan dengan baik. Dan yang lebh penting lagi, dengan dukungan sosial ini akan diperoleh pembenaran dari perbuatan tersebut.

4. Adanya dukungan simbolis (Symbolic Support)

Para remaja yang mempunyai kemauan dan kemampuan dalam melaksanakan kenakalan, memerlukan dukungan simbolis sebagai dasar pembenaran dari perbuatan yang dilakukan.

C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN ANAK JALANAN

A. Sebab-Sebab Kenakalan Menurut Teori Kriminologi

Ada tiga bagian yang disebut dalam typhological atau bio-typhological berdasarkan dalil yang menyatakan bahwa beda penjahat dan bukan penjahat terletak pada sifat-sifat tertentu pada kepribadian, yang mengakibatkan seorang tertentu dalam suatu keadaan berbuat kejahatan dan seseorang lain tidak. Kecencerungan berbuat jahat ini mungkin diturunkan dari orang tua atau merupakan ekspresi dan sifat-sifat kepribadian dan keadaan sosial maupun


(44)

proses-proses lain tidak diperhitungkan dalam menerangkan sebab-sebab kajahatan. Ketiga aliran ini saling berbeda hanya dalam ssifat mana yang diangggap perbedaan anatara penjahat dan bukan penjahat.

Ketiga bagaian sebab-sebab tersebut adalah:

1. Lambrosian

Teori ini dikenal sebagai “Italian School”, yang dimana berpendapat:

a. Penjahat sejak lahirnya sudah mempunyai suatu tipe tersendiri.

b. Memiliki tipe tersendiri, misalnya: tengkorak asimetris, rahang bawah

yang panjang, hidung yang pesek, rambut janggut jarang, tahan sakit.

c. Tanda-tanda lahirnya yang merupakan bawaan sejak lahir seperti berntuk

atavisme atau suatu degenerasi terutama epilepsy.

2. The Mental Testers

Teori ini merupakan teori yang mempertahankan teori Lambrosian. Teori ini lebih menekankan pada feeble minded sebagai suatu ciri khas seseorang penjahat. Teori ini berpendapat bahwa kelemahan otak (yang diturunkan dari orang tua menurut hukum-hukum kebaikan dan mental) mengakibatkan orang-orang bersangkutan tak mampu menilai akibat tingkah lakunya dan tidak biasa menghargai undang-undang sebagaimana mestinya.


(45)

3. The Psychiatric School/Aliran Psikiatri

Teori ini merupakan kelanjutan dari aliran Lambroso, tetapi tanpa bentuk khusus dari tanda badan. Aliran ini mengajarkan bahwa gangguan-gangguan emosional yang terjadi dalam hubungan pergaulan kelompok merupakan penyebab kejahatan dan warisan biologis sebagai penyebab kejahatan sudah tidak diakui lagi. Aliran ini sangat dipengaruhi oleh Sigmund Freud, Khusus ajarannya yang menitik beratkan pada: ”alam tak sadar”, frustasi dan Oedipus Complex.26

B. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Anak Jalanan

Kenakalan anak tidak timbul dan ada begitu saja dalam setiap kehidupan, karena kenakalan-kenakalan tersebut mempunyai penyebab yang merupakan faktor terjadinya kenakalan anak. Mengetahui sebab musabab timbulnya kenakalan anak jalanan harus diperhatikan faktor-faktor dari dalam diri anak tersebut, faktor keluarga, lingkungan dan lain-lainnya yang dapat mempengaruhi seseorang anak itu melakukan kenakalan. Kenakalan anak jalanan sering terjadi dalam masyarakat bukanlah suatu keadaan yang berdiri sendiri. Kenakalan anak jalanan tersebut timbul karena adanya beberapa sebab dan tiap-tiap sebab dapat ditanggulangi dengan cara-cara tertentu.

Menurut POLRI dalam mengangai kasus-kasus yang terjadi di masyarakat dapat dikatakan bahwa banyak faktor yang turut mempengaruhi

26 .


(46)

terjadinya kenakalan anak jalanan. Untuk terjadinya suatu penggaran maka 2 (dua) unsur harus bertemu yaitu NIAT untuk melakukan suatu pelanggaran dan KESEMPATAN untuk melaksanakan niat tersebut. Jika ada salah satu dari kedua unsur tersebut dia atas maka tidak akan terjadi apa-apa, niat untuk melakukan pelanggaran tetapi tidak ada kesempatan untuk melaksanakan niat tersebut, maka tidak mungkin terlaksana pelanggaran itu. Sebaliknya walaupun ada kesempatan, tetapi tidak ada niat untuk melanggar maka juga tidak akan terjadi suatu pelanggaran. Jadi kedua unsur NIAT dan KESEMPATAN adalah hal yang sangat penting dalam hal terjadinya kenakalan anak jalanan.27

Di sisi lain ada pula faktor-faktor penyebab kenakalan anak jalanan yaitu faktor yang mempengaruhi secara langsung adalah faktor endogin dan faktor eksogin. Yang dimaksud dengan faktor endogin adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri yang mempengaruhi tingkah laku yaitu antara lain:

a. Cacat yang bersiafat biologis dan psikis

b. Perkembangan kepribadian dan inteligensi yang terhambat sehingga tidak biasa menghayati norma-norma yang berlaku.

Faktor-faktor eksogin adalah faktor-faktor yang berasal dari anak, yang mempengaruhi tingkah lakunya, antara lain:

a. Pengaruh negative dari orangtua,

b. Pengaruh negative dari lingkungan sekolah,

27.


(47)

c. Pengaruh negative dari linfkungan masyarakat,

d. Tidak ada/kurangnya pengawasan orangtua,

e. Tidak ada/kurangnya pengawasan pemerintah,

f. Tidak ada/kurangnya pengawasan masyarakat,

g. Tidak ada pengisian waktu yang sehat,

h. Tidak ada pekerjaan,

i. Lingkungan fisik kota besar,

j. Anonimitas karena banyaknya penduduk kota-kota besar, dll.28

Faktor-faktor penyebab kejahatan anak jalanan yang telah diuraikan di atas, ada beberapa factor lain yang ditinjau dari lingkungan tempat anak bertumbuh dan berkembang. Faktor-faktor lingkungan tersebut terdiri:

1. Lingkungan Keluarga

Keluarga menjadi tolak ukur orang menilai kepribadian dan keberadaan anak di luar lingkungan keluarga. Keluarga adalah satu-satunya tempat pendidikan awal sebelum berlangsung ke instansi lain di luar keluarga. Berbagai problem yang menyangkut kejahatan anak akhir-akhir ini tidak lepas dari keterkaitannya dengan lingkungan keluarga.

28.

Ninik Widiyanti-Panji Anoraga, Perkembangan Kenakalan dan Masalah ditinjau


(48)

Ada beberapa factor yang mempengaruhi perilaku remaja oleh keluarga:

1) Status ekonomi orangtua rendah, banyak penghuni/keluarga besar, rumah

kotor, moralitasnya merupakan tanda Tanya sehingga tidak mampu mengembangkan ketengan emosional pada anak.

2) Anak kurang mendapat kasih saying, kurangnya pengawasan secara

langsung dan tidak diasuh oleh orangtua kandung serta tidak ada persekutuan antara anggota keluarga.

3) Ada penolakan baik ibu maupun ayah atau broken home (karena kematian,

perceraian, hukuman dan lain-lain)

2. Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan satu-satunya tempat anak mendapatkan pendidikan secara formal dengan kesungguhannya melaksanakan tugas untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yang diharapkan adalah membimbing anak didik menjadi warga Negara pancasila yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, bermoral, berkesadaran masyarakat serta bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat. Tetapi tidak jarang sekolah menjadi tempat yang turut mempengaruhi pola kenakalan anak, diantaranya:

1) Sekolah yang selalu berusaha memanjakan anak-anak yang sebenarnya

kurang mampu.


(49)

3) Sekolah menerapkan disiplin secara kaku, tanpa mengiraukan perasaan anak serta suasana sekolah yang buruk menimbulkan anak-anak yang suka membolos, malas belajar, melawan guru dan meningggalkan sekolah (droup out)

3. Lingkungan Masyarakat

Masyarakat adalah keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya tersusun dari berbagai system dan sub system salah satunya adalah keluarga. Proses untuk membentuk seorang individu masyarakat mendapat peranan penting terutama dalam membentuk mentalitas hidup seorang anak.

Ada beberapa hal yang terdapat dalam masyarakat kita yang mempengaruhi pola kehidupan remaja, antara lain:

1) Sulit memperhatikan kepentingan anak dan melindungi hak anak

khususnya berhadapan dengan berbagai perilaku kekerasan terhadap anak yang marak terjadi belakangan ini.

2) Masyarakat kita sulit memberikan kesempatan bagi anak untuk

melaksanakan kehidupan social, dan tidak mampu menyalurkan emosi anak secara sehat.

3) Perilaku masyarakat yang suka memilah-milah atau mengkategorikan

masyarakat berdasarkan umur. Hal ini menjadikan para remaja seolah-olah tersisih dari suatu hubungan yang positif, bermakna, langgeng, dan


(50)

mendalam dengan generasi yang lebih tua yang sebenarnya bias

membantu mereka dalam pertumbuhannya.29

Persoalan anak jalanan sangat serius mengingat bahwa problem anak jalanan merupakan problem kota yang mesti ditangani sepadan dengan masalah-masalah sosial lainnya, seperti gelandangan, pengungsi, dan pengangguran. Disimpulkan penyebab anak jalanan melakukan kenakalan diantaranya adalah:

1. Kemiskinan

Alasan itu memang terasa klasik dan menjadi kambing hitam semua persoalan sosial mulai dari ciblek, WTS, penjahat, gelandangan. Namun, kemiskinanalah yang mendorong orang untuk turun ke jalan. Biasanya, hal itu berawal dari orangtua yang kurang mempedulikan pendidikan anaknya karena mereka sibuk mencari nafkah, suasana yang kurang harmonis dalam keluarga. Orangtua yang tidak mengerti bagaimana mendidik anak secara benar dan bermutu sangat potensial anak-anaknya menjadi lepas kendali dan tidak mampu merenguh nilai-nilai sosial kemasyarakatan sebagaimana layaknya anak-anak yang lain.

2. Lingkungan

Tempat tinggal anak sangat mempengaruhi pola pergaulan anak-anak. Dari situasi lingkungan itu pula, kita akan segera tahu latar belakang awal mengapa anak-anak turun ke jalanan. Situasi lingkungan yang keras, kumuh, banyak

29.


(51)

stres sangat memungkinkan anak-anak menjadi tidak betah tinggal di rumah dan melarikan diri ke jalanan. Jalanan mereka yakini sebagai konformitas sosial baru yang mampu memberikan ruang kebebasan sehingga di sana diperoleh sahabat, teman, serta membentuk mentalitas baru.

3. Figur orangtua bukan figur teladan

Dari pengalaman-pengalaman perjumpaan dengan anak jalanan, semakin bahwa keluarga yang orangtuanya broken home, masing-masing mempunyai WIL dan PIL sangat potensial anak-anaknya turun ke jalanan. Penyimpangan-penyimpnangan yang dilakukan oleh orangtua menjadi stressor yang sama sekali tidak mendidik anak-anak, bahkan anak menjadi kehilangan figur idola. Bisa jadi, mereka tidak miskin secara ekonomis, bahkan banyak juga anka-anak jalanan yang dalam kelompok itu sosial ekonomisnya cukup mapan.

4. Bentuk antara nilai-nilai dan nilai-nilai global

Era globalisasi yang sudah mulai kita rasakan membawa nilai baru ke dalam kehidupan masyarakat kita berupa kebebasan, penggeseran nilai-nilai moral, dan semakin kompleksnya tantangan kehidupan.

5. Klasifikasi anak jalanan sendiri

Kadang kalamasyarakat hanya melihatnya bahwa semua yang berada di jalanan itu pasti dalam kelas yang sama. Mereka terdiri dari pengasong, penjual koran, pengamen, pemulung, pengemis, pengelap kaca mobil. Keberadaan mereka di jalanan memang kadang merepotkkan para pengemudi terutama di


(52)

perempatan-perempatan. Meski tidak akan mengganggu atau berbuat jahat, tetapi “stigma” yang melekat pada mereka membuat masyarakat pasang kuda-kuda. Daripada repot, lebih baik selalu menyiapkan uang recehan, takut mobil digores, takut dimaki-maki. Memang kadang juga ada yang memaksa dengan nada marah, meski kita sudah menjelaskan kalau kita memang tidak mempunyai uang. Tetapi, ada juga yang dengan santun minggir, ketika kita mengatakan tidak punya recehan untuk keperluan tersebut.


(53)

BAB III

FAKTOR PENYEBAB TERBENTUKNYA ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN

A.BENTUK-BENTUK KENAKALAN YANG DILAKUKAN ANAK

JALANAN DI KOTA MEDAN

Keberadaan anak jalanan di Kota Medan sudah menjadi perhatian yang sangat serius di kalangan masyarakat. Menurut PKPA (Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak) anak jalanan adalah sebagai korban. Akan tetapi tindakan-tindakan kriminal yang mereka lakukan seperti perkelahian yang tidak diinginkan, yang melakukan pencopetan, mengganggu ketentraman pungguna jalan atau memaki, mencoret, atau merampas hak orang lain.30

Dalam hal ini Lembaga Dinas Sosial belum ada melakukan kerjasama atau memberikan perhatian dalam penanggulangan dan pencegahan kenakalan anak jalanan di Kota Medan. Adapun bentuk-bentuk kenakalan anak jalanan di Kota Medan adalah sebagai berikut:

1. Waldi Silalahi adalah anak berumur 17 tahun bertempat tinggal di

darah Amplas dan biasanya sering mangkal di terminal Amplas. Waldi ini seorang anak putus sekolah dikarenakan keluarga yang broken home, ayahnya dan ibunya menikah lagi dengan orang lain. Waldi ini anak ketiga dari empat bersaudara. Sejak kecil dia tidak pernah merasakan kasih sayang kedua orang tuanya, dan Waldi ini

30.

Hasil wawancara dengan Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak di Kampung Susuk Ujung pada tanggal 7 mei 2012.


(54)

sudah terbiasa hidup di terminal Amplas sejak usia 12 tahun. Dengan kondisi keluarga yang broken home Waldi pun merasa tidak mempunyai harapan untuk bersekolah dan mencapai cita-citanya lagi

menjadi pemain sepak bola terkenal. Seiring waktu berjalan Waldi

pun stres terkadang dia melamun, dan merenung di suatu tempat dekat pohon yang ada batu-batuannya. Tiba-tiba kawannya datang dan mengajak dia pergi ke suatu tempat, awalnya dia ditawarkan untuk merokok, berlanjut keenakan mengisap sebatang rokok dan akhirnya ketagihan. Dengan rasa tidak puasnya lagi, awalnya mencoba dengan “nglem” lama kemudian akhirnya ketagihan dan hampir setiap harinya dia nglem, karena menurut Waldi, apabila dia nglem dapat menghilangkan stres dan semua beban pikiran yang di dalam benaknya hilang begitu aja. Menurut Waldi nglem ini sangat membantu daya tahan pikirannya menjadi berandai-andai seakan-akan dunia ini miliknya. Dan segala sesuatu apa yang dia perbuat dia sendiri.31

2. Rini Simanjuntak seorang anak perempuan berumur 11 tahun

bertempat tinggal di terminal Amplas, anak ketiga dari lima bersaudara. Rini terjun ke jalanan semenjak dia berumur 9 tahun,

31.

Hasil wawancara dengan Waldi salah seorang anak jalanan di sekitar Terminal Amplas pada tanggal 9 Mei 2012.


(55)

dimana dia terikut dengan kawan-kawannya yang hidup di jalanan. Rini mempunyai kedua orang tua yang masih ada, akan tetapi ayah rini seorang pekerja sorang supir angkot, sedangkan ibunya bekerja sebagai pedagang asongan di pinggiran terminal Amplas. Rini putus sekolah dikarenakan faktor ekonomi dari keluarga yang tidak mampu membiayai pendidikan sekolahnya. Bagi Rini makan sehari-hari sangat sulit apalagi untuk sekolah mendapatkan pendidikan sama seperti anak-anak lainnya yang bersekolah. Rini ingin sekali mendapatkan pendidikan sekolah, akan tetapi keterbatasan ekonomi kedua orang tuanya yang tidak mampu memebrikan dia bersekolah akhirnya dia memutuskan untuk terjun dalam kehidupan di jalanan. Terkadang Rini tidak tau melakukan apa-apa, akan tetapi awalnya kawannya meengajak dia untuk ikut mngamen, lama kemudian Rini pun jadi terbiasa mengamen di pinggiran jalanan terutama di lampu merah simpang Amplas. Pada saat Rini mengamen terkadang orang pengguna jalan, terutama pengguna mobil seperti orang kaya, tidak mau memberikan uang dari hasil ngamennya. Orang kaya ini mau memarahi atau mengusir Rini ketika pada saat dia siap mengamen, bukan mendapatkan uang dari hasil ngamen akan tetapi dimarah-marahi oleh pengguna jalan tersebut. Bagi Rini orang pengguna mobil pribadi adalah orang yang sok dan sombong karena mereka tidak merasakan gimana hidup di jalanan. Terkadang Rini kesal dengan tindakan yang mereka perbuat tersebut, dengan rasa kesalnya


(56)

Rini pun membalas dengan memaki dan mencoret mobil pribadi tersebut.32

3. Podi Nainggolan bertempat tinggal di terminal Amplas berusia 11

tahun, anak kedua dari tiga bersaudara, dan dia hidup di jalanan sejak dia berumur 6 tahun. Kedua orang tua Podi masih hidup akan tetapi ayahnya tidak memperdulikannya lagi, sedangkanj ibunya menikah dengan orang lain. Podi adalah salah satu anak yang tidak bersekolah dikarnakan kedua orang tuanya tidak peduli dengan dia, dan karna faktor ekonomi yang tidak mampu. Podi adalah salah satu anak yang ingin sekali bersekolah, akan tetapi karena keterbatasan materi oarang tua yang tidak sanggup membiayai pendidikan sekolahnya, akhirnya Podi memutuskan hidup di jalanan semenjak dia masih kecil. Podi salah satu anak yang awalnya anak yang baik, walaupun terkadang orang tuanya tidak peduli dengan dia, dan tidak mendapat rasa kasih sayang dari kedua orang tuanya. Karena terikut dengan kawan samp sekarang ini Podi melakukan tindakan “nglem”. Karena bagi Podi nglem itu sangat berguna dan menghilangkan rasa stresnya dan beban pikirangnnya pun hilang seketika itu, karena bagi Podi nglem itu enak dan nikmat, segala beban pikiran lepas dan bisa berandai-andai dan juga memiliki apa yang dia mau.33

32.

Hasil wawancara dengan Rini salah seorang anak jalanan di sekitar Terminal Amplas pada tanggal 9 Mei 2012.

33.

Hasil wawancara dengan Podi salah seorang anak jalanan di sekitar Terminal Amplas pada tanggal 9 Mei 2012.


(57)

4. Menurut Waldi: bentuk kenakalan yang lain yaitu penganiayaan. Contohnya, beberapa anak-anak SMP yang sekolahnya berada di sekitar Amplas, pulang dari sekolah tidak ada sebab tiba-tiba, salah seorang dari anak SMP tersebut memukuli temannya Waldi yang sesama anak jalanan. Mereka tidak terima karena mereka memukuli temannya ini tanpa sebab, apalagi yang mereka pukuli ini adalah seorang anak perempuan anak jalanan yang tidak tahu apa-apa. Waldi dngan teman-teman anak jalanan tidak terima dengan perbuatan penganiayaan yang dilakukan anak SMP tersebut, akhirnya mereka menyerang balik anak SMP tersebutdengan memukuli sama seperti apa yang mereka lakukan terhadap teman anak jalanan. Karena menurut Waldi tidak selamanya anak jalanan itu disalahkan, itu tergantung dari si anak jalanan tersebut.34

menurut penuturan bebaerapa anak jalanan di atas, adapun bentuk-bentuk kejahatan yang meraka lakukan adalah kebiasaan nglem, memaki-maki, mencoret mobil pengguna jalan dan mencopet. Dalam hal ini dapat meresahkan kehidupan di kalangan masyarakat. Salah satu sisi kebaikan yang dapat kita lihat dari anak jalanan ini adalah mereka saling memberi, menolong apabila salah satu teman mereka ada yang sakit atau tidak mepunyai untuk makan. Rasa persaudaraan itu pun selalu mereka junjung tinggi, walaupun mereka tidak ada yang mengarahkan atau membina mereka.

34.


(58)

B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MELATAR BELAKANGI TINDAKAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK-ANAK JALANAN.

Faktor terjadinya kenakalan dikalangan anak jalanan di Amplas adalah lebih cenderung kepada ikut-ikutan dari teman-teman yang hidup di jalanan. Contoh: kebiasaan nglem. Untuk diusia Dodi yang diwawancarai oleh penulis dikarenakan dia ikut-ikutan dengan abang-abang yang sama seperti dia yang hidup di jalanan. Ada satu hal penuturan dari seorang anak jalanan yang sudah berumur 22 tahun, Rio Manurung yang sejak usia 11 tahun dan dari pengakuan Rio sudah hidup di jalanan dan mengaku seringkali tertangkap Satpol PP, dan dari pengakuan Rio mereka sering mendapatkan penyiksaan di kantor Satpol PP dan mereka dikurung ditahanan sel, akan tetapi mereka dibiarkan keluar dari tahanan sel apabila mereka membayar denda sebesar Rp. 10.000.

Tindakan Satpol PP yang demikian memicu perasaan marah dan dendam dari anak-anak jalanan yang tertangkap shingga ketika Satpol PP hendak menagkap, mereka cenderung menyerang balik dengan cara melawan, memaki-maki Satpol PP tersebut.

Faktor lainnya yang melatar belakangi dan mempengaruhi tindakan kehidupan yang dilakukan anak jalanan tinjau dari segi kepentingan, anak jalanan dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:

a. Pertama, Anak yang berada di jalanan disebabkan karena mereka

tidak memiliki pilihan, karena tidak memiliki orang tua maupun keluarga asuh, sehingga mereka harus mempertahankan hidup dengan mencari nafkah di jalanan. Kelompok ini disebut Anak Tanpa Pilihan.


(59)

b. Kedua, anak berada di jalanan karena desakanekonomi keluarga, dimana anak harus ikut menopang ekonomi keluarga. Kelompok ini disebut Anak Penopang Keluarga.

c. Ketiga, anak berada di jalanan karena kondisi yang kurang

menguntungkan, antara lain, mendapat tekanan dari orang tua, dan saran kehidupan yang kurang memadai. Kelompok ini disebut, Kondisi Keadaan Anak.

d. Keempat, anak beradan di jalanan karena hobi dan senang mencari

uang serta sekedar ingin menyalurkan bakatnya. Kelompok ini disebut, Anak yang Iseng di Jalanan.

Masyarakat memandang bahwa masalah anak jalanan merupakan masalah yang kompleks bahkan membentuk sebuah lingkaran yang sulit dilihat ujung pangkalnya. Kalangan aparat hukum, misalnya polisi, memandang bahwa payung kebijakan yang dapat digunakan untuk menangani anak jalanan belum ada. Anak sulit untuk melakukan tindakan hukum berhubung tidak adanya undang-undang khusus mengenai anak jalanan seperti, misalnya: Perda, Perpu atau yang lainnya. Dirasa sulit untuk mengadakan pencegahan agar anak-anak tidak berada di jalan. Pemerintah sampai saat ini masih dianggap gagal dalam menghadapi anak jalanan. Semua itu lebih disebabkan karena faktor metode penanganan anak jalanan yang masih bersifat parsial dan instruksional.

Metode pemrintah selalu saja terbentur oleh berbagai bentuk perlawanan anak jalanan, karena kebijakan yang diambil seolah-olah menafikkan peran dan keberadaan anak. Penertiban terhadap anak jalanan yang dilakukan saat ini masih


(60)

banyak menggunakan cara-cara kekerasan atau pendekatan kriminal, misalnya dengan cara razia yaitu “digaruk” ditahan, bahkan ada yang melakukan razia dubur. Cara-cara seperti ini sungguh tidak etis dan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Sebenarnya dalam “garukan” ini pun ada nilai positifnya. Pemerintah belum cukup jeli mengambil makna tindakan garukan tersebut. Garukan seolah-olah dijadikan justifikasi pemerintah untuk memberikan efek jera terhadap anak jalanan. Tanpa disadari justru kebijakan pemerintah ini dapat mengkriminalisasikan anak jalanan. Apabila ada razia anak jalanan, anak-anak tersebut hanya ditangkap, didata, lalu dilepas lagi, dan kembali menjadi anak jalanan. Model razia tersebut bukan solusi dan dengan melakukan razia tersebut merasa pemerintah dapat dikatakan sengaja menelantarkan anak jalanan dan justru menambah stigma yang buruk terhadap anak jalanan. Seperti dapat mendorong anak-anakk jalanan tersebut melakukan kejahatan, mereka akan cenderung menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku.

Peneliti mengelompokkan anak jalanan di Kota Medan menjadi dua kelompok yaitu: anak jalanan yang hadir dari sebuah tuntutan hidup, dan anak jalanan hadir dari keinginan untuk kebebasan hidup.

1. Anak jalanan hadir dari sebuah tuntutan hidup35

Setiap orang pastinya menginginkan kehidupan yang layak, dan berkecukupan. Seorang anak mestinya mereka hidup dengan selayaknya, bermain, bersuka ria dan belajar tanpa harus memikirkan hal lain dari itu.

35.


(61)

Tetapi tidak semua anak mendapatkan semua itu. Faktor ekonomi keluarga yang kurang mampu dan berbagai alasan lain, terkadang anak harus bekerja dan memiliki penghasilan agar dapat melanjutkan hidupnya. Fenomenan anak jalanan di Kota Medan yang kita lihat merupakan dampak dari tuntutan hidup mereka yang pada akhirnya menjadikan mereka menjadi anak jalanan. Dengan hal demikian akibat mereka turun ke jalanan mereka dipaksa dan dituntut untuk bertahan hidup, dan mampu mengatasi pemasalahan mereka sendiri yang mereka alami dan yang mereka rasakan saat hidup di jalanan. Oleh sebab itu dalam menanggulangi atau mengupayakan agar anak jalanan tersebut mampu bertahan dan hidup di jalanan pun harus melakukan dengan cara kekerasan seperti memaki-maki, mencoret-coret mobil pengguna jalan, atau mencopet di jalanan. Dengan cara seperti inilah anak jalanan tersebut hadir demi sebuah tuntutan hidup, demi kelangsungan kehidupannya sebagai anak jalanan terus menerus tanpa ada bantuan dari orang lain, kecuali dirinya sendiri yang membantu dan memecahkan dan menjadikan hidupnya layak agar dapat bertahan hidup untuk kedepannya dan masa yang akan datang.

2. Anak jalanan hadir dari keinginan untuk kebebasan hidup

Alasan-alasan di atas ada sebuah temuan yang menarik yang didapat oleh peneliti, dimana keberadaan anak jalanan juga disebabkan karena keberadaan karena anak jalanan tersebut disebabkan oleh keinginannya untuk mendapatkan kebebasan dan menyalurkan bakat yang dimilikinya,


(62)

bukan karena tuntutan hidup, contohnya: pedagang koran dan sebagai pengamen. Data yang diperoleh dari pernyataan yang dikemukakan oleh salah seorang anak jalanan dan menjadi anak jalanan, karena kurangnya kebebasan yang didapat di dalam keluarga, hobi dan bakatnya tidak dapat disalurkan yang dimilikinya bukan karena tuntutan hidup dan ia memilih untk hidup menjadi anak jalanan, sehingga ia memiliki kebebasan dan dpat mengekpresikan dirinya. Begitu juga dengan seorang anak yang turun ka jalan setelah pergi dari rumahnya dan bergabung untuk turun ke jalanan dan tinggal di jalanan dikarenakan keinginannya atau permintaannya tidak dipenuhi oleh keluarga. Menjadi anak jalanan telah memebrikan kebebasan dalam hidupnya dan ia dapat menyalurkan hobi dan bakatnya tanpa ada tantangan dari orang lain atau anak jalanan ini ingin mendapatkan penghasilan sendiri dari hasil mengamen karena di dalam dirinya ia merasa memiliki kemampuan dan bakat dalam bernyanyi dan memetik gitar. Dengan cara seperti itulah anak jalanan tersbut menyalurkan dan mengekspresikan dirinya di jalanan. Terkadang ia mendapatkan hasilnya dan ada juga pada saat ia mengamen ia tidak mendapatkan apa-apa.36

Fenomena ini menjadi hal yang cukup menarik melihat bagaimana seorang anak berperan menjadi anak jalanan dalam usia yang seharusnya mengenyam semua pendidikan, tanpa ada satu hal yang dapat merusak

36.


(63)

konsentrasinya dalam belajar. Tetapi faktor ini merupakan salah satu hal yang harus dikaji lebih dalam karena mungkin bukan karena hobi atau untuk kebebasan hidup saja mereka menjadi anak jalanan dan hidup di jalanan. Beberapa temuan yang didapatkan di lapangan menyimpulkan anak ini betah dan di jalanan dengan orintasi jauh berbeda dari alasan awal mereka turun di jalan. Faktor hobi dan kebebasan hidup merusak pemikiran tentang perspektif masa depan yang lebih layak dari sekedar harus menjadi pengamen di jalanan. Pemikiran-pemikiran mereka seperti ini sangat sempit, karena yang mereka jalani saat ini, sudah sangat nyaman bagi mereka dan sudah menjadi kebiasaan rutin bagi mereka. Yang pada akhirnya tidak memberikan ruang lagi untuk berfikir dan ruang untuk memberikan dirinya bercermin dalam memikirkan tentang masa depannya nantinya.

C.FAKTOR PENYEBAB TERBENTUKNYA KENAKALAN ANAK

JALANAN DI KOTA MEDAN

Faktor penyebab terbentuknya kenakalan anak jalanan di Kota Medan, tidaklah jauh dengan kehidupan dengan anak-anak jalanan di Kota-kota besar lainnya. Kenakalan anak jalanan merupakan salah satu perbuatan yang mana, dia melakukan kenakalan tersebut dikarenakan kehidupannya di jalanan yang membuat hidupnya sepertinya tidak layak, dan merasa terasing apabila dibandingkan dengan kehidupan anak-anak lainnya.

Faktor-faktor penyebab kejahatan anak jalanan ditinjau dari lingkungan tempat anak jalanan itu tumbuh dan berkembang terdiri dari:


(64)

1. Lingkungan Keluarga

Keluarga menjadi tolak ukur menilai kepribadian dan keberadaan anak di luar lingkungan keluarga. Keluarga adalah satu-satunya tempat pendidikan awal sebelum berlangsung ke instansi lain di luar keluarga. Berbagai problem yang menyangkut kejahatan anak akhir-akhir ini tidak lepas dari keterkaitannya dengan lingkungan keluarga.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku remaja oleh keluarga:

a. Satatus ekonomi orang tua rendah, banyak penghuni/keluarga besar,

rumah tangga kotor, moralitasnya merupakan tanda tanya sehingga tidak mampu mengembangkan ketenangan emosional pada anak.

b. Anak kurang mendapat kasig sayang, kurangnya pngawasan secara

langsung dan tidak diasuh oleh orang tua kandung serta tidak ada persekutuan antara anggota keluarga.

c. Ada penolakan baik ibu maupun ayah atau broken home (karena kematian,

perceraian, hukuman dan lain-lain).

2. Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan satu-satunya tempat anak mendapatkan pendidikan secara formal yang dengan kesungguhannya melaksanakan tugas untuk mewujudkan tujuan pendidikan.tujuan pendidikan yang diharapkan adalah membimbing anak didik menjadi warga negara pancasila yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, bermoral, berkesadaran masyarakat serta bertanggungjawab terhadap kesesjahteraan masyarakat. Tidak jarang sekolah menjadi tempat yang turut mempengaruhi pola kejahatan anak jalanan, diantaranya:


(65)

a. Sekolah yang selalu berusaha memanjakan anak-anak yang sebenarnya kurang mampu.

b. Guru bersifat menolak (reject)

c. Sekolah menerapkan disiplin secara kaku, tanpa menghiraukan perasaan

anak serta suasana sekolah yang buruk menimbulkan anak-anak yang suka membolos, malas belajar, melawan guru dan meninggalkan sekolah (droup out).

3. Lingkungan Masyarakat

Masyarakat adalah kesluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifat dan tersusun dari berbagai sistem dan sub sistem salah satunya adalah keluarga. Dalam proses untuk mmbentuk seorang individu masyarakat mendapat peran penting terutama dalam membentuk mentalitas hidup seorang anak.

Ada beberapa hal yang terdapat dalam masyarakat kita yang mempengaruhi pola khidupan anak, anatara lain:

a. Sulit memperhatikan kepentingan anak dan melindungi hak anak

khususnya berhadapan dengan berbagai perilaku kekerasan terhadap anak yang marak terjadi belakangan ini.

b. Masyarakat kita sulit memberikan kesempatan bagi anak untuk

melaksanakan kehidupan sosial, dan tidak mampu menyalurkan emosi anak secara sehat.


(66)

c. Perilaku masyarakat yang suka memilah-milah atau mengkategorikan masyarakat berdasarkan umur. Hal ini menjadikan para remaja seolah-olah tersisih dari suatu

hubungan yang positif, bermakna, langgeng, dan mendalam dengan generasi yang lebih tua yang seharusnya bisa membentu mereka dalam pertumbuhannya.37

Banyak faktor penyebab remaja terjerumus ke dalam kawanan anak jalanan. Namun, salah satu penyebab utama mengapa remaja memilih bergabung dengan anak jalanan adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh terlalu sibuknya kedua orang tua mereka dengan pekerjaan, sehingga perhatian dan kasih sayang kepada anaknya diekspresikan dalam bentuk materi saja. Padahal materi tidak dapat mengganti dahaga mereka akan kasih sayang dan perhatian orang tua.38

Disimpulkan latar belakang terjadinya tindak penganiayaan yang dilakukan oleh anak jalanan adalah, mencakup dua faktor utama. Faktor terseut adalah faktor internal sipelaku dan faktor eksternal dari si pelaku. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari individu, sedangkan faktor eksternal datang dari luar individu. Akan tetapi sangat mempengaruhi pola perilaku individu. Faktor yang termasuk internal adalah faktor dari dalam diri individu itu sendiri, seperti keyakinan agama, pengalaman individu, pengetahuan individu dan proses belajar. Keyakinan agama tentunya membentangi setiap manusia dalam melakukan

37.

http;//golingkara.blogspot.com/2012/5/ kenakalan anak jalanan.html.

38..

http;//bandungnews;worddpres.com/solusi-alternatif-menanganianak jalanan.html/diakses pada tanggal 08 Mei 2012, hal 1.


(1)

terhadap kekeliruan yang telah dilakukan. Sebaliknya, orang tua dan para pembina anak harus memperbanyak kearifan, kebaikan, dan keadilan, agar orang dewasa dapat dijadikan panutan bagi anak-anak muda demi perkembangan dan proses kultivasi generasi muda penerus bangsa.64


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Pandangan kriminologi terhadap kenakalan anak jalanan sebagai salah satu bentuk problema sosial merupakan sebuah kenyataan yang harus du hadapi oleh setiap lapisan masyarakat. Untuk menganalisa atau mengadakan diagnosa terhadap kenakalan-kenakalan yang meningkat saat ini, belum dapat dilakukan, karena keadaan pengetahuan kriminologi dewasa ini belim memungkinkan untuk tegas menentukan sebab, mengapa orang melakukan kenakalan.

2. Faktor pendorong terbentuknya kejahatan anak jalanan karena kenakalan tersebut mempunyai penyebab yang merupakan faktor terjadinya kenakalan anak jalanan. Untuk megetahui sebab musabab timbulnuya kenakalan anak jalanan harus di perhatikan faktor-faktor dari dalam diri anak jalanan tersebut, faktor keluarga, lingkungan, ekonomi, dan hal-hal lainnya yang dapat mempengaruhi anak jalanan tersebut melakukan kenakalan. Kenakalan yang di lakukan anak jalanan tersebut yang sering mereka lakukan di jalanan tidak terlepas dari kedaan yang membuat anak jalanan itu harus bergantung kepada kehidupannya di jalanan.

3. Hambatan dan upaya yang dilakukan anak jalanan dalam bentuk apapun mempunyai akibat yang negatif baik bagi masyarakat umum maupun bagi diri anak jalanan itu. Tindakan penanggulangan masalah kenakalan anak jalanan

83


(3)

dapat di bagi dalam tindakan prefentif, tindakan represif, tindakan kuratif (rehabilitasi).

B. SARAN

1. Perlu sebaiknya masalah tindak penganiayaan yang dilakukan oleh anak jalanan di kota medan di atur secara khusus dalam sebuah peraturan darah (perda) yang tntu saja secara yuridis harus mengacu pada perundang-undangan yang lebih tinggi. Isi perda memuat ketentuan penanganan masalah kejahatan anak jalanan yang meliputi empat unsur,yaitu unsur preventif, unsur represif, unsur kuratif, dan unsur koordinatif.

2. Perlu sebaiknya anak jalanandiperlukan mawas diri dalam melihat kelemahan dan kekurangan diri sendiri dan melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang telah di lakukan. Sebalinya, orang tua dan para pembina anak harus memperhatikan anak, perkembangan anak dan memperbanyak kearifan, kebaikan dan keadilan, agar orang dewasa dapat di jadikan penuntut bagi anak-anak jalanan demi perkembangan dan proses kultivasi generasi kultivasi generasi muda penerus bangsa.

3. Perlu sebaiknya dalam penanganan terhadap anak jalanan tersebut perlu diperhatikan dan dibuat sebuah model pendirian “Zona sejahtera” adalah bentuk solusi untuk membantu pemerintah memaksimalkan penanganan anak jalanan tanpa menggunakan pendekatan kriminal, tetapi dengan pendirian suatu lingkungan yang khusus dibentuk untuk membina anak jalanan. Model pemberdayaan tidak hanya difokuskan pada satu sasaran saja, tetapi juga


(4)

jalanan itu sendiri, keluarga, anak jalanan, masyarakat, para pemerhati anak, akadmisi, aparat penegak hukum, serta instansi terkait lainnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU-BUKU

Darma Weda, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996.

Dirdjonosisworo Soedjono, Penanggulangan Kenakalan, Alumni, Bandung, 1983.

Gultom Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2008.

Gunarasa Singgih D. Dan Ny. Y. Singgih D. Gunarasa, Psikologi Praktis: Anak Remaja dan Keluarga, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2000.

Gunarasa Ny Singgih D. Gunarasa, Psikologi Untuk Keluarga, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2003.

Hadisuprapto Paulus, SH, MH, Juvenile Delinquency, PT. Cita Aditya Bakti, Bandung, 1997.

Hasibuan Ridwan, Kriminologi dalam Arti Sempit dan Ilmu-ilmu Forensik, USU Perss, Medan, 1994.

Kartono Kartini, Patologi Sosial 2 Kenakalan Anak, Grafindo Persada, Jakarta, 2010.

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peraadilan Pidana, Refika Aditama, Bandung, 2008.

Mardalis, Metode Penenlitian Suatu Pendekatan Proposal, Bumi Aksara, Jakarta, 2010.

Mulandar Surya (ed), “Dehumanisasi Anak Marginal : Berbagai Pengalaman Pemberdayaan”, (Bandung Akatiga, 1996).

Ridwan, H.M, SH., Ediwarman, SH., Azas-azas Kriminologi, Diterbitkan: Universitas Sumatera Utara Press (USU PRESS), 1994.

Salahudin, “Anak Jalanan Perempuan”.


(6)

Widayanti-Panji ninik Anaroga, Perkembangan Kenakalan dan Masalahnya ditinjau dari Segi Kriminologi dan Sosial, Prasnya Paramita.

Widiyanti-Panji Ninik Anaraga, Perkembangan Kenakalan dan Masyarakat ditinjau dari Segi Kriminologi dan Sosial, Pradnya Paramita, Jakarta, 1987.

II. UNDANG-UNDANG

Susilo R, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bogor, Politeia, 1994.

Subekti R, Tjitrosudibio R, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta, PT. Pradnya Paramita, 2004.

III. INTERNET

http://bandungnews;worddpes.com/solusi-alternatif-menanganianakjalanan.html/ http://beb7n,worgprs.com/2008/08/13/menanggulangikejahatan

anakjalanan/07Mei2012.

http://golingkara.blogspot.com/2012/12/5/Kejahatananakjalanan.html. http://golingkara.blogspot.com/2010/10/12/Kenakalanremaja.html

http:/m.kompasiana.com/post/4cd6acc89bc1d45330000/prihatin-brutal-dan-tidak-manusiawi/

http://repository.usu.ac.id/register http://scildmedan.blogspot.com/

http://wordpress.com/2012/06/anakjalanan.

87