BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Upaya Dan Hambatan Dalam Melakukan Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan Ditinjau Dari Segi Aspek Kriminologi Di Medan Amplas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah generasi penerus bangsa yang memiliki keterbatasan dalam

  memahami dan melindungi diri dari berbagai pengaruh sistem yang ada dan merupakan ujung tombak perubahan dari setiap zaman. Anak nakal adalah anak yang melakukan tindak pidana, penganiyaan, pemerkosaan, pelecehan seksual dan lain sebagainya.

1 Soedjono Dirdjosisworo mengatakan bahwa kenakalan anak mencakup

  tiga pengertian yaitu:

   a.

  Perbuatan yang dilakukan orang dewasa merupakan tindak pidana (kejahatan), akan tetapi bila dilakukan oleh anak-anak belum dewasa dinamakan delinquency seperti pencurian, perampokan dan pembunuhan.

  b.

  Perbuatan anak yang menyeleweng dari norma kelompok yang menimbulkan keonaran seperti kebut-kebutan, perkelahian kelompok dan sebagainya.

  c.

  Anak-anak yang hidupnya membutuhkan bantuan dan perlindungan, seperti anak-anak terlantar, yatim piatu dan sebagainya yang jika dibiarkan berkeliaran dapat berkembang menjadi orang-orang jahat. Kenakalan anak dewasa ini tetap merupakan persoalan yang aktual hampir di semua negara-negara di dunia, termasuk juga Indonesia. Kenakalan anak bukan hanya merupakan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat semata-mata, akan tetapi juga merupakan bahaya yang dapat mengancam masa depan masyarakat suatu bangsa.

   1 Aminah Azis, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Universitas Sumatera Utara Press (Usu Press), Medan, 1998, hal. 11 2 Soedjono Dirdjosisworo, Penanggulangan Kejahatan, Alumni, Bandung, 1983, hal. 150 3 Romli Atmasasmita, Problema Kenakalan Anak/Remaja, Armico, Bandung, 1998, hal.7 Walter Luden, faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya kenakalan

  

  anak adalah: a.

  Gelombang urbanisasi remaja dari desa ke kota-kota jumlahnya cukup besar dan sukar dicegah.

  b.

  Terjadinya konflik antar norma adat pedesaan tradisional dengan norma- norma baru yang tumbuh dalam proses dan pergeseran sosial yang cepat, terutama di kota-kota besar.

  c.

  Memudarnya pola-pola kepribadian individu yang terkait kuat pada pola kontrol sosial tradisional, sehingga anggota masyarakat terutama remajanya menghadapi “samarpola” untuk melakukan perilakunya.

  Gangguan masa remaja dan anak jalanan yang disebut sebagai childhood

  

disorders dan menimbulkan penderitaan emosional minor serta gangguan

  kejiwaan lain pada pelakunya, yang kemudian berkembang menjadi kenakalan remaja. Kenakalan yang dilakukan anak jalanan pada intinya merupakan produk dari kondisi masyarakatnya dengan segala pergolakan sosial yang ada di dalamnya. Kenakalan ini disebut sebagai salah satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial.

  Tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena anak jalanan khususnya di daerah perkotaan merupakan suatu masalah klasik yang harus dihadapi oleh pemerintah kota dalam menata jalannya roda pemerintahan. Anak jalanan sebagai suatu permasalahan sosial kemasyarakatan khususnya masyarakat perkotaan, dalam pandangan para pakar maupun organisasi dan departemen terkait belum memiliki suatu kesamaan pendapat maupun definisi yang seragam bagi hal tersebut.

  Di Indonesia, kenakalan anak telah menjadi perhatian dan pembahasan yang sangat serius. Pada hakikatnya terjadinya kenakalan anak jalanan ini 4 Ninik Widiyanti-Panji Anaroga, Perkembangan Kenakalan dan Masalahnya Ditinjau

  dari Segi Kriminologi dan Sosial , Pradnya Paramita, Jakarta, 1987, hal. 2 merupakan pencerminan, pantulan dari keadaan masyarakat secara keseluruhan. Baik buruknya masyarakat suatu bangsa di kemudian hari sepenuhnya tergantung

   dari baik buruknya generasi muda di masa kini.

  Konsep anak jalanan dapat diidentifikasi berdasarkan ciri dari anak jalanan itu. Menurut Mulandar, empat ciri yang melekat ketika seorang anak digolongkan

  

  sebagai anak jalanan yaitu: a.

  Berada ditempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan) selama 3-24 jam sehari.

  b.

  Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, sedikit sekali yang tamat SD).

  c.

  Berasal dari keluarga-keluarga tidak mampu (kebanyakan kaum urban, beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya).

  d.

  Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor informal).

  Selain ciri khas yang melekat akan keberadaanya, anak jalanan juga dapat dibedakan dalam tiga kelompok. Menurut Surbakti, pengelompokan anak jalanan

  

  tersebut sebagai berikut: a.

  Children On The Street; yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalanan, namun mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Fungsi anak jalanan dalam kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung dan tidak dapat diselesaikan sendiri oleh orang tuanya.

  b.

  Children Of The Street; yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di 5 jalanan, baik secara sosial dan ekonomi, beberapa diantara mereka masih 6 Romli Atmasasmita, Op.Cit., hal. 14 Surya Mulandar, Dehumanisasi Anak Marjinal; Berbagai Pengalaman Pemberdayaan,

  Akatiga, Bandung, 1996, hal. 10 7 Romli Atmasasmita, Op.Cit., hal. 7

  mempunyai hubungan dengan orang tua mereka tetapi frekuensinya tidak menentu. Banyak di antara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab, biasanya kekerasan, lari, atau pergi dari rumah.

  c.

  Children From Families Of The Street; yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan, walaupun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang- ambing dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan segala resikonya.

  Kebijakan pemerintah kota dalam menangani keberadaan anak jalanan akan menjadi kunci dalam upaya membatasi atau bahkan menghapuskan anak jalanan itu sendiri demi masa depan bangsa. Kenakalan anak jalanan bukan hanya merupakan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat semata-mata, akan tetapi juga merupakan bahaya yang dapat mengancam masa depan masyarakat suatu bangsa. Langkah- langkah positif tersebut memerlukan partisipasi banyak pihak agar manfaat maksimal dapat dicapai. Upaya preventif dan upaya-upaya lain yang relevan perlu keikutsertaan masyarakat agar penyebarluasan tersebut dapat mencapai sebagian terbesar anggota masyarakat, khususnya anak. Tugas pembinaan dan pembentukan kondisi dalam lingkungan keluarga yang berdampak positif bagi perkembangan mental anak sebagian besar menjadi tanggung jawab kedua orang tua. Kondisi intern keluarga yang negatif atau tidak harmonis akan merusak perkembangan mental anak, terutama broken home dan quasi broken home dalam segala bentuk dan jenisnya menghambat pertumbuhan mental anak. Keadaan ini sama sekali tidak memberi jaminan sehatnya perkembangan dan pertumbuhan mental anak. Pembentukan kondisi yang baik dalam kehidupan intern keluarga

   perlu diwujudkan sedini mungkin.

  Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk menuangkan tulisan ini dalam bentuk skripsi dengan judul “Upaya dan Hambatan Dalam

  

Melakukan Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan Ditinjau Dari Segi

Aspek Kriminologi di Medan Amplas”.

B. Perumusan Masalah

  Setelah mengetahui latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana faktor penyebab terbentuknya kenakalan anak jalanan? 2.

  Bagaimana upaya penanggulangan terhadap kenakalan anak jalanan? 3. Bagaimana hambatan dalam melaksanakan penanggulangan terhadap kenakalan anak jalanan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.

  Tujuan Penulisan Tulisan ini dibuat sebagai tugas akhir guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

  Utara dan merupakan sebuah karya ilmiah yang bermanfaat bagi perkembangan hukum di Indonesia khususnya tentang hukum yang mengatur kenakalan anak jalanan. Sesuai permasalahan di atas, adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah: 8 Sudarsono, Kenakalan Remaja, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal. 7 a.

  Untuk mengetahui apa yang menjadi faktor penyebab terbentuknya kenakalan anak jalanan.

  b.

  Untuk mengetahui upaya penanggulangan terhadap kenakalan anak jalanan.

  c.

  Untuk mengetahui hambatan dalam melaksanakan penanggulangan terhadap kenakalan anak jalanan.

2. Manfaat Penulisan

  Adapun yang menjadi manfaat penulisan skripsi ini tidak dapat dipisahkan dari tujuan penulisan yang telah diuraikan di atas, yaitu: a.

  Secara Teoritis Penulis berharap penulisan skripsi ini akan menjadi bahan untuk penelitian lebih lanjut dalam bidang hukum pidana pada umumnya dan tentang kenakalan anak jalanan pada khususnya, sehingga penulisan skripsi ini dapat menjadi bahan masukan bagi mahasiswa serta dapat memperluas dan menambah pengetahuan mengenai hukum pidana pada umumnya dan mengenai segala sesuatu yang berhubungan kenakalan anak jalanan pada khususnya.

  b.

  Secara Praktis Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat menambah wawasan bagi pihak-pihak yang terkait dan sebagai masukan bagi masyarakat serta aparat penegak hukum khususnya kepolisian, dinas sosial dan lembaga swadaya masyarakat yang diharapkan dapat menanggulangi kenakalan anak jalanan.

  D. Keaslian Penulisan

  Skripsi ini dengan judul “Upaya dan Hambatan Dalam Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan Ditinjau Dari Segi Aspek Kriminologi Di Medan Amplas” belum pernah ditulis oleh siapapun sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maupun dari Fakultas Hukum di universitas lain.

  Penulis memperoleh karya ilmiah ini berdasarkan literatur yang ada, baik dari perpustakaan, media massa cetak maupun elektronik, wawancara langsung dan ditambahkan pemikiran penulis. Skripsi ini adalah asli dan merupakan karya ilmiah milik penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral maupun akademik.

  E. Tinjauan Kepustakaan 1.

  Pengertian Anak dan Anak Jalanan Anak dalam masyarakat merupakan pembawa kebahagiaan. Anak yang lahir, diharapkan bukan menjadi preman, pencuri, pencopet ataupun gepeng

  (gelandangan dan pengemis), tetapi diharapkan menjadi anak yang berguna bagi keluarga di masa datang, yaitu menjadi tulang punggung keluarga, pembawa nama baik keluarga, bahkan juga harapan nusa dan bangsa. Anak merupakan harapan bangsa dan apabila sudah sampai saatnya akan menggantikan generasi tua dalam melanjutkan roda kehidupan negara, dengan demikian, anak perlu dibina dengan baik agar menjadi tidak salah dalam hidupnya kelak. Setiap komponen bangsa, baik pemerintah maupun nonpemerintah memiliki kewajiban untuk secara serius memberi perhatian terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.

  Komponen-komponen yang harus melakukan pembinaan terhadap anak adalah orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah.

  Anak wajib dilindungi agar mereka tidak menjadi korban tindakan siapa saja (individu atau kelompok, organisasi swasta ataupun pemerintah) baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Korban adalah mereka yang menderita kerugian (mental, fisik dan sosial), karena tindakan yang pasif, atau aktif orang lain atau kelompok (swasta atau pemerintah), baik langsung maupun tidak langsung. Pada hakikatnya anak tidak dapat melindungi diri sendiri dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai

   bidang kehidupan dan penghidupan sehingga harus dibantu oleh orang lain.

  Batas usia anak memberikan pengelompokan terhadap seseorang untuk dapat disebut sebagai seorang anak, maka harus berada pada batas usia bawah atau usia minimum 0 (nol) tahun terhitung dalam kandungan sampai dengan batas usia maksimum 18 (delapan belas) tahun sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yaitu ketentuan pasal 1 ayat 1 UU No.3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak sebagai berikut: Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Berdasarkan hukum positif batas usia seseorang anak

  

  dapat dilihat berbagai ketentuan yaitu:

9 Maidin G, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan, Refika Aditama,

  Bandung, 2012, hal. 68 10 Paulus Hadisuprapto, Juvenile Pemahaman dan Penanggulangannya, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 7 a.

  Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak; Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun dan berhak untuk memperoleh perlindungan baik secara mental dan fisik.

  b.

  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan (Pasal 1 ayat 1).

  c.

  Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; Anak adalah setiap orang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah termasuk anak yang masih berada dalam kandungan, apabila hal tersebut adalah de mi kepentingannya.

  d.

  Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Konvensi Hak Anak; Anak adalah setiap orang yang berusia 18 (delapan belas) tahun, kecuali berdasarkan UU yang berlaku bagi anak-anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. Pengertian anak jalanan adalah anak yang hidup dan tinggal di jalan dan menggantungkan hidupnya di jalanan. Anak jalanan, umumnya berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat dan ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar belakang kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, kurangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa

  

  dan membuatnya berperilaku negatif. Sulitnya lapangan pekerjaan dan kesempatan mencari nafkah bagi para orang tua dari lingkungan masyarakat kecil, 11

  

diakses pada tanggal 22 Juni 2013 menimbulkan dampak negatif. Secara terpaksa anak-anak dari keluarga tidak mampu, dilibatkan untuk mencari nafkah bagi keluarganya yang seharusnya anak- anak tersebut berada di lingkungan sekolah dan mendapat perlindungan serta kasih sayang dari orang tuanya.

  Akibat kerasnya kehidupan di kota-kota besar telah mempengaruhi tata kehidupan anak-anak jalanan terhadap hal-hal negatif sehingga berdampak menurunnya nilai-nilai agama dan mental psikis setiap anak jalanan. Anak-anak yang turun ke jalanan secara dini akan mempengaruhi mental psikis baik moral

  

  dan rohaninya. Beberapa jenis pekerjaan anak jalanan adalah: a.

  Pedagang Asongan Pedagang asongan adalah pedagang yang melayani pembeli dengan cara mendatangi calon pembeli dan menyerahkan barang yang dibeli.

  Pedangang asong biasanya bekerja di stasiun, terminal, pasar dan persimpangan jalan. Sebagian waktu mereka habis di jalan dan setiap hari bergelut dengan debu serta asap kendaraan bermotor tanpa memperdulikan bahaya kecelakaan dan kesehatan.

  b.

  Kernet Angkot Anak yang bekerja sebagai kernet angkot juga dapat dikatakan sebagai pembantu supir karena tugas mereka adalah mencari penumpang di jalan dan mengatur cara duduk penumpang. Kernet angkot tidak mendapatkan jaminan kecelakaan dan kesehatan secara khusus sehingga mereka harus 12 bekerja hati-hati.

  Satywati Hanna, Modul Literasi Jalanan, Yayasan Bina Sejahtera Indoneia (Bahtera), Bandung, 1998, hal.46 c.

  Penyemir Sepatu Anak yang bekerja sebagai penyemir sepatu termasuk anak yang bekerja sebagai penjual jasa, beroperasi di tempat yang tingkat kesibukan orangnya kurang seperti di stasiun, terminal dan restoran.

  d.

  Kuli Angkut Anak yang bekerja sebagai kuli angkut, lebih banyak ditemukan di stasiun, terminal dan pasar terutama pasar induk.

  e.

  Ojek Payung dan Lap Kaca Mobil Bagi anak-anak pekerjaan menyewakan payung dan mengelap kaca mobil merupakan pekerjaan sampingan, sebab sifatnya sementara karena dapat dilakukan jika turun hujan dan mereka lebih banyak beroperasi di terminal, stasiun, pasar dan pertokoan.

  f.

  Pengamen dan Pengemis Anak yang bekerja sebagai pengamen dan pengemis sering dijumpai di persimpangan jalan.

  Anak-anak jalanan tersebut akan lebih cenderung melakukan kenakalan karena merasa nasib mereka yang tidak sama dengan anak-anak lain pada umumnya yang mendapat kasih sayang dari orang tuanya, mempunyai harta yang serba berkecukupan, fasilitas yang lengkap dan juga sekolah yang mereka senangi. Kesenjangan sosial dan perbedaan-perbedaan antara anak-anak yang kurang mampu dan anak yang berkecukupan. Kadang anak-anak jalanan hanya

   dianggap sebagai sampah masyarakat dan tidak berguna.

2. Pengertian Kenakalan Anak dan Kenakalan Anak Jalanan

  Kenakalan sebagai salah satu bentuk problema sosial merupakan sebuah kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap lapisan masyarakat. Analisa atau mengadakan diagnosa terhadap kenakalan-kenakalan yang meningkat saat ini, belum dapat dilakukan, karena keadaan pengetahuan kriminologi dewasa ini belum memungkinkan untuk tegas menentukan sebab, mengapa orang melakukan kenakalan, sehingga hanya baru dapat dicari faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi masyarakat tertentu pada masa tertentu pula, yang berhubungan erat dengan timbulnya kenakalan.

  Pengertian kenakalan anak atau juvenile delinquency sebagai kejahatan anak dapat diinterpretasikan berdampak negatif secara psikologis terhadap anak yang menjadi pelakunya, apalagi jika sebutan tersebut secara langsung menjadi semacam trade-mark. Pengertian secara etimologis telah mengalami pergeseran, akan tetapi hanya menyangkut aktivitasnnya, yakni istilah kejahatan (delinquency) menjadi kenakalan. Dalam pengertian yang lebih luas tentang kenakalan anak adalah perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak yang bersifat

   melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama.

  Terdapat pengertian di kalangan para sarjana ternyata tidak terdapat pendapat yang seragam, hal ini disebabkan karena perbuatan jahat bersumber dari

  

diakses pada tanggal 22 Juni 2013 14 Sudarsono, Op.Cit., hal. 10

  alam nilai, tentu penafsiran yang diberikan kepada perbuatan atau tingkah laku tersebut sangat relatif sekali. Kerelatifannya terletak pada penilaian yang

  

  diberikan oleh masyarakat dimana perbuatan tersebut terwujud. Sangat memprihatinkan karena anak jalanan sering muncul dalam berbagai kasus-kasus yang tergolong ke dalam kenakalan, seperti pencurian, perampokan, pemerkosaan, minum-minuman keras, sodomi, hingga pembunuhan. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan mengingat anak jalanan juga merupakan generasi penerus bangsa yang hendaknya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, agar dapat terlepas dari penderitaan, bukannnya cenderung menunjukkan perilaku nakal.

3. Pengertian Kriminologi

  Kriminologi sebagai bidang pengetahuan ilmiah telah mencapai usia lebih dari satu abad terhitung sejak P. Topinard seorang ahli Antropolog Perancis (1830-1911) memberikan nama bagi ilmu pengetahuan tentang kejahatan ini sebagai ilmu kriminologi. Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi di tengah kehidupan masyarakat. Istilah ini begitu akrab, karena setiap saat kita dihadapkan pada persoalan kejahatan. Oleh karena itu, kejahatan menjadi kajian yang tidak pernah selesai dari dulu. Sehingga ada yang menyebutkan bahwa

   kriminologi ilmu yang mempelajari kejahatan seluas-luasnya.

  Belum ada terdapat definisi kriminologi yang sama antara pendapat yang satu dengan pendapat yang lainnya. Munculnya perbedaan dalam mengartikan kejahatan dikarenakan perspektif orang dalam memandang kejahatan sangat 15 H.M Ridwan & Ediwarman, Azas-Azas Kriminologi, Universitas Sumatera Utara Press

  (USU PRESS), Medan, 1994, hal. 45 16 Yusrizal, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Sofmedia, Jakarta, 2002, hal.155 beragam, di samping tentunya perumusan kejahatan akan sangat mempengaruhi oleh jenis kejahatan yang akan dirumuskan, namun demikian pengertian

  

  kriminologi dapat dilihat dari dua segi antara lain: a.

  Segi Etimologi Bila diartikan dari segi etimologi, kriminologi berasal dari kata yakni

  

Crime adalah kejahatan dan Logos adalah ilmu pengetahan, jadi kalau diartikan

  secara lengkap kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang seluk beluk kejahatan.

  1) Menurut Pendapat Sarjana 1.

  W. A. Bonger Menyatakan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala-gejala kejahatan seluas-luasnya.

  2. Paul Moedikdo Moeliono Kriminologi adalah ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu yang membahas kejahatan sebagai masalah manusia.

  3. Edwin H. Sutherland Kriminologi adalah keseluruhan ilmu pengetahuan mengenai kejahatan sebagai gejala sosial. Jadi kalau kita perhatikan definisi tersebut di atas meyakinkan kita bahwa kejahatan hanya terdapat dalam masyarakat.

17 Edi Warman, Selayang Pandang Tentang Kriminologi, Universitas Sumatera Utara,

  Medan, 1994, hal. 4

  4. Michael dan Adler Kriminologi adalah keseluruhan keterangan tentang perbuatan lingkungan mereka dan bagaimana mereka diperlakukan oleh godaan-godaan masyarakat dan oleh anggota masyarakat.

  5. Wood Kriminologi mengikuti keseluruhan pengetahuan yang didasarkan pada teori pengalaman yang berhubungan dengan kejahatan dan penjahat, termasuk reaksi-reaksi masyarakat atas kejahatan dan penjahat.

  Di Indonesia sendiri, kriminologi sudah dikenal sejak sekitar setengah abad yang lalu dan kini diajarkan hampir di setiap fakultas hukum negeri maupun swast serta fakultas ilmu sosial dan politik. Pemahaman mengenai ruang lingkup, khususnya tentang luas masalah yang menjadi sasaran perhatian kriminologi dapat bertolak dari beberapa definisi serta perumusan mengenai bidang cakup kriminologi yang diketengahkan oleh sejumlah ahli kriminologi yang diakui

  

  Kriminologi untuk Indonesia hendaknya disesuaikan dengan filsafat Pancasila. Teori-teori kriminologi harus diadaptasikan dengan pandangan hidup bangsa Indonesia agar kriminologi benar-benar dapat dirasakan bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu kriminologi yang kita bina hendaknya bersifat:

18 Soerjono Soekamto et, al, Kriminologi Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, Jakarta,

  1986, hal.7 a.

  Rasionil yang berarti bahwa dalam merangkaikan konsep dan pengertian tersebut menjadi suatu gagasan untuk mengungkapkan kebenaran perbuatan, peristiwa di dalam masyarakat.

  b.

  Bertanggungjawab dalam hal sikap ilmiah yang dimiliki yang harus dimiliki oleh para scientist yang selalu bertolak pada kebenaran.

  c.

  Bermanfaat agar dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada.

F. Metode Penelitian

  Penulisan skripsi selalu diperlukan data untuk mendukung penulisan yang tengah dilakukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Pengumpulan data tersebut diperoleh dengan melakukan sebuah penelitian. Penulis berusaha menemukan data-data dengan menggunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

  Bambang Sunggono menyatakan bahwa dalam penulisan karya ilmiah ada

  

  2 (dua) jenis metode penelitian, yaitu: a.

  Penelitian Yuridis Normatif Penelitian yuridis normatif disebut juga dengan penelitan hukum doktrinal karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya kepada peraturan-peraturan yang tertulis dan bahan hukum yang lain. Penelitian hukum ini juga disebut sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.

19 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007,

  hal.81

  Penelitian kepustakaan demikian dapat pula dikatakan sebagai lawan dari penelitian empiris (penelitian lapangan).

  b.

  Penelitian Yuridis Empiris Penelitian yuridis empiris disebut juga dengan penelitan hukum non doktrinal karena penelitian ini berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori- teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum di dalam

   masyarakat. Atau disebut juga sebagai Socio Legal Research.

  Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris yaitu dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library research) dan penelitian lapangan.

2. Sumber Data

  Data dalam penelitian dapat diperoleh dari: a. Data primer atau data dasar (primary data atau basic data)

  Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama, yakni perilaku warga masyarakat, melalui penelitian.

  b.

  Data sekunder (secondary data) Data sekunder, antara lain, mencakup dokumen-dokumen resmi, buku- buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan seterusnya. Ciri-ciri

  

  umum dari data sekunder adalah: 1)

  Pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat 20 dipergunakan dengan segera 21 Ibid., hal.43 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indoneia (UI-

  PRESS), 1981, hal.12

  2) Baik bentuk maupun isi data sekunder, telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu, sehingga peneliti kemudian, tidak mempunyai pengawasan terhadap pengumpulan, pengolahan, analisa maupun konstruksi data

  3) Tidak terbatas oleh waktu maupun tempat

  Dari sudut tipe-tipenya, maka data sekunder dapat dibedakan antara: 1)

  Data sekunder yang bersifat pribadi, yang antara lain mencakup:

  a) Dokumen pribadi, seperti surat-surat, buku harian, dan seterusnya

  b) Data pribadi yang tersimpan di lembaga dimana yang bersangkutan pernah bekerja atau sedang bekerja

  2) Data sekunder yang bersifat publik:

  a) Data arsip, yaitu data yang dapat dipergunakan untuk kepentingan ilmiah, oleh para ilmuwan b)

  Data resmi pada instansi-instansi pemerintah, yang kadang-kadang tidak mudah untuk diperoleh oleh karena mungkin bersifat rahasia c)

  Data lain yang dipublikasikan, misalnya yurisprudensi Mahkamah

22 Agung 3.

  Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penulisan skripsi ini dengan cara melakukan wawancara (Interview) yang diperoleh langsung dari objek penelitian. Wawancara adalah cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan. Wawancara dilakukan langsung 22 Ibid dengan para responden, yaitu anak-anak/remaja anak jalanan, masyarakat sekitar area anak-anak tersebut sering melakukan aktivitas keseharian mereka, dinas sosial dan lembaga swadaya masyarakat.

4. Lokasi Penelitian

  Lokasi penelitian yang dilakukan pada penulisan skripsi ini adalah di daerah Medan Amplas

G. Sistematika Penulisan

  Skripsi ini dibagi atas 5 (lima) bab, yang tiap bab dibagi pula beberapa sub bab yang disesuaikan dengan isi dan maksud dari penulisan skripsi ini. Hal ini dimaksud untuk menjalin hubungan yang serasi antar bab, sehingga dapat menjawab permasalahan secara benar, terarah, terperinci dan sistematis kemudian dapat dipertanggungjawabkan. Adapun sistematika penulisan skripsi ini secara singkat adalah sebagai berikut:

  BAB I: PENDAHULUAN Adalah sebagai bab pengantar dari permasalahan, terdiri dari 7

  (tujuh) sub bab yaitu : Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

  

BAB II: FAKTOR PENYEBAB TERBENTUKNYA KENAKALAN

ANAK JALANAN Terdiri dari 3 (tiga) sub bab yaitu : Faktor Internal, Faktor Eksternal dan Teori Perilaku Kenakalan Anak Jalanan Ditinjau dari Aspek Kriminologi.

  BAB III: UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP KENAKALAN ANAK JALANAN Terdiri dari 2 (dua) sub bab yaitu : Tindakan dalam Melakukan Upaya Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan dan Kebijakan Pemerintah dalam Melaksanakan Upaya Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan. BAB IV: HAMBATAN DALAM MELAKSANAKAN PENANGGULANGAN TERHADAP KENAKALAN ANAK JALANAN Terdiri dari 2 (dua) sub bab yaitu : Jenis Hambatan dalam Melaksanakan Penanggulangan Terhadap Kenakalan Anak Jalanan

  dan Penyebab Terjadinya Hambatan dalam Melaksanakan Penanggulangan Terhadap Kenakalan Anak Jalanan.

  BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN Merupakan penutup dari keseluruhan materi skripsi yang terdiri dari 2 (dua) sub bab yaitu : Kesimpulan dan Saran.