5.5.2 Keterpaduan Pasar
Keterpaduan pasar menunjukkan seberapa besar pembentukan harga pada suatu pasar atau tingkat lembaga tataniaga tertentu mempengaruhi harga pada
suatu pasar lain atau tingkat lembaga tataniaga lain, serta melihat seberapa efisien sistem pasar bekerja sehingga membentuk pasar yang terintegrasi atau terpadu
secara sempurna. Kekuatan pembentukan harga secara ekonomi akan berbeda antara satu tingkat pasar dengan tingkat pasar lainnya. Hal tersebut menunjukkan
bahwa setiap pasar memiliki kurva penawaran dan permintaan yang berbeda. IMC menggambarkan secara dinamis tingkat integrasi pasar jangka pendek antara pasar
pengikut dan pasar acuannya. Selain itu IMC juga menunjukkan tingkat efisiensi pembentukan harga CPO di tingkat produsen PTPN, apakah dominan dipengaruhi
oleh harga CPO di pasar acuan dalam hal ini harga CPO di pasar CPO internasional di Bursa Berjangka Malaysia MDEX dan harga di pasar CPO
internasional di pasar fisik Rotterdam atau dominan dipengaruhi oleh kondisi atau faktor-faktor lokal.
Analisis keterpaduan pasar komoditi CPO adalah melihat keterpaduan pasar CPO domestik khususnya di KPB PTPN dengan pasar CPO internasional di
Bursa Berjangka Malaysia MDEX. Selain itu juga digunakan untuk melihat keterpaduan pasar CPO domestik di KPB PTPN dengan pasar CPO internasional
di pasar fisik Rotterdam. Analisis indeks keterpaduan pasar antara pasar CPO di KPB PTPN dengan pasar CPO di MDEX Bursa Berjangka Malaysia disajikan
dalam tabel berikut ini.
Tabel 11. Koefisien Regresi Keterpaduan Pasar antara Pasar CPO di KPB PTPN dengan Pasar CPO Internasional di MDEX Bursa Berjangka Malaysia
Variabel Koefisien Dugaan
SE Koefisien
t- statistic
Probabilitas Konstanta
307,6324 104,8402 2,9342
0,0047 P
it-1
b
1
0,6080 0,0912
6,6653 0,0000
P
jt
— P
jt
-
1
b
2
0,8760 0,0691
12,6687 0,0000
P
jt
-
1
b
3
0,3509 0,0862
4,0702 0,0001
R—Sq = 98,2352 IMC = 1,7326
R—Sq adj = 98,1484 F — Hitung = 1131,799
Prob. F stat = 0,0000 Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, Hasil Olahan.
Keterangan: nyata pada taraf 5 persen
Keterpaduan pasar diperoleh dari nilai b
2
untuk menentukan keterpaduan pasar jangka pendek dan nilai IMC Indeks of Market Connection untuk
menentukan keterpaduan pasar jangka panjang, yaitu nilai yang diperoleh dari hasil pembagian antara nilai koefisien variabel P
it-1
variabel lag harga di pasar pengikut dengan nilai koefisien variabel P
jt-1
variabel lag harga di pasar acuan. Dari tabel di atas terlihat antara pasar CPO di KPB PTPN dengan pasar CPO
Internasional di MDEX Malaysia diperoleh nilai IMC sebesar 1,7326, yaitu nilai IMC lebih besar dari satu, artinya tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang
antara pasar pengikut dan pasar acuan dikarenakan t-hitung 6,66 t-tabel 1,67, maka hipotesis alternatif H
1
diterima secara statistik tolak H sehingga artinya
kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh yang dominan terhadap
pembentukan harga di pasar pengikut atau dengan kata lain terjadinya perubahan harga CPO di tingkat pasar acuan MDEX Malaysia tidak memiliki pengaruh
dominan terhadap pembentukan harga CPO di tingkat pasar pengikut dalam jangka panjang.
Berdasarkan tabel di atas juga diperoleh koefisien b
2
sebesar 0,8760 yang artinya terjadi keterpaduan pasar jangka pendek, dikarenakan t-hitung -1,79 t-
tabel 1,67, maka hipotesis nol H tidak dapat ditolak secara statistik sehingga
kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Keterpaduan pasar jangka pendek ini terlihat dari b
2
yang semakin mendekati satu b
2
= 0,8760 dimana derajat asosiasinya semakin tinggi yang menunjukkan perubahan harga pasar acuan akan
sebagian besar diteruskan ke pasar pengikut. Sebenarnya tingginya keterpaduan integrasi pasar jangka pendek ini
disebabkan oleh informasi pasar yang bersifat simetris yang menggambarkan perubahan harga pada suatu pasar atau suatu tingkat lembaga tataniaga dapat
ditransmisikan dengan cepat ke pasar lain atau tingkat lembaga tataniaga lainnya. Hal ini juga berarti bahwa lancarnya arus informasi antara pasar acuan dan pasar
pengikut baik antara produsen maupun konsumen. Selain itu juga volume CPO dalam setiap transaksi tender di KPB PTPN Jakarta juga relatif besar.
Analisis indeks keterpaduan pasar antara pasar CPO di KPB PTPN dengan pasar CPO di Pasar Fisik Rotterdam disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 12. Koefisien Regresi Keterpaduan Pasar antara Pasar CPO di KPB PTPN dengan Pasar CPO Internasional di Pasar Fisik Rotterdam
Variabel Koefisien Dugaan
SE Koefisien
t- statistic
Probabilitas Konstanta
259,5784 100,3794
2,5859 0,0121
P
it-1
b
1
0,6246 0,0945
6,6103 0,0000
P
jt
— P
jt
-
1
b
2
0,8278 0,0676
12,2414 0,0000
P
jt
-
1
b
3
0,3117 0,0839
3,7129 0,0004
R—Sq = 98,2659 IMC = 2,0038
R—Sq adj = 98,1807 F—Hitung = 1152,258
Prob. Fstat = 0,0000 Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, Hasil Olahan.
Keterangan: nyata pada taraf 5 persen
Dari tabel tersebut terlihat antara pasar CPO di KPB PTPN dengan pasar CPO Internasional di Pasar Fisik Rotterdam diperoleh nilai IMC sebesar 2,0038, yaitu
nilai IMC lebih besar dari satu, artinya tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang antara pasar pengikut dan pasar acuan dikarenakan t-hitung 6,60 t-
tabel 1,67, maka hipotesis alternatif H
1
diterima secara statistik sehingga artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang. Hal ini juga
menunjukkan bahwa kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh yang dominan terhadap pembentukan harga di pasar pengikut atau dengan kata
lain terjadinya perubahan harga CPO di tingkat pasar acuan Pasar Fisik Rotterdam tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan harga CPO
di tingkat pasar pengikut dalam jangka panjang. Berdasarkan tabel di atas juga diperoleh koefisien b
2
sebesar 0,8278 yang artinya terjadi keterpaduan pasar jangka pendek, dikarenakan t-hitung -2,54 t-
tabel 1,67, maka hipotesis nol H tidak dapat ditolak secara statistik sehingga
kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Keterpaduan pasar jangka pendek ini terlihat dari b
2
yang semakin mendekati satu b
2
= 0,8278 dimana derajat asosiasinya semakin tinggi yang menunjukkan perubahan harga pasar acuan akan
sebagian besar diteruskan ke pasar pengikut. Sama seperti penjelasan sebelumnya, sebenarnya tingginya keterpaduan integrasi pasar jangka pendek ini disebabkan
oleh informasi pasar yang bersifat simetris yang menggambarkan perubahan harga pada suatu pasar atau suatu tingkat lembaga tataniaga dapat ditransmisikan
dengan cepat ke pasar lain atau tingkat lembaga tataniaga lainnya. Hal ini juga berarti bahwa lancarnya arus informasi antara pasar acuan dan pasar pengikut baik
antara produsen maupun konsumen. Tersedianya layanan internet yang membantu produsen dan konsumen sehingga mereka dapat mengakses informasi dan
bertukar informasi secara lokal, nasional hingga global mendunia. Selain itu juga volume CPO dalam setiap transaksi tender di KPB PTPN Jakarta juga relatif
besar. Dari hasil analisis di atas baik untuk Bursa Berjangka Malaysia MDEX
maupun pasar fisik Rotterdam diperoleh diperoleh bahwa terjadi keterpaduan pasar jangka pendek namun tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang. Hal
ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Reni Kustiari dimana untuk pasar kopi terdapat keterpaduan pasar jangka panjang dimana harga
kopi robusta Indonesia sangat dipengaruhi dominan oleh tingkat harga di pasar internasional. Hal ini didukung pula oleh Surat Direktur Jenderal Pajak tanggal 11
Juni 2001 bahwa atas ekspor kopi dikenakan PPN dengan tarif 0 persen dan pajak masukan yang telah dibayar dapat diminta kembali.
Sedangkan untuk pemasaran CPO produksi PTPN yang dilakukan melalui KPB PTPN Jakarta lebih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
dibandingkan untuk pasar ekspor. Hal ini dapat terlihat dari tender untuk CPO lokal yang diadakan di KPB PTPN Jakarta yang mencapai 5 kali dalam seminggu
Senin hingga Jumat sedangkan untuk CPO ekspor hanya 1 kali dalam sebulan. Apalagi untuk CPO masih dikenakan biaya PPN Pajak Pertambahan Nilai
sebesar 10 persen dan untuk ekspor masih dikenakan pula pajak ekspor. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh
yang dominan terhadap pembentukan harga di pasar pengikut atau dengan kata
lain terjadinya perubahan harga CPO di tingkat pasar acuan MDEX Malaysia dan pasar fisik Rotterdam tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan
harga CPO di tingkat pasar pengikut dalam jangka panjang.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Suatu sistem tataniaga dapat dikatakan efisien apabila sistem tataniaga tersebut dapat memberikan kepuasan bagi semua pihak yang terlibat, yaitu
produsen, konsumen, dan lembaga-lembaga tataniaga lainnya. KPB PTPN Jakarta selaku lembaga pemasaran produk-produk perkebunan milik negara termasuk
CPO menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dan efisien sebagai lembaga tataniaga CPO. Hal ini dapat terlihat dari indikator - indikator yang dapat
digunakan untuk mengukur efisiensi tataniaga antara lain: 1. Kemerataan fungsi-fungsi tataniaga yang dilaksanakan oleh setiap lembaga
tataniaga yang terlibat. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilaksanakan cukup merata pada setiap lembaga tataniaga, dengan kegiatan tataniaga yang
menyebar pada masing-masing lembaga tataniaga. Hal ini dapat dilihat dari beragamnya fungsi-fungsi tataniaga karena semakin banyak fungsi-fungsi
yang dilaksanakan oleh sebuah lembaga tataniaga maka biaya yang dikeluarkan semakin besar.
2. Pola saluran pemasaran yang terbentuk yaitu Produsen PTPN KPB PTPN
Pembeli Processor. 3. Volume penjualan pada setiap transaksi saluran tataniaga CPO dimana volume
penjualan CPO yang dilakukan relatif cukup besar. 4. Struktur dan perilaku pasar yang dihadapi tidak membuat pelaku-pelaku pasar
melakukan suatu upaya rekayasa untuk mempengaruhi harga pasar. Struktur pasar pada setiap tingkat lembaga tataniaga terlihat cukup beragam dan secara