28
BAB II LATAR BELAKANG MIGRASI BATAK TOBA KE DESA SIMANDUMA
2.1 Pengertian Migrasi
Migrasi Penduduk dalam kehidupan manusia bukanlah merupakan hal yang baru lagi melainkan sebaliknya telah terjadi dimana-mana. Migrasi dalam artian sederhana
yaitu berpindah tempat tinggal yang tanpa disadari telah memainkan peranan penting dalam sejarah umat manusia yang disebabkan oleh bermacam- macam faktor. Pengertian
migrasi secara sederhana adalah pepindahan penduduk dari suatu tempat menuju tempat lain
10
10
op cit. Merisdawati Limbong, Hal 26.
. Namun demikian, migrasi merupakan bagian tabiat manusia, tidaklah dapat
dibenarkan tanpa diikuti sejumlah faktor. Alasannya adalah sifat manusia untuk hidup aman tenteram dan berkecukupan tanpa gangguan dari pihak lain. Bila pada suatu tempat
yang dirasakan aman dan mencukupi kebutuhan hidupnya, manusia akan berpindah ke tempat itu. Namun jika terdapat gangguan keamanan dan kedamaian yang disebabkan
faktor dari dalam dan luar maka perpindahan menjadi keharusan untuk selanjutnya mencari daerah yang lain sebagai pemukiman. Pada pihak lain, perpindahan telah menjadi
suatu kebiasaan dari sifat manusia. Artinya gangguan dan keamanan berupa tantangan senantiasa sulit untuk dihadapi sebagai jawabannya adalah berpindah dari suatu tempat ke
tempat yang lain pada setiap saat. Hal tersebut banyak terdapat di beberapa daerah di Indonesia. Mereka hidup secara nomaden karena merupakan kebiasaan atau yang lebih
tepat adalah bagian dari kehidupan sosial budayanya.
Universitas Sumatera Utara
29
Perpindahan penduduk dalam beberapa bagian tertentu selalu dihubungkan dengan kondisi sosial ekonomi di daerah asalnya. Meskipun sulit diterima secara
keseluruhan tetapi baik dalam penelitian di lapangan maupun yang terdapat dalam sumber kepustakaan, hal tersebut merupakan faktor penentu.
Migran yang melakukan perpindahan ini setelah berada di daerah baru tidak berkeinginan untuk kembali lagi karena keinginan untuk memperoleh hidup yang lebih
baik sudah tepenuhi seperti memiliki tanah dan rumah serta dapat menyekolahkan anak- anak mereka
11
Marserak memiliki pengertian selain mengandung arti menyebar pindah dari kampung halaman keluar wilayah budaya sendiri, dalam percakapan sehari-hari ada
beberapa istilah yang digunakan dalam menggambarkan marserak yaitu: manombang, mangaratto, marjalang, marlompong, mangombo, mangalului jampalan na lomok atau
. Seperti orang Batak Toba yang melakukan perpindahan ke Desa Simanduma yang lebih banyak hidup menetap.
2.2 Sejarah Migrasi Batak Toba
Pada dasarnya arti marserak ialah menyebar keseluruh wilayah marga sendiri dan apabila tidak memungkinkan lagi perluasan wilayah berlangsung kedaerah-daerah yang
tanahnya belum dimiliki oleh marga lain, daerah-daerah mana kemudian dapat dijadikan areal pertanian dan perkampungan. Dalam perkembangan selanjutnya orang Batak Toba
menyebar ke berbagai daerah diluar wilayah budaya sendiri. Perkampungan yang dibuka sendiri atau dengan anggota keluarga atau teman sekampung dan tinggal didaerah lain
biasanya dianggap sebagai perluasan kampung induk.
11
Wawancara Sunggul Sinaga, Simanduma, 30 Mei 2013
Universitas Sumatera Utara
30
masiampapaga na lomak.
12
Gerakan lain disebut dengan Mangaranto. Umumnya orang-orang yang disebut pangaranto pada awalnya hanya kaum laki-laki yang belum berkeluarga. Mereka
meninggalkan Desanya pergi ke kota-kota diluar Tapanuli Utara untuk memperoleh pekerjaan diluar sektor pertanian. Gerakan penduduk dalam bentuk lain dengan tujuan
tidak menetap dengan motivasi yang kurang jelas, disebut dengan marjalang umumnya marjalang dilakukan oleh kaum laki-laki yang tergolong malas yang tidak mau bekerja di
Desanya. Mereka meninggalkan Desanya karena dia merasa tidak betah tinggal disana, dan akhirnya timbul niat mencari pengalaman di tempat lain. Mereka tidak tergantung
pada ada tidaknya keluarga atau famili didaerah yang akan dituju. Biasanya mereka tidak Istila-istilah ini pada umumya mempunyai tujuan yang sama,
yaitu pergi kedaerah lain, diluar kabupaten atau propinsi. Perbedaan istilah yang satu dengan yang lain didasarkan pada siapa, kapan dan bagaimana sifat dari masing-masing
perpindahan tersebut. Manombang berarti membuka lahan atau pemukiman yang baru atau
meninggalkan kampung halaman, pergi keluar wilayah Tapanuli Utara untuk membuka lahan pertanian baru sekaligus mencai sumber tambahan pendapatan disektor partanian
didaerah lain yang sifatnya masih bukaan baru. Manombang ini bukan hanya dilakukan oleh yang sudah berkeluarga tetapi juga oleh kaum muda, yang pada awalnya ingin
menguasai serta memiliki areal pertanian yang lebih luas dapat membangun dan menghidupi keluarganya kelak jika pindah ke daerah tujuan. Apabila kemungkinan-
kemungkinan disana lebih baik dibanding dengan daerah asal, dapat mempercepat perpindahan keluarga kedaerah baru tersebut.
12
log cit. H.S Purba. Elvis f Purba, 1997. Hal 23 .
Universitas Sumatera Utara
31
di latarbelakangi harapan yang cerah dan muluk-muluk, dengan semangat pantang menyerah dalam dirinya timbul semangat untuk berhasil semakin kuat.
Kemajuan zaman yang berkembang dengan cepat dan kebutuhan hidup yang semakin banyak menyebabkan pola hidup penduduk harus disesuaikan dengan
perkembangan tersebut. Mereka berusaha untuk memenuhu kebutuhan yang beraneka ragam itu, yang mungkin sangat sulit dipenuhi jika tetap tinggal dan menetap
dikampungnya. Tidak jarang anggota atau satu keluarga meninggalkan desanya pindah ke daerah lain usaha untuk mencari sumber penghidupan yang lebih baik dibanding dengan
didaerah sendiri pada umunya disebut mangalului jampalan nalomak atau marsiapapaga nalomak . Gerak penduduk yang demikian biasanya dilakukan untuk tujuan menetap.
Mereka pindah tidak hanya pada sektor pertanian tetapi juga berbagai aktivitas yang dapat memberikan pendapatan dan meninggalkan status sosialnya. Gerakan ini pada umumya
dilakukan oleh kaum muda maupun yang sudah bekeluarga. Mereka yang menyadari bahwah kemungkinan berhasil didesanya sangat kecil mendorong mereka pindah ke
daerah lain sebagai salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan yang sudah lama dideritanya.
Sementara itu, adapula yang pindah secara musiman, mungkin dilakukan oleh kaum muda maupun yang sudah berkeluarga, pada musim-musim tertentu. Biasanya
perpindahan semacam ini terjadi ke sektor pertanian dengan tujuan untuk mengisi kekosongan waktu sekaligus menambah pendapatan keluarga. Inilah yang disebut
mangombo. Mereka bekerja sebagai tenaga upahan di sektor pertanian selama musim tidak sibuk dikampung halaman. Perpindahan ini bersifat sirkuler bergantung pada dapat
tidaknya mereka meninggal lahanya tidak bekerja di kampungnya. Mereka mencari upah pada musim-musim tertentu pemuda-pemuda yang sudah dewasa yang sudah
Universitas Sumatera Utara
32
berkeluarga datang sebagai tenaga upahan pada musim-musim kerja atau panen didaerah yang akan di tuju biasanya mereka yang melakukan perpidahan semacam ini biasanya
dapat di sebut juga mardua huta dua kampung setelah pekerjaan dirasa telah selesai maka mereka kembali lagi kedaerah asal dengan membawa hasil upah dari pekerjaan
yang dilakukan. Gerakan penduduk yang lain disebut dengan marjojo dan marrengge-rengge.
Kedua istilah ini selalu ada hubunganya denga kegiatan ekonomi. Marjojo merupakan kegiatan menjual barang dagangan yang dilakukan secara berkeliling kedaerah-daerah
tertentu. Pada umumya dilakukan oleh kaum laki-laki, kemudian ada yang namanya marengge-rengge
merupakan kegiatan yang dilakukan kaum wanita yang memperdagangkan hasil-hasil pertanian dalam jumlah yang relatif kecil kedaerah lain.
Marjojo berbeda marengge-rengge dilihat dari waktu dan jenis barang yang dijual.
2.3 Proses Migrasi
Kehadiran kolonial Belanda dan usaha misioner Jerman yang ingin memperluas daerah kerjanya sangat berpengaruh terhadap orang Batak Toba. Pemerintah kolonial
yang ingin memperluas daerah kolonialnya dan ingin menguasai daerah-daerah Batak lainnya termasuk Dairi yang pada saat itu masih merdeka dari kekuasaan lain, akhirnya
melakukan perang. Perang Batak pada waktu itu dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII. Perang ini merupakan jawaban terhadap rencana Belanda yang mau menguasai
seluruh Tanah Batak. Pada Tahun 1906 tentara Belanda membawa 400 orang pembantunya dari Tarutung yang pada umumnya adalah orang Batak Toba, dengan tujuan
Universitas Sumatera Utara
33
untuk membantu Belanda mematahkan pejuang-pejuang Batak yang menantang Kolonial Belanda
13
Setelah Dairi dikuasai dan tugas Civil Gezaghebber yang telah ditempatkan dua tahun sebelumnya di Dairi semakin banyak mengeluarkan tenaga kerja. Maka tahun 1907
pemerintah kolonial membawa beberapa orang dari Tarutung menjadi pengawai pemerintahan ke Sidikalang. Hal ini mengakibatkan semakin banyak orang Batak Toba
yang tinggal di Dairi. Dalam kurun waktu dua tahun orang-orang dari Humbang. Silindung, maupun Toba Holbung datang ke Sidikalang untuk melihat keadaan sekaligus
bertempat tinggal disana. Kehadiran mereka mempercepat Sidikalang menjadi kampung yang ramai
14
Pada tahun 1908 jumlah orang Batak Toba yang tinggal dan menetap di Dairi sudah ratusan dan tahun-tahun selanjutnya jumlah Batak Toba yang mengadakan migrasi
ke Dairi terus meningkat. Dari Sidikaling mereka berangkat menuju arah barat laut dan membentuk perkampungan baru seperti Buluduri, Kanopan, Kintara Jumahteguh dan ada
yang sampai Tigalingga, dan kemudian ke Panji. Hingga dasawarsa 1916- 1925 jumlah pendatang Batak Toba sekitar 1.500 orang pertahunnya. Semakin banyak jumlah
pendatang semakin banyak sumber berita tentang Dairi kepada saudara- saudara mereka yang ada di Bonapasogit
15
Sejak tahun 1925 Dairi semakin di kenal sebagai daerah panombangan. Orang- orang dari Holbung, Silindung, dan Toba Holbung tidak hanya berbondong- bondong ke
Sidikalang atau daerah- daerah yang sudah ditempati pendatang yang sudah lebih dulu, tetapi juga mencari daerah- daerah baru ke seluruh pelosok Dairi bahkan ada yang sampai
.
13
Elvis. F. Purba., O.H.S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara Suatu Deskripsi, Medan: Monora, 1997, Hal 50.
14
Ibid, Hal 36.
15
Ibid, Hal 38
Universitas Sumatera Utara
34
ke Tanah Alas dan Singkil.
16
Keanekaragaman suku bangsa yang tinggal di Dairi didominasi oleh orang Batak Toba. Menurut data sensus 1930, penduduk utama Dairi adalah Batak Toba, Pakpak, dan
Karo. Jumlah penduduknya pada waktu itu sebanyak 54.037 jiwa yang terdiri dari 53.307 orang Batak Toba, 277 orang Cina, dan 20 orang Eropah. Dari antara Etnis Batak, orang
Toba sebanyak 24.893 jiwa, Pakpak sebanyak 18.888 jiwa, Karo sebanyak 8.892 jiwa, Simalungun sebanyak 548jiwa, Angkola sebanyak 42 jiwa, Mandailing sebanyak 29 jiwa
dan Batak lainnya 15 jiwa. Pada waktu itu penduduk kota Sidikalang sudah ada sekitar 3.000 jiwa. Dilihat dari agama yang dianut penduduk Dairi terdapat 13.561 yang
Mereka mendirikan rumah- rumah sederhana di ladang- ladang mereka atau beberapa marga dari daerah asal yang sama mendirikan satu kampung
di daerah yang baru ditempati. Maka tidak heran kalau di temukan pada satu tempat yang semuanya satu marga klen. Pendatang dari Humbang dan Toba Holbung ada yang
membuka lahan persawahan dan tentu lebih banyak yang membuka kebun kopi karena kondisi daerah yang cocok untuk tanaman keras dan tanaman muda.
Namun dikemudian hari, keterbatasan lahan persawahan menjadi faktor pendorong bagi mereka untuk meninggalkan daerah yang baru ditempati di Dairi. Bagi
sebagian orang, kebun kopi kurang menarik perhatian mereka. Setelah beberapa tahun, yaitu berkisar lima atau sepuluh tahun. berdomisili di suatu tempat mereka pindah lagi
untuk mencari lahan persawahan yang lebih luas. Sementara itu Sidikalang sudah berubah menjadi kota dan paling ramai di Dairi. Kota ini menjadi daerah transit pendatang-
pendatang baru dari Toba Holbung, Humbang, dan Silindung, untuk meneruskan perjalanan ke daerah lainnya.
16
Orang Batak Toba memperkenalkan metode persawahan dan membuka perkebunan-perkebunan kopi sebagai salah satu upaya memamfaatkan lahan yang luas, yang selama ini nampak sebagai huta.
Mereka ini mulai berpencar, bukan hanya di sidikalang tetapi sudah mulai memasuki daerah-daerah sekitarnya. op cit O.H.S Purba, Elvis F. Purba, 1998, Hal 37.
Universitas Sumatera Utara
35
menganut agama Kristen, 6.449 menganut agama Islam, dan 33.246 menganut agama suku. Angka-angka ini menunjukkan bahwa 46 persen dari penduduk Dairi adalah orang
Batak Toba, yang jumlahnya lebih banyak dari penduduk setempatPakpak.
17
2.4 Migrasi Orang Batak Toba Secara Langsung
Keberadaan orang Batak Toba di Desa Simanduma diperkirakan sudah terjadi pada masa kolonial Belanda berkuasa di Dairi, banyak orang Batak Toba yang pindah
dari Dairi seperti ke Tanah Alas, Sumbul Pegagan, Parbuluan, Salak, Buluduri, Tigalingga. Kanopan, Kintara, Jumateguh sebagian kecil ke Singkil Aceh Selatan dan
sampai ke Desa Simanduma. Salah satu penyebabnya adalah lahan persawahan yang terbatas di Sidikalang dan jumlah penduduk yang terlalu banyak sehingga mereka
mencari lahan yang masih kosong yang masih tersedia terutama daerah yang memiliki aliran sungai yang dekat dengan perkampungan karena air salah satu syarat untuk
persawahan.
Migrasi ini terjadi akibat dibukanya seperti jaringan perrhubungan dan pembukaan jalan- jalan yang menghubungkan daerah Simanduma dengan daerah lainnya
seperti daerah Sidikalang, Tigalingga dan Sumbul Pegagan sehingga turut mempermudah dan mempercepat arus perpindahan secara langsung bagi orang Batak Toba ke daerah ini.
Selain faktor penyebab migrasi Batak Toba di daerah ini secara langsung yaitu keadaan ekonomi karena keterbatasan lahan pertanian di daerah asalnya dimana peduduk sudah
semakin banyak, sementara di daerah Simanduma lahan pertanian masih banyak tersedia lahan kosong. Disamping itu yang tidak bisa diabaikan adalah falsafah hidup atau nilai
budaya yang dianut Batak Toba yang di kenal dengan istilah 3H seperti yang dijabarkan
17
op cit, O.H.S. Purba dan Elvis F Purba, 2003 Hal 37-38.
Universitas Sumatera Utara
36
di atas, yaitu hamoraon, hagabeon, dan hasangapon, hal inilah yang sekarang ini memotivasi orang Batak Toba melakukan migrasi.
Proses migrasi orang Batak Toba ke Desa Simanduma terjadi tahun 1925 dan terjadi secara langsung ke daerah tujuan dan ada pula migrasi yang terjadi secara tidak
langsung atau migrasi ke daerah lain terlebih dahulu baru bermigrasi ke Desa Simanduma. Dalam proses bermigrasi langsung maupun secara tidak langsung biasanya
para migran yang sudah berumah tangga tidak langsung memboyong keluarganya ke daerah tujuan migrasi, tetapi di antara mereka yang terlebih dahulu bermigrasi adalah
para suami karena mereka belum mempunyai tempat tinggal menetap dan biasanya mereka tinggal di rumah-rumah saudaranya yang sudah terlebih dahulu tinggal di daerah
itu yang sudah mempunyai ladang sendiri dan tanah sehingga orang Batak Toba yang memiliki banyak tanah di sewakan kepada mereka yang baru datang dari daerah asal
18
2.5 Faktor Pendorong Dari Daerah Asal
. Setelah dirasa mampu untuk membiayai keluarganya, maka mereka menjemput istri dan
keluarganya untuk pindah ke tempat tujuan yaitu Desa Simanduma.
Keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik adalah keinginan setiap manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia ingin mendapatkan secarah mudah.
Perkerjaan petani yang dirasakan tidak memberikan harapan kemajuan. Untuk menciptakan cita-cita dan idaman, masyarakat agraris melakukan perpindahan dari satu
Desa ke Desa lain secara berkelompok atau perorangan. Kekayaan, kehormatan dan kebahagian hamoraon, hasangapon, dan hagabeon adalah tujuan hidup masyarakat
18
Wawancara Manotar Siregar, Simanduma, 30 Mei 2013
Universitas Sumatera Utara
37
Batak Toba.
19
2.5.1 Geografis
Dasar pemikiran ini merupakan wujud dari kebudayaan sebagai ide dan gagasan yang terus terwarisi dan mendarah daging bagi masyarakat. Yang melekat pada
pola pemikiran dan sikap tingkah laku masyarakat Batak Toba.
Persoalan mengenai transmigrasi tidak bisa dilepaskan dari persoalan tanah. Menurut Mubyabto, bahwah berdasarkan pengalaman trasmigrasi mempunyai kaitan erat
dengan kebijakan dibidang pertanahan. Persoalan ini muncul karena tanah adalah penyebab dan sekaligus adalah harapan bagi para trasmigrasi. Keinginan penduduk
memiliki tanah yang baru sebagi tempat tinggal ataupun sabagai mata pencaharian.
20
Letak geografis suatu daerah sangat mempengaruhi kehidupan masyarakatnya yang tinggal di daerah itu, sama halnya dengan masyarakat orang Batak Toba yang secara
geografis mempengaruhi kehidupan orang Batak Toba dengan segala sistem kehidupannya. Dilihat secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara terletak pada 1
˚ -20¹- 2º4¹LU dan 98º 10¹ -99º 35¹ BT dengan luas seluruhnya 1.060.530 Ha. Sebagian besar
daerahnya berupa dataran tinggi yang dikenal dengan dataran tinggi Toba dan berada pada punggung jajaran Bukit Barisan. Jika dilihat dari ketinggian permukaan laut maka
daerah ini berada diantara 300 sampai dengan 1500 m di atas permukaan laut. Tofografi bergelombang sampai curam dengan kemiringan antara 0 sampai dengan diatas 40
21
19
Dalam nilai filosofi Batak Toba hamoraon, hasangapon, dan hagabeon adalah tujuan orang Batak Toba yang kadang ditambah dengan sahala. Setiap keluarga mendambakan banyak keturunan dan
panjang umur gabe, kekayaan dan kesejahteraan mamora, wibawa sosial sangap, dan memiliki kemampuan berkuasa sahala harajaon serta kemampuan untuk dihormati sahala hasangapon. op cit.
O.H.S Purba, 1997, Hal 21.
20
Mubyabto “Pengantar Ekonomi Pertanian”, Jakarta: LPS3ES, 1989, Hal 44.
21
O.H.S Purba Elvis F. Purba, op cit. Hal 29.
.
Universitas Sumatera Utara
38
Dengan melihat uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa keadaan permukaan tanah yang bergunung-gunung dan berlembah- lembah menyebabkan berbagai hambatan
dalam usaha perkembangan usaha pertanian seperti perluasan tanah pertanian, perluasan areal permukiman juga kesulitan untuk pembangunan jalan dan sarana pengairan. Daerah
Tapanuli Utara kurang menguntungkan menyebabkan dampak negatif terhadap lahan pertanian yang akhirnya mendorong penduduk, terutama pada petani yang pindah dan
mencari daerah yang lebih baik. Selain itu kesuburan tanah yang kurang mendukung dan musim yang kurang baik mempengaruhi pertanian sehingga mempengaruhi panen di
didaerah asal
22
Pada dasarnya manusia tidak ingin hidup dengan kondisi kemiskinan dan manusia itu tidak ada yang selalu merasa puas dalam hidupnya. Demikian pula halnya dengan
setiap orang Batak Toba yang selalu mendambakan Hamoraon dan Hasangapon, karena orang Batak Toba beranggapan bila hamoraon dan hagabeon sudah tercapai maka
hasangapon juga akan tercapai. Orang Batak Toba melakukan perpindahan ke Desa . Kegagalan musim panen pada masa dahulu sering terjadi karena musim
kering yang berkepanjangan, seperti di daerah Humbang Samosir. Hasil pertanian seperti beras, jagung, dan ubi jalar yang merupakan kebutuhan
pokok bagi penduduk semakin berkurang. Hal tersebut terjadi disebabkan semakin banyak lahan pengairan menjadi lahan kering, sehingga sektor pertanian tidak mampu
lagi memenuhi kebutuhan yang semakin lama semakin meningkat. Kondisi ini menjadi salah satu faktor pendorong perpindahan penduduk dari daerah ini ke daerah lain di luar
Tapanuli
2.5.2 Faktor Ekonomi
22
Wawancara Sunggul Sinaga, Simanduma, 3 juni 2013
Universitas Sumatera Utara
39
Simanduma karena perkiraan mereka lebih senang disana tempat rantauan karena masih terbukanya lahan ekonomi yang dapat dikelola. Keadaan ekonomi yang pas-pasan
didaerah asal membuat mereka ingin mencari yang lebih baik.
23
Akibat jumlah penduduk yang terus bertambah menyebabkan berkurangnya lahan pertanian dan sekaligus mengakibatkan kemiskinan ditengah- tengah keluarga orang
Batak Toba. Sektor pertanian sebagai sumber utama mata pencaharian sudah tidak dapat diharapkan lagi, namun adanya prinsip Batak Toba lulu Anak, lulu Tano
24
yang merupakan jabaran dari hagabeon, hamoraon, dan hasangapon, maka sektor pertanian
masih tetap bertahan
25
Kebutuhan hidup yang beraneka ragam semakin mengalami peningkatan dan jumlah anggota keluarga juga semakin bartambah. Hal ini tidak didukung dengan adanya
peningkatan pendapatan ekonomi pada satu keluarga. Sedangkan sektor pertanian yang tidak dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin besar. Keadaan
lahan yang tandus dan iklim yang tidak mendukung menyebabkan kesulitan ekonomi yang semakin lama semakin terdesak. Ketidak cukupan atau ketidak mampuan lahan
untuk menjamin kelangsungan hidup seluruh anggota keluarga mendorong orang batak toba tersebut untuk mencari perluasan lahan-lahan pertanian baru terutama persawahan
. Karena dalam pandangan Batak Toba tanah merupakan lambang kekayaan dan kehormatan yang akan mempertinggi status sosial baik ditengah- tengah
masyarakat, bahkan pandangan ini sudah mendarah daging dalam kehidupan setiap orang Batak Toba yang merupakan perjuangan hidup mereka. Tanah pada masyarakat Batak
Toba berfungsi ganda sebagai lahan pertanian maupun sebagai tanah warisan yang akan di berikan kepada anak-anaknya kelak jika dia sudah meninggal.
23
Wawancara Sunggul Sinaga, Simanduma, 3 juni 2013
24
Yang memiliki arti harafiahnya suka akan anak supaya gabe, juga suka akan tanah. log cit. O.H.S Purba. Elvis f Purba, 1997. Hal 26.
25
Ibid, Hal 86.
Universitas Sumatera Utara
40
tidak memungkinkan lagi. Alasan untuk meninggalkan kampung halaman pada umumnya disebabkan faktor ekonomi, selain itu adanya faktor geografi dimana untuk pembukaan
lahan baru tidak memungkinkan lagi. Dengan demikian maka orang Batak Toba akan melaksanakan migrasi ke daerah lain namun tidak akan meninggalkan adat yang telah
mendarah daging bagi mereka sejak dari daerah asal.
2.5.3 Demografi
Tekanan terhadap lahan pertanian semakin besar dan jumlah penduduk yang secara alamiah bertambah dengan pesat sesuai dengan idaman setiap keluarga yang
mendambakan banyak keturunan gabe . T.R Mahthus seorang tokoh antropologi berpendapat bahwah yang menyebabkan kemelaratan yang menimpa penduduk adalah
karena tidak terdapatnya keseimbangan perbandingan antara bertambahnya penduduk dan bertambahnya bahan makanan yang didapat oleh masyarakat
26
Tanah memegang peranan yang penting dalam adat Batak Toba. Dengan memiliki tanah yang banyak akan dipandang masyarakat yang memiliki status yang tinggi. Setiap
orang mendambakan banyak anak sebagai penerus keturunan gabe, dibarengi dengan limpahan ternak dan pertanian karena hal ini melambangkan hagabeon sejati. Idaman ini
harus didukung oleh kedaulatan di daerah tanah sendiri, karena tanah memiliki aspek . Ini yang terjadi di
Tapanuli Utara, bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun dimana tiap keluarga yang mendambakan keluarga gabe akan tetapi hasil panen yang diolah tidak bisa
mencukupi semua anggota keluarga. Tanah yang tandus dan iklim yang kurang baik menyebabkan penentuan dari jenis tanaman dan hasil panen yang diterima tidak dapat
mencukupi kebutuhan keluarga yang semakin bertambah.
26
op cit. Merisdawaty Limbong, 2010. Hal 43.
Universitas Sumatera Utara
41
ganda, sebagai sumber mencari penghidupan melalui pembukaan lahan pertanian untuk menghidupi anggota keluargan dan keturunan yang akan datang serta untuk menggapai
ke-kepala-an, sebagaimana terkandung dalam ungkapan lulu anak lulu tano. Setiap keluarga muda yang sudah berdikari, manjae secara tidak langsung didorong untuk
membangun kampung-kampung baru. Pemberian sebidang tanah kepada anak yang telah bekeluarga dalam bentuk tanah
panjaean, dan tanah parbagianan, menyebabkan perpecahan dan perpencaran lahan pertanian. Selain masalah tanah adat yang tidak diusahai sepenuhnya karena sudah
merupakan gumul na so tupa bagion, asimun na so bolao. Pemberian tersebut menyebabkan semakin banyak rumah tangga petani yang memiliki dan menguasai lahan
yang sempit. Sifat dasar orang Batak yang rindu berkawan sihol mardongan, memperbesar arus perpindahan dari satu kampung mengikuti teman sekampung yang
pindah terlebih dulu ke daerah lain. Teman atau saudara yang sudah pindah akan memberi kabar kekampung halaman, ini menyebabkan penduduk yang berada dikampung halaman
ikut melakukan perpindahan karena lahan yang lebih subur didaerah lain dan keinginan dapat lebih maju seperti temannya.
2.5.4 Faktor Budaya
Konteks kultural mengenai sahala hasangapon melekat pada diri orang Batak Toba. Sahala adalah sifat tondi semangat sebagai esensi manusia, yaitu watak alami
selain kekuasaan dan wewenang manusiawi. Sahala seseorang sebagai kekuatan tondinya, hasangapon berarti suatu kualitas yang dihormati sebagai akibat dari
dimilikinya sahala. Maka sahala hasangapon adalah kualitas kehormatan diri yang juga
Universitas Sumatera Utara
42
berarti bahwah seseorang itu patut dihargai oleh orang lain. Supaya mendapat kualitas ini, orang harus mengambangkan sahala harajaonnya kerajaan pribadi.
Namun sahala hasangapon baru menjadi kenyataan apabila seorang telah memperlihatkan prestasinya. Misalnya, seorang laki-laki dengan memilki banyak anak
dan cucu serta berhasil dalam pertanian atau pekerja-pekerja lain. Karena itu, di Batak Toba yang bertani subtensial, tanah dan anak merupakan faktor penting dalam
membangun harajaon karajaan, yang merupakan pertanda dimilikinya sahala hasangapon. Dari tanah dan anak bisa diperoleh kekuasaan dan kekayaan. Paradigma ini
tentu saja bisa mendorong dinamisme dan ambisi seseorang. Dalam hal ini, jelaslah bahwah kompleks sahala hasangapon juga mendorong orang Batak Toba untuk pindah
dan mendirikan “kerajaan-kerajaan” baru.
2.5.5 Pembukaan Jaringan Jalan
Jalan darat merupakan satu- satunya sarana perhubungan utama di Tapanuli kecuali sekitar Danau Toba. Jalan-jalan setapak semakin penting untuk mempercepat
arus perhubungan dari satu daerah ke daerah lain. Pemerintah kolonial Belanda merekrut orang Batak Toba untuk dipekerjakan untuk pembangunan jalan tersebut, baik untuk
tujuan perluasan jajahan maupun untuk tujuan lain. Pada waktu hubungan lalu lintas masih mempergunakan jalan setapak, perpindahan penduduk dari Tapanuli ke Dairi
ditempuh dalam beberapa hari perjalanan, tetapi pada tahun- tahun berikutnya. setelah kondisi jalan- jalan menjadi lebih baik maka hubungan antar daerah semakin lancar dan
perjalanan ke Dairi semakin mudah. Tapanuli semakin terbuka dengan daerah luar akibat dibukanya jalan- jalan yang lebih baik antara lain dengan dibukanya jalan dari Tarutung-
Sibolga 1915- 1922, Jalan Siborong- borong – Doloksanggul- Sidikalang 1930, jalan
Universitas Sumatera Utara
43
Tarutung- Pahae- Padang Sidempuan dan jalan Doloksanggul- Pakkat-Barus-Sibolga merupakan jalan keluar utama dari Tapanuli
27
Dalam pembukaan jalan-jalan tersebut pemerintah kolonial Belanda membutuhkan banyak pekerja yang berasal dari penduduk pribumi. Masyarakat dipaksa
dengan kerja keras rodi yang menyebabkan penderitaan bagi rakyat. banyak orang Batak Toba ada yang berpindah ke daerah lain untuk menghindarkan diri dari kerja rodi.
28
Dampak lain dari pembukaan jaringan jalan yang semakin luas itu ialah masyarakat daerah Tapanuli semakin terbuka dari pengaruh-pengaruh dan akibat-akibat
yang beranekaragam sifatnya. Pada masa kolonial Belanda jaringan jalan di daerah pedalaman diikuti oleh pembangunan jalan besar. Seperti dari perbatasan Aceh melalui
kota Pangkalan Berandan, Tanjung Pura, Binjai, Medan, Lubuk Pakam, Tebing Tinggi, Kisaran sampai ke Rantau Prapat. Selain jalan utama tersebut, jalan Berastagi dan
Kabanjahe di Dataran Tinggi Karo dan Jalan melalui Simalungun ke Danau Toba yang terus ke Tapanuli dan Sibolga
Mereka menganggap bahwa rodi merupakan jenis perbudakan sehingga mereka kurang suka pindah atau memasuki daerah lain dimana akan diadakan pembukaan jalan baru. Hal
seperti ini diantaranya terjadi pada waktu membuka jalan antara Barus- Sibolga- Batangtoru dan Angkola – Mandailing, yang pada waktu itu sudah termasuk wilayah
Keresidenan Tapanuli.
29
27
op. cit. Elvis. F. Purba, O.H.S, Purba, 1997, Hal 91.
28
Ibid, Refi Roslila Siringo-Ringo, 2008. Hal 54.
29
Ibid, Hal 93.
. Pembangunan jalan di sekitar Danau Toba memberi kemudahan bagi penduduk Batak Toba meninggalkan kampung halamannya menuju
Dairi, Simalungun, dan daerah lainnya. Pembukaan jalan dari Siborong- borong melalui
Universitas Sumatera Utara
44
Doloksanggul- Hariara Pintu ke Sidikalang sehingga mempercepat orang- orang Batak Toba dari daerah Silindung pindah ke Dairi.
2.6 Faktor Penarik Dari Daerah Tujuan 2.6.1 Ekonomi Yang Lebih Baik
Sebagai faktor penarik yang menyebabkan Desa Simanduma menjadi pilihan para migran Batak Toba adalah kesempatan dalam bidang ekonomi sangat luas terutama pada
persawahan yang masih tersedia. Di Desa Simanduma itu sendiri banyak tersedia aliran sungai sehingga sangat baik untuk daerah persawahan. Migrasi Batak Toba ke desa
Simanduma di pengaruhi oleh kondisi geografis dan sulitnya masalah ekonomi Tapanuli. Desa Simanduma menjanjikan berbagai kemudahan dan fasilitas yang dapat
dimanfaatkan demi meningkatkan pendapatan orang Batak Toba. Salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha peningkatan produksi pertanian
melalui pasca usaha pengairan. Air adalah syarat mutlak bagi kehidupan dan pertumbuhan tanaman air dapat datang dari hujan atau harus melalui pengairan yang
diatur manusia keduanya harus disesuaikan agar benar-benar tanaman mendapat air secukupnya, yang dimaksut dengan pengairan sebenarnya meliputi “pengaturan
kebutuhan air” bagi tanaman sehingga didalamnya termasuk juga drainase. Disamping pengairan banyak di pakai kata irigasi air untuk membawa air dari sungai ke sawah-
sawah
30
Keberadaan lahan di Desa Simanduma sebagian besar berbukit-bukit dan gunung- gunung yang bergelombang dan kemiringan lahan yang bervariasi yang hanya sebagian
30
op cit. Mubyabto, 1985, Hal 86.
Universitas Sumatera Utara
45
yang rata dan datar. Hasil produksi dari Desa Simanduma yang sesuai dengan keadaan alamnya maka mata pencaharian masyarakat umumnya adalah bercocok tanam. Lahan
didaerah ini sangat cocok tanaman muda dan tanaman keras seperti kopi, jagung jahe, cabe, dan sayur-sayuran. Salah satu tanaman di daerah ini yang paling di unggulkan
adalah tanaman kopi. Kopi robusta dan kopi arabika kopi ateng yang paling banyak dibudidayakan masyarakat karena tanaman kopi bisa di bilang sigarar utang kopi disebut
sebagai sigarar utang karena untuk memperoleh hasil panen dari kopi terutama kopi Arabika kopi ateng itu sendiri dipetik dua kali dalam satu bulan. Sehingga sangat
membantu dalam memenuhi kehidupan sehari-hari masyarakat.
2.6.2 Terbentuknya Jaringan Jalan
Sebelum dibukanya jalan yang lebih besar masyarakat Desa Simanduma menggunakan kuda marhoda boban dan kerbau padati sebagai alat transportasi untuk
membawa hasil-hasil pertanian kepasar onan.
31
31
Wawancara Sunggul Sinaga, Simanduma, 13 juni 2013
Masyarakat juga membuat jembatan gantung yang menghubungkan antara Sidikalang dan Desa Simanduma, tetapi karena
harus melalui hutan dan jalan yang terterlalu curam dan sangat berbahaya sehingga ditinggalkan oleh penduduk seiring dibukanya jalan yang lebih baik yang
menghubungkan kecamatan Sumbul Pegagan sampai Sidikalang. Tidak dipungkiri bahwa jalan ini memiliki cerita tersendiri bagi penduduk Desa Simanduma. Jalan ini sangat
bermamfaat bagi orang Batak Toba dan masyarakat Pakpak untuk menjual hasil pertanian dan membeli kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Seiring dengan berjalanya waktu
kondisi jalan di Desa Simanduma ini sudah lebih baik, sehingga dapat memperlancar dan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi karena daerah ini merupakan daerah penghasil
Universitas Sumatera Utara
46
kopi, padi, jagung, dan juga tanaman-tanaman holtikultura lainya. Arus lalu lintas yang lancar yang sudah dapat dilalui kendaraan dapat menunjang pendapatan ekonomi yang
lebih baik. Pada waktu sebelum masuknya alat-alat tehnologi yang lebih canggih dalam pengolahan lahan persawahan. Masyarakat atau penduduk yang ada di Desa Simanduma
dalam mengolah lahan pertanian persawahan dikerjakan dengan memakai tenaga kerbau bajak atau manisir.
2.6.3 Masih Tersedianya Lahan Pertanian.
Faktor penarik lainnya, adalah adanya hubungan keluarga dan teman sekampung. Migrasi karena faktor hubungan keluarga di alami oleh sebagian migran. Menurut
keterangan yang diperoleh pindahnya mereka karena sudah ada keluarga yang terlebih dahulu bermigrasi ke desa Simanduma, sehingga tidak sulit untuk mencari tempat tinggal
untuk sementara. Adanya hubungan darah antara sesama migran baik itu hubungan sebagai abang, adik, paman, atau hubungan saudara lainnya mendorong mereka datang
untuk menjumpai saudaranya yang kemudian tertarik untuk bertempat tinggal di desa ini. Simanduma merupakan daerah yang memiliki banyak daya tarik dan hal- hal yang
menjanjikan. Luasnya tanah dan kodisinya yang subur menjadi pusat perhatian migran Batak Toba untuk datang ke daerah ini. Selain itu keterbukaan dan sifat menerima dari
orang Pakpak dalam menerima pedatang yang ingin tinggal di Desa Simanduma merupakan faktor yang memudahkan bagi orang pendatang dalam bermigrasi
32
32
Wawancara Sentosa Capah, Simanduma, 13 juni 2013
. Adanya berita-berita serta ajakan teman sekampung, menjadikan beberapa kemudahan untuk
memperoleh tanah dan fasilitas lainnya di tempat tujuan migran. Persoalan tanah bagi para migran merupakan hal yang sangat penting, karena dengan adanya tanah dan
Universitas Sumatera Utara
47
sekaligus kepemilikan membuat mereka lebih yakin untuk melaksanakan tujuannya. Maka dapat disimpulkan bahwa keputusan untuk bermigrasi tergantung pada masing-
masing migran. Kalau seseorang telah menentukan untuk tidak bermigrasi, maka bagaimanapun dorongan dan rayuan yang datang untuk mempengaruhinya mereka tidak
akan bermigrasi, kecuali hal lain misalnya ancaman atau paksaan. Berdasarkan keputusan yang diambil oleh orang Batak Toba itu sendiri, mereka nantinya tidak akan merasa
menyesal apabila keadaan didaerah tujuan tidak seperti apa yang diharapkan. Mereka akan menghadapi keadaanya dengan tegar didaerah tujuan.
Di Desa Simanduma ini baik sesama orang Batak Toba maupun dengan Pakpak yang mempunyai keinginan dan cita-cita yang sama untuk memperoleh kehidupan yang
lebih baik. Salah satu contoh dalam pekerjaan bertani mereka saling membantu satu sama lain marsiurupan atau marsiruppa. Setelah orang Batak Toba tinggal dan menetap di
Desa Simanduma, orang Batak Toba ini masih mempunyai hubungan dengan keluarga di daerah asal. Namun mereka tidak berkeinginan untuk kembali ke daerah asalnya atau
pindah ke daerah lain. Mereka ingin menetap tinggal di Desa ini karena terikat keluarga dan pekerjaan. Selain itu ada hal- hal yang mengikat seperti pemilikan rumah, tanah, yang
mereka peroleh setelah tinggal lama dan bekerja keras di daerah ini sehingga memperkuat keterikatan mereka terhadap daerah tersebut. Ikatan dalam bentuk kebersamaan di daerah
yang baru ini juga menjadi dasar pertimbangan untuk tidak meninggalkan desa ini, karena jika dalam suasana pesta atau berkumpul dalam urusan adat mereka sudah merasa berada
dikampungnya sendiri sehingga kerinduan untuk pulang ke kampung halaman dapat teratasi.
Universitas Sumatera Utara
48
2.6.4 Harga Tanah
Masyarakat Pakpak yang tinggal di daerah pedesaan huta umumnya masih mempraktekkan sistem ladang berpindah. dalam pelaksanaanya bukanlah kegiatan
ekonomi perladangan dan bukanlah kegiatan ekonomi semata tetapi berhubungan dengan aspek sosial budaya, jadi mereka diikat oleh sejumlah aturan, nilai budaya, pengetahuan,
upacara, kepercayaan, tabu dan sanksi.
33
Faktor lain yang menyebabkan migrasi orang Batak Toba adalah murahnya nilai jual tanah di Desa Simanduma. Keadaan ini juga mendorong para petani dari Tapanuli
datang ke Desa ini untuk memperoleh tanah dengan cara membeli dari penduduk setempat dengan tujuan bercocok tanam padi. Lahan tanah yang dijual oleh suku Pakpak
kepada orang Batak Toba hanya lahan hutan. Pada awal mereka datang ke Desa ini mereka melihat bahwah Desa Simanduma itu adalah hutan karena masyarakat Pakpak
tidak tau cara bercocok tanam yang baik dan malas bekerja sitarulang bau sehingga orang Batak Toba membuka lahan perkebunan kopi dan persawahan serta mengajarkan
pada masyarakat Pakpak cara bertani terutama dipersawahan
34
Penjualan tanah oleh Raja Tano terhadap kaum pendatang ini di latar belakangi karena atas dasar kepercayaan kepada setiap pendatang tersebut. Harga yang ditawarkan
ke etnis pendatang untuk mendapatkan 1petak tanah dengan harga 60 sampai 5 ribu .
35
33
Lister Berutu dan Pasden Berutu, op.cit ,Hal 4-5.
34
Wawancara Pine Lumbanggaol, Simanduma, 14 juni 2013
35
Wawancara Pine Lumbangaol, Simanduma, 14 juni 2013
. Dengan Syarat-syarat untuk memperoleh tanah ini hanya dengan melaporkan kedatangan
mereka kepada kepala Desa selanjutnya kepala Desa akan mengurus semua administrasinya Sedangkan pemberian tanah secara cuma- cuma oleh Raja Tano kepada
sebagian pendatang ditujukan bagi pendatang lebih awal tiba di Desa Simanduma. Selain
Universitas Sumatera Utara
49
itu mereka juga telah ikut bekerja di lahan orang Pakpak sehingga dianggap sudah ada ikatan persaudaraan di antara mereka.
Dengan hasil pembelian tanah tersebut orang Batak Toba memulai membuka lahan untuk pertanian kopi, persawahan dan pertanian padi lahan kering mardarat dengan
keberadaan orang Batak Toba di Desa Simanduma mereka mengajarkan kepada orang Pakpak cara bercocok tanam padi sawah dan kopi. Sebelum datangnya orang Batak Toba
didaerah ini penghasilan utama orang Pakpak adalah, pertanian padi lahan kering dan paragat tuak
36
Sama seperti ketika orang Batak Toba masuk kekota Medan setelah kemerdekaan, populasi Batak Toba mencapai 14. Populasi total di Medan yang mengalahkan semua
etnik kecuali kelompok Jawa. Dengan adanya Batak Toba di Medan mereka adalah pemburu tanah mereka membeli tanah di pinggiran kota dari orang Jawa dan Melayu di
kecamatan Labuhan Batu misalnya mereka mengubah ratusan hektar tanah rawa kepunyaan orang Melayu menjadi sawah tadah hujan hanya dalam beberapa tahun.
37
36
Wawancara Panjil Capah, Simanduma, 14 juni 2013
37
Usman pelly, Urbanisasi dan Adaptasi : Peranan Misi Budaya Minangkabau Dan Mandailing, Jakarta: LP3ES, 1994, Hal 103.
Universitas Sumatera Utara
50
BAB III KEHIDUPAN SOSIAL ORANG BATAK TOBA DI DESA SIMANDUMA