Analisis pendapatan usahatani padi dan faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk menanam padi hibrida (Studi kasus kecamatan Cibuaya, kabupaten Karawang, Jawa Barat)

(1)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI

DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI

UNTUK MENANAM PADI HIBRIDA

(Studi Kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang,

Jawa Barat)

Oleh: THOHIR BASUKI

A14103023

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(2)

yang Mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida (Studi Kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat). Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI.

Usahatani padi mempunyai peranan yang sangat penting di Indonesia karena menghasilkan beras yang merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Ketidakcukupan atas bahan makanan tersebut dapat menjadi masalah nasional. Selain itu, beras juga merupakan bahan baku penting dalam beberapa industri makanan. Oleh karena itu, usahatani padi Indonesia dituntut mampu menyediakan beras untuk memenuhi permintaan yang ada.

Adanya impor beras yang dilakukan Indonesia menunjukkan bahwa beras produksi dalam negeri masih belum mampu mencukupi permintaan beras dalam negeri. Peningkatan produksi gabah (beras) dapat dilakukan melalui dua alternatif yaitu peningkatan luas panen dan peningkatan produktivitas padi. Upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas antara lain melalui penggunaan input pertanian (benih, pupuk, pestisida, dan lain-lain) yang tepat dan penerapan teknik budidaya yang baik. Benih padi varietas unggul seperti varietas hibrida adalah salah satu produk teknologi pertanian yang berpotensi mendukung peningkatan produktivitas padi.

Pada saat ini, Departemen Pertanian Republik Indonesia telah melepas 31 varietas padi hibrida dengan rata-rata potensi hasil sebesar 9,86 ton GKG (Gabah Kering Giling)/ha. Angka tersebut lebih tinggi daripada potensi hasil varietas padi yang banyak dibudidayakan di Indonesia seperti IR-64 dan Ciherang yang hanya mencapai 8 ton GKG/ha. Dengan demikian, penggunaan benih padi hibrida memungkinkan peningkatan produksi beras Indonesia.

Penelitian ini mempunyai dua tujuan yaitu:

1. Menganalisis pendapatan usahatani padi inbrida dan padi hibrida pada lokasi

penelitian.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani

pada lokasi penelitian untuk menggunakan benih padi hibrida.

Penelitian ini diharapkan berguna bagi pembuat kebijakan sebagai salah satu pertimbangan dalam membuat kebijakan berkaitan pengembangan padi hibrida di Indonesia. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian terkait berikutnya.

Penelitian dilaksanakan pada Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat pada Bulan Agustus-September 2007. Penelitian ini melibatkan 58 petani sebagai responden sumber data primer yang terdiri dari 28 petani padi hibrida dan 30 petani padi inbrida. Responden petani hibrida diusahakan merupakan populasi petani padi hibrida. Sementara responden petani padi inbrida diambil secara acak dari Desa Kedungjeruk yang dipilih secara

purposive untuk mewakili Kecamatan Cibuaya.

Data yang dipakai dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan responden berdasarkan kuesioner yang telah dipersiapkan. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur yang terdapat pada buku, laporan penelitian, jurnal, internet, dan lain sebagainya.


(3)

Selanjutnya, data yang terkumpul dipergunakan sebagai input dalam analisis pendapatan untuk membandingkan pendapatan antara usahatani padi inbrida dengan usahatani padi hibrida dan analisis untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan benih padi hibrida di tingkat petani dengan mempergunakan regresi logistik.

Usahatani padi hibrida yang dilaksanakan oleh petani Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada Musim Rendeng 2006/2007 memberikan keuntungan (pendapatan) yang lebih kecil daripada usahatani padi inbrida pada waktu dan tempat yang sama. Pendapatan atas biaya dibayarkan usahatani padi inbrida dan padi hibrida adalah Rp 6.152.080,57 dan Rp 4.384.536,55. R/C usahatani padi inbrida yang lebih besar daripada R/C usahatani padi hibrida menandakan bahwa usahatani padi inbrida lebih efisien daripada usahatani padi hibrida. R/C atas biaya dibayarkan pada usahatani padi inbrida adalah 2,10 dan R/C atas biaya dibayarkan pada usahatani padi hibrida adalah 1,62.

Hasil analisis regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi benih padi hibrida menunjukkan bahwa ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan benih padi hibrida di Kecamatan Cibuaya yaitu luas lahan, status lahan, rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, dan umur. Semakin luas lahan yang digarap maka kemungkinan petani untuk mengadopsi benih padi hibrida juga semakin tinggi. Petani penggarap bukan pemilik tanah ternyata mempunyai kemungkinan yang lebih tinggi untuk menggunakan benih padi hibrida. Semakin tinggi rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, semakin kecil kemungkinan petani untuk menggunakan benih padi hibrida. Semakin tua petani maka kemungkinan petani untuk menanam padi hibrida semakin kecil.

Disarankan agar varietas yang akan diusahakan di suatu tempat hendaklah merupakan varietas yang mempunyai karakteristik sesuai dengan kondisi lokasi tersebut. Tanpa mengabaikan golongan petani yang lain, disarankan agar penyuluhan dan insentif-insentif untuk pengembangan padi hibrida dengan varietas yang tepat lebih difokuskan kepada golongan petani dengan karakteristik yaitu mempunyai lahan garapan yang luas dan lebih muda. Selain itu, penyuluhan dan insentif tersebut tidak boleh mengabaikan petani penggarap bukan pemilik lahan.

Petani disarankan mencari sumber pendapatan sampingan dari luar usahatani sehingga mereka mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk menanggung biaya usahatani padi hibrida yang lebih tinggi. Dengan demikian diharapkan adopsi inovasi lebih mudah terjadi. Penelitian selanjutnya diharapkan mengambil sampel dari beberapa kecamatan atau kabupaten sehingga beberapa faktor lain yang diduga mempengaruhi adopsi padi hibrida bisa dianalisis.


(4)

(Studi Kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang,

Jawa Barat)

Oleh: THOHIR BASUKI

A14103023

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(5)

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida (Studi Kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat). Nama : Thohir Basuki

NRP : A14103023

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 131 415 082

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI UNTUK MENANAM PADI HIBRIDA (STUDI KASUS KECAMATAN CIBUAYA, KABUPATEN KARAWANG, JAWA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN DENGAN TUJUAN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, April 2008 Thohir Basuki


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 6 Mei 1985 di Kabupaten Boyolali dari bapak bernama Maryono dan ibu bernama Tri Pamuji Rahayu. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal pada TK Pertiwi Jipangan 1 tahun 1989. Selanjutnya, pada tahun 1991 penulis melanjutkan pendidikan pada SDN Jembungan 3 dan lulus pada tahun 1997. Pendidikan berikutnya ditempuh pada SLTPN 1 Banyudono sampai tahun 2000. Pada tahun 2000 sampai 2003, penulis menuntut ilmu di SMUN 4 Surakarta. Penulis diterima menjadi mahasiswa IPB pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2003.

Selama kuliah di IPB, penulis pernah menjadi asisten dosen beberapa mata kuliah. Pada tahun 2004, penulis menjadi asisten dosen Mata Kuliah Matematika Dasar selama satu semester. Pada tahun 2005, penulis menjadi asisten dosen Mata Kuliah Kalkulus selama satu semester. Selanjutnya penulis juga pernah menjadi asisten dosen Mata Kuliah Ekonomi Umum selama dua semester pada tahun akademik 2006/2007.

Di bidang organisasi, penulis pernah aktif pada Departemen Perekonomian DKM Al Hurriyyah tahun 2004. Mulai tahun 2005 sampai sekarang, penulis aktif mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Forum Kajian Islam Mahasiswa IPB, MT Al Furqan.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Atas pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida (Studi Kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat)”.

Benih padi varietas hibrida merupakan salah satu bentuk inovasi teknologi pertanian yang berpotensi untuk meningkatkan produksi beras nasional Negara Indonesia. Dengan perlakuan yang baik, padi hibrida yang diusahakan pada lokasi yang sesuai dapat memberikan produktivitas yang lebih tinggi daripada produktivitas padi inbrida. Pada saat ini, Departemen Pertanian Republik Indonesia telah melepas varietas padi hibrida sebanyak 31 varietas untuk dibudidayakan di Indonesia.

Penelitian ini mempunyai dua tujuan. Tujuan pertama yaitu menganalisis pendapatan usahatani padi inbrida dan padi hibrida pada Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Sedangkan tujuan kedua yaitu mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani pada lokasi penelitian untuk menggunakan benih padi hibrida dengan menggunakan regresi logistik.

Penulis telah berusaha sebaik-baiknya dalam menyelesaikan skripsi ini. Akan tetapi, penulis juga menyadari bahwa karya tulis ini tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena itu, segala masukan adalah sesuatu yang sangat berharga dan sangat penulis harapkan. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan pertanian.


(9)

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Banyak pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, M.S. yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Ratna Winandi, M.S. yang telah bersedia menjadi dosen penguji utama dalam ujian skripsi dan memberikan banyak koreksi terhadap skripsi ini.

3. Tintin Sarianti, S.P. yang telah bersedia menjadi dosen penguji wakil departemen dalam ujian skripsi dan memberikan banyak saran terhadap skripsi ini.

4. Perpustakaan IPB, Puslitbangtan Bogor, IRRI Indonesia, Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan Kabapaten Karawang, CIFOR, dan Cyber 24. 5. Kedua orang tua penulis (Ibu Tri Pamuji Rahayu dan Bapak Maryono)

yang telah memberikan semangat, perhatian, doa, dan menanggung seluruh biaya pendidikan. Adik penulis (Krisnanda) yang telah memberikan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Camat Cibuaya (Bapak Hamdani) dan PPL Cibuaya (Bapak Rosid dan Bapak Abdurrahman) yang telah memberikan izin penelitian dan membantu pengumpulan data di Cibuaya. Bapak Yoyo Suparyo (Ketua KTNA Pamanukan, Subang) atas infomasi penting tentang padi hibrida. 7. Keluarga Pak Haji Dayat, Pajaten yang memberikan penginapan dan

konsumsi selama pengambilan data di Kecamatan Cibuaya.

8. Keluarga Mas Dono yang telah meminjamkan alat transportasi selama penelitian dan keluarga Mbak Sisri atas bantuan dan dorongan yang diberikan untuk menyelesaikan penelitian.

9. Cak Faiz, Ata, Kak Yogi, Anri, Angga, Mas Eko, Trihadi, Erick, Panji, dll atas bantuannya dalam pelaksanaan seminar hasil penelitian.


(10)

10.Teman-teman Forum Kajian Islam Mahasiswa MT Al Furqan: Wira, Cak Faiz, Anri, Fandi, Mas Muji, Mas Sugeng, Bang Epen, Ata, Angga, Kemal, Wiyanto, dll.

11.Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Jazakumullahu khairan katsiran. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik dan lebih banyak kepada semua pihak yang membantu penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.


(11)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI

DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI

UNTUK MENANAM PADI HIBRIDA

(Studi Kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang,

Jawa Barat)

Oleh: THOHIR BASUKI

A14103023

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(12)

yang Mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida (Studi Kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat). Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI.

Usahatani padi mempunyai peranan yang sangat penting di Indonesia karena menghasilkan beras yang merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Ketidakcukupan atas bahan makanan tersebut dapat menjadi masalah nasional. Selain itu, beras juga merupakan bahan baku penting dalam beberapa industri makanan. Oleh karena itu, usahatani padi Indonesia dituntut mampu menyediakan beras untuk memenuhi permintaan yang ada.

Adanya impor beras yang dilakukan Indonesia menunjukkan bahwa beras produksi dalam negeri masih belum mampu mencukupi permintaan beras dalam negeri. Peningkatan produksi gabah (beras) dapat dilakukan melalui dua alternatif yaitu peningkatan luas panen dan peningkatan produktivitas padi. Upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas antara lain melalui penggunaan input pertanian (benih, pupuk, pestisida, dan lain-lain) yang tepat dan penerapan teknik budidaya yang baik. Benih padi varietas unggul seperti varietas hibrida adalah salah satu produk teknologi pertanian yang berpotensi mendukung peningkatan produktivitas padi.

Pada saat ini, Departemen Pertanian Republik Indonesia telah melepas 31 varietas padi hibrida dengan rata-rata potensi hasil sebesar 9,86 ton GKG (Gabah Kering Giling)/ha. Angka tersebut lebih tinggi daripada potensi hasil varietas padi yang banyak dibudidayakan di Indonesia seperti IR-64 dan Ciherang yang hanya mencapai 8 ton GKG/ha. Dengan demikian, penggunaan benih padi hibrida memungkinkan peningkatan produksi beras Indonesia.

Penelitian ini mempunyai dua tujuan yaitu:

1. Menganalisis pendapatan usahatani padi inbrida dan padi hibrida pada lokasi

penelitian.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani

pada lokasi penelitian untuk menggunakan benih padi hibrida.

Penelitian ini diharapkan berguna bagi pembuat kebijakan sebagai salah satu pertimbangan dalam membuat kebijakan berkaitan pengembangan padi hibrida di Indonesia. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian terkait berikutnya.

Penelitian dilaksanakan pada Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat pada Bulan Agustus-September 2007. Penelitian ini melibatkan 58 petani sebagai responden sumber data primer yang terdiri dari 28 petani padi hibrida dan 30 petani padi inbrida. Responden petani hibrida diusahakan merupakan populasi petani padi hibrida. Sementara responden petani padi inbrida diambil secara acak dari Desa Kedungjeruk yang dipilih secara

purposive untuk mewakili Kecamatan Cibuaya.

Data yang dipakai dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan responden berdasarkan kuesioner yang telah dipersiapkan. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur yang terdapat pada buku, laporan penelitian, jurnal, internet, dan lain sebagainya.


(13)

Selanjutnya, data yang terkumpul dipergunakan sebagai input dalam analisis pendapatan untuk membandingkan pendapatan antara usahatani padi inbrida dengan usahatani padi hibrida dan analisis untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan benih padi hibrida di tingkat petani dengan mempergunakan regresi logistik.

Usahatani padi hibrida yang dilaksanakan oleh petani Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada Musim Rendeng 2006/2007 memberikan keuntungan (pendapatan) yang lebih kecil daripada usahatani padi inbrida pada waktu dan tempat yang sama. Pendapatan atas biaya dibayarkan usahatani padi inbrida dan padi hibrida adalah Rp 6.152.080,57 dan Rp 4.384.536,55. R/C usahatani padi inbrida yang lebih besar daripada R/C usahatani padi hibrida menandakan bahwa usahatani padi inbrida lebih efisien daripada usahatani padi hibrida. R/C atas biaya dibayarkan pada usahatani padi inbrida adalah 2,10 dan R/C atas biaya dibayarkan pada usahatani padi hibrida adalah 1,62.

Hasil analisis regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi benih padi hibrida menunjukkan bahwa ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan benih padi hibrida di Kecamatan Cibuaya yaitu luas lahan, status lahan, rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, dan umur. Semakin luas lahan yang digarap maka kemungkinan petani untuk mengadopsi benih padi hibrida juga semakin tinggi. Petani penggarap bukan pemilik tanah ternyata mempunyai kemungkinan yang lebih tinggi untuk menggunakan benih padi hibrida. Semakin tinggi rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, semakin kecil kemungkinan petani untuk menggunakan benih padi hibrida. Semakin tua petani maka kemungkinan petani untuk menanam padi hibrida semakin kecil.

Disarankan agar varietas yang akan diusahakan di suatu tempat hendaklah merupakan varietas yang mempunyai karakteristik sesuai dengan kondisi lokasi tersebut. Tanpa mengabaikan golongan petani yang lain, disarankan agar penyuluhan dan insentif-insentif untuk pengembangan padi hibrida dengan varietas yang tepat lebih difokuskan kepada golongan petani dengan karakteristik yaitu mempunyai lahan garapan yang luas dan lebih muda. Selain itu, penyuluhan dan insentif tersebut tidak boleh mengabaikan petani penggarap bukan pemilik lahan.

Petani disarankan mencari sumber pendapatan sampingan dari luar usahatani sehingga mereka mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk menanggung biaya usahatani padi hibrida yang lebih tinggi. Dengan demikian diharapkan adopsi inovasi lebih mudah terjadi. Penelitian selanjutnya diharapkan mengambil sampel dari beberapa kecamatan atau kabupaten sehingga beberapa faktor lain yang diduga mempengaruhi adopsi padi hibrida bisa dianalisis.


(14)

(Studi Kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang,

Jawa Barat)

Oleh: THOHIR BASUKI

A14103023

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(15)

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida (Studi Kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat). Nama : Thohir Basuki

NRP : A14103023

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 131 415 082

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(16)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI UNTUK MENANAM PADI HIBRIDA (STUDI KASUS KECAMATAN CIBUAYA, KABUPATEN KARAWANG, JAWA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN DENGAN TUJUAN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, April 2008 Thohir Basuki


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 6 Mei 1985 di Kabupaten Boyolali dari bapak bernama Maryono dan ibu bernama Tri Pamuji Rahayu. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal pada TK Pertiwi Jipangan 1 tahun 1989. Selanjutnya, pada tahun 1991 penulis melanjutkan pendidikan pada SDN Jembungan 3 dan lulus pada tahun 1997. Pendidikan berikutnya ditempuh pada SLTPN 1 Banyudono sampai tahun 2000. Pada tahun 2000 sampai 2003, penulis menuntut ilmu di SMUN 4 Surakarta. Penulis diterima menjadi mahasiswa IPB pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2003.

Selama kuliah di IPB, penulis pernah menjadi asisten dosen beberapa mata kuliah. Pada tahun 2004, penulis menjadi asisten dosen Mata Kuliah Matematika Dasar selama satu semester. Pada tahun 2005, penulis menjadi asisten dosen Mata Kuliah Kalkulus selama satu semester. Selanjutnya penulis juga pernah menjadi asisten dosen Mata Kuliah Ekonomi Umum selama dua semester pada tahun akademik 2006/2007.

Di bidang organisasi, penulis pernah aktif pada Departemen Perekonomian DKM Al Hurriyyah tahun 2004. Mulai tahun 2005 sampai sekarang, penulis aktif mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Forum Kajian Islam Mahasiswa IPB, MT Al Furqan.


(18)

KATA PENGANTAR

Segala puji untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Atas pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida (Studi Kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat)”.

Benih padi varietas hibrida merupakan salah satu bentuk inovasi teknologi pertanian yang berpotensi untuk meningkatkan produksi beras nasional Negara Indonesia. Dengan perlakuan yang baik, padi hibrida yang diusahakan pada lokasi yang sesuai dapat memberikan produktivitas yang lebih tinggi daripada produktivitas padi inbrida. Pada saat ini, Departemen Pertanian Republik Indonesia telah melepas varietas padi hibrida sebanyak 31 varietas untuk dibudidayakan di Indonesia.

Penelitian ini mempunyai dua tujuan. Tujuan pertama yaitu menganalisis pendapatan usahatani padi inbrida dan padi hibrida pada Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Sedangkan tujuan kedua yaitu mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani pada lokasi penelitian untuk menggunakan benih padi hibrida dengan menggunakan regresi logistik.

Penulis telah berusaha sebaik-baiknya dalam menyelesaikan skripsi ini. Akan tetapi, penulis juga menyadari bahwa karya tulis ini tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena itu, segala masukan adalah sesuatu yang sangat berharga dan sangat penulis harapkan. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan pertanian.


(19)

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Banyak pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, M.S. yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Ratna Winandi, M.S. yang telah bersedia menjadi dosen penguji utama dalam ujian skripsi dan memberikan banyak koreksi terhadap skripsi ini.

3. Tintin Sarianti, S.P. yang telah bersedia menjadi dosen penguji wakil departemen dalam ujian skripsi dan memberikan banyak saran terhadap skripsi ini.

4. Perpustakaan IPB, Puslitbangtan Bogor, IRRI Indonesia, Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan Kabapaten Karawang, CIFOR, dan Cyber 24. 5. Kedua orang tua penulis (Ibu Tri Pamuji Rahayu dan Bapak Maryono)

yang telah memberikan semangat, perhatian, doa, dan menanggung seluruh biaya pendidikan. Adik penulis (Krisnanda) yang telah memberikan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Camat Cibuaya (Bapak Hamdani) dan PPL Cibuaya (Bapak Rosid dan Bapak Abdurrahman) yang telah memberikan izin penelitian dan membantu pengumpulan data di Cibuaya. Bapak Yoyo Suparyo (Ketua KTNA Pamanukan, Subang) atas infomasi penting tentang padi hibrida. 7. Keluarga Pak Haji Dayat, Pajaten yang memberikan penginapan dan

konsumsi selama pengambilan data di Kecamatan Cibuaya.

8. Keluarga Mas Dono yang telah meminjamkan alat transportasi selama penelitian dan keluarga Mbak Sisri atas bantuan dan dorongan yang diberikan untuk menyelesaikan penelitian.

9. Cak Faiz, Ata, Kak Yogi, Anri, Angga, Mas Eko, Trihadi, Erick, Panji, dll atas bantuannya dalam pelaksanaan seminar hasil penelitian.


(20)

10.Teman-teman Forum Kajian Islam Mahasiswa MT Al Furqan: Wira, Cak Faiz, Anri, Fandi, Mas Muji, Mas Sugeng, Bang Epen, Ata, Angga, Kemal, Wiyanto, dll.

11.Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Jazakumullahu khairan katsiran. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik dan lebih banyak kepada semua pihak yang membantu penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.


(21)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Kegunaan Penelitian... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Padi Hibrida ... 12

2.2 Perkembangan Padi Hibrida di Indonesia ... 14

2.3 Studi tentang Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi... 17

2.4 Studi tentang Usahatani Padi ... 27

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Adopsi Inovasi Pertanian ... 29

3.2 Teori Adopsi Varietas ... 30

3.3 Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi Pertanian ... 36

3.4 Konsep Usahatani... 41

3.5 Konsep Pendapatan Usahatani ... 42

3.6 Kerangka Pemikiran Operasional ... 43

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

4.2 Metode Pengumpulan Data ... 48

4.3 Pengolahan Data 4.3.1 Analisis Pendapatan ... 50

4.3.2 Analisis Keputusan Adopsi dengan Regresi Logistik 4.3.2.1 Model Regresi Logistik... 51

4.3.2.2 Metode Pengestimasi Model pada Regresi Logistik... 53

4.3.2.3 Metode Pengujian Parameter Model... 54

4.3.2.4 Interpretasi Koefisien ... 56

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kecamatan Cibuaya... 61

5.2 Kondisi Umum Pertanian Kecamatan Cibuaya... 62

5.3 Gambaran Umum Petani Sampel ... 66

5.4 Usahatani Padi Sawah dan Pemasaran Gabah 5.4.1 Pola Tanam Padi Sawah... 69


(22)

5.4.2 Teknik Cocok Tanam Padi Sawah ... 71 5.4.3 Pemasaran Gabah ... 75 5.5 Sejarah Penanaman Padi Hibrida di Kecamatan Cibuaya ... 77 BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Analisis Pendapatan Usahatani Padi Inbrida dan Padi Hibrida

6.1.1 Penerimaan Usahatani Padi Inbrida dan Padi Hibrida ... 80 6.1.2 Biaya Usahatani Padi Inbrida dan Padi Hibrida... 82 6.1.3 Pendapatan Usahatani Padi Inbrida dan Padi Hibrida... 96 6.1.4 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya... 98 6.2 Analisis Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk

Menggunakan Inovasi Benih Padi Hibrida

6.2.1 Model Regresi Logistik Penelitian ... 101 6.2.2 Pendugaan Intersep dan Koefisien Variabel Bebas ... 102 6.2.3 Uji Signifikansi Model dan Variabel Bebas... 103 6.2.4 Pembahasan tentang Faktor Penentu Adopsi Padi Hibrida ... 105 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan ... 111 7.2 Saran... 112 DAFTAR PUSTAKA ... 114 LAMPIRAN... 118


(23)

vi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksi Padi Indonesia dan % Kenaikan Produksi Padi pertahun Tahun 1997-2006 ... 2 2. Proyeksi Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun 2000-2010... 3 3. Kuantitas Impor Beras Indonesia Tahun 1998-2007 ... 3 4. Perkiraan Luas Areal Potensial Untuk Pengembangan Padi Hibrida ... 7 5. Ringkasan Hasil Beberapa Kajian tentang Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Adopsi Suatu Inovasi Pertanian... 26 6. Jenis Lahan Pertanian dan Luasnya pada Kecamatan Cibuaya,

Kabupaten Karawang, Jawa Barat ... 62 7. Banyaknya Kelompok Tani dan Anggotanya Berdasarkan Jenis

Kelompok Tani Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa

Barat ... 64 8. Umur Sampel Petani Padi Inbrida dan Petani Padi Hibrida

Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat ... 66 9. Lama Pendidikan Sampel Petani Padi Inbrida dan Petani Padi

Hibrida Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat... 67 10. Luas Usahatani Sampel Petani Padi Inbrida dan Petani Padi Hibrida

Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat ... 67 11. Lama Berusahatani Sampel Petani Padi Inbrida dan Petani Padi

Hibrida Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat... 68 12. Status Lahan Usahatani Sampel Petani Padi Inbrida dan Petani Padi

Hibrida Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat... 68 13. Jumlah Tanggungan Sampel Petani Padi Inbrida dan Petani Padi

Hibrida Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat... 69 14. Penerimaan Usahatani Padi Inbrida dan Padi Hibrida perhektar

Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada Musim

Rendeng 2006/2007 ... 81 15. Biaya Usahatani Padi Inbrida dan Padi Hibrida perhektar Kecamatan

Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada Musim Rendeng

2006/2007... 84 16. Penggunaan Tenaga Kerja untuk Usahatani Padi Inbrida perhektar

Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada Musim

Rendeng 2006/2007 ... 86 17. Penggunaan Tenaga Kerja untuk Usahatani Padi Hibrida perhektar

Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada Musim


(24)

18. Penggunaan Pupuk untuk Usahatani Padi Inbrida dan Padi Hibrida perhektar Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat

pada Musim Rendeng 2006/2007 ... 92 19. Anjuran Dosis Pupuk untuk Usahatani Padi Secara Umum (Varietas

Inbrida)... 93 20. Anjuran Dosis Pupuk untuk Usahatani Padi Hibrida... 94 21. Pendapatan Usahatani Padi Inbrida dan Padi Hibrida perhektar

Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada Musim

Rendeng 2006/2007 ... 97 22. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya Usahatani Padi Inbrida

dan Padi Hibrida perhektar Kecamatan Cibuaya, Kabupaten

Karawang, Jawa Barat pada Musim Rendeng 2006/2007 ... 99 23. Hasil Estimasi Model Regresi Logistik Terhadap Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Petani Cibuaya untuk Menggunakan Benih Padi


(25)

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Beberapa Pola Alternatif Fungsi Produksi Teknologi Lama dan

Teknologi Baru... 32 2. Hubungan antara Kurva Penerimaan dan Kurva Biaya Terkait

Perubahan Teknologi ... 35 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 45


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Varietas Padi Hibrida Yang Telah Dilepas Di Indonesia Beserta

Karakter Pentingnya... 119 2. Daftar Petani yang Menanam Padi Varietas Hibrida di Kecamatan

Cibuaya Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat 2007... 122 3. Deskripsi Varietas Padi Inbrida yang Ditanam Petani Kecamatan

Cibuaya, Karawang, Jawa Barat pada Musim Rendeng 2006/2007 ... 124 4. Daftar Nama Dagang Pestisida/Obat Tanaman yang Digunakan

oleh Petani Kecamatan Cibuaya... 125 5. Karakteristik Pribadi Petani Padi Inbrida... 127 6. Karakteristik Pribadi Petani Padi Hibrida ... 128 7. Perincian Biaya Usahatani Responden Petani Padi Inbrida

Kecamatan Cibuaya,Kabupaten Karawang, Jawa Barat MR

2006/2007... 129 8. Perincian Biaya Usahatani Responden Petani Padi Hibrida

Kecamatan Cibuaya,Kabupaten Karawang, Jawa Barat MR

2006/2007... 131 9. Perincian Kebutuhan Kerja dan Biaya Tenaga Kerja Usahatani Padi

Inbrida ... 133 10. Perincian Kebutuhan Kerja dan Biaya Tenaga Kerja Usahatani Padi

Hibrida... 136 11. Penggunaan Pupuk Petani untuk Usahatani Padi Inbrida Satu Hektar ... 139 12. Penggunaan Pupuk Petani untuk Usahatani Padi Hibrida Satu

Hektar... 140 13. Data Input untuk Analisis Regresi Logistik ... 141 14. Beberapa Tabel dalam Output Regresi Logistik dengan SPSS 13.0

for Windows... 143 15. Batasan Definisi Istilah dan Pengukuran Variabel... 146


(27)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peran pertanian sebagai subsektor andalan dalam perekonomian telah terbukti secara empiris, baik pada kondisi ekonomi normal maupun pada saat krisis. Peran pokok pertanian sebagai mesin penggerak ekonomi nasional dalam menciptakan ketahanan pangan, mendukung berkembangnya sektor sekunder dan tersier, serta menyumbang penerimaan devisa negara saat ini dan ke depan diharapkan dapat dijalankan dengan baik. Peran strategis sektor pertanian tersebut telah berhasil dilakukan selama lebih dari 30 tahun, sehingga dicapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yaitu tujuh persen pertahun dalam kondisi pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yaitu sekitar 2,3 – 2,7 persen pada dekade 1970-an dan 1980-an disertai dengan peningkatan pendapatan perkapita lebih dari empat persen pertahun (Rasahan, 2000).

Di Indonesia, usahatani padi mempunyai peranan yang sangat penting. Usahatani padi dapat menghasilkan beras yang merupakan bahan makanan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Ketidakcukupan atas bahan makanan tersebut dapat menjadi masalah nasional Negara Indonesia. Selain itu, beras juga merupakan bahan baku penting dalam beberapa industri makanan seperti mie dan kue. Oleh karena itu usahatani padi dituntut mampu menyediakan beras untuk memenuhi permintaan yang ada.

Sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, kebutuhan beras dalam periode 2005-2025 diproyeksikan masih akan terus meningkat. Jika pada tahun 2005 kebutuhan beras setara 52,8 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), maka


(28)

pada tahun 2025 kebutuhan tersebut diproyeksikan menjadi sebesar 65,9 juta ton GKG. Walaupun program diversifikasi pangan sudah sejak lama dicanangkan, namun belum terlihat indikasi penurunan konsumsi beras, bahkan konsumsi beras cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, 2005). Dengan adanya kecenderungan konsumsi beras yang meningkat, maka produksi beras juga harus ditingkatkan agar tercapai keseimbangan antara permintaan dan penawaran beras.

Tabel 1. Produksi Padi Indonesia dan % Kenaikan Produksi Padi pertahun Tahun 1997-2006

Tahun Produksi (ton) Peningkatan (ton) % Peningkatan

1997 49.377.054 - -

1998 49.236.692 -140.362 -0,28427

1999 50.866.387 1.629.695 3,30992

2000 51.898.852 1.032.465 2,02976

2001 50.460.782 -1.438.070 -2,77091

2002 51.489.694 1.028.912 2,03903

2003 52.137.604 647.910 1,25833

2004 54.088.468 1.950.864 3,74176

2005 54.151.097 62.629 0,11579

2006 54.454.937 303.840 0,56110

Rata-rata 1,11117

Sumber: BPS (2006), diolah

Berdasarkan Tabel 1, produksi padi Indonesia mengalami kecenderungan naik dari tahun ke tahun. Pada tahun 1998 dan tahun 2002 produksi padi mengalami penurunan daripada tahun sebelumnya. Penurunan produksi pada tahun 1998 disebabkan karena penurunan produktivitas padi. Sedangkan pada tahun 2002, penurunan produksi disebabkan baik karena penurunan produktivitas maupun penurunan luas panen. Informasi penting yang didapatkan dari tabel di


(29)

3

atas adalah rata-rata peningkatan produksi padi Indonesia pada tahun 1997 sampai 2006 adalah 1,11%.

Laju pertumbuhan penduduk pertahun pada tahun 2000-2005 dan 2005-2010 adalah 1,34% dan 1,27% (Tabel 2). Hasil proyeksi jumlah penduduk Indonesia yang dilakukan oleh BPS, Bapenas, dan UNFPA tahun 2005 menunjukkan bahwa pada rentang tahun 2000-2025 pertumbuhan rata-rata pertahun penduduk Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun. Walaupun demikian, Tabel 1 dan Tabel 2 cukup untuk menginformasikan bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia masih lebih tinggi daripada laju pertambahan produksi padi Indonesia. Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian yang serius terutama dari pemerintah agar tidak terjadi masalah kekurangan pangan.

Tabel 2. Proyeksi Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun 2000-2010

Tahun Laju Pertumbuhan

2000-2005 1,34

2005-2010 1,37

2010-2015 1,18

Sumber: BPS , Bapenas, dan UNFPA (2005)

Tabel 3. Kuantitas Impor Beras Indonesia Tahun 1998-2007

Tahun Impor (Ton)

1998 2.895.118,72

1999 4.751.398,16

2000 1.355.665,90

2001 644.732,82

2002 1.805.379,90

2003 1.428.505,68

2004 236.866,70

2005 189.616,61

2006 437.158,53

Jan. - Sept. 2007 1.018.155,64


(30)

Kebijakan yang diambil pemerintah untuk menutupi kekurangan penawaran atas permintaan beras di dalam negeri Indonesia adalah impor beras. Tabel 3 menunjukkan riwayat impor beras Indonesia pada tahun 1998 sampai 2007. Pada kelompok tahun tersebut, jumlah impor beras Indonesia terbesar terjadi pada tahun 1999 yaitu sebanyak 4.751.398,16 ton. Setelah tahun tersebut, impor beras Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dan jumlah impor beras terkecil terjadi pada tahun 2005 dengan jumlah impor sekitar 189.616 ton. Hal yang mengejutkan terjadi pada tahun 2007. Hanya sampai Bulan September, impor beras Indonesia meningkat tajam dibandingkan tahun 2005 dengan jumlah impor sebesar lebih dari satu juta ton.

Walaupun kebijakan mengimpor beras dapat memberikan manfaat seperti mencukupi kekurangan pasokan beras untuk kebutuhan dalam negeri, akan tetapi kebijakan tersebut dapat memberikan pengaruh yang kurang baik. Surono (2001) mengatakan ada dua efek besar yang ditimbulkan dari arus beras impor, yaitu: 1. Harga beras dalam negeri akan tertekan rendah karena menyesuaikan dengan

harga beras dunia meskipun telah ditetapkan tarif impor. Sebagai ilustrasi, harga beras dunia pada Bulan April tahun 2001 sekitar US $ 150 per-MT (Metric Ton). Dengan kurs sekitar Rp 10.000 per US $ dan tarif impor sebesar Rp 430 perkg maka harga beras impor di pasar grosir adalah sekitar Rp 1.930 perkg. Harga tersebut masih 20 persen di bawah harga beli Bulog.

2. Aktivitas perdagangan beras antardaerah dan antarwaktu menurun karena sumber suplainya lebih terbuka. Pedagang dapat memilih sumber beras yang lebih menguntungkan yaitu dari impor atau domestik. Daerah tidak harus melakukan pemupukan stok secara berlebihan karena beras setiap saat mudah


(31)

5

diperoleh. Berkurangnya aktivitas perdagangan beras antardaerah tersebut dapat menekan harga di daerah produsen karena surplus hasil produksi sulit dipasarkan.

Untuk mengurangi kuantitas beras impor, harus dilakukan upaya untuk meningkatkan produksi padi/beras nasional. Produksi padi suatu negara merupakan perkalian antara produktivitas padi dengan luas panen padi. Oleh karena itu, peningkatan produksi beras dapat dilakukan melalui dua alternatif upaya pokok yaitu peningkatan luas panen dan peningkatan produktivitas padi.

Untuk meningkatkan luas panen, upaya yang dapat dilakukan seperti peningkatan intensitas tanam pertahun dan penambahan luasan lahan untuk bercocok tanam padi. Peningkatan intensitas tanam dapat dilakukan menjadi dua atau tiga kali pertahun pada lahan yang semula hanya ditanami sekali atau dua kali pertahun. Sementara luasan penanaman dapat ditingkatkan dengan pembukaan lahan yang berpotensi untuk ditanami padi seperti lahan pasang surut. Pada Pulau Jawa, peningkatan lahan padi lebih sulit dilakukan daripada di luar Jawa karena kepadatan penduduk yang semakin tinggi dan persaingan dengan sektor nonpertanian dalam penggunaan lahan.

Upaya kedua yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produksi beras Indonesia adalah melalui peningkatan produktivitas padi Indonesia. Produktivitas optimal dapat dicapai jika semua komponen dalam usahatani dilakukan dengan baik. Jika satu komponen dilaksanakan dengan baik sementara komponen lain tidak ada perbaikan maka produktivitas optimal tidak akan tercapai. Upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas antara lain melalui penggunaan input pertanian (seperti benih, pupuk, dan pestisida) yang tepat dan penerapan


(32)

teknik budidaya yang baik. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dan Sistem of Rice Intensification (SRI) adalah dua contoh teknik budidaya padi yang baik. Benih padi unggul seperti varietas hibrida adalah salah satu produk teknologi pertanian yang dapat mendukung peningkatan produktivitas padi.

Padi hibrida memiliki potensi produktivitas yang lebih tinggi daripada varietas unggul bukan hibrida (inbrida). Saat ini padi hibrida belum dikenal secara meluas oleh petani di Indonesia. Pengembangan padi hibrida masih terbatas pada wilayah tertentu pada beberapa provinsi. Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Gorontalo, dan Lampung merupakan daerah yang paling responsif terhadap benih padi hibrida. Berdasarkan Komarudin dan Kartasasmita (2003) dan Satoto et al. (2004), usahatani padi hibrida dengan teknik budidaya yang baik dapat memberikan produksi dan pendapatan yang lebih tinggi daripada usahatani padi inbrida.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian (2007) menjelaskan bahwa padi hibrida berpotensial untuk dikembangkan pada wilayah yang mempunyai irigasi teknis, bebas dari kekeringan dan banjir, subur, dataran sedang, dan bukan daerah endemis WBC (Wereng Batang Coklat), HDB (Hawar Daun Bakteri), dan tungro. Berdasarkan persyaratan tersebut, Pulau Jawa mempunyai 24 kabupaten pada Musim Penghujan dan 23 kabupaten pada Musim Kemarau yang berpotensi menjadi sentra produksi padi hibrida. Tabel 4 memperlihatkan kabupaten di Pulau Jawa yang berpotensi menjadi daerah pengembangan padi hibrida berdasarkan musim beserta luas arealnya.

Daerah Pantura (Pantai Utara Jawa) seperti Kabupaten Karawang dan Subang merupakan kawasan sentra produksi padi penting untuk Provinsi Jawa


(33)

7

Barat. Akan tetapi, Departemen Pertanian tidak merekomendasikan daerah tersebut untuk menjadi daerah pengembangan padi hibrida. Hal itu disebabkan karena daerah Pantura merupakan kawasan yang endemik bagi hama tanaman utama seperti wereng.

Tabel 4. Perkiraan Luas Areal Potensial Untuk Pengembangan Padi Hibrida. Luas Areal Potensial (Hektar) Kabupaten

Musim Penghujan Musim Kemarau Jawa Barat

Bogor 88.120,1 87.895,2

Sukabumi 129.111,1 127.959,9

Cianjur 117.404,5 117.349,2

Bandung 101.814,3 101.075,3

Garut 117.510,9 117.431,3

Ciamis 108.120,9 107.324,7

Kuningan - 59.742,2

Purwakarta 29.841,7 29.605,2

Jumlah Jawa Barat 690.924,2 748.382,9

Jawa Tengah

Purbolinggo 32.453 32.223,9

Banjarnegara 26.590 26.477,3

Wonosobo 29.963 29.956

Magelang 59.436 59.389,2

Boyolali 44.490 42.904,4

Klaten 58.463,1 -

Sukoharjo 44.725 -

Karanganyar 41.510 41.423,6

Sragen 82.859 81.149,9

Temanggung 24.939 24.939

Jumlah Jawa Tengah 445.428,1 338.472,3

Jawa Timur

Ponorogo 54.955,1 54.879

Malang 63.117 63.072

Jember 127.257,5 127.302,7

Bondowoso 51.201,1 51.210,4

Mageten 38.221 38.024,9

Ngawi 87.733,5 87.483,5

Bojonegoro 94.472,5 94.615,8

Jumlah Jawa Timur 516.957,7 515.588,3

Total Pulau Jawa 1.653.310 1.603.443,5

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian (2007)


(34)

1.2 Rumusan Masalah

Pada saat ini, Departemen Pertanian Republik Indonesia telah melepas 31 varietas padi hibrida (Lampiran 1) dengan rata-rata potensi hasil sebesar 9,86 ton GKG (Gabah Kering Giling)/ha. Angka tersebut lebih tinggi daripada potensi hasil varietas padi inbrida yang banyak dibudidayakan di Indonesia seperti IR-64 dan Ciherang yang hanya mencapai 8 ton GKG/ha. Kenyataan tersebut merupakan berita yang menggembirakan mengingat produksi beras Indonesia masih di bawah permintaannya. Jika lahan pertanian yang semula dibudidayakan padi inbrida kemudian ditanami padi hibrida maka produktivitas padi atau beras Negara Indonesia berpotensi untuk mengalami peningkatan. Produksi beras dalam negeri yang meningkat akan menambah ketersediaan bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia. Dengan demikian, kuantitas beras impor yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri dapat dikurangi.

Akan tetapi, bagi masyarakat petani Indonesia benih padi hibrida masih dianggap sebagai teknologi pertanian yang baru. Lionberger (1968) mengatakan bahwa pada umumnya seseorang tidak langsung menerapkan suatu praktik atau ide setelah mendengar informasi tentang praktik atau ide tersebut. Setelah diperkenalkan, suatu inovasi teknologi memerlukan waktu untuk bisa diterapkan oleh masyarakat secara meluas. Demikian pula keadaannya pada inovasi teknologi benih padi hibrida.

Kondisi ini mengakibatkan benih padi hibrida tidak dapat langsung menunjukkan pengaruhnya dalam meningkatkan produksi beras nasional. Agar keberadaan benih padi hibrida mampu memberikan sumbangan berupa tambahan kuantitas produksi beras Indonesia, perlu dilakukan upaya untuk memperkenalkan


(35)

9

benih tersebut kepada petani dan merangsang petani padi agar membudidayakan padi hibrida.

Pada suatu daerah yang di dalamnya dikembangkan padi hibrida, umumnya tidak semua petani padi menerima inovasi benih padi hibrida. Jadi secara garis besar petani padi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu kelompok petani yang mengadopsi dan kelompok petani yang tidak mengadopsi benih padi hibrida. Ada banyak faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk menggunakan benih padi hibrida seperti karakteristik petani, informasi, dan pendapatan. Oleh kerena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menilai sejauh mana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi pilihan petani terhadap inovasi teknologi benih padi varietas hibrida. Selanjutnya berbagai upaya atau kebijakan dapat dilakukan untuk meningkatkan penggunaan benih padi hibrida berdasarkan faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi keputusan tersebut.

Padi hibrida memang mempunyai potensi produktivitas yang tinggi. China adalah negara yang telah mendapat banyak manfaat dari padi hibrida. Padi hibrida membutuhkan lingkungan tumbuh yang baik agar dapat mengekspresikan potensi hasilnya yang tinggi. Jika kondisi lingkungan tidak mendukung maka potensi hasil padi hibrida yang tinggi tidak bisa tercapai, bahkan tidak menutup kemungkinan produktivitasnya lebih rendah daripada padi varietas unggul inbrida. Departemen Pertanian tidak menganjurkan menanam padi hibrida pada daerah yang menjadi endemik hama dan penyakit tanaman utama seperti wereng dan penggerek batang padi.

Produktivitas yang tinggi merupakan salah satu tujuan utama dalam pengintroduksian varietas unggul padi sehingga dapat tercapai ketahanan pangan


(36)

(ketersediaan pangan dalam jumlah yang mencukupi ketika dibutuhkan). Akan tetapi, bagaimanapun juga sebagian besar petani adalah pengusaha yang mengharapkan pendapatan yang lebih tinggi atas penggunaan teknologi baru. Oleh karena itu, selain mempunyai potensi produktivitas yang tinggi, teknologi baru seperti varietas hibrida juga dituntut dapat mendatangkan pendapatan yang lebih tinggi. Setiap teknologi baru akan mendatangkan tambahan manfaat dan tambahan biaya. Petani akan mendapatkan pendapatan lebih tinggi apabila tambahan manfaat dari penggunaan teknologi baru lebih besar daripada tambahan biayanya. Dengan demikian, pendapatan usahatani yang akan diperoleh merupakan salah satu pertimbangan penting bagi petani untuk menerapkan suatu inovasi teknologi berupa varietas padi yang unggul.

Varietas yang memberikan pendapatan yang lebih tinggi tentu lebih disukai petani daripada varietas yang memberikan pendapatan yang lebih rendah. Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada Musim Rendeng 2006/2007 mempunyai areal penanaman padi hibrida yang cukup luas. Untuk membuktikan bahwa usahatani padi hibrida mampu menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi daripada usahatani padi inbrida perlu dilakukan analisis pendapatan terhadap kedua jenis usahatani padi tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah tingkat pendapatan usahatani padi inbrida jika dibandingkan dengan tingkat pendapatan usahatani padi hibrida?


(37)

11

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi petani untuk mengadopsi benih padi hibrida dan sejauh mana pengaruh faktor-faktor tersebut mempengaruhi keputusan petani untuk menggunakan benih padi hibrida?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua tujuan yang ingin dicapai yaitu: 1. Menganalisis pendapatan usahatani padi inbrida dan padi hibrida.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk menggunakan benih padi hibrida.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini mempunyai kegunaan:

1. Untuk mahasiswa, penelitian ini merupakan sarana untuk menerapkan ilmu yang diperoleh pada bangku pendidikan perguruan tinggi untuk menganalisis keadaan nyata di lapang.

2. Untuk pembuat kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu pertimbangan dalam membuat kebijakan berkaitan pengembangan padi hibrida di Indonesia.

3. Untuk para peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan pada penelitian terkait berikutnya.


(38)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Padi Hibrida

Hibrida (hybrid) adalah keturunan pertama dari suatu persilangan antara induk-induk yang berbeda secara genetik tetapi masih dalam spesies tanaman yang sama (Pingali et al., 1998). Mengacu pada pengertian tersebut, pengertian padi hibrida adalah keturunan generasi pertama hasil persilangan antara induk-induk yang memiliki keadaan genetik berbeda pada tanaman padi (Oriza sativa). Virmani et al. (2004) memberikan penjelasan bahwa padi hibrida komersial merupakan F1 (keturunan pertama) yang superior. Maksudnya adalah selain berasal dari induk yang lebih baik, padi hibrida komersial juga harus signifikan menunjukkan superioritas hasil (paling tidak 1 ton perhektar) atas varietas unggul inbrida dengan umur sejenis serta mempunyai kualitas gabah yang diterima konsumen.

Sebelum dikenal padi varietas hibrida, jenis varietas yang ada adalah inbrida. Julfiquar (2004) memberikan definisi dari inbrida (inbred) sebagai individu yang merupakan hasil dari penjodohan induk-induk yang mempunyai hubungan yang sangat erat (sejenis) atau hasil dari penyerbukan sendiri. Di negara Indonesia, contoh dari padi varietas inbrida adalah Ciherang, IR 64, Membramo, Cilamaya Muncul, Way Apo Buru, Cisadane, Maros, dan Situ Bagendit.

Padi hibrida menjadi pusat perhatian karena mampu memunculkan fenomena heterosis. Pingali et al. (1998) mendeskripsikan heterosis sebagai kecenderungan pada keturunan dari induk-induk yang beragam genetiknya untuk mempunyai penampilan yang lebih baik dari kedua induknya pada sebuah atau


(39)

13

lebih sifat fisik atau agronomik. Beberapa sifat yang diharapkan dari fenomena heterosis pada padi adalah produktivitas yang tinggi, kualitas gabah yang lebih bagus, dan umur atau siklus hidup yang lebih singkat.

Hibrida lebih mudah tercipta pada spesies tanaman yang menyerbuk silang (seperti jagung) daripada tanaman yang mengalami penyerbukan sendiri seperti padi dan gandum (Pingali et al.,1998). Padi merupakan tanaman yang melakukan penyerbukan sendiri (self-pollinating) karena dalam satu bunga terdapat alat kelamin yang sempurna. Hibrida pada padi sangat sulit tercapai sampai ditemukannya galur CMS oleh peneliti padi dari China. Ada tiga metode yang dapat dipakai untuk menghasilkan benih padi hibrida. Yuan (2003) mengatakan bahwa tiga pendekatan dalam metode pemuliaan padi hibrida yaitu:

1. Metode tiga galur atau sistem CMS.

2. Metode dua galur atau sistem PGMS dan TGMS. 3. Metode satu galur atau sistem apomiksis.

Metode tiga galur melibatkan tiga bahan yaitu galur induk jantan mandul yang berupa CMS (Cytoplasmic Male Steril atau galur A), galur pemulih kesuburan (restorer line atau tetua jantan), dan galur pelestari (maintainer line

atau galur B). Pada metode dua galur, bahan yang dibutuhkan adalah galur mandul jantan dan galur pemulih kesuburan. Dalam metode ini jenis galur mandul jantan yang dipakai bukan CMS tetapi jenis Photoperiod-sensitive Genic Male Sterility (PGMS) atau Thermosensitive Genic Male Sterility (TGMS). Padi hibrida diperoleh dari hasil penyilangan antara galur mandul jantan dengan galur pemulih kesuburan. Metode satu galur menerapkan sistem apomiksis yang memungkinkan menghasilkan padi hibrida tanpa galur mandul jantan.


(40)

2.2 Perkembangan Padi Hibrida di Indonesia

Cina merupakan negara pelopor penelitian tentang padi hibrida. Yuan (1977) dalam Virmani et al. (2004) mengatakan bahwa penelitian padi hibrida di China dimulai pada tahun 1964 dan CMS pertama dikembangkan pada tahun 1972 dari suatu tanaman mandul jantan yang ditemukan dalam suatu populasi padi liar pada tahun 1970. Kemajuan penelitian padi hibrida di China memberikan pengaruh yang positif untuk mendorong penelitian berkaitan padi hibrida di negara Asia lainnya termasuk Indonesia.

Penelitian tentang padi hibrida di Indonesia di mulai pada tahun 1983. ZS97 A, V20 A, V41 A, Er Jiu Nan 1A, dan Wu 10A merupakan kelompok galur

Cytoplasmic Male Sterile (CMS) yang pertama kali diperkenalkan di Indonesia. Kelompok CMS tersebut berasal dari China dan dibawa ke Indonesia melalui IRRI pada tahun 1980. Walaupun mempunyai kemandulan polen (serbuk sari) yang stabil, akan tetapi CMS tersebut tidak cocok dikembangkan di Indonesia. Alasannya adalah karena CMS yang berasal dari China tersebut mempunyai karakter rentan terhadap hama dan penyakit tropis utama Indonesia (Suprihatno et al., 1994 dan Suprihatno et al., 1998).

Galur mandul jantan merupakan salah satu bahan penting dalam memproduksi varietas hibrida. Penelitian untuk mendapatkan galur CMS yang baik merupakan usaha yang sangat sulit. Peneliti padi Indonesia terus berusaha memperoleh galur CMS prospektif yang diturunkan dari CMS introduksi penelitian negara lain, IRRI, atau hasil penelitian dalam negeri. Galur Mandul Jantan (GMJ) yang prospektif mempunyai tiga ciri utama yaitu mempunyai


(41)

15

kemandulan yang stabil dan seragam, tahan terhadap hama dan penyakit utama, dan mempunyai sifat agronomis yang baik.

Pada tahun 1998, pemerintah Indonesia melakukan penelitian dan pengembangan padi hibrida secara intensif. Ada dua hal mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan tersebut. Pertama, tren produksi padi Indonesia mengalami stagnasi (stabil atau cenderung tidak mengalami peningkatan). Kedua, kesuksesan dalam pengembangan padi hibrida dan penggunaannya secara komersial pada negara di luar China seperti India, Vietnam, dan Filipina (Suwarno

et al, 2003). Tim Penyusun (2007) menambahkan bahwa mulai tahun 1998 penelitian berkaitan padi hibrida dintensifkan dengan cara menguji bahan pemuliaan introduksi yang disertai pula dengan perakitan berbagai kombinasi hibrida sendiri. Hasilnya, pada tahun 2002 ada 9 varietas padi hibrida yang dilepas di Indonesia. Dua di antaranya yaitu Rokan dan Maro merupakan hasil penelitian institusi pemerintah yaitu Balai Besar Padi (BB Padi).

Saat ini, Indonesia sudah melepas 31 varietas padi hibrida untuk dibudidayakan di Indonesia. Di antaranya, ada 6 varietas yang merupakan hasil penelitian BB Padi dan sisanya merupakan hasil penelitian swasta. Tercatat 11 perusahaan swasta di Indonesia yang menjadi perusahaan pemilik varietas hasil penelitian swasta. Perusahaan tersebut yaitu P.T. Bisi, P.T. Kondo, P.T. Bangun Pusaka, P.T. Bayer Crop Science, P.T. Karya Niaga Beras Mandiri, P.T. Makmur Sejahtera Nusa Tenggara, P.T. Triusaha Saritani, P.T. Dupont, P.T. Primasid Andalan Utama, P.T. Sumber Alam Sutera, dan S.L. Agritech (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, 2007).


(42)

Tidak satu pun dari ke-31 varietas tersebut yang mempunyai sifat tahan terhadap semua hama dan penyakit utama Indonesia. Adapun hama dan penyakit utama yang mendapat perhatian utama berkaitan dengan padi hibrida adalah Wereng Batang Coklat (WBC), Hawar Daun Bakteri (HDB), dan virus tungro. Pada satu sisi, suatu varietas mempunyai sifat tahan terhadap suatu hama penyakit tertentu tetapi pada sisi lain varietas tersebut rentan terhadap jenis hama penyakit yang lain. Oleh karena itu, dalam pengembangan padi hibrida pada suatu wilayah, pihak terkait harus memilih varietas-varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit utama yang berkembang pada wilayah tersebut.

Tim Penyusun (2007) memaparkan bahwa sasaran utama dari program penelitian padi hibrida adalah merakit varietas padi hibrida yang adaptif terhadap kondisi lingkungan tumbuh di Indonesia dengan nilai heterosis daya hasil 20-25% lebih tinggi dibandingkan dengan varietas padi inbrida terbaik. Sesuai dengan ketersediaan plasma nutfah pembentuk padi hibrida, maka strategi dalam perakitan varietas padi hibrida secara bertahap adalah sebagai berikut:

1. Mengevaluasi dan menyeleksi hibrida introduksi untuk menghasilkan varietas padi hibrida introduksi.

2. Mengidentifikasi galur pemulih kesuburan dari program pemuliaan padi nasional yang sesuai bagi GMJ introduksi. Hasil yang diharapkan adalah varietas padi hibrida yang dibentuk dari hasil persilangan antara GMJ introduksi dan galur pemulih kesuburan hasil pemuliaan di Indonesia.

3. Membuat GMJ dan galur pemulih kesuburan dengan memanfaatkan berbagai plasma nutfah yang tersedia dalam pemuliaan nasional. Hasil yang diharapkan adalah varietas padi hibrida yang dibentuk dari hasil persilangan antara GMJ


(43)

17

dengan galur pemulih kesuburan yang dihasilkan dari program pemuliaan nasional, sehingga diharapkan lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan tumbuh di Indonesia.

4. Membuat varietas padi hibrida dengan materi pemuliaan PTB (Padi Tipe Baru). Hasil yang diharapkan adalah varietas padi tipe baru hibrida, dengan potensi hasil 15-20% lebih tinggi dari VUTB (Varietas Unggul Tipe Baru) atau 20-40% lebih tinggi dari VUB (Varietas Unggul Baru) terbaik.

5. Penerapan bioteknologi untuk mempercepat dan meningkatkan efisiensi proses pemuliaan padi hibrida.

2.3 Studi tentang Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi

Studi-studi telah dilaksanakan untuk menentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi adopsi beberapa bentuk inovasi. Berikut diberikan tinjauan singkat dari beberapa kajian yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu adopsi suatu inovasi khususnya inovasi pada bidang pertanian. faktor-faktor yang ditemukan mempunyai pengaruh signifikan terhadap adopsi inovasi dalam kajian tersebut dapat dipertimbangkan sebagai faktor yang diduga mempengaruhi adopsi petani terhadap inovasi benih padi hibrida.

Lin (1991) mengadakan penelitian berkaitan dengan adopsi inovasi berupa benih padi hibrida. Penelitiannya mempunyai tujuan utama yaitu mengetahui pengaruh pendidikan terhadap keputusan petani untuk mengadopsi padi hibrida. Penelitiannya yang menggunakan data sampel sebanyak 500 rumah tangga petani di Provinsi Hunan, China menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendidikan dan adopsi teknologi baru yang berupa padi hibrida.


(44)

Pendidikan meningkatkan kemampuan seseorang untuk menerima dan memahami informasi dengan baik.

Selain itu, penelitiannya juga memperlihatkan adanya hubungan antara luas lahan usahatani (farm size) dengan keputusan untuk mengadopsi benih padi hibrida F1. Petani dengan ukuran usahatani yang sempit kebanyakan menerapkan usahatani berbasis rumahtangga yang memiliki karakter kurang merespon terhadap teknologi baru.

Soekartawi (1985) melakukan penelitian tentang adopsi ketela pohon mukibat pada empat desa di Kabupaten Tulung Agung, Jawa Timur. Penelitian ini mempunyai dua tujuan utama yaitu membandingkan adopsi teknologi mukibat pada desa percontohan dan desa nonpercontohan serta menentukan pengaruh beberapa faktor sosial ekonomi terhadap adopsi mukibat pada petani ketela pohon. Berkaitan dengan tujuan pertama, ada delapan variabel yang dilibatkan peneliti untuk membandingkan adopsi teknologi mukibat pada daerah percontohan dan daerah bukan percontohan. Variabel yang dimaksud adalah waktu, luas lahan, tujuan menanam, faktor pendorong, keikutsertaan petani dalam siaran pedesaan, keikutsertaan petani dalam penyuluhan PPL, proses mencoba dan tidak mencoba, serta prospek ketela pohon mukibat pada masa mendatang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan adopsi antara daerah percontohan dan daerah bukan percontohan berdasarkan variabel yang diikutsertakan dalam penelitian. Faktor-faktor sosial ekonomi yang dimasukkan sebagai variabel penjelas dalam model adopsi teknologi mukibat adalah pendidikan formal, keikutsertaan petani dalam siaran pedesaan, keikutsertaan petani dalam penyuluhan PPL, jarak petani ke jalan aspal, jarak petani ke lokasi


(45)

19

percontohan, dan umur petani. Sebagai variabel tidak bebas, adopsi teknologi mukibat yang dimaksud dalam penelitian adalah lama menanam ketela pohon mukibat dalam satuan tahun mulai pertama kali menanam sampai musim tanam tahun 1984/1985.

Hasil analisis Model Regresi Linear Berganda dan Model Cobb-Douglas menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap adopsi ketela pohon mukibat adalah keikutsertaan petani dalam siaran pedesaan, jarak petani ke jalan aspal, dan umur petani. Semakin dekat petani ke jalan aspal semakin besar kecenderungan untuk menggunakan teknologi mukibat. Hal ini disebabkan karena adanya kemudahan dalam transportasi pemasaran hasil dari ketela pohon mukibat. Selanjutnya, faktor umur memberikan pengaruh kepada adopsi yaitu semakin tua umur petani maka semakian besar kemungkinan untuk mengadopsi. Soekartawi memberikan alasan bahwa petani yang lebih tua lebih mempunyai pengalaman dan lebih matang dalam melaksanakan usahatani.

Yuliarmi (2006) melakukan penelitian tentang adopsi teknologi pemupukan berimbang dan analisis produksi padi di Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa proses adopsi teknologi pemupukan berimbang dipengaruhi oleh faktor luas lahan, biaya pupuk, dan harga gabah. Semakin luas lahan petani, semakin kecil biaya pupuk, dan semakin tinggi harga gabah, semakin besar peluang petani dalam mengadopsi teknologi pemupukan berimbang. Luas lahan, banyaknya pupuk, dan jumlah tenaga kerja luar keluarga yang diperlukan merupakan faktor yang secara signifikan mempengaruhi produksi padi sawah di Kecamatan Plered. Jika lahan yang diusahakan petani semakin luas, jumlah pupuk semakin banyak, dan tenaga


(46)

kerja luar keluarga dalam usahatani padi sawah semakin banyak maka semakin tinggi produksi padi yang dihasilkan.

Soedarmanto (1986) mengadakan penelitian tentang adopsi benih jagung hibrida di Jawa timur. Penelitian tersebut mempunyai tiga tujuan yaitu untuk mengetahui bagaiman proses difusi (penyebaran) informasi maupun benih jagung hibrida itu sendiri, menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan pengambilan keputusan petani untuk mengadosi jagung hibrida, dan menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan tingkat kemantapan petani dalam mengadopsi benih tadi.

Hasil penelitian ini akan sangat berguna untuk membantu para pengambil keputusan dalam membuat kebijakan untuk memasyarakatkan benih unggul jagung hibrida. Dengan demikian, kebijaksanaan yang dituangkan akan mengarah pada daya guna, hasil guna, dan ketepatan guna yang tinggi.

Penelitian ini dilaksanakan di dua daerah sentra produksi jagung di Jawa Timur, yaitu Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang. Masing-masing kabupaten diwakili oleh dua kecamatan. Selanjutnya, masing-masing kecamatan tadi diwakili oleh sebuah desa sebagai sampelnya. Petani contoh diambil secara

random yang berkisar antara 30% sampai 50% dari besar populasi yang bersangkutan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Malang, media masa seperti radio, koran, dan televisi ternyata cukup banyak dimanfaatkan oleh petani untuk mendapatkan informasi mengenai benih jagung hibrida. Sedangkan transfer informasi secara pribadi lewat kerabat tani (teman, saudara) merupakan hal lumrah. Sementara informasi lewat penyuluh bukan merupakan media nyata untuk


(47)

21

mendapatkan informasi tersebut. Sedangkan di Kabupaten Kediri, penyuluh pertanian justru mempunyai andil yang sangat besar dalam penyebaran informasi ke petani. Hal itu disebabkan karena penyuluhan lewat kelompok tani setempat berjalan dengan baik. Kebanyakan petani di Kabupaten Malang mendapatkan benih jagung hibrida dari pengecer (kios desa) setempat, yang pembeliannya dilakukan secara perorangan. Sedangkan di Kediri, pembelian dilakukan secara berkelompok.

Pada Kabupaten Malang, terdapat adanya hubungan yang sangat nyata secara statistik antara tingkat pendidikan petani, aktivitas mengikuti penyuluhan, luas tanah garapan dengan pengambilan keputusan petani untuk mengadopsi jagung hibrida. Sebaliknya tidak dijumpai adanya hubungan yang nyata antara umur petani dan jumlah anggota keluarga dengan pengadopsian benih jagung hibrida. Sedangkan di Kabupaten Kediri, dijumpai adanya hubungan yang sangat nyata antara tingkat pendidikan, luas tanah garapan, keterlibatan petani dalam penyuluhan, bentuk rumah petani dengan tingkat kemantapan dalam menggunakan benih jagung hibrida. Sedangkan keterlibatan petani dalam pemasaran ternyata tidak berasosiasi dengan kemantapannya dalam menggunakan benih jagung hibrida.

Matuschke dan Qaim (2006) mengadakan penelitian yang salah satu tujuannya adalah untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi tanaman gandum hibrida di daerah Maharashtra, India. Data yang diperoleh dari sampel atas petani gandum hibrida dan gandum inbrida (penyerbukan silang) menunjukkan bahwa usahatani gandum hibrida secara


(48)

signifikan mampu meningkatkan produktivitas dan meningkatkan pendapatan usahatani petani gandum.

Model probit yang digunakan untuk memodelkan adopsi terhadap gandum hibrida menunjukkan bahwa hambatan informasi dan pendapatan rumah tangga memegang peranan yang signifikan dalam keputusan adopsi. Selain itu variabel jaringan sosial yang berupa mengenal petani yang sudah menanam gandum hibrida juga signifikan menentukan keputusan adopsi tersebut. Model menyimpulkan bahwa pada rata-rata petani, jika mereka mengenal seorang pengadopsi gandum hibrida maka peluang petani tersebut untuk mengadopsi gandum hibrida meningkat dua persen. Hal yang menarik adalah penelitian ini menyimpulkan bahwa ukuran usahatani dan tingkat subsistensi tidak signifikan mempengaruhi keputusan adopsi.

Boz dan Akbay (2005) menggunakan model ordered probit untuk menguji beberapa variabel berkaitan perilaku komunikasi dan variabel berkaitan sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi adopsi jagung pada Provinsi Kahramanmaras, Turki. Pada negara tersebut, jagung merupakan tanaman alternatif yang diperkenalkan kementrian pertanian. Tanaman yang banyak diusahakan pada negara tersebut adalah kapas, bunga matahari, paprika, dan beberapa tanaman biji-bijian.

Studi yang mereka lakukan menghasilkan kesimpulan bahwa variabel sosial ekonomi berupa pendidikan, pendapatan, ukuran usahatani, penggunaan kredit, dan mekanisasi secara signifikan mempengaruhi adopsi jagung di provinsi tersebut. Variabel umur tidak signifikan mempengaruhi adopsi. Peneliti memberikan alasan bahwa hal itu disebabkan karena faktor berkaitan dengan


(49)

23

manfaat ekonomi yang dirasakan atas inovasi yang diperkenalkan tersebut. Jika responden merasakan manfaat ekonomi dari adopsi suatu inovasi maka mereka akan lebih mungkin untuk mengadopsi terlepas dari berapa umur mereka.

Berkaitan dengan faktor-faktor perilaku komunikasi, beberapa variabel yaitu variabel kekosmopolitan, kepemimpinan pendapat, dan pelayanan penyuluhan pertanian ditemukan signifikan mempengaruhi adopsi jagung. Penggunaan televisi, radio, dan media bacaan tidak nyata mempengaruhi petani untuk menanam komoditas tersebut. Televisi dan radio ternyata jarang menyiarkan informasi tentang pertanian terutama jagung dan media tersebut cenderung menyiarkan jenis berita yang lain atau cenderung sebagai sarana hiburan. Sementara bahan bacaan kurang mempengaruhi adopsi karena kemungkinan ekonomi petani untuk mengakses media tersebut dan ketidakadaan pedagang koran yang mengantarkan materi bacaan tersebut setiap hari.

Jagung adalah tanaman pangan utama Negara Kenya. Penurunan produktivitas jagung pada negara tersebut merangsang penggunaan varietas unggul dan pupuk secara intensif. Varietas unggul merupakan salah satu bentuk inovasi teknologi di bidang pertanian. Ouma et al., (2006) mengadakan kajian untuk menentukan faktor yang dapat mempengaruhi penggunaan benih unggul jagung dan pupuk di Kenya. Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi penggunaan benih unggul dan pupuk, model logit dipergunakan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kuantitas pupuk yang diaplikasikan, akses kredit, dan banyaknya penyuluhan yang diikuti mempengaruhi petani untuk menggunakan benih unggul. Sementara faktor yang signifikan mempengaruhi penggunaan pupuk adalah akses kredit dan jarak ke pasar. Pada kajiannya tidak ditemukan


(50)

pengaruh yang signifikan dari pendidikan petani dan umur petani terhadap penggunaan pupuk.

Petani akan menghadapi suatu risiko produksi ketika menggunakan suatu varietas yang baru dalam usahataninya. Bakhshoodeh dan Shajari (2006) mengadakan kajian tentang adopsi varietas benih yang baru di bawah risiko produksi pada usahatani padi di Iran. Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai dalam kajian mereka adalah menentukan faktor yang berkaitan dengan adopsi varietas tersebut di Iran.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa petani yang lebih menghindari risiko berkaitan dengan penggunaan benihnya mempunyai peluang yang lebih kecil untuk mengadopsi varietas benih baru yang menyebabkan mereka mengurangi risiko produksi mereka yang timbul dari kebutuhan benih. Petani dengan rasio hutang yang lebih tinggi lebih mungkin untuk mengadopsi teknologi baru. Partisipasi petani dalam penyuluhan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kemungkinan untuk mengadopsi teknologi baru. Hal ini dihubungkan dengan kenyataan bahwa materi penyuluhan berkaitan dengan varietas yang berdaya hasil tinggi. Petani yang lebih berpendidikan lebih besar peluangnya untuk mengadopsi teknologi. Sementara petani yang lebih tua mempunyai kemungkinan yang lebih kecil untuk mengadopsi varietas baru tersebut.

Pembukaan hutan yang semakin meluas dan peningkatan intensitas penggunaan lahan untuk menopang pertumbuhan penduduk memberikan pengaruh negatif seperti peningkatan erosi lahan, penurunan kesuburan tanah, dan penurunan produktivitas pertanian. Agroforestri merupakan solusi yang potensial untuk mengatasi masalah tersebut. Akan tetapi pengembangan agroforestri


(51)

25

sebagai alternatif yang sehat bagi petani pada kondisi ekologi dan sosial ekonomi yang beragam menjadi suatu isu yang sangat menarik. Neupane et al. (2002) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi agroforestri oleh petani subsisten pada perbukitan Nepal. Dalam pembuatan model adopsi, peneliti membedakan antara rumah tangga yang terlibat proyek agroforestri dan rumah tangga yang tidak terlibat proyek.

Populasi ternak dan keterlibatan anggota keluarga laki-laki dalam LSM lokal mempunyai efek positif dan signifikan secara konsisten terhadap adopsi agroforestri baik pada rumah tangga peserta proyek atau bukan. Pada rumah tangga proyek, ada sembilan variabel penjelas yang signifikan mempengaruhi adopsi agroforestri. Lima variabel memberikan pengaruh yang negatif dan empat variabel memberikan pengaruh yang positif. Variabel jumlah anak yang berumur kurang dari 5 tahun, jumlah perempuan yang berumur 10 sampai 59 tahun, tingkat pendidikan laki-laki, keanggotaan perempuan dalam LSM lokal, dan umur memberikan pengaruh nyata yang positif. Sementara pendidikan perempuan, keanggotaan laki-laki dalam LSM lokal, populasi ternak, penyuluhan, persepsi petani terhadap agroforestri secara positif dan nyata berkaitan dengan adopsi agroforestri.

Ada empat jenis variabel yang secara signifikan mempengaruhi rumah tangga bukan peserta proyek untuk mengadopsi agroforestri. Variabel kategorik asal desa, keanggotaan laki-laki dalam LSM lokal, dan jumlah ternak mempengaruhi kemungkinan adopsi secara positif. Sementara gender kepala keluarga secara negatif mempengaruhi keputusan adopsi agroforestri petani.


(52)

Tabel 5. Ringkasan Hasil Beberapa Kajian tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Suatu Inovasi Pertanian

Kajian Inovasi Lokasi Faktor Penentu Adopsi

Lin (1991) Benih padi

hibrida Hunan, China

Pendidikan, harga benih hibrida, luas lahan usahatani, pengalaman usahatani, dan

dummy jatah perolehan beras. Soekartawi (1985) Ketela pohon mukibat Tulung Agung, Jawa Timur

Siaran pedesaan, jarak petani ke jalan aspal, dan umur petani Yuliarmi (2006) Pemupukan berimbang Plered, Purwakarta

Luas lahan, biaya pupuk, dan harga gabah. Soedarmanto (1986) Benih jagung hibrida Malang dan Kediri Pendidikan petani,

penyuluhan, dan luas tanah garapan. Matuschke dan Qaim (2006) Gandum hibrida Maharashtra, India

Pengeluaran (biaya hidup), hambatan informasi, dan jumlah petani gandum hibrida yang dikenal.

Boz dan

Akbay (2005) Jagung

Kahramanmaras, Turki Pendidikan, pendapatan, ukuran usahatani, penggunaan kredit, mekanisasi, kekosmopolitan, kepemimpinan pendapat, dan penyuluhan pertanian. Ouma et al.,

(2006)

Benih jagung

unggul Kenya

Kuantitas pupuk, akses kredit, dan penyuluhan. Bakhshoodeh dan Shajari (2006) Varietas benih padi baru Iran Umur, pendidikan, penyuluhan, dan rasio hutang usahatani. Neupane et al.

(2002) Agroforestri Nepal

Dummy lokasi, pendidikan, keanggotaan LSM, jenis kelamin, jumlah ternak. Kaliba et al.

(2000) Benih jagung unggul dan pupuk anorganik Dataran Rendah dan Sedang Tanzania Penyuluhan, demplot, karakteristik varietas, dan curah hujan (karakteristik agroekologi).

Penelitian yang dilaksanakan Kaliba et al. (2000) menyimpulkan bahwa ketersediaan layanan penyuluhan, lahan percobaan (demplot), karakteristik varietas, dan curah hujan (karakteristik agroekologi) adalah faktor paling penting yang mempengaruhi tingkat adopsi benih jagung unggul dan penggunaan pupuk


(53)

27

kimia untuk usahatani jagung di dataran rendah dan sedang Negara Tanzania. Keterbatasan penelitian ini adalah sebagaimana kebanyakan analisis cross-section

dibatasi hanya sekali survei. Selain itu, penelitian ini tidak memasukkan beberapa faktor ekonomi yang mempunyai kemungkinan mempengaruhi proses adopsi. Tabel 5 merupakan ringkasan hasil dari beberapa kajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi suatu inovasi pertanian.

2.4 Studi Tentang Usahatani Padi

Komarudin dan Kartasasmita (2003) mengadakan penelitian di Tritih Wetan, Cilacap, Jawa Tengah untuk mengevaluasi kesesuaian, efisiensi budidaya, dan kelayakan ekonomi budidaya dua varietas hibrida yaitu Rokan dan Maro. Dalam penelitian mereka, dua jenis teknik budidaya digunakan yaitu teknik budidaya petani dan teknik budidaya introduksi. Perbedaan kedua teknik tersebut berada pada umur bibit untuk pindah tanam, komposisi pupuk kimia, dan penggunaan pupuk kandang.

Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa dengan teknik budidaya introduksi, produktivitas Rokan adalah 8,84 ton/ha dan produktivitas Maro adalah 8,41 ton/ha. Sementara dengan teknik budidaya petani produktivitas Rokan dan Maro berturut-turut adalah 7,90 ton/ha dan 8,09 ton/ha. Analisis imbangan penerimaan dan biaya menunjukkan bahwa dengan dengan teknologi introduksi, R/C untuk Rokan adalah 2,81 dan R/C untuk Maro adalah 2,67. Sementara jika menggunakan teknik budidaya petani, R/C untuk Rokan adalah 2,36 dan R/C untuk Maro adalah 2,60.

Satoto et al. (2003) melaporkan bahwa pengujian daya hasil dan daya adaptasi Hipa-3 dan Hipa-4 dilakukan sejak MH (Musim Hujan) 2001/2002


(1)

Classification Tablea

21 9 70,0

8 20 71,4

70,7

21 9 70,0

7 21 75,0

72,4

20 10 66,7

8 20 71,4

69,0 Observed

tidak menanam padi hibrida

menanam padi hibrida menanam padi

hibrida

Overall Percentage

tidak menanam padi hibrida

menanam padi hibrida menanam padi

hibrida

Overall Percentage

tidak menanam padi hibrida

menanam padi hibrida menanam padi hibrida Overall Percentage Step 1 Step 2 Step 3 tidak menanam padi hibrida menanam padi hibrida menanam padi hibrida

Percentage Correct Predicted

The cut value is ,500 a.

Variables in the Equation

,002 ,077 ,000 1 ,984 1,002 ,862 1,164 ,162 ,073 4,989 1 ,026 1,176 1,020 1,357 -,024 ,223 ,012 1 ,914 ,976 ,630 1,512 -1,826 ,696 6,887 1 ,009 ,161 ,041 ,630 -3,402 1,935 3,092 1 ,079 ,033 ,001 1,477 -,075 ,041 3,302 1 ,069 ,928 ,855 1,006 6,487 2,846 5,195 1 ,023 656,506

,163 ,072 5,045 1 ,025 1,177 1,021 1,356 -,024 ,222 ,011 1 ,915 ,977 ,632 1,510 -1,825 ,694 6,921 1 ,009 ,161 ,041 ,628 -3,398 1,927 3,110 1 ,078 ,033 ,001 1,460 -,076 ,036 4,347 1 ,037 ,927 ,864 ,995 6,510 2,623 6,159 1 ,013 671,568

,162 ,072 5,087 1 ,024 1,176 1,021 1,354 -1,809 ,677 7,152 1 ,007 ,164 ,043 ,617 -3,363 1,898 3,141 1 ,076 ,035 ,001 1,428 -,075 ,036 4,347 1 ,037 ,927 ,864 ,996 6,421 2,481 6,696 1 ,010 614,503

edu luas penyuluhan tenure(1) rasiopendapatan umur Constant Step 1a luas penyuluhan tenure(1) rasiopendapatan umur Constant Step 2a luas tenure(1) rasiopendapatan umur Constant Step 3a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper 95,0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: edu, luas, penyuluhan, tenure, rasiopendapatan, umur. a.


(2)

Model if Term Removed

-31,524 ,000 1 ,984

-34,716 6,384 1 ,012

-31,530 ,012 1 ,914

-35,499 7,950 1 ,005

-33,214 3,381 1 ,066

-33,319 3,590 1 ,058

-34,772 6,495 1 ,011

-31,530 ,011 1 ,915

-35,520 7,993 1 ,005

-33,226 3,404 1 ,065

-34,095 5,143 1 ,023

-34,772 6,484 1 ,011

-35,661 8,264 1 ,004

-33,256 3,453 1 ,063

-34,098 5,137 1 ,023

Variable edu luas penyuluhan tenure

rasiopendapatan umur

Step 1

luas penyuluhan tenure

rasiopendapatan umur

Step 2

luas tenure

rasiopendapatan umur

Step 3

Model Log Likelihood

Change in -2 Log

Likelihood df

Sig. of the Change


(3)

Lampiran 15. Batasan Definisi Istilah dan Pengukuran Variabel.

Untuk menyamakan pengertian dan menghindari perbedaan pemahaman atas istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, dipandang perlu untuk memberikan pengertian atau batasan definisi atas istilah-istilah tersebut. Berikut ini adalah definisi yang dipakai dalah penelitian ini.

1. Padi hibrida adalah varietas padi yang dihasilkan dari induk-induk yang mempunyai perbedaan keadaan genetik akan tetapi masih dalam spesies yang sama. Saat ini di Indonesia terdapat 31 varietas padi hibrida yang diizinkan untuk diusahakan. Jika seorang petani menanam padi hibrida maka petani tersebut disebut dengan petani padi hibrida.

2. Padi inbrida adalah semua varietas padi selain varietas hibrida. Secara istilah, inbrida adalah individu yang dihasilkan dari penjodohan induk yang berhubungan erat (sejenis) atau penyerbukan sendiri. Jika seorang petani menanam padi inbrida maka petani tersebut disebut dengan petani padi inbrida.

3. Penerimaan usahatani adalah nilai dari seluruh produk usahatani yang dihasilkan petani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual, dikonsumsi sendiri, untuk upah, disimpan, atau untuk benih. Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian antara jumlah produk dengan harga produk. Satuan yang dipakai untuk penerimaan adalah rupiah.

4. Jumlah produk usahatani adalah kuantitas dari seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan produksi usahatani. Dalam analisis pendapatan, jumlah produk terkadang dinyatakan dengan istilah produksi. Satuan jumlah produk adalah satuan berat seperti kilogram GKP (Gabah Kering Panen) atau ton GKP.


(4)

5. Harga produk adalah harga atau nilai produk yang benar-benar diterima petani persatuan berat tertentu. Satuan untuk harga produk perkilogram adalah rupiah perkilogram GKP.

6. Biaya adalah nilai barang dan jasa yang digunakan petani dalam memproduksi suatu komoditas atau produk usahatani. Satuan untuk biaya adalah rupiah. 7. Biaya dibayarkan adalah biaya yang petani benar-benar melakukan

pembayaran terhadap barang dan jasa yang digunakan dalam usahatani baik dengan alat pembayaran uang, barang, atau yang lainnya. Satuan biaya tunai adalah rupiah.

8. Biaya diperhitungkan adalah biaya atas penggunaan barang dan jasa untuk usahatani yang pada kenyataannya petani tidak melakukan pembayaran untuk barang dan jasa tersebut. Satuan untuk jenis biaya ini adalah rupiah.

9. Pendapatan secara umum didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan dan biaya. Adapun satuan yang dipakai adalah rupiah.

10.Pendapatan atas biaya dibayarkan adalah selisih antara penerimaan dan biaya dibayarkan. Satuannya adalah rupiah.

11.Pendapatan atas biaya total adalah selisih antara penerimaan dan biaya total usahatani. Satuannya adalah rupiah.

12.Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) adalah tenaga kerja untuk usahatani yang berasal dari bukan keluarga petani dan mendapatkan upah khusus untuk kerja yang mereka lakukan. Satuan untuk jumlah kerja tenaga kerja luar keluarga adalah Hari Orang Kerja (HOK). Sementara satuan untuk upah TKLK adalah rupiah.


(5)

13.Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) adalah tenaga kerja untuk usahatani yang terdiri dari baik petani sendiri maupun anggota keluarga petani dan upah secara khusus tidak diberikan petani kepada jenis tenaga kerja tersebut Satuan untuk jumlah kerja tenaga kerja dalam keluarga adalah Hari Orang Kerja (HOK). Sementara satuan untuk upah TKDK adalah rupiah.

14.Biaya pupuk adalah nilai dari pupuk yang diaplikasikan petani baik Urea, SP-36, KCl, maupun NPK. Satuan untuk biaya pupuk adalah rupiah.

15.Biaya obat-obatan adalah nilai obat-obatan yang digunakan petani untuk usahatani. Obat-obatan bias mencakup insektisida, fungisida, rodentisida, herbisida, dan obat perangsang tumbuh. Satuan untuk biaya obat-obatan adalah rupiah.

16.Iuran Desa adalah iuran semacam pajak yang harus dibayarkan oleh petani persatuan lahan tertentu kepada pemerintah desa. Iuran desa dialokasikan untuk menggaji perangkat desa dan pembangunan desa. Satuan untuk iuran desa adalah rupiah.

17.Iuran pengairan adalah pengeluaran petani terhadap jasa petugas pengatur aliran air irigasi. Satuannya adalah rupiah.

18.Biaya lahan adalah nilai sewa apabila lahan yang dimiliki petani disewakan kepada petani yang lain. Satuan untuk biaya lahan adalah rupiah.

19.Petani dikatakan mengadopsi inovasi padi hibrida jika dalam berusahatani padi, petani menanam benih padi hibrida pada baik sebagian sawah atau seluruh sawah mereka.


(6)

20.Status adopsi padi hibrida adalah variabel tidak bebas pada model adopsi padi hibrida. Jika petani mengadopsi inovasi padi hibrida maka petani diberi skor 1 dan jika sebaliknya maka diberi skor 0.

21.Umur petani adalah usia petani pada saat dilakukan wawancara. Besaran umur merupakan hasil pembulatan sehingga diperoleh jenis data yang bersifat diskrit (bulat). Satuan untuk umur petani adalah tahun.

22.Pendidikan petani adalah banyaknya tahun yang digunakan petani untuk mendapatkan pendidikan pada sekolah, madrasah, atau pada pesantren. Satuan untuk pendidikan adalah tahun

23.Luas lahan usahatani adalah luasan lahan sawah yang digunakan petani untuk melaksanakan kegiatan usahatani. Satuan untuk luas lahan usahatani adalah hektar.

24.Status lahan usahatani merupakan variabel kategorik yang menyatakan status lahan yang digarap oleh petani. Lahan milik dinotasikan dengan angka satu dan lahan bukan milik dinotasikan dengan angka dua.

25.Banyaknya penyuluhan adalah banyaknya kegiatan penyuluhan pertanian yang dihadiri oleh petani dalam periode satu tahun. Penyuluhan bisa dilakukan oleh Petugas Penyuluh Lapang Dinas Pertanian atau oleh pihak swasta. 26.Rasio pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbandingan

antara pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total petani. Jika semua pendapatan petani berasal dari usahatani padi maka nilai rasio pendapatan tersebut adalah satu. Sementara jika seseorang tidak mempunyai pendapatan yang berasal dari usahatani padi maka nilai rasio tersebut adalah nol.