PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA PADA BIRO TATA PEMERINTAHAN UMUM SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG

(1)

PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA PADA BIRO TATA PEMERINTAHAN UMUM SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG

Oleh

IKA TRIWULAN

Motivasi perlu diberikan kepada pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Provinsi Lampung untuk mendapatkan prestasi kerja yang baik. Kinerja yang dihasilkan akan berpengaruh jika masih banyak pegawai yang datang dan pulang tidak tepat pada waktu yang ditentukan. Disini terlihat bahwa pegawai pada Biro Tata Pemerintahan Umum belum profesional dalam

melaksanakan tugas yang pada akhirnya akan mempengaruhi pegawai dalam menghasilkan kinerja yang baik.

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja pada Biro Tata Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Provinsi Lampung”. Tujuan

Penelitian ini untuk mengetahui : pengaruh motivasi intrinsik terhadap kinerja dan pengaruh motivasi ekstrinsik terhadap kinerja.

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan

pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Objek penelitian adalah pegawai negeri sipil pada Biro Tata Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Provinsi Lampung yang terdiri dati golongan I, II, III, dan IV dengan populasi penelitian berjumlah 62 orang. Untuk menguji hipotesis metode analisis data menggunakan analisis korelasi parsial.

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan Hipotesis yang menyatakan bahwa“motivasi Intrinsik berpengaruh positif terhadap kinerja dan motivasi ekstrinsik berpengaruh positif terhadap kinerja” secara statistik terbukti, berarti baik buruknya kinerja dipengaruhi oleh motivasi (baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik). Hasil penelitian menunjukan bahwa : motivasi intrinsik berpengaruh terhadap kinerja, pengaruhnya positif dan signifikan/nyata sebesar 92.7 % sedangkan motivasi ekstrinsik juga berpengaruh terhadap kinerja, pengaruhnya positif dan signifikan/nyata sebesar 27.04 %. Jadi, secara parsial kinerja lebih banyak dipengaruhi oleh motivasi intrinsik.

Berdasarkan kesimpulan, maka disarankan kepada pihak pengambil kebijakan dalam memberikan motivasi di Biro Tata Pemerintahan Umum untuk memperhatikan secara bersamaan (motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik).


(2)

kinerja di Biro Tata Pemerintahan Umum, hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan tunjangan, insentif atau honor sesuai dengan prestasi kerja yang dilakukan pegawai, menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, fasilitas kerja yang memadai, serta menciptakan hubungan yang harmonis baik antara sesama pegawai maupun antara pegawai dengan atasannya. Sedangkan pengembangan motivasi intrinsik perlu terus dipertahankan, hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pujian kepada pegawai yang bekerja dengan baik, memberikan kesempatan bagi pegawai yang berprestasi untuk menambah pengetahuan dengan memberi kesempatan mengikuti tugas belajar, kursus, diklat dan sebagainya, serta menempatkan pegawai sesuai dengan keahlian, keterampilan serta pendidikan yang dimilikinya.


(3)

EFFECT ON PERFORMANCE MOTIVATION THE BUREAU OF PUBLIC GOVERNANCE REGION PROVINCIAL SECRETARIAT LAMPUNG

By

IKA TRIWULAN

Motivation should be given to employees of Public Agency Governance Secretariat Lampung Province to get a good work performance. The resulting performance will be affected if there are still many employees who come and go is not exactly at the appointed time. Here we can see that the employees at the Bureau of Public Governance has not been professional in carrying out the tasks that will ultimately affect the employee to produce a good performance.

The study is titled "The Effect of Motivation on Performance on the Bureau of the General Secretariat of the Regional Governance Lampung Province". The purpose of this study to find out: the influence of intrinsic motivation on the performance and the effect of extrinsic motivation on performance.

The design study is a descriptive analytical approach to quantitative and qualitative. Research object is a civil servant at the Bureau of the General

Secretariat of the Regional Governance Lampung Province consisting dati class I, II, III, and IV in the study population numbered 62 people. To test this hypothesis using a data analysis method of partial correlation analysis.

Based on the analysis results can be inferred hypothesis which states that

"Intrinsic motivation has a positive effect on performance and extrinsic motivation has a positive effect on the performance of" statistically proven, meaning good or poor performance is affected by motivation (both intrinsic and extrinsic

motivation). The results showed that: intrinsic motivation affect performance, the effect is positive and significant / real by 92.7% while extrinsic motivation also affects the performance, the effect is positive and significant / real by 27.4%. Thus, the partial performance is more influenced by intrinsic motivation.

Based on the conclusions, it is recommended to the policy makers in providing the motivation of the Bureau of Public Governance to consider simultaneously


(4)

motivation in improving the performance of the Bureau of Public Governance, this can be done by way of providing benefits, incentives or honoraria in

accordance with the work carried out employee performance, creating a conducive working environment, adequate work facilities, and create relationships good harmony among employees and between employees and their superiors. While the development of intrinsic motivation needs to be maintained, this can be done by way of giving praise to the staff that works well, providing an outstanding opportunity for employees to increase knowledge by giving the opportunity to take the task of learning, courses, training and so on, and put the employee in accordance with expertise, skills and education they have.


(5)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung

Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Biro Tata Pemerintahan Umum mengacu pada Peraturan Gubernur Lampung Nomor 32 Tahun 2010 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Lampung.

Biro Tata Pemerintahan Umum dipimpin oleh seorang Kepala Biro yang dalam melaksanakan tugasnya berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur. Biro Tata Pemerintahan Umum mempunyai tugas menyiapkan bahan dan materi penyusunan, perumusan, kebijakan, pembinaan, koordinasi,

penyelenggaraan pemerintahan umum di bidang pemerintahan umum, pertanahan, administrasi kependudukan dan catatan sipil serta bina dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Untuk menjalankan tugas tersebut maka Biro Tata Pemerintahan Umum mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Penyiapan bahan dan materi, penyusunan dan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan dan monitoring dibidang pemerintahan umum; b. Penyiapan bahan dan materi, penyusunan dan perumusan kebijakan,


(6)

Kepala Biro Tata Pemerintahan Umum

c. Penyiapan bahan dan materi, penyusunan dan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan dan monitoring evaluasi dibidang administrasi kependudukan dan catatan sipil;

d. Penyiapan bahan dan materi, penyusunan dan perumusan kebijakan, koordinasi dan pembinaan dibidang dekonsentrasi dan tugas pembantuan; e. Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan atasan.

4.1.1 Susunan Organisasi Biro Tata Pemerintahan Umum

Biro Tata Pemerintahan Umum terdiri dari 4 (empat) bagian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Bagan Susunan Organisasi berikut ini :

Gambar 2. Susunan Organisasi Biro Tata Pemerintahan Umum Bagian Pemerintahan Umum Bagian Pertanahan Bagian Adm. Kependudukan & Catatan Sipil Bagian Bina Dekonsentrasi & Tugas Pembantuan Subbag Adm. Pemerintahan Umum Subbag Tata Usaha Subbag Ketertiban Subbag Penataan Batas Wilayah Subbag Penyelesaian Masalah Pertanahan Subbag Administrasi Kependudukan Subbag Pendataan dan Kewilayahan Subbag Koordinasi Subbag Penyelenggaraan & Pengawasan Subbag Catatan Sipil Subbag Dokumentasi Informasi Kependudukan Subbag Evaluasi dan Inventarisasi Pertanahan


(7)

4.1.2 Kondisi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Berdasarkan Usia

Pegawai Negeri Sipil berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 6. Pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum Berdasarkan Usia

Usia / Umur Jumlah Pegawai Persentase

< 30 tahun 11 17,7

30–40 tahun 16 25,8

41–50 tahun 25 40,3

> 50 tahun 10 16,2

Jumlah 62 100

Sumber : Subbag Tata Usaha Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung (September 2011)

Tabel di atas menunjukan bahwa Pegawai Negeri Sipil Biro Tata Pemerintahan Umum paling banyak berusia antara 41-50 tahun. Sedangkan Pegawai berdasarkan tingkat pendidikan seperti yang terlihat pada Tabel 2 halaman 6 (enam) menunjukan bahwa tingkat pendidikan yang paling banyak adalah tingkat sarjana (S1).

Berdasarkan komposisi karakter pegawai menurut pendidikan dan usia di atas, penulis beranggapan bahwa responden yang terpilih memiliki kualifikasi yang memadai untuk menjawab pernyataan pada angket secara tepat dan benar.

4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.2.1 Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas berhubungan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang di ukur, sehingga alat tersebut benar-benar dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur dalam penelitian ini. Untuk validitas kuesioner, dapat


(8)

diperoleh dengan cara mencari korelasi setiap pertanyaan dengan jumlah totalnya. Hal ini bisa diperoleh dengan menggunakan Rumus KorelasiPearson Product Momentseperti yang dijelaskan pada BAB III.

Menurut Djamaludin Ancok (1989: 137) bahwa : “Untuk keperluan uji

validitas maka instrumen dicobakan kepada 30 orang responden”. Selanjutnya

menurut Masrun dalam Sugiono (2001: 106) menyatakan bahwa :”Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r 0,3”.

Dalam penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap alat ukur yang digunakan yaitu kuesioner, dengan analisis validitas dan reliabilitas agar data yang diperoleh dapat dipercaya atau diakui kebenarannya. Dengan menggunakansoftwareSPSS diperoleh nilai-nilai reliabilitas dan validitas yang ditunjukkan oleh nilaialpha cronbach’sdancorrected item total correlation. Hasil uji validitas dan reliabilitas untuk tiap-tiap variabel disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 7. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Motivasi Intrinsik (X1)

Variabel Dimensi Item Validitas Analisis Reliabilitas

X1

A Item 1 0.666 Valid

0.952 Item 2 0.800 Valid

B

Item 3 0.787 Valid Item 4 0.908 Valid Item 5 0.901 Valid Item 6 0.932 Valid

C

Item 7 0.906 Valid Item 8 0.781 Valid Item 9 0.932 Valid Item 10 0.886 Valid


(9)

Pada tabel di atas, terlihat bahwa semua item pertanyaan mempunyai nilai koefisien validitas > 0.300. Ini berarti kesepuluh item tersebut valid dan dapat digunakan dalam analisis selanjutnya.

Dari kolom koefisien reliabilitas diperoleh hasil bahwa semua nilai koefisien reliabilitas untuk variabel X1(motivasi intrinsik) lebih besar dari 0.700, sehingga dapat disimpulkan variabel X1yang terdapat dalam kuesioner yang dibuat reliabel dan cukup baik dijadikan sebagai alat penelitian untuk mengukur variabel motivasi intrinsik.

Tabel Uji Validitas dan Reliabilitas untuk variabel motivasi ekstrinsik disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 8. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Motivasi Ekstrinsik (X2)

Variabel Dimensi Item Validitas Analisis Reliabilitas

X2

A

Item 11 0.843 Valid

0.726 Item 12 0.650 Valid

Item 13 0.466 Valid B Item 14 0.500 Valid Item 15 0.853 Valid C Item 16 0.229 Valid Item 17 0.873 Valid

Pada tabel di atas, terlihat bahwa semua item pertanyaan mempunyai nilai koefisien validitas > 0.300. Ini berarti ketujuh item pertanyaan tersebut valid dan dapat digunakan dalam analisis selanjutnya.

Dari kolom koefisien reliabilitas diperoleh hasil bahwa semua nilai koefisien reliabilitas untuk variabel X2(motivasi ekstrinsik) lebih besar dari 0.700, sehingga dapat disimpulkan variabel X2yang terdapat dalam kuesioner


(10)

yang dibuat reliabel dan cukup baik dijadikan sebagai alat penelitian untuk mengukur variabel motivasi ekstrinsik.

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas untuk variabel kinerja aparat disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 9. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kinerja (Y)

Variabel Dimensi Item Validitas Analisis Reliabilitas

Y

A

Item 18 0.925 Valid

0.948 Item 19 0.514 Valid

Item 20 0.701 Valid Item 21 0.343 Valid Item 22 0.905 Valid Item 23 0.724 Valid Item 24 0.793 Valid Item 25 0.925 Valid Item 26 0.856 Valid Item 27 0.905 Valid Item 28 0.919 Valid Item 29 0.713 Valid Item 30 0.905 Valid Item 31 0.902 Valid Item 32 0.514 Valid Item 33 0.485 Valid Item 34 0.394 Valid

B

Item 35 0.902 Valid Item 36 0.902 Valid Item 37 0.434 Valid Item 38 0.514 Valid

Pada tabel di atas, terlihat bahwa semua item pertanyaan mempunyai nilai koefisien validitas > 0.300. Ini berarti keduapuluh satu item tersebut valid dan dapat digunakan dalam analisis selanjutnya.


(11)

Dari kolom koefisien reliabilitas diperoleh hasil bahwa semua nilai koefisien reliabilitas untuk variabel Y (kinerja aparat) lebih besar dari 0.700, sehingga dapat disimpulkan variabel Y yang terdapat dalam kuesioner yang dibuat reliabel dan cukup baik dijadikan sebagai alat penelitian untuk mengukur faktor kinerja aparat.

Berdasarkan hasil keseluruhan dari uji validitas dan relibilitas yang dilakukan terhadap semua item pertanyaan dalam variabel penelitian di atas, diperoleh hasil bahwa dari 38 item yang digunakan dalam kuesioner, tidak satupun yang menunjukkan hasil tidak valid dan reliabel. Dengan demikian data yang diperoleh dari item-item pertanyaan tersebut merupakan hasil pengukuran dari alat ukur yang baik sehingga mengakibatkan informasi yang didapat merupakan informasi baik pula.

4.2.2 Analisis Deskripsi Jawaban Responden

4.2.2.1 Tanggapan Responden Terhadap Motivasi Intrinsik

Tabel 10. Tanggapan Responden Terhadap Motivasi Intrinsik Pegawai (X1)

No Indikator No. Item

Bobot Nilai

SS S Rg TS STS

5 4 3 2 1

1 Pengakuan atas keberhasilan

1 17 10 23 12 0

2 19 22 9 12 0

2 Kemungkinan untuk maju

3 20 12 11 19 0

4 0 19 21 22 0

5 3 26 9 24 0

6 22 10 6 24 0

3 Penempatan personel

7 0 18 21 23 0

8 17 24 9 12 0

9 22 10 6 24 0

10 1 17 21 23 0

Rata-rata 1 3 1 5 0


(12)

Berdasarkan tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata (modus) tanggapan responden terhadap motivasi intrinsik pegawai (X1) yang dicapai paling banyak menjawab dengan skor 2. Hasil ini menggambarkan bahwa pengakuan atas keberhasilan kepada pegawai berupa pujian dan penghargaan atas keberhasilan-keberhasilan yang tentunya diperlukan untuk memotivasi pegawai tidak berjalan dengan baik. Selain itu, tanggapan responden terhadap kemungkinan untuk maju tidak bagus. Sehingga terdapat kemungkinan bahwa para pegawai yang bekerja di Biro Tata Pemerintahan Umum tidak dengan jelas mengetahui informasi tentang promosi yang objektif ataupun jenjang karir yang mungkin dicapai oleh pegawai, sehingga tanggapan responden secara umum tidak menunjukkan kecenderungan yang pasti. Tanggapan responden terhadap sistem penempatan personil dengan memperhatikan aspek-aspek pendidikan, keterampilan, maupun keahlian di Biro Tata Pemerintahan Umum juga tidak baik, sehingga perlu dilakukan pembenahan yang jelas tentang penempatan personil sehingga bisa berjalan dengan

mengutamakan unsur objektivitas dalam penempatannya.

Dari hasil di atas, dapat diperoleh gambaran/kecenderungan tanggapan responden terhadap motivasi intrinsik (X1) pegawai yang menunjukkan bahwa motivasi intrinsik pegawai negeri sipil di Biro Tata Pemerintahan Umum tidak baik, sehingga perlu ditingkatkan dengan memperbaiki hal-hal yang berkaitan dengan motivasi intrinsik, yaitu dalam hal pujian dan penghargaan terhadap pegawai, kejelasan jenjang karir dan promosi yang objektif, dan penempatan personil yang sesuai dengan tingkat pendidikan, keahlian dan keterampilan pegawai.


(13)

4.2.2.2 Tanggapan Responden Terhadap Motivasi Ekstrinsik

Tabel 11. Tanggapan Responden Terhadap Motivasi Ekstrinsik Pegawai (X2)

No Indikator No. Item

Bobot Nilai

SS S Rg TS STS

5 4 3 2 1

1 Pendapatan

11 21 20 11 10 0

12 0 39 17 6 0

13 31 3 1 27 0

2 Kondisi kerja 14 10 24 17 11 0

15 4 11 23 13 11

3 Hubungan kerja 16 6 17 20 16 3

17 4 13 23 12 10

Rata-rata 2 2 3 0 0

Sumber : Data diolah lampiran 4, 2011

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata (modus) tanggapan responden terhadap motivasi ekstrinsik pegawai (X2) yang dicapai paling banyak menjawab dengan skor 3. Hasil ini menjelaskan bahwa tanggapan responden terhadap besar pendapatan yang diperoleh bisa dikatakan cukup. Artinya, secara umum pegawai menunjukkan rasa cukup dalam menerima gaji/pendapatan, honorarium, dan tunjangan-tunjangan lainnya. Selain itu, tanggapan responden terhadap kondisi kerja di lingkungan Biro Tata Pemerintahan Umum cukup bagus. Dari skor uji tersebut, terdapat kemungkinan para pegawai menilai bahwa kondisi kerja cukup mendukung dalam melaksanakan tugas sehari-harinya, namun perlu dilakukan adanya perbaikan kondisi dan situasi saat bekerja serta kelengkapan fasilitas-fasilitas lainnya. Tanggapan responden terhadap hubungan kerja di Biro Tata Pemerintahan Umum juga cukup baik. Hubungan kerja yang dimaksud adalah hubungan antara sesama pegawai dan hubungan dengan atasan.


(14)

Dari hasil di atas, dapat diperoleh gambaran/kecenderungan tanggapan responden terhadap motivasi ekstrinsik (X2) pegawai yang menunjukkan bahwa motivasi ekstrinsik pegawai negeri sipil di Biro Tata Pemerintahan Umum tidak cukup untuk dikatakan baik. Ini mungkin saja dipengaruhi oleh gaji/pendapatan yang kurang memadai, kondisi serta fasilitas kerja yang kurang lengkap, dan hubungan kerja antara sesama pegawai maupun dengan atasan kurang terbina dengan baik.

4.2.2.3 Tanggapan Responden terhadap Kinerja Tabel 12. Tanggapan Responden terhadap Kinerja (Y)

No Indikator No. Item

Bobot Nilai

SS S Rg TS STS

5 4 3 2 1

1

Perilaku Kerja

18 0 19 21 22 0

19 8 33 13 8 0

20 16 24 10 12 0

21 0 20 23 19 0

22 22 10 6 24 0

23 19 22 9 12 0

24 20 12 11 19 0

25 0 19 21 22 0

26 3 26 9 24 0

27 22 10 6 24 0

28 0 18 23 21 0

29 17 24 9 12 0

30 22 10 6 24 0

31 1 17 21 23 0

32 8 32 13 9 0

33 6 31 16 9 0

34 0 20 22 20 0

2 Hasil Kerja

35 0 17 22 23 0

36 1 17 23 21 0

37 0 23 21 18 0

38 8 33 13 8 0

Rata-rata 1 9 4 7 0


(15)

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata (modus) tanggapan responden terhadap kinerja (Y) yang dicapai paling banyak menjawab dengan skor 4. Hasil ini menjelaskan bahwa tanggapan responden terhadap perilaku kerja yang ditunjukkan oleh pegawai berada pada tingkat yang baik. Artinya, sebagian besar pegawai sudah mempunyai kemampuan melayani, berpikir, serta

kemampuan bersikap dewasa yang biasa. Ini tentunya memberi pengaruh yang bagus terhadap hasil kerja yang akan didapat karena seorang pegawai harus mempunyai kemampuan analisa dan kerajinan yang tinggi agar memberikan produktivitas yang tinggi pula. Tanggapan responden terhadap hasil kerja di lingkungan Biro Tata Pemerintahan Umum juga bagus. Hasil kerja, yang dilihat dari segi kualitas maupun kuantitasnya berada pada tingkat yang cukup tinggi namun perlu dilakukan pembenahan yang menyeluruh dengan tujuan agar kualitas dan kuantitas yang menjadi tolok ukur hasil kerja dapat ditingkatkan.

Dari hasil di atas, dapat diperoleh gambaran/kecenderungan tanggapan responden terhadap kinerja (Y) yang menunjukkan bahwa kinerja pegawai negeri sipil di Biro Tata Pemerintahan Umum cukup untuk dikatakan baik karena jika dilihat dari perilaku maupun hasil kerja yang diberikan dapat menunjukkan hasil yang baik.

4.2.3 Pengujian Hipotesis

Korelasi adalah hubungan yang sifatnya kuantitatif yang menggambarkan kuat lemahnya hubungan antara dua atau lebih variabel yang diukur. Analisis korelasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan apakah terdapat hubungan yang signifikan antara suatu variabel dengan variabel lainnya.


(16)

Dengan analisis korelasi, dapat diketahui derajat hubungan antara variabel-variabel tersebut yang dijelaskan oleh suatu nilai yang disebut koefisien korelasi.

Dari koefisien korelasi, dapat dihitung besarnya nilai koefisien

determinasi, yaitu nilai yang menjelaskan pengaruh dari variabel terhadap variabel lainnya dalam bentuk prosentase.

Dalam penelitian ini, variabel tak bebas (Y) adalah kinerja, sedangkan variabel bebas (X) adalah motivasi yang dibagi kedalam dua variabel, yaitu motivasi intrinsik (X1) dan motivasi ekstrinsik (X2). Data yang diperoleh dari kuesioner telah melalui proses transformasi sehingga data sudah dalam skala pengukuran interval dan dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.

Selain itu, dalam penelitian ini juga ingin diketahui apakah terdapat hubungan antara motivasi dengan kinerja, jika terdapat hubungan maka dicari seberapa kuat hubungan tersebut berdasarkan nilai koefisien korelasi yang didapat. Sehingga dari koefisien korelasi dapat dicari koefisien determinasi yang akan menunjukan besarnya pengaruh. Selanjutnya ingin diketahui derajat

hubungan secara parsial dari tiap-tiap variabel motivasi (X1dan X2) dengan kinerja (Y). Korelasi yang dicari adalah korelasi parsial yang menghubungkan satu variabel X dengan Y dengan menganggap bahwa variabel lainnya

tetap/konstan. Untuk menguji signifikansi dari korelasi parsial tersebut dilakukan pengujian secara parsial dengan uji statistik t.

Dengan demikian akan dilakukan metode pengujian secara parsial untuk meneliti hubungan antara motivasi intrinsik (X1) dan motivasi ekstrinsik (X2) masing-masing terhadap kinerja (Y).


(17)

4.2.3.1 Pengujian Pengaruh Parsial Motivasi Intrinsik (X1) dengan Kinerja (Y)

Koefisien korelasi parsial adalah suatu nilai yang menggambarkan

hubungan parsial antara satu variabel dengan varibel lainnya dengan menganggap variabel lain di luar kedua variabel tersebut tetap/konstan

Untuk melakukan pengujian secara parsial antara motivasi intrinsik dengan kinerja, digunakan hipotesis sebagai berikut:

Ho : ρ = 0 (Tidak tedapat pengaruh yang signifikan antara motivasi intrinsik dengan kinerja)

H1 : ρ ≠ 0 (Terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi intrinsik

dengan kinerja) Dengan kriteria uji :

Dengan α = 5 %, Tolak Ho jika thitung> ttabelatau thitung < - ttabel. ttabel= t0.025;71= 1.994.

Rangkuman Uji Parsial X1terhadap Y

R Mean Square F hitung

0.963 11863,251 757.860

15.654

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 15.311 1.574 9.728 .000

X1 1.548 .056 .963 27.529 .000


(18)

Perhitungan analisis pada data motivasi intrinsik (X1) dengan kompetensi (Y) menghasilkan arah regresi sebesar 1.548 dan konstanta sebesar 15.311, dengan demikian, bentuk hubungan antara kedua variabel tersebut dapat digambarkan oleh persamaan Y=15.311+1.548 X1.

Dari output tersebut, diperoleh nilai koefisien korelasi parsial antara X1 dengan Y yaitu sebesar 0.963. Nilai koefisien korelasi parsial tersebut belum dapat digunakan sebagai dasar kesimpulan, karena itu dilakukan pengujian signifikansi koefisien korelasi parsial dengan menggunakan statistik uji t.

Diperoleh nilai thitungsebesar 27.529. Sedangkan dengan taraf signifikansi 5 % didapat ttabel= 1.994. Karena thitunglebih besar daripada ttabelmaka Ho ditolak. Ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi intrinsik (X1)

dengan kinerja (Y) yang digambarkan oleh nilai koefisien korelasi parsial sebesar 0.963. Nilai tersebut termasuk ke dalam interval korelasi yang sangat kuat (0,80–

1,000) berdasarkan pedoman interpretasi koefisien korelasi menurutSugiyono (2002: 149).

Untuk mengetahui besar pengaruh dalam persen dari motivasi intrinsik (X1) terhadap kinerja (Y), digunakan nilai koefisien determinasi (KD), yaitu kuadrat dari koefisien korelasi yang didapat.

KD = r2 x 100 % (Al Rasyid, 1994: 47). = 0.9632x 100 %

= 92.7 %

Ini berarti kinerja dipengaruhi oleh motivasi intrinsik sebesar 92.7 %, sedangkan sisanya (7.3 %) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.


(19)

4.2.3.2 Pengujian Pengaruh Parsial Motivasi Ekstrinsik (X2) dengan Kinerja (Y)

Langkah yang sama juga dilakukan untuk menguji korelasi parsial antara motivasi ekstrinsik dengan kinerja, dengan bantuansoftwareSPSS diperoleh output:

Rangkuman Uji Parsial X2terhadap Y

R Mean Square F hitung

0.520 3464.690 22.262

155.630

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 26.350 6.557 4.019 .000

X2 1.596 .338 .520 4.718 .000

a. Dependent Variable: Y

Perhitungan analisis pada data motivasi ekstrinsik (X2) dengan kompetensi (Y) menghasilkan arah regresi sebesar 1.596 dan konstanta sebesar 26.350,

dengan demikian, bentuk hubungan antara kedua variabel tersebut dapat digambarkan oleh persamaan Y=26.350+1596 X2.

Dari output tersebut, diperoleh nilai koefisien korelasi parsial antara X2 dengan Y yaitu sebesar 0.520. Nilai koefisien korelasi parsial tersebut belum dapat digunakan sebagai dasar kesimpulan, karena itu dilakukan pengujian signifikansi koefisien korelasi parsial dengan menggunakan statistik uji t.

Diperoleh nilai thitungsebesar 4.718. Sedangkan dengan taraf signifikansi 5 % didapat ttabel= 1.994. Karena thitunglebih besar daripada ttabelmaka Ho ditolak. Ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik (X2) dengan kinerja (Y). Keeratan hubungan antara keduanya secara parsial


(20)

digambarkan oleh nilai koefisien korelasi parsial sebesar 0.520. Nilai tersebut termasuk ke dalam interval korelasi yang sedang (0,40 - 0,599) bedasarkan pedoman interpretasi koefisien korelasi menurutSugiyono(2002: 149).

Untuk mengetahui besar pengaruh dalam persen dari motivasi ekstrinsik (X2) terhadap kinerja yang berorientasi pada kompetensi (Y), digunakan nilai koefisien determinasi (KD), yaitu kuadrat dari koefisien korelasi yang didapat.

KD = r2 x 100 % (Al Rasyid,1994: 47). = 0.5202x 100 %

= 27.04 %

Ini berarti kinerja dipengaruhi oleh motivasi ekstrinsik sebesar 27.04 %, sedangkan sisanya (71.96 %) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Dari kedua pengujian secara parsial tersebut, jika dibandingkan terlihat bahwa nilai koefisien korelasi parsial antara X1dengan Y (0.963) lebih besar daripada nilai koefisien korelasi parsial antara X2dengan Y (0.520). Sehingga koefiesien determinasi X1terhadap Y (0.927) juga lebih besar daripada koefiesien determinasi X2terhadap Y (0.270). Nilai koefisien korelasi parsial X1terhadap Y sebesar 0.963 termasuk ke dalam interval korelasi yang sangat kuat (0,80–1,000) dan nilai koefiesien korelasi parsial X2terhadap Y sebesar 0.520 termasuk ke dalam interval korelasi yang sedang (0,40 - 0,599) bedasarkan pedoman interpretasi koefisien korelasi menurutSugiyono(2002: 149).

Secara sederhana pengaruh motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik secara parsial terhadap kinerja dapat dimasukkan kedalam gambar berikut ini :


(21)

Gambar 3. Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja

Ini menunjukkan bahwa motivasi intrinsik lebih memberikan pengaruh terhadap kinerja pegawai daripada motivasi ekstrinsik. Dari perbedaan nilai koefisien korelasi parsial tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai lebih banyak dipengaruhi oleh tinggi rendahnya motivasi intrinsik dari pegawai itu sendiri. Meskipun motivasi intrinsik lebih menentukan kinerja pegawai, kedua jenis motivasi tersebut tetap sangat berpengaruh terhadap kinerja pegawai secara keseluruhan. Sehingga kedua jenis motivasi tersebut tetap perlu diperhatikan dan terus dilakukan upaya-upaya peningkatan motivasi yang akan berpengaruh juga pada kinerja pegawai yang lebih baik.

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil dari deskripsi jawaban responden dapat diketahui gambaran bahwa motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik serta kinerja di Biro Tata Pemerintahan

X

1 Motivasi Intrinsik

X

2 Motivasi Ekstrinsik

Y

Kinerja

Pyx1= 92.7 %

Pyx2= 27.04 %


(22)

Umum belum bisa dikatakan baik. Ini menunjukan bahwa motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik dan kinerja di Biro Tata Pemerintahan Umum belum begitu baik sehingga semua variabel-variabel tersebut perlu ditingkatkan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Salim (2000: 73) yang mengatakan bahwa : Motivasi bagi seseorang merupakan modal utama untuk berprestasi. Sebab akan memberikan dorongan bagi seseorang untuk melakukan sesuatu,tetapi juga harus diakui bahwa tidak mudah untuk melakukannya karena keinginan dan sifat setiap orang yang sangat bervariasi serta berubah-rubah.

Dalam pemberian motivasi intrinsik memang ada beberapa kesulitan / kendala yang dihadapi. Dalam hal pemberian pengakuan atas keberhasilan seseorang dapat dilakukan dengan cara pemberian pujian dan penghargaan atas keberhasilan yang dicapai oleh pegawai.

Pemberian pujian harus dilakukan secara tepat dan benar sebab kalau salah/tidak tepat dalam memuji seseorang malah akan berakibat buruk terhadap kerja dan bahkan tidak semua orang juga yang mau dipuji. Namun demikian menurut Kabag Pemerintahan Umum pada wawancara tanggal 6 Oktober 2011 mengatakan bahwa penghargaan berupa pujian lebih efektif dilakukan pimpinan unit masing-masing seperti Kasubbag karena merekalah yang langsung

berhubungan dengan pekerjaan staf-stafnya. Disamping memberikan pujian kepada pegawai yang bekerja dengan baik, atasan langsung diharapkan juga bisa membina, memanusiawikan pegawai serta memberikan teguran kepada pegawai yang kurang bisa bekerja dengan baik. Pemberian penghargaan berupa barang, piagam dll, di Pegawai Negeri Sipil memang sulit dilakukan. Menurut Kabag Bina Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan pada wawancara tanggal 6 Oktober 2011, bahwa penghargaan berupa barang, piagam dan sebagainya memang tidak


(23)

pernah dilakukan terhadap pegawai yang berprestasi, hal ini disebabkan tidak ada sistem yang mengaturnya, penghargaan berupa piagam dan lencana berupa perak dan emas sering diberikan tetapi hanya kepada pegawai yang telah melaksanakan tugas selama 15, 20, 25 tahun dan seterusnya. Penghargaan ini hanya diberikan berdasarkan masa tugas dan bukan berdasarkan prestasi kerja pegawai yang bersangkutan.

Pujian dan penghargaan ini berperan dalam pembinaan motivasi. Jika dihubungkan dengan pendapat Salim (2000: 75) yang mengatakan bahwa :

Secara sederhana harga diri dapat didefinisikan sebagai suatu nilai objektif murni sukarela yang diberikan orang lain kepada seseorang, nilai objektif murni positif dilakukan dalam bentuk pujian, kekaguman, penghargaan dan pemuliaan.

Untuk dimensi kemungkinan untuk maju menunjukan bahwa setiap pegawai belum memperoleh kesempatan yang sama dalam meningkatkan pengetahuan dan promosi jabatan, serta belum terciptanya promosi jabatan yang objekstif dan transparan dilingkungan di Biro Tata Pemerintahan Umum. Padahal memberikan kesempatan yang sama terhadap pegawai untuk menambah

pengetahuan (memberikan tugas belajar, izin belajar, diklat, kursus, dll) serta promosi yang objektif dan transparan akan memberikan dorongan tersendiri kepada pegawai dalam bekerja.

Hal ini juga disampaikan oleh Kepala Biro Tata Pemerintahan Umum pada wawancara tanggal 20 Oktober 2011, bahwa pihaknya sudah berusaha memilih para pegawai yang berprestasi untuk diusulkan program tugas belajar dan diklat teknis maupun diklat fungsional, namun yang menentukan adalah Pemerintah Provinsi, dalam hal ini bisa saja terjadi pegawai yang diusulkan tidak memperoleh kesempatan tersebut, begitu juga halnya dengan promosi jabatan.


(24)

Sementara persepsi pegawai dalam hal penempatan personil di Biro Tata Pemerintahan Umum menunjukan belum begitu baik, artinya penempatan

personil/pegawai belum sesuai dengan bidang/tingkat pendidikan, keterampilam, maupun keahlian. Namun dalam hal ini, menurut Kabag Pertanahan pada

wawancara tanggal 20 Oktober 2011 mengatakan bahwa penempatan pegawai di Biro Tata Pemerintahan Umum sebagian besar sudah sesuai dengan latar belakang pendidikan, keterampilan dan keahlian yang dimiliki pegawai tersebut. Hal ini selalu diperhatikan, karena dengan penempatan kerja yang sesuai dengan pendidikan, keterampilan dan keahlian ini diharapkan semua pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum ini dapat melaksanakan pekerjaan secara profesional dan dapat memecahkan masalah secara baik dan benar.

Dari keseluruhan deskripsi motivasi instriksi (X1) diperoleh gambaran bahwa motivasi intrinsik di Biro Tata Pemerintahan Umum belum begitu baik, sehingga perlu secara terus menerus ditingkatkan dan diperbaiki.

Tanggapan responden terhadap motivasi ekstrinsik di Biro Tata

Pemerintahan Umum dapat diketahui gambaran bahwa gaji/pendapatan cukup buruk, kondisi kerja tidak begitu bagus, serta hubungan kerja yang tidak begitu baik.

Padahal salah satu yang membuat PNS malas dan tidak terampil adalah penghasilan yang rendah. Jadi dalam hal ini adalah tugas pemerintah dalam memperbaiki gaji/pendapatan PNS.

Sehubungan dengan hal pendapatan, Kabag Kependudukan dan Catatan Sipil pada wawancara tanggal 20 Oktober 2011 berpendapat bahwa ketidakpuasan ini cukup beralasan, untuk hidup di jaman sekarang yang serba mahal seperti


(25)

dalam rangka memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan dan sebagainya. Dalam hal ini tidak jarang para Pegawai Negeri Sipil meminjam uang di Bank untuk menutupi kebutuhan tersebut. Gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak bisa dinaikkan atau diturunkan oleh Pemerintah Daerah setempat, karena gaji tersebut sudah diatur sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 11 tahun 2011 mengenai Perubahan Ketigabelas atas Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, dimana besarnya gaji

ditentukan berdasarkan golongan ruang dan masa kerja, bukan berdasarkan beban dan bobot tugas yang dipikulnya, dengan kata lain bahwa pegawai dengan

golongan ruang dan masa kerja yang sama akan mendapat gaji yang sama besarnya, meskipun memiliki beban tugas yang berbeda. Begitu juga halnya dengan honor, insentif atau tunjangan.

Dalam hal ini menurut Kepala Biro Tata Pemerintahan Umum pada wawancara tanggal 20 Oktober 2011, Pemerintah Provinsi Lampung telah berusaha untuk meminimalkan ketidakpuasan terhadap pendapatan tersebut

dengan cara memberikan Uang Tunjangan untuk Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Propinsi Lampung pada Instansi tertentu yang diberikan berdasarkan

pangkat/golongan, tapi diberhentikan pada tahun 2011 karena pemberian Tunjangan yang tidak merata sehingga menimbulkan kecemburuan.

Ditinjau dari kondisi kerja di Biro Tata Pemerintahan Umum

menggambarkan bahwa kondisi kerja tidak jelek tapi juga belum bagus. Jadi untuk mendapat kondisi yang mendukung untuk pencapaian kerja maka perlu diperbaiki situasi dan kondisi saat bekerja serta kelengkapan fasilitas-fasilitas kerja yang diperlukan.


(26)

Menurut Kabag Pemerintahan Umum pada wawancara tanggal 20 Oktober 2011, mengatakan bahwa memang kondisi kerja dan fasilitas kerja ini perlu diperhatikan, karena dengan kondisi yang nyaman serta dengan fasilitas yang memadai diharapkan para pegawai dapat memotivasi pegawai untuk bekerja dengan baik dan sesuai dengan yang direncanakan. Tanpa fasilitas yang memadai maka akan dapat mengganggu kelancaran dalam bekerja. Disamping itu untuk pemanfaatan yang optimal terhadap fasilitas tersebut (komputer dan internet) maka pihak Biro mengusulkan beberapa orang pegawai untuk ikut dalam pelatihan, yang diselenggarakan oleh Diklat Provinsi Lampung.

Sedangkan persepsi pegawai tentang hubungan kerja sesama rekan maupun dengan atasan menunjukkan belum begitu harmonis, padahal hal ini Kepala Biro Tata Pemerintahan Umum pada wawancara tanggal 6 Oktober 2011 mengatakan bahwa dia selalu menekankan pada bawahannya untuk dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan baik sesama rekan maupun antara staf dengan kepala unitnya masing-masing, karena kita tidak bisa untuk mencapai tujuan yang besar dengan bekerja sendiri. Diharapkan sesama rekan kerja dapat saling mengingatkan untuk mencapai kebaikan bersama dan tidak saling menjatuhkan.

Gambaran keseluruhan dari persepsi pegawai terhadap motivasi ekstrinsik (X2) di Biro Tata Pemerintahan Umum belum begitu baik maka perlu menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Lampung untuk memperbaikinya sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.

Dari deskripsi kinerja dapat diketahui gambaran persepsi perilaku kerja dan hasil kerja pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum berada pada tingkat yang


(27)

baik. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku kerja pegawai sudah cukup baik namun hasil kerja yang dicapai oleh pegawai belum optimal.

Perilaku kerja dengan hasil kerja memang saling terkait. Hasil

kerja/prestasi kerja yang tinggi diperoleh dengan perilaku kerja yang baik. Jadi dalam hal ini Biro Tata Pemerintahan Umum akan memperoleh hasil kerja yang optimal dengan memperbaiki perilaku kerja yaitu dengan cara memperbaiki kemampuan melayani, meningkatkan kemampuan berfikir, bersikap dewasa serta ketaatan terhadap kehadiran (datang pulang kerja sesuai aturan). Menurut Kabag Bina Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan pada wawancara tanggal 6 Oktober 2011, bahwa Biro Tata Pemerintahan Umum harus mampu melakukan pelayanan prima yaitu pelayanan yang jelas, mudah, murah, dan tidak berbelit-belit.

Sedangkan mengenai kehadiran pegawai, Kepala Biro Tata Pemerintahan Umum pada wawancara tanggal 6 Oktober 2011 berpendapat, bahwa masalah kehadiran atau ketepatan waktu dan pulang kerja pegawai dipengaruhi oleh pimpinan unit maupun pimpinan yang lebih tinggi. Kalau pimpinan dapat memberikan contoh atau teladan yang baik terhadap bawahannya maka bawahan juga akan

mengikutinya. Dengan kata lain bagaimana seorang pimpinan bisa menegur bawahannya kalau dia sendiri juga tidak disiplin.

Kalau dibandingkan antara persepsi pegawai tentang kinerja dengan kinerja riil yang diperoleh melaui Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Biro Tata Pemerintahan Umum Tahun 2010 ternyata agak berbeda. Pada LAKIP, kinerja Biro Tata Pemerintahan Umum Tahun 2010 dapat

dikategorikan “baik” setiap target yang ditetapkan berhasil mencapai kinerja yang


(28)

yang ditetapkan sebesar 98,93 %. Perbedaan ini disebabkan karena pada LAKIP kinerja diukur hanya berdasarkan perbandingan realisasi anggaran dengan target yang ditetapkan, tetapi bukan kinerja secara menyeluruh dari organisasi tersebut.

Apabila ditinjau pengaruh motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik secara parsial (masing-masing) terhadap kinerja maka diperoleh pengaruh motivasi intrinsik terhadap kinerja sebesar 92.7 % sedangkan sisanya (7.3 %) dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti. Sedangkan pengaruh motivasi ekstrinsik terhadap kinerja sebesar 27.04 %, sehingga sisanya (71.96 %) dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti.

Faktor lain yang mempengaruhi kinerja berasal dari : diantaranya faktor individu yang terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis serta faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan dan belajar.

Dilihat dari besarnya pengaruh yang diberikan oleh masing-masing

variabel terhadap kinerja maka motivasi intrinsik mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja dari pada motivasi ekstrinsik. Artinya tinggi rendahnya kinerja lebih banyak dipengaruhi oleh tinggi rendahnya motivasi intrinsik pegawai tersebut.

Namun begitu, bila motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik hanya secara parsial saja dalam mempengaruhi kinerja maka hasilnya tidak begitu besar. Oleh sebab itu motivasi (baik intrinsik maupun ekstrinsik) perlu diperhatikan secara bersamaan dalam upaya peningkatan kinerja.

Dari hasil penelitian ini maka diperoleh manfaat secara praktis diantaranya bahwa kinerja sangat dipengaruhi motivasi. Jadi untuk mendapatkan suatu kinerja


(29)

atau kinerja individu pegawai maka Pemerintah Provinsi Lampung harus mampu mendefinisikan secara jelas variabel–variabel motivasi beserta indikator–

indikatornya dan mampu menerapkannya dengan baik dan benar.

Begitu juga kinerja, semua dimensi dan indikator dari variabel harus terdefinisi dengan jelas sehingga dapat diketahui tingkat kinerja individu di Biro Tata Pemerintahan Umum. Dengan adanya tingkat kinerja pegawai ini maka akan memudahkan para para manajemen Biro Tata Pemerintahan Umum dalam

mengambil keputusan berikutnya, seperti : dalam memutuskan tingkat insentif pegawai, penentuan jenjang karir pegawai, pemberian penghargaan, memutuskan untuk pegawai yang akan tugas belajar, diklat dan sebagainya.


(30)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian statistik dan pembahasan penelitian Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja pada Biro Tata Pemerintahan Umum, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Hipotesis pertamayang menyatakan bahwa “Motivasi intrinsik berpengaruh positif terhadap kinerja” diterima.Motivasi intrinsik berpengaruh signifikan terhadap kinerja yaitu sebesar 92.7 %. Artinya motivasi intrinsik secara parsial berpengaruh terhadap kinerja sebesar 92.7 % sedangkan sisanya (7.3 %) dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti.

2. Hipotesis keduayang menyatakan bahwa “Motivasi ekstrinsik berpengaruh positif terhadap kinerja” diterima. Motivasi ekstrinsik berpengaruh signifikan terhadap kinerja yaitu sebesar 27.04 %. Artinya motivasi ekstrinsik secara parsial berpengaruh terhadap kinerja sebesar 27.04 % sedangkan sisanya (71.96 %) dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti.


(31)

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disarankan sebagai berikut :

1. Pengembangan motivasi ekstrinsik dalam meningkatkan kinerja di Biro Tata Pemerintahan Umum perlu ditingkatkan, hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan tunjangan, insentif atau honor sesuai dengan prestasi kerja yang dilakukan pegawai, menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, fasilitas kerja yang memadai, serta menciptakan hubungan yang harmonis baik antara sesama pegawai maupun antara pegawai dengan atasannya.

2. Sedangkan pengembangan motivasi intrinsik perlu terus dipertahankan, hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pujian kepada pegawai yang bekerja dengan baik, hal ini disarankan agar dilakukan oleh atasan langsung dari pegawai tersebut, memberikan kesempatan bagi pegawai yang berprestasi untuk menambah pengetahuan dengan memberi kesempatan mengikuti tugas belajar, kursus, diklat dan sebagainya, serta menempatkan pegawai sesuai dengan keahlian, keterampilan serta pendidikan yang dimilikinya.

3. Dalam memberikan motivasi disarankan kepada pihak pengambil kebijakan di Biro Tata Pemerintahan Umum untuk memperhatikan secara bersamaan (motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik) dan tidak disarankan untuk melakukan motivasi secara parsial. Selain itu, perlunya penyempurnaan sistem standar kinerja pegawai, sehingga dapat diketahui pegawai yang berprestasi baik, berprestasi rata-rata dan yang berprestasi rendah. Dengan adanya standar ini maka akan berguna dalam mengambil suatu kebijakan, seperti : pemberian insentif/tunjangan, pengembangan karir, penghargaan dan sebagainya.


(32)

(33)

PADA BIRO TATA PEMERINTAHAN UMUM

SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG

(Tesis)

Oleh

IKA TRIWULAN

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(34)

PADA BIRO TATA PEMERINTAHAN UMUM

SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG

Oleh

IKA TRIWULAN

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER MANAJEMEN

Pada

Program Pascasarjana Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(35)

(36)

(37)

Gambar Halaman 1. Kerangka Pemikiran Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja pada

Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung... 12 2. Susunan Organisasi Biro Tata Pemerintahan Umum... 42 3. Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja ... 57


(38)

ABSTRAK

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP

MOTTO

KATA PENGANTAR

Halaman I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 8 1.3 Tujuan Penelitian ... 8 1.4 Kegunaan Penelitian ... 9 1.4.1 Kegunaan Teoritis... 9 1.4.2 Kegunaan Praktis... 9 1.5 Kerangka Pemikiran ... 9 1.5.1 Kinerja ... 9 1.5.2 Motivasi ... 10 1.6 Hipotesis ... 12 II. TINJAUAN PUSTAKA... 13 2.1 Teori Kinerja... 13 2.2 Teori Motivasi ... 16 III. METODOLOGI PENELITIAN... 30 3.1 Desain Penelitian ... 30 3.2 Populasi ... 30 3.3 Variabel Penelitian ... 31


(39)

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 33 3.6 Validitas dan Reliabilitas... 34 3.6.1 Validitas ... 34 3.6.2 Reliabilitas ... 36 3.7 Teknik Analisis Data ... 37

Pengujian secara Parsial (antara Motivasi Intrisik dan Motivasi

Ektrinsik secara Sendiri–sendiri terhadap Kinerja) ... 38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 41

4.1 Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Biro Tata Pemerintahan

Umum ... 41 4.1.1 Susunan Organisasi Biro Tata Pemerintahan Umum ... 42 4.1.2 Kondisi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Berdasarkan Usia ... 43 4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 43 4.2.1 Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas... 43 4.2.2 Analisis Deskripsi Jawaban Responden... 47

4.2.2.1 Tanggapan Responden Terhadap Motivasi

Intrinsik ... 47 4.2.2.2 Tanggapan Responden Terhadap Motivasi

Ekstrinsik ... 49 4.2.2.3 Tanggapan Responden Terhadap Kinerja ... 50 4.2.3 Pengujian Hipotesis ... 51

4.2.3.1 Pengujian Pengaruh Parsial Motivasi Intrinsik (X1) dengan Kinerja (Y) ... 53 4.2.3.2 Pengujian Pengaruh Parsial Motivasi Ekstrinsik (X2)

dengan Kinerja (Y) ... 55 4.3 Pembahasan Hasil Penelitian... 57 V. KESIMPULAN DAN SARAN... 66 5.1 Kesimpulan ... 66 5.2 Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA... 68 LAMPIRAN... 70


(40)

Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta, Jakarta.

Gibson, James L, John M. Ivancevich and James H. Donnely, 1990, Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses. Penterjemah : Djakarsih. Erlangga, Jakarta Handayaningrat, Soewarno, 1985, Administrasi dan Manajemen. Gunung Agung,

Jakarta.

Hasibuan, Malayu S.P., 1996, Organisasi dan Motivasi, Dasar Peningkatan Produktivitas, Bumi Aksara, Jakarta.

___________, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta.

Hick, Herbert dan Gullet, G.R, 1987, Organisasi : Teori dan Tingkah Laku, Penterjemah : G. Kartasapoetra, Bumi Aksara, Jakarta

Kerlinger, Red N. Dan Elazar J. Pedhazur, 1987, Korelasi dan Analisa Regresi Ganda, Penterjemah : Taufiq A. Nur Cahaya, Yogyakarta.

Nitisemito, Alex, S, 1993,Dasar–Dasar Manajemen. Ghalia Indonesia, Jakarta. Robbins, Stephen, P, 1996, Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi, Aplikasi,

Edisi Bahasa Indonesia. Penterjemah : Hadyatna Pujaatmaka. Aditya Media, Yogyakarta.

Salim, Emil, 2000, Aspek Sikap Mental Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Sarstrodiningrat, Subagio, 1986,Perilaku Administrasi. Karunika, Jakarta. Siagian, Sondang, 1994,Filsafat Administrasi. Gunung Agung, Jakarta

___________, 1995, Organisasi, Kepemimpinan, dan Perilaku Administrasi. Gunung Agung, Jakarta.


(41)

Jakarta.

Sitepu Nirwana SK, 1994, Analisis Regresi dan Korelasi, Unit Pelayanan Statistika, Jurusan Statistika. FMIPA. UNPAD, Bandung.

Soekarno, 1983,Dasar–Dasar Manajemen. Miswar, Jakarta.

Soeprihanto, John, 1998, Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan, BPEE, Yogyakarta.

Sudjana, 1996,Metode Statistika. Tarsito Bandung

Sugiyono, 2001,Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung. ___________, 2003,Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. Suwarto, 1999,Perilaku Keorganisasian. Atmajaya, Jakarta

Thoha, Miftah, 1991, Beberapa Aspek Kebijakan Birokrasi, PT Media Widya Mandala,Yogyakarta.

Timpe, Dale A, 2000, Seri Manajemen Sumber Daya Manusia, Memotivasi Pegawai. PT. Gramedia, Jakarta.

___________, 2000, Seri Manajemen Sumber Daya Manusia, Kinerja Pegawai. PT. Gramedia, Jakarta.

Winardi, 1990,Azas–Azas Manajemen, Mandar Maju, Bandung.

___________, 2011, Peraturan Pemerintah RI No. 11 tahun 2011, Tentang Perubahan Ketigabelas atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1977 Tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil.

___________, 2010, Peraturan Gubernur Lampung Nomor 32 Tahun 2010, Tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Lampung.


(42)

Tabel Halaman 1. Tingkat Ketidakhadiran Pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum

Setdaprov. Lampung Tahun 2011 ... 5 2. Pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung

Menurut Tingkat Pendidikan... 6 3. Operasionalisasi Variabel Penelitian... 31 4. Anova pada Analisis Regresi ... 38 5. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi... 40 6. Pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum Berdasarkan Usia... 43 7. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Motivasi Intrinsik (X1) ... 44 8. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Motivasi Ekstrinsik (X2) ... 45 9. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kinerja (Y) ... 46 10. Tanggapan Responden Terhadap Motivasi Intrinsik Pegawai (X1) ... 47 11. Tanggapan Responden Terhadap Motivasi Ekstrinsik

Pegawai (X2) ... 49 12. Tanggapan Responden Terhadap Kinerja (Y)... 50


(43)

2.1 Teori Kinerja

Pekerjaan yang dilakukan dengan penuh kesungguhan, akan memberikan hasil yang memuaskan. Tetapi dalam upaya mencapai prestasi kerja maksimal, kesungguhan saja belum cukup, tetapi masih diperlukan pengetahuan dan keterampilan. Dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pegawai diperlukan usaha untuk senantiasa belajar dan bekerja untuk menambah pengalaman. Jadi dengan usaha yang sungguh-sungguh dan pengetahuan yang luas, seorang pegawai dapat mencapai kinerja maksimal.

Hasibuan (1996: 105) mengatakan :

Prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan didasarkan kepada kecakapan, keterampilan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.

Timpe (2000: 3) mengemukakan bahwa :

Prestasi karyawan di bawah standar mungkin disebabkan sejumlah faktor, mulai dari keterampilan kerja yang buruk hingga motivasi yang tidak cukup atau lingkungan kerja yang buruk.

Mengingat prestasi organisasi tergantung atas prestasi individu, maka manejer atau pimpinan organisasi harus memiliki pengetahuan yang lebih memadai dan bukan hanya pengetahuan yang pas-pasan tentang faktor yang menentukan prestasi individu. Sehubungan dengan ini Robbins (1996: 5) mengatakan bahwa :


(44)

manajer mencakup memotivasi bawahan, memilih saluran – saluran komunikasi yang efektif serta memecahkan konflik–konflik.

Dengan memperhatikan fungsi manajer di atas maka seorang manajer harus mampu mengambil suatu keputusan secara cepat dan tepat. Sebagai contoh dalam mengambil suatu keputusan : apabila seorang pegawai yang memiliki sikap jelek serta tingkat keterampilan yang rendah, penyebab utamanya mungkin dalam proses seleksi, untuk kasus seperti ini akan membutuhkan biaya yang besar untuk memperbaiki keterampilan maupun sikap sehingga karyawan tersebut lebih baik dipindahkan atau diberhentikan. Apabila seorang pegawai yang mempunyai keterampilan yang rendah tapi mempunyai sikap yang baik maka butuh pelatihan atau diklat. Sedangkan apabila seorang pegawai yang memiliki keterampilan yang cukup tetapi tidak mempunyai keinginan untuk bekerja lebih baik, maka perlu dilakukan strategi motivasi yang tepat bagi pegawai tersebut.

Menurut Soeprihanto (1998: 85) mengatakan bahwa :

Unsur-unsur yang dinilai dalam penilaian pelaksanaan pekerjaan karyawan bagi operator / petugas yaitu :

• Prestasi kerja : kecakapan, keterampilan, kesungguhan dan bertanggung jawab

• Tanggung jawab : pelaksanaan tugas, dedikasi, dan bertanggung jawab

• Ketaatan : disiplin, perintah dinas, ketentuan jam kerja dan sopan santun

• Kejujuran : keikhlasan melaksanakan tugasnya

• Kerjasama : kemampuan bekerjasama

Untuk menentukan apakah seorang pegawai mempunyai kinerja baik, sedang atau buruk maka perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja. Menurut Siagian (1994: 223) mengatakan bahwa :

Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam manajemen sumber daya manusia sependapat bahwa penilaian prestasi kerja para pegawai merupakan bagian penting dari seluruh proses kekaryaan pegawai


(45)

secara objektif terlihat paling sedikit dua kepentingan, yaitu kepentingan pegawai yang bersangkutan dan kepentingan organisasi.

Selanjutnya Siagian menjelaskan bahwa bagi para pegawai, penilaian tersebut berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, kekurangan dan potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karirnya. Sedangkan bagi organisasi, hasil penilaian prestasi kerja para pegawai sangat penting arti dan peranannya dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan latihan, rekrutmen, seleksi, program pengenalan,

penempatan, promosi, sistem imbalan dan berbagai aspek lain dari keseluruhan proses manajemen sumber daya manusia secara efektif.

Menurut Siagian (1994: 223) mengatakan :

Pengalaman banyak organisasi menunjukan bahwa suatu sistem penilaian prestasi kerja yang baik, sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan, seperti :

1. Mendorong peningkatan prestasi kerja

2. Sebagai bahan pengambilan keputusan dalam pemberian imbalan. 3. Untuk kepentingan mutasi pegawai

4. Guna untuk menyusun program pendidikan dan latihan, baik yang dimaksud untuk mengatasi kekurangan dan kelemahan maupun untuk mengembangkan potensi karyawan yang ternyata belum sepenuhnya digali dan yang terungkap melalui penilaian prestasi kerja.

5. Membantu para pegawai menentukan rencana kariernya dan dengan bantuan bagian kepegawian menyusun program pengembangan karier yang paling tepat dalam arti sesuai dengan kebutuhan para pegawai dan dengan kepentingan organisasi.


(46)

Motif adalah daya penggerak kemauan bekerja seseorang, setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Sedangkan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.

Selanjutnya Siagian (1994: 130) mengatakan bahwa :“Motif para bawahan untuk menggabungkan diri dengan suatu organisasi adalah motif pemuasan kebutuhan”.

Winardi (1990: 440) berpendapat bahwa :“Motivasi berkaitan dengan kebutuhan. Manusia selalui mempunyai kebutuhan untuk dipenuhi”.Sedangkan Gibson dkk (1996: 185) mengatakan :“Motivasi adalah kekuatan yang

mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku”. Dengan demikian, yang dikatakan motif adalah suatu dorongan yang ada pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu bagi pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan motivasi adalah daya penggerak atau daya pendorong untuk berbuat sesuatu dalam rangka pemuasan kebutuhan atau pencapaian tujuan dari orang yang bersangkutan.

Menurut Robbins (1996: 199) menjelaskan :“Teori–teori yang mendasari motivasi diantaranya Teori Dini Motivasi dan Teori Kontemporer Motivasi”.

Teori Dini Motivasi terdiri dari : Teori Hirarki Kebutuhan, Teori X dan Y serta Toeri Motivasi Higeine. Sedangkan Teori Kontemporer Motivasi terdiri dari Teori ERG, Teori Kebutuhan McClelland, Teori Evaluasi kognitif, Teori Penentuan–

Tujuan, Teori Penguatan, Teori Keadilan dan Teori Harapan.


(47)

Teori hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow, menghipotesiskan bahwa di dalam semua manusia ada suatu hirarki lima kebutuhan yaitu :

1. Faali (fisiologis) : antara lain rasa lapar, haus , perlindungan (pakaian dan perumahan), seks dan kebutuhan ragawi lain

2. Keamanan : antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional

3. Sosial : mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima-baik, dan persahabatan

4. Penghargaan : mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi dan faktor hormat eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian.

5. Aktualisasi–diri : memcakup pertumbuhan, memcapai potensialnya dan pemenuhan diri.

2. Teori X dan Y

Douglas McGregor menemukan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia. Secara dasar satu negatif, yang ditandai sebagai teori X dan pada dasar positif ditandai dengan teori Y. Menurut teori X pengandaian yang dipegang para manejer adalah :

1. Karyawan secara inheren (tertanam dalam dirinya) tidak menyukai kerja dan bila mana dimungkinkan akan mencoba menghindarinya. 2. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi


(48)

formal bila dimungkinkan

4. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan di atas semua faktor lain yang dikaitkan dengan kerja dan akan memperagakan ambisi sedikit saja.

Sedangkan menurut teori Y terdapat empat pengandaian positif yaitu : 1. Karyawan memandang kerja sebagai sama wajarnya seperti istirahat

atau bermain.

2. Orang-orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawaan diri jika mereka janji terlibat pada sasaran–sasaran

3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima baik, bahkan mengusahakan tanggung jawab

4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif (pembaharuan) tersebar meluas dalam populasi dan tidak perlumerupakan milik dari mereka yang berada dalam posisi manajemen.

3. Toeri Motivasi Higeine

Dalam teori–higeine yang dikemukakan oleh psikolog Frederick

Herzberg yang mengatakan bahwa faktor–faktor intrinsik dihubungkan dengan kepuasan kerja, sementara faktor ekstrinsik dikaitkan dengan ketidakpuasan. Menurut Herzberg dalam Robbins (1996: 2002) mengatakan bahwa :

Faktor-faktor yang menghantar kepuasan kerja terpisah dan terbedakan dari faktor-faktor yang menghantar ketidakpuasan kerja. Oleh karena itu manejer yang berusaha menghilangkan faktor-faktor yang menciptakan ketidakpuasan. Faktor –faktor Higeine meliputi faktor-faktor seperti kebijakan dan administrasi perusahaan, penyeliaan dan gaji, yang bila memadai dalam suatu pekerjaan, akan menenteramkan pekerja. Bila faktor ini tidak memadai, orang-orang akan tak terpuaskan.


(49)

1. Teori ERG

Revisinya Hirarki kebutuhan disebut Teori ERG. Alderfer dalam Robbins (199 : 204) berargumen bahwa :“Ada tiga kelompok kebutuhan teras yaitu : existence, keterhubungan (relatednes), dan pertumbuhan (growth)”. Kelompok

eksistensi mempedulikan pemberian persyaratan eksistensi materiil dasar kita. Itu mencakup kebutuhan faali dan keamanan. Kelompok keterhubungan merupakan hasrat yang kita punyai untuk memelihara hubungan antar pribadi yang penting. Hasrat sosial dan status menuntut interaksi dengan orang-orang agar dipuaskan. Sedangkan kelompok pertumbuhan merupakan suatu hasrat intrinsik dari kategori penghargaan Maslow yang karakteristik-karakteristik yang tercakup pada

aktualisasi diri.

2. Teori Kebutuhan McClelland

Dalam memahami mativasi Teori Kebutuhan McClelland memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu :

• Kebutuhan akan prestasi : dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses.

• Kebutuhan akan kekuasaan : kebutuhan untuk membuat orang-orang lain berperilaku dalam suatu cara yang orang–orang itu (tanpa dipaksa) tidak akan berperilaku demikian

• Kebutuhan akan afiliasi : hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan karib.


(50)

Teori evaluasi kognitif membagi ganjaran-ganjaran ekstrinsik seperti upah, untuk upaya kerja yang sebelumnya secara intrinsik telah mengganjar karena adanya kesenangan yang dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, akan cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan. Teori berargumen bahwa bila ganjaran-ganjaran ekstrinsik digunakan oleh organisasi sebagai hadiah untuk kinerja yang unggul, ganjaran intrinsik yang diturunkan dari individu-individu yang

melakukan apa yang mereka sukai, akan dikurangi.

4. Teori Penentuan–Tujuan Menurut Robbins (1996: 209) :

Riset mengenai teori penentuan – tujuan menangani isyu-isyu dan penemuannya. Seperti dalam hal efek dari kespesifikan tujuan, tantangan dan umpan balik terhadap kinerja. Jadi boleh diterjemahkan teori penentuan – tujuan adalah bahwa tujuan yang khusus dan sulit menghantar ke kinerja yang lebih tinggi.

5. Teori Penguatan

Teori penguatan mempunyai suatu pendekatan keperilakuan

(behaviosistik) yang berargumen bahwa penguatanlah yang mengkondisikan perilaku. Para teoritisi penguatan memandang perilaku sebagai disebabkan secara lingkungan. Teori ini mengabaikan keadaan dalam dari individu dan memusatkan semata-mata pada apa yang terjadai pada seseorang bila ia mengambil suatu tindakan. Jadi, perilaku merupakan fungsi dari konsekwensi–konsekwensinya.


(51)

keluaran pekerjaan mereka dengan masukan dan kelauaran orang–orang lain dan kemuadian berespon untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. Teori keadilan mengenali bahwa individu–individu tidak hanya peduli akan jumlah mutlak ganjaran untuk upaya–upaya mereka, tetapi juga akan hubungan jumlah ini dengan apa yang diterima orang lain.

7. Teori Harapan.

Menurut Robbins (1996: 215) mengatakan :

Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantarkan kesuatu penilaian kinerja yang baik ; suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti : suatu bonus, kenaikan gaji, atau suatu promosi dan ganjaran-ganjaran itu akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi karyawan itu.

Oleh karena itu teori ini memfokuskan pada tiga hubungan yaitu :

• Hubungan upaya–kinerja : probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu untuk mendorong kinerja.

• Hubungan kinerja–ganjaran : derajat sejauhmana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tinggkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan

• Hubungan ganjaran–tujuan pribadi : derajat sejauh mana ganjaran–

ganjaran organisasional memenuhi tujuan-tujuan atau kebutuhan pribadi seorang individu dan daya tarik ganjaran-ganjaran potensial tersebut untuk individu itu.


(52)

pekerja tidak termotivasi pada pekerjaan mereka dan semata-mata melakukan yang minimum untuk penyelamatan diri.

Menurut Handayaningrat (1985: 82) :

Faktor – faktor yang mempengaruhi motivasi adalah kebutuhan –

kebutuhan yang dirasakan secara sadar atau tidak sadar. Kebutuhan –

kebutuhan tersebut terdiri dari ;

1. Kebutuhan primer, seperti minum, makan dan sebagainya

2. Kebutuhan sekunder, seperti kebanggaan, kedudukan, kecakapan dan sebagainya.

Proses motivasi dimulai dari pemenuhan kebutuhan–kebutuhan para pegawainya, kebutuhan–kebutuhan tersebut pada umumnya terdiri dari kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.

Pendapat yang dikemukakan oleh Soekarno (1983: 19), yang mengatakan bahwa :

Kebutuhan pokok dasar minimum manusia adalah ; 1. Yang bersifat material

Pada umumnya terdiri atas kebutuhan – kebutuhan akan pangan (makanan), sandang (pakaian), dan papan (tempat tinggal).

2. Yang bersifat non material

Meliputi kebutuhan akan rasa harga diri, kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan berpartisipasi dan kebutuhan akan aktualisasi.

Apabila dilihat dari segi perilaku seseorang di dalam organisasi, maka terdapat jenis-jenis kebutuhan yang sifatnya non material yang dipandang sebagai suatu hal yang turut mempengaruhi perilakunya dan menjadi faktor motivasional yang perlu dipuaskan. Oleh sebab itu perlu selalu mendapat perhatian setiap pimpinan dalam organisasi.

Siagian (1995: 71) mengatakan bahwa: “Betapa pentingnya kondisi fisik dalam mempengaruhi perilaku organisasi dari para karyawan, tidak ada yang lebih


(53)

ada dua hal yang amat penting mendapat perhatian yaitu :

1. Para pimpinan organisasi seyogyanya memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk menyatakan keinginannya, harapan, ide, dan saran-saran, baik yang menyangkut tugas kewajiban mereka maupun yang menyangkut kehidupan organisasi secara keseluruhan.

2. Para pimpinan organisasi hendaknya terus berusaha untuk

menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan hubungan personal yang intim dan serasi dikalangan para karyawan yang pada gilirannya akan menumbuhkan jiwa korps yang mendalam yang pada akhirnya akan meningkatkan produktifitas dan menumbuhkan perilaku organisasional yang diinginkan.

Berdasarkan rincian-rincian tersebut, jelas bahwa kebutuhan-kebutuhan yang merupakan motivasi kepada pegawai dalam melaksanakan tugasnya dapat menumbuhkan semangat hidup dan kerja yang sangat diperlukan dalam mencapai tujuan organisasi.

Menurut Hasibuan (1996: 100) mengatakan bahwa :

Ada beberapa model motivasi yang dapat dilakukan dalam rangka untuk mendukung usaha pemenuhan kebutuhan antara lain :

1. Model tradisional, mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan agar gairah kerjanya meningkat dapat dilakukan dengan sistem insentif yaitu memberikan insentif materil pada karyawan yang berprestasi baik. Semakin berprestasi maka semakin banyak balas jasa yang diterimanya.

2. Model hubungan manusia, untuk memotivasi bawahan agar gairah kerjanya meningkat dapat dilakukan dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna serta penting. Sebagai akibatnya karyawan mendapat beberapa kebebasan membuat keputusan dan kreatifitas dalam melakukan pekerjaannya. Dengan memperhatikan kebutuhan materil dan non materil karyawan, maka motivasi bekerjanya akan meningkat pula.


(54)

dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya uang / barang atau keinginan akan kepuasan saja, tapi juga kebutuhan akan pencapaian dalam pekerjaan yang berarti. Menurut teori ini karyawan cenderung memperoleh kepuasan dari prestasi kerjanya yang baik.

Berdasarkan model-model tersebut perlu dikemukakan usaha-usaha yang dapat dilakukan seseorang yang berkedudukan sebagai pimpinan dalam organisasi untuk menyelenggarakan motivasi sering dikatakan bahwa setiap pimpinan

merupakan tenaga penggerak dan pendorong yang paling ampuh, hal ini disebabkan pimpinan berwenang dan bertanggungjawab untuk memperhatikan dan mengusahakan sesuai dengan kemampuannya agar terpenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat material maupun non material sehingga dapat memungkinkan untuk mewujudkan efektifitas dan kelancaran kerja pegawai.

Motivasi kerja pegawai merupakan hal yang penting dalam pencapaian proses pencapaian kinerja yang optimal, karena motivasilah yang memegang kunci dari terlaksananya semua pekerjaan yang dilakukan pegawai. Pegawai yang mempunyai kemampuan kerja yang tinggi, tapi bila tidak diimbangi dengan motivasi atau semangat kerja yang baik, maka akan menjadi kurang lengkap. Hal ini dinyatakan oleh Sastrodiningrat (1986: 2) bahwa :“Bukan kecakapan (ability) yang kurang dalam suatu organisasi, melainkan motivasi yang kurang atau tidak ada”.

Rendahnya motivasi akan menyebabkan kurang efektifnya hasil kerja, karena pegawai akan bekerja secara terpaksa dan tidak bergairah, karena pekerjaan dirasakan semata-mata hanya sebagai beban tugas yang harus

diselesaikan, tanpa adanya keinginan untuk berkarya secara lebih baik. Oleh sebab itu para manejer harus memperhatikan mengenai cara memotivasi kerja pegawai


(55)

jawab yang besar terhadap maju mundur terhadap organisasi yang dipimpinnya. Dalam pelaksanaan memotivasi pegawai maka perlu diketahui terlebih dahulu prinsip–prinsip motivasi sehingga sesuatu yang dicapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan organisasi.

Menurut Nitisemito (1993: 132), menyatakan bahwa : Prinsip-prinsip motivasi adalah :

1. Upah / gaji yang layak 2. Pemberian insentif

3. Memperhatikan rasa harga diri 4. Memenuhi kebutuhan rohani

5. Memenuhi kebutuhan berpartisipasi

6. Menempatkan pekerja pada tempat yang tepat 7. Manimbulkan rasa aman dimasa depat

8. Memperhatikan lingkungan tempat kerja 9. Memperhatikan kesempatan untuk maju 10. Menciptakan persaingan yang sehat

Dengan pemberian motivasi yang tepat pada pegawai akan menghasilkan kinerja yang optimal, karena pegawai dapat berkarya lebih baik dan merasa bahwa tugas yang diberikan atasan bukanlah suatu beban yang harus diselesaikan. Ada beberapa cara dalam meningkatkan motivasi kerja pegawai diantaranya:

pemberian imbalan, penghargaan, kesempatan berkembang, kerjasama dan lain-lain.

Kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa motivasi dasar bagi

kebanyakan orang menjadi pegawai pada suatu organisasi tertentu adalah untuk mencari nafkah. Berarti apabila disuatu pihak seseorang menggunakan

pengetahuan, keterampilan, tenaga dan sebagaian waktunya untuk berkarya pada suatu organisasi, dilain pihak ia mengharapkan menerima imbalan tertentu.


(56)

satu tantangan yang harus dihadapi oleh manajemen suatu organisasi. Siagian (1995: 63) berpendapat bahwa :

Salah satu motivasi utama seseorang menjadi manusia organisasional adalah untuk dapat terpenuhinya kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan dan papan. Kesemuanya itu tentunya dapat terpenuhi dengan pendapatan berbentuk uang.

Menurut Siagian (1994: 257) bahwa :

Dalam usaha mengembangkan suatu sistem imbalan, para spesialis dibidang manajemen sumber daya manusia perlu melakukan 4 (empat) hal :

1. Melakukan analisis pekerjaan. Artinya perlu disusun deskripsi jabatan, uraian pekerjaan dan standar pekerjaan yang terdapat dalam suatu organisasi .

2. Melakukan penilaian pekerjaan dikaitkan dengan keadilan internal. Dalam melakukan penilaian pekerjaan diusahakan tersusunnya urutan

peringkat pekerjaan, penentuan “nilai” untuk setiap pekerjaan,

susunan perbandingan dengan pekerjaan lain dalam organisasi dan

pemberian “point” untuk setiap pekerjaan.

3. Melakukan survei berbagai sistem imbalan yang berlaku guna memperoleh bahan yang berkaitan dengan keadilan eksternal. Organisasi yang disurvai dapat berupa organisasi pemerintah yang secara fungsional berwenang mengurus ketenagakerjaan, kamar dagang dan industri, organisasi profesi, serikat pekerja, organisasi-organisasi pemakai tenaga kerja lain dan perusahaan konsultan, terutama yang mengkhusukan dirinya dalam manajemen sumber daya manusia.

4. Menentukan “harga” setiap pekerjaan dihubungkan dengan “harga”

pekerjaan sejenis ditempat lain. Dalam mengambil langkah ini dilakukan perbandingan antara nilai berbagai pekerjaan dalam organisasi dengan nilai yang berlaku dipasaran kerja.

Uang merupakan imbalan yang diberikan kepada pegawai, hal itu harus tetap dipelihara untuk mencegah timbulnya ketidakpuasan dalam pekerjaan. Menurut Braid (dalam Timpe, 2000: 66), mengatakan bahwa :

Uang mungkin tidak memotivasi semua orang sepanjang waktu, tetapi tidak boleh lupa bahwa pegawai harus diberi penghargaan finansial untuk peforma mereka. Bagi pegawai upah adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ada yang melihat bahwa pendapatan mereka adalah sebagai sarana penyediaan kebutuhan hidap yang mendasar bagi diri


(57)

jaminan hidup sampai tingkat tertentu.

Penghargaan juga merupakan faktor motivator yang menyangkut

kebutuhan psikologis seseorang, karena penghargaan adalah pengakuan terhadap pribadi pegawai yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaaannya.

Pengakuan akan prestasi merupakan faktor penting dalam penghargaan. Apabila pengakuan akan prestasi ini diberikan maka pegawai yang berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan baik merasa yakin akan kemampuannya dan merasa

dihargai.

Timpe (2000: 92) mengatakan :“Ucapkanlah selamat pada pegawai yang telah menunaikan pekerjaaan dengan baik”. Ucapan terima kasih pribadi

sampaikan langsung, mungkin sudah cukup membuat pegawai itu menjadi gesit. Ucapan terima kasih merupakan dorongan positif bagi pegawai untuk

memberikan usaha terbaiknya. Apapun situasinya, buatlah ucapan selamat itu pribadi dan tidak dibuat-buat.

Kemudian Timpe melanjutkan, jika penggunaan pujian terlalu sering dapat berakibat sebaliknya. Masih ada cara lain, diantaranya adalah membelikan bunga bagi pegawai, makan atau minum setelah waktu kerja dapat dilihat oleh beberapa

pegawai sebagai “terlalu dekat” khususnya atasan anda. Disamping itu cara seperti

ini berat bagi kantong anda.

Kesempatan berkembang juga merupakan daya penggerak dalam memotivasi semangat kerja seseorang. Pengembangan SDM dapat dilakukan dengan pelatihan dan pengembangan. Menurut Siagian (1994: 183) mengatakan bahwa :


(58)

tugas sekarang, sedangkan pengembangan menekankan peningkatan kemampuan melaksanakan tugas baru dimasa depan.

Dengan kata lain, pelatihan adalah suatu bentuk investasi jangka pendek, sedangkan pengembangan merupakan investasi sumber daya manusia jangka panjang. Pelatihan dan pengembangan ini dapat digunakan oleh pihak manejemen dalam rangka perencanaan pengembangan karir pegawai.

Menurut Siagian (1994: 204) bahwa :

Pembahasan tentang perencanaan karir dalam rangka menejemen sumber daya manusia bertitik tolak dari asumsi dasar bahwa seseorang yang mulai bekerja setelah penempatan dalam suatu organisasi akan terus bekerja untuk organisasi tersebut selama masa aktifnya hingga ia memasuki masa pensiun. Berarti ia ingin meniti karir dalam organisasi itu.

Cara yang lain dalam meningkat motivasi adalah dorongan untuk bekerjasama atau berkomunikasi, baik dengan atasan, bawahan maupun dengan sesama rekan. Menurut Timpe (2000: 28) mengatakan bahwa :“Komunikasi yang efektif antara manajer dan pegawai sangat penting bagi motivasi pegawai”. Sikap manajer, umpan balik, mampu mendengarkan sangat diperlukan untuk

komunikasi yang baik. Manajer hendaknya bersedia bernegosiasi dari pada memberikan petunjuk. Biarkanlan pegawai membicarakan dan memodifikasi pesan-pesan sehingga lebih dapat dimengerti dan diterima.

Ditemui banyak teori tentang motivasi. Dari teori tersebut beberapa pendapat mengelompokkannya kedalam dua kelompok/aspek/faktor yaitu motivasi intrinsik / internal dan motivasi ekstrinsik / eksternal.

Menurut Hicks dan Gullet (1987: 450), membagi teori motivasi kedalam dua kelompok yaitu kelompok teori motivasi internal dan kelompok motivasi eksternal, yang maksudnya adalah : Kelompok teori motivasi internal memandang


(59)

adanya kebutuhan, keinginan dan kehendak. Sedangkan kelompok motivasi eksternal memandang bahwa ada kekuatan diluar diri individu yang dapat mempengaruhi perilakunya dalam bekerja, seperti faktor pengendalian oleh manajer, keadaan kerja, gaji/upah, pekerjaan, penghargaan, pengembangan dan tanggungjawab.

Selanjutnya Timpe (2000: 80) juga membagi teori mativasi menjadi dua faktor yaitu : Faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik terdiri dari : pengakuan, pencapaian, kemungkinan untuk tumbuh, kemungkinan untuk maju dan pekerjaan itu sendiri. Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari : gaji, hubungan dengan kawan sekerja, pengawasan teknis, kebijakan perusahaan dan

administrasi, kondisi kerja, status, faktor kehidupan pribadi dan kepastian

pekerjaan”.

Pada dasarnya pemberian motivasi kepada pegawai adalah untuk memberikan suatu kepuasan kepada diri pegawai terhadap pekerjaan yang dilakukannya, sehingga diharapkan pegawai dapat bekerja dengan baik dan berprestasi. Suwarto (1999: 79) mengatakan bahwa :

Teori kepuasan memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri individu yang menggerakkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilaku. Mereka mencoba menentukan kebutuhan khusus yang memotivasi orang. Teori proses menguraikan dan menganalisis bagaimana perilaku itu digerakkan, diarahkan, didukung dan dihentikan. Jadi, kedua kelompok motivasi tersebut mempunyai arti penting bagi manajer dalam memotivasi para karyawannya. Dengan memberikan cara motivasi yang tepat terhadap pegawai, maka diharapkan kinerja organisasi yang


(60)

(61)

3.1 Desain Penelitian

Desain Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalahdeskriptif analitik, dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penggunaan desain ini terkait dengan tujuan penelitian yaitu untuk mendapatkan gambaran tentang persepsi pegawai terhadap motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik dan kinerja serta untuk mengetahui pengaruh motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik secara secara parsial terhadap kinerja.

3.2 Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga (Singarimbun dan Effendi, 1995: 152). Unit analisis penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil dari golongan I, II. III dan IV. Jadi Populasi dalam penelitian ini sebanyak 62 orang Pegawai Negeri Sipil di Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung, yang terdiri dari :

• Golongan I : 1 orang

• Golongan II : 12 orang

• Golongan III : 44 orang

• Golongan IV : 5 orang

Jumlah : 62 orang

Pegawai yang disebutkan di atas bekerja pada 4 (empat) bagian di Lingkungan Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung. 3.3 Variabel Penelitian


(1)

validitas tinggi apabila test tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau

memberikan hasil ukur sesuai dengan makna dan tujuan diadakannya test atau penelitian tersebut.

Untuk menentukan kevalidan dari item kuesioner digunakan Metode Koefisien KorelasiProduct Momentdari Karl Pearson yaitu dengan

mengkorelasikan skor total yang dihasilkan oleh masing-masing responden (Y) dengan skor masing-masing item (X) dengan rumus sebagai berikut :

                               

 

       n i n i i i n i n i i i n i n i i i n i i i yx y y n x x n y x y x n r 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 1

(Azwar, 2001: 19)

Korelasi item-total di atas harus dikoreksi dengan menggunakan rumus koefisien korelasi terkoreksi:

x i ix 2 i 2 x i x ix ) i x ( i s s r 2 s s s s r r     

Suatu item dikatakan valid jika nilai koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0.300 (Robert M Kaplan dan Dennis P. Saccuso, 1993: 141). Jadi, jika diperoleh nilai koefisien validitas > 0.300 maka item tersebut valid sehingga skor-skor dari butir tersebut dapat digunakan dalam analisis selanjutnya. Lain halnya jika kebalikannya nilai koefisien validitas yang didapat < 0.300, maka item tersebut tidak valid dan dikerluarkan dari analisis.


(2)

3.6.2 Reliabilitas

Menurut Singarimbun (1995: 140) mengatakan bahwa :

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama.

Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi lebih dari sekali. Reliabilitas artinya tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran.

Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi, yaitu adalah pengukuran yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya (reliabel).

Dalam penelitian ini untuk uji reliabilitas instrumen menggunakan Metode Koefisien ReliabilitasAlpha Cronbach’s.Sekumpulan pertanyaan

dikatakan reliabel jika koefisien reliabilitasnya lebih dari atau sama dengan 0,700 (Robert M Kaplan, 1993: 126). Dasar pengambilan keputusan:

 Jika r alpha positif, serta r > 0.70 maka faktor atau variabel tersebut reliabel.  Jika r alpha tidak positif, serta r < 0.70 maka faktor atau variabel tersebut tidak

reliabel.

Koefesien Reliabilitas didapat dari persamaan koefesien-α (Azwar, 2001: 76 ) :





2 2

1

1

x j

S

S

k

k

α


(3)

Keterangan :

k = Banyaknya belahan tes

2

j

S

Variansbelahan j; j = 1,2, … k

2 x

S

Varians skor tes

Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan menggunakan program SPSS, dengan menelaah melalui nilai numerikcorrected item total correlation dan koefisienalpha.

3.7 Teknik Analisis Data

Rancangan uji hipotesis yang digunakan berdasarkan paradigma penelitian akan diuji dengan menggunakan adalah analisis korelasi parsial. Dengan analisis korelasi akan diketahui apakah secara parsial variabelindependent(X1dan X2)

berpengaruh terhadap variabeldependent(Y). Hal ini dapat dilihat dari hasil peluang galatnya (p-value) secara total, sehingga dengan tingkat keyakinan tertentu dapat diputuskan untuk menerima atau menolak hipotesis.

Hipotesis pertama dan kedua merupakan hipotesis yang digunakan untuk menguji apakah motivasi intrinsik (X1) dan motivasi ekstrinsik (X2) secara parsial

masing-masing berpengaruh terhadap kinerja (Y). Uji statistik yang digunakan adalah Uji t, yaitu dengan membandingkan antara thitungdengan ttabelpada=

0,05 dan derajat bebas (n-k-1). Jika hasilnya signifikan, maka keeratan hubungan antara X1dan X2 dengan Y secara parsial dijelaskan dengan menggunakan nilai

koefisien korelasi parsial (ryx1.2dan ryx2.1).

Secara sistematik, statistik uji t diperoleh dengan menggunakan nilai-nilai pada tabel Anova pada analisis regresi.


(4)

Tabel 4. Anova pada Analisis Regresi Sumber

df Jumlah

Kuadrat KuadratTengah Fhitung Keragaman

Regresi K JK Regresi RJK Regresi RJK Reg

Sisa n-k-1 JK Sisa RJK Sisa RJK Sisa

Total n-1 JK Total

Sumber : Sitepu (1994: 64)

Pengujian secara Parsial (antara Motivasi Intrisik dan Motivasi Ektrinsik secara Sendirisendiri terhadap Kinerja)

Pengujian secara parsial menggunakan uji-t sebagai berikut: 8

... 3, 2, 1, i ; Cii x sisa RJK

b

ti  i  (Sudjana, 1996: 325)

Penjelasan :

Bi = Taksirani(koefisien regresi)

RJKSisa = Rata-rata jumlah Kuadrat Sisa

Cii = Merupakan elemen pada baris ke-i dan kolom ke-i dari matriks invers Kriteria uji : Dengansebesar 5 %, Tolak Ho jikat t1-α/2:n-k-1

Jika hasilnya signifikan, dapat dihitung koefisien korelasi parsial untuk menggambarkan hubungan parsial antara motivasi intrinsik (X1) terhadap kinerja

(Y) dengan menganggap bahwa motivasi ekstrinsik (X2) tetap/konstan, dan juga

dapat dihitung koefisien korelasi parsial untuk menggambarkan hubungan parsial antara motivasi ekstrinsik (X2) terhadap kinerja (Y) dengan menganggap bahwa

motivasi intrinsik (X1) tetap/konstan, digunakan rumus :

 Rumus koefisien korelasi parsial X1terhadap Y dengan menganggap X2


(5)



2

2 1 2 2 2 1 2 1 2 1 1

1 yx x x

x x yx yx x yx r r r r r r     

 Rumus koefisien korelasi parsial X2terhadap Y dengan menganggap X1

tetap/konstan.



2

2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 1

1 yx x x

x x yx yx x yx r r r r r r    

 (Sitepu, 1994: 165)

Keterangan:

ryx1.x2 = Koefisien korelasi parsial X1dan Y dengan menganggap X2konstan

ryx2.x1 = Koefisien korelasi parsial X2dan Y dengan menganggap X1konstan

ryx1 = Koefisien korelasi antara X1dan Y

ryx2 = Koefisien korelasi antara X2dan Y

rx1x2 = Koefisien korelasi antara X1dan X2

Koefisien korelasi ryx2,ryx1,rx1x2diperoleh dengan menggunakan Rumus

Product Moment Pearson:

                               

 

       n i n i i i n i n i i i n i n i i i n i i i yx y y n x x n y x y x n r 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1

1 (Arikunto, 1997: 243)

Untuk memudahkan pengolahan dan analisis data, maka dalam penelitian untuk melakukan perhitungan tabel Anova, koefisien regresi masing-masing variabel, koefisien korelasi parsial dan perhitungan lainnya yang diperlukan, digunakan Program SPSS.

Kemudian untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, maka tingkat keeratan korelasinya dapat diukur dengan menggunakan pedoman interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut :


(6)

Tabel 5. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval koefisien Tingkat hubungan 0.00 - 0,199

0,20 - 0,399 0,40 - 0,599 0,60 - 0,799 0,80 - 1,000

Sangat rendah Rendah Sedang Kuat

Sangat Kuat Sumber : Sugiyono (2002: 149)

Selanjutnya hal tersebut di atas dapat diolah secara statistik dengan menggunakan program komputerisasi yaitu Program SPSS(Statistical Product and Service Solutions).