ketika yang lain terpilih mengisi posisi jabatan yang paling kita harapkan sebelumnya jabatan yang paling kita ingikan. Ketika orang lain ternyata
mendapat promosi jabatan yang sesungguhnya kita sendiri menginginkan jabatan itu. Kedua, menguji ketulusan. Maksudnya, menguji moment
kejujuran kritik sendiri, ketika kita mengatakan diri sendiri: ... realitasnya memaknai mereka. Pada situasi ini, bagaimana kita merasakan apa yang
dirasakan orang lain khususnya lawan kita, tepatnya pernyataan yang sama tentang kita. Ketiga, menguji kritik. Maksudnya, apakah kritik bersumber
dari sikap permusuhan dan kebencian dari dalam hati yang menyebabkan kita membenarkan diri sendiri atau justru mendahului mengkritik daripada
menunggu mengkritik.
51
b. Egoisme Egoisme adalah satu yang menyimpang dari manivestasi sebuah
kebanggaan. Egoisme merupakan tindakan dari pikiran yang berbicara banyak tentang orang lain, namun menekankan keutamaan makna penting
dari diri sendiri”. Sikap ini merupakan suasana yang cukup mengganggu bagi hubungan dengan orang lain terutama hubungan kepada Allah.
52
c. Kecemburuan
Kecemburuan sangat sejajar dengan kebanggaan. Kecemburuan merupakan suasana yang memprihatinkan sebab sikap ini merupakan penampakan dari
sikap curiga yang berlebihan kepada orang lain.
53
Keirian dan kecemburuan, “sesungguhnya bukanlah suatu sikap yang buruk dari karakter alami manusia
sebagaimana ditentukan Tuhan”.
d. Popularitas Ketika rasul Paulus memimpin jemaat di Korintus, peristiwa yang sering
dihadapinya ialah adanya kecenderungan sebagian jemaat merasa superior dibanding orang lain.
54
Dalam hubungannya dengan kepemimpinan, menonjolnya keinginan untuk dihormati, keinginan ini bersumber dari sikap
yang ditandai oleh ketidakmatangan spiritualitas dari sipemimpin itu sendiri.
51
Jika kita jujur mengukur diri sendiri dengan kerendahan hati di hadapan Tuhan yakni melalui salibNya, kita tidak mungkin menuntut dengan ungkapan-ungkapan yang jorok demikian dari
kepicikan hati. Jika sejujurnya kita bangga dengan situasi seperti ini kita pasti mengatakan: “bermegah oleh kebahagiaan dan bangga oleh kerendahan; saya hanya seorang berdosa yang
dielamatkan oleh kasih karunia”.
52
Pemimpin yang dikagumi oleh para pengikutnya adalah pemimpin yang menunjukkan sikap mengalah kepada para pengikutnya. Egoisme merupakan satu ujian yang baik untuk mendengarkan
orang lain sehingga dapat memuji orang lain dengan tulus. Jika kita dapat mendengarkan pujian orang lain khususnya lawan kita tanpa keinginan untuk menekan atau tanpa mencoba mengecilkan
pekerjaannya seseorang bisa secara yakin meminimalisasi sifat egoisme dari dalam dirinya dibawah penguasaan berkat Tuhan.
53
Sesuai kesaksian kitab suci, sikap ini ditekankan oleh pengalaman Musa ketika brehubungan dengan teman sejawatnya. “Eldad dan Medad mengerjakan tugas nabi dikemah berkata kepada Yosua
gurunya, “tuanku Musa cegahlah mereka” Bil. 11:28”. Kedua orang ini menghendaki agar Musa menghentikan posisi salah seorang. Pada keadaan lain, loyalitas satu orang dipenuhi oleh sikap
cemburu karena merebut wibawa kenabian dan menantang harga dirinya.
54
Perilaku seperti ini, lajim terjadi di jemaat Korintus sehingga mempengaruhi rasul Paulus menulis tekanan hikmat I Korintus 3:4,6-9 “... karena engkau masih manusia duniawi... di antara kamu ada iri
hati dan perselisihan... karena kami adalah kawan sekerja Allah, kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah”.
36
Jika keinginan seperti ini muncul berlebihan, sikap ini akan menandai aspek kelemahan dari si pemimpin dan berujung pada hilangnya wibawa dan
kharismanya sendiri. Pada pelayanan misinya, rasul Paulus sangat menyadari situasi ini. Seorang pemimpin, dirinya memiliki nilai wibawa di hadapan para
pengikutnya bila “ia menunjukkan kasih mendalam dan kerjasama di kelompokkomunitasnya”. Pemimpin yang sangat berhasil adalah ia yang
menunjukkan kasih sayang bagi para pengikutnya, ia mampu membangkitkan kebanggaan di tengah komunitasnya sehingga apresiasi seperti ini dapat
membuahkan penghargaan serta mengurangi pengkultusan pengikut secara berlebihan.
55
Keinginan menjadi terkenal sangat membahayakan bagi spiritualitas pemimpin Kristen, sebab keinginan seperti ini merupakan suatu
gejala untuk mensahkan terjadinya sikap kompromi dengan dunia ini. Unsur berbahaya dari keinginan untuk menjadi terkenal, yakni bila cita-cita ini
dicapai melalui segala metode, akhirnya tindakan dan sikap si pemimpin akan menjadi diktator. Kesuksesan merupakan tujuan setiap orang, namun yang
harus diingat ialah “Tuhanlah yang menuntun semua pekerjaan, Ia juga yang mampu melanjutkan pekerjaan itu, serta melalui pekerjaan itu Tuhan akan
membuat semua hal memiliki arti sebagaimana ditentukan oleh rencanaNya sendiri”.
e. Infabilitas Faktanya bahwa seseorang yang didiami oleh Roh akan dituntun oleh Roh.
Jika seseorang masih dikuasai keinginan tubuhdaging, maka dirinya akan “infalibel”. Unsur-unsur yang berbahaya dari sikap seperti ini yakni
munculnya kecenderungan diri spemimpin jatuh pada kelicikan. Karakter infabilitas dapat mempengaruhi hilangnya rasa percaya diri. Satu keadaan
yang aneh, tetapi telah sebagai kebenaran, bahwa: “ditekankannya kerendahan hati ini sikap ini merupakan yang terbaik bagi iklim kepemimpinan”.
f. Merasa Tidak Dibutuhkan Banyak orang telah memegang pengaruh besar. Namun, kebanyakan mereka
jatuh pada pencobaan, yakni: “cenderung berfikir bahwa dirinya tidak tergantikan dan dalam cara menunjukkan perhatian terbaik bagi realisasi dari
wibawa tertinggi jabatan itu”. Banyak orang ketika masih memegang sebuah tampuk otoritas sebuah jabatan kepemimpinan, setelah melewati masa-masa
ini, ia justru merasakan kecenderungan bahwa dirinya tidak memiliki arti”. Muncul dan berkembangnya persaan seperti ini, lebih disebabkan oleh
perasaan gagal pada banyak hal kehidupan sipemimpin. Sejak awal, munculnya perasaan seperti ini dapat diatasi melalui kematangan karakter dan
spiritual, memaluinya maka setiap orang akan terhindar dari anggapan “merasa tidak dibutuhkan”.
g. Tertekan Dalam Hubungan Pada setiap pekerjaan, selalu ada saat-saat munculnya perasaan tertekan
khususnya pada mencapai prestasi. Pada kepemimpinan, terlalu seringnya muncul perasaan tertekan, keadaan ini merupakan suatu yang berbahaya.
55
Sesungguhnya merupakan kebutuhan yang sangat fundamental untuk memperoleh popularitas. Yesus sendiri menekankan ini ketia Ia berkata “diberkatilah mereka yang mendapat cacian karena aku dan
yang menderita karena aku dan yang mengucapkan segala hal melawan kejahatan demi namaku”.
37
Sesungguhnya perasaan ini bisa diselesaikan dengan kerelaan diri berbagi dengan orang lain Lukas 10.
56
Satu unsur tantangan pada realisasi kepemimpinan, yakni “adanya kemampuan dalam memahami unsur-unsur
originil dirinya sehingga ia berani mengambil sikap dan keputusan di tengah situasi diri yang tertekan”.
57
h. Nabi atau Pemimpin? Ada banyak keadaan terjadi di sekitar diri pemimpin, di antaranya terjadinya
konflik batin di antara dua hal, yakni: “konflik pelayanan satu pihak dan konflik batin keadaan diri sendiri di pihak lain”. Misalnya seorang
pengkhotbah, ia menginginkan tanda karunia kepemimpinan dapat diperolehnya dari jemaat untuk memaksa dirinya dipilih sebagai “seorang
pemimpin terkenal atau nabi yang tidak terkenal”. Makna dilema gambaran ini dijelaskan oleh A. C. Dixon seorang pendeta di jemaat Chicago menekankan
“setiap pengkhotbah seharusnya menjadi seorang nabi yang memberitakan kehendak Tuhan tanpa kecenderungan dihormati. Ketika seorang pengkhotbah
menyadari fakta bahwa dirinya seorang pemimpin di jemaat yang ia layani dengan sendirinya ia akan memberi reaksi terhadap krisis yang terjadi pada
pelayanannya. Di tengah keadaan seperti itu dia harus memilih dua hal peran yakni sebagai nabi dan sebagai pemimpin. Pada dua peran ini ia harus
melaksanakannya secara berhasil, jika memutuskan menjadi seorang nabi maka ia kehilangan sifat kepemimpinnannya. Sejajar dengan ini, jika ia
menginginkan menjadi seorang diplomat, ia menjadi seorang nabi. Jika ia menekankan fungsinya secara bersamaan pada dua jabatan ini maka akan
memudahkan dirinya sebagai seorang aktifis politik yang mencari segala cara untuk mendapatkan posisi pentingnya yakni sebagai pemimpin. Satu tanda dan
realisasi kepemimpinan yang efektip dapat berkembang dengan mudah hanya ketika seseorang mampu memilih posisi dirinya, yakni “apakah sebagai
pelayan atau sebagai seorang nabi ?” Tanpa sikap menentukan pilihan seperti ini, “semua hal pada kepemimpinan itu akhirnya akan menjadi
membahayakan”.
i. Penyingkiran Tekanan maksud dari sub point tema ini sangat tepat digambarkan oleh Rasul
Paulus pada I Kor. 9 : 27, “Aku melatih tubuhku dan menguasai seluruhnya, supaya sesudah memberitakan injil kepada orang lain, jangan aku sendiri
ditolak”. Makna khusus dari tekanan teks ini ada pada peringatan bahwa setiap pemimpin harus dapat dipercayai dengan segala tanggungjawab spiritualnya.
Sebagaimana teks I Kor. 9 : 27, ditemukan kata “ditolak” atau “terbuang”, latarbelakang bentuk kata ini berasal dari konteks potongan-potongan besi
yang tidak berguna. Konteks ini kemudian dirujuk oleh Rasul Paulus bagi kegagalan seorang pemimpin pada realisasi tanggungjawabnya sekaligus
56
Pada kisah PL, pengalaman Elisa di Karmel menjelaskan keadaan dirinya yang tertekan dan melalui perasaan ini, Elisa ingin secepatnya mati. Terhadap keadaan ini, Allah langsung memeriksa Elisa.
Elisa, ternyata telah sesaat mengabaikan imannya, malah melaluinya ia tertidur. Dengan merenungkan lebih mendalam pergumulan diri dari aspek iman, Elisa menemukan pelajaran untuk
menjawab keadaan dirinya yang tertekan. Sikap yang dilakukan oleh Elisa merupakan fakta bahwa tidak semua pelayanan dapat menemukan cita-citanya sesuai dengan yang diinginkan.
57
Sesuai dengan pengalaman F. B. Meyer: “perasaan tertekan dapat diatasi dengan penuh pengharapan dan inspirasi. Kehidupan yang selalu pesimis justru akan menjauhkan seorang pemimpin dari
wibawa dan harga dirinya”.
38
sebagai ujian bagi dirinya. Sesuai maksudnya, rasul Paulus hendak menjelaskan: “penolakan, terbuang, setelah gagal melakukan standar kualitas
tanggungjawabnya sebagai pemimpin”. Bagi diri Rasul Paulus jelas, pemimpin sekaligus berperan sebagai “penantang dan sebagai pemberita”.
Sebagai pemberita ia mengumumkan peraturan permainan bagi pesaing. Kata memberitakan menekankan subjek pelaku. Istilah ini bagi Paulus merupakan
tindakan yang juga menekankan standar dari kualitas kinerja. Kata tempramen menekankan makna “kualitas diri sendiri’ dalam banyak hal. Dalam hal ini,
tidak dimungkinkan bagi setiap pemimpin hilang percaya diri, namun hanya karena kemenangan dalam pertarungan, ia seorang pemimpin dapat berdiri
eksis di tengah komunitasnya tanpa ditolak oleh mereka.
Sebuah Teladan Kepemimpinan
58
20. Berhubung dengan tema ini, satu kisah dari kitab suci yang sangat terkenal dan sangat menginspirasikan bagi kuasa kepemimpinan dapat dilihat dari kisah
kepemimpinan Nehemia. Pada masanya, kepemimpinan Nehemia menekankan ciri dari metode karakter yang sangat kuat, sebab ia dipakai oleh Tuhan untuk
mencapai pembaharuan spektakuler pada hidup umatNya. Dari keberhasilan dan metode kepemimpinan Nehemia, ditemukan hikmat karakter yang sangat efektip
bagi karakter kepemimpinan masa kini.
a. Karakter Nehemia