Science for windows. Jika data berdistribusi normal, maka
pengujian hipotesis menggunakan uji t-independen, jika data tidak berdistribusi normal, pengujian menggunakan Mann Whitney untuk
mengujian hipotesis.
4.6. Alur Penelitian
Penyusunan Proposal
Ethical Clearance
Pengambilan Data 1. Informed Consent
Responden 2. Istirahat 10 menit
3. Pengukuran TD I
5. Pengukuran TD II 6. Pengukuran TD III
4. Pengisian Kuisioner PSQI
7. Nilai yang diambil rata-rata TD II dan
TD III Perhitungan dan Analisis
Data Penyusunan Hasil
Seminar Hasil
Publikasi
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Fakultas Kedokteran USU yang terletak di jalan Dr. T. Mansur No 5, Kampus USU, kelurahan Padang Bulan, kecamatan
Medan Baru. Aktifitas belajar mengajar pada fakultas ini berlangsung selama 9 jam per
hari dengan waktu ishoma 1 jam. Kegiatan tambahan di fakultas ini adalah kegiatan organisasi, yang terdiri dari organisasi PEMA, SCORA, SCORE,
SCOPH, dll.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Sampel penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2012 yang telah memenuhi kriteri inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan oleh peneliti.
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 180 orang yang terbagi dalam 2 kelompok, yaitu mahasiswa dengan kualitas tidur buruk
sebanyak 90 orang, dan mahasiswa dengan kualitas tidur baik sebanyak 90 orang
Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Sampel
Variable Kualitas Tidur
Buruk Baik
� n
� n
Umur ≤21
20.94±0.7 76
50 20.94±0.7
76 50
21 14
50 14
50 Jenis
Kelamin Laki-Laki
- 43
60 -
29 40
Perempuan -
47 43
- 61
57 Tekanan
Darah Sistol
119.56±7.9 90
50 111.39±9.2
90 50
Diastol 80±6.1
90 50
73.44±6.7 90
50
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 5.1. diatas, dari distribusi karakteristik sampel, diperoeh bahwa rata-rata umur sampel baik dari kelompok kualitas tidur buruk
maupun kualitas tidur baik adalah 20.9 tahun, dengan jumlah responden yang berumur dibawah 21 di kedua kelompok ada 76 orang, sedangkan
yang diatas umur 21 juga pada masing-masing kelompok berjumlah 14 orang. Dari data jenis kelamin, dari kelompok dengan kualitas tidur buruk,
yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 43 orang dan perempuan sebanyak 47 orang Sedangkan dari kelompok dengan kualitas tidur baik,
yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 29 orang dan perempuan sebanyak 61 orang. Tekanan darah sistol dan diastol yang diperoleh dari
kelompok kualitas tidur buruk adalah 119.56 mmHg dan 80 mmHg , sedangkan tekanan darah Sistol dan Diastol yang diperoleh dari kelompok
kualitas tidur baik adalah 111.39 mmHg dan 73.44 mmHg.
5.1.3. Hasil Analisa Data Tabel 5.2. Rata-Rata Tekanan Darah Sistol dan Diastol Mahasiswa dengan
Kualitas Tidur Buruk dan Kualitas Tidur Baik Rata-rata Tekanan Darah mmHg
Sistol Diastol
Kualitas Tidur Buruk 119.58±7.9
77.94±6.1 Kualitas Tidur Baik
111.39±9.1 73.44±6.6
Berdasarkan Tabel 5.2. diatas, terlihat bahwa tekanan darah sistol maupun diastol dengan kualitas tidur buruk lebih tinggi, yaitu 119.58 mmHg dan
77.94 mmHg dari pada tekanan darah dengan kualitas tidur yang baik, yaitu sistol dan diastol masing-masing 111.39 mmHg dan 73.44 mmHg.
Sebelum data dapat dianalisis, terlebih dahulu kita tentukan apakah data yang kita dapatkan merupakan jenis data yang berdistribusi normal atau
tidak. Uji normalitas data dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Dari
Universitas Sumatera Utara
hasil uji normalitas data Tekanan Darah sistol dan diastol didapatkan nilai p= 0.001 0.05. Oleh karena itu, dapat disimpulkan data tidak
berdistribusi normal sehingga untuk menganalisis perbedaan tekanan darah antara mahasiswa yang memiliki kualitas tidur buruk dengan
kualitas tidur baik dilakukan dengan uji Mann-Whitney. Hasil uji man whitney
, didapatkan nilai p = 0.001 p0.05 untuk sistol maupun diastol. Hal ini berarti teradapat perbedaan rata-rata tekanan darah antara
mahasiswa dengan kualitas tidur buruk dengan kualitas tidur baik.
5.2.Pembahasan
Tekanan darah seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah kualitas tidur. Kualitas tidur yang buruk berdampak terhadap kenaikan
tekanan darah seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan tekanan darah pada mahasiswa dengan kualitas tidur buruk dan kualitas tidur
baik.
Dari data perbandingan antara jenis kelamin dengan kualitas tidur, didapatkan bahwa ternyata laki-laki memiliki kualitas tidur yang lebih buruk
jika dibandingkan perempuan, hal ini mungkin disebabkan oleh karena perkembangan remaja pria yang menganggap tidur merupakan aktifitas yang
tidak produktif dan merasa tidur lebih malam menunjukkan sifat kemandirian Sadeh, 2002. Penelitian lain menunjukkan bahwa lelaki juga lebih beresiko
untuk terganggu tidurnya karena aktifitas ekstrakurikuler yang cenderung lebih sering diikuti oleh remaja lelaki Carskadon, 2002.
Dari data demografi umur, didapatkan bahwa subjek penelitian yang memiliki kualitas tidur buruk terbanyak pada umur 20, 21, dan 22, hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Afandi, dkk., 2013 pada 290 mahasiswa yang berumur 17-29 tahun. Penelitian ini menunjukkan bahwa
67 mahasiswa memiliki kualitas tidur yang buruk, dimana kualitas tidur buruk ini mayoritas dialami oleh mahasiswa yang berumur 20-23 tahun
dibanding umur 24 tahun keatas. Dari data demografi umur, juga didapatkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa semua subjek penelitian adalah golongan dewasa muda yang sangat rentan terhadap kualitas tidur buruk. Adapun kualitas tidur yang cenderung
lebih buruk pada remaja ini dipengaruhi beberapa faktor, meliputi faktor fisiologis, faktor perilaku dan faktor sosial budaya. Faktor fisiologis, seperti
perubahan hormonal karena jadwal kuliah yang tidak tetap, faktor sosial budaya seperti kegiatan kuliah, olahraga, serta kegiatan sosial lain, sedangkan
faktor perilaku meliputi menenoton tv, bermain internet sampai larut malam NAHIC, 2014. Kualitas tidur yang buruk juga diperlihatkan dari penelitian
oleh yu, dkk, 2015 yang melakukan penelitian pada remaja di China dengan hubungan dengan Screen Time menonton Tv, bermain HP, dll , dari hasil
penelitiannya, menunjukkan meningkatnya ST mempunyai hubungan dengan buruknya kualitas tidur. Hal ini juga didukung dengan penelitian yang
dilakukan oleh Angkat 2009 yang melakukan penelitian pada remaja SMA di Tanjung Morawa dimana dari 287 responden, didapati 220 responden
76,7 dengan kualitas tidur buruk dan 67 responden 23,3 dengan kualitas tidur baik.
Hasil penelitian ini menunujukkan terdapat perbedaan bermakna pada rata- rata tekanan darah sistol dan diastol pada kedua kelompok mahasiswa. Hal ini
berarti pada mahasiswa yang memiliki kualitas tidur buruk cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi. Hasil ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Kai Lu pada tahun 2015 terhadap 4144 orang yang berumur 18 tahun keatas, di 4 daerah berbeda di China, pada penelitian ini
menyatakan bahwa seseorang yang berkualitas tidur buruk dengan waktu tidur 7 jam memiliki Odd Ratio OR 1,58, sedangkan waktu tidur yang 6 jam
memiliki OR 2.35, dan terakhir yang memiliki jam tidur kurang dari 6 jam memiliki OR 3.25. Sedangkan seseorang dengan kualitas tidur buruk yang
tanpa memandang durasi tidur memiliki OR 1.67, dan kualitas tidur sangat buruk memiliki OR 2.32. Penelitian lain yang mendukung data diatas adalah
penelitian yang dilakukan oleh Guo dkk pada tahun 2011 terhadap 5512 anak-anak dan remaja di daerah pedesaan Shenyang, China. Didapatkan pada
Universitas Sumatera Utara
anak lelaki yang kuantitas tidur yang dibawah 9 jam akan meningkatkan resiko atau prevalensi hipertensi, dengan peningkatan resiko yang meningkat
1.5x. Mekanisme yang mungkin yang menyebabkan kenaikan tekanan darah
pada seseorang yang memiliki kualitas tidur buruk, meskipun belum dapat diterangkan secara seutuhnya adalah karena over aktivitas dari sistem
simpatis karena terganggunya kualitas tidur. Sebagai tambahan, stres psikologikal, kurangnya tidur juga dapat meningkatkan retensi garam, respon
proinflamasi, disfungsi endotel melalui aktivasi dari sistem neuroendokrin Guo, et al., 2011.
Adapun kelemahan dari penelitian ini adalah, pertama, tekanan darah yang hanya diukur pada saat penelitian, sedangkan tekanan darah berbeda dari hari
ke hari, dan diperlukan pengukuran yang berulang kali. Kedua, gangguan tidur pada mahasiswa insomnia, OSA, dll merupakan faktor yang penting
untuk menentukan kualitas tidur, tetapi pada penelitian ini, peneliti tidak menginvestigasi karena untuk mengetahui gangguan tidur tersebut, harus
mengobservasi langsung, atau paling tidak menanyakan pada orang yang tidur sekamar dengan responden. Ketiga, kualitas tidur yang diukur dengan
menggunakan kuisioner PSQI ini mengandalkan ingatan atau asumsi responden terhadap pola tidur selama sebulan ini, sehingga tidak
menggambarkan kualitas tidur yang objektif, hal ini dikarenakan kecenderungan responden lupa akan pola tidur nya. Dengan demikina, untuk
mengukur kualitas tidur secara objektif atau langsung, harus menggunakan alt yang lebih canggih, salah satunya adalah wrist actigraphy.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Mahasiswa dengan kualitas tidur buruk mayoritas adalah mahasiswa laki- laki dengan umur rata-rata 21 tahun. Sedangkan pada kelompok kualitas
tidur baik, mayoritasnya adalah mahasiswa perempuan yang juga rata-rata berumur 21 tahun.
2. Rata-rata tekanan darah sistol pada mahasiswa yang mempunyai kualitas tidur buruk adalah 119.5 mmHg dan tekanan darah diastol pada
mahasiswa yang mempunyai kualitas tidur buruk adalah 77.9 mmHg 3. Rata-rata tekanan darah sistol pada mahasiwa yang memiliki kualitas tidur
baik adalah 111.3 mmHg dan rata-rata tekananan darah diastol pada mahasiswa yang mempunyai kualitas tidur buruk adalah 73.4 mmHg
4. Ada perbedaan perbedaan tekanan darah pada mahasiswa Fakultas Kedokteran USU angkatan 2012 yang memiliki kualitas tidur buruk
dengan kualitas tidur baik.
6.2. Saran
1. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menilai kualitas tidur dengan mnggunakan instrumen tambahan selain instrumen kuisioner PSQI, yaitu
mnggunakan alat wrist actigraphy. 2. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan follow up dan
melihat apakah subjek dengan kualitas tidur buruk akan menderita hipertensi dikemudian hari.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tidur 2.2.1. Definisi tidur
Tidur merupakan salah satu kelakuan yang penting yang dilakukan oleh manusia, memenuhi sepertiga dari kehidupan manusia. Meski fungsi
tidur sendiri tidak diketahui, tetapi tidur merupakan hal yang penting untuk menjaga kelangsungan hdup manusia Sadock, 2007.
Selain itu, tidur juga dapat didefinisikan sebagai kelakuan berulang behavioral state yang saling bergantian dengan keadaan terjaga. Hal ini
dikarakteristik oleh posisi berbaring, meningkatnya stimulasi sensoris,
penurunan motor output dan kelakuan yang aneh-bermimpi Squire, 2008.
Namun, tidur sendiri merupakan suatu proses aktif, bukan sekedar tidak terjaga. Tingkat aktivitas otak keseluruhan tidak berkurang selama tidur.
Selama stadium-stadium tidur tertentu, penyerapan oksigen oleh otak bahkan meningkat melebihi tingkat terjaga normal. Berbeda dengan
keadaan terjaga, orang yang sedang tidur tidak secara sadar waspada akan dunia luar, tetapi tetap memiliki pengalaman kesadaran dalam batin,
misalnya mimpi. Selain itu, mereka dapat dibangunkan oleh rangsangan eksternal, misalnya bunyi alarm Sherwood, 2009.
2.1.2. Fisiologi Tidur Tidur merupakan fenomena elemental dari sebuah kehidupan dan
merupakan fase yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup manusia. Dalam tidur, kita mengenal 5 stadium tidur. Dalam setiap
stadium, aktivitas listrik diotak yang dapat diukur dengan EEG muncul dalam siklus yang berulang dan terorganisir, yang dinamakan
architechture of sleep Allan dan Martin, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Stadium pertama tidur merupakan stadium antara peralihan dari keadaan sadar menjadi tidak sadar, dimana kelopak mata mulai tertutup,
pupil mengecil, dan otot-otot mengalami relaksasi. Pola EEG Ensefalografi juga berubah secara progresif menjadi voltase yang
rendah, dimana terjadi pencampuran dan perubahan frekuensi, yaitu dengan perlahan-lahan menghilangnya frekuensi alpha Allan dan Martin,
2009. Stadium ini juga disebut tetha rythm dengan frekuensi 4-7 Hz dan berlangsung selama 7 menit Tortora, 2009.
Stadium kedua tidur ditandai dengan adanya loncatan gelombang biparietal selama setengah sampai dua detik dengan frekuensi 12-14 Hz
yang dinamakan sleep spindle. Selain sleep spindle, pada stadium ini juga kadang dapat dijumpai gelombang bifasik voltase tinggi yang disebut k
complexes Allan dan Martin, 2009.
Gambaran EEG pada stadium ke tiga ditandai dengan gelombang delta 0,5-4 Hz, yaitu gelombang dengan amplitudo tinggi. Stadium
keempat didominasi oleh perlambatan maksimum dengan gelombang yang besar Barret et al., 2012.
Stadium pertama sampai stadium keempat dikelompokkan menjadi tidur NREM Non-Rapid Eye Movement yang secara garis besar
dinamakan dengan tidur gelombang lambat. Pada fase NREM ini, terjadi beberapa perubahan fisiologis tubuh, diantaranya adalah penurunan suhu
tubuh, perlambatan detak jantung dan pernafasan, dan pada fase ini, konsumsi oksigen pada otak juga akan berukurang. Selain itu, aliran darah
yang menuju otak juga akan berkurang, hal ini terjadi akibat penurunan metabolisme di seluruh bagian otak Allan dan Martin, 2009.
Stadium kelima yang dikelompokkan dalam fase tidur REM Rapid Eye Movement
merupakan stadium terakhir dari siklus tidur, yang ditandai dengan gelombang yang cepat fast wave dan gelombang tidak
sinkron nonsyncronized wave yang mirip saat kita terjaga. Selain itu, fase tidur REM juga ditandai dengan bergeraknya bola mata secara cepat
Allan dan Martin, 2009. Karakteristik lain dari tidur REM adalah
Universitas Sumatera Utara
munculnya potensial fasik yang besar yang berasal dari neuron kolinergik yang berasal dari pons dan di hantarkan secara cepat menuju nukleus
lateral genikulata, dan akhirnya dihantarkan menuju ke korteks oksipital. Hal ini dinamakan dengan pontogeniculo-occipital PGO spikes. Proses
bermimpi juga diperkirakan muncul saat tidur REM Barret et al., 2012. Pada tidur REM, sistem parasimpatis akan diaktifkan secara
periodikal dan sistem simpatis akan terinhibisi atau tersupresi secara periodikal pula, sehingga pada tidur fase ini, bernafas menjadi lebih
ireguler, tekanan darah dan detak jantung menjadi berfluktuasi Allan dan Martin, 2009. Ereksi penis juga akan terjadi pada fase ini Tortora, 2009.
Berlawanan saat tidur NREM, pada tidur REM terjadi peningkatan konsumsi oksigen pada otot-otot. Metabolisme otak dan aliran darah
menuju otak sama dengan saat kita sedang terjaga cenderung naik jika dibandingkan saat tidur NREM, sehingga tekanan intrakranial yang
meninggi selama tidur REM ini juga di asumsikan sebagai akibat dari peningkatan aliran darah ke otak.
Pada saat tidur, juga terjadi beberapa perubahan fisiologis pada sistem hormonal dan beberapa organ, contohnya pada organ ginjal,
perubahan yang terjadi pada ginjal meliputi menurunnya eksresi urin, shingga pembuangan jumlah absolut natrium dan kalium juga berkurang,
sehingga urine spesific gravity dan osmolalitas meningkat. Diperkirakan hal ini terjadi karena meningkatnya sekresi hormon antidiuretik dan
peningkatan penyerapan air. Sedangkan perubahan hormonal yang terjadi adalah penurunan sekresi hormon cortisol dan sejumlah sejumlah TSH
Thyroid Stimulating Hormone saat permulaan tidur, peningkatan sekresi prolaktin saat malam hari pada wanita maupun pria, hal ini dibuktikan
dengan ditemukan kadar prolaktin tertinggi sesaat setelah seseorang teridur. Selain itu, selama dua jam pertama tidur, ada gelombang sekresi
terhadap GH growth hormone, terutama saat tidur stadium 3 dan 4. Hal ini menjadi ciri-ciri pada dewasa muda. Sekresi GH ini akan menghilang
pada saat mencapai dewasa akhir. Peningkatan tidur dihubungkan dengan
Universitas Sumatera Utara
peningkatan LH luteinizing hormone pada remaja yang sedang mengalami pubertas Allan dan Martin, 2009.
Selain stadium dan perubahan fisiologis, ternyata siklus tidur- bangun serta berbagai tahapan tidur disebabkan oleh hubungan timbal
balik antara tiga sistem saraf : 1 sistem keterjagaan, yaitu bagian dari Reticular Activating System
RAS yang berasal dari batang otak ; 2 pusat tidur gelombang lambat NREM di hipotalamus yang mengandung
neuron tidur yang menginduksi tidur. ; dan 3 pusat tidur paradoksal atau tidur REM di batang otak yang mengangdung neuron tidur REM, yang
menjadi sangat aktif sewaktu tidur REM Sherwood, 2009. Salah satu teori mengenai perubahan siklus bangun tidur adalah adanya perubahan
aktivitas dari neuron-neuron di RAS. Ketika aktivitas dari neuron norepriniprin dan serotonin tinggi atau dominan, maka akan terjadi
pengurangan aktivitas neuron asetilkolin yang ada di pons, dan aktivitas ini berkontribusi pada saat terjaga sadar bangun. Sebaliknya,
peningkatan neuron asetilkolin, akan menyebabkan penurunan aktivitas neuron norepiniprin dan serotonin, keadaan ini akan memicu terjadinya
fase tidur REM. Ketika terjadi keseimbangan antara aktivitas neuron aminergic dengan neuron asetilkonin, tidur NREM akan muncul. Barret et
al .,2012. Sebagai tambahan, meningkatnya pelepasan GABA dan
penurunan dari pelepasan histamin akan meningkatkan kecenderungan tidur NREM, sedangkan keadaan terjaga atau bangun adalah ketika
pelepasan GABA berkurang dan pelepasan histamin meningkat Barret et al
., 2012. Tidur normal orang dewasa muda dan dewasa paruh baya pertama
sekali akan memasuki fase tidur NREM stadium 1 dan berlanjut hingga stadium 4 dan dilanjutkan oleh tidur REM. Setelah fase tidur REM
berakhir, maka tidur akan kembali ke siklus awal lagi, yaitu siklus NREM dan seterusnya. Siklus ini berlangsung 4-6 kali tergantung durasi tidur
seseorang Allan dan Martin, 2009. Pada siklus pertama tidur, seseorang akan menghabiskan waktu sebanyak 70-100 menit pada fase tidur NREM
Universitas Sumatera Utara
dimana dinominasi oleh stadium tiga dan empat, dan dilanjutkan dengan tidur REM yang diperkirakan 15-20 menit. Menjelang pagi, durasi tidur
REM menjadi lebih panjang bisa mencapai 1 jam dan tidur NREM terutuama stadium tiga dan empat menjadi sedikit. Pada neonatus, 50
fase tidur mereka adalah tidur REM, dengan siklus tidur yang berlangsung selama 60 menit. Semakin bertambahnya usia, siklus tidur REM
memanjang menjadi 90-100 menit. Sekitar 20-25 dari total tidur dewasa muda merupakan tidur REM, 3-5 pada stadium 1, 50-60 pada stadium
dua, 10-20 pada stadium 3 dan 4. Jumlah tidur di stadium 3 dan 4 menurun seiring bertambahnya usia Tortora, 2009.
2.1.3. Fungsi tidur Fungsi tidur sampai saat ini masih menjadi suatu pertimbangan
oleh para ilmuan. Parker telah mengajukan beberapa teori tentang fungsi tidur, yaitu pemulihan tubuh, dengan fasilitasi fungsi motorik, konsolidasi
untuk belajar dan memori. Bahkan Parker cenderung untuk menyetujui kesimpulan yang dinyatakan oleh Popper dan Eccles yang menyatakan
bahwa tidur merupakan ketidaksadaran natural yang berulang yang dimana kita sendiri tidak tahu apa fungsi dan maksudnya Allan dan Martin,
2009. Fungsi tidur telah diperiksa melalui berbagai cara. Sebagian besar peneliti menyimpulkan bahwa tidur memberikan fungsi homeostatis yang
bersifat menyegarkan dan tampak penting untuk termoregulasi normal dan penyimpanan energi. Tidur NREM akan meningkat setelah olahraga dan
kelaparan, yang mungkin terkait dengan kebutuhan metabolik yang memuaskan Sadock, 2007. Selain yang disebutkan di atas, saat kita tidur,
juga terjadi proses pemulihan biokimia atau fisiologis secara progresif yang biasanya mengalami penurunan ketika terjaga sherwood, 2009.
2.1.4. Kebutuhan tidur Sampai sekarang, para peneliti belum bisa memastikan dengan
pasti berapa jam kah kebutuhan tidur yang dibutuhkan manusia, sehingga
Universitas Sumatera Utara
para peneliti di National Sleep Foundation 2015 membuat suatu daftar rekomendasi tidur berdasarkan umur.
1. Neonatus 0-3 bulan : kebutuhan tidur 14-17 jam per hari. 2. Bayi 4-11 bulan : kebutuhan tidur 12-15 jam per hari.
3. Balita1-2 tahun : kebutuhan tidur 11-14 jam per hari. 4. Preschool 3-5 tahun : kebutuhan tidur 10-13 jam per hari.
5. Anak usia sekolah 6-13 tahun : kebutuhan tidur 9-11 jam per hari.
6. Remaja 14-17 tahun : kebutuhan tidur 8-10 jam per hari. 7. Dewasa Muda 18-25 tahun : kebutuhan tidur 7-9 jam per hari.
8. Dewasa 26-64 tahun : kebutuhan tidur 7-9 jam per hari. 9. Dewasa Tua 64 thun : kebutuhan tidur 7-9 jam per hari.
2.2. Kualitas Tidur