15
dasar kepada setiap warga negaranya dalam rangka memenuhi Deklarasi PBB tentang hak jaminan sosial. Konvensi ini merupakan satu-satunya instrumen
internasional untuk penyelenggaraan jaminan sosial, mengatur kesepakatan di antara negara-negara anggota tentang standar minimal untuk penyelenggaraaan
sembilan program jaminan sosial.
ILO Convension No. 102 mendefinisikan jaminan sosial sebagai ”Perlindungan yang diberikan oleh masyarakat untuk masyarakat melalui
seperangkat kebijaksanaan publik terhadap tekanan ekonomi dan sosial yang diakibatkan oleh hilangnya sebagian atau seluruh pendapatan akibat berbagai
resiko yang diakibatkan oleh sakit, kehamilan, persalinan, kecelakaan kerja, kecacatan, pengangguran, pensiun, usia tua, kematian dini penghasil utama
pendapatan, perawatan medis termasuk pemberian santunan kepada anggota keluarga termasuk anak-
anak”.
1. Pasca Indonesia Merdeka
Perjalanan sejarah pembangunan program jaminan sosial di Indonesia memperlihatkan bahwa jaminan sosial tumbuh dan digerakkan oleh pemerintah
bukan muncul dari kebutuhan pekerja akan perlindungan pendapatan sebagaimana yang terjadi di Eropa. Didalam perjalanannya, landasan filosofi jaminan sosial di
Indonesia berkembang sesuai filosofi pemerintahan. Pada masa pra kemerdekaan, program jaminan sosial pertama kali
diperkenalkan ketika masa pemerintahan kolonial Belanda masih berkuasa pada awal abad keduapuluh. Pemerintah Hindia Belanda mengikutsertakan pegawai
pribumi yang bekerja pada lembaga pemerintah Hindia Belanda dalam dua buah
Universitas Sumatera Utara
program, yaitu jaminan pensiun sejak tahun 1926 dan jaminan kesehatan mulai tahun 1934.
Di masa pasca proklamasi kemerdekaan, Pemerintah Pusat Orde Lama membangun tiga program jaminan sosial mulai pada tahun 1947, yaitu jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kesehatan, dan jaminan hari tua. Program jaminan kecelakaan kerja lahir ketika Pemerintah mengundangkan
UU No. 33 Tahun 1947 Tentang Kecelakaan UU Kecelakaan 1947 pada 18 Oktober 1947. UU ini diberlakukan di seluruh Indonesia sejak tahun 1951 dengan
UU No. 2 Tahun 1951 Tentang Berlakunya UU No 33 Tahun 1947 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia. UU Kecelakaan 1947 adalah UU sosial
pertama yang diundangkan pasca proklamasi kemerdekaan, dan hebatnya lagi diundangkan di masa pemerintahan darurat pasca perang agresi Belanda kedua.
Sejak tahun 1948 Pemerintah melanjutkan penyelenggaraan program jaminan kesehatan pemerintah Hindia Belanda di masa pra kemerdekaan.
Program ini diselenggarakan berdasarkan pada ketentuan Restitusi Regeling 1948.
10
Peserta dibatasi pada pegawai negeri yang berpenghasilan di bawah Rp 850,00 per bulan. Penyelenggaraan belum sepenuhnya mengikuti kaidah jaminan
sosial, namun masih diselenggarakan sebatas pemotongan gaji restitusi. Setiap pegawai yang mendapatkan pelayanan rawat inap dikenakan pemotongan gaji
sebesar 3 dari gaji pokok untuk membayar iur bayar co-payment. Pelayanan kesehatan dasar ditanggung penuh oleh pemerintah. Pelayanan kesehatan dasar di
10
Staatsregeling No. 1 Tahun 1934 Peraturan Pemerintah Hindia Belanda No. 1 Tahun 1934 tentang Jaminan Kesehatan
Universitas Sumatera Utara
fasilitas pemerintah tidak dipungut bayaran, sedangkan di fasilitas swasta, peserta membayar terlebih dahulu biaya pelayanan kesehatan kemudian pemerintah
mengganti reimbursement. Pemerintah melakukan proyek percontohan program jaminan kesehatan dengan mekanisme asuransi sosial yang dikenal dengan
“Jakarta Pilot Project” pada tahun 1960. Program ketiga yang diselenggarakan adalah program pensiun publik yang
terbatas untuk pegawai negeri pada tahun 1956 kemudian diikuti dengan program tabungan hari tua pegawai negeri pada tahun 1963. Program pensiun pegawai
negeri didirikan dan diselenggarakan berdasarkan UU No. 11 Tahun 1956 Tentang Pembelanjaan Pensiun. Program tabungan hari tua pegawai negeri diatur
dalam Peraturan Pemerintah PP No. 9 Tahun 1963 Tentang Pembelanjaan Pegawai Negeri dan PP No. 10 Tahun 1963 Tentang Tabungan Asuransi dan
Pegawai Negeri. Pemerintah Orde Baru meningkatkan penyelenggaraan program-program
jaminan sosial yang telah dibangun pada masa pemerintahan Orde Lama. Peningkatan dilakukan dengan menyelenggarakan program-program jaminan
sosial dengan mekanisme pendanaan oleh peserta funded social security dan membangun kelembagaan jaminan sosial. Pendanaan jaminan sosial oleh peserta
dan badan penyelenggara jaminan sosial berkembang sesuai dengan kelompok pekerjaan, yaitu pegawai negeri dan pekerja swasta. Sayangnya, Pemerintah Orde
Baru pada tahun 1992 menetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai Perseroan, Badan Usaha Milik Negara yang berorientasi laba - PT ASKES, PT
Universitas Sumatera Utara
ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN. Sejak itu, penyelenggaraan program jaminan sosial Indonesia menjauh dari prinsip-prinsip asuransi sosial.
11
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1997 Tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja ASTEK sendiri menjelaskan bahwa sistem perlindungan yang
dimaksudkan untuk menanggulangi resiko sosial secara langsung mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya penghasilan tenaga kerja.
Berdasarkan peraturan
ini maka
perusahaan diwajibkan
untuk menyelenggarakan program Astek, yaitu dengan cara mempertanggungkan
buruhnya dalam asuransi kecelakaan kerja dan asuransi kematian, demikian pula dalam program tabungan hari tua pada badan penyelenggaraan yaitu Perusahaan
umum Asuransi Sosial Tenaga Kerja Perum Astek yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1977. Perusahaan yang wajib
menyelenggarakan Astek masih dibatasi pada jumlah buruh yang dipekerjakan atau jumlah upah yang dibayarkan kepada buruhnya setiap bulannya. Menurut
keputusan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. 116-MEN177 tentang peraturan tata carapersyaratan pendaftaran pembayaran iuran dan
pembayaran jaminan asuransi sosial tenaga kerja, menetapkan bahwa perusahaan yang memperkerjakan sebanyak 100 orang atau lebih atau membayar upah paling
sedikit Rp. 5.000.000,00 Lima Juta Rupiah sebulan adalah perusahaan yang diwajibkan ikut serta dalam program Astek, sedangkan menurut Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. KEP-278MEN83 peraturan mengatur perusahaan
11
Asih Eka Putri, “Identitas-Jaminan Sosial”, http:www.jaminansosindonesia.comidentitasjaminansosial diakses 01 Maret 2016
Universitas Sumatera Utara
yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 25 orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,00Satu Juta Rupiah sebulan. Hal ini terlihat
bahwa pemerintah secara bertahap sudah mulai mengembangkan program jaminan sosial para pekerjaburuh.
12
Mengingat aturan perekonomian yang berlaku, penting sekali untuk mempertahankan asuransi sosial sebagai teknik jaminan sosial dasar, yang disusun
menurut bentuk aslinya sebagai sebuah kontrak antara individu dan masyarakat, juga agar dapat benar-benar menjamin kondisi kehidupan minimum bagi setiap
orang. Negara harus terus menyediakan kerangka kerja dasar bagi asuransi sosial wajib yang membutuhkan partisipasi keuangan dari seluruh warganya dalam
sebah skema, yang dapat melindungi mereka dari konsekuensi terjadinya resiko sosial yang besar. Berdasarkan pengalaman yang baru saja terjadi, sangat tidak
bertanggungjawab untuk menyerahkan tugas itu kepada pengaturan pribadi, hanya tunjangan-tunjangan tambahan yang menjamin kelangsungan taraf hidup yang
diinginkan saja yang harus diserahkan sepenuhnya pada usaha setiap individu.
2. Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja