Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja di PTPN 3 Medan Setelah Berlakunya UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial

BAB II
PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA/BURUH DI
INDONESIA
A.

Sejarah Pengaturan Sistem Jaminan
Sosial Bagi Pekerja/Buruh
Pembangunan sistem dan program jaminan sosial merupakan salah satu

karya kebijakan sosial yang terbesar di abad keduapuluh. Untuk pertama kali,
program jaminan sosial wajib (mandatory insurance)diperkenalkan di Eropa pada
ahir abad kesembilan belas. Selanjutnya program jaminan sosial meluas ke
berbagai belahan dunia setelah berahirnya perang dunia kedua, paling tidak
sebagai dampak dari berahirnya era kolonialisasi dan kemerdekaan negara-negara
jajahan.9 Penyebaran dan pengembangan jaminan sosial ke seluruh dunia juga
didukung oleh konvensi dan kerjasama internasional.
Pada tahun 1948 Perserikatan Bangsa-Bangsa mendeklarasikan jaminan
sosial sebagai hak asasi manusia dalam Deklarasi tentang Hak Asasi Manusia. Di
dalamnya dinyatakan bahwa: “ .... setiap orang, sebagai anggota masyarakat,
mempunyai hak atas jaminan sosial ..... dalam hal menganggur, sakit, cacat, tidak
mampu bekerja, menjanda, hari tua .....”.

Selanjutnya Internatinal Labour Organization (ILO) dalam konvensi nomor
102 tahun 1952 menganjurkan semua negara di dunia memberi perlindungan

9

http://www.jamsosindonesia.com/identitas/jaminan_sosial_karya_besar_abad_ked
uapuluh diakses tanggal 01 Maret 2016

14
Universitas Sumatera Utara

dasar kepada setiap warga negaranya dalam rangka memenuhi Deklarasi PBB
tentang hak jaminan sosial. Konvensi ini merupakan satu-satunya instrumen
internasional untuk penyelenggaraan jaminan sosial, mengatur kesepakatan di
antara negara-negara anggota tentang standar minimal untuk penyelenggaraaan
sembilan program jaminan sosial.
ILO Convension No. 102 mendefinisikan jaminan sosial sebagai
”Perlindungan yang diberikan oleh masyarakat untuk masyarakat melalui
seperangkat kebijaksanaan publik terhadap tekanan ekonomi dan sosial yang
diakibatkan oleh hilangnya sebagian atau seluruh pendapatan akibat berbagai

resiko yang diakibatkan oleh sakit, kehamilan, persalinan, kecelakaan kerja,
kecacatan, pengangguran, pensiun, usia tua, kematian dini penghasil utama
pendapatan, perawatan medis termasuk pemberian santunan kepada anggota
keluarga termasuk anak-anak”.
1. Pasca Indonesia Merdeka
Perjalanan sejarah pembangunan program jaminan sosial di Indonesia
memperlihatkan bahwa jaminan sosial tumbuh dan digerakkan oleh pemerintah
bukan muncul dari kebutuhan pekerja akan perlindungan pendapatan sebagaimana
yang terjadi di Eropa. Didalam perjalanannya, landasan filosofi jaminan sosial di
Indonesia berkembang sesuai filosofi pemerintahan.
Pada masa pra kemerdekaan, program jaminan sosial pertama kali
diperkenalkan ketika masa pemerintahan kolonial Belanda masih berkuasa pada
awal abad keduapuluh. Pemerintah Hindia Belanda mengikutsertakan pegawai
pribumi yang bekerja pada lembaga pemerintah Hindia Belanda dalam dua buah

15
Universitas Sumatera Utara

16


program, yaitu jaminan pensiun sejak tahun 1926 dan jaminan kesehatan mulai
tahun 1934.
Di masa pasca proklamasi kemerdekaan, Pemerintah Pusat (Orde Lama)
membangun tiga program jaminan sosial mulai pada tahun 1947, yaitu jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kesehatan, dan jaminan hari tua.
Program jaminan kecelakaan kerja lahir ketika Pemerintah mengundangkan
UU No. 33 Tahun 1947 Tentang Kecelakaan (UU Kecelakaan 1947) pada 18
Oktober 1947. UU ini diberlakukan di seluruh Indonesia sejak tahun 1951 dengan
UU No. 2 Tahun 1951 Tentang Berlakunya UU No 33 Tahun 1947 dari Republik
Indonesia untuk seluruh Indonesia. UU Kecelakaan 1947 adalah UU sosial
pertama yang diundangkan pasca proklamasi kemerdekaan, dan hebatnya lagi
diundangkan di masa pemerintahan darurat pasca perang agresi Belanda kedua.
Sejak tahun 1948 Pemerintah melanjutkan penyelenggaraan program
jaminan kesehatan pemerintah Hindia Belanda di masa pra kemerdekaan.
Program ini diselenggarakan berdasarkan pada ketentuan Restitusi Regeling
1948.10 Peserta dibatasi pada pegawai negeri yang berpenghasilan di bawah Rp
850,00 per bulan. Penyelenggaraan belum sepenuhnya mengikuti kaidah jaminan
sosial, namun masih diselenggarakan sebatas pemotongan gaji (restitusi). Setiap
pegawai yang mendapatkan pelayanan rawat inap dikenakan pemotongan gaji
sebesar 3% dari gaji pokok untuk membayar iur bayar (co-payment). Pelayanan

kesehatan dasar ditanggung penuh oleh pemerintah. Pelayanan kesehatan dasar di

10

Staatsregeling No. 1 Tahun 1934 (Peraturan Pemerintah Hindia Belanda No. 1 Tahun
1934) tentang Jaminan Kesehatan

Universitas Sumatera Utara

17

fasilitas pemerintah tidak dipungut bayaran, sedangkan di fasilitas swasta, peserta
membayar terlebih dahulu biaya pelayanan kesehatan kemudian pemerintah
mengganti (reimbursement). Pemerintah melakukan proyek percontohan program
jaminan kesehatan dengan mekanisme asuransi sosial yang dikenal dengan
“Jakarta Pilot Project” pada tahun 1960.
Program ketiga yang diselenggarakan adalah program pensiun publik yang
terbatas untuk pegawai negeri pada tahun 1956 kemudian diikuti dengan program
tabungan hari tua pegawai negeri pada tahun 1963. Program pensiun pegawai
negeri didirikan dan diselenggarakan berdasarkan UU No. 11 Tahun 1956

Tentang Pembelanjaan Pensiun. Program tabungan hari tua pegawai negeri diatur
dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1963 Tentang Pembelanjaan
Pegawai Negeri dan PP No. 10 Tahun 1963 Tentang Tabungan Asuransi dan
Pegawai Negeri.
Pemerintah Orde Baru meningkatkan penyelenggaraan program-program
jaminan sosial yang telah dibangun pada masa pemerintahan Orde Lama.
Peningkatan dilakukan dengan menyelenggarakan program-program jaminan
sosial dengan mekanisme pendanaan oleh peserta (funded social security) dan
membangun kelembagaan jaminan sosial. Pendanaan jaminan sosial oleh peserta
dan badan penyelenggara jaminan sosial berkembang sesuai dengan kelompok
pekerjaan, yaitu pegawai negeri dan pekerja swasta. Sayangnya, Pemerintah Orde
Baru pada tahun 1992 menetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai
Perseroan, Badan Usaha Milik Negara yang berorientasi laba - PT ASKES, PT

Universitas Sumatera Utara

18

ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN. Sejak itu, penyelenggaraan program
jaminan sosial Indonesia menjauh dari prinsip-prinsip asuransi sosial.11

Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1997 Tentang Asuransi Sosial Tenaga
Kerja (ASTEK) sendiri menjelaskan bahwa sistem perlindungan yang
dimaksudkan untuk menanggulangi resiko sosial secara langsung mengakibatkan
berkurangnya atau hilangnya penghasilan tenaga kerja.
Berdasarkan

peraturan

ini

maka

perusahaan

diwajibkan

untuk

menyelenggarakan program Astek, yaitu dengan cara mempertanggungkan
buruhnya dalam asuransi kecelakaan kerja dan asuransi kematian, demikian pula

dalam program tabungan hari tua pada badan penyelenggaraan yaitu Perusahaan
umum Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perum Astek) yang didirikan dengan
Peraturan

Pemerintah

No.

34

Tahun

1977.

Perusahaan

yang

wajib


menyelenggarakan Astek masih dibatasi pada jumlah buruh yang dipekerjakan
atau jumlah upah yang dibayarkan kepada buruhnya setiap bulannya. Menurut
keputusan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. 116-MEN/177
tentang peraturan tata carapersyaratan pendaftaran pembayaran iuran dan
pembayaran jaminan asuransi sosial tenaga kerja, menetapkan bahwa perusahaan
yang memperkerjakan sebanyak 100 orang atau lebih atau membayar upah paling
sedikit Rp. 5.000.000,00 (Lima Juta Rupiah) sebulan adalah perusahaan yang
diwajibkan ikut serta dalam program Astek, sedangkan menurut Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. KEP-278/MEN/83 peraturan mengatur perusahaan
Asih Eka Putri, “Identitas-Jaminan Sosial”,
http://www.jaminansosindonesia.com/identitas/jaminansosial diakses 01 Maret 2016
11

Universitas Sumatera Utara

19

yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 25 orang atau lebih, atau membayar
upah paling sedikit Rp. 1.000.000,00(Satu Juta Rupiah) sebulan. Hal ini terlihat
bahwa pemerintah secara bertahap sudah mulai mengembangkan program

jaminan sosial para pekerja/buruh.12
Mengingat aturan perekonomian yang berlaku, penting sekali untuk
mempertahankan asuransi sosial sebagai teknik jaminan sosial dasar, yang disusun
menurut bentuk aslinya sebagai sebuah kontrak antara individu dan masyarakat,
juga agar dapat benar-benar menjamin kondisi kehidupan minimum bagi setiap
orang. Negara harus terus menyediakan kerangka kerja dasar bagi asuransi sosial
wajib yang membutuhkan partisipasi keuangan dari seluruh warganya dalam
sebah skema, yang dapat melindungi mereka dari konsekuensi terjadinya resiko
sosial yang besar. Berdasarkan pengalaman yang baru saja terjadi, sangat tidak
bertanggungjawab untuk menyerahkan tugas itu kepada pengaturan pribadi, hanya
tunjangan-tunjangan tambahan yang menjamin kelangsungan taraf hidup yang
diinginkan saja yang harus diserahkan sepenuhnya pada usaha setiap individu.
2. Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992, Jaminan
sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk
santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang
atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami
oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan
meninggal dunia.
12


Vladimir Rys, Merumus ulang Jaminan Sosial Kembali ke Prinsip-Prinsip Dasar, PT
Pustaka Alvabet, Jakarta, 2011, hal. 34

Universitas Sumatera Utara

20

Menurut Kennet Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jenderal
International Social Security Association (ISSA) di Jenewa, dalam Regional
Training Seminar ISSA di Jakarta bulan Juni 1980, mengataka bahwa : “Jaminan
sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi
anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa- peristiwa tertentu dengan
tujuan sejauh mungkin untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut
yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan,
dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap
konsekuensi ekonomi dari peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan
keluarga dan anak”13
Sejalan dengan dua pengertian di atas, Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, pada Pasal 2 ayat

(4)nya menggariskan bahwa : “Jaminan Sosial sebagai perwujudan dari sekuritas
sosial adalah seluruh sistem perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial
bagi warga Negara yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat
guna memelihara taraf kesejahteraan sosial”14
Jika diperhatikan dari ketiga pengertian di atas, maka nampaknya ketiga
pengertian tersebut memberikan pengertian jaminan sosial dengan begitu luasnya,
seakan-akan jumlah sscial itu sendiri telah mencakup bidang pencegahan dan
penyembuhan serta bidang pembinaan, ketiga bidang ini kalau dikaitkan lebih
jauh lagi akan apa yang dinamakan Perlindungan Buruh, sehingga akan amat

13
Sentanoe Kertonegoro , Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia, Cet.1,
Mutiara, Jakarta, Hal. 29
14
H. Zainal Asikin, S.H., S.U. (dkk), Dasar-dasar Hukum Perburuhan, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2008, Hal 99

Universitas Sumatera Utara

21

luaslah ruang lingkupnya. Kalau kita akan membicarakan jaminan sosial bagi
pekerja dengan bertumpunya pada defenisi di atas, maka yang dimasukkan ke
dalam jaminan sosial ini hal-hal yang bersangkutan dengan :
1. Jaminan sosial itu sendiri
2. Kesehatan keja, dan
3. Keselamatan dan keamanan kerja
Di dalam rangka menciptakan landasan untuk meningkatkan kesejahteraan
dan perlindungan tenaga kerja, Undang-undang ini mengatur penyelenggaraan
jaminan sosial

tenaga

kerja

sebagai

perwujudan pertanggungan

sosial

sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek ini dikeluarkan
berdasarkan dasar-dasar hukum:
a. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2) Undang - undang
Dasar 1945
b. Undang-undang No.3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undangundang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 No. 23 dari Republik
Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaga Negara tahun 1951 No.41)
c. Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok
mengenai tenaga kerja (Lembaga Negara tahun 1969 nomor 55 : tambahan
lembaran negara nomor 2912)
d. Undang- undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja (Lembaran
Negara Tahun 1970 nomor 1, Tambahan Lembaran Negara nomor 2918)

Universitas Sumatera Utara

22

e. Undang- undang No. 7 tahun 1981 tentang wajib lapor ketenagakerjaan di
perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1981 nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara nomor 3201).
Pada hakekatnya program jaminan sosial tenaga kerja ini memberikan
kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai
pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang. Jaminan sosial tenaga
kerja mempunyai beberapa aspek, antara lain :
a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya;
b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan
tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.
c. Dengan adanya upaya perlindungan dasar akan memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti
sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang.
d. Menciptakan ketenangan bekerja karena adanya upaya perlindungan
terhadap resiko- resiko kerja dan upaya pemeliharaan terhadap tenaga
kerja.
e. Dengan adanya jaminan sosial tenaga kerja akan menciptakan ketenangan
bekerja pada akhirnya mendukung kemandirian dan harga diri manusia
dalam menghadapi resiko sosial ekonomi.
Penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan dalam Undangundang ini sebagai pelaksanaan Pasal 10 dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 14
Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja yang

Universitas Sumatera Utara

23

meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, akan tetapi mengingat objek yang mendapat
jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang-undang ini diprioritaskan
bagi tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan, perorangan dengan menerima
upah maka kepada tenaga kerja di luar hubungan kerja atau dengan kata lain tidak
bekerja pada perusahaan, pengaturan tentang jaminan sosial tenaga kerjanya akan
diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan Undang-undang No. 3 Tahun 1992 pasal 6 ayat (1) yang
menjadi ruang lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja meliputi:
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja merupakan risiko yang
dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi
hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian
atau cacad karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka perlu adanya
Jaminan Kecelakaan Kerja.
Mengingat gangguan mental akibat kecelakaan kerja sifatnya sangat relative
sehingga sulit ditetapkan derajat cacadnya maka jaminan atau santunan hanya
diberikan dalam hal terjadi cacad mental tetap yang mengakibatkan tenaga kerja
yang bersangkutan tidak bida bekerja lagi.
2. Jaminan Kematian (JK)
Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan
mengakibatkan terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan
sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan

Universitas Sumatera Utara

24

Jaminan Kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk
biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.
3. Jaminan Hari Tua (JHT)
Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mampu
bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi
tenaga kerja dan mempengaruhi ketenangan kerja sewaktu mereka masih bekerja,
terutama bagi mereka yang penghasilannya rendah. Jaminan Hari Tua
memberikan kepastian penerimaan penghasilan yangdibayarkan sekaligus dan
atau berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun atau
memenuhi persyaratan tertentu.
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas
tenaga kerja sehinggha dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan
upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karena, upaya
penyembuhan memerlukan dana yang tidak yang tidak sedikit dan memberatkan
jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan
penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga
kerja disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan
kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan
(preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Dengan
demikian diharapkan tercapainya derajat kesehatan tenaga kerja yang optimal
sebagai potensi yang produktif bagi pembangunan. Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan selain untuk tenaga kerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya.

Universitas Sumatera Utara

25

Mengingat jaminan sosial tenaga kerja merupakan program lintas sektoral
yang saling mempengaruhi dengan usaha peningkatan kesejahteraan sosial
lainnya, maka program jaminan sosial tenaga kerja dilaksanakan secara bertahap
dan saling menunjang dengan usaha-usaha pelayanan masyarakat dalam bidang
kesehatan, kesempatan kerja, keselamatan dan kesehatan kerja.
Pengawasan terhadap Undang-undang ini, dan peraturan pelaksanaannya
dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undangundang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 15
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
mencantumkan sanksi terhadap setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban
yang ditentukan.Sanksi pidana ditentukan dalam Pasal 29 sedangkan sanksi
administrasi,ganti rugi,atau denda menurut Pasal 30 Undang-undang tersebut,akan
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.Sanksi pidana yang ditentukan
dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 berupa kurungan atau
denda.
Pasal 29 ayat (1) Undang-undang tersebut selengkapnya menentukan,
”Barang siapa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1); Pasal 10 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4), dan ayat (5); Pasal 19 ayat (2); Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 26,

15

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fulltext/1992/3TAHUN1992UU.htm diakses 04 Maret

2016

Universitas Sumatera Utara

26

diancam dengan hukuman kurungan selama lamanya 6 (enam) bulan atau denda
setinggi tingginya Rp. 50.000 000,- (lima puluh juta rupiah).”
Dalam ayat (2) ditentukan”Dalam hal pengulangan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (12) untuk kedua kalinya atau lebih setelah
putusan akhir telah memperoleh kekuatan hukum tetap,maka pelanggaran tersebut
dipidana kurungan selama lamanya 8 (delapan) bulan.”
Tindak pidana sebagaimana tersebut dalam ayat (1) adalah pelanggaran.
Artinya tindak pidana tersebut tidak digolongkan kepada kejahatan,yang ancaman
hukumannya lebih berat, jadi tindak pidana sebagimana dimaksud dalam Pasal 29
tersebut diatas termasuk tindak pidana ringan.
Ancaman hukumannyapun bersifat alternative.Bisa dipilih hukuman
kurungan atau denda, tergantung kepada tuntutan jaksa dan putusan hakim.
Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2), menurut Pasal 30 Undang-undang Nomor 3 Tahun
1992, terhadap pengusaha, tenaga kerja, dan Badan Penyelenggara yang tidak
memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya dikenakan
sanksi administrasi, ganti rugi, atau denda yang akan diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Sanksi sebagaimana tersebut diatas diatur dalam Pasal 47 Peraturan
Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek
sebagaimana beberapa kali diubah terakir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84
Tahun 2010.Pada intinya Pasal 47 Peraturan Pemerintah tersebut menentukan:

Universitas Sumatera Utara

27

1. Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 12 ayat (3), Pasal 4,
Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3),
dan Pasal 19 serta Pasal 20 ayat (1), dan telah diberikan peringatan tetapi
tetap tidak melaksanakan kewajibannya dikenakan sanksi administrasi
berupa pencabutan ijin usaha.
2. Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (3) dikenakan denda sebesar 2% untuk setiap bulan
keterlambatan yang dihitung dari iuran yang seharusnya dibayar.
3. Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
diamaksud dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor 3 tahun 1992
dikenakan ganti rugi sebesar 1% dari jumlah jaminan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah ini,untuk setiap hari keterlambatan dan
dibayarkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.16
3. Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN)
Undang- undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2004 pada pasal 1 ayat
(1) jaminan sosial menyatakan bahwa salah satu bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak. Dan dalam pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa sistem jaminan sosial nasional
adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa
badan penyelenggaraan jaminan sosial.

16

Martabat, http://www.jamsosindonesia.com diakses 05 Maret 2016

Universitas Sumatera Utara

28

SJSN adalah program Negara yang bertujuan untuk memberi perlindungan
dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini,
setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak
apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya
pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan,
memasuki usia lanjut, atau pensiun.17
UU SJSN diundangkan pada tanggal 19 Oktober 2004, sebagai pelaksanaan
amanat konstitusi tentang hak konstitusional setiap orang atas jaminan sosial
dengan penyelenggaraan program-program jaminan sosial yang menyeluruh bagi
seluruh warga negara Indonesia. UU SJSN adalah dasar hukum untuk
menyinkronkan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang telah
dilaksanakan oleh beberapa badan penyelenggara agar dapat menjangkau
kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi
setiap peserta.
Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara
yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat
mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit,
mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.
Asas dan tujuan sistem jaminan sosial nasional diselenggarakan berdasarkan
asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat

17

Penjelasan atas UU No. 40 Tahun 2004 paragraf ketiga LN Nomor 150

Universitas Sumatera Utara

29

Indonesia. Sistem jaminan sosial nasional bertujuan untuk memberikan jaminan
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau
anggota keluarganya.(Pasal 2 dan 3 UU SJSN)18
Selama beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah menjalankan beberapa
program jaminan sosial. Undang-undang yang secara khusus mengatur jaminan
sosial bagi tenaga kerja swasta adalah Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), yang mencakup program
jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan
jaminan kematian.
Landasan yuridis penyelenggaraan SJSN adalah UUD Negara Republik
Indonesia Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Pasal 28H ayat (3) diatur
dalam Perubahan Kedua UUD NRI 1945 dan Pasal 34 ayat (2) diatur dalam
Perubahan Keempat UUD NRI 1945. Amanat konstitusi tersebut kemudian
dilaksanakan dengan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (UU SJSN).19
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005,
Pemerintah bersama DPR mengundangkan sebuah peraturan pelaksanaan UU
SJSN setingkat Undang-Undang, yaitu UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (UU BPJS).20
Peraturan Pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS terbentang mulai Peraturan
Pemerintah hingga Peraturan Lembaga. Penyelesaian seluruh dasar hukum bagi
18
Dapat dibaca juga dalam Tim redaksi pustaka yustisia, Koalisi Perundangan tentang
Jaminan Sosial, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012, hal.7
19
Asih Eka Putri, Paham SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional, CV Komunitas Pejaten
Mediatama, Jakarta, 2004, hal.12
20
Ibid, hal.12 paragraf 2

Universitas Sumatera Utara

30

implementasi SJSN yang mencakup UUD NRI, UU SJSN dan peraturan
pelaksanaannya membutuhkan waktu lima belas tahun (2000 – 2014).21
Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut direspon oleh
hukum. Salah satu di antaranya adalah hukum jaminan sosial. Pemerintah
membentuk dan mengundangkan UU SJSN untuk menyikapi dinamika
masyarakat dan menangkap semangat jamannya, menyerap aspirasi, dan cita-cita
hukum masyarakat. Penyelenggaraan program jaminan sosial diubah secara
mendasar untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Prinsip dana amanat diberlakukan. Dana dikumpulkan
dari iuran peserta sebagai dana titipan kepada BPJS untuk dikelola sebaik-baiknya
dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.22
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada
prinsip:23
1. Kegotongroyongan,
Kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan
sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran
sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilan.
2. Nirlaba,
Pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan
dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh peserta.
3. Keterbukaan,

21

Ibid, hal.12 paragraf 4
Ibid, hal. 15
23
Republik Indonesia (1) ,Undang-Undangtentang Sistem Jaminan Sosial Nasional no.40
tahun 2004 LN No. 150 , pasal 4
22

Universitas Sumatera Utara

31

Mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap
peserta.
4. Kehati-hatian,
Pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib.
5. Akuntabilitas,
Pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan secara akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan.
6. Portabilitas,
Memberikan jaminan secara berkelanjutan meskipun peserta berpindah
pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
7. Kepersertaan bersifat wajib,
Mengharuskan seluruh penduduk untuk menjadi peserta jaminan sosial
yang dilaksanakan secara bertahap.
8. Dana Amanat,
Iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta
untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan
sosial.
9. Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
Iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta
untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial.

Universitas Sumatera Utara

32

Sistem jaminan sosial nasional dibuat sesuai dengan “paradigma tiga pilar”
yang direkomendasikan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Pilarpilar itu adalah :
Pilar Pertama menggunakan meknisme bantuan sosial (social assistance)
kepada penduduk yang kurang mampu, baik dalam bentuk bantuan uang tunai
maupun pelayanan tertentu, untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak.
Pembiayaan bantuan sosial dapat bersumber dari Anggaran Negara dan atau dari
Masyarakat. Mekanisme 4 bantuan sosial biasanya diberikan kepada Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yaitu masyarakat yang benar-benar
membutuhkan, umpamanya penduduk miskin, sakit, lanjut usia, atau ketika
terpaksa menganggur.24
Pilar Kedua menggunakan mekanisme asuransi sosial atau tabungan sosial
yang bersifat wajib atau compulsory insurance, yang dibiayai dari kontribusi atau
iuran yang dibayarkan oleh peserta. Dengan kewajiban menjadi peserta, sistem ini
dapat

terselenggara

secara

luas

bagi

seluruh

rakyat

dan

terjamin

kesinambungannya dan profesionalisme penyelenggaraannya.25
Pilar Ketiga

menggunakan mekanisme asuransi sukarela (voluntary

insurance) atau mekanisme tabungan sukarela yang iurannya atau preminya
dibayar oleh peserta (atau bersama pemberi kerja) sesuai dengan tingkat risikonya
dan keinginannya. Pilar ketiga ini adalah jenis asuransi yang sifatnya komersial,
dan sebagai tambahan setelah yang bersangkutan menjadi peserta asuransi sosial.

24

https://wimee.wordpress.com/2011/06/20/sjsn-sistem-jaminan-sosial-nasional/ ,diakses tanggal
07 Maret 2016
25
Ibid,

Universitas Sumatera Utara

33

Penyelenggaraan asuransi sukarela dikelola secara komersial dan diatur dengan
UU Asuransi.26
Undang-undang dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional menetapkan 5
(lima) program Jaminan sosial, yaitu :27
1. Dalam pasal 19 dan pasal 20 menyatakan bahwa jaminan kesehatan adalah
program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan
tujuan untuk menjamin agar peserta dan anggota keluarganya memperoleh
manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan.
2. Dalam pasal 29 ayat (1) dan (2)menyatakan bahwa jaminan kecelakaan
Kerja adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional
dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan
kesehatan dan santunan uang tunai apabila ia mengalami kecelakaan kerja
atau menderita penyakit akibat kerja.
3. Dalam pasal 35 ayat (1) dan (2)menyatakan bahwa jaminan hari tua adalah
program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan
tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila
memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal
dunia.
4. Dalam pasal 39 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa jaminan pensiun
adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional
dengan tujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada
26

Ibid,
Republik Indonesia(1) , op.cit, pasal 19, pasal 20, pasal 29, pasal 35, pasal 39, pasal 43.

27

Universitas Sumatera Utara

34

saat peserta mengalami kehilangan atau berkurang penghasilannya karena
memasuki usia pensiun atau mengalami cacat tetap total.
5. Dalam pasal 43 menyatakan bahwa jaminan kematian adalah program
jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk
memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta
yang meninggal dunia.
B. Undang-undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial bagi pekerja/buruh.
1. Badan Penyelenggara Sistem Jaminan Sosial.
Undang-undang No.24 Tahun 2011 pada pasal 1 ayat (1)
menyatakan bahwa badan penyelenggara jaminan sosial yang disingkat
BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program

jaminan

sosial.

BPJS

bertujuan

untuk

mewujudkan

terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup
yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
Tiga kriteria di bawah ini digunakan untuk menentukan bahwa BPJS
merupakan badan hukum publik, yaitu:
1. Cara pendiriannya atau terjadinya badan hukum itu, diadakan dengan
konstruksi hukum publik, yaitu didirikan oleh penguasa (Negara)
dengan Undang-undang;
2. Lingkungan kerjanya, yaitu dalam melaksanakan tugasnya badan
hukum tersebut pada umumnya dengan publik dan bertindak dengan
kedudukan yang sama dengan publik;

Universitas Sumatera Utara

35

3. Wewenangnya, badan hukum tersebut didirikan oleh penguasa Negara
dan diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan, atau
peraturan yang mengikat umum.28
BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan
asas; kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.29Pembentukan dan pengoperasian BPJS melalui serangkaian
tahapan, yaitu:30
1. Pengundangan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN pada 19 Oktober
2004.
2. Pembacaan Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No. 007/PUUIII/2005 pada 31 Agustus 2005.
3. Pengundangan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS pada 25
November 2011.
4. Pembubaran PT ASKES dan PT Jamsostek pada 1 Januari 2014
5. Pengoperasian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan pada 1
Januari 2014
Rangkaian

kronologis

di

atas

terbagi

atas

dua

kelompok

peristiwa.Peristiwa pertama adalah pembentukan dasar hukum BPJS yang
mencakuppengundangan UU SJSN, pembacaan putusan Mahkamah
Konstitusi

danpengundangan

UU

BPJS.Peristiwa

kedua

adalah

transformasi badan penyelenggara jaminan sosialdari badan hukum

28

Asih Eka Putri, Paham BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, CV Komunitas Pejaten
Mediatama, Jakarta, 2014, hal. 07
29
Republik Indonesia, UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS, pasal 2
30
Asih Eka Putri, Op.cit,hal 10

Universitas Sumatera Utara

36

persero menjadi badan hukum publik (BPJS). Transformasinmeliputi
pembubaran PT Askes dan PT Jamsostek tanpa likuidasi dan diikutidengan
pengoperasian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.31
Komisaris dan Direksi PT Askes serta Komisaris dan Direksi PT
Jamsostekbertanggung

jawab

atas

keberhasilan

atau

kegagalan

transformasi dan pendirian serta pengoperasikan BPJS. Di masa peralihan,
keduanya bertugas:32
1. Menyiapkan

operasional

BPJS

untuk

penyelenggaraan

programjaminan sosial sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2. Menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan
kewajiban Persero kepada BPJS;
3. Khusus untuk PT Jamsostek, menyiapkan pengalihan program, aset,
liabilitas, hak dan kewajiban Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Jamsostek kepada BPJS Kesehatan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dibagi 2 yaitu BPJS Kesehatan
dan BPJS Ketenagakerjaan. Menurut UU No.24 Tahun 2011, BPJS
Kesehatan adalah badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada
Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
Dan

BPJS

Ketenagakerjaan

adalah

badan

hukum

publik

yang

bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan
jaminan kematian.
31
32

Ibid, hal.10
Republik Indonesia, Op.cit, pasal 56 dan pasal 61

Universitas Sumatera Utara

37

BPJS Kesehatan itu sendiri dioperasikan pada tanggal 01 Januari
2014 oleh pemerintah atas perintah UU BPJS. Dan mulai 1 Januari 2014
terjadi pengalihan program sebagai berikut:33
1. Kementerian Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program
jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas);
2. Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian
Republik Indonesia tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan
kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu
berkaitan dengan kegiatan operasionalnya, yang ditetapkan dengan
Peraturan Presiden;
3. PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program
jaminan pemeliharaan kesehatan.
Pada tanggal 01 Januari 2014 diubah dari PT. Jamsostek (Persero)
menjadi BPJS Ketenagakerjan oleh pemerintah atas perintah UU BPJS.
Dan pada tanggal 01 Juli 2015,BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian dan
program jaminan hari tua dan program jaminan pensiun sesuai dengan
ketentuan UU SJSN bagi peserta selain peserta program yang dikelola oleh
PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero).
BPJS bertanggung jawab kepada presiden. Organ BPJS terdiri dari
dewan pengawas dan direksi. Anggota direksi BPJS diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden. Presiden menetapkan direktur utama BPJS

33

Ibid, Pasal 60 ayat (2)

Universitas Sumatera Utara

38

diawasi oleh pengawas internal dan pengawasan eksternal. Pengawasan
internal dilaksanakan oleh organ BPJS, yaitu dewan pengawas dan sebuah
unit kerja di bawah direksi yang bernama Satuan Pengawas Internal.
BPJS mengelola aset jaminan sosial. UU BPJS mewajibkan BPJS
untuk memisahkan pengelolaan aset jaminan sosial menjadi dua jenis
pengelolaan aset, yaitu aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial (DJS). UU
BPJS tidak memberi penjelasan mengapa wajib dipisahkan.34
UU BPJS pasal 40 ayat (3)menegaskan bahwa aset Dana Jaminan
Sosial bukan merupakan aset BPJS. Penegasan ini untuk memastikan
bahwa Dana Jaminan Sosial merupakan dana amanat milik seluruh peserta
dan tidak merupakan aset BPJS. Pengelolaan aset jaminan sosial oleh
BPJS mencakup sumber aset, liabilitas, penggunaan, pengembangan,
kesehatan keuangan, dan pertanggungjawaban.Aset BPJS bersumber
dari:35
1. Modal awal dari Pemerintah, yang merupakan kekayaan Negara
yangdipisahkan dan tidak terbagi atas saham;
2. Hasil

pengalihan

aset

BUMN

yang

menyelenggarakan

programjaminansosial;
3. Hasil pengembangan aset BPJS;
4. Dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial;
5. Sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

34
35

Ibid, pasal 40 ayat (2)
Ibid, pasal 41 ayat (1)

Universitas Sumatera Utara

39

Sedangkan Aset Dana Jaminan Sosial bersumber dari :36
1. Iuran jaminan sosial, termasuk bantuan iuran;
2. Hasil pengembangan Dana Jaminan Sosial;
3. Hasil pengalihan aset program jaminan sosial yang menjadi hak
peserta dari BUMN yang menyelenggarakan program jaminan sosial;
4. Sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BPJS Kesehatan menerima pengalihan seluruh aset yang dikelola
oleh PT Askes (Persero) dan aset Program Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan-JPK PT Jamsostek (Persero). BPJS Ketenagakerjaan menerima
pengalihan aset lembaga PT Jamsostek (Persero) dan aset tiga Program
Jamsostek selain aset Program JPK Jamsostek.37
2. Program Jaminan Sosial Pekerja.
Dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 pasal
28 H (Amandemen kedua) menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas
jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh
sebagaimana manusia bermartabat”, dan pada pasal 34 ayat (2)
(Amandemen keempat) menyatakan bahwa ;”Negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat
yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”
Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapatkan imbalan, serta
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Para pekerja bisa
saja mengalami risiko-risiko saat menjalankan pekerjaannya, sehingga
36
37

Ibid, pasal 43 ayat (1)
Asih Eka Putri, Op.Cit, hal. 31

Universitas Sumatera Utara

40

pekerja dan keluarganya perlu mendapat perhatian. Dan di lain sisi negara
berkewajiban menjamin kehidupan yang layak bagi para pekerja serta
keluarganya. Oleh sebab itu, negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat yang salah satu tujuan dari sistem jaminan sosial
itu adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja.
Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari
pembangunan masyarakat pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan
masyarakat tersebut adalah kesejahteraan rakyat termasuk tenaga kerja.
Tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan harus di jamin haknya,
diatur kewajibannya dan dikembangkan daya gunanya. Dalam peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04/MEN/1994 pengertian tenaga kerja
adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan yang belum wajib
mengikuti program jaminan social tenaga kerja karena adanya pentahapan
kepesertaan.
Menurut Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
pasal 99 ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa:
1. Setiap pekerja/ buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh
jaminan sosial tenaga kerja.
2. Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (10),
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa jaminan sosial merupakan hak
setiap pekerja atau buruh yang sekaligus merupakan kewajiban dari

Universitas Sumatera Utara

41

pengusaha. Dimana pada hakikatnya program jaminan sosial dimaksudkan
untuk memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan
keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang.
Sebelumnya, jaminan sosial tenaga kerja itu diselenggarakan oleh PT
Jamsostek

(Persero),

tetapi

kini

telah

berubah

menjadi

Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan).
Jika ditinjau dari segi hukum perburuhan, Undang-undang
ketenagakerjaan diharapkan dapat memberikan perlindungan para pekerja
tetap ataupun pekerja kontrak. Menurut Imam Soepomo, hal itu dapat
dilihat dari 3 Aspek, yaitu:38
1. Perlindungan Ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan
dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu
penghasilan yang cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari
baginya beserta keluarganya;
2. Perlindungan Sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan
usaha kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan para pekerja
itu mengenyam dan mengembangkan kehidupannya;
3. Perlindungan teknis, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan
usaha-usaha untuk menjaga para pekerja dari bahaya kecelakaan yang
ditimbulkan oleh alat-alat kerja.
Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang wajib di
laksanakan oleh setiap pengusaha atau perusahaan yang mempekerjakan

38

Imam Soepomo,Pengantar Hukum Perburuhan,Djambatan, Jakarta, 2003

Universitas Sumatera Utara

42

orang untuk bekerja pada perusahaan tersebut harus sangat diperhatikan,
yaitu mengenai pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan di maksud
diselenggarakan dalam bentuk jaminan sosial tenaga kerja yang bersifat
umum untuk dilaksanakan atau bersifat dasar, dengan berasaskan usaha
bersama, kekeluargaan dan kegotong royongan sebagai mana yang
tercantum dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
Salah satu hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia
adalah hak atas jaminan sosial. Oleh karena itu sering dikemukakan bahwa
jaminan sosial merupakan program yang bersifat universal atau umum
yang harus diselenggarakan oleh setiap negara.39

39

Zaeni, Ashyhadie, Aspek-aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Rajawali Pers, Jakarta
,2013, hal.35

Universitas Sumatera Utara