Evaluasi Penggunaan Rumput Laut Ulva Lactuca Sebagai Pengganti Pollard Dalam Pakan Ikan Nila Sultana Oreochromis Niloticus

EVALUASI PENGGUNAAN RUMPUT LAUT Ulva lactuca
SEBAGAI PENGGANTI POLLARD DALAM PAKAN IKAN
NILA SULTANA Oreochromis niloticus

NUR HIKMA MAHASU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Penggunaan
Rumput Laut Ulva lactuca sebagai Pengganti Pollard dalam Pakan Ikan Nila
Sultana Oreochromis niloticus adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Nur Hikma Mahasu
NIM C151130501

RINGKASAN
NUR HIKMA MAHASU. Evaluasi Penggunaan Rumput Laut Ulva lactuca sebagai
Pengganti Pollard dalam Pakan Ikan Nila Sultana Oreochromis niloticus.
Dibimbing oleh DEDI JUSADI dan MIA SETIAWATI.
Dalam rangka mengurangi bahan baku impor di Indonesia, maka dicari
pemanfaatan bahan baku lokal potensial. Salah satu bahan baku lokal potensial
adalah rumput laut jenis Ulva lactuca. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk
mengevaluasi tepung Ulva lactuca sebagai bahan baku pakan ikan nila sultana.
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu uji kecernaan rumput laut Ulva
lactuca, uji pertumbuhan ikan nila dan uji kecernaan pakan. Pengukuran uji
kecernaan rumput laut Ulva lactuca dan pakan dilakukan dengan menambahkan
Cr2O3 sebagai penanda dan metode penyiponan feses. Ikan yang digunakan pada
uji kecernaan rumput laut Ulva lactuca yaitu ikan nila dengan bobot 7,00±0,8 g dan
pada uji kecernaan pakan menggunakan ikan nila dengan bobot 18,98±0,67 g.
Parameter uji yang diamati adalah kecernaan total dan protein. Uji pertumbuhan

dilakukan dengan metode rancangan acak lengkap yang terdiri dari lima perlakuan
dan tiga ulangan, yaitu penggunaan tepung Ulva sebesar 0, 3, 6, 9, dan 12%. Ikan
nila (4,08±0,15 g) dipelihara dalam akuarium (50×40×35 cm) dengan kepadatan
sepuluh ekor/akuarium selama 55 hari. Ikan diberi pakan secara at satiation
sebanyak tiga kali sehari pada pukul 07.00, 12.00 dan 17.00 WIB. Parameter uji
yang diamati yaitu jumlah konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian, kelangsungan
hidup, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, dan glukosa darah.
Hasil menunjukkan bahwa kecernaan total dan kecernaan protein dari tepung
Ulva sebesar 66,49% dan 83,00%. Nilai kecernaan protein tersebut masuk dalam
kisaran nilai kecernaan protein yang baik bagi ikan, yaitu sebesar 75-95%. Hasil uji
pertumbuhan menunjukkan bahwa penggunaan tepung Ulva sebesar 0, 3, 6, 9 dan
12% tidak memberikan pengaruh berbeda (P>0,05) terhadap bobot akhir, jumlah
konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein, dan
retensi lemak. Hal ini disebabkan oleh energi yang terdapat pada pakan uji relatif
sama. Hasil uji kecernaan pakan juga menunjukkan tidak ada pengaruh berbeda
antar perlakuan baik pada kecernaan total maupun kecernaan protein. Hasil dari
pengamatan parameter glukosa darah menunjukkan bahwa peningkatan tertinggi
pascapemberian pakan yaitu pada perlakuan penggunaan tepung Ulva 6%. Sebagai
kesimpulan, penggunaan tepung Ulva lactuca sebagai pengganti pollard dapat
digunakan sebesar 12% dalam pakan ikan nila sultana Oreochromis niloticus.

Kata kunci: Ulva lactuca, Oreochromis
pertumbuhan, glukosa darah.

niloticus,

kecernaan,

performa

SUMMARY
NUR HIKMA MAHASU. Evaluation of Seaweed Ulva lactuca utilization as
Substitute Pollard for Sultana Tilapia Oreochromis niloticus Diets. Supervised by
DEDI JUSADI and MIA SETIAWATI.
Efforts to reduce import of raw materials in Indonesia, then it was looked for
utilization of potential raw materials locally. One of the locally potential raw
material is seaweed Ulva lactuca. This research was conducted to evaluate Ulva
lactuca meal as a raw material for Tilapia Sultana diets.
This research consisted of three stages namely digestibility test of seaweed
Ulva lactuca, growth performance test of tilapia and digestibility test of diets. The
measurement of digestibility test of seaweed Ulva lactuca and diets were conducted

by adding Cr2O3 as a marker and was carried out faecal syphon method. The fish
used in digestibility test of seaweed Ulva lactuca was tilapia with an average body
weight of 7,00±0,8 g and in digestibility test of diets with an average body weight
of 18,98±0,67 g. The parameters measured were total and protein digestibility. The
growth perfomance test was conducted by using completely randomized design
with five treatments and three replicates, namely the use of Ulva meal
approximately 0, 3, 6, 9, dan 12%. The fish (4,08±0,15 g) were cultured for 55 days
in the aquarium (50×40×35 cm) with a stocking density of ten fish/aquaria. The fish
were fed at satiation three times a day at 7 am, 12 pm and 5 pm. The parameters
observed were the amount of feed intake, daily growth rate, survival rate, feed
efficiency, protein retention, lipid retention, and blood glucose.
The results showed that total and protein digestibility of Ulva meal up to
66.49% and 83.00%. Protein digestibility value was still within the proper ranges
of protein digestibility values for the fish, which was up to 75-95%. The result of
growth performance test showed that using Ulva meal 0, 3, 6, 9 and 12% in the diets
did not significantly different (P>0.05) to final weight, the amount of feed intake,
daily growth rate, feed efficiency, protein retention, and lipid retention. It was
caused by energy content in the test diets relatively same. The result of digestibilty
test of diets also showed did not significantly different to total digestibility and
protein digestibility. Results of blood glucose parameters showed that the highest

increase in post-feeding time that fish was fedding with 6% of Ulva meal. Therefore
the conclusion of this experiment is Ulva lactuca meal as substitute pollard can be
used up to 12% in the Tilapia Sultana Oreochromis niloticus diet.
Keywords: Ulva lactuca, Oreochromis niloticus, digestibility, growth performance,
blood glucose.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EVALUASI PENGGUNAAN RUMPUT LAUT Ulva lactuca
SEBAGAI PENGGANTI POLLARD DALAM PAKAN IKAN
NILA SULTANA Oreochromis niloticus

NUR HIKMA MAHASU


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Nur Bambang Priyo Utomo, MSi

Judul Tesis : Evaluasi Penggunaan Rumput Laut Ulva lactuca sebagai Pengganti
Pollard dalam Pakan Ikan Nila Sultana Oreochromis niloticus
Nama
: Nur Hikma Mahasu
NIM
: C151130501


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Dedi Jusadi
Ketua

Dr Mia Setiawati
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Widanarni MSi

Dr Ir Dahrul Syah MScAgr


Tanggal Ujian: 28 Maret 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul “Evaluasi Penggunaan Rumput Laut Ulva lactuca sebagai Pengganti
Pollard dalam Pakan Ikan Nila Sultana Oreochromis niloticus” pada Program Studi
Ilmu Akuakultur, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Dedi Jusadi dan Ibu
Dr Mia Setiawati selaku dosen pembimbing atas waktu, tuntunan, masukan,
kesabaran, nasehat, serta semangat yang telah diberikan hingga tesis ini dapat
diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr Nur Bambang
Priyo Utomo, MSi sebagai dosen penguji luar komisi dan Dr Dinamella
Wahjuningrum, SSi, MSi sebagai komisi program studi yang telah memberikan
saran dalam ujian sidang tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada suami tercinta Firman Syah,
AMa dan anak tercinta Raisya Rahma Khairunnisa Firmansyah atas doa, semangat,

cinta dan kasih sayang yang tulus serta keikhlasan memberikan kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan. Kepada orangtua tercinta Bapak Mahasu Muslim (Alm.)
dan Ibu Zahara, serta mertua tersayang Bapak Serma Purn. Lantaura dan Ibu Suriati,
SPd yang telah tulus mendoakan, memberi kasih sayang serta semangat dalam
menyelesaikan studi. Adik-Adik tersayang Muhammad Nur Al Rasyid, AMd.
TEM, Nurhidayah Mahasu, Prada Suratman, Alfian, Chandra Septiawan, Rahmi
Febriani dan Muh. Putra Sandi serta keluarga besar atas semangat yang diberikan.
Terimakasih juga kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI)
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (KEMENRISTEKDIKTI)
atas penyediaan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN)
sehingga penulis dapat menempuh Program Magister di Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih kepada rekan-rekan yang telah membantu, serta memberikan
masukan dan ide membangun, Babeh Didi Humaedi Yusuf, Adun Radhi Fadhillah,
Mommy Fahmi Akbar, Andi Tiara Eka Diana Puteri, Ardyen Saputra, Andre
Rachmat Scabra, Windu Sukendar, Muhammad Herjayanto, Wastu Ayu
Diamahesa, Dwi Febrianti, Sheny Permatasari, Lilis Nurjanah, Wahyu serta temanteman mahasiswa Program Studi Ilmu Akuakultur Angkatan 2013 atas
kebersamaan dan motivasinya selama menempuh studi. Selain itu ucapan
terimakasih kepada laboran Laboratorium Nutrisi Ikan yaitu Mba Retno, Bapak
Wasjan dan Kang Yosi yang telah membantu dalam kelancaran penelitian.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu
pengetahuan umumnya dan perikanan khususnya.

Bogor, April 2016
Nur Hikma Mahasu

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
2
3
3

2 METODE PENELITIAN
Pakan Uji
Pemeliharaan Ikan Uji Tahap Kecernaan tepung Ulva
Pemeliharaan Ikan Uji Tahap Performa Pertumbuhan Ikan Nila
Pemeliharaan Ikan Uji Tahap Kecernaan Pakan
Parameter yang diamati
Analisis Kimia
Analisis Data

3
3
4
5
5
6
8
8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

8
8
10

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

13
13
13

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
Hasil analisis proksimat tepung Ulva dan pollard (% berat basah)
Komposisi pakan uji kecernaan tepung Ulva
Komposisi dan proksimat pakan uji
Kecernaan tepung Ulva
Hasil analisis proksimat tubuh ikan awal (sebelum pemeliharaan) dan
akhir (setelah pemeliharaan)
6 Bobot ikan pada hari ke-0 (Wo), bobot ikan pada hari ke-55 (W55),
jumlah konsumsi pakan (JKP), laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi
pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL) dan tingkat
kelangsungan hidup (TKH) ikan nila
7 Kecernaan pakan yang ditambahkan tepung Ulva dengan persentase
berbeda
1
2
3
4
5

3
3
4
8
9

9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Formulasi pakan uji kecernaan
2 Prosedur analisis Cr2O3 (Takeuchi 1988)
3 Prosedur analisis proksimat (AOAC 1999)

17
17
17

1 PENDAHULUAN
Pada tahun 2014, produksi pakan ikan dan udang di Indonesia mencapai
1.411.000 ton (GPMT 2015). Untuk memproduksi pakan dengan jumlah tersebut
dibutuhkan bahan baku pakan, tetapi saat ini sekitar 70% bahan baku pakan masih
mengandalkan impor (GPMT 2015). Salah satu bahan baku yang merupakan
produk impor adalah pollard. Data dari Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia
(APTINDO) menunjukkan bahwa pada tahun 2011 impor pollard Indonesia sebesar
5.500.054 ton.
Upaya untuk mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor tersebut
telah banyak dilakukan penelitian untuk mencari bahan baku alternatif berbasis
lokal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan baku lokal seperti bungkil
kelapa sawit (Pamungkas et al. 2011), kopra (Suprayudi et al. 2012), kulit buah
kakao (Jusadi et al. 2013), daun lamtoro (Fitriliyani 2010), biji karet (Suprayudi et
al. 2014), tepung onggok singkong (Afebrata et al. 2014) dapat digunakan sebagai
bahan baku pakan. Namun, ketersediaan bahan baku tersebut masih terbatas untuk
memenuhi kebutuhan pakan ikan Indonesia. Oleh karena itu, perlu dicari bahan
baku alternatif lainnya yang ketersediannya melimpah dan belum termanfaatkan
secara optimal.
Salah satu bahan baku lokal potensial adalah rumput laut (makroalga). Hal
tersebut didukung oleh potensi geografis Indonesia yang merupakan negara
kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 dan panjang garis pantai
mencapai 81.000 km. Luasan lahan pesisir yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
budidaya rumput laut mencapai 769.452 ha, tetapi hingga saat ini baru sekitar 50%
secara efektif termanfaatkan untuk budidaya rumput laut penghasil karaginan
(Eucheuma spinosum, E. edule, E. serra dan E. cottonii), penghasil agar (Glacilaria
spp, Gelidium spp dan Gelidiella spp), penghasil alginat (Sargassum spp,
Laminaria spp, Ascophyllum spp, dan Macrocytis spp) (Sahat 2013). Kadar
karaginan pada jenis Eucheuma sp dapat mencapai 65% (Sari et al. 2013).
Kandungan karaginan atau agar yang tinggi pada jenis rumput laut menjadi faktor
pembatas dalam pemanfaatannya sebagai bahan baku pakan ikan karena sifat fisik
dari karaginan dan agar adalah membentuk gel dan kaku (Widyastuti 2010).
Sehingga, dicari jenis rumput laut lain yang memiliki kandungan karaginan atau
agar yang rendah, seperti Ulva lactuca.
U. lactuca (Phylum Chlorophyta, Class Ulvophyceae, Order Ulvales, Family
Ulvaceae) pertama kali diidentifikasi oleh Linnaeus pada tahun 1753 (Kong et al.
2011). Ulva merupakan salah satu jenis rumput laut dari golongan alga hijau. Pada
umumnya memiliki morfologi warna hijau terang dan berbentuk lembaran dengan
tepi yang halus tapi bergelombang. Siklus hidup Ulva merupakan suatu contoh
pegiliran generasi isomorfik yaitu generasi seksual haploid (gametofit) dan generasi
diploid (sporofit), identik dengan penampakan (isomorfik). Ulva hidup di area
intertidal dan subintertidal hingga kedalaman 10 m serta dapat menutupi substrat
85%–100% (Giannoti & Mc.Glathery 2001). Habitat Ulva yaitu melekat pada
substrat dengan bantuan holdfast. Ulva banyak dijumpai di pantai berdasar batu
karang mati terutama pada rataan terumbu karang contohnya di pantai Ujung
Genteng, pantai Selatan dan banyak pada pulau-pulau Indonesia bagian timur.

2
Menurut Anggadiredja et al. (2008), sebaran U. lactuca yaitu pada perairan
Lombok, Sulu, Sulawesi, Banda, Solor, Sumba, Jawa Barat dan Lampung.
U. lactuca merupakan rumput laut yang berpotensi untuk dijadikan bahan
baku lokal alternatif karena ketersediaananya melimpah di Indonesia, namun belum
termanfaatkan secara ekonomis. Selain itu U. lactuca memiliki kandungan nutrien
cukup tinggi yaitu kandungan protein 7,13–27,2 %, karbohidrat 50–61,5 %, abu
11–49,6 % (Ortiz et al. 2006; Abirami & Kowsalya 2011; Peña-Rodríguez et al.
2011; Murugaiyan & Narasimman 2013). Menurut Ortiz et al. (2006), kandungan
asam amino esensial (% protein) pada U. lactuca yaitu arginin 0,49%; valine
0,34%; metionin 0,67%; isoleusin 0,55%; leusin 1,03%; fenilalanin 1,25%; lisin
0,72%; histidin 0,13%; treonin 0,80%. Umumnya kandungan nutrien rumput laut
sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh faktor musim, lokasi geografi tempat
tumbuh (habitat), jenis spesies, umur panen, dan kondisi lingkungan (Ortiz et al.
2006).
Potensi Ulva sebagai bahan baku pakan ikan telah dilaporkan oleh beberapa
penelitian. Kut-Guroy et al. (2007) melaporkan bahwa penggunaan tepung Ulva
rigida sebesar 10% dapat meningkatkan laju pertumbuhan dan efisiensi pakan.
Natify et al. (2015) juga melaporkan bahwa penggunaan tepung Ulva sebesar 10%
masih dapat digunakan tanpa menghambat laju pertumbuhan, efisiensi pakan dan
komposisi tubuh ikan nila. Namun berbeda dengan penelitian El-Tawil (2010) yang
melaporkan bahwa penggunaan tepung Ulva sp. sebesar 15% meningkatkan kinerja
pertumbuhan, tanpa efek menurunkan efisiensi pakan dan tingkat kelangsungan
hidup ikan nila merah. Diler et al. (2007) juga melaporkan bahwa penggunaan
tepung Ulva sebesar 15% meningkatkan komposisi kimia tubuh, laju pertumbuhan,
efisiensi pakan dan metabolisme lemak pada ikan mas. Emre et al. (2013)
melaporkan bahwa penambahan tepung Ulva sp. dapat meningkatkan petumbuhan
ikan kakap dibandingkan dengan tanpa penambahan tepung Ulva sp.
Ulva lactuca yang diperoleh dari pesisir Bali Utara mengandung kadar
protein 14,7%. Kadar protein ini mirip dengan pollard (12,5%) yang merupakan
produk impor. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini, U. lactuca diujicobakan
sebagai bahan baku pakan untuk menggantikan pollard pada ikan nila sultana
Oreochromis niloticus. Evaluasi dilakukan melalui uji kecernaan Ulva serta efek
penambahan Ulva untuk mengganti pollard di dalam pakan terhadap performa
pertumbuhan ikan nila. Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila strain sultana.
Ikan tersebut merupakan varietas unggul hasil pemuliaan Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang dirilis pada tanggal 7 juni 2012
dengan nomor KEP.28/MEN/2012 tentang pelepasan ikan nila sultana
(KEPMEKEPRI 2012).
Perumusan Masalah
Bahan baku pakan di Indonesia sebesar 70% masih mengandalkan impor.
Untuk mengurangi ketergantungan bahan baku impor tersebut perlu dicari bahan
baku lokal yang potensial. Salah satu bahan yang berpotensi sebagai bahan baku
alternatif adalah Ulva lactuca. U. lactuca merupakan rumput laut golongan alga
hijau yang memiliki kandungan nutrien tinggi, ketersediaannya melimpah dan
belum termanfaatkan secara ekonomis. Penggunaan tepung Ulva sp. sebagai bahan
baku pakan ikan telah dilakukan dan terbukti memberikan pengaruh yang baik

3
terhadap performa pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi pakan pada ikan nila,
ikan mas dan ikan kakap. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terkait
penggunaan tepung rumput laut jenis U. lactuca pada pakan ikan nila sultana O.
niloticus.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan tepung
Ulva lactuca sebagai pengganti pollard dalam pakan ikan nila sultana Oreochromis
niloticus.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan bahan baku
alternatif untuk pakan ikan nila dan menjadi bahan baku alternatif yang berpotensi
untuk dikembangkan.

2 METODE PENELITIAN
Pakan Uji
Penelitian ini dibagi dalam tiga tahap yaitu uji kecernaan tepung Ulva, uji
performa pertumbuhan ikan nila dan uji kecernaan pakan. Tepung Ulva yang
digunakan diperoleh dari Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL)
Gondol, Bali. Pada penelitian ini, tepung Ulva digunakan sebagai pengganti pollard
pada pakan. Kandungan nutrien pada tepung Ulva dan pollard disajikan pada Tabel
1.
Pakan yang digunakan untuk uji kecernaan tepung Ulva sesuai dengan
Watanabe (1988) terdiri dari pakan kontrol yaitu 100% pakan acuan (reference diet)
dan pakan uji yaitu 70% pakan acuan (reference diet) + 30% tepung Ulva. Pakan
ditambahkan kromium (Cr2O3) sebesar 0,5% sebagai indikator. Komposisi pakan
uji kecernaan tepung Ulva disajikan pada Tabel 2. Formulasi pakan uji kecernaan
tepung Ulva dilampirkan pada Lampiran 1.
Tabel 1. Hasil analisis proksimat tepung Ulva dan pollard (% berat basah)
Bahan baku
Tepung Ulva
Pollard

Protein
14,79
12,51

Lemak
2,45
4,62

Parameter (%)
Abu
Serat Kasar
37,07
13,72
4,32
7,22

BETN
23,66
57,39

Tabel 2. Komposisi pakan uji kecernaan tepung Ulva
Bahan (%)
Pakan
Tepung Ulva
Total

Pakan acuan
100
100

Pakan uji
70
30
100

Air
10,32
12,51

4
Pakan untuk uji performa pertumbuhan terdiri dari lima perlakuan dengan
penambahan tepung Ulva 0, 3, 6, 9 dan 12% pada pakan. Seluruh pakan dibuat
dengan kandungan protein sama yaitu 32% dan energi sama. Pakan dibuat dalam
bentuk pelet pada mesin pencetak pelet berdiameter 1-2 mm, kemudian dikeringkan
pada oven bersuhu 40˚C selama 24 jam. Pakan yang sudah jadi dikemas dalam
plastik kemudian disimpan dalam wadah yang tidak lembab. Komposisi dan
proksimat pakan disajikan pada Tabel 3.
Pakan untuk uji kecernaan pakan menggunakan formula yang sama dengan
pakan untuk uji performa pertumbuhan, namun pada pakan uji kecernaan pakan
perlakuan ditambahkan kromium (Cr2O3) sebesar 0,5% sebagai indikator.
Komposisi dan proksimat pakan uji disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi dan proksimat pakan uji
Penggunaan tepung Ulva pada pakan
Bahan Baku (%)

0%

3%

6%

Komposisi pakan (%)
Tepung ikan
Tepung kedelai
Tepung Ulva
Pollard
Minyak ikan
Minyak jagung
Tepung tapioka
Premix
Jumlah

12
34
0
43
2
1
3
5
100

12
34
3
40
2
1
3
5
100

12
34
6
37
2
1
3
5
100

9%
12
34
9
34
2
1
3
5
100

12%
12
34
12
31
2
1
3
5
100

Proksimat pakan (% bobot basah)
Protein
31,62
31,67
32,29
31,57
31,62
Lemak
5,10
4,99
5,31
4,74
4,84
Abu
10,03
10,73
11,25
12,92
13,47
Serat Kasar
8,53
8,93
7,79
8,82
8,12
BETN
46,27
46,33
45,71
44,94
44,58
Kadar Air
6,98
6,28
5,44
5,83
5,49
GE (kkal/kg)
3797,5
3776,1
3862,1
3694,4
3720,6
C/P ratio
12,00
11,92
11,96
11,70
11,76
Keterangan : BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen; GE = Gross Energy, 1 g protein = 5,6 kkal, 1
g lemak = 9,4 kkal, 1 g karbohidrat/BETN = 4,1 kkal (Watanabe 1988)

Pemeliharaan ikan uji tahap kecernaan tepung Ulva
Ikan nila sultana (O. niloticus) yang digunakan memiliki bobot awal
7,00±0,8 g yang berasal dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar
(BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat. Ikan didatangkan dari Sukabumi pada tanggal
11 Maret 2015. Ikan diaklimatisasi terlebih dahulu selama tujuh hari, kemudian
ikan ditebar ke dalam akuarium berukuran 50×40×35 cm dengan padat tebar
sepuluh ekor/akuarium dan dipelihara selama 28 hari di Laboratorium Nutrisi Ikan,
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Pemberian pakan dilakukan secara at satiation dengan frekuensi
sebanyak dua kali sehari yaitu pada pukul 09.00 dan 15.00 WIB. Pengukuran uji
kecernaan menggunakan metode pengumpulan feses. Pengumpulan feses dimulai
pada hari ke–4 setelah ikan diberi pakan. Pengambilan feses menggunakan selang
sifon dan saringan yang halus untuk menampung feses. Pengumpulan feses

5
dilakukan dua kali dalam sehari satu jam setelah pemberian pakan. Feses yang telah
diambil dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam botol sampel kemudian disimpan
dalam freezer agar feses tidak membusuk. Feses yang terkumpul dikeringkan
menggunakan oven kemudian dianalisis kandungan Cr2O3 dan proteinnya. Analisis
Cr2O3 menggunakan metode spektrofotometri dengan panjang gelombang 350 nm
dan analisis protein menggunakan metode Kjeldhal.
Pemeliharaan ikan uji tahap performa pertumbuhan ikan nila
Ikan yang digunakan pada tahap ini memiliki bobot awal 4,08±0,15 g
kemudian dipelihara selama 55 hari. Pemberian pakan dilakukan secara at satiation
dengan frekuensi sebanyak tiga kali sehari yaitu pada pukul 07.00, 12.00 dan 17.00
WIB.
Selama pemeliharaan, kualitas air dijaga dalam kisaran optimum untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila. Kualitas air dijaga dengan cara
pergantian air sebanyak 30% setiap tiga hari sekali. Setiap akuarium dilengkapi
dengan aerasi untuk menjaga kelarutan oksigen dan top filter untuk mengurangi
kekeruhan akibat bahan organik di dalam akuarium. Parameter kualitas air yang
dimonitoring yaitu suhu, oksigen terlarut (DO), total amonia nitrogen (TAN) dan
pH. Kisaran nilai oksigen terlarut adalah 4,9–6,6 mg/L, pH 6,72–7,44, total amonia
0,48–0,70 mg/L, suhu 28–31˚C. Pengukuran suhu dilakukan setiap hari, sedangkan
DO, pH dan TAN diukur tiga kali selama pemeliharaan yaitu pada awal, tengah dan
akhir pemeliharaan.
Sebelum dan sesudah pemeliharaan dilakukan penimbangan bobot tubuh
ikan. Sebelum dilakukan penimbangan, terlebih dahulu ikan dibius menggunakan
Ocean free special arowana stabilizer sebanyak 0,6 ppm (2 mL/3 L air) kemudian
ikan ditimbang menggunakan timbangan digital. Selain itu, sebelum pemeliharaan
ikan diambil sebanyak 15 ekor dan setelah pemeliharaan ikan diambil dua ekor dari
masing-masing akuarium untuk dianalisis proksimat tubuh. Pada akhir
pemeliharaan sebanyak tiga ekor ikan diambil darahnya untuk pengukuran kadar
glukosa darah. Sebelum pengambilan darah, ikan terlebih dahulu dipuasakan
selama 36 jam. Sampel darah yang diambil yaitu dengan selang waktu 0, 1, 3 dan 5
jam setelah pemberian pakan. Kadar glukosa darah diukur dengan metode uji
enzimatik kolorimetri menggunakan uji GLUCOSE liquidcolor (Human mbH
Jerman).
Pemeliharaan ikan uji kecernaan pakan
Pemeliharaan ikan uji kecernaan pakan dilakukan selama 21 hari setelah
pemeliharaan uji performa pertumbuhan. Pemberian pakan diberikan secara at
satiation pada pukul 09.00 dan 15.00 WIB. Pengukuran uji kecernaan
menggunakan metode pengumpulan feses. Pengumpulan feses dimulai pada hari
ke–3 setelah ikan diberi pakan dengan cara mengambil feses menggunakan selang
sifon dan saringan yang halus untuk menampung feses. Pengumpulan feses
dilakukan dua kali dalam sehari satu jam setelah pemberian pakan. Feses yang telah
diambil dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam botol sampel, kemudian disimpan
dalam freezer agar feses tidak membusuk. Feses yang terkumpul dikeringkan
menggunakan oven kemudian dilakukan analisis Cr2O3 dan proteinnya. Analisis

6
Cr2O3 menggunakan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 350 nm dan
analisis protein menggunakan metode Kjeldhal.
Parameter yang Diamati
Kecernaan pakan perlakuan
Kecernaan pakan perlakuan yang diukur yaitu kecernaan total dan
kecernaan protein dihitung berdasarkan persamaan yang dikemukakan oleh
Watanabe (1988) dan NRC (2011), yaitu:
Kecernaan total

= 100 - [100 × b/b’] %

Kecernaan protein = [1 - a’/a × b/b’] × 100
Keterangan:
a
= % protein dalam pakan
a’
= % protein dalam feses
b
= % Cr2O3 dalam pakan
b’
= % Cr2O3 dalam feses
Kecernaan tepung Ulva
Kecernaan tepung Ulva dihitung menggunakan persamaan
dikemukakan oleh Watanabe (1988), yaitu:

yang

Kecernaan bahan = (ADT – 0,7 AD) / 0,3
Keterangan:
ADT = nilai kecernaan pakan uji
AD
= nilai kecernaan pakan acuan
Jumlah konsumsi pakan
Jumlah konsumsi pakan (JKP) ditentukan dengan cara menimbang pakan
yang diberikan selama pemeliharaan.
Laju pertumbuhan harian
Laju pertumbuhan harian ikan uji dihitung berdasarkan persamaan berikut
(Huisman 1987):
� ��
��� = √

��

Keterangan:
LPH = Laju pertumbuhan harian (%)
Wt
= Bobot rata-rata ikan ke-t (g)
Wo
= Bobot rata-rata ikan ke-0 (g)
t
= Lama pemeliharaan (hari)

×

7
Tingkat kelangsungan hidup
Tingkat kelangsungan hidup (TKH) dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut (Goddard 1996):
TKH (%) =

∑ total ikan akhir (ekor)
∑ total ikan awal (ekor)

x 100

Efisiensi pakan
Efisiensi pakan dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut
(Takeuchi 1988):
[
+ d − o]
× 100
EP
=
F
Keterangan:
EP
= Efisiensi pakan (%)
Wt
= Biomassa ikan pada akhir pemeliharaan (g)
W0
= Biomassa ikan pada awal pemeliharaan (g)
Wd
= Biomassa ikan yang mati selama pemeliharaan (g)
F
= Jumlah pakan yang diberikan selama penelitian (g)
Retensi protein
Retensi protein dihitung melalui analisis kandungan protein tubuh ikan uji
pada awal dan akhir penelitian serta pakan yang diberikan. Rumus perhitungan
retensi protein adalah sebagai berikut (Takeuchi 1988):
RP

=

F−I
P

× 100

Keterangan:
RP
= Retensi protein (%)
F
= Jumlah protein ikan pada akhir pemeliharaan (g)
I
= Jumlah protein ikan pada awal pemeliharaan (g)
P
= Jumlah protein yang dikonsumsi ikan (g)
Retensi lemak
Retensi lemak dihitung melalui analisis kandungan lemak tubuh ikan uji
pada awal dan akhir penelitian. Rumus perhitungan retensi lemak adalah sebagai
berikut (Takeuchi 1988):
RL

=

F−I
L

× 100

Keterangan:
RL
= Retensi lemak (%)
F
= Jumlah lemak ikan pada akhir pemeliharaan (g)
I
= Jumlah lemak ikan pada awal pemeliharaan (g)
L
= Jumlah lemak yang dikonsumsi ikan (g)
Glukosa darah
Analisis glukosa darah dilakukan untuk mengevaluasi laju pemanfaatan
karbohidrat pakan yang diberikan. Kadar glukosa darah diukur dengan metode uji
enzimatik kolorimetri menggunakan uji GLUCOSE liquicolor (Human mbH
Jerman). Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar glukosa darah adalah
sebagai berikut:

8
GD

=

A xC
A

Keterangan:
GD
= Kandungan glukosa darah (mg/100 mL)
Au
= Absorbansi sampel
Cs
= Konsentrasi standar
As
= Absorbansi standar
Analisis Kimia
Analisis kimia meliputi analisis kromium dan analisis proksimat. Analisis
kromium pada pakan dan feses dengan metode spektrofotometrik (Lampiran 2).
Analisis proksimat meliputi pakan uji, tubuh ikan awal (sebelum pemeliharaan) dan
tubuh ikan akhir (setelah pemeliharaan). Analisis proksimat meliputi kadar air,
protein, lemak, serat kasar, abu dan BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen). Analisis
kadar air dilakukan dengan metode Gravimetric, protein dengan metode Kjeldhal,
lemak dengan metode Soxhlet, kadar abu dengan metode Gravimetric dan serat
kasar dengan metode Vansus. Analisis proksimat ini sesuai dengan prosedur AOAC
(1995) (Lampiran 3).
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima
perlakuan dan tiga ulangan. Parameter proksimat tubuh ikan, performa
pertumbuhan dan kecernaan pakan ditabulasi dengan program Microsoft Excel
2013 dan dianalisis ragam (ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% menggunakan
perangkat lunak SPSS ver. 16.0. Parameter kecernaan tepung Ulva, dan kadar
glukosa darah dianalisis secara deskriptif.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil uji kecernaan tepung Ulva disajikan pada Tabel 4. Hasil menunjukkan
bahwa kecernaan total tepung Ulva yaitu 66,26% dan kecernaan proteinnya sebesar
83%.
Tabel 4. Kecernaan tepung Ulva
Parameter uji
Kecernaan (%)
Kecernaan total
66,26±5,70
Kecernaan protein
83,00±1,59
Keterangan : Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan nilai setelah ± merupakan standar
deviasi.

9
Hasil analisis proksimat tubuh ikan nila disajikan pada Tabel 5. Hasil
menunjukkan bahwa kandungan protein dan lemak tubuh ikan meningkat setelah
pemeliharaan dibandingkan sebelum pemeliharaan. Penggunaan tepung Ulva 0, 3,
6, 9 dan 12% tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar air, protein
dan lemak tubuh ikan akhir.
Tabel 5. Hasil analisis proksimat tubuh ikan awal (sebelum pemeliharaan) dan
akhir (setelah pemeliharaan)
Parameter
uji (%)

Awal

Penggunaan tepung Ulva dalam pakan

0%
3%
6%
9%
12%
a
a
a
a
Kadar air
77,84 73,24±0,36
73,51±0,74
73,89±1,34
74,09±1,87
72,90±1,99a
Kadar abu
4,26
4,82±0,83ab 4,53±0,36abc
3,86±0,22c
4,06±0,45bc
5,27±0,10a
Protein
12,83 15,93±0,38a 16,35±0,14 a 15,31±0,25a 15,78±0,41a 15,53±1,33a
Lemak
2,73
4,61±0,84a
4,58±0,64a
4,91±0,96a
4,73±1,02a
4,07±0,91a
c
bc
a
ab
Serat kasar
0,82
0,20±0,03
0,50±0,40
0,89±0,10
0,76±0,05
0,87±0,10ab
ab
b
ab
b
BETN
1,53
1,19±0,39
0,53±0,42
1,15±0,40
0,58±0,47
1,36±0,05a
Keterangan : Huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan
yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan
nilai setelah ± merupakan standar deviasi.
BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen

Performa pertumbuhan ikan nila yang diberi pakan dengan penambahan
tepung Ulva yang berbeda disajikan pada Tabel 6. Hasil menunjukkan bahwa
penggunaan tepung Ulva sebesar 0, 3, 6, 9 dan 12% tidak memberikan pengaruh
berbeda nyata (P>0,05) terhadap parameter performa pertumbuhan meliputi bobot
akhir (W55), jumlah konsumsi pakan (JKP), laju pertumbuhan harian (LPH),
efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL) dan tingkat
kelangsungan hidup (TKH).
Tabel 6. Bobot ikan pada hari ke-0 (W0), bobot ikan pada hari ke-55 (W55), jumlah
konsumsi pakan (JKP), laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan
(EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL) dan tingkat kelangsungan
hidup (TKH) ikan nila.
Parameter
Uji
W0 (g)
W55 (g)
JKP (g)
LPH (%)
EP (%)
RP (%)
RL (%)
TKH (%)
Keterangan :

Penggunaan tepung Ulva dalam pakan
0%
3%
6%
9%
12%
4,18±0,10a
3,96±0,16a
3,95±0,01a
4,12±0,06a
4,15±0,18a
19,24±0,57a
19,07±2,53a
19,91±0,03a
18,45±1,35a
18,22±1,06a
a
a
a
a
38,01±0,13
39,71±4,59
37,82±0,50
36,95±2,20
39,04±4,33a
a
a
a
a
2,81±0,04
2,89±0,32
2,98±0,01
2,76±0,15
2,72±0,03a
a
a
a
a
39,61±1,20
38,42±7,95
42,20±0,45
38,71±1,56
36,22±2,95a
a
a
a
a
21,03±0,46
19,38±4,00
21,82±1,24
20,40±0,78
18,69±2,23a
a
a
a
a
39,77±7,57
38,71±7,84
39,72±5,17
39,93±5,88
36,22±3,17a
a
a
a
a
90,00±0,00
86,67±1,15
100,00±0,00
93,33±0,58
90,00±1,00a
Huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan pengaruh
perlakuan yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai yang tertera merupakan nilai
rata-rata dan nilai setelah ± merupakan standar deviasi.

Uji kecernaan pakan disajikan pada Tabel 7. Hasil menunjukkan bahwa
penggunaan tepung Ulva 0, 3, 6, 9 dan 12% tidak memberikan pengaruh berbeda
nyata (P>0,05) terhadap kecernaan total dan kecernaan protein pakan uji.

10
Tabel 7. Kecernaan pakan yang ditambahkan tepung Ulva dengan persentase
berbeda
Penambahan tepung Ulva dalam pakan
Parameter
Uji
0%
3%
6%
9%
12%
KT (%)
53,10±3,85a
52,04±1,43a
52,75±0,12a
49,69±4,42a
49,66±7,11a
KP (%)
80,26±4,10a
80,89±1,26a
81,46±0,67a
81,03±3,32a
77,04±5,75a
Keterangan : KT = Kecernaan total; KP= kecernaan protein
Huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan
yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan
nilai setelah ± merupakan standar deviasi.

Kadar glukosa (mg/dL)

Kadar glukosa ikan nila yang diberi pakan dengan penggunaan tepung Ulva
disajikan pada Gambar 1. Hasil menunjukkan bahwa kadar glukosa darah ikan nila
pada jam ke–1 mengalami peningkatan pada semua perlakuan, kemudian
mengalami penurunan pada jam ke–3 selain perlakuan kontrol. Peningkatan
tertinggi ditunjukkan pada perlakuan penggunaan tepung Ulva 6% dibandingkan
perlakuan lainnya. Pengamatan pada jam ke-5, penggunaan tepung Ulva 6% dan
tanpa penggunaan tepung Ulva mengalami penurunan sementara untuk perlakuan
penggunaan tepung Ulva 3, 9, dan 12% mengalami kenaikan kembali.
100
80

Kontrol

60

3% Ulva

40

6% Ulva
9% Ulva

20

12% Ulva

0
0

1

3

5

Waktu pengambilan sampel darah (jam ke- )
Gambar 1. Kadar glukosa darah ikan nila.
Pembahasan
Kecernaan nutrien merupakan tahap awal yang menentukan dalam
mengevaluasi potensi bahan baku yang akan digunakan untuk spesies akuakultur.
Informasi nilai kecernaan dari kandungan pakan diperlukan untuk memaksimalkan
pertumbuhan ikan dengan mempertimbangkan kebutuhan nutrisi dan hasil
metabolisme yang dibuang (Zhou et al. 2004). Kecernaan menunjukkan banyaknya
komposisi nutrien yang diserap dan digunakan untuk pertumbuhan dan proses
metabolisme (NRC 2011). Sementara itu, menurut Megawati et al. (2009)
menyatakan bahwa daya cerna merupakan kemampuan untuk mencerna suatu
bahan pakan, sedangkan bahan yang tercerna adalah bagian dari pakan yang tidak
diekresikan dalam feses. Proses pencernaan ikan merupakan serangkaian kegiatan
mulai pakan dimakan kemudian dicerna, diserap dan masuk ke dalam jaringan
tubuh ikan. Tepung Ulva dalam penelitian ini digunakan sebagai pengganti pollard

11
pada pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan nila mampu mencerna
tepung Ulva dengan baik yaitu kecernaan total sebesar 66,26% dan kecernaan
proteinnya sebesar 83,00% (Tabel 4). Nilai kecernaan protein tepung Ulva tersebut
masuk dalam kisaran kecernaan protein yang baik bagi ikan, yaitu sebesar 75–95%
(NRC 2011). Nilai tersebut hampir sama dengan kecernaan protein pollard pada
ikan nila mencapai 82,87% (Ribeiro et al. 2011), sehingga tepung Ulva dapat
digunakan sebagai pengganti pollard pada pakan ikan nila. Nilai kecernaan tepung
Ulva yang baik ini disebabkan oleh kandungan serat polisakarida jenis xilan dan
ulvan pada Ulva sehingga mudah dicerna (Burtin 2003).
Tepung Ulva mengandung serat kasar berupa lignin lebih rendah
dibandingkan pollard. Lignin merupakan komponen polisakarida rantai panjang
yang sulit dicerna dan mengurangi penyerapan nutrien (Kusharto 2006). Menurut
Santi et al. (2012) bahwa serat kasar yang berupa lignin pada rumput laut lebih
rendah dibandingkan dengan lignin pada tanaman darat, sehingga memberikan
peluang pengembangan biomassa rumput laut sebagai bahan baku pakan dan
bioenergi yang lebih mudah dikonversi daripada biomassa lignoselulosik dari darat.
Penggunaan tepung ulva sebesar 0, 3, 6, 9 dan 12% dalam pakan tidak
memberikan pengaruh berbeda nyata (P>0,05) terhadap kecernaan total pakan
(Tabel 7) yaitu berkisar 49,66–53,10% dan kecernaan protein berkisar 77,04–
81,46%. Hal ini diduga oleh serat kasar yang terkandung dalam semua pakan
memiliki nilai yang sama (Tabel 3). Selain itu, tepung Ulva memiliki kadar abu
tinggi (mineral) hingga mencapai 37,07% (Tabel 1), sehingga penggunaan tepung
Ulva meningkatkan kadar abu pada pakan (Tabel 3). Kadar abu pada kontrol (tanpa
Ulva) yaitu 10% dan meningkat seiring peningkatan tepung Ulva, yaitu pada
penggunaan Ulva 12% kadar abu pada pakan mencapai 13,47%. Konsumsi kadar
abu tinggi pada pakan akan menyebabkan penurunan penyerapan nutrien yang
berakibat pada penurunan pertumbuhan (Sugiura et al. 1998). Shearer et al. (1992)
melaporkan bahwa ikan salmon yang diberi pakan dengan kadar abu yang berasal
dari tepung ikan dan tepung tulang ikan lebih dari 12% menunjukkan penurunan
pertumbuhan. Namun, dalam penelitian ini, peningkatan kadar abu pakan hingga
13,47% tidak menurunkan kecernaan pakan. Hal ini diduga oleh komposisi mineral
dari tepung Ulva yang memiliki bioavailability tinggi (Garcı´a-Casa et al. 2007).
Nilai kecernaan yang tidak berbeda nyata tersebut selanjutnya memberikan
pengaruh yang tidak berbeda nyata pula terhadap performa pertumbuhan (Tabel 6).
Bobot akhir ikan nila yang dipelihara selama 55 hari yaitu berkisar 18,22–19,91 g,
laju pertumbuhan harian 2,72–2,98%, efisiensi pakan 36,22–42,20%, retensi
protein 18,69–21,82%, retensi lemak 36,22–39,93% dan tingkat kelangsungan
hidup berkisar 90–100%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung Ulva
dapat digunakan hingga 12% pada pakan ikan nila yang ditandai tidak ada efek
negatif terhadap pertumbuhan ikan nila. Hasil penelitian ini sejalan dengan Natify
et al. (2015) yang melaporkan bahwa penggunaan tepung Ulva pada pakan hingga
10% tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja pertumbuhan, rasio efisiensi protein,
indeks somatik, indeks hepasomatik, indeks gonadosomatik, dan indeks
viscerosomatik pada ikan nila. Hal ini disebabkan oleh komposisi nutrien dan
energi dari pakan yang menggunakan tepung Ulva 5% dan 10% hampir sama
dengan perlakuan kontrol. Kut-Guroy et al. (2007) juga melaporkan bahwa
penggunaan tepung U. rigida pada penggunaan dosis 5% dan 10% menghasilkan
kinerja pertumbuhan ikan nila yang sama dengan perlakuan kontrol, sementara pada

12
dosis 15% dapat menurunkan kinerja pertumbuhan ikan nila. Hal berbeda pada
penelitian El-Tawil (2010) yang melaporkan bahwa maksimal penggunaan tepung
Ulva sp. adalah sebesar 15% pada pakan ikan, dosis yang tinggi terbukti
mengurangi kinerja pertumbuhan dan mengurangi efisiensi pakan serta tingkat
kelangsungan hidup ikan nila merah. Hasil dosis optimum yang berbeda pada
penelitian tersebut dikarenakan kandungan nutrien pada tepung Ulva dan ukuran
ikan uji yang digunakan berbeda. Ortiz et al. (2006) mengemukakan bahwa
kandungan kimia rumput laut sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor musim,
lokasi geografi tempat tumbuh, jenis spesies, umur panen, dan kondisi
lingkungannya. Sementara Natify et al. (2015) menyebutkan bahwa perbedaan
persentase optimum tepung Ulva pada pakan disebabkan oleh jenis ikan, jenis alga,
ukuran ikan dan kondisi lingkungan pemeliharaan.
Komposisi kimia tubuh ikan nila setelah pemeliharaan pada penelitian ini
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dibandingkan sebelum pemeliharaan
(Tabel 5). Penggunaan tepung Ulva 0, 3, 6, 9 dan 12% pada pakan yang diberikan
tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan protein tubuh ikan
nila. Hal ini sesuai dengan Natify et al. (2015) yang melaporkan bahwa penggunaan
tepung Ulva pada pakan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan
protein dan lemak tubuh ikan nila. Kut-Guroy et al. (2007) melaporkan bahwa
peningkatan tepung Ulva pada pakan hingga 15% tidak memberikan pengaruh
nyata (P>0,05) terhadap kandungan protein tubuh ikan tetapi dapat menurunkan
kandungan lemak tubuh ikan nila. Diler et al. (2007) juga melaporkan bahwa
penggunaan tepung Ulva tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap
kandungan protein tubuh ikan, tetapi penambahan tepung Ulva 20% dapat
menurunkan kandungan lemak tubuh ikan mas.
Kadar glukosa darah pada ikan nila mengalami kenaikan pada jam ke–1
setelah pemberian pakan (Gambar 1). Kenaikan tertinggi ditemukan pada
penggunaan tepung Ulva 6%. Kenaikan kadar glukosa darah yang terlihat pada titik
puncak glukosa darah mengindikasikan adanya respon hidrolisis enzimatik
karbohidrat pakan menjadi glukosa untuk menghasilkan energi. Menurut Hasser
(1960), meningkatnya glukosa darah menandakan bahwa ikan sedang kenyang,
artinya nafsu makan berkurang karena energi yang dibutuhkan oleh tubuh telah
terpenuhi. Kadar glukosa mencerminkan ketersediaan energi pada ikan
(Rachmawati et al. 2010). Sementara rendahnya kadar glukosa darah pada jam ke–
0 dikarenakan selama pemuasaan tidak adanya suplai makanan sehingga ikan
menggunakan glukosa yang tersimpan dalam bentuk glikogen untuk menyediakan
energi.
Pada jam ke–3 pasca pemberian pakan menunjukkan bahwa perlakuan
penggunaan tepung Ulva 3, 6, 9 dan 12% mengalami penurunan kadar glukosa
darah. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar glukosa yang beredar didalam darah
telah diserap oleh tubuh ikan.
Hasil pengamatan jam ke–5 menunjukkan bahwa penggunaan tepung Ulva 3,
9, dan 12% mengalami peningkatan kembali. Hal ini disebabkan adanya proses
glikogenolisis yaitu proses pemecahan glikogen menjadi glukosa. Kadar glukosa
pada perlakuan penggunaan tepung Ulva 9 dan 12% menunjukkan lebih dahulu
kembali ke kadar glukosa awal pada jam ke–3. Hal ini menunjukkan bahwa glukosa
hasil pencernaan karbohidrat yang telah diserap ke dalam aliran darah telah
digunakan untuk proses metabolisme. Matthews et al. (2003) mengemukakan

13
bahwa peningkatan kadar glukosa darah yang berlangsung cepat dapat
meningkatkan aktifitas insulin sehingga aliran glukosa darah ke dalam sel
berlangsung dengan cepat dan kadar glukosa darah segera menurun. Ketersediaan
glukosa dalam sel digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh dan
kebutuhan energi, setelah terpenuhi maka asupan glukosa darah yang tinggi akan
merangsang terjadinya proses glikogenesis dan lipogenesis.

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penggunaan tepung Ulva lactuca sebagai pengganti pollard dapat digunakan
sebesar 12% dalam pakan ikan nila sultana Oreochromis niloticus.
Saran
1.
2.

Tepung Ulva dapat digunakan sebesar 12% dalam menggantikan tepung
pollard pada pakan ikan nila.
Tepung Ulva memiliki kandungan mineral tinggi sehingga perlu penelitian
lebih lanjut dalam penggunaan tepung Ulva sebagai sumber mineral.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1999. Official methods of
analysis of AOAC Intl. 16th ed. Maryland (US): Association of Official
Analytical Chemists.
[APTINDO] Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia. 2012. Pertumbuhan
Indonesia Tahun 2012-2030 dan Overview Industri Tepung Terigu Nasional
Tahun 2012-2030,
http://www.aptindo.or.id/pdfs/Aptindo%2017%20Desember%202012.html.
[GPMT] Gabungan Pengusaha Makanan Ternak. 2015. Data produksi dan
distribusi
pakan.
Dari
Indonesian
Feedmills
Association,
http://www.asosiasi-gpmt.blogspot.co.id/p/data-produksi-pakan.html.
[Retrieved on 15 Januari 2016].
[KEPMENKEPRI] Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
2012. Tentang pelepasan ikan nila sultana. Nomor KEP.28/MEN/2012.
[NRC] National Research Council. 2011. Nutrient requirements of fish.
Washington DC (US): National Academy of Sciences.
Abirami RG, Kowsalya S. 2011. Nutrient and nutraceutical potentials of seaweed
biomass Ulva lactuca and Kappaphycus alvarezii. Journal of Agricultural
Science and Technology 1(32):109–115.
Afebrata DR, Santoso L, Suparmono. 2014. Substitusi tepung onggok singkong
sebagai bahan baku pakan pada budidaya nila (Oreochromis niloticus). EJurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan 2(2):233–240.
Anggadiredja. 2008. Rumput laut. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

14
Burtin P. 2003. Nutritional value of seaweed. Journal of Agricultural Food
Chemistry 2(4):1–6.
Diler IA, Tekinay A, Guroy D, Guroy BK, Soyuturk M. 2007. Effects of Ulva rigida
on the growth, feed intake and body composition of common carp Cyprinus
carpio L. Journal of Biological Sciences 7(2):305–308.
El-Tawil NE. 2010. Effects of green seaweed (Ulva sp.) as feed supplements in red
tilapia Oreochromis sp. diet on growth performance, feed utilization and body
composition. Journal of the Arabian Aquaculture Society 5(2):179–193.
Emre Y, Ergiin S, Kuroglu A, Guroy B, Guroy D. 2013. Effects of ulva meal on
growth performance of gilthead seabream Sparus aurata at different levels of
dietary lipid. Turkish jurnal of Fisheries and Aquatic Sciences 13:841–846.
Fitriliyani I. 2010. Evaluasi nilai nutrisi tepung daun lamtoro gung Leucaena
leucophala terhidrolisis dengan ekstrak cairan rumen domba Ovis aries
terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila Oreochromis niloticus. Jurnal
Akuakultur Indonesia 9(1):30–37.
Garcı´a-Casal, M.N., A.C. Pereira, I. Leets, J. Ramı´rez, and M.F. Quiroga. 2007.
High iron content and bioavailability in humans from four species of marine
algae. Journal of Nutrition 137:2691–2695.
Giannoti AL, Mc.Glathery KJ. 2001. Consumption of Ulva lactuca chlorophyta by
the omnivorous mud snail Ilyanassa obsoleta (Say). Jurnal of Phycology
37:209–215.
Goddard S. 1996. Feed management in intensive aquaculture. New York (US):
Chapman and Hall. 194p.
Hasser EF. 1960. Methodes for routine fish hematology. Progressive Fish Culturist.
22:164–170.
Huisman EA. 1987. Principles of fish production. Departement of Fish Culture and
Fisheries Netherland (NL): Wageningen Agricultural University Press.
Jusadi D, Ekasari J, Kurniansyah A. 2013. Efektivitas penambahan enzim cairan
rumen domba pada serat kasar dan nilai ketercernaan kulit buah kakao
sebagai bahan pakan ikan nila. Jurnal Akuakultur Indonesia 12(1):43–51.
Kong F, Mao Y, Cui F, Zhang X, Gao Z. 2011. Morphology and molecular
identification of Ulva forming green tides in Qingdao China. Jurnal Ocean
University of China 10:73–79.
Kusharto CM. 2006. Serat Makanan dan peranannya bagi kesehatan. Jurnal Gizi
dan Pangan 1(2):45-54.
Kut-Guroy B, Cirik S, Guroy D, Sanver F, Tekinay AA. 2007. Effects of Ulva
rigida and Cystoseiro barbata meals as a feed additive on growth
performance, feed utilization, and body composition of nile tilapia
Oreocrhromis niloticus. Journal of Veterinary Animal Science 31(2):91–97.
Matthews JO, Higbie AD, Souther LL, Coombs DF, Bidner TD, Odgaard RL. 2003.
Effect of chromium propionate and metabolizable energy and growth, carcass
trait and pork quality of growing-finishing pigs. Animal science 81:191–196.
Megawati RA, Arief M, Alamsjah MA. 2009. Pemberian pakan dengan kadar serat
kasar yang berbeda terhadap daya cerna pakan pada ikan berlambung dan
ikan tidak berlambung. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 4:187–192.
Murugaiyan K, Narasimman S. 2013. Biochemical and mineral contents of selected
green seaweeds from Gulf of Mannar coastal region, TamilNadu, India.
International Journal of Research in Plant Science 3(4):96–100.

15
Natify W, Droussi M, Berday N, Araba A, Benabid M. 2015. Effect of the seaweed
Ulva lactuca as a feed additive on growth performance, feed utilization and
body composition of nile tilapia Oreochromis niloticus L. International
Journal of Agronomy and Agricultural Research 7(3):85–92.
Pamungkas W, Jusadi D, Utomo NBP. 2011. Uji kecernaan bungkil kelapa sawit
yang dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba sebagai pakan benih ikan
patin siam Pangasius hypophthalmus. Prosiding Forum Inovasi Teknologi
Akuakultur 2011:795–800.
Ortiz J, Romero N, Robert P, Araya J, Lopez-Hernandez J, Bonzzo C, Navarrete E,
Osorio A, Rios A. 2006. Dietary fiber, amino acid, fatty acid and tocopherol
contents of the edible seaweeds Ulva lactuca and Durvilaea antartica. Food
chemistry 99:98–104.
Peña-Rodríguez A. Mawhinney TP, Ricque-Marie D, Cruz-Suárez LE. 2011.
Chemical composition of cultivated seaweed Ulva clathrata (Roth) C.
Agardh. Food Chemistry 129:491–498.
Rachmawati FN, Susilo U, Sistina Y. 2010. Respon fisiologi ikan nila Oreochromis
niloticus yang distimulasi dengan daur pemuasaan dan pemberian pakan
kembali. Seminar Nasional Biologi 24–25 September 2010. Yogyakarta.
Ribeiro FB, Lanna EAT, Bomfim MAD, Donzele JL, Quadros M, Cunha PSL. 2011.
True and apparent of protein and amino acids of feed in nile tilapia. Revista
Brasileira de Zootecnia 40(5):939–946.
Sahat HJ. 2013. Rumput Laut Indonesia. Warta Ekspor edisi September. Hal. 3-12.
Santi RA, Sunarti TC, Santoso D, Triwisari DA. 2012. Komposisi kimia dan profil
polisakarida rumput laut hijau. Jurnal Akuatika 3:105–114.
Sari DK, Wardhani DH, Prasetyaningrum A. 2013. Kajian isolasi senyawa fenolik
rumput laut Eucheuma cottonii berbantu gelombang micro dengan variasi
suhu dan waktu. Jurnal Teknik Kimia 19:38–43.
Shearer KD, Maage A, Opstvedt J, Mundheim H. 1992. Effects of high-ash diets
on growth, feed efficiency, and zinc status of juvenil Atlantic salmon Salmon
salar. Journal of Aquaculture 106:345–355.
Sugiura SH, Dong FM,