Strategi Pengembangan Usaha Benih Lele Di Kelompok Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari Ciseeng Bogor

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BENIH LELE DI
KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN JUMBO
LESTARI CISEENG BOGOR

SALMAN FAJRI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Strategi
Pengembangan Usaha Benih Lele di Kelompok Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari
Ciseeng Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Salman Fajri
NIM H34110090

ABSTRAK
SALMAN FAJRI. Strategi Pengembangan Usaha Benih Lele di Kelompok
Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari Ciseeng Bogor. Dibimbing oleh HENY
KUSWANTI DARYANTO.
Pokdakan Jumbo Lestari merupakan kelompok pembudidaya ikan yang
berfokus pada usaha pembenihan ikan lele. Tingginya permintaan terhadap lele
konsumsi menuntut Pokdakan Jumbo Lestari melakukan pengembangan bisnis
agar mampu bersaing dalam memenuhi kebutuhan petani pembesar terhadap
pasokan benih lele. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi yang tepat
dalam upaya pengembangan usaha benih lele pada Pokdakan Jumbo Lestari. Hasil
penelitian dijelaskan secara deskriptif dan menggunakan metode kuantitatif.
Tahap input penelitian ini menggunakan matriks EFE dan IFE yang menghasilkan
enam faktor kunci utama eksternal dan delapan faktor kunci utama internal yang
mempengaruhi usaha. Matriks EFE menunjukkan bahwa ketersediaan pasar untuk

lele konsumsi sebagai peluang utama dengan skor sebesar 0.856 dan perubahan
iklim sebagai ancaman terbesar dengan skor 0.5. Matriks IFE menunjukkan
bahwa indukan berkualitas merupakan kekuatan utama dengan skor 0.642 dan
kegiatan promosi merupakan kelemahan terbesar dengan skor 0.178. Tahap
pencocokan menggunakan matriks SWOT menghasilkan empat alternatif strategi.
Tahap keputusan menggunakan analisis QSPM menghasilkan strategi mengajukan
bantuan indukan lele mutiara kepada pemerintah sebagai prioritas.
Kata kunci: matriks EFE, matriks IFE, matriks SWOT, analisis QSPM

ABSTRACT
SALMAN FAJRI. Hatchery Business Development Strategy at Jumbo Lestari
Fish Farmers Group in District Ciseeng Regency Bogor. Supervised by HENY
KUSWANTI DARYANTO.
Pokdakan Jumbo Lestari was one of fish farmers group which focusing on
hatchery of catfish. In order to fulfill the high demand of catfish, Pokdakan Jumbo
Lestari tried to plan a development strategy for the business to compete in the
market. The research purpose was to arrange proper development strategy for
Pokdakan Jumbo Lestari’s hatchery business. Data collected were analyzed using
descriptive and quantitative method. Input stage in this research used EFE and IFE
matrix to formulate six external key factors and eight internal key factors that

affects the business. EFE matrix showed that availability of market for catfish
consumption was main opportunity with score 0.856 and climate change as the
biggest threat with score 0.5. IFE matrix showed that quality broodstocks was
main strength with score 0.642 and promotion activity as the biggest weakness
with score 0.178. Matching stage used SWOT matrix to formulate four strategy
alternatives. Decision stage used QSPM analysis to formulate the strategy which
apply for mutiara broodstocks aid to the government as the top priority strategy.
Keywords: EFE matrix, IFE matrix, SWOT matrix, QSPM analysis

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BENIH LELE DI
KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN JUMBO
LESTARI CISEENG BOGOR

SALMAN FAJRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

..$0 #*!)+!0 ,*,!0'&''0+ 0 '! 0 $0 !0 (##'0.&(0
+,*!0
!+'0 ((*0
&0

0 %&'0
"*!0

0

0 0

!+,.".!0($ 0


*0*0



 0

(+'0&!&!'0

!#, .!0 ($ 0

$0 .$.+0





PRAKATA
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Atas
segala nikmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Strategi

Pengembangan Usaha Benih Lele di Kelompok Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari
Ciseeng Bogor” ini berhasil diselesaikan. Pengumpulan data dilakukan sejak
bulan Agustus 2015.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc atas
arahan dan bimbingannya selaku dosen pembimbing. Terima kasih juga penulis
ucapkan kepada Bapak Mad Iwan dan seluruh pengurus Kelompok Pembudidaya
Ikan Jumbo Lestari yang telah membantu selama pengumpulan data dalam
penyelesaian tugas akhir ini. Ungkapan terima kasih dan penghargaan juga penulis
sampaikan kepada kedua orang tua penulis, Bapak Syaifullah dan Ibu Efliza
Mukhlia serta seluruh keluarga, atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya.
Selain itu, penulis juga berterimakasih kepada pihak-pihak yang banyak
membantu dalam proses penyusunan skripsi, Nur Mulyani, teman-teman Dramaga
Cantik S02, seluruh teman Agribisnis angkatan 48 dan semua teman-teman yang
tidak bisa disebutkan satu persatu oleh penulis. Terima kasih atas dukungan dan
bantuan semua pihak selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Salman Fajri


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Lingkungan Usaha Budidaya Lele
Strategi Pengembangan
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data

Metode Analisis Data
GAMBARAN UMUM KELOMPOK
Visi dan Misi Kelompok
Struktur Organisasi Kelompok
Sumber Daya Kelompok
Kegiatan Produksi Kelompok
Kegiatan Pemasaran Kelompok
ANALISIS LINGKUNGAN USAHA
Analisis Lingkungan Eksternal
Analisis Lingkungan Internal
Identifikasi Peluang dan Ancaman Eksternal
Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan Internal
FORMULASI STRATEGI
Tahap Input
Tahap Pencocokan
Tahap Keputusan
PENUTUP
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xii
xii
xii
1
1
5
7
7
7
8
8
10
11
11
14
16
16

16
16
17
21
23
23
24
25
26
26
27
32
36
39
40
41
44
46
47
47

48
49
52
56

DAFTAR TABEL
1. Produksi benih lele Kab. Bogor menurut kecamatan tahun 2010-2014
2. Kelompok UPR aktif Desa Babakan tahun 2014
3. Matriks evaluasi faktor eksternal
4. Matriks evaluasi faktor internal
5. Matriks SWOT
6. Bentuk dasar QSPM
7. Daftar sumberdaya fisik Pokdakan Jumbo Lestari
8. Data produksi benih Pokdakan Jumbo Lestari 2013-2014
9. Matriks EFE (External Factor Evaluation)
10. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation)
11. Urutan prioritas strategi usaha Pokdakan Jumbo Lestari

5
6
18
19
20
20
25
26
41
43
47

DAFTAR GAMBAR
1. Laju pertumbuhan PDB sektor pertanian tahun 2010-2014 (persen)
2. Produksi lele nasional tahun 2010-2014
3. Volume produksi ikan lele tahun 2010-2014
4. Harga Ikan Lele DKI Jakarta Tahun 2014-2015
5. Kerangka pemikiran operasional
6. Kerangka formulasi strategi
7. Struktur organisasi Pokdakan Jumbo Lestari
8. Target peningkatan produksi ikan lele tahun 2015-2019
9. Tingkat konsumsi ikan Kab. Bogor tahun 2010-2014
10. Matriks analisis SWOT

1
2
3
4
15
17
24
28
29
46

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Perolehan bobot faktor kunci eksternal
Perolehan bobot faktor kunci internal
Perolehan peringkat faktor kunci eksternal
Perolehan peringkat faktor kunci internal
Tabel Quantitative Strategic Planning Matrix
Dokumentasi lapang

52
52
53
53
54
55

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian dalam PDB Nasional terdiri atas lima sub sektor yaitu
tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan.
Perikanan merupakan salah satu sub sektor yang berperan penting dalam
membantu pertumbuhan perekonomian nasional, hal ini ditunjukkan dengan laju
pertumbuhan PDB Perikanan yang mengalami trend peningkatan selama periode
tahun 2010-2014. Pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2014, laju pertumbuhan
PDB perikanan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan PDB Nasional dan PDB
sub sektor pertanian lainnya, bahkan PDB sub sektor pertanian lain memiliki
kencenderungan mengalami trend penurunan selama periode tahun 2010-2014
dibandingkan dengan PDB Perikanan.
8
7
6

PDB Nasional

5

Tanaman Bahan Makanan

4

Tanaman Perkebunan

3

Peternakan

2

Kehutanan

1

Perikanan

0
2010

2011

2012

2013

2014

Sumber: LAKIP KKP 2015

Gambar 1 Laju pertumbuhan PDB sektor pertanian tahun 2010-2014 (persen)
Pada Gambar 1 terlihat bahwa laju pertumbuhan PDB Perikanan meningkat
pada tahun 2014 mencapai 6.97% dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar
6.86%. Laju pertumbuhan ini lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan PDB
sub sektor pertanian lainnya pada tahun 2013 dan tahun 2014. Pertumbuhan sub
sektor perikanan pada tahun 2014 ini dipengaruhi oleh peningkatan produksi
perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Peningkatan volume produksi yang
signifikan terjadi pada perikanan budidaya dalam kurun waktu 2012-2014
mencapai 5 juta ton. Pada tahun 2012, volume produksi perikanan budidaya
sebesar 9 675 533 ton menjadi 14 521 349 ton pada tahun 2014. Di samping itu,
komoditas perikanan budidaya yang mengalami peningkatan pada tahun 2014
antara lain ikan mas mencapai 484 ribu ton, lele mencapai 613 ribu ton dan
rumput laut mencapai 10 juta ton. Jika dibandingkan dengan perikanan budidaya,
peningkatan volume produksi perikanan tangkap mengalami kenaikan yang tidak
terlalu besar. Peningkatan volume produksi selama periode tahun 2012-2014 tidak
mencapai 1 juta ton. Pada tahun 2012, volume produksi perikanan tangkap sebesar
5 829 194 ton menjadi 6 200 180 ton pada tahun 2014 (KKP 2015).

2
Ikan lele merupakan salah satu komoditas yang saat ini sedang
dikembangkan oleh pemerintah untuk meningkatkan volume produksi perikanan
budidaya (DJPB 2009). Pertumbuhan produksi ikan lele konsumsi sepanjang
tahun 2010-2014 meningkat rata-rata sebesar 26.43% per tahun yakni pada tahun
2010 sebesar 242 ribu ton meningkat menjadi 613 ribu ton pada tahun 2014. Hal
ini menunjukkan adanya suatu target untuk meningkatkan ketersediaan produksi
ikan lele agar dapat menyeimbangi kecenderungan permintaan pasar yang terus
meningkat. Gambar 2 menampilkan tingkat produksi lele secara nasional.
700,000
600,000
500,000
400,000
Produksi Lele (ton)

300,000
200,000
100,000
2010

2011

2012

2013

2014

Sumber: KKP 2015

Gambar 2 Produksi lele nasional tahun 2010-2014
Ikan lele merupakan komoditas ikan air tawar yang relatif mudah
dibudidayakan karena memiliki kemampuan adaptasi yang cukup tinggi terhadap
kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, sehingga para pembudidaya
tertarik untuk membudidayakan komoditas ikan air tawar ini. Modal usaha yang
dibutuhkan untuk membudidayakan lele juga cukup murah karena dapat
menggunakan sumberdaya yang relatif mudah didapatkan (Ferdian et al 2012).
Permintaan terhadap lele yang terus mengalami peningkatan juga mendorong
komoditas ikan air tawar ini menjadi tumpuan utama dalam meningkatkan volume
produksi perikanan budidaya.
Menurut Laporan Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2014
menunjukkan bahwa capaian produksi untuk komoditas ikan lele selama periode
tahun 2010-2014 ternyata belum memenuhi target yang telah ditetapkan
pemerintah. Penetapan target produksi ini didasarkan pada kondisi kebutuhan dan
ketersediaan ikan lele di pasar (DJPB 2015). Gambar 3 menampilkan volume
produksi komoditas ikan lele tahun 2010-2014.

3
800,000
700,000
600,000
500,000
Target (ton)

400,000

Capaian (ton)

300,000
200,000
100,000
2010

2011

2012

2013

2014

sumber: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2015

Gambar 3 Volume produksi ikan lele tahun 2010-2014
Berdasarkan data volume produksi ikan lele tahun 2014 menunjukkan
bahwa capaian produksi untuk komoditas ikan lele belum terpenuhi seluruhnya.
Pemerintah menetapkan jumlah produksi untuk komoditas ikan lele pada tahun
2014 sebesar 639 206 ton, namun capaian produksi riil hanya mencapai 613 ribu
ton. Kondisi tersebut mengakibatkan kurangnya pasokan ikan lele di pasar,
sehingga menyebabkan harga komoditas tersebut mengalami kenaikan. Jumlah
permintaan yang tinggi, jika tidak diikuti dengan jumlah pasokan yang mencukupi,
maka akan terjadi shortage yang menyebabkan ketersediaan barang di pasar
menjadi langka dan harga barang tersebut menjadi tinggi 1 . Harga ikan lele di
daerah Tangerang Selatan dan DKI Jakarta tahun 2015 menyentuh angka Rp 24
000/kg dari sebelumnya hanya Rp 20 000 – Rp 22 000/kg2. Sementara itu, harga
ikan lele di daerah Jawa Barat pada tahun 2015 juga mengalami kenaikan menjadi
Rp 15 000/kg dari sebelumnya Rp 11 000 - Rp 12 000/kg (Sulistyo 2015).
Gambar 4 menampilkan fluktuasi harga ikan lele yang terjadi di daerah DKI
Jakarta.

1

Elistifani T M. 2013. Permintaan dan Penawaran dalam Mempengaruhi Perilaku Produsen dan
Konsumen [internet]. [diacu 2016 Februari 29]. Tersedia pada http://www.triscamiaafisip12.web.unair.ac.id/
2
Abdullah N. 2015. Di Tangerang, Permintaan Lele Tinggi [internet]. [diacu 2016 Februari 29].
Tersedia pada http://www.jakarta.bisnis.com

4

Harga Ikan Lele
25,000.00
24,500.00
24,000.00
23,500.00
23,000.00

Harga Ikan Lele

22,500.00
22,000.00
21,500.00
21,000.00
SMT I-14

SMT II-14

SMT I-15

SMT II-15

Sumber: Info Pangan DKI Jakarta 2016

Gambar 4 Harga Ikan Lele DKI Jakarta Tahun 2014-2015
Provinsi Jawa Barat merupakan daerah penyumbang produksi terbesar
komoditas ikan air tawar ini. Tingkat produksi lele Provinsi Jawa Barat tahun
2013 merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan daerah lain yakni mencapai
197 ribu ton, disusul oleh Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah masingmasing mencapai 79 ribu ton dan 75 ribu ton. Sentra pengembangan budidaya
ikan lele di Jawa Barat tersebar di beberapa kabupaten, salah satunya adalah
Kabupaten Bogor (DJPB 2014).
Pada tahun 2011, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia menetapkan Kabupaten Bogor sebagai kawasan minapolitan
lele percontohan (pilot project) di Indonesia (KKP 2011). Sejak mulai
dicanangkan sebagai kawasan minapolitan pada tahun 2011, Kabupaten Bogor
telah banyak melakukan peningkatan produksi, khususnya untuk komoditas lele.
Dukungan sumberdaya alam dan manusia serta kondisi iklim, lahan dan air yang
mendukung, menjadikan Kabupaten Bogor sebagai sentra produksi beberapa
komoditas ikan air tawar, salah satunya lele (Radiarta et al 2012).
Pada tahun 2013, produksi lele Kabupaten Bogor mencapai 32% dari total
produksi Provinsi Jawa Barat (DISNAKAN Kab. Bogor 2014). Sementara itu,
pada tahun 2014 Ikan lele telah menjadi komoditas ikan air tawar dengan tingkat
produksi benih terbanyak di Kabupaten Bogor. Penyumbang produksi ikan lele
terbesar di Kabupaten Bogor berasal dari empat kecamatan yaitu Kecamatan
Ciseeng, Kecamatan Parung, Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Gunung Sindur.
Tabel 1 menampilkan informasi mengenai empat kecamatan dengan tingkat
produksi benih lele terbesar di Kabupaten Bogor.

5
Tabel 1 Produksi benih lele Kab. Bogor menurut kecamatan tahun 2010-2014
Tahun (ribu ekor)
Kecamatan
2010
2011
2012
2013
2014
Ciseeng
30 030
202 850
650 458
871 403
940 602
Parung
15 600
105 234
337 893
452 667
493 289
Ciampea
6 988
47 139
151 358
202 771
220 968
Gunung Sindur
6 011
40 552
130 208
174 436
190 090
Sumber: DISNAKAN Kab. Bogor 2014

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bogor tahun 2014 menunjukkan bahwa Kecamatan Ciseeng memiliki
tingkat produksi paling tinggi periode tahun 2010-2014. Kontribusi produksi lele
Kecamatan Ciseeng terhadap produksi total Kabupaten Bogor mengalami
peningkatan pada tahun 2014 mencapai 22% dibandingkan dengan tahun 2013
yang hanya mencapai 21%. Faktor pendukung yang menjadikan Kecamatan
Ciseeng mampu menghasilkan benih ikan lele tertinggi di Kabupaten Bogor
adalah potensi lahan budidaya yang dimiliki. Potensi lahan Kecamatan Ciseeng
merupakan yang terbesar se-Kabupaten Bogor, yakni mencapai 1 309 Ha yang
terdiri dari 8 desa, salah satunya Desa Babakan. Desa Babakan merupakan desa
dengan potensi lahan budidaya paling tinggi diantara desa-desa lain di Kecamatan
Ciseeng, yakni sebesar 283 Ha (DISNAKAN Kab. Bogor 2014).
Rumusan Masalah
Desa Babakan merupakan salah satu desa yang berada dalam kawasan
minapolitan Kabupaten Bogor dengan fokus utama komoditasnya adalah ikan lele.
Penetapan sebagai kawasan minapolitan ini didasarkan pada faktor potensial yang
dimiliki, salah satunya adalah sumberdaya manusia di Desa Babakan yang
sebagian besar masyarakatnya sudah melakukan kegiatan budidaya lele sejak
masih remaja, sehingga kemampuan teknis para pembudidaya sudah cukup
terampil dan berpengalaman dalam melakukan budidaya lele.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Ciseeng tahun 2014 menunjukkan bahwa
Desa Babakan memiliki lebih dari 20 kelompok yang terdaftar di kecamatan
sebagai kelompok pembudidaya ikan. Akan tetapi, hanya beberapa kelompok
diantaranya yang masih mempertahankan keberlangsungan aktivitas usahanya,
salah satunya Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Jumbo Lestari (BP3K
Kec. Ciseeng, 2014). Kelompok pembudidaya ikan di Desa Babakan yang masih
aktif dapat dilihat pada Tabel 2.

6
Tabel 2 Kelompok UPR aktif Desa Babakan tahun 2014
Nama Kelompok
Bina Mandiri
Jumbo Lestari
Mandiri Jaya
Lajumina
Sangkuriang Indah
Mina Sejahtera
Pilip
Mitra Bersama
Kemang Rahayu
Taruna
Cikeper Mandiri

Jumlah
Anggota
20
20
25
15
15
20
20
20
10
10
10

Komoditas
Ikan Lele
Ikan Lele
Ikan Patin
Ikan Lele
Ikan Lele
Ikan Patin
Ikan Lele
Ikan Lele
Ikan Lele
Ikan Lele
Ikan Lele

Jumlah produksi
benih yang
dihasilkan per
tahun (ekor)
10 000 000
15 000 000
6 000 000
6 000 000
6 000 000
6 000 000
10 000 000
1 000 000
6 000
5 000 000
6 000 000

Sumber: Rencanan Kerja Tahunan Penyuluh Kec. Ciseeng 2015

Pada Tabel 2 terlihat bahwa Pokdakan Jumbo Lestari merupakan kelompok
yang memiliki tingkat produksi benih lele tertinggi di Desa Babakan. Berdasarkan
informasi yang diperoleh melalui Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan (BP3K) Kecamatan Ciseeng tahun 2011 menjelaskan bahwa Pokdakan
Jumbo Lestari merupakan salah satu kelompok yang terpilih sebagai kelompok
P2MKP (Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan) pada tahun 2011 yang
dibentuk atas arahan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kelompok P2MKP
merupakan kelompok pembudidaya ikan yang membantu tugas penyuluh dalam
membina kelompok lain. Hal ini dimaksudkan untuk membantu mempercepat
proses pertumbuhan perikanan di suatu wilayah. Penentuan kelompok P2MKP ini
didasarkan pada kinerja dan keaktifan kelompok dalam melakukan kerjasama
dengan pemerintah (BP3K Kec. Ciseeng, 2011).
Walaupun demikian, menurut informasi yang diperoleh dari ketua kelompok
menjelaskan bahwa permintaan benih yang dibutuhkan oleh konsumen ternyata
belum semua dapat dipenuhi oleh kelompok. Rata-rata permintaan benih dari
konsumen tiap bulan mencapai 2 juta ekor benih yang berasal dari konsumen
langganan sebesar 1 juta ekor benih dan sisanya dari konsumen baru sebesar 1 juta
ekor benih. Akan tetapi, kemampuan produksi kelompok dalam memenuhi
permintaan tersebut sebesar 70 - 80%. Penyebab hal ini antara lain karena faktor
kesuburan tanah yang mengalami penurunan akibat pemakaian selama lebih dari
10 tahun dan faktor kemampuan indukan yang semakin menurun mempengaruhi
produktivitas benih yang dihasilkan secara langsung. Pada awal pembelian
indukan, kemampuan memproduksi benih masih tinggi. Namun setelah digunakan
selama beberapa tahun, kapasitas produksi benih mengalami penurunan. Umur
penggunaan maksimal indukan yang digunakan kelompok saat ini hanya sampai
dua tahun, setelah dua tahun indukan sudah harus diganti dengan indukan yang
baru.
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi, Pokdakan Jumbo lestari harus
melakukan pengembangan bisnis agar mampu mempertahankan keberlangsungan
usaha. Usaha pembenihan lele juga tidak terlepas dari adanya pengaruh perubahan

7
cuaca dan iklim yang sekarang ini sulit diprediksi, sehingga membuat benih ikan
lele mudah mengalami stress dan rentan terhadap penyakit. Dibutuhkan
perencanaan strategis yang tepat untuk menghadapi persoalan tersebut.
Perencanaan strategis yang baik adalah tindakan yang didasarkan pada
pengorganisasian kekuatan dan kelemahan yang dimiliki untuk memanfaatkan
peluang yang ada, serta secara bersamaan juga menghindari ancaman yang akan
dihadapi. Mengetahui ciri khas dan kemampuan yang dimiliki merupakan hal
penting sebelum menentukan strategi atau tindakan yang akan diambil.
Berdasarkan penjelasan kondisi usaha pembenihan yang terdapat pada
Pokdakan Jumbo Lestari tersebut, maka rumusan masalah yang dapat dibuat
adalah: Bagaimana strategi pengembangan usaha yang tepat bagi Pokdakan
Jumbo Lestari dalam memenuhi permintaan terhadap benih lele?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi faktor kunci eksternal dan internal yang mempengaruhi
Pokdakan Jumbo Lestari dalam upaya memenuhi permintaan benih lele
2. Menentukan alternatif strategi pengembangan usaha yang sesuai dan dapat
diterapkan Pokdakan Jumbo Lestari dalam upaya memenuhi permintaan
benih lele
3. Merumuskan prioritas strategi pengembangan usaha yang sebaiknya
dilakukan Pokdakan Jumbo Lestari dalam upaya memenuhi permintaan
benih lele
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, wawasan dan
referensi kepada pengurus Pokdakan Jumbo Lestari, pemerintah setempat dan
para pembaca dalam memahami lingkungan usaha pada budidaya benih lele. Bagi
pengurus Pokdakan Jumbo Lestari diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan
pertimbangan dan referensi dalam melakukan pengembangan usaha kelompok.
Bagi pemerintah setempat diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai
referensi dalam memahami lingkungan usaha pembenihan lele dan melakukan
pengembangan pada bidang budidaya lele. Bagi para pembaca diharapkan
penelitian ini dapat memberikan informasi dan wawasan mengenai lingkungan
usaha pembenihan lele, sehingga dapat merencanakan dan menjalankan usaha di
bidang budidaya lele dengan baik.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini yaitu menganalisis dan merumuskan strategi
pengembangan usaha pembenihan lele di Pokdakan Jumbo Lestari dalam upaya
memenuhi permintaan terhadap benih lele berdasarkan faktor-faktor kunci
eksternal dan internal kelompok yang diperoleh melalui pengamatan dan
penelusuran data terkait.

8

TINJAUAN PUSTAKA
Lingkungan Usaha Budidaya Lele
Lingkungan usaha merupakan segala sesuatu yang mempengaruhi aktivitas
usaha suatu lembaga atau organisasi. Lingkungan yang dapat mempengaruhi
aktivitas usaha tidak hanya berasal dari dalam (internal) lembaga atau organisasi,
melainkan juga berasal dari luar (eksternal). Oleh karena itu, dalam memahami
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap usaha diklasifikasikan menjadi dua
macam, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal (Dedi 2014). Aspek lingkungan
internal yang di analisis pada usaha budidaya lele umumnya berkaitan dengan
aspek manajemen, aspek pemasaran, aspek keuangan dan aspek operasional.
Aspek lingkungan eksternal yang dianalisis meliputi aspek ekonomi, aspek politik,
aspek sosial budaya, aspek teknologi dan aspek persaingan (Anshari 2011).
Aspek produksi pada budidaya lele mencakup pemilihan benih dan
pemeliharaan ikan berupa pemberian pakan dan obat-obatan (Anshari 2011).
Kemampuan pembudidaya lele dalam melakukan proses produksi saat ini sudah
cukup baik, karena adanya dukungan dari pemerintah setempat melalui
pembinaan terkait teknik budidaya yang sesuai dengan SOP (Standard Operating
Procedure). Selanjutnya, aspek pemasaran meliputi produk, pemilihan lokasi,
penetapan harga, dan promosi. Diversifikasi produk olahan lele belum banyak
dilakukan di Indonesia. Pengolahan ikan lele menjadi fillet bisa dibuat untuk
tujuan ekspor dengan harga jual yang lebih baik, daripada hanya menjual lele
hidup yang hanya dihargai Rp 2000 untuk ukuran 5 ekor per kg. Pemilihan lokasi
usaha budidaya lele juga relatif berada dekat dengan sumber input produksinya
yaitu para petani, serta berdekatan dengan pasarnya yaitu pusat kota, seperti
Jakarta dan Bogor (Jaja et al 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo
(2011) menunjukkan bahwa kedekatan lokasi usaha akan meminimalkan biaya
transportasi yang dikeluarkan. Selain itu, akses jalan serta sarana dan prasarana
yang ada sekarang sudah cukup memadai sehingga hal ini dapat memperkecil
biaya pengangkutan.
Aspek lain yang mempengaruhi usaha budidaya lele adalah keuangan.
Sebagian besar para pembudidaya ikan lele membangun usaha dengan
menggunakan modal sendiri atau kelompok yang terbatas. Perkembangan modal
usaha akan terus berjalan sesuai dengan pertumbuhan usahanya. Keseluruhan
modal usaha didapat dari kemampuan usaha tersebut menghasilkan laba untuk
keberlanjutan usaha. Perkembangan usaha perikanan khususnya ikan lele skala
kecil bergantung pada hasil usaha, sedangkan hasil usaha sendiri bergantung pada
kondisi cuaca dan iklim, serta faktor lain seperti harga bahan baku yang terus
meningkat (Wibowo 2011).
Aspek manajemen merupakan faktor penting lainnya bagi sebuah organisasi
usaha. Kinerja suatu organisasi usaha sangat bergantung pada kualitas
pengelolaan, baik usahanya maupun sumberdaya manusianya. Pengelolaan usaha
dibutuhkan untuk mengukur kinerja serta memberikan gambaran terhadap
kemampuan riil organisasi usaha dalam mencapai tujuan usaha, sehingga
informasi tersebut dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Selain itu,
pengelolaan sumberdaya manusia juga diperlukan untuk mendukung

9
pengembangan usaha karena sebagian besar permbudidaya memiliki pendidikan
rata-rata lulusan SD dan SMP (Pinem 2011).
Kebutuhan pasar terhadap lele ukuran konsumsi yang cukup tinggi
merupakan faktor peluang yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku budidaya
lele, khususnya di bidang pembenihan. Permintaan terhadap ikan lele ukuran
konsumsi ini sebagian besar berasal dari pengusaha restoran, pengolah dan
sejumlah pasar tradisional di daerah Jabodetabek. Akan tetapi, menurut Kepala
Bidang Perikanan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung,
permintaan terhadap ikan lele ternyata belum dapat dipenuhi seluruhnya. Dalam
menghadapi permasalahan ini, pemerintah provinsi telah melakukan beberapa
upaya untuk mendorong peningkatan produksi pada komoditas ikan lele antara
lain pembinaan kepada pelaku usaha, standarisasi dan kemudahan dalam
mengurus perizinan usaha3.
Peraturan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak hanya
memberikan dampak positif secara langsung terhadap aktivitas organisasi usaha,
melainkan juga dapat memberikan dampak positif secara tidak langsung terhadap
keberlangsungan usaha. Salah satu contoh dampak baik yang secara langsung
diberikan oleh pemerintah yaitu dengan adanya dukungan dari pemerintah melalui
beberapa kebijakan yang memiliki dampak positif. Dukungan dari pemerintah ini
meliputi penyediaan penyuluh dan fasilitas-fasilitas lain yang dapat membantu
proses produksi (Cecep 2010). Di samping itu, terdapat beberapa peraturan yang
dapat membatasi penerimaan. Namun, jika disikapi dengan baik peraturan tersebut,
maka akan memberikan pengaruh yang positif secara tidak langsung terhadap
keberlangsungan usaha. Salah satu contohnya adalah pemberlakuan peraturan
mengenai perlindungan konsumen dan keamanan hasil perikanan. Bagi pelaku
usaha budidaya pemula, hal ini secara langsung akan membatasi penerimaan yang
dapat diperoleh oleh pelaku usaha. Akan tetapi, dengan menjaga kualitas produk
yang dihasilkan akan memberikan citra positif bagi konsumen terhadap produk
tersebut4.
Teknologi selalu mengalami perubahan mengikuti perkembangan zaman.
Adaptasi teknologi dapat mempengaruhi perencanaan bisnis melalui
pengembangan proses produksi dan pemasaran produk suatu organisasi usaha.
Teknologi tidak hanya mencakup penemuan baru dalam bentuk alat atau barang,
melainkan juga dapat berupa cara atau metode baru yang lebih baik dari teknik
sebelumnya. Teknologi di bidang infrastruktur yang dapat dimanfaatkan pada
budidaya lele adalah pembuatan kolam terpal, semi-permanen dan permanen, serta
saluran pemasukan dan pembuangan air (Anshari 2011). Tingkat kompetitif pada
usaha lele juga ternyata mengalami persaingan yang ketat. Ikan lele yang berasal
dari Kabupaten Bogor tidak hanya bersaing ketat dengan komoditas lele dari
sesama kelompok yang ada di wilayah Bogor saja, melainkan juga bersaing
dengan komoditas lele yang berasal dari Kabupaten Tulungagung (Lindawati et al
2013).

3

Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa Barat. 2014. Budidaya Ikan Lele Kian Diminati
[internet]. [diacu 2015 Desember 14]. Tersedia pada http://www.bkpd.jabarprov.go.id/budidayalele-kian-diminati/
4
Kurnia. 2013. Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dan Cara Pembenihan Ikan yang Baik
(CPIB) [internet]. [diacu 2015 Desember 10]. Tersedia pada https://drkurnia.wordpress.com/

10
Strategi Pengembangan
Perencanaan strategis menurut sejarahnya pertama kali diterapkan di bidang
militer, kemudian diterapkan ke dunia usaha atau perusahaan (Djunaedi 2002).
Perencanaan strategis menurut Lembaga Administrasi Negara (2003) merupakan
suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan dari pembuatan keputusan beresiko
dengan memanfaatkan pengetahuan antisipatif, mengorganisasikan secara
sistematis usaha-usaha pelaksanaan keputusan tersebut dan mengukur hasilnya
melalui umpan balik.
Penyusunan strategi dilakukan menggunakan teknik-teknik perumusan
strategi yang diintegrasikan kedalam kerangka pengambilan keputusan tiga tahap,
yaitu: tahap input; tahap pencocokan; dan tahap keputusan. Tahap input pada
umumnya menggunakan matriks EFE dan IFE. Matriks EFE digunakan untuk
meringkas dan mengevaluasi peluang dan ancaman utama yang dihadapi
perusahaan. Sementara itu, matriks IFE membantu pengambil keputusan dalam
meringkas dan mengevaluasi informasi terhadap lingkungan internal usaha
(Nainggolan 2009).
Berikutnya tahap pencocokan, berfokus pada penciptaan alternatif strategi
dengan mempertimbangkan faktor eksternal dan internal utama yang telah
diperoleh pada tahap input (Yanah 2013). Teknik yang umum digunakan pada
tahap pencocokan adalah matriks SWOT (Strengths-Weaknesses-OpportunitiesThreats). Pada penelitian yang dilakukan Magnawati (2010) matriks SWOT
digunakan untuk menyusun faktor-faktor internal dengan faktor-faktor eksternal
kedalam matriks SWOT. Matriks SWOT dapat menjelaskan bagaimana peluang
dan ancaman dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal dalam
merumuskan beberapa alternatif strategi.
Tahap terakhir adalah tahap keputusan. Teknik yang biasa digunakan dalam
tahap keputusan adalah matriks QSP (Quantitative Strategic Planning Matrix).
Penelitian yang dilakukan Yusup (2013) menggunakan matriks QSP pada tahap
pengambilan keputusannya. Pada tahap ini, matriks QSP membantu pengambil
keputusan memilih kemungkinan strategi terbaik yang dapat dilakukan oleh
perusahaan untuk mengembangkan usahanya. Diyanto (2009) dalam penelitiannya
mengenai strategi pengembangan perikanan tangkap dalam meningkatkan
ekonomi masyarakat pesisir Kabupaten Lampung Barat juga menggunakan teknik
IFE, EFE, dan SWOT sebelum akhirnya menggunakan matriks QSP untuk
menentukan prioritas strategi yang paling baik untuk dipilih.

11

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Strategi
Menurut David (2011) strategi merupakan sarana untuk mencapai tujuan
jangka panjang. Strategi merupakan aksi potensial yang membutuhkan keputusan
manajemen tingkat atas dan sumberdaya untuk menjalankan kegiatan usaha dalam
jumlah yang besar. Strategi memiliki konsekuensi multifungsional dengan
memperhatikan faktor eksternal dan internal yang dihadapi. Craig dan Grant
(1996) menjelaskan bahwa strategi yang berhasil mampu mengombinasikan
empat karakteristik utama dalam pendekatan analisis strategi, yaitu: sasaran;
pemahaman lingkungan; penilaian sumberdaya dan kemampuan; serta penerapan
yang efektif.
Menurut David (2011) perencanaan strategis memiliki pengertian yang sama
dengan manajemen strategis, yaitu seni dan pengetahuan dalam merumuskan,
mengimplemenstasikan, serta mengevaluasi keputusan-keputusan lintas
fungsional yang membantu sebuah organisasi mencapai tujuannya. Proses
manajemen strategis terdiri dari tiga tahap yaitu perumusan strategi, penerapan
strategi dan penilaian strategi. Perumusan strategi mencakup pengembangan visi
dan misi, identifikasi peluang dan ancaman eksternal suatu organisasi,
pengetahuan mengenai kekuatan dan kelemahan internal, penetapan tujuan jangka
panjang, menentukan alternatif-alternatif strategi yang paling menguntungkan
bagi organisasi dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan jangka
panjang.
Langkah selanjutnya adalah penerapan strategi dengan cara menetapkan
tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan
sumberdaya, sehingga strategi yang telah ditetapkan dapat dijalankan dengan
benar. Penerapan strategi merupakan tindakan aksi dari manajemen strategis.
Penerapan strategi mengharuskan karyawan dan manajer melaksanakan strategi
yang telah dirumuskan secara benar (David 2011).
Penilaian strategi merupakan tahap akhir dari manajemen strategis. Hal ini
dilakukan untuk memperbaharui strategi di masa yang akan datang, karena
berbagai faktor eksternal dan internal selalu berubah. Tiga aktivitas utama
penilaian strategi yaitu peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang
mendasari ditetapkannya sebuah strategi, pengukuran kinerja dan pengambilan
langkah korektif (David 2011).
Penilaian Eksternal
David (2011) menjelaskan bahwa penilaian eksternal dilakukan dengan
tujuan untuk mengidentifikasi daftar peluang yang dapat dimanfaatkan sebuah
organisasi dan ancaman yang harus dihindarinya. Penilaian eksternal
menggambarkan peluang dan ancaman utama yang dihadapi organisasi, sehingga
mampu menetapkan strategi guna memanfaatkan keuntungan dari peluang yang
ada dan menghindari ancaman yang muncul. Menurut David (2011) kekuatan
eksternal dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu:

12
1. Kekuatan Ekonomi
Kekuatan ekonomi memiliki pengaruh baik langsung maupun tidak
langsung terhadap keputusan strategis sebuah organisasi. Faktor-faktor
ekonomi yang mempengaruhi meliputi tingkat inflasi, suku bunga, surplus
atau defisit neraca pembayaran, fluktuasi mata uang, tingkat tabungan
nasional, dan produk domestik bruto.
2. Kekuatan Sosial, Budaya, Demografis, dan Lingkungan
Faktor sosial budaya dapat mempengaruhi kinerja organisasi secara tidak
langsung. Sosial budaya dapat mempengaruhi perilaku, cara pandang
individu dalam memutuskan untuk membeli atau menjual barang/jasa.
Aspek sosial budaya utama yang mempengaruhi antara lain adalah faktor
keyakinan, gaya hidup, sikap, kebiasaan, dan aspek-aspek lain yang
memiliki keterkaitan yang erat dengan masyarakat.
3. Kekuatan Politik, Pemerintahan, dan hukum
Pemerintah baik pusat maupun daerah memiliki peran sebagai pembuat
regulasi, deregulasi, penyubsidi, pemberi kerja, dan konsumen utama
organisasi. Fungsi-fungsi tersebut dapat merepresentasikan peluang atau
ancaman yang dihadapi organisasi baik besar maupun kecil.
4. Kekuatan Teknologi
Faktor teknologi meliputi teknik-teknik baru dalam menjalankan aktivitas
usaha, serta penciptaan produk-produk atau benda baru seperti alat, mesin,
dan sebagainya.
5. Aspek Kompetitif
Pesaing merupakan salah satu ancaman utama dalam melakukan usaha.
Mengumpulkan informasi mengenai pesaing serta mengevaluasi informasi
tersebut menjadi sebuah rencana tindakan yang penting dalam menjaga
keberlangsungan usaha.
Penilaian Internal
Dalam dunia usaha diperlukan kemampuan untuk memahami ciri khas
yang dimiliki oleh organisasi sebagai landasan dalam menentukan sebuah
tindakan yang akan dilakukan. Pemahaman terhadap kondisi internal yang
dihadapi organisasi akan membantu menetapkan tujuan dan strategi yang sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki. Penilaian internal terhadap suatu organisasi
bertujuan untuk memanfaatkan kekuatan yang dimiliki, serta secara bersamaan
juga meminimalkan kelemahan yang menjadi faktor penghambat organisasi dalam
mencapai tujuan. Kemampuan yang baik dalam melakukan penilaian internal ini
diharapkan mampu mengorganisasikan segala aktivitas usaha yang dijalankan
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. David (2011) menjelaskan bahwa aspek
yang dianalisis pada penilaian internal adalah:
1. Aspek Manajemen
Fungsi manajemen terdiri dari lima aktivitas utama meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pemberian motivasi, pengelolaan karyawan, dan
pengendalian.
2. Aspek Pemasaran
Fungsi pemasaran memiliki tujuh aktivitas pokok yaitu: analisis
konsumen; penjualan; perencanaan produk/jasa; penetapan harga;
distribusi; riset pemasaran; dan analisis peluang.

13
3. Aspek Keuangan
Kondisi keuangan sering kali menjadi faktor penentu suatu tindakan atau
strategi akan diterima atau ditolak. Analisis keuangan terkait dengan
perolehan dana, pengumpulan dana, pembayaran utang, pengendalian kas,
serta perencanaan kebutuhan keuangan sebuah organisasi.
4. Aspek Produksi/Operasional
Aktivitas produksi merupakan kegiatan mengelola segala sumberdaya baik
sumberdaya alam, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya modal yang
dimiliki untuk menghasilkan atau meningkatkan nilai tambah terhadap
suatu barang/jasa. Aspek produksi/operasional memiliki lima aktivitas
utama yang perlu di analisis meliputi proses, kapasitas, persediaan, tenaga
kerja, dan kualitas.
Matriks EFE dan IFE
Matriks EFE dan IFE merupakan alat bantu dalam menganalisis faktorfaktor keberhasilan utama suatu organisasi. Matriks EFE digunakan dengan tujuan
untuk mengidentifikasi peluang yang dapat dimanfaatkan, serta ancaman yang
akan muncul. Matriks IFE digunakan untuk melihat kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki sebuah organisasi. Di samping itu, matriks EFE dan IFE digunakan untuk
meringkas informasi yang diperoleh dari organisasi yang terkait dengan peluang
dan ancaman yang dihadapi, serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki
organisasi. Selanjutnya, informasi yang telah diperoleh pada matriks EFE dan IFE
akan digunakan untuk membentuk matriks SWOT. Meskipun cara kerja dan hasil
yang diperoleh pada matriks EFE dan IFE cukup mudah, namun alat analisis ini
sangat bermanfaat dalam mengidentifikasi faktor-faktor keberhasilan utama yang
mempengaruhi sebuah organisasi.
Matriks SWOT
Matrik SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) merupakan
alat analisis yang digunakan untuk mencocokkan faktor-faktor eksternal dan
internal yang mempengaruhi. David (2011) menejelaskan bahwa matrik SWOT
membagi alternatif strategi kedalam empat jenis yaitu: strategi SO (StrengthsOpportunities), strategi WO (Weaknesses-Opportunities), strategi ST (StrengthsThreats), strategi WT (Weaknesses-Threats).
a. Strategi SO
Strategi SO memanfaatkan kekuatan internal yang dimiliki untuk dapat
menghasilkan keuntungan dari peluang eksternal yang ada.
b. Strategi WO
Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara
memanfaatkan peluang eksternal yang ada.
c. Strategi ST
Strategi ST menggunakan kekuatan internal yang dimiliki untuk
menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal yang dihadapi.
d. Strategi WT
Strategi WT merupakan tindakan defensif yang ditujukan untuk
mengurangi kelemahan internal dan secara bersamaan juga menghindari
ancaman eksternal yang dihadapi.

14
Secara umum, strategi WO, ST dan WT dilakukan untuk mencapai kondisi
dimana organisasi dapat melakukan strategi SO. Bagaimana mengatasi kelemahan
yang dimiliki mampu diubah menjadi kekuatan. Begitu pula dengan ancaman
yang dihadapi, perlu dihindari dan memfokuskan kegiatan usaha untuk
memanfaatkan peluang eksternal.
Analisis QSPM
Analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) secara objektif
menunjukkan pilihan strategi yang paling baik dari setiap alternatif yang ada.
David (2011) menjelaskan bawah analisis QSPM dapat membantu mengevaluasi
berbagai strategi alternatif secara objektif berdasarkan faktor-faktor keberhasilan
penting eksternal dan internal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Analisis
QSPM merupakan tahap akhir dari kerangka kerja analisis formulasi strategi.
Teknik ini secara jelas menunjukkan strategi alternatif yang paling baik untuk
dipilih. Menurut David (2011) analisis QSPM memiliki keistimewaan yaitu:
1. Rangkaian strategi dapat diamati secara berurutan atau bersamaan
2. Tidak ada batasan faktor internal dan eksternal utama yang dimasukan
kedalam analisis. Semakin berkembang analisis QSPM yang dilakukan,
akan memperkecil kemungkinan faktor-faktor utama tersebut terlewat
atau diberi bobot secara berlebihan, sehingga keputusan yang dipilih
merupakan hasil dari serangkaian proses yang komprehensif.
3. Analisis QSPM dapat diterapkan pada hampir setiap jenis organisasi
baik berorientasi laba atau nirlaba, maupun skala besar atau kecil.
4. Analisis QSPM dapat membantu proses pemilihan strategi yang
membutuhkan pertimbangan banyak faktor utama secara bersamaan.
Kerangka Pemikiran Operasional
Penelitian diawali dengan melakukan identifikasi terhadap masalah yang
dihadapi Pokdakan Jumbo Lestari. Selanjutnya, dilakukan analisis kondisi
lingkungan usaha pada Pokdakan Jumbo Lestari. Analisis lingkungan usaha ini
mencakup lingkungan eksternal dan internal kelompok untuk mengetahui peluang,
ancaman, kekuatan dan kelemahan yang mempengaruhi usaha kelompok.
Lingkungan eksternal meliputi aspek ekonomi, sosial-budaya-lingkungan, politikpemerintahan-hukum, teknologi, dan persaingan industri yang mencakup potensi
pengembangan produk baru, potensi masuknya pesaing baru, kekuatan tawar
pemasok, kekuatan tawar konsumen dan persaingan antara kelompok
pembudidaya ikan lainnya. Lingkungan internal terdiri dari aspek manajemen,
pemasaran, keuangan, dan operasional. Setelah mengetahui peluang, ancaman,
kekuatan, dan kelemahan, langkah berikutnya adalah memasukan informasi
tersebut ke dalam matriks EFE dan IFE.
Informasi yang dihasilkan pada matriks EFE dan IFE digunakan pada tahap
selanjutnya yaitu tahap pencocokkan. Tahap pencocokkan menggunakan analisis
SWOT untuk menghasilkan beberapa alternatif strategi berdasarkan analisis
kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan
ancaman (threats). Hasil analisis SWOT ini akan menghasilkan empat macam
kategori strategi yaitu strategi SO (kekuatan-peluang), strategi WO (kelemahanpeluang), strategi ST (kekuatan-ancaman) dan strategi WT (kelemahan-ancaman).
Tahap terakhir dalam perencanaan strategis adalah tahap pengambilan keputusan.

15
Pengambilan keputusan ini dilakukan dengan menggunakan QSPM untuk
menentukan prioritas alternatif strategi yang paling baik untuk dipilih dan
diterapkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari. Kerangka pemikiran operasional dapat
dilihat pada Gambar 5.
Permasalahan:
Kemampuan kelompok dalam memenuhi
permintaan masih kurang

Identifikasi kondisi usaha pembenihan
ikan lele

Analisis Lingkungan
Eksternal

Analisis Lingkungan
Internal

Matriks EFE






Matriks IFE
Ekonomi
Sosial, Budaya, Demografi
dan Lingkungan
Politik, Pemerintahan dan
Hukum
Teknologi
Kompetitif






Manajemen
Pemasaran
Keuangan
Operasional

Formulasi Alternatif Strategi
Matriks
SWOT
Alternatif Strategi

Prioritas Strategi
Analisis
QSPM
Rekomendasi Strategi

Gambar 5 Kerangka pemikiran operasional

16

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Pokdakan Jumbo Lestari di Desa Babakan,
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan
secara sengaja dengan memperhatikan bahwa Pokdakan Jumbo Lestari merupakan
salah satu kelompok dengan tingkat produksi tertinggi di Desa Babakan,
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Selain itu, lokasi Pokdakan Jumbo Lestari
juga berada dalam kawasan minapolitan budidaya ikan lele yang ditetapkan
berdasarkan Ketetapan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Tahun 2011. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan
November 2015.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lokasi penelitian
dan wawancara. Selain itu, digunakan juga data seluruh stakeholder yang
memiliki kaitan dengan pengembangan usaha pembenihan lele di Kelompok
Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari meliputi petugas yang berasal dari Dinas
Peternakan dan Perikanan (DISNAKAN) Kabupaten Bogor, penyuluh perikanan
Kecamatan Ciseeng dan staf kantor lurah Desa Babakan.
Sementara itu, data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah
data PDB Perikanan tahun 2010-2014 yang berasal dari BPS (Badan Pusat
Statistika), informasi tentang kondisi perekonomian Indonesia dari BI (Bank
Indonesia), data produksi ikan lele secara nasional dari KKP (Kementerian
Kelautan dan Perikanan) Republik Indonesia, dan data produksi lele provinsi dari
DJPB (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya). Selanjutnya, dalam penelitian ini
juga digunakan data produksi ikan lele Kabupaten Bogor, data kecamatan yang
aktif melakukan budidaya lele di Kabupaten Bogor, data harga benih ikan lele,
dan data tingkat konsumsi ikan Kabupaten Bogor yang diperoleh dari Dinas
Peternakan dan Perikanan (DISNAKAN) Kabupaten Bogor. Berikutnya, data
kelompok pembudidaya ikan di Desa Babakan, data produksi benih Desa Babakan
dan data-data lain yang berhubungan dengan kelompok pembudidaya ikan di Desa
Babakan diperoleh dari BP3K (Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan) Kecamatan Ciseeng. Selain itu, digunakan juga literatur-literatur
terkait tentang usaha budidaya lele yang diperoleh melalui perpustakan IPB dan
internet.
Metode Pengumpulan Data
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan
metode kuantitatif. Nazir (2003) menjelaskan bahwa metode deskriptif adalah
metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian,
dengan akumulasi data-data yang diperoleh. Jumlah responden yang digunakan
dalam penelitian ini sebanyak tiga orang yang terdiri dari ketua kelompok,
koordinator bagian produksi dan koordinator bagian pemasaran. Pengumpulan

17
data menggunakan kuesioner sebagai pedoman pertanyaan untuk memperoleh
informasi yang digunakan dalam melakukan analisis kuantitatif. Pertanyaan
diajukan secara sistematis yang berkaitan dengan kondisi usaha dan aktivitas
usaha yang sedang dijalankan Pokdakan Jumbo Lestari.
Metode Analisis Data
Proses perumusan strategi menurut David (2011) dilakukan melalui tiga
tahap analisis yaitu tahap masukan, tahap analisis dan tahap keputusan.
Perumusan strategi dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif, serta
disusun secara terstruktur untuk mempermudah pemahaman dalam
implementasinya, sehingga keputusan yang diambil merupakan pilihan yang tepat
dan sesuai dengan kondisi yang ada. Hasil akhir dari analisis kasus berupa
rekomendasi strategi yang akan diambil. Kerangka analisa penyusunan strategi
menurut David (2011) seperti tertera pada Gambar 6.
1. Tahap Masukan
Evaluasi Faktor Eksternal
(EFE)

Evaluasi Faktor Internal
(IFE)

2. Tahap Analisis
Matrik SWOT
3. Tahap Pengambilan Keputusan
Matrik Perencanaan Strategis Kuantitatif
(Quantitative Strategic Planning Matrix)
Sumber: David 2011

Gambar 6 Kerangka formulasi strategi
Tahap Input (Input Stage)
Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation)
Evaluasi faktor eksternal dilakukan untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi usaha pembenihan lele
Pokdakan Jumbo Lestari dalam upaya melakukan pengembangan usaha. Hasil
dari analisis faktor eksternal ini dapat berupa peluang atau ancaman yang
dianggap mempengaruhi kinerja Pokdakan Jumbo Lestari. Menurut David (2011),
tahapan kerja yang dilakukan dalam penyusunan evaluasi faktor eksternal adalah
sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi dan menentukan aspek-aspek eksternal yang dapat
mempengaruhi kondisi usaha pembenihan kelompok bersama dengan
responden, meliputi peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang
dihadapi.
b. Memberikan bobot pada masing-masing faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi kondisi usaha pembenihan kelompok. Rentang nilai
pembobotan berada diantara 0 (tidak penting) sampai dengan 1 (penting).
Faktor yang memiliki pengaruh sangat besar diberi bobot tertinggi. Pada
umumnya, nilai pembobotan untuk peluang lebih besar dari ancaman. Jika
nilai pembobotan terhadap ancaman lebih tinggi, maka tingkat ancaman
yang dihadapi sudah sangat parah dan mengancam. Total nilai
pembobotan terhadap peluang dan ancaman harus sama dengan 1.

18
c. Menentukan peringkat pada faktor-faktor yang memiliki respon efektif
terhadap strategi yang dilakukan saat ini. Pemberian peringkat terdiri dari
peringkat 4 untuk faktor yang memiliki respon yang sangat bagus,
peringkat 3 untuk faktor yang memiliki respon diatas rata-rata, peringkat 2
untuk faktor yang memiliki respon rata-rata dan peringkat 1 untuk faktor
yang memiliki respon dibawah rata-rata. Baik faktor peluang maupun
ancaman dapat memperoleh peringkat 1 sampai dengan 4.
d. Menentukan skor pada setiap faktor peluang dan ancaman dengan
mengalikan nilai bobot dengan peringkat yang diperoleh.
e. Menentukan total skor analisis EFE dengan menjumlahkan seluruh skor
yang diperoleh masing-masing faktor.
Tabel 3 Matriks evaluasi faktor eksternal
No
Faktor Eksternal

1
2
3
1
2
3

Peluang (Opportunities)
……………………….
……………………….
……………………….
Kelemahan (threats)
……………………….
……………………….
……………………….
Total

Bobot

Rating

Bobot x
Rating

1

Sumber: David 2011

Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation)
Ev