Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Pada Saung Lele di Kampung Jumbo Sukaraja Kabupaten Bogor

(1)

ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN

IKAN LELE SANGKURIANG PADA SAUNG LELE

DI KAMPUNG JUMBO SUKARAJA KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

ADITIA FARMAN H34104100

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

C

Catfish was one of the consumption fish that has been cultured in Indonesia which has good prospect. The high number of catfish consumption demand, causing the request of catfish seed increasing. Bogor regency was the largest catfish-producing region in the province of West Java and has been designated to be regional aquaculture minapolitan region. Bussiness who work in the breeding of catfish om Bogor regency was Saung Catfish. Entrepreneur was faced with the SR fluctuation problem that indicate a risk of production. In identifying the sources of risk was used descriptive method. Quantitative methods used in counting probability using the Z-score and calculate the impact of using VaR. Sources of production risks contained in catfish hatchery business Sangkuriang at Saung Catfish were pests, disease, water quality, and cannibalism. The analysis result of the probability or the possibility risk arise, i.e. : 1) the pest by 35.6 percent, 2) disease of 29.1 percent, 3) water quality by 40.5 percent, and 4) cannibalism of 34.1 percent. The analysis results of the risk impact, i.e : 1) pest as much Rp. 793 146, 2) disease in amount of Rp. 734 049, 3) water quality of Rp. 1,075,684, and 4) cannibalism in amount of Rp. 956,926. Risk production management strategies for pest risk source, water quality, and cannibalism was by prevention. While the source of risk on disease was handled by manage the maintenance medium properly.


(3)

RINGKASAN

ADITIA FARMAN. Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Pada Saung Lele di Kampung Jumbo Sukaraja Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan RATNA WINANDI).

Ikan lele mempunyai prospek yang baik dilihat dari penetapan komoditas lele sebagai komoditas unggulan oleh Ditjen P2HP. Selain itu dapat dilihat dari visi Kementerian Kelautan dan Perikanan, yaitu menjadi salah satu penghasil produk perikanan terbesar di dunia pada tahun 2015 dengan penempatan lele di prioritas ketiga setelah rumput laut dan patin. Data produksi perikanan budidaya komoditas lele di Indonesia tahun 2008-2011, menunjukkan komoditas tersebut mengalami perkembangan dengan nilai produksi yang terus meningkat. Permintaan pasar akan lele cukup tinggi. Permintaan lele di Jabodetabek membutuhkan 150 ton per hari. Permintaan ini belum termasuk permintaan dari wilayah Jawa Barat lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa kalangan masyarakat gemar mengkonsumsi ikan lele. Tingginya angka permintaan terhadap ikan lele konsumsi, menyebabkan permintaan terhadap benih ikan lele pun meningkat.

Benih lele merupakan salah satu input dalam kegiatan budidaya pembesaran lele. Salah satu pelaku yang bergerak dalam usaha pembenihan ikan lele adalah Saung Lele. Perusahaan ini melakukan kegiatan pembenihan ikan lele Sangkuriang yang menghasilkan benih berumur 25 hari. Berdasarkan penelitian dan sumber pustaka mengenai ikan lele Sangkuriang (BPPBAT Sukabumi, Darseno 2010, Ghufron 2010) dengan biomassa induk lele Sangkuriang (induk betina) seberat 5 kg, mampu menghasilkan benih berumur 25 hari dengan tingkat kelangsungan hidup (SR / survival rate) lebih dari 90 persen atau lebih dari 168.000 ekor, sedangkan Saung Lele menghasilkan benih berumur 25 hari dengan SR rata-rata 70,2 persen atau jumlah rata-rata 120.000 ekor benih. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara standar dengan aktual. Padahal benih lele sebagai salah satu input kegiatan budidaya pembesaran lele, sehingga sangat penting penangannya dalam peningkatan produksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan pembenihan ikan lele menghadapi risiko produksi. Dengan demikian, pengelolaan risiko benih ikan lele menjadi penting dalam keberhasilan produksi. Risiko produksi benih menjadi faktor penyebab gagalnya produksi. Risiko produksi pembenihan ikan lele dapat disebabkan oleh berbagai sumber. Semakin banyak sumber risikonya, maka peluang risikonya akan semakin besar. Untuk itulah kajian mengenai risiko produksi pembenihan lele sangat penting dilakukan.

Berdasarkan permasalahan yang terdapat di lokasi penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi serta menganalisis probabilitas dan dampak sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang di Saung Lele. Selain itu penelitian ini juga menentukan sumber risiko produksi yang perlu diprioritaskan dalam penangannya sehingga dapat merumuskan alternatif strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang di Saung Lele.


(4)

Penelitian dilakukan pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang di Saung Lele yang terletak di Perum Purimas 2 Blok EE 12, Kampung Jumbo, Kelurahan Pasir Jambu, Sukaraja Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (p ) dengan mempertimbangkan bahwa Saung Lele merupakan pelaku usaha kegiatan pembenihan yang telah memiliki sertifikat Lele Sangkuriang, memiliki sarana dan prasana lengkap serta kolam produksi berjumlah 51 unit. Usaha pembenihan ikan lele sangkuriang mengalami fluktuasi derajat kelangsungan hidup yang mengindikasikan adanya risiko produksi. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Januari 2013. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian bersumber dari data primer dan data sekunder. Dalam mengidentifikasi sumber risiko digunakan metode deskriptif. Metode kuantitatif digunakan dalam mengitung probabilitas dengan menggunakan metode Z- odan menghitung dampak dengan menggunakan metode VaR.

Berdasarkan hasil penelitian sumber risiko produksi yang dihadapi pelaku usaha yaitu hama, penyakit, kualitas air dan kanibalisme. Sumber risiko produksi yang dihadapi pelaku usaha yaitu hama, penyakit, kualitas air dan kanibalisme. Sumber risiko yang utama adalah sumber risiko yang berada pada kuadran II yang berimplikasi pada nilai probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko yang tinggi serta dampak yang besar akibat terjadinya sumber risiko tersebut. Sumber yang berada pada kuadran II yaitu kualitas air dan kanibalisme. Bila risiko pada kuadran II terjadi maka target perusahaan tidak akan tercapai, sehingga dalam penangannya harus lebih diprioritaskan agar pelaku usaha dapat mencapai targetnya. Namun bukan berarti sumber risiko yang berada pada kuadran I yaitu hama dan penyakit diabaikan. Kuadran I berimplikasi pada nilai probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko yang tinggi namun dampak yang diakibatkan sumber risiko tersebut rendah. Apabila sumber risiko tersebut terjadi maka akan mengganggu pencapaian tujuan perusahaan sehingga tetap perlu diperhatikan.

Berdasarkan hasil analisis probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko, diperoleh nilai probabilitas masing masing sumber risiko produksi dari yang terbesar sampai yang terkecil, yaitu : 1) kualitas air sebesar 48,0 persen, 2) kanibalisme sebesar 42,5 persen, 3) hama sebesar 38,6 persen, 4) penyakit sebesar 37,4 persen. Berdasarkan hasil analisis dampak risiko, diperoleh nilai dampak yang diakibatkan oleh masing masing sumber risiko produksi dari yang terbesar sampai yang terkecil, yaitu : 1) kualitas air sebesar Rp 857.929, 2) kanibalisme sebesar Rp 575.740, 3) penyakit sebesar Rp 549.271, dan 4) hama sebesar Rp 538.082. Nilai probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber menunjukkan bahwa sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang pada Saung Lele yaitu kualitas air dan kanibalisme berada pada kuadran II memiliki probabilitas dan dampak yang besar, sedangkan hama dan penyakit berada pada kuadran I memiliki probabilitas yang besar dan dampak yang kecil.

Strategi penanganan sumber risiko produksi dilakukan dengan cara preventif dan mitigasi. Penanganan risiko produksi yang dilakukan adalah pengelolaan kualitas air secara berkala yaitu 3 hari sekali. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan penggantian air sebanyak 10 20 persen volume air pada setiap kolam pemeliharaan.


(5)

Dalam penanganan sumber risiko produksi lebih diprioritaskan pada sumber risiko yang berada pada kuadran II. Strategi penanganan risiko produksi yang berada pada kuadran II yaitu kualitas air dan kanibalisme ditangani dengan cara preventif dan mitigasi. Sedangkan sumber risiko yang berada pada kuadran I yaitu hama dan penyakit ditangani dengan cara preventif. Sedangkan sumber risiko hama dan penyakit yaitu dengan cara preventif. Berdasarkan kondisi yang terjadi di lapang, saran yang dapat diajukan berupa alternatif strategi penanganan risiko yaitu : 1) Untuk menjaga kualitas air sebaiknya dengan cara membuat atap pada kolam dan membangun kolam terpal dengan penggalian tanah untuk seluruh kolam yang bertujuan untuk menjaga pH air kolam dan perubahan suhu yang drastis dalam waktu yang singkat, dan memberikan /pemanas agar suhu air tetap terjaga terutama pada musim hujan. 2) Untuk mengatasi kanibalisme sebaiknya Saung Lele menjalin kerjasama dengan penjual cacing sutera agar dapat menjamin ketersediaan pakan alami terutama pada musim hujan, serta melakukan kultur pakan alternatif berupa pakan alami seperti Daphnia sp yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pakan larva dan benih.


(6)

ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN

IKAN LELE SANGKURIANG PADA SAUNG LELE

DI KAMPUNG JUMBO SUKARAJA KABUPATEN BOGOR

ADITIA FARMAN H34104100

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(7)

Judul Skripsi : Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Pada Saung Lele di Kampung Jumbo Sukaraja Kabupaten Bogor Nama : Aditia Farman

NIM : H34104100

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 19530718 197803 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002


(8)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Pada Saung Lele di Kampung Jumbo Sukaraja Kabupaten Bogor adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2013

Aditia Farman H34104100


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada 13 Februari 1989, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Endang Suparman dan Ibu Nunung Hayati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Curug Wetan II pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 1 Curug diselesaikan pada tahun 2004. Penulis menjalani pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Curug Tangerang dan menyelesaikannya pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Progam Diploma Institut Pertanian Bogor pada Progam Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya. Penulis melanjutkan studi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2010.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai. Shalawat dan salam penulis sampaikan pada Baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta sahabatnya.

Skripsi ini berjudul Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Pada Saung Lele di Kampung Jumbo Sukaraja Kabupaten Bogor . Penelitian ini bertujuan menganalisis sumber risiko produksi pada pembenihan ikan lele Sangkuriang, kemungkinan terjadinya risiko, dan dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya risiko tersebut. Skripsi ini juga menganalisis status risiko sehingga dapat ditentukan sumber risiko apa yang harus diprioritaskan dan bagaimana cara menangani risiko tersebut.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis berdasarkan observasi dan analisis yang didukung dengan berbagai bacaan (xt book) maupun hasil hasil penelitian sebelumnya. Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak.

Bogor, April 2013 Aditia Farman


(11)

U

APAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Maka dari itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,

waktu, dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Narni Farmayanti, MS selaku dosen evaluator pada kolokium proposal penelitian yang telah meluangkan waktunya serta meberikan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si dan Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Ir. Dwi Rachmina, M.Si yang telah menjadi pembimbing akademik. 5. Seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis.

6. Winda Pratiwi, A.Md selaku pembahas seminar hasil penelitian penulis atas waktu dan masukannya.

7. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

8. Bapak Rudi, Bapak Bayu, Bapak Azwar dan Bapak Jamal para pelaku usaha Saung Lele atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan. 9. Teman teman seperjuangan Alih Jenis Agribisnis atas semangat dann selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, April 2013 Aditia Farman


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 7

1.3. Tujuan Penelitian... 10

1.4. Manfaat Penelitian... 10

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis... 16

3.1.1. Konsep Risiko ... 16

3.1.2. Klasifikasi Risiko ... 17

3.1.3. Manajemen Risiko ... 18

3.1.4. Pengukuran Risiko ... 21

3.1.5. Teknik Pemetaan ... 24

3.1.6. Konsep Penanganan Risiko... 26

3.2. Kerangka Pemikirian Operasional... 27

IV. METODE PENELITIAN ... 30

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 30

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 30

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 31

4.4. Metode l... 32

4.5. Metode Analisis Data ... 32

4.5.1. Analisis Deskriptif ... 33

4.5.2. Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko ... 33

4.5.3. Analisis Dampak Risiko... 38

4.5.4. Pemetaan Risiko... 40

4.5.5. Penanganan Risiko ... 41

V. GAMBARAN UMUM SAUNG LELE... 44

5.1. Profil, Lokasi Usaha dan Fasilitas Saung Lele ... 44

5.2. Kegiatan Produksi ... 45

5.3. Sistem Manejemen dan Sumber Daya Manusia... 49

VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN LELE SANGKURIANG ... 51

6.1. Identifikasi Sumber Risiko Produksi... 51

6.2. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi... 58

6.3. Analisis Dampak Sumber Risiko Produksi ... 61


(13)

6.5. Strategi Penanganan Risiko Produksi... 65

VII.KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

7.1. Kesimpulan... 67

7.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksi Perikanan Budidaya Komoditas Lele di Indonesia

Tahun 2008-2011 ... 2

2. Tujuh Daerah Penghasil Ikan Lele Konsumsi Terbesar di Indonesia Tahun 2010 (Ton) ... 3

3. Pencapaian Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun 2010... 3

4. RTP (Rumah Tangga Perikanan) di Kabupaten Bogor Tahun 2010 ... 4

5. Produksi Ikan Konsumsi Kabupaten Bogor Tahun 2008-2010 ... 5

6. Produksi Benih Ikan Kabupaten Bogor Tahun 2008-2010... 6

7. Distribusi Z 0,0 0,4 (Normal) ... 38

8. Distribusi Z 0,2 0,6 (Normal) ... 39

9. Probabilitas Risiko dari Sumber Risiko di Saung Lele Tahun 2012.... 58

10. Dampak Risiko dari Sumber Risiko Produksi di Saung Lele Tahun 2012 ... 61

11. Status Risiko dari Sumber Risiko Produksi di Saung Lele Tahun 2012 ... 63


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Fluktuasi SR Benih Ikan Lele Sangkuriang di Saung Lele... 9

2. Siklus Manajemen Risiko ... 19

3. Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan ... 21

4. Peta Risiko ... 24

5. Preventif Risiko ... 26

6. Mitigasi Risiko... 27

7. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 29

8. Peta Risiko ... 41

9. Preventif Risiko ... 42

10. Mitigasi Risiko... 43

11. Alur Kegiatan Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang di Saung Lele ... 45

12. Struktur Organisasi Saung Lele ... 49


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Produksi Benih Ikan Lele Sangkuriang di Saung Lele

Tahun 2011 ... 72

2. Data Produksi Benih Ikan Lele Sangkuriang di Saung Lele Tahun 2012 ... 73

3. Kuisioner Penelitian ... 74

4. Data Persen Kematian Benih Ikan Lele Sangkuriang di Saung Lele Tahun 2012 ... 77

5. Data Kematian Benih Ikan Lele Sangkuriang di Saung Lele Tahun 2012 ... 77

6. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Hama ... 78

7. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Penyakit ... 79

8. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kualitas Air ... 80

9. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kanibalisme ... 81

10. Analisis Dampak Sumber Risiko Hama... 82

11. Analisis Dampak Sumber Risiko Penyakit ... 83

12. Analisis Dampak Sumber Risiko Kualitas Air ... 84


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Menurut Daryanto (2006), sumber daya pada sektor perikanan merupakan salah satu sumber daya yang penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi dijadikan sebagai penggerak utama (p! "m# mo$#) ekonomi nasional. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa pertama, Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Kedua, industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan (%& 'k

( &!)

&*)+o

!( &!) l"nk&,#) yang kuat dengan industri-industri lainnya. Ketiga, industri-industri perikanan berbasis sumber daya lokal atau dikenal dengan istilah !#- ./!'#- 0%&-#) "n) /- 1!"#-, dan keempat Indonesia memiliki keunggulan ('omp&!&1" $# &)$&* 1&,#) yang tinggi di sektor perikanan sebagaimana dicerminkan dari potensi sumber daya yang ada.

Sektor perikanan dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. FAO (Food Agricultural Organization) atau Organisasi Pangan dan Pertanian) telah mempublikasikan bahwa 52 persen kawasan perikanan tangkap dunia sudah full exploited, artinya tidak bisa lagi dieksploitasi lebih lanjut. Negara-negara di Eropa sejak tahun 2003 sudah mengurangi jumlah tangkapan ikan hingga 50 persen karena selama ini telah terjadi eksploitasi berlebihan1. Hal ini akan memberikan pengaruh pada perikanan budidaya yaitu diharuskan untuk meningkatkan produksinya demi mencukupi kebutuhan pangan produk perikanan. Salah satu kegiatan perikanan budidaya yang dilakukan adalah budidaya perikanan air tawar.

Pada budidaya perikanan air tawar, terdapat beberapa komoditas seperti mas, lele, nila, nilem, gurame, bawal, patin. Dari beberapa komoditas tersebut, ikan yang memiliki daya tahan paling baik adalah ikan lele. Lele merupakan sejenis ikan yang hidup di air tawar yang termasuk dalam golongan catfish. Ikan lele merupakan salah satu ikan konsumsi yang dibudidayakan di Indonesia.


(18)

Ikan lele mempunyai prospek yang baik. Hal ini dilihat dari visi Kementerian Kelautan dan Perikanan, yaitu menjadi salah satu penghasil produk perikanan terbesar di dunia pada tahun 2015. Selain itu, pada data produksi perikanan budidaya komoditas lele di Indonesia tahun 2008-2011, komoditas tersebut mengalami perkembangan dengan nilai produksi yang terus meningkat. Tabel produksi perikanan budidaya komoditas lele di Indonesia tahun 2008-2011 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Produksi Perikanan Budidaya Komoditas Lele di Indonesia Tahun 2008-2011

Tahun Produksi (Ton) Pertumbuhan (%)

2008 114.371

-2009 144.755 26.57

2010 242.811 67,73

2011 337.577 39,02

Sumber : KKP, 2011 (diolah)

Berdasarkan Tabel 1 produksi perikanan budidaya komoditas lele di Indonesia tahun 2008-2011 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 mengalami pertumbuhan sebesar 26,57 persen, pada tahun 2010 sebesar 67,73 persen dan pada tahun 2011 produksinya mencapai 337.577 ton atau meningkat sebesar 39,02 persen.

Komoditas lele ditetapkan sebagai salah satu komoditas unggulan oleh Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP). Persyaratan komoditas unggulan adalah teknologi berkembang dan dikuasai masyarakat, peluang pasar ekspor tinggi, serapan pasar dalam negeri cukup besar, permodalan relatif rendah, penyerapan kerja tinggi dan hemat BBM.

Permintaan pasar akan lele cukup tinggi. Gunawan dan Harianto (2012), menyatakan bahwa permintaan lele di berbagai daerah, seperti Jabodetabek membutuhkan 150 ton per hari. Permintaan ini pun belum termasuk permintaan dari wilayah Jawa Barat lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa kalangan masyarakat gemar mengkonsumsi ikan lele. Tingginya angka permintaan terhadap ikan lele konsumsi, menyebabkan permintaan terhadap benih ikan lele pun meningkat. Hal ini dikarenakan para pembudidaya ikan lele konsumsi


(19)

memerlukan pasokan benih yang berkesinambungan sebagai salah satu input dalam kegiatan budidaya ikan lele konsumsi.

Jawa Barat merupakan provinsi penghasil ikan lele terbesar di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Tujuh Daerah Penghasil Ikan Lele Konsumsi Terbesar di Indonesia Tahun 2010 (Ton)

No. Provinsi 2010

1 Jawa Barat 91.041

2 Jawa Timur 43.618

3 Jawa Tengah 43.678

4 D. I. Yogyakarta 21.539

5 Lampung 9.097

6 Sumatera Barat 7.087

7 Sumatera Utara 3.637

Sumber : KKP, 2012

Produksi komoditas ikan lele yang dihasilkan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2010 mencapai 91.041 ton. Salah satu wilayah sebagai penyumbang angka tersebut adalah Kabupaten Bogor dengan jumlah produksi sebesar 27,4 % atau 24.884 ton. Kabupaten Bogor merupakan wilayah penghasil ikan konsumsi yang cukup tinggi, karena masyarakatnya cukup aktif dalam melakukan usaha di bidang budidaya perikanan air tawar. Hal tersebut dapat dilihat dari pencapaian produksi perikanan di Kabupaten Bogor pada tahun 2010 dan RTP (rumah tangga perikanan) di Kabupaten Bogor pada tahun 2010 yang disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3.Pencapaian Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun 2010

No. Jenis Produksi Target Realisasi Pencapaian

Target (%)

2010 2010

1 Ikan Konsumsi (ton) 34.919,69 36.062,44 103,27 2 Ikan Hias (ribu ekor) 110.879,76 112.085,82 101,08 3 Benih Ikan (ribu ekor) 914.569,26 920.352,39 100,63 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2010


(20)

Jika dilihat pada Tabel 3 pencapaian produksi perikanan di Kabupaten Bogor pada tahun 2010 melebihi target, khususnya pada produksi ikan konsumsi yaitu mencapai 103,27 persen. Target produksi ikan konsumsi di tahun 2010 yaitu sebesar 34.919,69 ton dan realisasinya mencapai 36.062,44 ton. Selain itu, pencapaian produksi pada ikan hias mencapai 101,088 persen yang targetnya sebesar 110.879.760 ekor dan realisasinya 112.085.820 ekor. Sedangkan pada produksi pembenihan pencapaian produksinya mencapai 100,632 persen yang targetnya sebesar 914.569.260 ekor dan realisasinya mencapai 920.352.390 ekor.

Tabel 4.RTP (Rumah Tangga Perikanan) di Kabupaten Bogor Tahun 2010

No. Jenis Usaha Jumlah RTP (orang)

A. Budidaya Perikanan Air Tawar 8.230

1 Kolam Air Tenang (KAT) 6.605

2 Kolam Air Deras (KAD) 480

3 Perikanan Sawah 788

4 Jaring Apung 201

5 Karamba 156

B. Perikanan Tangkap Air Tawar

1 Perairan Umum 1.355

Jumlah A + B (ikan konsumsi) 9.585

C. Ikan Hias 492

D. Pembenihan 1.105

Jumlah 11.182

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2010

Jika dilihat dari Tabel 4, terdapat jumlah RTP (rumah tangga perikanan) di Kabupaten Bogor pada tahun 2010 sebanyak 11.182 orang. Sebanyak 8.230 orang bergerak pada budidaya perikanan air tawar, 1.355 orang bergerak pada perikanan tangkap air tawar, 492 orang bergerak pada ikan hias dan 1.105 bergerak pada pembenihan ikan.

Kabupaten Bogor adalah salah satu wilayah penghasil ikan lele di Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan produksi ikan konsumsi di Kabupaten Bogor dari tahun 2008 sampai 2010 yang disajikan pada Tabel 5


(21)

dan perkembangan produksi benih ikan di Kabupaten Bogor dari tahun 2008 sampai 2010 yang disajikan pada Tabel 6. Selain itu Kabupaten Bogor juga telah ditetapkan sebagai daerah kawasan minapolitan perikanan budidaya dengan komoditas unggulan perikanan budidayanya adalah ikan lele.

Tabel 5.Produksi Ikan Konsumsi Kabupaten Bogor Tahun 2008-2010

No. Jenis Ikan Produksi (ton) Pertumbuhan

Rata-rata (%)

2008 2009 2010

1 Lele 9.744,80 18.315,02 24.884,52 61,91

2 Mas 8.124,35 3.859,62 4.063,56 -23,60

3 Gurame 1.845,82 1.946,43 2.057,61 5,58

4 Nila 3.494,96 1.842,17 2.073,36 -17,37

5 Bawal 904,91 2.026,14 2.154,66 65,12

6 Patin 571,76 584,84 647,32 6,49

7 Tawes 278,80 75,76 76,13 -36,17

8 Tambakan 48,50 33,67 21,10 -33,96

9 Mujair 29,21 31,68 29,05 0,08

10 Nilem 8,23 2,10 0,00 -87,24

11 Lain-lain 26,95 25,30 0,40 -52,27

Jumlah 25.087,29 28.742,72 36.007,71 19,92

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2010

Dari data pada Tabel 5, terdapat beberapa komoditas mengalami peningkatan produksi ikan konsumsi dari tahun 2008 sampai 2010 salah satunya pada komoditas lele. Lele merupakan komoditas ikan konsumsi dengan produksi tertinggi pada tahun 2010. Komoditas lele mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan produksi sebesar 61,91 persen. Namun pertumbuhan komoditas lele konsumsi di Kabupaten Bogor yang terus meningkat setiap tahunnya, tidak didukung dengan pertumbuhan produksi benih ikan lele. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 bahwa produksi benih lele mengalami penurunan pada tahun 2009.


(22)

Tabel 6.Produksi Benih Ikan Kabupaten Bogor Tahun 2008-2010 No. Jenis Ikan

Produksi (ribu ekor) Pertumbuhan (%)

2008 2009 2010

2008-2009

2009-2010

Rata-rata 1 Mas 166.502,000 55.663,190 60.715,562 -66,57 9,08 -28,75 2 Nila 109.580,000 35.700,400 36.995,789 -67,42 3,63 -31,90 3 Nilem 397,000 0.000 0.000 -100 0,00 -50,00 4 Mujair 2.181,000 693,060 746,849 -68,22 7,76 -30,23 5 Gurame 92.282,000 36.166,890 37.779,599 -60,81 4,46 -28,17 6 Tawes 9.459,000 5.510,480 5.765,923 -41,74 4,64 -18,55 7 Patin 79.893,000 26.020,270 32.047,376 -67,43 23,16 -22,13 8 Lele 244.634,000 62.020,270 81.063,793 -74,65 30,71 -21,97 9 Sepat Siam 488,000 0.000 0.000 -100,00 0,00 -50,00 10 Tambakan 6.051,000 1.807,470 1.868,744 -70,13 3,39 -33,37 11 Bawal 33.133,000 622.191,810 671.321,250 1777,86 7,90 892,88 Jumlah 744.600,000 847.112,060 928.304,890 13,59 9,76 11,67 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2010

Dari data pada Tabel 6, sebagian besar komoditas mengalami penurunan produksi di tahun 2009 dan meningkat kembali di tahun 2010 salah satunya produksi benih ikan lele dengan pertumbuhan rata-rata sebesar -21,97 persen.

Berdasarkan Tabel 5 dan Tabel 6, jika diasumsikan2 3zepanen lele konsumsi yang digunakan adalah size 7-10 (7-10 ekor dalam 1 kg, rata-rata ukuran panen yang dilakukan pembudidaya lele ukuran konsumsi), maka minimal permintaan terhadap benih ikan lele pada tahun 2010 yaitu sebesar 174.191.640 248.845.200 ekor, sedangkan produksi benih ikan lele pada tahun 2010 hanya mencapai 81.063.793 ekor. Hal tersebut menunjukkan bahwa kurangnya pasokan benih yang dihasilkan pelaku kegiatan pembenihan ikan lele di Kabupaten Bogor untuk memenuhi permintaan benih dari para pelaku budidaya pembesaran ikan lele di Kabupaten Bogor. Selain itu, produksi benih ikan lele sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan dari tahun 2008-2009 sebesar 74,65 persen. Berdasarkan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor yang salah satunya adalah risiko produksi yang sulit diantisipasi dan ditangani oleh para pelaku pembenihan sehingga beberapa pelaku pembenihan memilih untuk menghentikan usaha tersebut dan beralih ke usaha lain yang lebih mudah dalam menjalankannya. Padahal benih lele sebagai


(23)

salah satu input kegiatan budidaya pembesaran lele, sehingga sangat penting penangannya dalam peningkatan produksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan pembenihan ikan lele lebih berisiko dibandingkan kegiatan pembesaran ikan lele. Dengan demikian, pengelolaan risiko benih lele menjadi penting dalam keberhasilan produksi. Risiko produksi benih menjadi faktor penyebab gagalnya produksi. Risiko produksi pembenihan ikan lele dapat disebabkan oleh berbagai sumber. Semakin banyak sumber risikonya, maka peluang risikonya akan semakin besar. Untuk itulah kajian mengenai risiko produksi pembenihan lele sangat penting dilakukan.

Salah satu pelaku yang bergerak dalam usaha pembenihan ikan lele adalah Saung Lele. Perusahaan ini fokus pada kegiatan pembenihan ikan lele Sangkuriang dan telah memiliki sertifikat lele sangkuriang. Lele Sangkuriang merupakan salah satu jenis lele yang memiliki keunggulan diantaranya daya tahan terhadap penyakit yang lebih baik dan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi dibandingkan jenis lele lainnya Saung Lele menghasilkan rata-rata 120.000 ekor benih berukuran 2 3 cm setiap bulannya. Namun dalam menjalankan kegiatan usaha tentunya tidak dapat dipisahkan dari risiko. Salah satu risiko yang terkait dengan usaha yang dilakukan Saung Lele adalah risiko produksi. Risiko produksi mempunyai pengaruh terhadap hasil produksi. Oleh sebab itu, diperlukan adanya antisipasi dan penanganan dalam faktor-faktor tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Saung Lele merupakan pelaku budidaya perikanaan yang bergerak dalam bidang pembenihan ikan air tawar. Produk yang dihasilkan oleh Saung Lele yaitu benih ikan lele Sangkuriang. Berdasarkan penelitian dan sumber pustaka mengenai ikan lele Sangkuriang (BPPBAT Sukabumi, Darseno 2010, Ghufron 2010) dengan biomassa induk lele Sangkuriang (induk betina) seberat 5 kg, mampu menghasilkan benih berumur 25 hari dengan tingkat kelangsungan hidup (SR / 4 56787 9:69;<) lebih dari 90 persen atau lebih dari 168.000 ekor, sedangkan Saung Lele menghasilkan benih berumur 25 hari dengan SR rata-rata 70,2 persen atau jumlah rata-rata 120.000 ekor benih. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara standar dengan aktual.


(24)

Dalam melakukan kegiatan usaha pembenihan ada beberapa faktor yang diindikasikan sebagai sumber risiko produksi yang akan mempengaruhi hasil produksi seperti kualitas induk, kualitas pakan, kualitas air, suhu air, cuaca, kanibalisme, hama dan penyakit. Kualitas induk akan mempengaruhi hasil produksi yang apabila kualitas induk yang digunakan berkualitas buruk baik itu jantan ataupun betina, maka akan menyebabkan fekunditas (jumlah telur) yang dihasilkan sedikit, =>?@ AlAzation rate (derajat pembuahan) yang tidak sempurna,

hatching rate (derajat penetasan) yang rendah, serta benih yang tidak berkualitas sehingga survival rate (tingkat kelangsungan hidup) akan bernilai rendah, dan begitu juga sebaliknya. Kualitas pakan juga menjadi salah satu masalah pada produksi, apabila kualitas pakan yang digunakan kurang baik, maka pertumbuhan dan daya tahan ikan akan berkurang. Selain itu, buruknya kualitas pakan juga dapat mempengaruhi kualitas air yang apabila kualitas air pemeliharaan memburuk, dapat menyebabkan kematian benih-benih tersebut.

Faktor lainnya yaitu cuaca pada waktu pemeliharaan. Kondisi cuaca tertentu dapat mempengaruhi fluktuasi suhu dan timbulnya serangan hama dan penyakit. Dalam budidaya, adanya perubahan suhu sangat perlu diperhatikan. Perubahan suhu yang drastis dapat menganggu metabolisme dan fisiologi, bahkan dapat menyebabkan kematian. Serangan hama yang menyerang ikan lele adalah hama yang bersifat predator yang menjadikan benih-benih sebagai pakannya. Sedangkan penyakit yang sering menyerang ikan lele yaituwhite spotdengan ciri-ciri pada tubuh dan insang ikan terdapat bintik-bintik putih yang dapat menyebabkan kematian pada ikan.

Hasil produksi Saung Lele setiap bulannya tidak selalu 120.000 ekor yang artinya terjadi fluktuasi hasil produksi atau fluktuasi nilai SR (survival rate/tingkat kelangsungan hidup). Hal ini disebabkan tingkat MR (mortalitas rate/ derajat kematian) benih yang berbeda pada setiap bulannya yang dipengaruhi oleh sumber risiko produksi selama proses pemeliharaan. Fluktuasi SR benih ikan lele sangkuriang yang dihasilkan oleh Saung Lele pada tahun 2011 2012 dapat dilihat pada Gambar 1.


(25)

Gambar 1.Fluktuasi SR Benih Ikan Lele Sangkuriang di Saung Lele Tahun 2011 - 2012

Gambar 1 menunjukkan adanya fluktuasi BCD EF EGH IGJ K benih ikan lele di Saung Lele. SR tertinggi terjadi pada bulan Juli 2012 yaitu 84,6%. Sedangkan SR terendah terjadi pada bulan Desember 2011 yaitu 36,5%. Kematian benih terbanyak pada bulan Desember 2011 disebabkan oleh kanibalisme sebesar 55 60 % dari total kematian pada siklus tersebut. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pelaku usaha, penyebab fluktuasi SR adalah kanibalisme, penyakit, perubahan suhu yang drastis. Adanya fluktuasi LCDEFEGl DGJK mengindikasikan bahwa terjadi risiko produksi pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang di Saung Lele. Kegiatan pembenihan tersebut memiliki tingkat risiko yang tinggi pada proses produksinya karena memiliki sifat yang tergantung pada kondisi alam yang tidak dapat dikendalikan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk dapat meminimalisasi risiko tersebut.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apa saja sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang di Saung Lele?

2. Bagaimana probabilitas dan dampak dari sumber risiko produksi pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang di Saung Lele?

3. Bagaimana alternatif strategi untuk mengatasi risiko produksi pembenihan ikan lele Sangkuriang di Saung Lele?

Ekor


(26)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang di Saung Lele.

2. Menganalisis probabilitas dan dampak dari sumber risiko produksi pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang di Saung Lele.

3. Menganalisis alternatif strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang di Saung Lele.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan sebagai berikut :

1. Bagi pemilik usaha, sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan pengambilan keputusan dalam mengelola usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang agar lebih waspada dalam menghadapi risiko dan dapat mengurangi kerugian yang diterima.

2. Bagi penulis, sebagai pembelajaran dalam menganalisis dan memberikan alternatif solusi dari permasalahan yang ada.

3. Bagi akademisi, penelitian ini sebagai informasi dan bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya.

4. Bagi pembaca, sebagai informasi dan rujukan untuk menambah wawasan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian

Lingkup kajian masalah yang diteliti adalah analisis risiko produksi pada kegiatan menghasilkan benih berukuran 2-3 cm atau benih berumur 25 hari. Pada Saung Lele, kegiatan menghasilkan benih berukuran 2-3 cm atau benih berumur 25 hari adalah ukuran benih yang lebih rentan terhadap kematian dibandingkan ukuran benih lainnya.

Pada penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan penelitian yaitu terbatasnya data yang dimiliki oleh perusahaan sehingga digunakan beberapa pendekatan dan asumsi yang digunakan.


(27)

Data yang dimaksud adalah data mengenai input produksi dan kematian benih akibat sumber risiko produksi. Data input produksi bertujuan untuk mendapatkan nilai SR. Dalam memperoleh nilai SR data yang diperlukan adalah jumlah tebar benih awal dan jumlah benih yang dihasilkan (benih akhir). Pada kegiatan produksi di lokasi penelitian, proses produksi dimulai dari kegiatan pemijahan induk ikan lele Sangkuriang sehingga jumlah benih awal yang ditebar tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itu dilakukanlah penghitungan dengan menggunakan asumsi untuk nilai jumlah telur pada setiap kg induk betina, derajat pembuahan (FR), dan derajat penetasan (HR). Nilai hasil derajat penetasan adalah nilai yang digunakan sebagai jumlah benih awal.

Data jumlah kematian benih akibat sumber risiko produksi di Saung Lele diperoleh dengan cara melakukan pendekatan menggunakan metode M NOPQl dan observasi di lokasi penelitian. Pendekatan tersebut dilakukan karena di lokasi penelitian tidak melakukan pencatatan yang baik terhadap jumlah benih yang mati akibat setiap sumber risiko.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian terdahulu mengenai risiko produksi diperlukan sebagai gambaran bagi penulis dalam penelitian yang akan dilakukan. Penelitian yang terkait dengan risiko produksi perikanan yaitu Dewiaji (2011) yang melakukan analisis risiko produksi pembesaran ikan lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari Gunungsindur Kabupaten Bogor, Ferdian (2011) yang melakukan penelitian mengenai manajemen risiko pembenihan ikan lele sangkuriang pada Cahaya Kita di Gadog Kabupaten Bogor, Saputra (2011) yang melakukan Analisis Risiko Produksi Pembenihan Patin Siam (Pangasius Hypopthalmus) Pada Darmaga Fish Culture di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, dan Sahar (2010) yang melakukan penelitian manajemen risiko pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben s Fish Farm Cibungbulang, Bogor.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewiaji (2011), Ferdian (2011), Saputra (2011) dan Sahar (2010), terdapat beberapa kesamaan sumber risiko produksi pada perikanan yaitu penyakit, perubahan suhu yang drastis dan kesalahan manusia. Namun terdapat perbedaan hasil penelitian mengenai sumber risiko produksi yaitu menurut Dewiaji (2011) adalah kualitas dan pasokan benih, mortalitas dan kualitas pakan, sedangkan menurut Ferdian (2011) yaitu kondisi alam yang berfluktuatif, serangan hama, kualitas pakan yang buruk dan ketersediaan pakan yang kurang, dan pada penelitian Saputra (2011) yaitu kanibalisme, musim kemarau, serta pada penelitian Sahar (2010) yaitu musim kemarau dan kerusakan pada peralatan teknis.

Terdapat kesamaan pada pengukuran sumber risiko produksi yang dilakukan oleh Dewiaji (2011), Ferdian (2011), Saputra (2011) dan Sahar (2010) yaitu menggunakan metode z-score atau pengukuran nilai standar untuk menghitung probabilitas dan VaR (Value at Risk) untuk menghitung dampak dari masing masing sumber risiko.

Penelitian yang dilakukan Dewiaji (2011) menggunakan data SR memperoleh nilaipada tabel z yaitu sebesar 0,352. Artinya, kemungkinan CV Jumbo Bintang Lestari mampu menghasilkan derajat kelangsungan hidup ikan lele dumbo lebih dari derajat kelangsungan hidup ikan lele normal yaitu 75 persen, adalah sebesar 0,352 atau 35,2 persen. Pengukuran dampak risiko menggunakan metode VaR (Value


(29)

RS TUVk). Hasil analisis yang diperoleh Rp 24.965.886 yang artinya CV Jumbo Bintang Lestari bisa yakin 95 persen bahwa perusahaan tidak akan menderita kerugian akibat dari kurangnya jumlah produksi ikan lele dari jumlah normal melebihi Rp 24.965.886 Namun, ada kemungkinan lima persen CV Jumbo Bintang Lestari menderita kerugian lebih besar dari Rp 24.965.886 Sumber-sumber risiko produksi tersebut adalah kualitas dan pasokan benih, mortalitas, kualitas pakan, penyakit, cuaca, dan sumber daya manusia.

Berdasarkan penelitian Ferdian (2011) dalam mengukur probabilitas didapat hasil sebesar 31,9 persen yang berarti kemungkinan Cahaya Kita untuk memproduksi benih lele sangkuriang kurang dari tingkat SR normal adalah 0,319 atau 31,9 persen. Sedangkan pengukuran dampak risikomenggunakan metode VaR (WRXYZ RS T U Vk), hasil analisis yang diperoleh adalah sebesar Rp 11.684.577 yang artinya Cahaya Kita dapat yakin 95 persen bahwa perusahaan tidak akan menderita kerugian akibat kurangnya jumlah produksi benih dari jumlah normal melebihi Rp 11.684.577 Namun ada kemungkinan 5 persen Cahaya Kita menderita kerugian lebih besar dari Rp 11.684.577.

Sahar (2010) menghitung probabilitas kemungkinan terjadi penyimpangan hasil pada tiap kali produksinya sebesar 33,36 persen. Nilai ini menunjukkan probabilitas produksi larva kurang dari 28.000.000 ekor larva per bulan sebesar 33,36 persen.Hasil analisis dampak atau kerugian yang diakibatkan oleh risiko produksi sebesar Rp 136.236.663.

Hasil penelitian Saputra (2011) berbeda dengan ketiga peneliti lainnya dalam menganalisis risiko produksi. Saputra dalam penelitiannya menghitung risko produksi dari setiap sumber yang ada, sedangkan ketiga peneliti lainnya menghitung keseluruhan risiko yang terjadi. Sumber risiko kesalahan dalam melakukan seleksi induk memiliki nilai probabilitas risiko sebesar 7,9 persen, kesalahan penyuntikan induk sebesar 47,2 persen, kanibalisme sebesar 14,7 persen, musim kemarau sebesar 23,6 persen, perubahan suhu air sebesar 28,8 persen, dan penyakit sebesar 41,3 persen. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kesalahan penyuntikan induk merupakan risiko dengan nilai probabilitas risiko terbesar. Sementara itu, hasil dari analisis dampak risiko menggunakan metode VaR memperlihatkan bahwa musim kemarau merupakan sumber risiko produksi


(30)

kemudian selanjutnya secara berurutan yaitu kesalahan penyuntikan induk sebesar Rp 16.617.146, penyakit sebesar Rp 6.238.299, kesalahan dalam melakukan seleksi induk sebesar Rp 6.042.250, perubahan suhu air sebesar Rp 3.766.603, dan kanibalisme sebesar Rp 2.534.131.

Strategi pengelolaan risiko produksi perikanan dari hasil penelitian Dewiaji (2011) yaitu strategi preventif dengan cara menjaga ketersediaan benih dengan memproduksi benih sendiri dan lebih meningkatkan pengawasan produksi terhadap mitra yang melakukan produksi benih agar menghasilkan benih yang berkualitas baik. Sedangkan strategi mitigasi yang dilakukan yaitu menjalin kemitraan dengan pembudidaya benih ikan lele dengan melakukan sistem kontrak, serta mejalin kerjasama dengan supplier pakan.

Pada penelitian Ferdian (2011) strategi pengelolaan risiko produksi perikanan yang dilakukan adalah strategi preventif dengan cara meningkatkan kinerja manajemen operasional produksi, menjaga keadaan lingkungan budidaya, menjalin kerjasama degan pemasok pakan alami dan melakukan kultur pakan alami. Sedangkan strategi mitigasi yang dilakukan yaitu melakukan pergantian air, tindak cepat dalam menangani benih yang terserang penyakit serta melakukan penyortiran berkala.

Saputra (2011) menyatakan bahwa strategi pengelolaan risiko produksi perikanan yang dapat dilakukan yaitu strategi preventif dengan cara tidak memberikan pakan alami yang sudah rusak, menjaga kualitas air tandon, pemisahan benih yang terserang penyakit, menjaga suhu ruangan untuk tetap ideal, meningkatkan [\]ll penyuntikan dan memberikan pakan terhadap larva secara teratur dengan kuantitas yang terjaga. Sedangkan strategi mitigasi yang dilakukan yaitu dengan cara pemberian pakan terhadap induk dengan intensif dan penambahan dosis penyuntikan dengan segera apabila terjadi kekurangan dosis pada induk.

Strategi pengelolaan risiko produksi perikanan dari hasil penelitian Sahar (2010) yaitu strategi preventif dengan cara membuat SOP, melengkapi sarana dan prasarana produksi, mengoptimalkan sumberdaya manusia dengan cara membuat

job description, pemilihan induk yang berkualitas, sistem kontrak dengan pemasok dan kontrak penjualan larva dengan pelanggan serta melakukan


(31)

pengendalian penyakit. Sedangkan strategi mitigasi yang dilakukan untuk memperkecil dampak dari faktor cuaca dan fluktuasi harga jual dengan cara membuat unit bisnis pendederan.

Penelitian yang ini memiliki beberapa persamaan dengan penelitian sebelumnya, diantaranya adalah adanya beberapa persamaan pada masalah yang dihadapi. Masalah yang dihadapi mengenai risiko produksi pada budidaya perikanan air tawar. Pada umunya, risiko yang terjadi disebabkan oleh kanibalisme, penyakit dan perubahan suhu media yang drastis. Selain itu, alat analisis yang digunakan sama dengan alat analisis yang digunakan oleh Dewiaji (2011), Ferdian (2011), Saputra (2011), dan Sahar (2010) yaitu menggunakan metode nilai standar ( z-score) untuk mengetahui probabilitas sumber risiko dan VaR (Value at Risk) untuk mengetahui dampak sumber risiko, serta pemetaaan risiko. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Dewiaji (2011) adalah lokasi penelitian dan tahap budidaya (pembesaran). Penelitian yang dilakukan adalah usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang dengan output benih berukuran 2-3 cm, sedangkan penelitian Dewiaji (2011) adalah usaha pembesaran ikan lele dumbo dengan output ikan berukuran konsumsi. Berbeda dengan Saputra (2011) yang meneliti tentang pembenihan patin sedangkan penelitian yang akan dilakukan tentang pembenihan lele sangkuriang. Penelitian yang dilakukan oleh Sahar (2010) tidak hanya mengenai risiko produksi, tetapi juga risiko pasar. Sedangkan perbedaan dengan Ferdian (2011) adalah komoditas yang diteliti memiliki ukuran output 4-6 cm dan menggunakan sistem budidaya organik serta menganalisis pendapatan. Manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah mengetahui lebih spesifik akan risiko produksi pembenihan ikan lele sangkuriang dengan mengidentifikasi sumber risiko dan menganalisis probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko sehingga dapat memberikan alternatif strategi pengelolaan risiko dari masing-masing sumber di lokasi penelitian.


(32)

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Konsep Risiko

Menurut Hardwood et al (1999), risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu kejadian dan berkaitan dengan ketidakpastian yang dapat menimbulkan kerugian. Ketidakpastian tidak dapat diketahui secara pasti oleh pengambil keputusan.

Djohanputro (2008) mengatakan bahwa pengertian dasar risiko terkait dengan keadaan adanya ketidakpastian. Sedangkan definisi risiko (^ _` a) menurut Robinson dan Barrry (1987) adalah peluang terjadinya suatu kejadian suatu kejadian (merugikan) yang dapat diukur oleh pengambil keputusan. Pada umumnya peluang pada suatu kejadian dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman dalam mengelola suatu usaha. Sementara itu, Umar (1998) memberikan beberapa pengertian mengenai risiko, diantaranya adalah (a) risiko adalah probabilitas timbulnya kerugian; (b) risiko adalah kesempatan timbulnya kerugian; (c) risiko adalah ketidakpastian; (d) risiko adalah penyimpangan aktual dari yang diharapkan dan; (e) risiko adalah probabilitas suatu hasil akan berbeda dari yang diharapkan.

Menurut Darmawi (2010), risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak terduga. Penggunaan kata kemungkinan tersebut sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Menurut Darmawi (2010), ketidakpastian tersebut merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko, sedangkan kondisi yang tidak pasti timbul karena berbagai macam hal, antara lain :

1. Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu berakhir. Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya.

2. Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan.

3. Keterbatasan pengetahuan atau keterampilan mengambil keputusan, dan lain sebagainya.

Risiko sangat erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian (bcd e^ f g_nfy) menurut Robinson dan Barry (1987) adalah peluang suatu kejadian yang tidak dapat diukur


(33)

oleh pengambilan keputusan. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko. Menurut Kountur (2008), terdapat tiga unsur penting dari suatu kejadian yang dianggap sebagai risiko, yaitu: (1) Merupakan suatu kejadian. (2) Kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, jadi bisa terjadi dan bisa tidak. (3) Jika sampai terjadi maka akan menimbulkan kerugian.

Risiko dan ketidakpastian merupakan dua istilah yang merupakan dasar dalam framework pengambilan keputusan. Menurut Hardaker (1997) risiko bisa didefinisikan sebagai pengetahuan yang tidak sempurna (hmpi jki lm knon oi p qi) dimana peluang dari hasil (orm lomi) diketahui sedangkan ketidakpastian merupakan kondisi dimana peluang tidak diketahui. Debertin (1986) menyatakan bahwa risiko dan ketidakpastian sangat sulit untuk ditangani karena hasil dan probabilitas yang terkait dengan setiap kejadian tidak dapat diketahui dengan pasti atau sulit untuk diprediksi dan sebagai alternatifnya untuk menangani risiko perlu adanya asuransi yang jelas dalam suatu usaha.

3.1.2. Klasifikasi Risiko

Risiko sendiri diklasifikasikan menjadi dua, yaitu risiko spekulatif dan risiko murni (Darmawi, 2010). Risiko spekulatif merupakan kejadian sesungguhnya yang kadang-kadang menyimpang dari perkiraan (expectations) kesalah satu dari dua arah. Artinya, ada kemungkinan penyimpangan yang akan menguntungkan dan ada pula penyimpangan yang merugikan. Sedangkan risiko murni merupakan risiko yang hanya ada satu kemungkinan, yaitu kemungkinan mengalami kerugian.

Menurut Harwood et al (1999), terdapat beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani, yaitu :

1. Risiko Produksi

Sumber risiko yang berasal dari kegiatan produksi diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang yang ditimbulkan oleh serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim dan cuaca, kesalahan sumberdaya manusia, dan masih banyak lagi.

2. Risiko Pasar atau Harga


(34)

harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan, dan lain-lain. Sementara itu risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain harga dapat naik akibat dari inflasi.

3. Risiko Kelembagaan

Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan antara lain adanya aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya.

4. Risiko Kebijakan

Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan antara lain adanya kebijakan-kebijakan tertentu yang keluar dari dalam hal ini sebagai pemegang kekuasaan pemerintah yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha. Dalam artian kebijakan tersebut membatasi gerak dari usaha tersebut. Contohnya adalah kebijakan tarif ekspor.

5. Risiko Finansial

Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain adalah adanya piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha terhambat, perputaran barang rendah, laba yang menurun akibat dari krisis ekonomi dan sebagainya.

3.1.3. Manajemen Risiko

Menurut Lam (2008), manajemen risiko dapat didefinisikan dalam pengertian bisnis seluas-luasnya. Manajemen rsiko adalah mengelola keseluruhan risiko yang dihadapi perusahaan, dimana dapat mengurangi potensi risiko yang bersifat merugikan dan terkait dengan upaya untuk meningkatkan peluang keberhasilan sehingga perusahaan dapat mengoptimalisasi profil risiko atau hasilnya. Hal penting untuk mengoptimailisasi profil risiko atau hasil adalah dengan mengintegrasikan manajemen risiko ke dalam proses bisnis perusahaan.

Manajemen risiko sebagai suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kerugian perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi perusahaan yang lebih tinggi (Darmawi, 2010).


(35)

Menurut Darmawi (2010), manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan atau suatu usaha dari kegagalan. Sebagian kerugian seperti hancurnya fasilitas produksi mungkin dapat menyebabkan perusahaan atau suatu usaha harus ditutup, jika sebelumnya tidak ada kesiapsediaan menghadapi musibah seperti itu. Dengan manajemen risiko tersebut perusahaan dapat terhindar dari kehancuran.

Menurut Djohanputro (2008), siklus manajemen risiko terdiri dari lima tahap seperti pada Gambar 2 berikut ini :

Keterangan :

= Hubungan langsung = Hubungan tidak langsung Gambar 2.Siklus Manajemen Risiko

Sumber : Djohanputro (2008)

Tahap 1. Identifikasi risiko

Tahap ini mengidentifikasi apa yang dihadapi oleh perusahaan, langkah pertama dalam mengidentifikasi risiko adalah melakukan analisis pihak yang berkepentingan.

Tahap 2. Pengukuran risiko

Pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu faktor kuantitatif dan kualitatif, kuantitas risiko menyangkut berapa banyak nilai yang rentan terhadap

Pengawasan dan Pengendalian

Risiko Evaluasi Pihak Berkepentingan

Identifikasi Risiko

Pengukuran Risiko

Pemetaan Risiko Model

Pengelolaan Risiko


(36)

risiko, sedangkan kualitatif menyangkut kemungkinan suatu risiko muncul, semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi maka semakin tinggi pula risikonya. Tahap 3. Pemetaan risiko

Pemetaan risiko ditujukan untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan kepentingan bagi perusahaan, disini dilakukan prioritas risiko mana yang lebih dahulu dilakukan, selain itu prioritas juga ditetapkan karena tidak semua risiko memiliki dampak pada tujuan perusahaan. Pemetaan risiko adalah suatu gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal menggambarkan probabilitas, dan sumbu horizontal menggambarkan dampak. Tahap 4. Model pengelolaan risiko

Model pengelolaan risiko terdapat beberapa macam diantaranya model pengelolaan risiko secara konvensional, penetapan model risiko struktur organisasi pengelolaan dan lain-lain.

Tahap 5. Monitor dan pengendalian

Monitor dan pengendalian penting karena :

1. Manajemen perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai rencana.

2. Manajemen juga perlu memastikan pelaksanaan pengelolaan risiko cukup efektif

Monitor dan pengendalian bertujuan untuk memantau perkembangan terhadap kecenderungan-kecenderungan berubahnya profil risiko perubahan ini berdampak pada pergeseran data risiko yang otomatis pada perubahan prioritas risiko.

Menurut Kountur (2008), manajemen risiko perusahaan adalah cara bagaimana menangani semua risiko yang ada di dalam perusahaan tanpa memilih risiko-risiko tertentu saja. Manajemen risiko merupakan cara atau langkah yang dapat dilakukan pengambil keputusan untuk menghadapi risiko dengan cara meminimalkan kerugian yang terjadi. Tujuan manajemen risiko adalah untuk mengelola risiko dengan membuat pelaku usaha sadar akan risiko, sehingga laju organisasi bisa dikendalikan. Strategi pengelolaan risiko merupakan suatu proses yang berulang pada setiap periode produksi (Gambar 3).


(37)

Keterangan gambar : Proses

Hasil (output) Gambar 3.Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan

Sumber : Kountur (2008)

Dengan manajemen risiko dapat diidentifikasi adanya potensi risiko, dengan seluruh faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan organisasi. Manajemen risiko dapat meningkatkan probabilitas keberhasilan dan pencapaian yang baik dari suatu organisasi. Manjemen risiko juga dapat mengurangi probabilitas kegagalan dan ketidakpastian dari suatu pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan.

3.1.4. Pengukuran Risiko

Menurut Darmawi (2010), setelah tahap identifikasi sumber risiko maka selanjutnya sumber risiko diukur untuk menentukan derajat kepentingannya dan untuk memperoleh informasi yang akan membantu dalam menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok untuk digunakan. Informasi yang diperlukan berkaitan dengan dua dimensi risiko yang perlu diukur, yaitu : (a) frekuensi atau jumlah kerugian yang akan terjadi; (b) keparahan dari kerugian. Sementara itu, paling sedikit untuk masing-masing dimensi yang ingin diketahui adalah : (a) rata-rata nilainya dalam periode anggaran; (b) variasi nilai dari suatu periode ke periode anggaran sebelumnya dan berikutnya; (c) dampak keseluruhan dari kerugian-kerugian itu jika kerugian tersebut ditanggung sendiri.

Menurut Kountur (2006), tujuan pengukuran risiko yaitu menghasilkan apa yang disebut dengan status risiko dan peta risiko. Status risiko adalah ukuran yang

PROSES OUTPUT

Evaluasi

Identifikasi Risiko

Pengukuran Risiko

Penanganan Risiko

Daftar Risiko

1. Peta Risiko 2. Status Risiko


(38)

menunjukkan tingkatan risiko, sehingga dapat diketahui mana risiko yang lebih krusial dari risiko lainnya.

Risiko dapat diukur jika diketahui kemungkinan terjadinya risiko dan besarnya dampak risiko. Ukuran pertama dari risiko adalah besarnya kemungkinan terjadinya yang mengacu pada seberapa besar probabilitas risiko yang akan terjadi.

Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko adalah metode nilai standar atau z-stou vwMetode ini dapat digunakan apabila ada data historis dan berbentuk kontinus (desimal). Menurut Kountur (2006), langkah yang dilakukan untuk melakukan perhitungan kemungkinan terjadinya risiko menggunakan metode ini dan aplikasinya adalah :

1. Menghitung rata-rata kejadian berisiko

Dimana:

X = Nilai rata-rata dari kejadian berisiko Xi = Nilai per siklus dari kejadian berisiko n = Jumlah data

2. Menghitung nilai standar deviasi dari kejadian berisiko

Dimana:

x = Standar deviasi dari kejadian berisiko Xi = Nilai per siklus dari kejadian berisiko X = Nilai rata-rata dari kejadian berisiko n = Jumlah data


(39)

Dimana:

Z = Nilai z-y zo{|dari kejadian berisiko

Xi = Batas risiko yang dianggap masih dalam taraf normal X = Nilai rata-rata kejadian berisiko

} = Standar deviasi dari kejadian berisiko

Jika hasil z-y zo{|yang diperoleh bernilai negatif, maka nilai tersebut berada di sebelah kiri nilai rata-rata pada kurva distribusi normal dan sebaliknya jika nilai z-y zo{| positif, maka nilai tersebut berada di sebelah kanan kurva distribusi normal z.

4. Nilai probabilitas terjadinya risiko produksi

Setelah nilai z-yzo{| diketahui, selanjutnya dapat dicari probabilitas terjadinya risiko produksi yang diperoleh dari tabel distribusi z (normal) sehingga diketahui persen kemungkinan terjadinya keadaan dimana kegiatan mendatangkan kerugian.

Metode yang sering digunakan untuk mengukur dampak risiko adalah VaR (~€ |  ‚ ƒ„y…). VaR adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktu tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu. Penggunaan VaR dalam mengukur dampak risiko hanya dapat dilakukan apabila terdapat data historis sebelumnya. Analisis ini dilakukan untuk mengukur dampak dari risiko pada suatu kegiatan. Kejadian yang dianggap merugikan berupa penurunan produksi sebagai akibat dari terjadinya sumber-sumber risiko. Menurut Kountur (2006), VaR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Dimana :

VaR = Dampak kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian berisiko X = Nilai rata-rata kerugian akibat kejadian berisiko

Z = Nilai z dari tabel distribusi normal dengan alfa yang ditentukan

} = Standar deviasi kerugian akibat kejadian berisiko n = Banyaknya kejadian berisiko


(40)

3.1.5. Teknik Pemetaan

Menurut Kountur (2008) dan Djohanputro (2008), sebelum melakukan penanganan pada risiko, hal yang perlu dilakukan adalah membuat peta risiko. Peta risiko adalah gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal menggambarkan probabilitas dan sumbu horizontal menggambarkan dampak. Berdasarkan peta risiko dan status risiko kemudian dapat dilakukan penanganan risiko sesuai dengan posisi risiko yang telah dipetakan dalam peta risiko, sehingga proses penanganan risiko dapat dilakukan dengan tepat sesuai dengan status risikonya (Kountur, 2006). Peta risiko dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini :

Gambar 4.Peta Risiko

Sumber: Kountur (2008) dan Djohanputro (2008)

Probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kemungkinan besar dan kemungkinan kecil. Demikian juga dampak risiko dapat dibagi menjadi dua yaitu dampak besar dan dampak kecil. Batas antara probabilitas atau kemungkinan besar dan kecilnya terjadinya risiko ditentukan oleh manajemen, namun pada umumnya risiko-risiko yang probabilitas terjadinya 20 persen atau lebih besar dianggap sebagai kemungkinan besar, sedangkan di bawah 20 persen dianggap sebagai kemungkinan kecil (Kountur, 2008).

Menurut Kountur (2006), probabilitas merupakan dimensi pertama yang menyatakan tingkat kemungkinan suatu risiko terjadi. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, maka semakin perlu mendapat perhatian. Sebaliknya

Probabilitas (%)

Besar

Kecil

Dampak (Rp) Besar

Kecil

Kuadran 1 Kuadran 2


(41)

jika semakin rendah kemungkinan risiko terjadi, maka semakin rendah perhatian yang diberikan. Umumnya probabilitas dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah.

Dimensi kedua yaitu dampak yang merupakan tingkat kegawatan atau biaya yang terjadi jika risiko yang bersangkutan benar-benar menjadi kenyataan. Semakin tinggi dampak suatu risiko, maka semakin perlu mendapat perhatian khusus. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah dampak yang terjadi akibat suatu risiko maka semakin rendah perhatian yang perlu diberikan. Umumnya dimensi dampak dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu tinggi, sedang, dan rendah.

Matriks antara kedua dimensi menghasilkan empat kuadran utama. Kuadran I merupakan area skala prioritas ketiga dengan tingkat probabilitas sedang sampai besar dan tingkat dampak kecil sampai sedang. Risiko dalam kuadran ini memiliki tingkat probabilitas kejadian yang besar tetapi berdampak kecil. Risiko ini tidak terlalu mengganggu pencapaian tujuan perusahaan. Kadang terasa mengganggu jika risiko tersebut muncul menjadi kenyataan. Namun, hal tersebut biasanya mampu diatasi oleh perusahaan.

Kuadran II merupakan area dengan skala prioritas pertama. Risiko dalam kuadran ini memiliki tingkat probabilitas kejadian dan dampak sedang sampai besar. Kuadran II terdiri dari risiko yang masuk ke dalam prioritas pertama atau prioritas utama. Bila risiko pada kuadran II terjadi maka target perusahaan tidak akan tercapai dan berada dalam kondisi terburuk yang bisa dinyatakan tutup atau bangkrut.

Kuadran III merupakan area dengan skala prioritas keempat dengan tingkat probabilitas kejadian yang kecil. Jika risiko ini terjadi akan berdampak kecil bagi perusahaan dalam mencapai target atau tujuan. Risiko yang masuk dalam kuadran III cenderung dapat diabaikan sehingga perusahaan tidak perlu mengalokasikan sumber dayanya untuk menangani risiko. Namun, perusahaan tetap perlu mengadakan pengawasan pada risiko ini.

Kuadran IV merupakan area dengan skala prioritas kedua dengan memiliki tingkat probabilitas kejadian antara kecil sampai sedang. Risiko dalam kuadran IV cukup jarang terjadi. Tetapi jika risiko tersebut terjadi akan menyebabkan terancamnya tujuan perusahaan.


(42)

3.1.6. Konsep Penanganan Risiko

Menurut Kountur (2006), berdasarkan peta risiko dapat diketahui cara penanganan risiko yang tepat untuk dilaksanakan. Terdapat dua strategi penanganan risiko, yaitu

1. Penghindaran Risiko (Preventif)

Preventif dilakukan sedemikian rupa sehingga risiko tidak terjadi, preventif dilakukan dengan beberapa cara diantaranya : (1) Membuat atau memperbaiki sistem, (2) Mengembangkan sumber daya manusia, dan (3) Memasang atau memperbaiki fasilitas fisik.

Strategi preventif dilakukan untuk risiko yang tergolong dalam probabilitas risiko yang besar. Strategi preventif akan menangani risiko yang berada pada kuadran 1 dan 2. Penanganan risiko dengan menggunakan strategi preventif, maka risiko yang ada pada kuadran 1 akan bergeser ke kuadran 3 dan risiko yang berada pada kuadran 2 akan bergeser ke kuadran 4 (Kountur, 2008). Pergesaran tersebut menandakan bahwa upaya yang dilakukan bertujuan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya atau nilai probabilitas sehingga sebisa mungkin untuk mengurangi atau bahkan mencegah terjadinya sumber risiko tersebut. Penanganan risiko menggunakan strategi preventif dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Preventif Risiko Sumber: Kountur (2008) Probabilitas (%)

Besar

Kecil

Dampak (Rp) Besar

Kecil

Kuadran 1 Kuadran 2


(43)

2. Mitigasi Risiko

Strategi mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk memperkecil atau mengurangi dampak yang ditimbulkan dari risiko yang terjadi. Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar.

Risiko yang berada pada kuadran dengan dampak yang besar diusahakan dengan menggunakan strategi mitigasi dapat bergeser ke kuadran yang memiliki dampak risiko yang kecil. Strategi mitigasi akan menangani risiko sedemikian rupa sehingga risiko yang berada pada kuadran 2 bergeser ke kuadran 1 dan risiko yang berada pada kuadran 4 akan bergeser ke kuadran 3. Pergesaran tersebut menandakan bahwa upaya yang dilakukan bertujuan untuk memperkecil dampak kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya sumber risiko tersebut.

Strategi mitigasi pada pembenihan ikan lele sangkuriang dapat dilakukan dengan metode diversifikasi dan pengalihan risiko. Mitigasi risiko dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Mitigasi Risiko Sumber: Kountur (2008)

3.2. Kerangka Pemikirian Operasional

Dalam menjalankan usaha pembenihan ikan lele kendala yang dihadapi oleh Saung Lele sebagai pelaku usaha adalah risiko produksi yang diindikasikan dengan adanya fluktuasi produktivitas hasil panen. Berdasarkan penelitian

Probabilitas (%)

Besar

Kecil

Dampak (Rp) Besar

Kecil

Kuadran 1 Kuadran 2


(44)

terdahulu dan wawancara dengan pelaku usaha perikanan, faktor yang menjadi penyebab terjadinya risiko produksi dalam pembenihan ikan lele tersebut antara lain kualitas induk, kualitas pakan, kualitas air, suhu air, cuaca, kanibalisme, hama dan penyakit. Kerugian akibat risiko produksi yang dialami adalah jumlah produksi yang rendah.

Dalam penelitian ini akan dilakukan identifikasi sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi oleh pelaku usaha. Kemudian dilakukan identifikasi upaya penanganan risiko produksi yang dilakukan. Analisis ini dilakukan dengan metode analisis deskriptif melalui observasi, wawancara, dan diskusi dengan pelaku usaha. Analisis selanjutnya yang dilakukan adalah analisis probabilitas dan dampak risiko produksi ikan lele akibat adanya sumber risiko. Pengukuran probabilitas atau kemungkinan terjadinya kerugian dilakukan dengan analisis nilai standar atau z-†‡oˆ ‰, sedangkan pengukuran dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis Š‹Œ‰

‹Ž

 †‘ (VaR). Analisis dilakukan dengan menggunakan data produksi ikan lele pada bulan Januari sampai Desember 2012. Hasil analisis probabilitas dan dampak risiko produksi selanjutnya dipetakan dalam peta risiko yang akan menunjukkan sebaran sumber risiko produksi. Setelah itu, ditentukan alternatif strategi penanganan risiko yang tepat untuk mengendalikan sumber risiko produksi tersebut. Alur kerangka pemikiran operasional penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 7.


(45)

Gambar 7.Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian

Fluktuasi Tingkat Kelangsungan Hidup (SR/’“” •–•—˜” —™ š) dan Nilai SR aktual dibawah standar.

Strategi Penanganan Risiko Produksi : Preventif dan Mitigasi Pemetaan Risiko dari Hasil

Perhitungan Probabilitas dan Dampak Probabilitas dari

Sumber-sumber Risiko Produksi

Dampak dari Sumber-sumber Risiko Produksi Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi Menggunakan

Analisis Deskriptif pada Aspek Produksi


(46)

IV.

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang di Saung Lele yang terletak di Perum Purimas 2 Blok EE 12, Kampung Jumbo, Kelurahan Pasir Jambu, Sukaraja Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (p›œžŸ   ¡¢) dengan mempertimbangkan bahwa Saung Lele merupakan pelaku usaha kegiatan pembenihan yang yang memiliki sarana dan prasana yang lengkap serta kolam produksi berjumlah 51 unit. Selain itu Saung Lele adalah pembenih ikan lele Sangkuriang yang telah memiliki sertifikat lele Sangkuriang. Usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang mengalami fluktuasi SR (Ÿ›œ ¡  ¡£¤œ£ ¥¢) atau derajat kelangsungan hidup benih mengindikasikan adanya risiko produksi. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Januari 2013.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif adalah data non numerik yang berupa keterangan kegiatan usaha pembenihan ikan lele sangkuriang seperti keadaan usaha, perkembangan usaha, bahan dan peralatan yang digunakan, dan data lain yang berkaitan dengan penelitian. Data kuantitatif adalah data numerik yang berupa angka seperti data hasil produksi benih lele Sangkuriang berukuran 2-3 cm, harga produk benih lele sangkuriang berukuran 2-3 cm, dan data lain yang berkaitan dengan penelitian.

Data yang digunakan dalam penelitian bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian dengan cara pengamatan langsung di Saung Lele dan wawancara dengan pemilik Saung Lele untuk mengetahui keadaan umum kegiatan usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang. Selain itu juga dilakukan wawancara dengan bagian produksi mengenai proses produksi kegiatan pembenihan, sumber risiko produksi yang dihadapi oleh Saung Lele, dan penanganan sumber risiko produksi pembenihan ikan lele Sangkuriang yang dilakukan oleh Saung Lele. Data sekunder adalah data yang sudah tertulis atau sudah ada sebelumnya yang diperoleh dari pemilik usaha,


(47)

Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, perpustakaan, internet dan literatur yang terkait.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian yang dilaksanakan dilakukan dengan cara :

1. Melakukan pencatatan data kegiatan produksi mengenai data induk yang digunakan, jumlah benih berumur 25 hari yang dihasilkan, dan jumlah kematian yang tercatat dari bulan Januari hingga bulan Desember 2012.

2. Melakukan wawancara dengan bagian produksi (manajer dan karyawan) untuk mengetahui proses pembenihan, sumber risiko produksi pembenihan ikan lele, dan jumlah benih mati yang terjadi di tahun 2012. Wawancara dilakukan dengan menggunakan metode ¦§¨©ªl. Wawancara dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Januari 2013.

3. Melakukan observasi dan pencatatan. Observasi dan pencatatan dilakukan dengan melihat dan mengamati langsung proses pembenihan ikan lele dan penyebab-penyebab kematian benih ikan lele di Saung Lele pada bulan Desember 2012. Pencatatan dilakukan untuk mendapatkan data kematian yang diakibatkan oleh masing-masing sumber risiko produksi. Data terkait dengan biomassa induk yang digunakan, tingkat kelangsungan hidup (SR/«¬¦­® ­©ª

¦©¯§®°benih, kematian benih, dan penyebab kematian benih.

4. Dalam penelitian ini digunakan beberapa asumsi untuk mendapatkan nilai tingkat kelangsungan hidup (±¬¦­®­©ª ¦ ©¯§). Nilai asumsi tersebut berdasarkan wawancara dengan pemilik usaha atau manajer produksi dan didukung dengan literatur yang terkait. Asumsi-asumsi yang digunakan yaitu : 1) Fekunditas telur dengan asumsi setiap 1 kg induk betina mampu menghasilkan 50.000 butir telur. 2) Derajat pembuahan (² § ¦¯®l®zation rate) dengan asumsi tingkat keberhasilan dalam pembuahan telur yaitu 90 persen. 3) Derajat penetasan (hatching rate) dengan asumsi tingkat keberhasilan untuk telur yang menetas adalah 83 persen, dan jumlah telur yang menetas adalah jumlah benih awal. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai SR adalah sebagai berikut :


(48)

Dimana :

SR :³´µ¶·¶¸¹µ¸º »/ tingkat kelangsungan hidup benih (%) Nt : Jumlah benih yang hidup pada akhir pemeliharaan (ekor)

No : Jumlah benih yang hidup pada awal pemeliharaan / penebaran (ekor) Penggunaan nilai asumsi dan hasil perhitungan nilai SR dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

4.4. MetodeRecall

Metodeµ »¼¸¹ladalah metode yang digunakan untuk memperoleh suatu data dari pelaku usaha dengan cara mengingat kejadian di masa lampau. Namun metode tersebut memiliki kelemahan yaitu berdasarkan ingatan atau pengalaman pelaku usaha yang belum tentu ditunjang dengan pencatatan data yang baik. Tetapi dalam penentuan jumlah data pada masa yang sudah lampau yang tidak memiliki catatan atau data yang pasti maka metode yang tepat untuk digunakan adalah metode µ »¼¸¹l½ Metode µ »¼¸¹l digunakan untuk mendapatkan data mengenai jumlah kematian benih yang diakibatkan oleh sumber risiko hama, penyakit, kualitas air, dan kanibalisme.

4.5. Metode Analisis Data

Data primer dan sekunder yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis risiko. Data yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber risiko produksi pembenihan ikan lele adalah data kualitatif hasil wawancara yang kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif. Untuk mengetahui seberapa besar probabilitas dan dampak risiko produksi pembenihan ikan lele digunakan data kuantitatif yang berasal dari data produksi dan laporan keuangan, data tersebut kemudian diolah menggunakan metode analisis risiko dengan bantuanm·¼µ¾¿¾ Àº oÀ À·¼»»xcel. Dalam menganalisis alternatif strategi mengatasi risiko digunakan analisis deskriptif menggunakan data kualitatif.


(49)

4.5.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan analisis yang menjelaskan atau memaparkan hasil pengamatan tanpa melakukan pengujian statistik. Tujuan analisis deskriptif adalah membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang menjadi sumber risiko produksi dalam usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang di Saung Lele.

4.5.2. Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko

Risiko dapat diukur jika diketahui kemungkinan terjadinya risiko dan besarnya dampak risiko. Ukuran pertama dari risiko adalah besarnya kemungkinan terjadinya yang mengacu pada seberapa besar probabilitas risiko yang akan terjadi. Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko adalah metode nilai standar atau z-Á ÂoÃÄÅ

Metode ini dapat digunakan apabila ada data historis dan berbentuk kontinus (desimal). Data yang terkait adalah jumlah benih berukuran 2-3 cm yang dihasilkan, total benih yang mati pada setiap siklus/periode, jumlah benih yang mati yang diakibatkan oleh setiap sumber risiko pada setiap siklus/periode, dan batas normal kematian benih. Data mengenai jumlah benih berukuran 2-3 cm yang dihasilkan didapat dari catatan perusahan, sedangkan data jumlah benih yang mati yang diakibatkan oleh setiap sumber risiko pada setiap siklus/periode, dan batas normal kematian diperoleh dari manajer produksi berdasarkan wawancara dengan metodeÃÄÂÆÇl.

Data yang digunakan adalah data pada Januari - Desember tahun 2012. Data pada bulan Januari November 2012 diperoleh dengan menggunakan metode

ÃÄÂÆÇl, hal tersebut dikarenakan agar pemilik usaha dan manajer produksi tidak terlalu jauh untuk mengingat jumlah benih yang mati dan penyebab kematian benih tersebut pada setiap siklus/periode. Data yang dihasilkan dengan menggunakan metode Ã Ä ÂÆÇl adalah data kematian dengan angka persen dari setiap sumber risiko. Sedangkan data pada bulan Desember 2012 diperoleh


(50)

dengan observasi atau pengamatan langsung di lokasi penelitian. Data persen kematian benih ikan lele Sangkuriang dapat dilihat pada Lampiran 4.

Rumus yang digunakan untuk mendapatkan data kematian benih setelah mendapatkan data kematian dalam bentuk persen dari setiap sumber risiko produksi adalah sebagai berikut :

Dimana :

Benih Mati = Benih yang mati akibat sumber risiko pada siklus/periode tertentu

Kematian Benih = Total benih yang mati (ekor) pada 1 siklus (1 bulan) Persen Kematian Benih = Persen benih yang mati dari total kematian benih

pada siklus/periode tertentu dari setiap sumber. Contoh perhitungan sebagai berikut:

Data kematian benih ikan lele Sangkuriang di Saung Lele pada bulan Desember 2012 diperoleh dari hasil observasi atau pengamatan langsung di lokasi penelitian. Langkah yang dilakukan untuk mendapatkan jumlah benih yang mati yang diakibatkan oleh setiap sumber adalah sebagai berikut :

1. Menghitung benih mati yang diakibatkan oleh penyakit secara manual dengan indikator fisik benih terdapatnya bengkak merah pada bagian tubuh yang disebabkan oleh penyakit MAS (moÈÉlÊ ËÊÌ ÍÎonËÏ Ï ÊpÈÉÐÊmÊË) dan serabut putih pada bagian tubuh yang disebabkan oleh jamur.

Benih mati pada bulan Januari

Hama 110.513 ekor x 3 % = 3.315 ekor Penyakit 110.513 ekor x 7 % = 7.735 ekor Kualitas Air 110.513 ekor x 40 % = 44.205 ekor Kanibalisme 110.513 ekor x 50 % = 55.256 ekor


(51)

2. Menghitung benih mati yang diakibatkan oleh kualitas air secara manual dengan indikator fisik benih tidak menunjukkan adanya kematian yang disebabkan oleh penyakit.

3. Menghitung benih mati yang diakibatkan oleh hama dengan indikator terdapatnya hama pada kolam pemeliharaan dengan asumsi setiap 1 ekor hama dapat menghabiskan benih sebanyak 500 600 ekor.

4. Menghitung benih mati yang diakibatkan oleh kanibalisme saat pemanenan dengan penghitungan sebagai berikut :

Dimana :

BM.K = Benih mati akibat kanibalisme (ekor) No = Jumlah benih awal (ekor)

Nt = Jumlah benih akhir (ekor)

BM.P = Benih mati akibat penyakit (ekor)

BM.KA = Benih mati akibat kualitas air yang buruk (ekor) BM.H = Benih mati akibat hama (ekor)

Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh data kematian benih ikan lele Sangkuriang di Saung Lele yang diakibatkan oleh setiap sumber risiko produksi pada setiap siklus atau periode. Data kematian benih ikan lele Sangkuriang dapat dilihat pada Lampiran 5.

Pada penelitian ini yang akan dihitung adalah kemungkinan terjadinya risiko pada kegiatan produksi pembenihan ikan lele Sangkuriang. Angka atau jumlah kematian benih yang digunakan dalam pengaplikasian rumus dapat dilihat pada Lampiran 5. Batas kematian benih akibat sumber risiko yang dianggap masih dalam taraf normal ditentukan oleh pemilik usaha atau manajer produksi.

BM.K = (No (BM.P + BM.KA +BM.H)) Nt

BM.K = (186.750 (1.410 + 30.877 +2.335)) 139.325 = 12.803 ekor


(52)

Menurut Kountur (2006), langkah yang dilakukan untuk melakukan perhitungan kemungkinan terjadinya risiko menggunakan metode ini dan aplikasinya pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang adalah :

1. Menghitung rata-rata kematian benih akibat kejadian berisiko

Dimana:

X = Nilai rata-rata kematian benih akibat kejadian berisiko (ekor) Xi = Nilai kematian benih per siklus akibat kejadian berisiko (ekor) n = Jumlah data atau siklus (12 siklus)

Contoh perhitungan rata-rata kematian benih akibat kejadian berisiko adalah sebagai berikut :

Nilai rata-rata kematian benih ikan lele Sangkuriang akibat hama pada tahun 2012 adalah 11.762 ekor.

2. Menghitung nilai standar deviasi kematian beni akibat kejadian berisiko

Dimana:

Ñ = Standar deviasi kematian benih akibat kejadian berisiko (ekor) Xi = Nilai kematian benih per siklus akibat kejadian berisiko (ekor) X = Nilai rata-rata kematian benih akibat kejadian berisiko (ekor) n = Jumlah data atau siklus (12)

Nilai rata-rata kematian benih akibat hama pada tahun 2012 X = 3.315 + 5.199 + ...+ 1.192 + 2.335

12 = 11.762 ekor


(53)

Contoh perhitungan nilai standar deviasi kematian benih akibat kejadian berisiko adalah sebagai berikut :

Nilai standar deviasi kematian benih ikan lele Sangkuriang akibat hama pada tahun 2012 adalah 11.190 ekor.

3. Menghitung z-ÒÓoÔ Õ

Dimana:

Z = Nilai z-ÒÓoÔ Õdari kejadian berisiko

Xi = Batas kematian benih akibat sumber risiko yang dianggap masih dalam taraf normal (ekor)

X = Nilai rata-rata kematian benih akibat kejadian berisiko (ekor)

Ö = Standar deviasi kematian benih akibat kejadian berisiko (ekor)

Contoh perhitungan nilai z-ÒÓoÔ Õadalah sebagai berikut :

Nilai z-ÒÓoÔ Õakibat hama pada tahun 2012 adalah 0,29.

Jika hasil z-ÒÓoÔ Õyang diperoleh bernilai negatif, maka nilai tersebut berada di sebelah kiri nilai rata-rata pada kurva distribusi normal dan sebaliknya jika nilai z-ÒÓoÔ Õ positif, maka nilai tersebut berada di sebelah kanan kurva distribusi normal z.

4. Nilai probabilitas terjadinya risiko produksi

Nilai standar deviasi kematian benih akibat hama pada tahun 2012 S = (3.315-11.762)2+ (5.199-11.762)2+ ...+ (2.335-11.762)2

12-1 = 11.190 ekor

Nilai z-ÒÓoÔ Õdari akibat hama pada tahun 2012 Z = 15.000 ekor - 11.762 ekor

11.190 ekor = 0,29


(1)

80 Lampiran 8.Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kualitas Air

KUALITAS AIR

Tahun Bulan Kematian (ekor)

2012

Januari 44.205

Februari 27.482

Maret 12.022

April 18.550

Mei 10.832

Juni 5.075

Juli 4.328

Agustus 13.264

September 6.896

Oktober 43.505

Nopember 14.907

Desember 30.877

Total 231.941

Rata-rata 19.328

St. Deviasi 14.040

X 20.000

Z 0,05

Nilai Pada Tabel Z 0,480


(2)

81 Lampiran 9.Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kanibalisme

KANIBALISME

Tahun Bulan Kematian (ekor)

2012

Januari 55.257

Februari 31.938

Maret 687

April 1.325

Mei 774

Juni 3.383

Juli 2.885

Agustus 8.843

September 4.598

Oktober 11.739

Nopember 9.242

Desember 12.803

Total 143.473

Rata-rata 11.956

St. Deviasi 16.144

X 15.000

Z 0,19

Nilai Pada Tabel Z 0,425


(3)

82 Lampiran 10.Analisis Dampak Sumber Risiko Hama

HAMA

Tahun Bulan Kematian (ekor) Harga (Rp) Kerugian (Rp)

2012

Januari 3.315 40 132.616

Februari 5.199 40 207.970

Maret 6.870 40 274.784

April 19.875 40 795.000

Mei 11.606 40 464.244

Juni 15.224 40 608.940

Juli 12.983 40 519.300

Agustus 39.791 40 1.591.650

September 20.689 40 827.550

Oktober 2.072 40 82.866

Nopember 1.193 40 47.701

Desember 2.335 40 93.400

Total 5.646.020 Rata-rata 470.502 St. Deviasi 447.616

Z 0,523


(4)

83 Lampiran 11.Analisis Dampak Sumber Risiko Penyakit

PENYAKIT

Tahun Bulan Kematian (ekor) Harga (Rp) Kerugian (Rp)

2012

Januari 7.736 40 309.436

Februari 9.656 40 386.230

Maret 14.770 40 590.786

April 26.500 40 1.060.000

Mei 15.475 40 618.992

Juni 10.149 40 405.960

Juli 8.655 40 346.200

Agustus 26.528 40 1.061.100

September 13.793 40 551.700

Oktober 11.739 40 469.574

Nopember 4.472 40 178.878

Desember 1.410 40 56.400

Total 6.035.256 Rata-rata 502.938 St. Deviasi 306.888

Z 0,523


(5)

84 Lampiran 12.Analisis Dampak Sumber Risiko Kualitas Air

KUALITAS AIR

Tahun Bulan Kematian (ekor) Harga (Rp) Kerugian (Rp)

2012

Januari 44.205 40 1.768.208

Februari 27.482 40 1.099.270

Maret 12.022 40 480.872

April 18.550 40 742.000

Mei 10.832 40 433.294

Juni 5.075 40 202.980

Juli 4.328 40 173.100

Agustus 13.264 40 530.550

September 6.896 40 275.850

Oktober 43.505 40 1.740.186

Nopember 14.907 40 596.260

Desember 30.877 40 1.235.080

Total 9.277.650 Rata-rata 773.138 St. Deviasi 561.616

Z 0,523


(6)

85 Lampiran 13.Analisis Dampak Sumber Risiko Kanibalisme

KANIBALISME

Tahun Bulan Kematian (ekor) Harga (Rp) Kerugian (Rp)

2012

Januari 55.257 40 2.210.260

Februari 31.938 40 1.277.530

Maret 687 40 27.478

April 1.325 40 53.000

Mei 774 40 30.950

Juni 3.383 40 135.320

Juli 2.885 40 115.400

Agustus 8.843 40 353.700

September 4.598 40 183.900

Oktober 11.739 40 469.574

Nopember 9.242 40 369.681

Desember 12.803 40 512.120

Total 5.738.913 Rata-rata 478.243 St. Deviasi 645.772

Z 0,523