IPS SMP KK F
71
setempat adalah agama Hindu aliran Wisnu. Bahkan raja dianggap sebagai titisan dewa Wisnu yang memelihara kehidupan rakyat agar makmur dan tenteram.
b. Śrīwijaya
Enam prasasti sebagai bukti keberadaan kerajaan Śrīwijaya adalah yang
ditemukan tersebar di Sumatra Selatan dan pulau Bangka. Prasasti tertua ditemukan di Kedukan Bukit Palembang berangka tahun 604 S 682 M serta
berhuruf pallawa dan berbahasa melayu kuno. Menurut Krom, prasasti ini dimaksudkan untuk memperingati pembentukan negara
Śrīwijaya. Namun Moens berpendapat lain bahwa prasasti ini untuk memperingati kemenangan
Śrīwijaya terhadap Malayu. Sementara Coedes 1964 menduga prasasti ini untuk
memperingati ekspedisi Śrīwijaya ke daerah seberang laut yakni kerajaan
Kamboja yang diperintah oleh Jayawarman. Sedangkan Boechari 1979 berpendapat bahwa prasasti ini untuk memperingati usaha penaklukan daerah
sekitar Palembang oleh Dapunta Hyaŋ dan pendirian ibukota baru atau ibukota kedua di tempat ini.
Prasasti Kota Kapur yang ditemukan di Pulau Bangka dan berangka tahun 608 S 686 M. Kata
Śrīwijaya dijumpai pertama kali di dalam prasasti ini. Keterangan yang penting adalah mengenai usaha
Śrīwijaya untuk menaklukkan bhumi Jawa yang tidak tunduk kepada
Śrīwijaya. Prasasti lain yang ditemukan di Palembang adalah prasasti Talang Tuo dan Telaga Batu. Sementara di Jambi ditemukan
prasasti Karang Brahi dan di Lampung ditemukan prasasti Palas Pasemah. Prasasti ini pada umumnya dipandang sebagai pernyataan kekuasaan
Śrīwijaya. Berdasarkan rekonstruksi peta, berita Cina dan Arab, Moens sampai pada
kesimpulan bahwa Śrīwijaya mula-mula berpusat di Kedah kemudian berpindah
ke Muara Takus. Selanjutnya Soekmono melalui penelitian geomorfologi berkesimpulan bahwa Jambi sebagai pusat lokasi Śrīwijaya. Sedangkan Boechari
berpendapat bahwa sebel um tahun 682 M ibukota Śrīwijaya ada di daerah Batang
Kuantan, setelah tahun 682 M berpindah ke Mukha Upang di daerah Palembang Sumadio, 1994
1
.
Kegiatan Pembelajaran 3
72
Kerajaan Śrīwijaya adalah sebuah kerajaan maritim yang besar dan terlibat dalam perdagangan internasional.
Śrīwijaya lebih mengembangkan suatu tradisi diplomasi dan kekuatan militer untuk melakukan gerakan ekspedisioner.
Hubungan antara Śrīwijaya dengan negeri di luar Indonesia bukan hanya dengan
Cina tapi juga dengan India. Sebuah prasasti raja Dewapaladewā dari Benggala India pada abad IX M menyebutkan tentang pendirian bangunan biara di Nalanda
oleh raja Balaputradewā, raja Śrīwijaya yang menganut agama Buddha. Hal ini didukung berita dari I-tsing yang mengatakan bahwa
Śrīwijaya adalah pusat kegiatan agama Buddha.
c. Mataram Hindu
Kerajaan Mataram dikenal dari prasasti Canggal yang berasal dari halaman percandian di Gunung Wukir Magelang. Prasasti ini berhuruf pallawa dan
berbahasa sansekerta, serta berangka tahun 654 S 732 M. Isinya adalah memperingati didi
rikannya sebuah lingga lambang Siwā oleh raja Sanjaya diatas bukit Kunjarākunjā di pulau Yawadwipā yang kaya akan hasil bumi.
Yawadwipa mula-mula diperintah oleh raja Sanna yang bijaksana. Pengganti Sanna yaitu raja Sanjaya, anak Sannaha, saudara perempuan raja Sanna. Ia
adalah seorang raja gagah berani yang telah menaklukkan raja-raja di sekelilingnya dan raja yang ahli dalam kitab-kitab suci.
Istilah Syailendrawangsa dijumpai pertama kali di dalam prasasti Kalasan tahun 700 S 778 M. Prasasti ini ditulis dengan huruf pra-nagari dan berbahasa
sansekerta. Isinya adalah pendirian bangunan suci bagi Dewi Tarā dan sebua biara bagi para pendeta oleh Maharaja Tejahpurna Panaŋkaran. Bangunan
tersebut adalah Candi Kalasan di Yogyakarta. Tejahpurna Panaŋkaran adalah Rakai Panaŋkaran, pengganti Sanjaya, seperti
nyata dari prasasti Mantiyasih yang dikeluarkan raja Balitung tahun 907 M. Prasasti ini bahkan memuat silsilah raja-raja yang mendahului Balitung yang
bunyinya sebagai berikut : Rahyangta rumuhun ri Mdang ri Poh Pitu, Rakai Mataram Sang Ratu
Sanjaya, Çri Maharaja Rakai Panangkaran,Çri Maharaja Rakai Panunggalan,Çri Maharaja Rakai Warak,Çri Maharaja Rakai Garung,Çri
Maharaja Rakai Pikatan,Çri Maharaja Rakai Kayuwangi,Çri Maharaja
IPS SMP KK F
73
Rakai Watuhumalang,Çri Maharaja Rakai Watukuro Dyah Balitung Dharmodaya Mahaçambu.
Pemerintahan Sanjayawangsa berlangsung terus di samping pemerintahan Syailendrawangsa. Keluarga Sanjaya beragama Hindu memuja Siwa dan keluarga
Syailendra beragama Buddha Mahayana yang sudah cenderung kepada Tantrayana. Demikian juga ada kecenderungan candi-candi dari abad VIII dan IX
yang ada di Jawa Tengah bagian utara bersifat Hindu Candi Dieng, Gedongsongo, sedangkan yang ada di Jawa Tengah bagian selatan bersifat
Buddha candi Kalasan, Borobudur., maka daerah kekuasaan keluarga Sanjaya adalah bagian utara Jawa Tengah dan Syailendra adalah bagian selatan Jawa
Tengah Soekmono, 1985. Pada pertengahan abad IX kedua wangsa ini bersatu melalui perkawinan Rakai
Pikatan dan Pramodawardani, raja puteri dari keluarga Syailendra. Dalam masa pemerintahan Syailendra banyak bangunan suci didirikan untuk memuliakan
agama Buddha, antara lain candi Kalasan, Sewu, dan Borobudur. Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya telah pula mendirikan bangunan suci agama Hindu seperti
candi Loro Jonggrang di Prambanan. Menurut Poerbatjaraka 1956, hanya ada satu wangsa saja yaitu wangsa
Syailendra yang merupakan orang Indonesia asli dan anggota-anggotanya semula menganut agama Siwa, tetapi sejak pemerintahan Rakai Panangkaran menjadi
penganut agama Buddha Mahayana, untuk kemudian pindah lagi menjadi penganut agama Siwa sejak pemerintahan Rakai Pikatan.
Pengganti Pikatan adalah Rakai Kayuwangi yang memerintah tahun 856-886 M. Pengganti Kayuwangi adalah Watuhumalang yang memerintah tahun 886-898 M.
Kemudian menyusullah raja Balitung Rakai Watukura yang memerintah tahun 898-910 M. Prasastinya terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga dapat
disimpulkan ia adalah raja pertama yang memerintah kedua bagian pulau Jawa itu, mungkin kerajaan Kanjuruhan di Jawa Timur telah ia taklukkan, mengingat ia
dalam pemerintahan di Jawa Tengah ada sebutan Rakryan Kanuruhan yaitu salah satu jabatan tinggi langsung di bawah raja.