metabolismenya berperan penting untuk menghasilkan energi melalui oksidasi senyawa tersebut dan menyediakan unsur C untuk pembentukan material sel
Prescott et al., 2000. Bakteri memerlukan kalsium terutama dalam bentuk ion Ca
2+
sebagai kofaktor enzim tertentu dan fosfor terutama dalam bentuk fosfat yang diperlukan
oleh bakteri sebagai komponen struktur sel dan simpanan energi. Volk and Wheeler, 1984.
Asam amino merupakan salah satu faktor penting bagi pertumbuhan bakteri. Asam amino ini disintesis oleh bakteri atau disediakan sebagai nutrisi
eksogenus. Kebutuhan asam amino dapat disediakan sebagai asam amino bebas yang dapat didegrasi oleh bakteri protease sebelum atau setelah masuk ke dalam
sel. Di dalam sel, asam amino pertama kali diaminasi untuk menghasilkan asam organik yang masuk ke dalam siklus Tricarboxylic. Amonia yang dihasilkan dari
diaminasi akan bertindak sebagai sumber nitrogen untuk biosintesis Lim, 1998.
4.3. Media Nutrient Broth
Pada media
Nutrient Broth penghitungan populasi Azotobacter,
Azospirillum dan Bakteri Pelarut Fosfat BPF. Pertumbuhan mikroba pada media
Nutrient Broth disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Pertumbuhan Populasi Azotobacter, Azospirillum dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Media Nutrient Broth
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
5 10
15
Populasi ‐
Lo g
[x] Cfuml
Waktu hari
Azotobacter dengan
aerasi tambahan
Azotobacter tanpa aerasi
tambahan Azospirillum
dengan aerasi
tambahan Azospirillum
tanpa aerasi tambahan
BPF dengan aerasi
tambahan BPF
tanpa aerasi tambahan
Populasi Azotobacter
pada media yang diberikan aerasi mencapai populasi tertingginya pada hari ke-10 dan selanjutnya memasuki fase stasioner hingga hari
ke-15. Populasi Azotobacter pada media yang tidak diberikan aerasi memiliki populasi yang lebih rendah dibandingkan dengan populasi Azotobacter pada
media yang diberikan aerasi. Populasi Bakteri Pelarut Fosfat tertinggi terjadi pada hari ke-10 lalu pada hari ke-15 mengalami penurunan. Populasi Azospirillum pada
media yang tidak diberikan aerasi mencapai pertumbuhan tertinggi pada hari ke-5 sedangkan populasi Azospirillum pada media yang diberikan aerasi baru mencapai
pertumbuhan tertinggi pada hari ke-10. Populasi Azospirillum pada media yang tidak diberikan aerasi lebih tinggi dibandingkan populasi Azospirillum yang
diberikan aerasi.
4.4. Perbandingan Populasi Azotobacter, Azospirillum dan Bakteri Pelarut
Fosfat pada Media IPB RI-1, Media IPB RI-2 dan Media Nutrient Broth
4.4.1. Azotobacter
Pertumbuhan populasi Azotobacter pada media IPB RI-1, media IPB RI-2 dan media Nutrient Broth disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Pertumbuhan Populasi Azotobacter pada Media IPB RI-1, Media IPB RI-2 dan Media Nutrient Broth
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
5 10
15
Populasi - L
og [x]
Cfuml
Waktu hari
Media IPB RI 1 dengan
aerasi tambahan
Media IPB RI 1 tanpa
aerasi tambahan
Media IPB RI 2 dengan
aerasi tambahan
Media IPB RI 2 tanpa
aerasi tambahan
Media Nutrient Broth
dengan aerasi tambahan
Media Nutrient Broth
tanpa aerasi tambahan
Populasi Azotobacter pada media IPB RI-1 yang diberikan aerasi menunjukkan populasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan media lain dan
terendah terdapat pada media IPB RI-2 tanpa aerasi. Perubahan populasi Azotobacter
dari hari ke-0 hingga hari ke-15 menunjukkan bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika perbedaan populasi pada
tiap media. Faktor-faktor tersebut antara lain: kandungan nutrisi pada media, pemberian aerasi, pH, ketersediaan oksigen dan suhu. Faktor-faktor ini
mempengaruhi populasi mikroba dalam media. Populasi Azotobacter mencapai titik tertinggi pertumbuhannya pada hari
ke-10 pada media IPB RI-1, media IPB RI-2 yang diberikan aerasi dan media Nutrient Broth
yang diberikan aerasi, hal ini menunjukkan semua faktor tumbuh yang diperlukan oleh Azotobacter dalam keadaan tersedia pada media tersebut.
Selanjutnya pada hari ke-15, populasi Azotobacter menurun, hal ini diakibatkan karena kandungan nutrien dalam media yang sudah mulai berkurang.
4.4.2. Azospirillum
Pertumbuhan populasi Azospirillum pada media IPB RI-1, media IPB RI-2 dan media Nutrient Broth disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Pertumbuhan Populasi Azospirillum pada Media IPB RI-1, Media IPB RI-2 dan Media Nutrient Broth
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
5 10
15
Populasi ‐
Log [x]
Cfuml
Waktu hari
Media IPB RI 1 dengan
aerasi tambahan
Media IPB RI 1 tanpa
aerasi tambahan
Media IPB RI 2 dengan
aerasi tambahan
Media IPB RI 2 tanpa
aerasi tambahan
Media Nutrient Broth
dengan aerasi tambahan
Media Nutrient Broth
tanpa aerasi tambahan
Pada media IPB RI-1, IPB RI-2 dan media Nutrient Broth yang tidak diberikan aerasi Azospirillum mencapai titik pertumbuhan tertingginya pada hari
ke-5. Sedangkan media Nutrient Broth yang diberikan aerasi mencapai populasi tertingginya pada hari ke-10. Selanjutnya pada hari ke-15, populasi Azospirillum
pada ketiga media mengalami penurunan. Azospirillum
hidup pada lingkungan dengan pH 6.8-7.9 Alexander, 1977. Azospirillum
termasuk dalam ke dalam grup bakteri Gram negatif, aerobikmikroaerofilik, motil Holt et al.,1994. Bakteri mikroaerofilik adalah
bakteri yang tumbuh bila ada oksigen bebas dalam jumlah sedikit. Oleh karena itu, seperti terlihat pada Gambar 5, populasi Azospirillum pada media IPB RI-1,
IPB RI-2 dan Nutrient Broth yang tidak diberi aerasi lebih tinggi dibandingkan dengan media yang diberikan aerasi.
4.4.3. Bakteri Pelarut Fosfat
Pertumbuhan populasi Bakteri Pelarut Fosfat pada media IPB RI-1, media IPB RI-2 dan media Nutrient Broth disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Pertumbuhan Populasi Bakteri Pelarut Fosfat pada Media IPB RI-1, Media IPB RI-2 dan Media Nutrient Broth
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
5 10
15
Populasi ‐
Log [x]
Cfuml
Waktu hari
Media IPB RI 1 dengan
aerasi tambahan
Media IPB RI 1 tanpa
aerasi tambahan
Media IPB RI 2 dengan
aerasi tambahan
Media IPB RI 2 tanpa
aerasi tambahan
Media Nutrient Broth
dengan aerasi tambahan
Media Nutrient Broth
tanpa aerasi tambahan
Pada hari ke-0 hingga hari ke-5 populasi Bakteri Pelarut Fosfat mengalami peningkatan. Pada selang masa tersebut populasi Bakteri Pelarut
Fosfat berada pada fase eksponensial. Pada fase tersebut ditandai dengan periode pembelahan yang cepat. Populasi Bakteri Pelarut Fosfat pada media IPB RI-1,
media IPB RI-2 dan media Nutrient Broth memiliki pola yang sama hingga hari ke-5, namun pada hari ke-10, populasi Bakteri Pelarut Fosfat pada media Nutrient
Broth meningkat melebihi populasi dari media IPB RI-1 dan media IPB RI-2.
Pada hari ke-15 populasi Bakteri Pelarut Fosfat pada ketiga media berada pada jumlah yang sama, kecuali media IPB RI-1 yang tidak diberikan aerasi, populasi
Bakteri Pelarut Fosfat lebih rendah dibandingkan dengan media yang lain.
4.5. Kajian Sifat Kimia 4.5.1. Nilai pH
pH merupakan derajat kemasaman yang menunjukkan terdapat lebih banyak ion H
+
atau OH
-
dalam suatu larutan Tan, 1982. Mikroba dapat tumbuh baik pada daerah pH tertentu, misalnya untuk bakteri pada pH 6,5 – 7,5; khamir
pada pH 4,0 – 4,5 sedangkan jamur dan aktinomisetes pada daerah pH yang luas. Setiap mikroba mempunyai pH minimum, optimum dan maksimum untuk
pertumbuhanya. Beberapa spesies dapat tumbuh dalam keaadaan sangat masam atau sangat alkalin, bila bakteri di kuitivasi di dalam suatu media yang mula-mula
disesuaikan pH-nya misal 7 maka mungkin pH ini akan berubah sebagai akibat adanya senyawa-senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama
pertumbuhannya. Perbandingan nilai pH pada media IPB RI-1, media IPB RI-2 dan media Nutrient Broth NB dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10.
Nilai pH pada Media IPB RI-1, IPB RI-2 dan Nutrient Broth Media Mikroba
pH awal hari ke-0
pH akhir hari ke-15
Media IPB RI-1dengan aerasi Azospirillum
6,8 8,2 Bakteri Pelarut Fosfat
7,3 8,2
Media IPB RI-1 tanpa aerasi Azospirillum
7 7,9 Bakteri Pelarut Fosfat
7,1 8
Media IPB RI-2 dengan aerasi Azospirillum
5 6,6 Bakteri Pelarut Fosfat
5,3 6,6
Media IPB RI-2 tanpa aerasi Azospirillum
5,2 6,4 Bakteri Pelarut Fosfat
5,2 6,2
Media NB dengan aerasi Azospirillum
6,5 8,1 Bakteri Pelarut Fosfat
6,6 7,9
Media NB tanpa aerasi Azospirillum
6,5 8,1 Bakteri Pelarut Fosfat
6,7 8,1
Perubahan pH menunjukkan aktivitas mikroba yang terdapat pada media. Pada awal pengukuran, pH media IPB RI-1 dan media Nutrient Broth berada pada
kondisi netral pH 6,5-7, sedangkan pH media IPB RI-2 lebih masam. Setelah hari ke 15,pH pada media semakin basa. Hal ini disebabkan oksigen sebagai
akseptor elektron terkuat mengoksidasi bahan organik menjadi CO
2
. Mikroba aerob menggunakan oksigen dalam proses respirasi dan akan menghasilkan CO
2
. CO
2
yang terbebaskan bereaksi dengan air membentuk H
2
CO
3
dan karena bersifat asam lemah maka anionnya HCO
3-
akan cenderung membentuk garam tak larut dengan Fe
3+
dan H
+
. Unsur-unsur yang dapat menjadi sumber kemasaman dapat menurun dan pH akan meningkat.
4.5.2. Nilai EC Electrycal Conductivity
EC menunjukkan kadar garam serta memberikan indikasi mengenai hara yang terkandung dalam larutan dinyatakan dalam µScm. Nilai EC pada media
IPB RI-1, IPB RI-2 dan Nutrient Broth NB dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai EC pada Media IPB RI-1, IPB RI-2 dan Nutrient Broth Media Mikroba
EC awal hari ke-0
µScm
EC akhir hari ke-15
µScm
Media IPB RI-1dengan aerasi Azospirillum
3,49 2,63 Bakteri Pelarut Fosfat
3,72 2,83
Media IPB RI-1 tanpa aerasi Azospirillum
5,34 6,12 Bakteri Pelarut Fosfat
3,39 5,75
Media IPB RI-2 dengan aerasi Azospirillum
1138 1321 Bakteri Pelarut Fosfat
1110 1371
Media IPB RI-2 tanpa aerasi Azospirillum
1060 1294 Bakteri Pelarut Fosfat
1094 1331
Media NB dengan aerasi Azospirillum
309 1035 Bakteri Pelarut Fosfat
340 477
Media NB tanpa aerasi Azospirillum
449 570 Bakteri pelarut Fosfat
500 758
Perubahan nilai EC dalam larutan hara berbanding lurus dengan banyaknya unsur hara yang terkandung dalam larutan hara. Semakin banyak unsur
hara yang terkandung dalam larutan maka semakin tinggi nilai EC. Hal ini mengindikasikan kemampuan larutan untuk menghantarkan ion listrik ke akar
tanaman semakin tinggi. Media IPB RI-2 mempunyai nilai EC paling tinggi, ini menunjukkan bahwa dalam media IPB RI-2 terkandung banyak ion-ion. Akan
tetapi Chalcedaas 1998 menambahkan bahwa konduktivitas mengukur jumlah total partikel bermuatan listrik dalam larutan, tetapi tidak membedakan antara satu
ion dengan ion lain sehingga konduktivitas tidak dapat mendeteksi keseimbangan hara dalam suatu larutan.
4.5.3. Nilai Eh Potensial Reduksi
Nilai Eh menunjukkan keadaan oksidatif dan redukstif dari suatu larutan. Nilai Eh yang positif menunjukkan kondisi oksidatif, sebaliknya nilai Eh negatif
menunjukkan kondisi reduktif Ponnamperuma, 1976. Nilai Eh pada media IPB RI-1, media IPB RI-2 dan media Nutrient Broth NB dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai Eh pada Media IPB RI-1, IPB RI-2 dan Nutrient Broth
Media Mikroba Eh awal
hari ke-0 mV
Eh akhir hari ke-15
mV
Media IPB RI-1dengan aerasi Azospirillum
-93,2 -114,1 Bakteri Pelarut Fosfat
-91 -114,8
Media IPB RI-1 tanpa aerasi Azospirillum
-76 -74 Bakteri Pelarut Fosfat
-54,9 -99,5
Media IPB RI-2 dengan aerasi Azospirillum
10,2 -102,4 Bakteri Pelarut Fosfat
29,7 -112
Media IPB RI-2 tanpa aerasi Azospirillum
-105 -160,1 Bakteri Pelarut Fosfat
-100,5 -162,2
Media NB dengan aerasi Azospirillum
144 -107,3 Bakteri Pelarut Fosfat
152,3 -101,2
Media NB tanpa aerasi Azospirillum
165 -102,2 Bakteri pelarut Fosfat
145,8 -102,5
Kondisi media mikroba bersifat lebih reduktif karena mikroba didalamnya melepaskan elektron secara simultan melalui proses respirasi. Pada tabel dapat
dilihat bahwa semakin lama waktu inkubasi maka nilai Eh semakin reduktif. Kecepatan penurunan nilai Eh masing-masing media berbeda-beda. Nilai Eh ini
berpengaruh terhadap kehidupan mikroba, kondisi reduktif menggambarkan aktivitas bakteri rendah akibat oksigen yang berkurang. Hal ini dapat
mengakibatkan bakteri yang ada tidak bisa berkerja dengan optimal dalam mendekomposisi bahan-bahan organik.
4.6. Harga Bahan Media 4.6.1. Biaya Bahan Media IPB RI-1, IPB RI-2, dan
Nutrient Broth
Pada penelitian ini dilakukan penghitungan biaya bahan media untuk melihat biaya yang diperlukan dalam membuat masing-masing media. Biaya
bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat 1 liter media IPB RI-1 adalah Rp. 945 Tabel 13. Bahan-bahan yang digunakan pada media IPB RI-1 dibeli dari
pasar Bogor dan bahan-bahan seperti kepala ikan teri dan gula merah didapatkan dengan harga murah karena bahan-bahan tersebut adalah barang-barang yang
sudah lama di pasar dan tidak ada yang membeli lagi. Tabel 13. Biaya Bahan untuk Membuat 1 liter Media IPB RI-1
Bahan Jumlah Harga kg
Biaya yang digunakan
Pupuk Urea 10 gram
Rp. 1.300 Rp. 13
Pupuk SP-36 5 gram
Rp. 10.100 Rp. 50
Terasi 2,5 gram
Rp. 100.000 Rp. 250
MSG 1 gram
Rp. 30.000 Rp. 30
Kepala ikan teri 10 gram
Rp. 1.000 Rp. 10
Air mineral 1 Liter
Rp. 10.50019 L. Rp. 552
Dedak padi 10 gram
Rp. 1.000 Rp. 10
Gula merah 10 gram
Rp. 3.000 Rp. 30
Total biaya bahan untuk 1 liter media IPB RI-1 Rp. 945
Biaya bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat 1 liter media IPB RI-2 adalah Rp. 690 Tabel 14. Bahan molases yang digunakan pada penelitian
ini berasal dari Pabrik Gula Subang yang berada di Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Subang.
Tabel 14. Biaya Bahan untuk Membuat 1 liter Media IPB RI-2 Bahan Jumlah Harga
Biaya yang digunakan
Air mineral 1 Liter
Rp. 10.50019 L. Rp. 552
Molases 5 50 ml
Rp. 2.750 L Rp. 138
Total biaya bahan untuk 1 liter media IPB RI-2 Rp. 690
Biaya bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat 1 liter media Nutrient Broth
adalah Rp. 27.752 Tabel 15. Nutrient Broth yang dipakai pada penelitian ini adalah Nutrient Broth yang berasal dari produksi Difco™.
Tabel 15. Biaya Bahan untuk Membuat 1 liter Media Nutrient Broth. Bahan Jumlah Harga
Biaya yang digunakan
Air mineral 1 Liter
Rp. 10.50019 L. Rp. 552
Nutrient Broth 8 gram
Rp. 3.400.000 kg Rp.27.200
Total biaya bahan untuk 1 liter media Nutrient Broth Rp. 27. 752
Biaya bahan yang diperlukan untuk membuat media Nutrient Broth sangat mahal jika dibandingkan dengan total biaya bahan untuk membuat media
IPB RI-1 maupun media IPB RI-2.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Media IPB RI-1 menghasilkan 10
10
cfuml Azotobacter, 10
9
cfuml Bakteri Pelarut Fosfat dan 10
8
cfuml Azospirillum. Media Nutrient Broth hanya mampu menghasilkan populasi mikroba sebanyak 10
8
cfuml media. Media IPB RI-1 mampu menghasilkan populasi Azotobacter 100 kali lipat dan Bakteri
Pelarut Fosfat meningkat 10 kali lipat dari populasi mereka di dalam media Nutrient Broth
Media IPB RI-2 menghasilkan 10
9
cfuml Azotobacter, 10
8
cfuml Azospirillum
dan 10
8
cfuml Bakteri Pelarut Fosfat. Media IPB RI-2 mampu menghasilkan sel Azotobacter 10 kali lipat dibandingkan dengan media Nutrient
Broth .
Biaya bahan untuk membuat media IPB RI-1 dan IPB RI-2 sangat murah dibandingkan dengan biaya bahan untuk membuat media Nutrient Broth. Total
biaya bahan media IPB RI-1 hanya 3 Rp 945 dan IPB RI-2 hanya 2 Rp 690 dari total biaya bahan media Nutrient Broth Rp 27.752.
5.2. Saran
Pada studi awal ini telah diperoleh waktu fermentasi 15 hari untuk pertumbuhan optimum mikroba pada media alternatif yang diuji, sehingga
disarankan suatu penelitian lanjut untuk menguji media alternatif tersebut dengan waktu lebih dari 15 hari fermentasi dan diharapkan dapat melakukan uji efektifitas
melalui tanaman.