Analisis Kualitas Pendidikan Life Skills Lulusan Smk Program Pendidikan Sistem Ganda Dalam Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Aceh Selatan – Provinsi Aceh

(1)

ANALISIS KUALITAS PENDIDIKAN LIFE SKILLS LULUSAN

SMK PROGRAM PENDIDIKAN SISTEM GANDA DALAM

PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN

ACEH SELATAN – PROVINSI ACEH

TESIS

Oleh

F A U Z I A H

077003038/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

ANALISIS KUALITAS PENDIDIKAN LIFE SKILLS LULUSAN

SMK PROGRAM PENDIDIKAN SISTEM GANDA DALAM

PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN

ACEH SELATAN – PROVINSI ACEH

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magíster Sains dalam Program Studi

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Konsentrasi

Perencanaan Pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara

Oleh

FAUZIAH

07003038/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : ANALISIS KUALITAS PENDIDIKAN LIFE SKILLS LULUSAN SMK PROGRAM PENDIDIKAN SISTEM GANDA DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN ACEH SELATAN – PROVINSI ACEH Nama Mahasiswa : Fauziah

Nomor Pokok : 077003038

Program Studi : Perencanaan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof.Bachtiar Hassan Miraza) Ketua

(Prof.Aldwin Surya,SE,M.Pd,Ph.D) (Dr.Ir. Tavi Supriana,MS) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza) (Prof.Dr. Ir. T. Chairun Nisa D, MSc )


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 03 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza

Anggota : 1. Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd, Ph.D 2. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS

3. Prof. Dr. Lic.rer. reg. Sirojuzilam, SE 4. Kasyful Mahalli, SE, M.Si


(5)

PERNYATAAN

ANALISIS KUALITAS PENDIDIKAN LIFE SKILLS LULUSAN

SMK PROGRAM PENDIDIKAN SISTIM GANDA DALAM

PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN

ACEH SELATAN – PROVINSI ACEH

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2009

FAUZIAH


(6)

ABSTRAK

FAUZIAH, Judul Penelitian “Analisis Kualitas Pendidikan Life Skills Lulusan SMK Program Pendidikan Sistim Ganda dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Aceh Selatan-Provinsi Aceh”, Komisi Pembimbing: Prof. Bachtiar Hassan Miraza (Ketua), Prof. Aldwin Surya, SE. M.Pd. Ph.D (anggota), dan Dr. Ir. Tavi Supriana, MS (Anggota).

Pendidikan sebagai pendukung pembangunan diharapkan mampu meningkatkan potensi kompetensi peserta didik. Kompetensi sangat diperlukan ketika siswa mulai berkompetisi dalam memasuki kehidupan sosial dan dunia kerja. Seseorang dituntut untuk mampu menerapkan apa yang menjadi keahlian atau kecakapan hidup (life

skills) yang dimiliki. Namun demikian belum semua jenjang sekolah memasukan

program pendidikan kecakapan hidup (life skills) sebagai salah satu fokus analisis dalam pengembangan kurikulum terutama pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah.

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk menganalisis apakah ada peningkatan life skills lulusan SMK sebelum dan sesudah melaksanakan Praktik Kerja Industri serta kontribusi pelaksanaan praktik kerja industri dalam menyiapkan sumberdaya manusia (SDM) berkualitas sabagai salah satu pilar pengembangan wilayah di Kabupaten Aceh Selatan.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis uji beda rata-rata

(paired samples t-test). Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari

nilai pra PSG dan nilai sertifikat pelaksanaan praktik kerja industri lulusan SMK yang telah melaksanakan praktik kerja industri dan saat ini bekerja sebagai tenaga penyuluh lapangan harian pertanian. Data skunder diperoleh dari beberapa instansi yang terkait dengan penelitian.

Hasil penelitian menunjukan ada peningkatan life skills lulusan SMK Negeri I Pasie Raja sebelum dan sesudah melaksanakan praktik kerja industri. Nilai rata-rata

life skills teknis sebelum praktik kerja industri sebesar 309,860 meningkat menjadi

401,620 setelah melaksanakan praktik kerja industri. Nilai rata-rata life skills non teknis sebelum melaksanakan praktik kerja industri 352,480 meningkat menjadi 422,880 setelah melaksanakan praktik kerja industri. Kontribusi peningkatan life

skills lulusan SMK setelah melaksanakan praktik kerja industri dalam pengembangan

wilayah adalah menyiapkan sumberdaya manusia (SDM) berkualitas yang dapat mendorong peningkatan produksi dan produktivitas pertanian di Kabupaten Aceh Selatan.

Kata kunci : pendidikan kecakapan hidup (life skills), praktik kerja industri, sekolah kejuruan, peningkatan produktivitas, pengembangan wilayah


(7)

ABSTRACT

FAUZIAH, the Title of Study “Quality Analysis of Life Skills Education Graduation from Vocational High School of Multiple System Education Program on Regional Development in South Aceh District-Aceh Province”, under consultation of Prof. Bachtiar Hassan Miraza (Coordinator), Prof. Aldwin Surya, SE,M.Pd,Ph.D (Co-Coordinator) and Dr.Ir. Tavi Supriana,MS (Co-Coordinator).

Education as support of development is hoped to be able to increase puteatial the competence of educatee. Competence is needed so much when we begin to compete in entering the social life and work. Someone is claimed to able to apply whatever his skills (life skills) they have. The problem is not alllevel of school to enter the life skills education program as a focus of analysis in development of curriculum especially the education level of Midlle School.

The objective of the study are to of the analysis the existence of life skills improvement of graduation from vocational school before and after Industrial Work Practice and contribution of industrial work practice implementation in preparing the quality human power as one of pillars in regional development of South Aceh. The method used in the study included a significance test (paired samples t-test). The data used is primary data gained from the value of pre-PSG and certificate value of industrial work practice implementation from graduation of Vacational School who completed the industrial work practice and recently working as daily extensor of agriculture in field. The secondary data is gained from some related instancies related with this research.

The result of the study shows that there is improvement in life skills of those who graduated from vocational School Negeri I Pasie Raja before and after completing the industrial work practice. The average life skills value technically before industrial work practice is 409,860 increasing to 401,620 after completing the industrial work practice. The average life skills value of non-technic before implementing the industrial work practice is 452,480 increasing to 422,880 after completing the industrial work practice. The contribution of life skills improvement from graduation of Vacational School after completing the industrial work practice on development of region is preparing the quality of human resourses. They can support the improvement of production and agriculture productivity in District of South Aceh.

Keywords : life skills education (LSE), industrial work practice, vocational school, improvement productivity, regional development


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan kemudahan bagi penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Sekolah Pascasarjana Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Konsentrasi Perencanaan Pendidikan pada Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Tesis ini berjudul ”Analisis Kualitas Pendidikan Life Skills Lulusan SMK Program Pendidikan Sistim Ganda Dalam Pengembangan Wilayah Perdesaan di Kabupaten Aceh Selatan-Provinsi Aceh”

Penyelesaian Tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari semua

pihak, untuk itu penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Prof. Bachtiar Hassan Miraza selaku ketua komisi pembimbing sekaligus sebagai

ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara; Prof. Aldwin Surya, S.E, M.Pd, Ph.D dan Dr.Ir. Tavi Supriana, MS selaku dosen pembimbing yang dengan ketulusan, kearifan dan kesabaran telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penyusunan tesis ini.

1. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE dan bapak Kasyful Mahalli, S.E, M.Si selaku dosen pembanding sekaligus sebagai Sekretaris Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Universitas Sumatera Utara. Serta Drs. Rujiman M.A, selaku dosen pembanding yang telah memberikan banyak masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B,M.Sc, Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan pembiayaan melalui Program Beasiswa Unggulan hingga penyelesaian Tesis ini berdasarkan DIPA Sekretariat Jendral DEPDIKNAS Tahun Anggaran 2007 sampai dengan 2009.

5. Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan, Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Selatan, Kepala BPS, Kepala Dinas Pendidikan Aceh Selatan, Kepala BKPPP Aceh Selatan beserta BKPPP Kecamatan Kluet Utara, Kluet Selatan dan Pasie raja dan seluruh tenaga penyuluh lapangan harian pertanian, Kepala Dinas Holtikultura, Kepala Sekolah SMK Negeri I Pasie Raja serta seluruh staf yang telah membantu dalam proses penelitian ini dan kepada Ir. Suhartono yang telah banyak membantu penulis.

6. Ayahanda Muhammad dan Ibunda Halimah atas dukungan dan segala doanya. 7. Istimewa Almarhum Abangda Yusfahmi beserta istri Almarhummah Sarianti

serta Almarhum ananda Nanda Fahrian, David Fahrian dan Khauthsar Fahrian Semoga segala apa yang telah abangda berikan pada adinda mandapat balasan yang setimpal dari Allah SWT serta segala Amal Ibadannya diterima dan diberikan tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.

8. Abangda Harmizan beserta Istri Afrida,, Kakanda Raimi, S.Ag beserta Suami Muslim,SE, Darmi, A.Md beserta Suami Usman Him yang penulis hormati dan Adinda Zarmawi, S.Pdi beserta Istri Sri dan Adinda Salmiati, S.Pdi serta ananda Nelly Khairana, A.Md, Agus Safari, M. Ali Hanafiah, Yusmahdi Saputra, Aprian Khautsar, Raihanna Mahfuza, Afwan Juliandi, Putri Annisa Meylisa, Ulfiah Rahmah, M. Farel Suharto dan Ulsuffhi yang sangat penulis sayangi 9. Mariano, Susi Susilawati Hrp, Bustami serta teman-teman kuliah di Program

Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Konsentrasi

Perencanaan Pendidikan Program Beasiswa Unggulan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu penyelesaian tesis ini.


(10)

Penulis menyadari bahwa segala kekurangan dalam penulisan Tesis ini ádalah datangnya dari penulis, dan segala kesempurnaan hanya milik ALLAH SWT, oleh karenanya segala kritik dan saran yang bersifat perbaikan akan diterima dengan tangan terbuka dan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Akhir kata, semoga penyusunan tesis ini sebagai sebuah karya Ilmiah dapat berguna bagi semua pihak yang berkepentingan.

Medan, Juli 2009


(11)

RIWAYAT HIDUP

Telah lahir seorang bayi perempuan pada 27 Juli 1976 dari pasangan Muhammad dan Halimah. Bayi mungil tersebut diberi nama Fauziah yang artinya sebuah kemenangan. Dengan penuh kasih sayang sama seperti bayi-bayi lain yang dilahirkan ke dunia di harapkan agar menjadi insan yang berilmu pengetahuan baik dunia maupun akhirat serta beraklak mulia maka kedua orang tua memasukannya ke SD Negeri 4 Barat Daya selesai tahun 1988, SLTP Negeri Kandang selesai tahun 1991 dilanjutkan SLTA Negeri Kandang selesai tahun 1994, semuanya diselesaikan tepat waktu di Kecamatan Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Daerah Istimewa Aceh dulunya sekarang Nanggroe Aceh Darussalam.

Melanjut pendidikan Perguruan Tinggi pada tahun 1996 pada Universitas Syiah Kuala dan selesai pada tahun 2001. Dengan izin Allah SWT pada tahun 2005 diangkat menjadi PNS sebagai Guru pada SMK Negeri I Pasie Raja. Pada Nopember 2007 dengan bantuan dari DIKTI bekerjasama dengan Universitas Sumatera Utara melalui Beasiswa Unggulan melalui ujian seleksi lulus melanjutkan pendidikan pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Konsentrasi Perencanaan Pendidikan SPS-USU di Medan.

Saat ini masih bekerja sebagi Guru pada SMK Negeri I Pasie Raja Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pendidikan Sistem Ganda (PSG ) ... 9

2.1.1. Konsep Pendidikan Sistem Ganda ( PSG ) ... 10

2.1.2. Strategi Pengembangan... 12

2.2. Praktek Kerja Industri (Prakerin) ... 13

2.3. Program Kecakapan Hidup (Life Skills)... 15

2.3.1. Pengembangan Pendidikan Kecakapan Hidup di Sekolah ( Life skills education )... 15


(13)

2.4. Pemetaan Penerapan Pendidikan Kecakapan

Hidup (Life Skills) ... 18

2.5. Profil Pendidikan Kecakapan Hidup (life skills)... 21

2.5.1. Pengertian Pendidikan Kecakapan Hidup (life skills) ... 21

2.5.2. Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup (life skills)... 23

2.5.3. Manfaat Pendidikan Kecakapan Hidup (life skills)... 25

2.6. Terampil dan Mandiri ... 26

2.7. Sumberdaya Manusia yang Berkualitas ... 26

2.8. Produktivitas ... 27

2.9. Pengembangan Wilayah... 30

2.10. Penelitian Sebelumnya ... 33

2.11. Kerangka Pemikiran... 38

2.12. Hipotesis Penelitian... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

3.1. Lokasi Penelitian... 41

3.2. Populasi dan Sampel ... 42

3.2.1. Populasi ... 42

3.2.2. Sampel... 43

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 45

3.4. Teknik Analisis Data... 45

3.5. Defenisi Operasional ... 49

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 51

4.2. Profil Tenaga Penyuluh Lapangan Harian Pertanian (Lulusan SMK) ... 58


(14)

4.3. Profil Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills)

di Kabupaten Aceh Selatan ... 61

4.4. Komponen Praktik Kerja Industri ... 67

4.4.1. Institusi Pasangan... 67

4.4.2. Sistem Penilaian dan Sertifikasi... 72

4.4.3. Kelembagaan Kerjasama... 72

4.4.4. Nilai Tambah dan Insentif... 72

4.5. Pelaksanaan Praktek Kerja Industri (Prakerin) ... 73

4.5.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan... 75

4.5.1.1. Cara Pelaksanaan ... 75

4.5.1.2. Tahapan Pelaksanaan ... 76

4.6. Hasil Analisis Peningkatan Life Skills Lulusan SMK Negeri I Pasie Raja... 78

4.7. Analisis Peningkatan Life Skills Sebelum dan Sesudah Melaksanakan Praktik Kerja Industri (Prakerin) ... 80

4.7.1. Hasil Uji Statistik Berpasangan Untuk Life Skills yang Bersifat Non Teknis ... 80

4.7.2. Hasil Uji Statistik Berpasangan Untuk Life Skills yang Bersifat Teknis ... 83

4.8. Analisis Kontribusi Life Skills terhadap Pengembangan Wilayah... 85

4.8.1. Hubungan Life Skills dengan Peningkatan Produktivitas ... 87

4.8.2. Hubungan Life Skills dengan Peningkatan Produktivitas Pertanian ... 88

4.8.3. Hubungan Life Skills dengan Kesempatan Kerja ... 93

4.8.4. Hubungan Life Skills dengan Pendapatan ... 95


(15)

4.8.5.1. Terbentuknya Kelompok – Kelompok Tani .. 98

4.8.5.2. Terbentuknya Perkumpulan Petani Pemakai Air ( P3A )... 101

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

5.1. Kesimpulan ... 103

5.2. Saran ... 104


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Populasi dan Sebaran Tenaga Penyuluh Lapangan Harian

pada 16(enam belas) Kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan ... 43

3.2. Sebaran Populasi dan Jumlah Sampel pada 7 (Tujuh) Kecamatan ... 44

3.3. Kategori Nilai Praktik Kerja Industri... 46

3.4. Indikator Penilaian Life Skills Lulusan Sebelum dan Sesudah Melaksanakan Praktik Kerja Industri... 46

4.1. Luas Wilayah Kabupaten Aceh Selatan Dirinci menurut Kecamatan tahun 2007... 52

4.2. Jumlah Rata-Rata Penduduk, Per Km2, dan Rumah Tangga dalam Kabupaten Aceh Selatan ... 53

4.3. Distribusi Tenaga Penyuluh Lapangan Harian Pertanian (Lulusan SMK) Berdasarkan Tahun Lulus ... 59

4.4. Pelatihan Kecakapan hidup Life Skils yang di Selenggarakan Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2005 ... 65

4.5. Penilaian Peningkatan Life Skills Lulusan SMK... 78

4.6. Hasil Analisis Perbedaan Life Skills Non Teknis... 81

4.7. Hasil Analisis Perbedaan Life Skills Teknis... 83

4.8. Luas Panen, Produktivitaas dan Produksi Padi (Sawah + Ladang) Kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan Keadaan Tahun 2007 ... 91

4.9. Perbandingan Jumlah Penyerapan Tenaga Penyuluh Lapangan Harian Pertanian ... 94

4.10. Jumlah Kelompok Tani Demfarm Padi Sawah dan Kacang Tanah di Kabupaten Aceh Selatan ... 100


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Kerangka Pemikiran... 39 2 Bagan Organisasi Pelaksanaan Program Pendidikan Kecakapan

Hidup (Life Skills) Dinass Pendidikan Kabupaten Aceh Selatan... 64


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Rekapitulasi Petikan Wawancara ... 109

2. Uji Statistik Berpasangan Non Teknis... 122

3. Uji Statistik Berpasangan Teknis... 123

4. Data Tenaga Penyuluh Lapangan Harian Pertanian Kabupaten Aceh Selatan ... 124

5. Data Nilai Teknis dan Non Teknis... 127

6. Dokumentasi Penelitian ... 129

7. Peta Lokasi Penelitian ... 136

BAB I

PENDAHULUAN


(19)

Indonesia merupakan negara berkembang yang masih memiliki warga miskin relatif tinggi. Jumlah penduduk Indonesia yang berada dibawah garis kemiskinan sampai dengan bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15, 42 persen). Pangkal awal dari kemiskinan di antaranya adalah rendahnya tingkat pendidikan, disebabkan biaya pendidikan yang masih sangat mahal sehingga sulit dijangkau oleh kalangan masyarakat yang tingkat pendapatannya masih di bawah rata-rata .

Pendidikan memiliki peran berarti bagi pembentukan generasi suatu bangsa. Keberhasilan pendidikan yang dinikmati oleh penduduk di satu negara mampu mewujudkan terjadinya perubahan di berbagai sendi kehidupan masyarakat. Proses pendidikan mengajarkan peserta didiknya untuk memahami dan menguasai ilmu pengetahuan dan meningkatkan keterampilan dalam penguasaan teknologi. Banyak negara maju didunia yang merasakan pentingnya pendidikan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menyadari hal itu pemerintah melalui instansi terkait berupaya untuk menuntaskan masalah pendidikan yang dihadapi oleh bangsa ini dengan berupaya mewujudkan Misi dan Visi Pendidikan Nasional yaitu pertama, meningkatkan pemerataan dan perluasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang

bersamaan dengan peningkatan mutu; kedua, pengembangan wawasan persaingaan dan keunggulan; ketiga, memperkuat keterkaitan pendidikan agar sepadan dengan kebutuhan pembangunan; keempat, mendorong terciptannya masyarakat belajar; kelima, pendidikan merupakan sarana untuk menyiapkan generasi masa kini dan sekaligus masa depan; dan keenam, pendidikan merupakan sarana untuk memperkuat


(20)

jati diri bangsa dalam proses industrialisasi dan mendorong terjadinya perubahan masyarakat Indonesia dalam memasuki era globalisasi di abad ke-21. Pembangunan pendidikan harus mampu memantapkan jati diri bangsa Indonesia di tengah pergaulan dengan bangsa lain, sehingga dalam keadaan bagaimanapun, tetap tampil sebagai bangsa Indonesia dengan segala kepribadiannya.

Pemerintah terus melakukan pembenahan melalui berbagai upaya salah satunya Pendidikan Menengah Kejuruan (SMK), tujuan utama antara lain menyiapkan lulusan memasuki dunia kerja. Seiring dengan itu diperkenalkan kebijakan kesesuaian dan kesepadaman (link and match) dengan tujuan meningkatkan kualitas lulusan yang memiliki keterampilan dan kemampuan intelektual sebagai calon tenaga kerja yang tangguh, handal dan profesional. Kebijakan kesesuaian dan kesepadaman (link and match) pada dasarnya berlaku untuk seluruh jenis dan jenjang pendidikan, dan khususnya untuk pendidikan menengah kejuruan. Kebijakan ini dioperasionalkan dalam bentuk pelaksanaan program Pendidika Sistem Ganda (PSG).

Pendidikan Sistem Ganda (PSG) adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang mamadukan secara sistematik dan sinkron dengan program pendidikan di sekolah serta program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu (Djojonegoro, 1999). Pada dasarnya PSG mengandung dua prinsip utama, yaitu : pertama, program pendidikan kejuruan pada SMK adalah program bersama (joint program) antara SMK dengan industri/perusahaan pasangannya. Kedua, program pendidikan kejuruan dilakukan di


(21)

dua tempat, sebagian program yaitu teori dan praktik dasar kejuruan dilaksanakan di sekolah (SMK) dan sebagian lainnya dilaksanakan di dunia kerja, keahlian produktif diperoleh melalui kegiatan bekerja di dunia kerja. Pola penyelenggaraan pendidikan di dua tempat ini, akan memaksa SMK mendekatkan dunianya (dunia sekolah) ke dunia kerja, menyesuaikan isi dengan kebutuhan dunia kerja, untuk mempermudah transfer nilai-nilai dan perilaku kerja sebagaimana yang berlaku di dunia kerja.

Tujuan yang dicapai dalam pelaksanaan program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) salah satunya adalah menghasilkan tenaga kerja yang terampil dan mandiri, yaitu tenaga kerja yang memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan atau kecakapan hidup (life skills) dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja. Seiring dengan berjalannya waktu, pelaksanaan program PSG diformulasikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Indonesia. Dilakukan upaya-upaya yang optimal, agar program yang telah dirancang secara terstandar di dukung oleh SDM, manajemen, sarana dan prasarana yang juga terstandar. Mutu produk pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses pelaksanaan pembelajaran yang dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya, kurikulum, tenaga kependidikan, proses pembelajaran, sarana prasarana, alat dan bahan, manajemen sekolah (kepala sekolah), lingkungan sekolah dan peran serta masyarakat.

Pendidikan Sistem Ganda (PSG) diharapkan sebagai pendukung pembangunan di masa yang akan datang melalui sistem penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan mampu mengembangkan potensi peserta didik sehingga yang


(22)

bersangkutan dapat menghadapi dan menjawab persoalan kehidupan yang menghadang dihadapannya.

Pendidikan yang dilaksanakan harus mampu menggali potensi yang dimiliki sebagai dasar dalam mendalami kompetensi dari peserta didik. Hal ini akan sangat diperlukan oleh seseorang ketika mulai berkompetisi dalam memasuki kehidupan sosial dan dunia kerja. Seseorang dituntut untuk mampu menerapkan apa yang menjadi keahlian atau kecakapan hidup (life skills ) yang dimilikinya .

Menurut Sinaga (2004) dalam Indrawati (2005), Life skills dapat diartikan sebagai “kecakapan hidup/keterampilan hidup”, yaitu kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tampa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya.

Penyelenggaraan pendidikan life skills sesuai pula dengan, visi dan misi dari SMK itu sendiri yaitu menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mampu bersaing dalam setiap lowongan kerja yang tersedia di dunia usaha dan industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.

Sesuai pula dengan misi dan visi pendidikan yang dicanangkan oleh Pemerintah Aceh bersama-sama dengan Dinas Pendidikan beserta segenap instansi terkait lainnya yaitu untuk menciptakan masyarakat yang berpendidikan, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Khusus Kabupaten Aceh Selatan pendidikan merupakan unsur yang sangat perlu diperhatikan


(23)

Kehadiran SMK Negeri I Pasie Raja sangat diharapkan karena sebagai daerah Agraris Kabupaten Aceh Selatan sangat membutuhkan tenaga yang memiliki kemampuan bidang keahlian pertanian. Sebagai komponen pendukung bagi kemajuan pertanian. Tujuannya diharapkan mampu meningkatkan hasil-hasil pertanian.

Menurut Miraza (2008), suatu masyarakat harus dibangun bukan dimulai dari sudut kesejahteraan materi, tetapi kemandirian, keahlian dan keterampilan. Masyarakat tidak harus dihindari dari kemiskinan tetapi dari kebodohan. Masalah utama masyarakat terbelakang adalah kebodohan. Oleh sebab itu, maka kebodohanlah yang harus dihindarkan. Masyarakat yang terhindar dari kebodohan secara langsung akan terhindar dari kemiskinan dan kemelaratan.

Keinginan mendapat pendidikan yang layak, sejak lama telah memicu

berlangsungnya proses migrasi internal yaitu perpindahan sejumlah orang dari desa ke kota di dalam satu wilayah untuk memperoleh pendidikan. Dalam logika mereka seorang anak yang memiliki pendidikan tinggi berpeluang mendapatkan pekerjaan dengan imbalan yang layak di kota, sehingga juga berhasil

memperbaiki peringkat status sosial keluarga mereka ke posisi yang lebih baik di antara warga desa (Surya, 2006).

Tiga modal dasar yang dimiliki oleh Kabupaten Aceh Selatan seperti wilayah yang luas, melimpahnya sumberdaya alam, dan jumlah penduduk yang besar seyogyanya akan membawa masyarakat menjadi makmur dan sejahtera. Tetapi


(24)

ternyata semua itu tidak terbukti. Negara-negara yang ketergantungan kepada sumber daya alam yang sangat besar akan mudah terkena penyakit “dutch

disease” suatu istilah dalam konsep Economic Development yang mengacu pada

adanya kekayaan alam yang melimpah (minyak atau sumber daya alam lainnya) namun membawa petaka yang besar bagi negara yang memilikinya. Bahkan petaka yang ditimbulkan bukan saja membuat negara tersebut jatuh miskin secara ekonomi, tetapi juga secara sosial-budaya.

Menurut Surya (2007), keadaan seperti ini tentunya sangat tidak diinginkan oleh suatu negara. Banyak negara memberi perhatian serius bagi pendidikan melalui alokasi dana yang besar untuk pendidikan pada setiap tahun anggaran dan diimbangi dengan sistem pendidikan yang memungkinkan semua warga berkesempatan mendapat pendidikan layak. Program ini idealnya dilaksanakan secara optimal, tidak setengah-setengah apalagi dilaksanakan setengah hati.

Kunci sukses dalam menghadapi tantangan berat itu terletak pada kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang handal dan berbudaya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumberdaya manusia sejak dini merupakan hal penting yang harus dipikirkan dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh.

Dengan latar belakang inilah peneliti sangat berminat untuk satu kajian tentang ” Analisis Kualitas Pendidikan Life Skills Lulusan SMK Program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) dalam Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Aceh


(25)

Selatan-Provinsi Aceh”, sebagai pembangunan jangka panjang dan berkesinambungan dalam meningkatan sumberdaya manusia berkualitas, terampil dan mandiri.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah ada perbedaan Life Skills bidang keahlian lulusan SMK sebelum dan sesudah melaksanakan Praktik Kerja Industri.

2. Bagaimana kontribusi pelaksanaan Praktik Kerja Industri terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Aceh Selatan.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis apakah ada perbedaan Life Skills bidang keahlian lulusan SMK sebelum dan sesudah melaksanakan Praktik Kerja Industri.

2. Untuk menganalisis bagaimana kontribusi pelaksanaa Praktik Kerja Indistri terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Aceh Selatan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak seperti :

1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan khususnya Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja dan Dinas BKPPP dalam pengembangkan pembangunan pendidikan yang berkelanjutan dalam upaya


(26)

peningkatan sumberdaya manusia yang yang memiliki Life Skills terampil dan mandiri.

2. Peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan berkenaan dengan Praktik Kerja Industri sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia (SDM) di pedesaan.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Sistem Ganda (PSG)

Salah satu bentuk nyata implementasi kebijakan kesesuaian dan kesepadaman (link and match) adalah pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada dasarnya mengandung dua prinsip, yaitu : Pertama, Program pendidikan kejuruan pada SMK adalah program bersama (joint program) antara SMK dengan industri/perusahaan pasangannya. Prinsip ini merupakan konkritisasi peralihan dari suppply driven ke

demand driven. Peralihan dalam arti kewenangan dan tanggung jawab secara sepihak

oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ke arah kebersamaan dan tanggung jawab bersama dengan piha-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan kejuruan. Kedua, Program pendidikan kejuruan dilakukan di dua tempat sebagian program yaitu teori dan praktik dasar kejuruan di sekolah (SMK), dan sebahagian lainnya dilaksanakan di dunia kerja, yaitu keahlian produktif yang diperoleh melalui kegiatan bekerja di dunia kerja.

Pola penyelenggaraan pendidikan di dua tempat ini, akan memaksa SMK mendekatkan dunianya (dunia sekolah) ke dunia kerja, menyesuaikan isinya dengan


(28)

kebutuhan kerja, untuk mempermudah transfer nilai-nilai dan perilaku kerja sebagaimana yang berlaku di dunia kerja (Djojonegoro, 1995). PSG juga dimaksudkan sebagai pranata (means) untuk mempercepat proses pembaharuan pendidikan kejuruan serta strategi pengembangannya.

2.1.1. Konsep Pendidikan Sistem Ganda (PSG)

Pendidikan Sistem Ganda (PSG) adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu.

Dari pengertian di atas terlihat selain lembaga pendidikan dan pelatihan maka tanggung jawab dalam penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan kejuruan juga menjadi tanggung jawab dunia industri/ perusahaan tertentu. Tanggung jawab itu mulai dari tahap perencanaan program, tahap penyelenggaraan, sampai pada tahap penilaian dan penentuan kelulusan peserta didik, serta upaya pemasaran tamatannya.

Pada tahap perencanaan, industri/perusahaan yang telah mengikatkan diri bekerjasama dengan lembaga pendidikan pelatihan Kejuruan atau sekolah penyelengara dalam menyelenggarakan pelaksanaan program pelatihan, pendidikan yang digunakan harus merupakan program yang di rancang dan disepakati bersama oleh kedua belah pihak, melalui ikatan perjanjian (MoU), yang jelas dan tertulis dan tentunya tidak merugikan kedua belah pihak, antara sekolah (siswa) dan pihak


(29)

institusi pasangan (dunia usaha/dunia industri). Mengapa ini penting, karena pelaksanaan pendidikan sistim ganda diarahkan untuk menghasilkan tamatan yang memiliki keahlian/kompetensi atau kecakapan hidup (life skills) tertentu secara terstandar sesuai denga kebutuhan tenaga kerja , maka senantiasa mengacu pada pencapaian standar kemampuan/ kompetensi sesuai dengan tuntutan jabatan pekerjaan atau profesi tertentu yang berlaku di lapangan kerja.

Berdasarkan standar kemampuan yang harus dikuasai dan materi yang harus di pelajari, maka disepakati waktu atau berapa lama dilaksanakan di sekolah dan berapa lama di institusi pasangannya (dunia industri/ perusahaan). Juga di sepakati pola pelaksanaan, apakah model hour-release, day-release dan blok- release atau kombinasi.

Selanjutnya dalam pelaksanaan pelatihan, diserahkan pada dunia industri/perusahaan penyelengara. Namun tidak terlepas dari kerangka yang telah di sepakati. Begitupun pada tahap penilaian di serahkan sepenuhnya kepada lembaga penyelenggara, tentu saja penilaiannya dari tiga aspek, yaitu : aspek kognitif, aspek apektif dan aspek Psikomotorik. Dalam penentuan kelulusan, selain ditentukan oleh sertifikat yang diperoleh dari dunia industri juga di tentukan oleh hasil ujian kompetensi masing-masing bidang keahlian yang telah dilaksanakan dalam PSG. Sistem penilaian ini diberikan oleh kedua belah pihak yaitu pihak sekolah dan dunia industri.

Sertifikat yang didapat dari dunia industri atas pengakuan dan pengharagaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan merupakan tiket


(30)

untuk diakui di dunia kerja dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang profesional. Selain itu diakui bahwa peserta didik tersebut telah memiliki kecakapan hidup tertentu (life Skills) yang mungkin tidak semua orang memilikinya.

Dilihat dari uraian di atas, penyelenggaran Pendidikan dan pelatihan dengan pendekatan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) adalah untuk :

1. Menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional, yaitu tenaga kerja yang memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja ;

2. Meningkatkan dan memperkokoh kesesuaian dan kesepadaman (link and

match) antara lembaga pendidikan dan pelatihan kejuruan dengan dunia Kerja;

3. Meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualitas, dengan memamfaatkan sumberdaya yang ada di dunia kerja;

4. Memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan.

2.1.2. Strategi Pengembangan

Konsep PSG tersebut di atas merupakan inovasi pendidikan kejuruan bagi sistem lama. Namun keterlaksanaan dan keberhasilan pelaksanaan program ini sangat ditentukan oleh kadar pemahaman, kepedulian dan komitmen dari semua pihak pelaksana di lapangan, yaitu manajemen SMK (sekolah yang bersangkutan), guru, dan pihak dunia usaha dan industri, untuk mewujudkan hasil yang diinginkan mungkin dibutuhkan strategi pengembangan yang mengena pada sasaran.


(31)

Strategi pentahapan dan pembabakan, adalah proses pembentukan pemahaman, kepedulian dan komitmen, memerlukan proses penerimaan tata nilai baru, perubahan pola pikir, sikap dan prilaku dari segenap pelaku yang terlibat. Pada tahap pembabakan, di harapkan sejalan dengan langkah penyiapan sumberdaya manusia menghadapi globalisasi.

2.2. Praktek Kerja Industri (Prakerin)

Kemungkinan terlaksananya PSG di SMK sangat bergantung kepada ketersedian dunia usaha dan industri menjadi pasangan SMK untuk bekerjasama melaksanakan program tersebut, karena ikut berperan dalam penyelenggaraan PSG sebelum menjadi kewajiban yang diatur dalam undang-undang. Ada atau tidak adanya kesedian dunia usaha/industri untuk menjadi institusi pasangan sangat di tentukan oleh kemampuan manajemen sekolah dalam mendekati dan menyakinkan dunia usaha dan industri. Kegiatan kerjasama dengan dunia industri /dunia usaha yang telah di kembangkan, dapat menjadi modal dasar untuk lebih difokuskan kepada kerjasama pelaksanaan PSG. Praktik kerja industri (prakerin) yang dilaksanakan dalam PSG memiliki beberapa keuntungan, baik bagi sekolah, siswa maupun institusi pasangan ( dunia industri/perusahaan ).

Bagi sekolah, terdapat kesesuaian dan kesepadanan (link and match) antara program pendidikan dan kebutuhan lapangan kerja yang tersedia sesuai dengan kebijakan link and match. Menjawab sebahagian permasalahan yang berkenaan dengan biaya, sarana ,dan prasarana pendidikan yang kadang menjadi kendala dalam


(32)

upaya peningkatan mutu. Juga memberikan kepuasan bagi penyelenggara pendidikan kejuruan (SMK dan para pelaku lainnya) karena tamatannya lebih terjamin memperoleh bekal keahlian (life skills) yang bermakna, baik untuk kepentingan siswa itu sendiri maupun untuk untuk kepentingan pembangunan bangsa pada umumnya.

Pelaksanaan praktik kerja industri (prakerin), bagi siswa memperoleh banyak keuntungan. Produk lulusan/siswa akan lebih bermakna, karena setelah tamat akan betul-betul memiliki bekal keahlian (life skills) profesional untuk terjun ke lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan taraf kehidupannya dan untuk bekal pengembangan dirinya secara berkelanjutan. Keahlian (life skills) yang diperoleh melalui PSG dapat mengangkat harga dan rasa percaya diri tamatan.

Penyelenggaran PSG bagi dunia industri/dunia usaha sebagai institusi pasangan adalah institusi pasangan mengenal persis kualitas peserta didik yang belajar dan bekerja di perusahaannya. Kalau dinilai bisa menjadi aset, dapat direkrut menjadi tenaga kerja di perusahaan , tapi bila tidak maka tidak ada keharusan bagi perusahaan untuk mempekerjakan siswa yang praktik tersebut. Selain itu, memberi kepuasan tersendiri bagi dunia usaha dan industri penyelenggara karena memperoleh pengakuan ikut serta menentukan masa depan bangsa melalui PSG.

Menurut Miraza (2008), pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan pendidikan serta penyempurnaan perangkat pendidikan, software ataupun hardware, yang selama ini keberadaannya sudah seperti benang kusut tanpa arah yang jelas. Kebijakan pendidikan yang tambal sulam dan tidak berlandaskan pada kebutuhan nyata masyarakat harus dibuang. Disusun suatu kebijakan pendidikan baru yang


(33)

sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan pembangunan bangsa dan negara. Keahlian, keterampilan, dan moral perlu ditekankan pada para lulusan agar para lulusan memiliki sikap kemandirian dan harga diri tinggi.

2.3. Program Kecakapan Hidup (Life Skills)

2.3.1. Pengembangan Pendidikan Kecakapan Hidup di Sekolah (life skills

education)

Salah satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas Pendidikan

Nasional adalah salah satunya yang dilakukan adalah Pengembangan Rencana Sekolah (RPS). Yaitu bagaimana sekolah mengembangkan program-program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang sesuai dengan misi dan visi dari SMK yaitu menghasilkan lulusan yang berkualitas, mandiri serta memiliki keahiann dan ketrampilan.

Menurut Rohiat (2008), di antara RPS yang disusun, salah satunya adalah Pengembangan Pendidikan Kecakapan hidup/PKH (life skills education). Sasaran dari progran pengembangan PKH adalah terwujudnya PKH di sekolah sehingga program-program yang dapat di kembangkan antara lain (1) penyosialisasian PKH di sekolah, (2) penyusunan dan perencanaan program PKH, (3) pengimplementasian PKH, (4) peningkatan supervisi, monitoring dan evaluasi dalam program PKH , (5) peningkatan manajemen program PKH, (6) dan sebagainya.


(34)

Dalam melaksanakan sasaran dari program PKH di atas maka perlu adanya strategi agar sasaran terwujud, antara lain (1) melaksanakan workshop/pelatihaan secara internal di sekolah, (2) melakukan kerjasama dengan komite sekolah, (3) melakukan kerjasama dengan masyarakat, (4) melakukan kerjasama dengan LPTK/ instansi lain yang relevan, (5) melakukan kerjasama dengan DU/DI.

Tidak semua sekolah/lembaga penyelenggara pendidikan yang memiliki semua komponen sistem pendidikan menghasilkan output sekolah yaitu, lulusan yang bermutu sebagi sentral tujuan pendidikan, namun sangat tergantung pada tingkat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada masing-masing komponen. Untuk ketercapaian tujuan tersebut perlu beberapa komponen pendukung dan pelaksana. Dalam hal ini manajemen kelembagaan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan perlu melakukan penataan di bidang-bidang garapan sekolah seperti kesiswaan, ketenagaan, kurikulum, sarana dan prasana, keuangan dan kemitraan sekolah dengan masyarakat.

Menurut Triatna dan Komariah (2004), saat ini telah dikembangkan kurikulum berbasis kompetensi yang merupakan respon pendidikan untuk meningkatkan mutu lulusan yang kompeten dalam menata hidup dan kehidupannya dengan menerapkan kemampuan yang dimilikinya. Kompetensi di kembangkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup (life skills) dalam perubahan, pertentangan, ketidakpastian, dan kerumitan kehidupan. Kurikulum berbasis kompetensi ditujukan untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsanya dengan memberikan dasar-dasar


(35)

pengetahuan, keterampilan, pengalaman belajar yang membangun integritas sosial, serta membudayakan dan mewujudkan karakter nasional..

Kurikulum berbasis kompetensi memudahkan guru dalam menyajikan pengalaman belajar yang sejalan dengan prinsip belajar sepanjang hayat yang mengacu pada empat pilar pendidikan universal yang dikemukan oleh UNESCO (Delor, 1997), yaitu belajar mengetahui (learning to know), belajar melakukan (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together).

Mempersiapkan peserta didik yang memiliki berbagai kompetensi pada hakikatnya merupakan upaya untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki kemampuan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial yang bermutu tinggi, antara lain berupa keterampilan motorik/manual, kemampuan intelektual, sosial, dan emosional. Dengan memiliki kompetensi semacam itu, peserta didik diharapkan mampu untuk mengatasi segala macam akibat dari adanya perkembangan dan perubahan yang terjaddi dalam lingkungan terdekat sampai yang terjauh (lokal, nasional, regional bahkkan internasional).

Saat ini untuk mewujudkan kurikulum melalui peningkatan relevansi kurikulum dengan program pendidikan life skills sebagai salah satu fokus analisis dalam pengembangan kurikulum. Dalam implementasinya pengembangan pendidikan life skills meliputi keterampilan hidup yang relevan dipelajari di sekolah setelah menyelesaikan satuan program belajar tertentu, bahan belajar harus dipelajari agar keterampilan hidup tersebut dikuasiai siswa yang mempelajarinya, kegiatan dan


(36)

pengalaman belajar siswa agar benar-benar menguasai ketrampilan tersebut, sarana dan prasarana pendukung kepemilikan keterampilan yang diinginkan, dan indikator keberhasilan siswa yang mengikutinya.

Pelaksanaan program pengembangan Pendidikan Kecakapan Hidup/PKH (life

skills education) di sekolah dimaksudkan bahwa lembaga pendidikan yang ada

sekarang ini di harapkan bukan hanya sebagai sebuah lembaga yang hanya mampu mencetak SDM yang intelektual dan profesional namun lebih dari itu mampu melahirkan SDM yang memiliki keahlian, keterampilann dan mandiri. Karena diharapkan mampu menjadi motor penggerak dalam pembangunan, yaitu mampu menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran dan sumbangannya sangat besar dan positif dalam upaya pengembangan wilayah.

2.4. Pemetaan Penerapan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills)

Menurut WHO, kecakapan hidup (life skills) adalah kemampuan perilaku positif dan adaptif yang mendukung seseorang untuk secara efektif mengatasi tuntutan dan tantangan, selama hidupnya. Dalam UU Pendidikan Nasional No. 20/2003 pasal 26 ayat 3 disebutkan bahwa Life Skills Education (LSE) digolongkan sebagai pendidikan non formal, yang memberikan keterampilan personal, sosial, intelektual/akademis dan vokasional untuk bekerja secara mandiri.

Konsep kecakapan hidup (life skills) dalam kurun waktu lama telah pula menjadi perhatian para pakar pendidikan dalam pengembangan kurikulum. Dimana kecakapan hidup (life skills) merupakan salah satu fokus analisis dalam


(37)

pengembangan kurikulum pendidikan yang menekankan kecakapan hidup dan bekerja.

Pengembangan kecakapan hidup mengedepankan aspek-aspek : (1) kemampuan yang relevan untuk dikuasai peserta didik, (2) materi pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, (3) kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik untuk mencapai kompetensi, (4) fasilitas, dan sumber belajar yang memadai, dan (5) kemampuan-kemampuan yang dapat diterapkan dalam pendidikan peserta didik.

Peryataan di atas dijadikan pondasi bagi penyelenggaraan pendidikan bagi sekolah/daerah dalam mengembangkan pendidikan yang sesuai dengan kondisi peserta didik, keadaan sekolah, potensi dan kebutuhan daerah. Pendidikan kecakapan hidup (life skills) juga diusahakan dalam pengenalan dan pengembangan lingkungan serta diarahkan untuk menunjang peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan pada akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kompetensi peserta didik.

Kebijakan yang berkaitan dengan dimasukannya program pendidikan kecakapan hidup (life skills) dalam Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dilandasi kenyataan bahwa dalam pendidikan tidak hanya mengejar pengetahuan semata tetatpi juga pengembangan keterampilan, sikap, dan nilai-nilai tertentu yang dapat direfleksikan dalam kehidupan peserta didik. Sekolah tempat program pendidikan dilaksanakan merupakan bagian dari masyarakat. Untuk itu program pendidikan kecakapan hidup (life skills) di sekolah perlu memberikan


(38)

wawasan yang pada peserta didik mengenai keterampila-keterampilan tertentu yang berkaitan dengan pengalaman peserta didik dalam keseharian pada lingkungannya.

Untuk memudahkan program pendidikan kecakapan hidup (life skills) diperlukan adanya model pengembangan yang bersifat umum untuk membantu guru/sekolah dalam mengembangkan muatan kecakapan hidup (life skills) dalam proses pembelajaran. Pendidikan kecakapan hidup bukan merupakan pelajaran yang berdiri sendiri melainkan terintegrasi melalui matapelajaran-matapelajaraan, sehingga pendidikan kecakapan hidup (life skills) dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran yang ada.

Peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasan dalam mengembangkan kurikulum kecakapan hidup (life skills) pada sekolah formal adalah sebagai berikut :

1. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Naasional, Pasal 36 ayat (1, 2, dan 3) daan pasal 38 ayat (2).

2. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

3. Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentan Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Pasal (17) Qanun No. 5 tahun 2008.

4. PP No. 19 Tahun 2005, Pasal 13 ayat (1, 2, 3, dan 4). 5. Standar Isi dan Stándar Kompetensi Lulusan.


(39)

2.5. Profil Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills) 2.5.1. Pengertian Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills)

Depdiknas (2002), menegaskan pendidikan kecakapan hidup (life skills) dapat dipilih menjadi :

1. Kecakapan personal (personal skills) yang mencakup kecakapan mengenai diri sendiri, kecakapan berpikir rasional, dan percaya diri.

2. Kecakapan sosial (social skills) seperti kecakapan melakukan kerjasama, bertenggang rasa, dan tanggung jawab sosial.

3. Kecakapan akademik (academic skills) seperti kecakapan dalam melakukan penelitian, percobaan-percobaan dengan pendekatan ilmiah.

4. Kecakapan vokasional (vocational skills) adalah kecakapan yang berkaitan dengan suatu bidang kejuruan/keterampilan tertentu seperti dibidang perbengkelan, jahit-menjahit, peternakan, pertanian, produksi barang tertentu.

Menurut Depdiknas (2002), Penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup pada satuan dan program pendidikan kecakapan hidup (life skills), dilaksanakan dalam rangka turut memecahkan masalah pengangguran, kemiskinan, lebih ditekankan pada upaya pembelajaran yang bisa memberikan penghasilan (learning

and earning). Dalam pendidikan kecakapan hidup (life skills) ada empat pilar

pendidikan, yaitu : learning to know (belajar untuk memperoleh pengetahuan),

learning to do (belajar untuk dapat berbuat /melakukan pekerjaan), learning to be

(belajar untuk dapat menjadikan dirinya menjadi orang yang berguna), dan learning


(40)

Menurut Sinaga ( 2004 ), life skills dapat diartikan sebagai “kecakapan /keterampilan hidup”, yaitu kecakapan hidup yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tampa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya.

Broling (1989) dalam Depdiknas (2002), menyebutkan bahwa “life skills” adalah interaksi berbagai pengetahuan yang sangat penting dimiliki seseorang agar dapat hidup mandiri. Life skills dikelompokan kedalam tiga kelompok yaitu : kecakapan hidup sehari-hari (daily living skills), kecakapan pribadi/sosial (personal/social skills) dan kecakapan untuk bekerja (occupational skills). Kecakapan hidup sehari-hari (daily skills) antara lain; pengelolaan kebutuhan pribadi, pengelolaan uang pribadi, pengelolaan rumah pribadi, kesadaran kesehatan, kesadaran keamanan , pengelolaan makanan bergizi, pengelolaan pakaian, tanggung jawab sebagai warga negara, pengelolaan waktu ruang, rekreasi dan kesadaran lingkungan. Kecakapan pribadi/sosial (personal/ social skills) meliputi : kesadaran diri (minat, bakat, sikap dan kecakapan), percaya diri, komunikasi dengan orang lain, tenggang rasa dan kepedulian pada sesama, hubungan antar personal, pemahaman dan pemecahan masalah, menemukan dan mengembangkan kebiasaan positif, kemandirian dan kepemimpinan. Sedangkan kecakapan bekerja (occupational skills) meliputi, memilih pekerjaan, perencanaan pekerjaan, persiapan keterampilan kerja, latihan keterampilan, penguasaan kompetensi, menjalankan suatu profesi, kesadaran untuk menguasai berbagai bidang keterampilan, kemampuan menguasai dan


(41)

menerapkan teknologi, merancang dan melaksanakan proses pekerjaan serta menghasilkan barang dan jasa.

Menurut Anwar (2003), bahwa belajar untuk tahu menjadi basis bagi belajar untuk dapat melakukan; belajar untuk dapat melakukan merupakan basis bagi belajar untuk mandiri; belajar untuk mandiri merupakan basis bagi belajar untuk bekerjasama. Aspek tahu, dapat melakukan, mandiri, dan kemampuan bekerjasama merupakan kesatuan dan prasyarat bagi individu untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.

2.5.2. Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills)

Secara umum pendidikan kecakapan hidup (life skills) bertujuan menfungsikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya, yaitu mengembangkan potensi peserta didik dalam menghadapi perannya dimasa mendatang.

Secara khusus pendidikan kecakapan hidup (life skills) bertujuan untuk : 1. Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk

memecahkan problema yang dihadapi.

2. Memberikan wawasan yang luas mengenai pengembangan karir peserta didik.

3. Memberikan bekal dengan latihan dasar tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

4. Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel dan konstektual.


(42)

5. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya di lingkungan sekolah, dengan memberi peluang pemanfaatan sumberdaya yang ada di masyarakat sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.

Kemungkinan terlaksananya Praktik Kerja Industri (prakerin) dalam PSG di SMK sangat bergantung kepada ketersedian DU/DI menjadi pasangan SMK untuk bekerjasama melaksanakan program tersebut, karena ikut berperan dalam penyelenggaraan prakerin menjadi kewajiban yang di atur dalam undang-undang. Ada atau tidak adanya kesedian dunia usaha/industri untuk menjadi institusi pasangan sangat di tentukan oleh kemampuan manajemen sekolah dalam mendekati dan menyakinkan dunia usaha dan industri. Kegiatan kerjasama dengan dunia industri /dunia usaha yang telah di kembangkan, dapat menjadi modal dasar untuk lebih difokuskan kepada kerjasama pelaksanaan Praktik Kerja Industri.

Naval Air Station Atlanta (2003) dalam Anwar (2003) menyatakan bahwa tujuan pendidikan Life Skills adalah :

“to promote family strength and growth through education; toteach concepts and principles relevant to family living, to explore personal attitudes and values, and help members undertand and accept the attitudes and values of ether ; to develop interpersonal skills which contribute to family well-being; to reduce marrige and family conflict and the rebyenhance service member productivity ; and to encourage on-bas delyvery of family eucation program and referral as approprite to community program.”


(43)

Dari pernyatan tersebut dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan life skills adalah pertama, suatu upaya mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahkan problema yang dihadapi. Kedua, memberikan kesempatan pada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel , sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas. Dan ketiga, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya di lingkungan sekolah dengan memberikan peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.

2.5.3. Manfaat Pendidikan Kecakapan Hidup (life skills)

Pendidikan kecakapan hidup yang diarahkan pada usaha untuk memecahkan masalah penggangguran dan kemiskinan, serta dalam pemilihan keterampilan yang akan dipelajari didasarkan pada kebutuhan masyarakat, potensi lokal dan kebutuhan pasar, diharapkan akan memberikan manfaat yang positif bagi siswa , masyarakat dan bagi pemerintah (Dirtjen PLSP, 2003).

1. Manfaat bagi siswa : 1). Memiliki keterampilan, pengetahuan, dan sikap sebagai bekal untuk mampu bekerja atau berusaha sendiri, 2). Memiliki penghasilan yang mampu menghidupi dirinya dan keluarganya, 3). Menularkan/memberikan kemampuan yang dirasakan bermanfaat kepada orang lain, dan 4). Meningkatnya kualitas kemampuan diri, keluarga dan lingkungannya.


(44)

2. Manfaat bagi masyarakat : 1). Menguranggi penggangguran, 2). Menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain, 3). Menguranggi kesenjangan sosial.

3. Manfaat bagi pemerintah : 1). Meningkatkan SDM di daerah, 2). Mencegah urbanisasi, 3). Menumbuhkan kegiatan usaha ekonomi masyarakat dan 4). Menekan kerawanan sosial.

2.6. Terampil dan Mandiri

Menurut Anita (2004) dalam Indrawati (2005), kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan dan kepastiannya.

Kemandirian merupakan salah satu tujuan penyelenggaraan program life

skills. Artinya setelah tamat diharapka siswa mampu membuka lapangan pekerjaan

yang sesuai dengan bidang keahliannyan dan diharapkan mampu menyerap tenaga kerja. Selain mampu menghidupi dirinya sendiri juga bisa memberikan manfaat pada orang lain dalam rangka menguranggi pengganggruran.

2.7. Sumberdaya Manusia yang Berkualitas

Seorang tokoh Ekonomi yang ternama Theodore W.Schullz (1971), membahas peranan pendidikan dan penelitian terhadap investasi dalam Human

Capital (Modal Manusia) dengan membandingkan dua pendapat ahli lainya, maka

beliau berkesimpulan bahwa makin meningkatnya investasi terhadap pendidikan, oleh karena hasilnya dapat dihitung sedangkan sebagian lagi agak sukar menerangkan


(45)

bertambahnya pendapatan sebagai hasil dari investasi itu dimana kualitas komponen-komponen seperti pengetahuan, keterampilan dan sifat-sifat lain yang sejenis itu mempunyai efek khusus terhadap kemampuan manusia dalam mengerjakan tugas yang produktif. Peningkatan kemampuan itu sekaligus ikut meningkatkan nilai Produktivitas dari upaya (kerja) manusia dan hal itu menghasilkan a positive rate of

return (Kamars, 2005).

Nachrowi (1999), Mengatakan bahwa, dalam pengembangan suatu wilayah salah satu pilar yang cukup penting adalah sumberdaya manusia (SDM), karena dengan kemampuan yang cukup akan mampu menggerakan seluruh sumberdaya yang ada. Berbeda dengan sumberdaya alam yang mempunyai keterbatasan, semakin lama semakin berkurang dan habis. Di samping itu, sumberdaya manusia mempunyai peran ganda dalam sebuah proses pembangunan, dapat sebagai obyek maupun subyek pembangunan.

Selanjutnya dikatakan bahwa Sumberdaya Manusia adalah kemampuan totalitas daya pikir dan daya fisik yang terdapat pada orang tersebut . Kualitas Sumberdaya Manusia harus ditingkatkan supaya produktivitas kerja meningkat, sehingga hidup sejahtera (Hasibuan, 2005).

2.8. Produktivitas

Menurut laporan World Economic Forum tahun 2003-2004 daya saing Indonesia menduduki peingkat ke 37 pada tahun 1999, turun menjadi 44 tahun 2000, menurun lagi ke urutan 49 tahun 2001, merosot ke urutan 69 di tahun 2002 dan pada


(46)

tahun 2003 mencapai peringkat terendah menjadi ke 72. Di sini terlihat bahwa daya saing Indonesia terus merosot terutama bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN.

Di tingkat ASEAN Singapore pada tahun 2003 dan 2002 ada di peringkat 6, Malaysia 2003 di urutan 29 turun dari 27 tahun 2002. Thailan tahun 2003 ada di urutan 32 turun dari peringkat 30 di tahun 2002, sementara Vietnam ada di peringkat 60 tahun 2003 dan menurun dari 56 di tahun 2002. Philipine ada di peringkat 66 tahun 2003 turun dari peringkat 62 di tahun 2002. Michael Porter secara tegas menyatakan produktivitas merupakan akar penentu tingkat daya saing baik pada level individu, perusahaan, industri maupun pada level negara. Produktivitas sendiri merupakan sumber standar hidup dan sumber pendapatan individual maupun perkapita. Sedangkan daya saing sendiri pada dasarnya adalah kemampuan untuk menciptakan suatu tingkat kemakmuran. OECD mendefinisikan daya saing sebagai tingkat kemampuan suatu negara menghasilkan barang dan jasa yang sesuai dengan tuntatan pasar internasional dan bersamaan dengan itu kemampuan menciptakan suatu kesejahteraan berkelanjutan bagi warganya. Jadi terdapat hubungan yang sejalan antara tingkat produktivitas dan tingkat daya saing.

Tingkat produktivitas dapat dinaikan dengan cara memobilisasi tabungan domestik dan penarikan bantuan modal asing guna meningkatkan investasi baru berupa pengadaan barang-barang modal asing guna meningkatkan investasi baru berupa pengadaan barang-barang modal serta investasi di bidang pendidikan dan


(47)

pelatihan untuk menambah keterampilan pengelolaan setiap orang (tenaga kerja) yang terlibat (Todarro, 1999).

Produktivitas dapat didefinisikan sebagai perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh (output) dengan jumlah sumber yang dipergunakan (input). Produktivitas dapat dinyatakan secara kuantitas maupun kualitas. Produktivitas dalam ukuran kualitas tidak dapat di ukur dengan uang. Produktivitas ini digambarkan dari ketetapan menggunakan metode dan alat yang tersedia sehingga volume dan beban kerja dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang tersedia dan mendapat respons positif bahkan pujian dari orang lain atas hasil kerjanya.

Kajian terhadap produktivitas secara lebih konprehensif adalah keluaran yang banyak dan bermutu dari tiap-tiap fungsi dan peranan penyelenggaraan sekolah, seperti dijelaskan Thomas (1972) dalam Triana dan Komariah (2008) yang menyodorkan tiga pendekatan mengukur produktifitas,yaitu sebagai berikut:

1. The Administrator’s Production Function memfokuskan pada tatanan lembaga dalam mekanisme kepemimpinan dan manajemen yang memberikan perhatian pada kepuasan pelanggan, terutama pada kepuasan pemimpin suatu pendidiksan dalam memberikan layanan terhadap custumer.

2. The phychologist’s production function menitikberatkan pada perubahan

prilaku peserta didik sebagai hasil belajar. Produktivitas dapat di ukur dari perubahan prilaku siswa, hasil dari proses belajar mengajar yang memenuhi kebutuhan belajar siswa berdasarkan karakteristik dan tugas belajar siswa serta mengembangkan potensi siswa secara menyeluruh.


(48)

3. The Ekonomist’s production function adalah mengukur produktivitas dari

benefit atau keuntungan yang diperoleh siswa setelah melakukan pengorbanan

waktu, tenaga, uang dan yang lainnya. Pendidikan dalam hal ini dipandang sebagai human capital atau penanaman sumber daya manusia yang menghasilkan manfaat yang luar biasa.

2.9. Pengembangan Wilayah

Dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), dinyatakan bahwa untuk menjamin terselenggaranya otonomi daerah maka diperlukan suatu sistem perencanaan pembangunan nasional dan sistem pembangunan daerah yang mengacu pada penyelenggaraan pembangunan nasional. Indonesia merupakan negara yang memiliki geografis wilayah yang sangat heterogen dengan sosial ekonomi dan kultur budaya yang sangat beragam pula tentunya. Untuk itu dalam upaya pengembangan wilayah-wilayah yang tersebar dari Sabang sampai Meuroke, sangat perlu memperhatikan permasalahan serta karakteristik spesifik wilayah, hendaknya didasarkan pada pendayagunaan potensi serta manajemen sumber-sumber daya melalui pembangunan perkotaan, pedesaan dan prasarana untuk peningkatan sosial, ekonomi dan berwawasan lingkungan bagi wilayah tersebut.


(49)

Pengembangan suatu wilayah ditinjau dari aspek sosial yang dimaksud ialah mampu menciptakan unit-unit usaha dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam upaya peningkatan kualitas hidup serta peningkatan kesejahteraan individu, keluarga, dan seluruh masyarakat dalam wilayah itu. Di antaranya dengan cara mengurangi pengangguran dan menyediakan lapangan pekerjaan.

Usaha-usaha mempertahankan dan memacu perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang memadai untuk mempertahankan kesinambungan dan perbaikan kondisi-kondisi ekonomis yang baik bagi kehidupan dan memungkinkan pertumbuhan kearah yang lebih baik. Pencegahan kerusakan dan pelestarian terhadap kesetimbangan lingkungan. Aktivitas sekecil apapun dari manusia yang mengambil sesuatu dari, atau memamfaatkan potensi alam, sedikit banyak akan akan mempengaruhi kesetimbangannya, yang apabila tidak diwaspadai dan dilakukan penyesuaian terhadap dampak-dampak yang terjadi akan menimbulkan kerugian bagi kehidupan manusia, khususnya akibat dampak yang dapat bersifat tak terubah lagi

(irreversible changes). Untuk mencegah hal-hal ini maka di dalam melakukan

pengembangan wilayah, program-programnya harus berwawasan lingkungan dengan tujuan : mencegah kerusakan, menjaga kesetimbangan dan mempertahankan kesetimbangan alam.

Ketiga asas di atas harus mendapatkan perhatian bersama dan diberikan berat yang sesuai dengan peran dan pengaruh masing-masing pada program pengembangan wilayah, agar didapat hasil maksimal serta dihindarinya dampak-dampak negatif yang


(50)

dapat sangat merugikan bahkan meniadakan hasil yang akan dicapai (Mulyanto, 2008).

Lebih lanjut, bahwa pembangunan wilayah (regional development) pedesaan yang dilakukan harus berdasarkan pada azas demokrasi yang didalamnya terkandung kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, partisipasi, berwawasan lingkungan serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan, pemerataan dan kesatuan nasional.

Dalam suatu negara yang sangat luas dan kondisi sosial ekonomi serta geografis wilayah yang sangat beragam seperti Indonesia, pengembangan wilayah (regional development) sangat penting dalam mendampingi pembangunan nasional. Tujuan pengembangan wilayah sangat bergantung pada permasalahan serta karakteristik spesifik wilayah yang terkait, namun pada dasarnya ditujukan pada pendayagunaan potensi serta manajemen sumber-sumber daya melalui pembangunan perkotaan, pedesaan dan prasarana untuk peningkatan kondisi sosial dan ekonomi wilayah tersebut.

Pembangunan berdasarkan pendekatan wilayah dimaksudkan sebagai suatu rencana dan aktivitas pembangunan yang terkait antara satu daerah dengan daerah lainnya sehingga arah pembangunan antar daerah dalam suatu wilayah menampung kebutuhan yang semakin tinggi. Perlu ada kerja sama antar daerah di dalam melaksanakan aktivitas pembangunan di daerah, pada dasarnya memiliki karakteristik potensi ekonomi dan sosial yang hampir sama bahkan saling menguatkan. Kerjasama


(51)

ini dimaksudkan agar pembangunan daerah bisa berjalan secara optimal melalui penciptaan sinergi atas penggunaan potensi ekonomi yang ada.

Untuk saat ini pembangunan di daerah berlandaskan pada potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di daerah. Pemanfaatan kedua potensi inilah yang perlu kerjasama sehingga dapat menciptakan suatu hasil atau manfaat yang lebih besar jika dibandingkan dengan bekerja sendiri (Miraza, 2005).

Apabila kita memandang suatu wilayah, minimal ada tiga komponen wilayah yang perlu diperhatikan, yaitu : sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan teknologi, selanjutnya disebut tiga pilar pengembangan wilayah. Pengembangan wilayah merupakan interaksi antara tiga pilar pengembangan wilayah. Dikatakkan juga suatu wilayah, yang mempunyai sumberdaya alam yang cukup kaya dan sumberdaya manusia yang mampu memanfaatkan dan mengembangkan teknologi , akan cepat berkembang dibandingkan wilayah lainnya yang tidak cukup mempunyai sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang unggul.

2.10. Penelitian Sebelumnya

Guna memperkaya khasanah dari karya ilmiah ini, penulis merujuk beberapa penelitian yang telah pernah dilakukan diantaranya adalah :

Marangin Sinaga (2006), menemukan adanya Implikasi bahwa fungsi manajemen Pendidikan Sistem Ganda yang di implementasikan dengan baik akan membawa nilai yang positif untuk kelanjutan tamatan pada masa yang akan datang.


(52)

Pelaksanaan fungsi sistem ganda yang efektif dapat menjadikan siswa lebih terampil dalam melakukan kegiatan-kegiatan pada DU/DI.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan hasil kesimpulan bahwa pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) sangat tidak efektif. Hal ini diakibatkan masih kurang efektifnya manajemen pendidikan sistem ganda baik tentang kesiapan sekolah dalam pembekalan, institusi pasangan dalam hal membimbing serta kurangnya perhatian Dinas Pendidikan dalam mendukung pelaksanaan program ini.

Dwi Indrawati (2005), menemukan bahwa Keberhasilan suatu program tidak terlepas dari sejauh mana fungsi-fungsi manajemen dapat di implementasikan. Rangkaian fungsi manajemen tersebut sangat berkaitan untuk mencapai suatu tujuan dan didukung oleh fasilitas, dana dan peran manajer (kepemimpinan) dalam merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengawasi tindakan bawahan untuk mencapai tujuan progaram.

Lailun Purnama (2006), menyimpulkan bahwa melalui pelaksanaan pengembangan pembelajaran program life skills mampu menguranggi angka pengangguran bagi masyarakat yang belum memiliki pekerjaan yaitu berkurang sebanyak 20 orang, hal ini sesuai dengan rancangan yaitu memutuskan mata rantai kemiskinan melalui upaya pemberian bekal life skills yang bermuatan pengetahuan dan keterampilan fungsional praktis, sikap kreatif, dan kemampuan kewirausahaan yang dapat di manfaatkan untuk bekerja dan usaha mandiri. Hal ini mengandung pengertian adanya peningkatan SDM di Kecamatan Gebang.


(53)

Melalui pengembangan pembelajaran program life skills ini pembelajar telah memiliki kompetensi yaitu pengetahuan dan keterampilan kerja. Ciri-ciri pembelajar telah memiliki life skills terlihat dengan adanya aktivitas atau kegiatan dalam bentuk keterampilan yang dijadikan sebagai usaha mata pencaharian.

Masriam Bukit (1997), menyimpulkan pada masa mendatang tampa kemitraan dengan industri, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) akan menghasilkan tamatan yang tingkat keterampilannya semakin jauh dari tuntutan lapangan kerja. Pendidikan Sistem Ganda (PSG) merupakan sebuah bentuk kemitraan sekolah dan industri melaksanakan pendidikan kejuruan. Secara teoritis PSG sangat ideal sebagai program pendidikan kejuruan, terutama dalam upaya meningkatkan relevansi serta efisiensi pendidikan. PSG merupakan sebuah bentuk pendekatan

“link and match” pada pendidikan menengah kejuruan.

1. Implementasi Pendidikan Sistem Ganda di Sekolah.

Upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan pemahaman dan mengsosialisasikan tentang konsep PSG pada guru-guru yang terlibat dengan program ini. Upaya peningkatan kemampuan guru, khususnya berkaitan dengan penguasaan standar kompetensi industri, dan pembelajaran berdasarkan kompetensi yang perlu dimiliki oleh guru untuk menerapkan inovasi di kelas. Penambahan jumlah jam praktik di sekolah guna meningkatkan mutu basis keterampilan kejuruan di sekolah.


(54)

2. Implementasi Pendidikan Sistem Ganda di Industri.

Prinsip saling menguntungkan merupakan landasan bagi kemitraan industri dan sekolah dalam pelaksanaan PSG. Industri mendukung, sepanjang PSG menurut perhitungan dapat memberi keuntungan. Keberadaan siswa praktik di industri masih dihitung berdasarkan kebermanfaatan ditinjau dari sudut ekonomi, itupun masih dalam jangka waktu pendek. Kebanyakan DU/DI memberikan pekerjaan pada siswa praktik masih kurang sesuai dengan jenjang keterampilan kejuruan mereka, sehingga kurang dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan kejuruan yang dimiliki siswa.

Selama ini Pendidikan life skills dilaksanakan atau diselenggarakan bagi pendidikan luar sekolah, dengan sasaran anak putus sekolah dan warga masyarakat yang menganggur. Tujuannya untuk memberikan bekal keterampilan dan pengetahuan untuk mandiri.

Namun dewasa ini mengingat biaya pendidikan yang mahal, sehingga angka putus sekolah tinggi, jumlah penduduk yang membutuhkan pekerjaan lebih besar dari kesempatan kerja yang ada, jumlah angka lahir juga tinggi menyebabkan angka menggangur tinggi. Pemerintah mencoba memecahkan persoalan masyarakat ini dengan memasukan pendidikan life skills dalam kurikulum sebagai salah satu mata ajar pada sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas (SLTA), khususnya untuk SMK. Dengan harapan bila


(55)

tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, memiliki life

skills untuk bertahan hidup. Bagi lulusan SMK mampu bekerja pada peluang

kerja yang membutuhkan keahlian.

Disadari penelitian terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian ini tidak relevan dengan penenelitian yang penulis teliti, namun ada substansi dari penelitian terdahulu yang penulis ingin kutip, yang merupakan substansi sangat penting dari penyelenggaraan pendidikan life skills bagi masyarakat awam maupun warga masyarakat putus sekolah, karena berdasarkan pernyataan diatas bahwa LSE di formulasikan untuk pendidikan non formal. Namun yang ingin ditampilkan disini adalah Substansi dari life skills education (LSE).

Dari hasil penelitian ditemukan :

1. Pelaksanaan fungsi sistem ganda yang efektif dapat menjadikan siswa lebih terampil dalam melakukan kegiatan-kegiatan pada DU/DI.

2. Melalui pelaksanaan pengembangan pembelajaran program life skills mampu menguranggi angka pengangguran bagi masyarakat yang belum memiliki pekerjaan. Hal ini sesuai dengan rancangan yaitu memutuskan mata rantai kemiskinan melalui upaya pemberian bekal life skills yang bermuatan pengetahuan dan keterampilan fungsional praktis, sikap kreatif, dan kemampuan kewirausahaan yang dapat di manfaatkan untuk bekerja dan usaha mandiri. Hal ini mengandung pengertian adanya peningkatan SDM.


(56)

3. Melalui pengembangan pembelajaran program life skills ini pembelajar telah memiliki kompetensi yaitu pengetahuan dan keterampilan kerja. Ciri-ciri pembelajar telah memiliki life skills terlihat dengan adanya aktivitas atau kegiatan dalam bentuk keterampilan yang dijadikan sebagai usaha mata pencaharian.

2.11. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini menganalisis kualitas pendidikan life skills lulusan SMK yang bekerja sebagai tenaga penyuluh lapangan harian pertanian melalui praktik kerja industri (prakerin) program Pendidikan Sistim Ganda (PSG). Prakerin yang di laksanakan di DU/DI bertujuan untuk meningkatkan life skills teknis dan non teknis lulusan sehingga mampu mandiri dan memiliki keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk bekerja dan usaha mandiri. Hal ini mengandung pengertian adanya peningkatan SDM. Implementasinya di harapkan sebagai tenaga penyuluh lapangan harian pertanian mampu meningkatkan produktivitas pertanian dalam upaya pengembangan wilayah di Kabupaten Aceh Selatan.


(57)

Selanjutnya kerangka pemikiran dituangkan dalam bagan berikut:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Lulusan SMK

Tenaga Penyuluh Lapangan Harian.

Pendidikan Sistem Ganda (PSG)

Bid.Keahlian Budidaya Tanaman Bid. Keahlian Peternakan

Bid. Keahlian Teknik Las

Praktik Kerja Industri

Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI)

Life Skills

1.Teknis 2. Non Teknis

Terampil dan Mandiri

Sumberdaya Manusia Berkualitas

Produktivitas


(58)

2.12. Hipotesis penelitian

Sesuai masalah, dan tujuan penelitian, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ada perbedaan life skills bidang keahlian lulusan SMK sebelum dan sesudah melaksanakan Praktik Kerja Industri.

2. Ada kontribusi peningkatan life skills lulus SMK program praktik kerja industri terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Aceh Selatan.


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Selatan. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive. Dari 16 (enambelas) Kecamatan, ditentukan 7 (enam) Kecamatan memiliki petugas penyuluh lapangan harian pertanian paling banyak lulusan SMK Negeri I Pasie Raja. Juga sangat mudah untuk dijangkau oleh peneliti guna kesempurnaan dalam penelitian ini. Kecamatan yang ditentukan dalam penelitian adalah Kecamatan Kluet Selatan, Kecamatan Kluet Timur, Kecamatan Kluet Utara, Kecamatan Pasie Raja, Kecamatan Bakongan, Kecamatan Samadua dan Kecamatan Sawang. Mengingat lulusan SMK yang bekerja sebagai tenaga penyuluh pertanian yang akan dijadikan sebagai sampel tersebar di setiap Kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Selatan. Dimana para lulusan tersebut telah melaksanakan Praktik Kerja Industri (Prakerin) sebagai kegiatan wajib yang merupakan wujud dari pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) dalam upaya menciptakan lulusan yang memiliki life skills yang singkron dengan dunia industri dan mencipta lulusan yang memiliki keahlian, terampil, mandiri dan mampu bersaing di dunia kerja.


(60)

3.2.1. Populasi

Menurut Sugiyono (1998), populasi merupakan keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang akan diteliti. Populasi penelitian ini adalah lulusan yang telah melaksanakan praktik kerja industri (prakerin) dalam program Pendidikan Sistem Ganda yang telah berhasil bekerja terutama sebagai tenaga penyuluh lapangan harian di sektor pertanian dan perkebunan yang merupakan sektor andalan masyarakat dan juga merupakan potensi lokal Kabupaten Aceh Selatan sebagai daerah agraris.

Populasi dalam penelitian ini adalah lulusan SMK Negeri I Pasie Raja, berjumlah 130 orang yang tersebar di 16 (enambelas) kantor BPP Kecamatan. Saat ini bidang keahlian yang ada di SMK I Pasie Raja terdiri dari bidang keahlian budidaya tanaman (BDT), peternakan, dan teknik las. Sementara bidang keahlian yang diperlukan sebagai tenaga penyuluh lapangan harian pertanian hanya bidang keahlian budidaya tanaman (BDT) dan bidang keahlian budidaya ternak. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(61)

Tabel 3.1. Populasi dan Sebaran Tenaga Penyuluh Lapangan Harian pada 16 (enam belas) Kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan

Tempat Tugas Kualifikasi Pendidikan Tenaga Penyuluh Lapangan Harian No

Kecamatan Desa SMK Sarjana SMK lain

Jumlah

1 Trumon 16 4 2 2 8

2 Trumon Timur 14 5 1 2 8

3 Bakongan 14 6 1 2 9

4 Bakongan Timur 8 2 1 2 5

5 Kluet Selatan 17 10 3 2 15

6 Kluet Timur 7 7 2 1 10

7 Kluet Utara 19 8 1 2 11

8 Kluet Tengah 13 7 2 2 11

9 Pasie Raja 20 12 2 2 16

10 Tapaktuan 15 1 1 - 2

11 Samadua 27 5 2 1 8

12 Sawang 15 2 1 2 5

13 Meukek 22 3 1 2 6

14 Labuhan Haji 16 2 1 2 5

15 LH. Timur 11 3 3 1 7

16 LH. Barat 13 2 - 2 4

Jumlah 247 79 24 27 130 Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2009

3.2.2. Sampel

Tujuan penggunaan sampel adalah agar peneliti dapat memperoleh data yang dapat mencerminkan keadaan populasi dengan biaya lebih murah dan waktu penelitian lebih cepat. Penetapan ukuran sampel didasarkan atas pertimbangan Roscoe dalam Sugiyono (2003), yang mengatakan : pertama, ukuran sampel yang layak digunakan dalam penelitian sosial adalah antara 30 sampai dengan 500 sampel.


(62)

Kedua, bila sampel dibagi dalam kategori, maka jumlah anggota sampel tiap kategori minimal 30. Dalam penelitian ini, sampel ditetapkan secara purposive terhadap lulusan yang telah melaksanakan Praktik kerja Industri, sekarang ini bekerja sebagai tenaga penyuluh lapangan harian pertanian pada sektor pertanian dan perkebunan di Kabupaten Aceh Selatan.

Data populasi di atas ditetapkan sampel sebanyak 7 (tujuh) kantor BPP Kecamatan dengan jumlah populasi sebanyak 74 (tujuhpuluh empat) orang. Dengan ketentuan bahwa dari 74 orang, ditentukan sebanyak 50 (limapuluh) orang. Tujuh (7) Kecamatan yang dijadikan sampel merupakan Kecamatan yang memiliki tenaga penyuluh lapangan harian pertanian paling banyak berasal dari lulusan SMK Negeri I Pasie Raja. Sebaran dan Jumlah sampel seperti yang tertera pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Sebaran Populasi dan Jumlah Sampel pada 7 (tujuh) Kecamatan Tempat Tugas Data Responden

No Kecamatan

Jumlah Tenaga Penyuluh

Lapangan Harian Lulusan SMK Persen 1 Bakongan 9 6 12,00 2 Kluet selatan 15 10 20,00 3 Kluet Timur 10 7 14,00 4 Kluet Utara 11 8 16,00 5 Pasie Raja 16 12 24,00 6 Samadua 8 5 10,00 7 Sawang 5 2 4,00 Jumlah 74 50 100,00 Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2009


(63)

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh penelitian dan observasi langsung ke lapangan dengan menggunakan teknik wawancara. Pengamatan dilakukan untuk menyesuaikan data sekunder dan memperkirakan kondisi di lapangan sesuai dengan tahun penelitian.

Sedangkan data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dari berbagai informasi atau instansi terkait yang berhubungan dengan ruang lingkup penelitian, yaitu: Sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini, Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Selatan, BKPPP Kabupaten dan BPP Kecamatan, Dinas Pertanian, penelitian sebelumnya dan literatur yang dianggap relevan dalam mendukung penelitian ini.

3.4. Teknik Analisis Data

Kajian ini mengungkap tentang peningkatan life skills lulusan SMK Negeri I Pasie Raja. Peta yang ingin dikemukakan adalah keadaan sebelum dan sesudah dilaksanakan Praktik Kerja Industri yang penilaiannya diberikan oleh pihak DU/DI dimana siswa melaksanakan praktek. Nilai ini akan dikelompokkan kedalam 4 kategori yaitu sangat baik, baik, cukup dan kurang. Untuk lebih jelasnya mengenai kategori penilaian dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Kategori Nilai Praktik Kerja Industri

No Kategori Nilai Angka Nilai Huruf

1 Sangat Baik 90-100 A

2 Baik 75-89 B


(64)

4 Kurang 0-55 D Sumber: Diolah dari Data Primer, 2008

Selanjutnya tentang aspek-aspek penilaian praktik kerja industri dijabarkan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Indikator Penilaian Life Skills Lulusan Sebelum dan Sesudah Melaksanakan Praktik Kerja Industri

Keadaan Sebelum Keadaan Sesudah

Nilai

Nilai

NO Indikator Pra

PSG

NO Indikator PSG Nilai Kompetensi

1 2 3 4 5 6 7

A ASPEK NON TEKNIS A ASPEK NON TEKNIS

1 Disiplin 1 Disiplin

2 Kerja Sama dan Motivasi

2 Kerja Sama dan

Motivasi

3 Kemandirian 3 Kemandirian

4 Inisiatif dan Kreatif 4 Inisiatif dan Kreatif

5 Perilaku 5 Perilaku

6 Tanggung jawab 6 Tanggung jawab

B ASPEK TEKNIS B ASPEK TEKNIS

1 Budidaya Tanaman 1 Budidaya Tanaman

1. Pembibitan 1. Pembibitan

2. Perawatan Tanaman 2. Perawatan Tanaman 3. Pembasmi Hama

Penyakit

3. Pembasmi Hama

Penyakit

4. Produksi/Penderesan 4.Produksi/Penderesan 5. Stimulan Produksi 5. Stimulan Produksi

6. Pengolahan 6. Pengolahan

2 Budidaya Ternak 2 Budidaya Ternak 1. Budidaya Broiler 1. Budidaya Broiler 2. Budidaya Sapi 2. Budidaya Sapi 3. Kesehatan Ternak 3. Kesehatan Ternak


(65)

4. Inseminasi Buatan 4. Inseminasi Buatan

5. Penetasan 5. Penetasan

6. Hijauan Pakan Ternak

6. Hijauan Pakan

Ternak

7. Sosial Ekonomi 7. Sosial Ekonomi Sumber Data : Dunia Usaha/Dunia Industri

Kemudian untuk menjawab permasalahan kedua dilakukan analisis dengan uji beda parametrik uji-t (t-test) yaitu melihat bagaimana pengaruh pelaksanaan Praktik Kerja Industri dalam Program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) berpengaruh terhadap Peningkatan Life Skills lulusan SMK Negeri I Pasie Raja, Kabupaten Aceh Selatan dilakukan dengan uji beda( Uji-t). Menurut Walpole (1992), bila sampel yang diambil dari populasi normal, atau bila n1 dan n2 keduanya lebih besar daripada 30 (n1 dan n2

> 30), maka diperoleh selang kepercayaan bagi μ1−μ2 dengan mendasarkan pada sebaran penarikan contoh bagi X1−X2.

Rumus :

(

)

n d

S D

t = − μ 1 − μ 2

Dimana :


(66)

Dimana μ1 adalah peningkatan life skills sesudah melaksanakan praktik kerja industri dan μ2 adalah life skills sebelum melaksanakan pratik kerja industri.

N = Jumlah observasi.

H0 = Tidak terdapat perbedaan life skills lulusan SMK sebelum dan sesudah melaksanakan pratik kerja industri.

H1 = Terdapat perbedaan life skills lulusan SMK sebelum dan sesudah melaksanakan praktik kerja industri.

Berdasarkan perbandingan t hitung dengan t tabel ( dasar pengambilan keputusan sama dengan dengan uji t).

Jika t hitung (angka t output) > Statistik tabel (tabel t), maka H0 ditolak. Jika t hitung (angka t output) < Statistik tabel (tabel t), maka H0 diterima. Sedangkan t tabel dapat dihitung pada tabel t:

Tingkat signifikansi (α) adalah 5%.

Untuk menjawab permasalahan kedua dianalisis secara deskriptif yaitu mendiskriptifkan kontribusi peningkatan Life Skills lulusan SMK Negeri I Pasie Raja terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Aceh Selatan.

Pengelolaan data untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan program komputer SPSS Versi 15.


(67)

Untuk Uji Ho diterima jika nilai signifikansi > 0,05.

3.5. Defenisi Operasional

Pada penelitian kualitatif menghendaki adanya batasan berdasarkan masalah di dalam penelitian untuk mempertajam fokus penelitian. Dari berbagai bentuk model yang akan diteliti maka defenisi operasioanal yang akan digunakan dapat diterangkan sebagai berikut :

1. Lulusan SMK adalah semua warga belajar yang telah mengikuti praktik kerja Industri pada saat mengikuti proses belajar mengajar pada SMK Negeri I pasie Raja yang sekarang bekerja sebagai tenaga penyuluh harian pertanian dan Perkebunan di Kabupaten Aceh Selatan (jiwa).

2. Pendidikan Sistem Ganda (PSG) adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang memadukan secara sitematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian tertentu.

3. Praktik Kerja Industri (Prakerin) adalah merupakan kegiatan berbasis keterampilan yang dilaksanakan oleh seluruh lulusan sebagai realisasi dari PSG dalam menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian ( life skills ), terampil dan mandiri.


(1)

Gambar 5 dan 6 : Kepala BKPPP Kabupaten dan Kecamatan, Camat, Tenaga Penyuluh Lapangan Harian Pertanian sedang memberikan arahan kepada masyarakat dalam kegiatan Demfarm dan masa tanam Tahun 2008/2009.


(2)

sedang melakukan pengecekan pupuk dan obat-obatan yang akan di salurkan kepada masyarakat.

Gambar 8 : Kepala BKPPP, tenaga penyuluh lapangan harian dan masyarakat sedang melakukan penanaman sistim Legowo pada lokasi Demfarm padi pada lahan persawahan petani. (06 Januari 2008)


(3)

Gambar 9 dan 10 : Kepala BKPPP Kabupaten dan Kecamatan, petugas dan tenaga penyuluh lapangan harian sedang melakukan penanaman di lokasi persawahan milik petani.

Gambar 11 : Camat bersama dengan masyarakat di tengah lahan persawahan siap panen akan menghadiri kenduri blang di Jambo Blang, Gampong Pulo Ie.


(4)

Gambar 13 : WKBKPPP dan penyuluh lapangan harian pertanian Kecamatan Kluet Utara sedang melakukan panen raya pada lahan Demfarm milik masyarakat.

Gambar 12 : Kabib Bimas Kabupaten dan tenaga penyuluh lapangan harian pertanian sedang melaksanakan panen perdana bersama pada lahan petani.


(5)

(6)