Pengaruh Dimensi Big Five Personality Terhadap Kecenderungan Pembelian Impulsif

(1)

PENGARUH DIMENSI BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP

KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

HANAN SHOFWAN

051301096

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Pengaruh Dimensi Big Five Personality Terhadap Kecenderungan Pembelian impulsif

Hanan Shofwan dan Siti Zahreni

ABSTRAK

Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Salah satu cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan membeli suatu barang atau jasa. Perilaku membeli dikenal juga dengan berbelanja. Belanja tidak hanya merupakan suatu konsep yang menunjukkan suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari, namun sekarang ini orang berbelanja dilakukan untuk memenuhi dorongan emosional dari dalam dirinya yang terjadi dengan tiba-tiba, spontan dan tanpa adanya perencanaan atau pemikiran terlebih dahulu. Kecenderungan ini disebut dengan kecenderungan pembelian impulsif.

Aspek psikologis yang terkait dengan pembelian impulsif salah satunya adalah trait atau kepribadian manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Penelitian ini melibatkan 104 mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran USU angkatan 2009. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling dan diolah dengan uji analisa regresi berganda. Alat ukur yang digunakan adalah skala dimensi big five personality (kepribadian big five) dan skala kecenderungan pembelian impulsif yang disusun oleh peneliti.

Hasil analisa data menunjukkan terdapat pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif dengan persamaan regresi Y= 135,45 + 0.705(X1) – 4,004(X2). Implikasi dari hasil penelitian ini berguna bagi

produsen untuk mengetahui bagaimana pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif terhadap kecenderungan pembelian impulsif pada konsumen.


(3)

The Influece of Big Five Personality Dimension To Impulse buying tendencies

Hanan Shofwan dan Siti Zahreni, Msi Faculty of Psychology University of Sumatera Utara

ABSTRACK

As homo economicus, human will never satisfy to fullfill their needs. One way to fullfill their needs is buying some thing or get any services which known as purchase/shopping. Nowadays, shopping/purrchasing is not merely to acquire necessary goods or to fullfill their daily needs, instead it has become an activity to satisfy their emotional tensions suddenly, spontaneously and also unplanned. This tendency is wll known as impulse buying tendency.

One of psychological aspects of impulse buying tendencies is trait in the individual. This research objected to know the influence of big five personality dimensions to impulse buying tendencies. This research involved 104 S1 student at the first grade(2009) in Faculty of Medical Science University of Sumatera Utara. Sample was taken by the random sampling method and processed with multiple regression analysis. The instrument used are Big Five Personality Scale, and Impulse Buying Tendency Scale arranged by the researcher.

Analysis outcome shows there is influence of big five personality dimensions to impulse buying tendency with regression formula Y= 135,45 + 0.705(X1) – 4,004(X2). The implication of this research is useful for the producen to know how the influence of trait to impulse buying tendency by the consumer.


(4)

KATA PENGANTAR

Terima kasih yang tidak terkira peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas semua karunia dan keindahan yang telah diberikan-Nya, umur yang panjang, kesehatan, waktu dan kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan judul : Pengaruh dimensi Big Five Personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi. 2. Kak Siti Zahreni, M.Si yang telah sangat membantu dan membimbing saya

dalam merampungkan penelitian ini hingga selesai.

3. Bapak Zulkarnaen S. Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing akademik yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing saya.

4. Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi USU atas segala ilmu dan bantuannya selama perkuliahan dan seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi USU yang telah membantu penulis baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi.

5. Umi dan Buya tercinta yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya yang luas demi keberhasilan anaknya.


(5)

6. Nenek, Bunde, Kakanda Nafisah dan Adinda Ulwan yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini.

7. Pak Lobe Darwis, Ibu, Dani dan Putri atas Doa yang selalu diberikan dari kejauhan.

8. Keluarga tercinta Abna’ Adnan, Hamdi, Kupeng, Syawqi. Terima kasih atas doa dan semangat yang memberikan inspirasi baru buat saya.

9. Desi iriani lubis Amd dan mama. Terima kasih atas doa, kasih sayang dan semangat yang diberikan hingga detik akhir selesainya penelitian ini.

10.Yenni Merdeka Sakti S. Psi. Terima kasih atas doa, bantuan yang sangat berharga dan semangat yang diberikan hingga detik akhir selesainya penelitian ini.

11.Teman-teman Seven Star; Abud, Jefri, Geo, Andri, Furqon, Toni, Fitrah, Bg Ari, Bg Endang, dan Bang Hendra. Terima kasih atas kebersamaan kita, dan mohon maaf apabila ada khilaf dan salah penulis selama berinteraksi.

12.Buat Fawi, Beby, Iin, Jannah, Mimi dan Zira. Kalian sebagai semangat ketika lelah.

13.Buat kak Inur dan kak Ijah. Terima kasih ya kak atas bimbingan dan ilmu yang sangat berharga.

14.Kepada Bang Ir dan rekan gubernur Psikologi Usu Paidi. Terima kasih atas bantuan yang diberikan.

15.Teman-teman mahasiswa seperjuangan, bang Hendra, bang Joko, Bang Boy, kak Farah, Hario, Megawati, Maria dan rekan-rekan seperjuangan sekalian.


(6)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi. Akhirnya kepada Allah jua penulis berserah diri. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.


(7)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A.pembelian impulsif... 11

1. Pengertian Pembelian Impulsif ... 11

2. Elemen pembelian impulsif ... 13

3. Tipe-tipe pembelian impulsif ... 13

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif... 14

B. Big Five Personality ... 15

1. Pengertian Big Five Personaltyt ... 15

2. Dimensi-Dimensi big five personality ... 17 C. Pengaruh Dimensi Big Five Personality Terhadap Kecenderungan


(8)

Pembelian Impulsif ... 20

G. Hipotesa Penelitian ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 26

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 26

1. Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 26

2. Dimensi Big Five Personality ... 27

C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel ... 28

1. Populasi dan sampel ... 28

2. Teknik pengambilan sampel ... 29

D. Instrumen atau Alat ukur ... 30

1. Skala kecenderungan pembelian impulsif ... 30

2. Skala Dimensi Big Five Personality ... 32

E. Uji Coba Alat Ukur ... 33

1. Validitas alat ukur ... 33

2. Uji daya beda aitem ... 34

3. Reliabilitas alat ukur ... 35

4. Hasil uji coba alat ukur ... 36

F. Prosedur Penelitian ... 39

1. Persiapan penelitian ... 39

2. Pelaksanaan penelitian ... 40


(9)

G. Metode Analisis Data ... 40

1. Uji Normalitas ... 41

2. Uji Linieritas ... 42

3. Autokorelasi ... 42

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Gambaran Subjek Penelitian ... 43

1. Jenis kelamin subjek penelitian ... 43

2. Usia subjek penelitian ... 43

B. Hasil Penelitian ... 44

1. Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 44

2. Hasil Utama Penelitian ... 46

C. Kategorisasi Skor Penelitian ... 51

1. Kategorisasi Skor Kecenderungan pembelian impulsif pada mahasiswa S1 angkatan 2009 fakultas kedokteran USU ... 51

2. Kategorisasi Skor dimensi big five personality pada mahasiswa S1 angkatan 2009 fakultas kedokteran USU ... 53

D. Pembahasan ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

1. Saran metodologis ... 64


(10)

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Gambaran Persentasekecenderungan Pembelian Impulsif ... Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2009 ... 5 Tabel 2. Karakteristik Sifat-Sifat Big Five Model dengan Skor Tinggi dan .. Skor Rendah ... 18 Tabel 3. Blue Print Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Sebelum Uji Coba ... 31 Tabel 4. Blue Print Skala Dimensi Big Five Personality Sebelum Uji Coba 33 Tabel 5. Blue Print Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Sebelum Uji

Coba ... 37 Tabel 6. Blue Print Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Setelah Uji ... Coba ... 37 Tabel 7. Blue Print Skala Dimensi Big Five Personality Sebelum Uji Coba 38 Tabel 8. Blue Print Skala Dimensi Big Five Personality Setelah Uji Coba .. 38 Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43 Tabel 10. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 43 Tabel 11. Hasil Uji Normalitas ... 44 Tabel 12. Hasil Uji Linieritas Big Five Personality dengan... Kecenderungan Pembelian Impulsif... 45 Tabel 13. Hasil Uji Regression ... 48


(12)

Tabel 14. Hasil Uji Multiple Regression ... 48

Tabel 14.1.a. Hasil Uji Multiple Regression ... 48

Tabel 14.1.b. Koefisien Regresi Dimensi Big Five Personality dan ... Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 48

Tabel 14.1.c. Kontribusi Setiap Dimensi Big Five Personality Terhadap ... Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 48

Tabel 15. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik ... Kecenderungan Pembelian Impulsif... 52

Tabel 16. Kategorisasi Skor Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 53

Tabel 17. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Skala Dimensi .. Big Five Personality ... 54

Tabel 18. Kategorisasi Skor Neuroticism ... 55

Tabel 19. Kategorisasi Skor Extraversion ... 56

Tabel 20. Kategorisasi Skor Openness ... 56

Tabel 21. Kategorisasi Skor Agreeableness ... 57

Tabel 22. Kategorisasi Skor Conscientiousness ... 57


(13)

Pengaruh Dimensi Big Five Personality Terhadap Kecenderungan Pembelian impulsif

Hanan Shofwan dan Siti Zahreni

ABSTRAK

Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Salah satu cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan membeli suatu barang atau jasa. Perilaku membeli dikenal juga dengan berbelanja. Belanja tidak hanya merupakan suatu konsep yang menunjukkan suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari, namun sekarang ini orang berbelanja dilakukan untuk memenuhi dorongan emosional dari dalam dirinya yang terjadi dengan tiba-tiba, spontan dan tanpa adanya perencanaan atau pemikiran terlebih dahulu. Kecenderungan ini disebut dengan kecenderungan pembelian impulsif.

Aspek psikologis yang terkait dengan pembelian impulsif salah satunya adalah trait atau kepribadian manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Penelitian ini melibatkan 104 mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran USU angkatan 2009. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling dan diolah dengan uji analisa regresi berganda. Alat ukur yang digunakan adalah skala dimensi big five personality (kepribadian big five) dan skala kecenderungan pembelian impulsif yang disusun oleh peneliti.

Hasil analisa data menunjukkan terdapat pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif dengan persamaan regresi Y= 135,45 + 0.705(X1) – 4,004(X2). Implikasi dari hasil penelitian ini berguna bagi

produsen untuk mengetahui bagaimana pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif terhadap kecenderungan pembelian impulsif pada konsumen.


(14)

The Influece of Big Five Personality Dimension To Impulse buying tendencies

Hanan Shofwan dan Siti Zahreni, Msi Faculty of Psychology University of Sumatera Utara

ABSTRACK

As homo economicus, human will never satisfy to fullfill their needs. One way to fullfill their needs is buying some thing or get any services which known as purchase/shopping. Nowadays, shopping/purrchasing is not merely to acquire necessary goods or to fullfill their daily needs, instead it has become an activity to satisfy their emotional tensions suddenly, spontaneously and also unplanned. This tendency is wll known as impulse buying tendency.

One of psychological aspects of impulse buying tendencies is trait in the individual. This research objected to know the influence of big five personality dimensions to impulse buying tendencies. This research involved 104 S1 student at the first grade(2009) in Faculty of Medical Science University of Sumatera Utara. Sample was taken by the random sampling method and processed with multiple regression analysis. The instrument used are Big Five Personality Scale, and Impulse Buying Tendency Scale arranged by the researcher.

Analysis outcome shows there is influence of big five personality dimensions to impulse buying tendency with regression formula Y= 135,45 + 0.705(X1) – 4,004(X2). The implication of this research is useful for the producen to know how the influence of trait to impulse buying tendency by the consumer.


(15)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia untuk melakukan pemenuhan (Verplanken, 2001). Salah satu cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan membeli suatu barang atau jasa. Perilaku membeli dikenal juga dengan berbelanja. Belanja didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan suatu barang dengan jalan menukarkan sejumlah uang sebagai pengganti barang tersebut (Tambunan, 2005). Belanja merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi banyak orang dan terkadang sebagian orang tidak dapat dipisahkan dari kebiasaan belanja. Banyak motif-motif yang mendasari perilaku berbelanja, diantaranya ingin menjalankan peran yang diharapkan misalnya berperan sebagai ibu rumah tangga, sebagai peralihan dari rutinitas kehidupan sehari-hari, memuaskan dorongan yang ada dalam diri, mempelajari trend baru yang berkembang, dan sebagai aktivitas fisik yang menstimulasi indera (Schiffman, 1994).

Manusia ketika berbelanja disebut sebagai konsumen, yaitu seseorang yang melakukan beberapa aktivitas seperti pembelian, penggunaan barang dan jasa dan mengevaluasinya (Schiffman, 1994). Pada mulanya belanja hanya merupakan suatu konsep untuk menunjukkan suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari, namun tak jarang pula orang berbelanja hanya untuk memenuhi


(16)

hasrat atau dorongan dari dalam dirinya (Verplanken & Herabadi, 2001). Coob & Hoyer, 1972 (dalam Buendicho, 2003) mengatakan konsumen seperti ini disebut dengan impulse puschaser. Impulse puschaser adalah konsumen yang melakukan pembelian untuk memenuhi hasrat atau dorongan dari dalam diri. Pembelian tipe inilah yang disebut sebagai impulse purchase atau pembelian impulsif.

Pembelian impulsif adalah kecenderungan perilaku membeli yang terjadi tanpa adanya perencanaan atau pemikiran terlebih dahulu (American Marketing Association/AMA, dalam Buendicho, 2003). Pembelian impulsif ini dikaitkan dengan aspek reaksi emosi dari objek pembelian misalnya produk, kemasan, harga, dan lain-lain. Rook (dalam Verplanken, 2001) mengatakan pembelian impulsif adalah pembelian yang tidak terencana yang dikarakteristikkan dengan pembelian yang mendadak, yang diikuti dengan perasaan menyenangkan dan memuaskan. Dengan kata lain, pembelian impulsif adalah tindakan yang tidak sengaja dan diikuti oleh respon emosional yang sangat kuat. Pembelian impulsif juga dikaitkan dengan pembelian yang tidak memikirkan konsekuensi terhadap barang yang telah dibeli, misalnya uang yang dihabiskan untuk barang yang tidak perlu (Rook & Gardner, 1987 dalam Verplanken (2001)).

Pembelian impulsif dikatakan juga sebagai pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak direncanakan (Verplanken & Herabadi, 2001). Fokus perhatian individu hanya terletak pada kepuasan yang spontan terhadap pembelian suatu barang. Keputusan untuk membeli dibuat dengan spontan. Waktu yang dibutuhkan dalam proses pembelian juga sangat singkat. Oleh


(17)

karena itu, orang-orang dengan kecenderungan pembelian impulsif ini hampir tidak mungkin untuk menunda pembelian dengan melakukan pertimbangan, berdiskusi dengan orang lain, atau membandingkan produk yang satu dengan produk yang lain (Rook & Fisher, 1995).

Orang-orang dengan kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi akan lebih peka terhadap ide-ide pembelian yang tidak diharapkan dan lebih siap untuk merespon pembelian barang secara spontan Konsumen dengan kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi juga akan lebih menerima ide-ide yang timbul secara spontan untuk melakukan pembelian. Perilaku seperti ini berbeda dengan pembelian yang direncanakan. Konsumen dengan tipe pembelian yang terencana, akan melakukan serangkaian langkah-langkah perencanaan untuk memutuskan apakah akan melakukan pembelian atau tidak (Bearden & Netemeyer dalam Verplanken, 2001).

Pembelian impulsif memiliki 2 elemen inti yaitu elemen kognitif dan elemen afektif. Elemen kognitif meliputi kegiatan pembelian yang diikuti dengan kurangnya perencanaan dan ketidaksabaran untuk mendapatkan suatu barang. Elemen afektif meliputi pembelian yang disertai dengan respon emosi (Verplanken & Aarts, 1999). Respon emosi ini meliputi perasaan senang dan puas setelah pembelian dilakukan, namun pembelian dilakukan atas timbulnya perasaan yang mendorong untuk segera melakukan pembelian (Dittmar & Drury, dalam Verplanken, 2001). Membeli dengan impulsif dapat menghilangkan dorongan emosi negatif yang terdapat dalam diri individu.


(18)

Pembelian impulsif telah menjadi gaya hidup yang menyebar ke setiap segmen populasi dan terjadi diberbagai situasi dan budaya yang berbeda (Kacen & Lee, 2002). Lembaga survey Myvesta (dalam Citacinta, 2009) tahun 2009 mengungkapkan, 64.8% konsumen yang berusia18-24 tahun mengalami perubahan emosi sesaat sebelum dan setelah belanja. Pada usia tersebut rata-rata konsumen berstatus sebagai mahasiswa. Konsumen merasa ada dorongan emosional dalam dirinya yang menyebabkan mereka berbelanja. Pembeli tipe ini disebut sebagai pembeli impulsif karena mereka merasakan adanya dorongan emosi negatif yang dapat dihilangkan dengan melakukan aktivitas seperti berbelanja dengan impulsif (Verplanken & Herabadi, 2001). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh mahasiswi USU pada wawancara tanggal 7 dan 8 september 2009 berikut ini :

“Kalau saya melihat barang unik yaa langsung saya beli. Karena kalau gakdibeli ntar jadi merasa gak nyamanlah. Apalagi kalau lagi stress, belanja bisa jadi obatlah” (Elka, 18 tahun; mahasiswi Psikologi angkatan 2009)

“Biasanya merasa gak nyaman kalau liat barang cantik, terus gak dibeli” (Myesa, 22 tahun; mahasiswi Psikologi angkatan 2005.

Hasil survey yang dilakukan pada tanggal 16 september kepada 53 mahasiswa USU Fakultas Kedokteran juga menunjukkan adanya kecenderungan pembelian impulsif pada mahasiswa. Berdasarkan survey tersebut, sebanyak 71.6 % atau 38 mahasiswa, memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi, dan 28.4 % atau 15 mahasiswa, memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang rendah. Data diatas dapat dilihat melalui tabel berikut :


(19)

Tabel 1.

Gambaran persentase kecenderungan pembelian impulsif mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran USU angkatan 2009

Kecenderungan Pembelian Impulsif Frekuensi Persentase

Tinggi 38 orang 71,6

Rendah 15 orang 28.4

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan pembelian impulsif yaitu : kondisi mood dan emosi konsumen, normative influence (pengaruh lingkungan), kategori produk dan pengaruh toko, variabel demografis dan variabel perbedaan individu (Thai, 2003). Variabel perbedaan individu meliputi karakteristik-karakteristik khas individu yang salah satunya adalah trait (karakter) individu (Verplanken & Herabadi, 2001).

Penelitian-penelitian telah dilakukan untuk melihat pembelian impulsif ini terkait dengan karakteristik perbedaan individu. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Verplanken & Herabadi (2001) yang ingin melihat hubungan pembelian impulsif ini dengan trait-trait individu. Hasilnya menunjukkan adanya hubungan antara trait-trait individu dengan pembelian impulsif (Verplanken & Herabadi, 2001). Penelitian ini juga diperkuat oleh Rook (1995) yang mengatakan bahwa salah satu aspek psikologis terkait dengan pembelian impulsif adalah trait di dalam diri individu. Trait merupakan prediktor yang signifikan terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Trait adalah karakter khas yang bersifat jangka panjang yang membedakan individu satu dengan yang lain (Lahey, 2004). Ketika


(20)

seseorang dikatakan ramah, pemarah, agresif maka mereka disebut memiliki trait ramah, trait pemarah, trait agresif. Trait-trait tersebut menyusun kepribadian manusia. Kepribadian didefinisikan sebagai respon yang konsisten terhadap stimulus lingkungan (Engel & Blackwell, 1995). Kepribadian merupakan suatu pola yang relatif permanen dari sifat, watak atau karakteristik yang memberikan konsistensi pada perilaku seseorang Feist & Feist (2002). Eysenck (dalam Suryabrata, 2000) menambahkan kepribadian sebagai jumlah keseluruhan dari pola perilaku yang aktual dari organisme yang ditentukan oleh hereditas dan lingkungan.

Kepribadian memainkan peran penting dalam berbelanja. Dalam berbelanja konsumen mendasarkan keputusan pembelian mereka berdasarkan kepribadian mereka. Bagaimana konsumen memandang diri mereka, begitu pulalah mereka akan memilih produk mana yang akan mereka konsumsi. Seperti yang terlihat di banyak peristiwa, konsumen memiliki selera tersendiri ketika ditawarkan jenis produk yang sama namun memiliki merek dan kemasan berbeda. Misalnya produk mobil yang ditawarkan kepada beberapa konsumen. Mobil-mobil yang ditawarkan memiliki merek dan warna berbeda. Masing-masing konsumen akan memilih mobil yang memiliki warna serta merek yang sesuai dan dianggap dapat mewakilii karakter dirinya. Konsumen akan menampakkan karakter yang mampu merespon berbagai situasi yang dihadapkan padanya. Secara alamiah konsumen akan membangun seperangkat karakteristik yang relatif tetap yang mampu memberikan jawaban bagaimana seharusnya mereka merespon setiap situasi. Artinya, kepribadian


(21)

merupakan panduan konsumen dalam memilih cara untuk memenuhi tujuannya dalam berbagai situasi yang berbeda (Ferrina, 2008).

Psikologi kepribadian membutuhkan suatu model deskriptif atau taksonomi untuk mencoba menggambarkan kepribadian individu. Adanya taksonomi dapat membantu peneliti melihat gambaran kepribadian individu yang berbeda-beda yang membuat individu menjadi makhluk yang unik (John & Srivasta, 1999). Psikologi kepribadian kemudian memperoleh suatu pendekatan taksonomi kepribadian yang dapat diterima secara umum yaitu The Big Five Personality (John & Srivastava, 1999). Kerangka berpikir Big Five merupakan suatu model hirarki kepribadian dengan lima faktor yang setiap faktornya menjelaskan kepribadian dengan jelas dan sangat luas. Pandangan Big Five menyatakan bahwa setiap perbedaan individu dalam kepribadiannya dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) bagian secara empiris (Gosling, Rentfrow, & Swann Jr, 2003). Istilah Big Five pertama kali dicetuskan oleh Lew Goldberg (dalam Pervin 2005).

Srivastava (2008) mengatakan Big Five merupakan lima dimensi sifat kepribadian yang meluas. Faktor-faktor tersebut adalah: Extraversion (Surgency), Agreeableness, Conscientiousness, Neuroticism (terkadang terbalik dan disebut dengan Emotional Stability), Openness to Experience (terkadang disebut dengan Intelect atau Intelect/ Imagination). Dimensi extraversion terdiri dari sifat-sifat seperti: suka berbicara, berenergi, dan asertif. Dimensi agreeableness ini mencakup sifat-sifat, seperti simpati, baik hati, dan berperasaan. Dimensi Conscientiousness cenderung teratur, teliti, dan terencana. Openness to Experience dikarakteristikkan


(22)

dengan sifat tegang, dan cemas. Dimensi neuroticism ini mencakup sifat-sifat seperti rasa ketertarikan yang luas, imaginatif, dan berwawasan luas.

Dimensi Big Five Personality merupakan salah satu pendekatan yang lebih sederhana dan deskriptif dalam menggambarkan kepribadian manusia (Pervin, 2005). Hasil yang konsisten mengenai teori ini juga telah diperoleh dari berbagai teknik pengukuran. Kelima dimensi ini telah ditemukan pada anak-anak dan orang dewasa. Berdasarkan studi longitudinal selama 6 (enam) tahun diperoleh kestabilan sifat pada subjek yang sama (dalam Schultz & Schultz, 1994).

Kerangka berpikir Big Five mencoba menggambarkan trait-trait individu yang diwakili oleh lima dimensi. Kelima dimensi inilah yang akan digunakan dalam penelitian untuk melihat apakah kelima dimensi Big Five Personality memiliki pengaruh terhadap pembelian impulsif. Berdasarkan penjelasan-penjelasan sebelumnya, maka peneliti ingin melihat apakah ada pengaruh antara dimensi Big Five Personality dengan pembelian impulsif.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu, apakah ada pengaruh antara dimensi Big Five Personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif?


(23)

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dimensi Big Five Personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif.

D. MANFAAT PENELITIAN a. Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya temuan di dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi mengenai pembelian impulsif dan kepribadian individu dalam kajian perilaku konsumen.

2. Hasil penelitian ini bisa bermanfaat untuk dijadikan bahan perbandingan bagi penelitian-penelitian selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan pembelian impulsif yang terkait dengan keribadian individu

b. Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini produsen dapat mengetahui konsumen dengan karakteristik kepribadian tertentu yang memiliki pengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Temuan ini dapat menjadi bahan pertimbangan produsen untuk lebih mengetahui jenis konsumen mana yang dapat menjadi target pasar.

E.SISTEMATIKA PENULISAN

Penelitian ini dibagi atas tiga bab dengan sistematika sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan


(24)

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan kepustakaan yang menjadi landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini menceritakan tentang metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian yang meliputi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, instrumen/alat ukur yang digunakan, prosedur penelitian, dan metode analisis data.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini akan memapaparkan mengenai hasil deskripsi data penelitian, uji hipotesa utama dan pembahasan mengenai hasil penelitian.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi jawaban atas masalah yang diajukan. Kesimpulan dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi data. Saran dibuat dengan mepertimbangkan hasil penelitian yang diperoleh.


(25)

BAB II

LANDASAN TEORI A. PEMBELIAN IMPULSIF

Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana perilaku pembelian ini berhubungan dengan adanya dorongan yang menyebabkan konsumen melakukan pembelian dengan segera tanpa adanya perencanaan terlebih dahulu. Berikut akan dijelaskan secara mendalam mengenai pengertian dari pembelian impulsif

1. Pengertian Pembelian impulsif

AMA (American Marketing Association dalam Buendicho, 2003) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai kecenderungan perilaku membeli yang terjadi tanpa adanya perencanaan atau pemikiran terlebih dahulu. Pembelian impulsif ini terjadi secara mendadak terhadap suatu produk dan merek yang sebelumnya belum diputuskan (Cobb & Hoyer, 1972 dalam Buendicho, (2003)).

Pembelian impulsif juga merupakan pembelian yang terjadi secara spontan, yaitu ketika individu melihat suatu produk baik langsung dari toko maupun dari katalog produk. Individu langsung melakukan pembelian ketika ia merasa produk tersebut cocok maka ia akan langsung melakukan pembelian tanpa melakukan pertimbangan terlebih dahulu (Beatty & Ferrel, 1998 dalam Buendicho, (2003)). Perilaku pembelian ini dikaitkan dengan pembelian yang tidak memikirkan konsekuensi terhadap barang yang telah dibeli, misalnya uang yang dihabiskan untuk barang yang tidak perlu (Rook & Gardner, 1987 dalam Verplanken, 2001)).


(26)

Engel & Blackwell (1995) menambahkan pembelian impulsif sebagai suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada didalam toko.

Beberapa pengertian di atas menjelaskan pembelian impulsif terkait dengan pembelian yang dilakukan secara mendadak dan tanpa adanya perencanaan. Selain itu, ada beberapa tokoh yang mendefinisikan pembelian impulsif tidak hanya terkait dengan pembelian yang mendadak, tetapi juga menggambarkan adanya dorongan yang mendasari pembelian impulsif.

Verplanken & Herabadi (2001) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, diikuti oleh adanya konflik fikiran dan dorongan emosional. Dorongan emosional tersebut terkait dengan adanya perasaan yang intens yang ditunjukkan dengan melakukan pembelian karena adanya dorongan untuk membeli suatu produk dengan segera, mengabaikan konsukensi negatif, merasakan kepuasan dan mengalami konflik di dalam pemikiran (Rook dalam Verplanken, 2001)

Pembelian impulsif juga disebut sebagai pembelian yang tidak terencana yang memenuhi karakteristik sebagai berikut : terjadinya pengambilan keputusan membeli yang relatif cepat, menjadi lebih emosional daripada rasional dan tidak termasuk pembelian untuk barang yang mudah diingat, dan memerlukan perencanaan dalam pembeliannya (Thai, 2003).

Pengertian pembelian impulsif yang digunakan pada penelitian ini adalah pembelian yang tidak direncanakan secara khusus dan didasari oleh perasaan yang


(27)

mendorong untuk melakukan pembelian suatu produk untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan (Rook (1987); Verplanken & Herabadi (2001); Thai (2003)).

2. Elemen Pembelian Impulsif

Verplanken & Herabadi (2001) mengatakan terdapat dua elemen penting dalam pembelian impulsif yaitu:

a. Kognitif

Elemen ini fokus pada konflik yang terjadi pada kognitif individu yang meliputi:

1. Tidak mempertimbangan harga dan kegunaan suatu produk 2. Tidak melakukan evaluasi terhadap suatu pembelian produk

3. Tidak melakukan perbandingan produk yang akan dibeli dengan produk yang mungkin lebih berguna.

b. Emosional

Elemen ini fokus pada kondisi emosional konsumen yang meliputi : 1. Timbulnya dorongan perasaan untuk segera melakukan pembelian. 2. Timbul perasaan senang dan puas setelah melakukan pembelian. 3. Tipe-tipe pembelian impulsif

Loudon dan Bitta (1993) mengemukakan empat tipe dari pembelian impulsif. Keempat tipe pembelian impulsif tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pure impulse buying adalah pembelian impulsif yang benar-benar tidak


(28)

2. Reminder impulse buying adalah pembelian yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya.

3. Suggestion impulse buying adalah pembelian yang dilakukan ketika pertama kali

melihat suatu produk dan mengevaluasi kegunaannya.

4. Planned impulse buying adalah pembelian yang dilakukan karena faktor harga. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif menurut Thai (2003) adalah :

1. Kondisi mood dan emosi konsumen. Keadaan mood konsumen dapat mempengaruhi perilaku konsumen, misalnya kondisi mood konsumen yang sedang senang atau sedih. Pada konsumen yang memiliki mood negatif, pembelian impulsif lebih tinggi dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kondisi mood yang negatif (Verplanken & Herabadi, 2002)

2. Pengaruh lingkungan. Orang-orang yang berada dalam kelompok yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi akan cenderung terpengaruh untuk melakukan pembelian impulsif juga (Thai, 2003).

3. Kategori produk dan pengaruh toko. Produk-produk yang cenderung dibeli secara impulsif adalah poduk yang memiliki tampilan menarik (bau yang menyenangkan, warna yang menarik), cara memasarkannya, tempat dimana produk itu dijual. Tampilan toko yang menarik akan lebih menimbulkan dorongan pembelian impulsif (Verplanken & Herabadi, 2001). Produk-produk yang cenderung di beli secara impulsif diantaranya: pakaian, majalah, barang


(29)

elektronik, barang-barang kebutuhan mandi dan alat musik (Dittmar & Drury, 1996 dalam Buendicho, (2003)).

4. Variabel demografis seperti kondisi tempat tinggal dan status sosial. Konsumen yang tinggal di kota memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang lebih tinggi daripada konsumen yang tinggal di daerah pinggiran kota (Thai, 2003). 5. Variabel perbedaan individu. Kepribadian individu memiliki pengaruh terhadap

kecenderungan pembelian impulsif (Verplanken & Herabadi, 2001). Trait yang menyusun kepribadian individu merupakan aspek psikologis yang terkait dengan kecenderungan pembelian impulsif. Selanjutnya akan dibahas mengenai kepribadian yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif.

B. BIG FIVE PERSONALITY

Big Five Personality adalah salah satu teori yang menggambarkan kepribadian individu yang terdiri dari lima dimensi. Ke lima dimensi ini mewakili karakteristik-karakteristik yang khas yang terdapat dalam diri individu (Pervin, 2005).

1. Definisi Big Five Personality

Gordon Allport mendefiniskan kepribadian sebagai suatu organisasi yang dinamis di dalam individu, sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan (dalam Suryabrata, 2002). Siagian (1986) mengatakan bahwa kepribadian seseorang menampakkan dirinya dalam berbagai bentuk sikap, cara berfikir dan cara bertindak. Sikap, cara berfikir,


(30)

dan cara bertindak itu dapat dipastikan tidak terlalu sama antar individu yang satu dengan yang lain.

Setelah beberapa dekade, cabang psikologi kepribadian memperoleh suatu pendekatan taksonomi kepribadian yang dapat diterima secara umum yaitu dimensi “Big Five Personality”. Dimensi Big Five pertama kali diperkenalkan oleh Goldberg pada tahun 1981. Dimensi ini tidak mencerminkan perspektif teoritis tertentu, tetapi merupakan hasil dari analisis bahasa alami manusia dalam menjelaskan dirinya sendiri dan orang lain. Taksonomi Big Five bukan bertujuan untuk mengganti sistem yang terdahulu, melainkan sebagai penyatu karena dapat memberikan penjelasan sistem kepribadian secara umum (John & Srivastava, 1999).

Big Five disusun bukan untuk menggolongkan individu ke dalam satu

kepribadian tertentu, melainkan untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari-hari. Pendekatan ini disebut Goldberg sebagai Fundamental Lexical (Language) Hypothesis; perbedaan individu yang paling mendasar digambarkan hanya dengan satu istilah yang terdapat pada setiap bahasa (dalam Pervin, 2005).

Big Five Personality oleh Costa & McRae dibuat berdasarkan pendekatan yang lebih sederhana. Di sini, peneliti berusaha menemukan unit dasar kepribadian dengan menganalisa bahasa yang digunakan orang sehari-hari, yang tidak hanya dimengerti oleh para psikolog, namun juga orang biasa (dalam Pervin, 2005).


(31)

2. Tipe-Tipe Big Five Personality

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Big Five Personality terdiri dari lima tipe atau faktor. Terdapat beberapa istilah untuk menjelaskan kelima faktor tersebut. Pada sub bab ini, kelima dimensi tersebut akan dijelaskan dengan istilah-istilah berikut:

a. Neuroticism (N) b. Extraversion (E)

c. Openness to New Experience (O): d. Agreeableness (A)

e. Conscientiousness (C)

Costa & McRae (1985;1992) menggambarkan kelima dimensi di atas sebagai berikut: Neuroticism berlawanan dengan Emotional stability yang mencakup perasaan-perasaan negatif, seperti kecemasan, kesedihan, mudah marah, dan tegang. Openness to Experience menjelaskan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas dari aspek mental dan pengalaman hidup. Extraversion dan Agreeableness merangkum sifat-sifat interpersonal, yaitu apa yang dilakukan seseorang dengan dan kepada orang lain. Dimensi yang terakhir, yaitu Conscientiousness menjelaskan perilaku pencapaian tujuan dan kemampuan mengendalikan dorogan yang diperlukan dalam kehidupan sosial (Pervin, 2005).

Untuk lebih jelasnya, kelima dimensi di atas akan dipaparkan pada Tabel 1. yang didapat dari hasil penelitian Costa & McRae (1985;1992).


(32)

Tabel 2.

Karakteristik Sifat-Sifat Big Five Model Dengan Skor Tinggi Dan Rendah

Karakteristik dengan skor tinggi

Sifat Karakteristik dengan skor rendah

Kuatir, cemas, emosional, merasa tidak nyaman, kurang penyesuaian, kesedihan yang tak beralasan.

Neuroticism (N)

Mengukur penyesuaian Vs ketidakstabilan emosi. Mengidentifikasi

kecendrungan individu akan

distress psikologi, ide-ide

yang tidak realistis, kebutuhan/keinginan yang berlebihan, dan respon

coping yang tidak sesuai.

Tenang , santai, tidak emosional, tabah, nyaman, puas terhadap diri sendiri.

Mudah bergaul, aktif, banyak bicara,

person-oriented, optimis,

menyenangkan, kasih sayang, bersahabat.

Extraversion (E)

Mengukur kuantitas dan intensitas interaksi intrapersonal, level aktivitas, kebutuhan akan

stimulasi, kapasitas kesenangan.

Tidak ramah, tenang, tidak periang, menyendiri, task

–oriented, pemalu,

pendiam.

Rasa ingin tahu tinggi, ketertarikan luas, kreatif,

original, imajinatif, tidak ketinggalan jaman.

Openness (O)

Mengukur keinginan untuk mencari dan menghargai pengalaman baru, Senang mengetahui sesuatu yang tidak familiar.

Mengikuti apa yang sudah ada, down to earth, tertarik hanya pada satu hal, tidak memiliki jiwa seni, kurang analitis.

Berhati lembut, baik, suka menolong, mudah percaya, mudah memaafkan, mudah untuk dimanfaatkan, terus terang.

Agreeableness (A)

Mengukur kualitas orientasi interpersonal seseorang, mulai dari perasaan kasihan sampai pada sikap permusuhan dalam hal pikiran, perasaaan, dan tindakan.

Sinis, kasar, rasa curiga, tidak mau bekerjasama, pendendam, kejam, mudah marah, manipulatif.

Teratur, dapat dipercaya, pekerja keras, disiplin, tepat waktu, teliti, rapi, ambisius, tekun.

Conscientiousness (C)

Mengukur tingkat keteraturan seseorang, ketahanan dan motivasi dalam mencapai tujuan. Berlawanan dengan ketergantungan, dan kecendrungan untuk menjadi malas dan lemah.

Tidak bertujuan, tidak dapat dipercaya, malas, kurang perhatian, lalai, sembrono, tidak disiplin, keinginan lemah, suka bersenang-senang.


(33)

Costa & McRae (dalam Pervin, 2005) membagi setiap dimensi dari Big Five yang terdiri dari 6 (enam) faset atau subfaktor. Faset-faset tersebut adalah:

a. Neuroticism terdiri dari:

1. Anxiety yaitu : memiliki kecemasan. 2. Self-consciousness yaitu : kesadaran diri.

3. Depression yaitu merasa rendah diri dan tidak berharga. 4. Vulnerability yaitu : mudah tersinggung.

5. Impulsifness yaitu : menuruti kata hati. 6. Angry hostility yaitu : memiliki amarah. b. Extraversion terdiri dari:

1. Gregariousness yaitu : suka berkumpul. 2. Activity level yaitu : memiliki level aktivitas. 3. Assertiveness yaitu : memiliki ketegasan. 4. Excitement Seeking yaitu : mencari kesenangan. 5. Positive Emotions yaitu : memiliki emosi yang positif. 6. Warmth yaitu : memiliki kehangatan.

c. Openness to new experience terdiri dari:

1. Fantasy yaitu : memiliki khayalan yang berlebihan. 2. Aesthetics yaitu : keindahan.

3. Feelings yaitu : memiliki perasaan yang sensitif. 4. Ideas yaitu : memiliki ide-ide yang kreatif. 5. Actions yaitu : melakukan tindakan.


(34)

6. Values yaitu : memiliki nilai-nilai. d. Agreeableness terdiri dari:

1. Straightforwardness yaitu : suka berterusterang. 2. Trust yaitu : memiliki kepercayaan.

3. Altruism yaitu :mendahulukan kepentingan orang lain. 4. Modesty yaitu : memiliki sifat rendah hati.

5. Tendermindedness yaitu : berhati lembut. 6. Compliance yaitu : memiliki kepatuhan. e. Conscientiousness terdiri dari:

1. Self-discipline yaitu : memiliki disiplin diri. 2. Dutifulness yaitu : patuh kepada peraturan. 3. Competence yaitu : memiliki kompetensi. 4. Order yaitu : hidup teratur.

5. Deliberation yaitu : melakukan pertimbangan. 6. Achievement striving yaitu : mencapai prestasi.

C. PENGARUH DIMENSI BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF

Pembelian impulsif adalah perasaan yang intens yang ditunjukkan dengan melakukan pembelian karena adanya dorongan untuk membeli suatu produk dengan segera, mengabaikan konsekuensi negatif, merasakan kepuasan dan mengalami konflik di dalam pemikiran (Rook, 1987 dalam Verplanken, (2001)). Ketika


(35)

pembelian impulsif ini dilakukan, timbul konflik dalam diri konsumen yang disebut konflik heart vs mind (konflik antara fikiran dan perasaan), misalnya antara harga produk yang tinggi dan dorongan emosional untuk memiliki produk tersebut. Konflik ini pada akhirnya akan dimenangkan oleh dorongan emosional dimana konsumen merasakan kepuasan secara emosional karena telah memiliki barang yang diinginkan (Verplanken & Herabadi, (2001))

Thai (2003) mengatakan kepribadian individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecenderungan pembelian impulsif. Trait-trait yang menyusun kepribadian individu merupakan aspek psikologis yang terkait dengan kecenderungan pembelian impulsif (Rook, 1995). Trait-trait tersebut merupakan prediktor yang signifikan terhadap pembelian impulsif (Rook & Fisher,1995). Verplanken & Herabadi (2001) menemukan hubungan antara trait-trait yang dimiliki individu terhadap kecenderungan pembelian impulsif, misalnya orang-orang yang bertipe extraversion memiliki hubungan positif dengan pembelian impulsif. artinya orang-orang pada tipe ini akan lebih menunjukkan kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi juga.

Salah satu pendekatan dalam psikologi kepribadian yang dapat melihat trait-trait yang terdapat dalam diri individu adalah teori big five personality. Big Five Personality merupakan suatu model hirarki kepribadian yang membagi kepribadian menjadi lima faktor yang setiap faktornya menjelaskan kepribadian dengan jelas dan sangat luas (Gosling, Rentfrow, & Swann Jr, 2003). Kelima tipe kepribadian tersebut


(36)

adalah neuroticism, extraversion, openness to new experience, agreeableness, dan conscientiousness.

Dimensi pertama yaitu Neuroticism mencakup perasaan-perasaan negatif, seperti kecemasan, kesedihan, mudah marah, dan tegang. Dimensi ini memiliki hubungan positif dengan pembelian impulsif. Sifat-sifat yang terdapat pada dimensi ini antara lain : kecendrungan individu akan distress psikologi, ide-ide yang tidak realistis, kebutuhan/keinginan yang berlebihan, dan respon coping yang tidak sesuai (Costa & McRae ;dalam Pervin, 2005). Lazarus, Folkman, (1986) mengatakan respon coping berkaitan dengan kognitif dan emosional individu. Orang-orang Neuroticism memiliki respon coping yang tidak sesuai. Hal ini berhubungan dengan kecenderungan pembelian impulsif. Pembelian impulsif ditandai dengan adanya konflik yang terjadi antara pertimbangan kognitif dan emosional (Verplanken & Herabadi, 2001). Konflik ini dimenangkan oleh emosional yang menyebabkan individu melakukan pembelian yang tidak rasional. Untuk itu, orang-orang yang mempunyai kecenderungan tipe ini memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi pula.

Dimensi yang kedua yaitu Extraversion meliputi perilaku mudah bergaul, aktif, banyak bicara, optimis, menyenangkan, kasih sayang dan bersahabat. Dimensi ini berkaitan dengan kebutuhan individu untuk mendapatkan stimulasi (Costa & McRae ;dalam Pervin, 2005). Individu yang bertipe ini, sangat tertarik akan adanya stimulasi-stimulasi yang baru. Hal ini berhubungan dengan kecenderungan pembelian impulsif. Orang yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi


(37)

ditandai dengan ketertarikan yang berlebihan terhadap stimulasi produk yang ditawarkan. Dengan demikian, dimensi ini memiliki hubungan positif dengan pembelian impulsif (verplanken & Herabadi, 2001). Orang-orang mempunyai kecenderungan tipe ini memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi pula. Dimensi yang ketiga yaitu openness to new experience yang mencakup perilaku rasa ingin tahu tinggi, ketertarikan luas, kreatif, imajinatif (Costa & McRae ;dalam Pervin, 2005). Orang-orang dengan dimensi ini memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ketika individu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, berarti memiliki kontrol kognitif yang tinggi. Hal ini berhubungan negatif dengan kecenderungan pembelian impulsif. Menurut Verplanken & Herabadi (2001) individu yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif lebih mengikuti dorongan emosional daripada kognitif. Maka, dimensi ini memiliki hubungan negatif dengan pembelian impulsif. Orang-orang dengan dimensi ini memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang rendah.

Dimensi yang keempat yaitu agreeableness meliputi perilaku seperti : berhati lembut, baik, suka menolong, mudah percaya, mudah memaafkan, mudah untuk dimanfaatkan, terus terang. Ciri-ciri di atas tidak berhubungan dengan ciri-ciri kecenderungan pembelian impulsif. Verplanken & Herabadi (2001), mengatakan orang-orang dengan kecenderungan pembelian impulsif sebagai pembelian adalah orang-orang yang tidak rasional dan didorong oleh adanya kepuasan setelah melakukan pembelian Dimensi ini tidak memiliki hubungan dengan pembelian impulsif.


(38)

Dimensi yang terakhir yaitu conscientiousness meliputi keteraturan seseorang, ketahanan dan motivasi dalam mencapai tujuan. Orang-orang dengan dimensi ini memiliki tujuan dan perencanaan yang matang akan sesuatu. Hal ini berhubungan dengan kecenderungan pembelian impulsif. Rook (1987), mengatakan pembelian impulsif sebagai pembelian yang tidak terencana. Individu yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi melakukan pembelian dengan tidak terncana. Hal ini berhubungan negatif dengan dimensi conscientiousness. Dimana orang-orang dengan dimensi ini memiliki perencanaan disetiap tindakan yang akan dilakukan. Orang-orang dengan dimensi ini memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang rendah (Verplanken & Herabadi, 2001).

Dalam penelitian ini, pendekatan big five personality inilah yang akan digunakan untuk melihat trait-trait yang terdapat dalam diri individu yang selanjutnya akan dilihat pengaruhnya terhadap kecenderungan pembelian impulsif.

D. HIPOTESA PENELITIAN

Hipotesa dalam penelitian ini adalah : 1. Hipotesa Mayor :

Ada pengaruh dimensi Big Five Personality terhadap kecenderungan Pembelian Impulsif.

2. Hipotesa Minor :

a. dimensi Neuroticism berpengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif. b. dimensi Extraversion berpengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif.


(39)

c. dimensi openness to new experience berpengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif.

d. dimensi agreeableness tidak berpengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif.

e. dimensi conscientiousness berpengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Untuk dapat menguji hipotesa penelitian, terlebih dahulu perlu diidentifikasikan variabel-variabel penelitian. Variabel yang dipakai dalam penelitian ini adalah :

Variabel Tergantung : Pembelian impulsif

Variabel Bebas : Dimensi Big Five Personality

- Neuroticism

- Extraversion

- Openness to New Experience

- Agreeableness

- Conscientiousness

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Kecenderungan Pembelian Impulsif

Kecenderungan pembelian impulsif adalah kecenderungan untuk melakukan pembelian karena adanya perasaan intens yang mendorong individu, yang menyebabkan individu dengan segera melakukan pembelian, mengabaikan konsekuensi negatif, merasakan kepuasan dan mengalami konflik di dalam pemikiran (Rook, 1987).


(41)

Pembelian impulsif dapat diketahui dengan alat ukur berupa skala yang disusun berdasarkan elemen-elemen pembelian impulsif menurut Verplanken & Herabadi (2001) yaitu : elemen kognitif dan elemen afektif. Skor total dari skala kecenderungan pembelian impulsif akan menunjukkan kecenderungan pembelian impulsif. Skor yang tinggi mengidentifikasikan individu memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi. Skor yang rendah mengidentifikasikan individu memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang rendah.

2. Big Five Personality

Big Five Personality merupakan suatu pendekatan kepribadian yang

mengklasifikasikan kepribadian menjadi lima bagian besar. Big Five Personality diukur dengan menggunakan inventori kepribadian yang disusun berdasarkan pembagian dimensi kepribadian oleh Costa & McRae (1985;1992). Big Five Personality merupakan model yang mengelompokkan kepribadian menjadi 5 klasifikasi, yaitu:

a. Neuroticism. Individu yang tergolong pada tipe ini sering cemas dan tegang

dalam menghadapi situasi yang berbeda atau yang membuat dirinya tertekan.

b. Extraversion. Individu yang tergolong pada dimensi ini cenderung suka

berkelompok, banyak berbicara, dan mampu mengemukakan pendapatnya dengan baik.

c. Openness to new experience. Terkadang disebut Intellect atau


(42)

yang tergolong pada dimensi ini biasanya merupakan orang yang pintar, memiliki ide-ide yang kreatif, dan berwawasan luas.

d. Agreeableness. Individu yang tergolong pada dimensi ini cenderung menyetujui

dan mengiyakan pendapat orang lain dan mudah untuk mempercayai orang lain. e. Conscientiousness. Individu yang tergolong pada dimensi ini cenderung teratur,

merencanakan sesuatu yang akan dilakukannya untuk waktu yang akan datang dan berusaha mencapai apa yang direncanakannya tersebut.

Skor tinggi pada salah satu dimensi kepribadian menunjukkan bahwa dimensi kepribadian tersebut dominan pada diri individu. Skor rendah pada salah satu dimensi kepribadian menunjukkan bahwa dimensi kepribadian tersebut tidak dominan pada diri individu.

C. POPULASI,SAMPEL DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama. Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000).

Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran angkatan 2009 Universitas Sumatera Utara. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya


(43)

meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subyek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel. Selanjutnya hasil penelitian diharapkan dapat digeneralisasikan kepada populasinya.

Menurut Hadi (2000) syarat utama agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan maka sebaiknya sampel penelitian harus benar-benar mencerminkan keadaan populasinya atau dengan kata lain harus benar-benar representatif.

Adapun kriteria populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran angkatan 2009 Universitas Sumatera Utara. Subjek dipilih berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Myvesta yang mengatakan bahwa konsumen yang berusia 18-24 tahun memiliki perubahan emosi sesaat sebelum dan setelah melakukan belanja. Konsumen dengan rentang usia di atas, merasakan dorongan untuk segera melakukan pembelian, dan merasakan kepuasan setelah mendapatkan barang yang diinginkan. Perilaku pembelian ini disebut juga dengan kecenderungan pembelian impulsif (Verplanken & Herabadi (2001)). Data ini juga diperkuat dengan survey yang dilakukan kepada 53 mahasiswa S1 fakultas Kedokteran angkatan 2009 Universitas Sumatera Utara yang menunjukkan sebanyak 38 mahasiswa memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi, dan sebanyak 15 mahasiswa memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang rendah.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel atau sampling berarti mengambil suatu bagian dari populasi sebagai wakil (representasi) dari populasi itu. Sedangkan teknik sampling adalah teknik yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan


(44)

menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai dan dengan memperhatikan sifat-sifat serta penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar mewakili populasi (Hadi, 2000).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling, yaitu dengan mengambil secara acak sejumlah subjek dari populasi yang ingin diteliti (Hadi, 2000).

D. INSTRUMEN ATAU ALAT UKUR 1. Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif

Alat ukur yang digunakan dalam kecenderungan pembelian impulsif adalah skala kecenderungan pembelian impulsif yang dirancang dengan menggunakan elemen pembelian impulsif menurut Verplanken & Herabadi (2001), yaitu :

1. Kognitif

Elemen ini fokus pada konflik yang terjadi pada kognitif individu yang meliputi: kurangnya perencanaan dan ketidaksabaran untuk mendapatkan suatu barang, tidak mempertimbangan harga dan kegunaan suatu produk, tidak melakukan evaluasi terhadap suatu pembelian produk dan tidak melakukan perbandingan produk yang akan dibeli dengan produk yang mungkin lebih berguna.

2.Emosional

Elemen ini fokus pada kondisi emosional konsumen yang meliputi : timbulnya dorongan perasaan untuk segera melakukan pembelian, timbul perasaan senang dan puas setelah melakukan pembelian.


(45)

Tabel 3.

Blue-print skala pembelian impulsif sebelum Uji Coba

Elemen pembelian impulsif

Indikator perilaku

Komponen sikap Jumlah

F UF

Kognitif • Kurangnya perencanaan dan kesabaran untuk mendapatkan suatu produk

• Tidak

mempertimbangkan harga dari suatu produk • Tidak melakukan

memerlukan evaluasi terhadap kegunaan produk yang dibeli • Langsung membeli produk yang disukai • Tidak melakukan

penawaran terhadap barang yang disukai • Tidak melakukan

perbandingan dengan barang lain yang hampir sama 1,2,9,14,15,20,2 1,25,29,31,35,40 ,41,49,54 4,5,10,11,18 ,24,30,34,36 ,42,47,48,50 ,57,59 30 Emosional

• Merasa senang dan puas setelah melakukan pembelian

• Pembelian dilakukan karena timbul perasaan yang mendorong untuk segera membeli produk • Membeli barang yang

disukai untuk menghindari emosi negatif (sedih, marah, stress)

• Menyesal setelah melakukan pembelian • Suka melihat

barang-barang dengan 3,8,13,16,19,26, 28,32,37,39,44,4 5,52,53 6,7,12,17,22 ,23,27,33,38 ,43,46,51,55 ,56,58 29


(46)

tampilan menarik • Mudah dipengaruhi

oleh tampilan produk yang dilihat

• Pembelian barang didominasi perasaan

Total 29 30 59

Setiap elemen di atas akan diuraikan ke dalam butir pernyataan yang mengungkap tingkat kecenderungan pembelian impulsif. Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan favorable dan unfavorable. Setiap aitem pada skala terdiri dari pernyataan dengan empat alternatif jawaban, yaitu : Selalu (S), Kadang-Kadang(K), Jarang(J), dan Tidak pernah(TP). Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu : Selalu = 4, Kadang-Kadang = 3, Jarang = 2, Tidak pernah = 1. Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable yaitu : Selalu = 1, Kadang-Kadang = 2, Jarang = 3, Tidak pernah = 4.

2. Skala Big Five Personality

Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala yang dibuat berdasarkan model skala Likert. Kelebihan skala Likert yaitu lebih reliabel secara statistik dan waktu yang lebih singkat dalam pembuatan skala (Hogg, 2002).

Skala kepribadian terbagi menjadi 5 (lima) bagian besar subskala yang disusun berdasarkan pembagian dimensi Big Five Personality oleh Costa & McRae (1985;1992). Item-item disajikan dalam bentuk pernyataan yang mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable). Setiap item pada skala terdiri dari pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju


(47)

dan Sangat Tidak Setuju. Nilai setiap pilihan bergerak dari 1–4. Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu: Sangat setuju = 4, Setuju = 3, Tidak Setuju = 2, Sangat Tidak Setuju = 1. Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable yaitu: Sangat setuju = 1, Setuju= 2, Tidak Setuju = 3, Sangat Tidak Setuju = 4. Uji coba skala kepribadian diberikan kepada sampel yang terdiri dari 50(lima puluh) item dengan perincian seperti yang tampak pada Tabel berikut:

Tabel 4.

Blue-print skala dimensi big five personality Sebelum Uji Coba

No. Tipe kepribadian Favorable Unfavorable Jumlah

1 Neuroticism 1,12,21,30,41 4,14,17,36,48 10

2 Extraversion 2,11,22,31,42 5,18,19,37,49 10

3 Openness 3,13,28,32,43 10,20,29,38,50 10

4 Agreeableness 6,15,23,34,44 8,24,25,39,46 10

5 Conscientiousness 7,16,33,35,45 9,26,27,40,47 10

Jumlah Total Item 25 25 50

E. UJI COBA ALAT UKUR 1. Validitas Alat Ukur

Skala tersebut akan diujicobakan dahulu sebelum digunakan. Uji coba digunakan untuk menguji reliabilitas dan validitas alat ukur.

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur yang valid tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.


(48)

Pendekatan terhadap validitas alat ukur dilakukan dengan menyusun terlebih dahulu operasional aspek-aspek pengukuran yang tepat dalam blue-print (criterion-related validity).

Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah face validity dan content validity. Face validity adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur, maka dapat dikatakan bahwa face validity telah terpenuhi.. Content validity berkaitan dengan aitem-aitem alat ukur sesuai dengan apa yang akan di ukur. Content validity diperoleh melalui pendapat profesional dari dosen pembimbing dan dosen yang memiliki kompetensi dalam bidang yang hendak diteliti (Azwar, 2004).

2. Uji Daya Beda Item

Uji daya beda butir pernyataan untuk melihat sejauh mana butir pernyataan mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis butir pernyataan ini adalah dengan memilih butir-butir pernyataan yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, memilih butir pernyataan yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 1999).

Pengujian daya beda butir pernyataan ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap butir pernyataan dengan suatu


(49)

kriteria yang relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total yang dikenal dengan indeks daya beda butir pernyataan (Azwar, 2000). Uji daya beda butir pernyataan ini akan dilakukan pada alat ukur dalam penelitian ini, yaitu inventori kepribadian dan skala pembelian impulsif. Setiap butir pernyataan pada alat ukur ini akan dikorelasikan dengan skor total alat ukur. Prosedur pengujian ini menggunakan taraf signifikansi 5% (p<0,05).

Besarnya koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan nilai positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi item maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2005). Batasan nilai indeks daya beda item (riX) dalam penelitian ini adalah 0,3, sehingga setiap item yang memiliki nilai riX ≥ 0,3 sajalah yang akan digunakan dalam pengambilan data ya ng sebenarnya.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas adalah indeks sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Menurut Hadi (2000) reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda. Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi item-item yang dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2002).


(50)

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal dimana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis, dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2002). Teknik yang digunakan untuk pengukuran reliabilitas alat ukur penelitian ini adalah teknik koefisien Alpha Cronbach dengan koefisien > 0,05. Untuk menguji reliabilitas ini menggunakan bantuan program SPSS versi 15.0 for Windows.

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Sebelum melakukan pengambilan data yang sebenarnya, terlebih dahulu dilakukan uji coba alat ukur penelitian untuk mengetahui kualitas dari masing-masing item. Alat ukur diuji cobakan kepada Mahasiswa Psikologi angkatan 2009 Universitas Sumatera Utara Medan. Uji coba skala Kecenderungan Pembelian Impulsif dan skala dimensi Big Five Personality dilakukan pada 1 september 2009. Jumlah alat ukur uji coba yang diberikan adalah 91 eksemplar yang kemudian diolah datanya.

Pada uji coba alat ukur, jumlah item yang digunakan adalah sebanyak 50 item untuk skala dimensi Big Five Personality dan 59 item untuk skala kecenderungan pembelian impulsif.

Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas dan uji daya beda item terhadap data uji coba yang telah diperoleh dengan menggunakan program SPSS version 15.0 For Windows, maka diperoleh koefisien alpha keseluruhan item untuk inventori kepribadian sebesar 0,784 dan untuk skala coping stress sebesar 0,931. Berdasarkan


(51)

uji daya beda item, diperoleh 17 item dari skala dimensi Big Five Personality dan 19 item dari skala kecenderungan pembelian impulsif gugur atau tidak dapat digunakan lagi karena memiliki nilai korelasi item total atau indeks daya beda item (

r

iX) < 0,3,

sehingga jumlah item yang akan digunakan untuk pengambilan data yang sebenarnya adalah sebanyak 33 item untuk dimensi Big Five Personality dan 40 item untuk skala kecenderungan pembelian impulsif. Item-item tersebut selanjutnya akan disusun kembali untuk digunakan dalam penelitian. Berikut blue print dari item-item tersebut setelah ujicoba.

Tabel 5.

Blue-print skala pembelian impulsif sebelum Uji Coba

No Elemen Favourable Unfavourable Jumlah

1 Kognitif 1,2,9,14,15,20,21,25,29,31,35, 40,41,49,54

4,5,10,11,18,24,30,34,36,4 2,47,48,50,57,59

30 2 Afektif 3,8,13,16,19,26,28,32,37,39,44

,45,52,53

6,7,12,17,22,23,27,33,38,4 3,46,51,55,56,58

29

Jumlah item 29 30

Keterangan :

Penebalan: nomor item yang gugur.

Selanjutnya item-item yang akan digunakan di dalam penelitian disusun kembali di dalam Blue print berikut :

Tabel 6

Blue-print Skala Pembelian Impulsif Setelah Uji Coba

No Elemen Favourable Unfavourable Jumlah

1 Kognitif 1(1),2(2),9(9),14(14),20(20),25( 21),35(25),40(29),49(30),54(32)

4(4),5(5),10(10),11(11),18(1 8),30(22),42(28),47(33),48(3 4),59(37)

20

2 Afektif 3(3),16(8),32(13),37(15),39(16), 45(24),52(26),53(31)

6(6),7(7),12(12),17(17),22(1 9),27(23),38(27),43(35),51(3 6),55(38),56(39),58(40)


(52)

Jumlah item 18 22 40 Keterangan :

Nomor yang berada di dalam tanda kurung: nomor item baru dalam skala penelitian

Tabel 7.

Blue-print skala dimensi Big Five Personality sebelum uji coba

No Dimensi Kepribadian

Favourable Unfavourable Jumlah

1 Neuroticism 1,12,21,30,41 4,14,17,36,48 10

2 Extraversion 2,11,22,31,42 5,18,19,37,49 10

3 Openness 3,13,28,32,43, 10,20,29,38,50 10

4 Agreeableness 6,15,23,34,44 8,24,25,39,46 10

5 Conscientiousness 7,16,33,35,45 9,26,27,40,47 10

Jumlah item 25 25 50

Keterangan :

Penebalan: nomor item yang gugur.

Selanjutnya item-item yang akan digunakan di dalam penelitian disusun kembali di dalam Blue print berikut :

Tabel 8.

Blue-print skala dimensi Big Five Personality setelah uji coba

No Dimensi Kepribadian

Favourable Unfavourable Jumlah

1 Neuroticism 1(1),12(12),21(19),41(28) 4(4),14(14),36(20),48(21) 8

2 Extraversion 2(2),11(11),31(22),42(29) 5(5),18(15),19(26),37(32)’

49(33)

9

3 Openness 13(3),28(13),32(23),43(30) 10(8) 5

4 Agreeableness 6(6),15(17),44(24) 25(9),39(16) 5

5 Conscientiousness 7(7),16(18),35(25),45(31) 26(10),27(27) 6

Jumlah item 19 14 33

Keterangan :


(53)

F. PROSEDUR PENELITIAN

Penelitian ini memiliki prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu sebagai berikut:

1. Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian dilakukan peneliti dengan: a. Pembuatan alat ukur

Alat ukur dibuat oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan sebelumnya. Ada dua buah skala yang dibuat, yaitu skala kecenderungan kecenderungan pembelian impulsif dan skala dimensi big five personality. Masing-masing skala terdiri dari 59 item untuk skala kecenderungan pembelian impulsif dan 50 item untuk skala big five personality, yang dibentuk seperti sebuah buku untuk memudahkan subjek penelitian memberikan jawabannya.

b. Uji coba alat ukur

Uji coba skala penelitian dilakukan pada tanggal 1 – 2 september 2009 di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dengan membagikan skala kepada subjek penelitian. Setelah itu, peneliti mengumpulkan kembali skala yang telah diisi oleh subjek untuk dilakukan analisa.

c. Revisi alat ukur

Setelah dilakukan uji statistik terhadap item-item yang diperolah pada uji coba penelitan, maka dilakukan beberapa revisi terhadap alat ukur. Beberapa revisi yang dilakukan adalah dengan membuang item yang tidak memiliki daya diskriminasi item


(54)

di atas 0,30, dan memperbaiki tampilan skala. Skala hasil revisi inilah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini.

d. Menentukan Sampel

Sampel dipilih sebanyak 120 mahasiswa S1 fakultas kedokteran angkatan 2009 Universitas Sumatera Utara. 120 eksemplar disebar kepada 120 mahasiswa, namun hanya 104 eksemplar yang kembali ke peneliti dan selanjutnya 104 eksemplar tersebut yang akan dianalisis sebagai data penelitian.

2. Pelaksanaan penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 1-6 oktober Nopember 2008 dengan membagikan skala kepada 120 mahasiswa S1 fakultas kedokteran Usu angkatan 2009. Selanjutnya dilakukan pengumpulan skala untuk dilakukan pengolahan data. 3. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan setelah semua skala terkumpul. Peneliti menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS for Windows versi 15.0 dalam mengolah data penelitian.

G. METODE ANALISA DATA

Menurut Sudjana (2001) metode korelasi bertujuan untuk dapat mengetahui seberapa kuat hubungan antar variabel. Ukuran yang digunakan untuk mengetahui hubungan tersebut, khususnya untuk data kuantitatif adalah koefisien korelasi. Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar pengaruh beberapa variabel bebas


(55)

dengan satu variabel tergantung, dapat dilakukan dengan melakukan uji regresi berganda (multiple regression).

Data yang diperoleh akan diolah dengan analisa statistik dengan menggunakan program SPSS version 15.0 for Windows. Data diolah dengan menghubungkan skor total masing-masing skor total inventori kepribadian, yaitu Neuroticism, Extraversion, Opennes, Agreeableness, dan Conscientiousness dengan skor total skala pembelian impulsif . Analisa data dilakukan dengan perintah regression, sehingga nantinya akan diperoleh persamaan regresi:

Y= a +b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+ b5X5 Dengan:

Y = variabel tergantung (Pembelian impulsif) X = variabel bebas (Dimensi Big Five Personality) a = nilai konstanta

b = koefisien arah regresi

Data yang akan diolah harus melalui uji asumsi terlebiih dahulu. Uji asumsi pada metode korelasional terdiri dari uji normalitas, uji linieritas, dan autokorelasi. 1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat distribusi variabel bebas dan variabel tergantung dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan program SPSS versi 15.0 for windows. Data tersebut dapat dikatakan memiliki sebaran normal apabila memiliki nilai p>0.05.


(56)

2. Uji linieritas

Uji linieritas digunakan untuk mengetahui apakah data pada variabel bebas mempunyai hubungan yang linier dengan data pada variabel tergantung. Uji linieritas pada data ini dilakukan menggunakan uji ANOVA dengan bantuan program SPSS version 15.0 for Windows. Variabel bebas (dimensi Big Five Personality) dapat dikatakan memiliki hubungan linier dengan variabel tergantung apabila memiliki nilai p<0,05.

3. Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan setiap variabel bebas (kepribadian). Uji ini dilakukan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment. Persamaan regresi dapat diterima jika setiap variabel bebas, yaitu: Neuroticism (N), Extraversion (E), Openness (O), Agreeableness (A), dan Conscientiousness (C) tidak saling berkorelasi.


(57)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 104 orang yang telah memenuhi karakteristik populasi penelitian. Berdasarkan 104 orang subjek penelitian yang terpilih, diperoleh gambaran berdasarkan usia dan jenis kelamin 1. Jenis kelamin subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini dibedakan jenis kelaminnya yaitu laki-laki dan perempuan, dengan penyebaran yang dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9.

Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentasi (%)

Perempuan 44 mahasiswa 42.3 Laki-laki 60 mahasiswa 57.7

TOTAL 104 100 %

2. Usia Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan usia dengan penyebaran data seperti yang disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10.

Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Usia N Persentasi (%)

18 75 mahasiswa 72.1

19 22 mahasiswa 21.1


(58)

TOTAL 104 100 %

Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dilihat bahwa subjek penelitian yang berusia antara 18 tahun merupakan kelompok sampel yang terbesar yaitu sebanyak 75 mahasiswa (72.1%). Sedangkan jumlah terkecil adalah kelompok sampel yang berusia 20 tahun, yaitu 7 mahasiswa (6.8%).

B. HASIL PENELITIAN 1. Hasil Uji Asumsi Penelitian

Sebelum analisa data dilakukan, ada beberapa syarat yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu uji asumsi normalitas sebaran, linieritas, dan autokorelasi pada variabel-variabel penelitian tersebut. Uji asumsi tersebut dilakukan dengan bantuan SPSS version 15.0 for Windows.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas sebaran dilakukan untuk mengetahui apakah setiap variabel penelitian telah menyebar secara normal. Uji normalitas sebaran menggunakan Kolmogorov-Smirnov test. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 11 berikut.

Tabel 11. Hasil Uji Normalitas

Variabel Nilai Z Nilai p Keterangan Kecenderungan Pembelian Impulsif 1.148 0.143 Sebaran normal

Neuroticism 1.121 0.162 Sebaran normal

Extraversion 1.215 0.104 Sebaran normal

Openness 1.302 0.067 Sebaran normal

Agreeableness 1.338 0.056 Sebaran normal


(59)

Variabel-variabel pada tabel di atas memiliki nilai probabilitas (p) > 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa persyaratan normalitas sudah terpenuhi.

b. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan uji regresi linier. Variabel bebas (dimensi Big Five Personality) dapat dikatakan memiliki hubungan yang linier terhadap variabel tergantung (kecenderungan pembelian impulsif) apabila memiliki nilai p < 0,05.

Tabel 12

Hasil Uji Linieritas Big Five Personality dengan kecenderungan pembelian impulsif

Variabel Nilai p Keterangan

Neuroticism .190 Hubungan tidak linier

Extraversion .003 Hubungan linier

Openness .061 Hubungan tidak linier

Agreeableness .154 Hubungan tidak linier

Conscientiousness .000 Hubungan linier

Berdasarkan data pada Tabel 12. di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa nilai p pada variabel Extraversion (0.003) dan Conscientiousness (0,000) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut memiliki hubungan yang liner dengan kecenderungan pembelian impulsif. Sedangkan nilai p pada variabel Neuroticism (0,190), Openness (0,061) dan Agreeableness (0.154) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Neuroticism, Openness dan Agreeableness tidak memiliki hubungan yang linier dengan kecenderungan pembelian impulsif.


(1)

suatu produk dengan segera dan membeli barang yang disukai untuk menghindari emosi negatif (sedih, marah, stress) (Verplanken & Herabdi, 2001).

Kepribadian openness to new experience tidak memiliki pengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis awal penelitian yang menyatakan ada pengaruh antara kecenderungan pembelian impulsif dengan kecenderungan pembelian impulsif. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang ditemukan oleh Hendriks et al (1999) yang menyatakan dimensi openness to new experience tidak memiliki hubungan dengan kecenderungan pembelian impulsif. Kecenderungan pembelian impulsif memiliki karakteristik yang diantaranya : keputusan untuk membeli diambil dengan sangat cepat (tanpa pertimbangan), lebih kepada emosional daripada rasional,dan bukan membeli sesuatu yang sudah direncanakan sebelumnya (Rook dalam Thi, 2003). Karakteristik ini menurut Hendriks et al (1999) tidak memiliki hubungan dengan openness to new experience yaitu individu dengan rasa keingintahuan yang luas, imajinatif dan modern (Costa & McRae ;dalam Pervin, 2005). Namun, hasil penelitian ini berlawanan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Verplanken & Herabadi (2001) dan Tao Sun et al (2003), yang menemukan ada hubungan negatif antara openness to new experience dengan kecenderungan pembelian impulsif. Orang-orang yang memiliki kepribadian openness yang dominan maka akan semakin tidak impulsif dalam berbelanja.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan disimpulkan jawaban-jawaban dari permasalahan yang terdapat di dalam penelitian ini. Selanjutnya peneliti akan memberikan saran-saran metodologis dan praktis bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dengan tema yang mirip dengan penelitian ini.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data yang dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsive adalah sebanyak 32.2 %. 62.8 % lainnya berasal dari faktor lain yang tidak terdapat dari penelitian ini.

2. Dari kelima dimensi big five personality, hanya dimensi extraversión dan conscientiousness yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Sehingga hanya kedua dimensi inilah yang masuk ke dalam persamaan regresi linier. Sementara dimensi lain yaitu neuroticism, openness to new experience, dan agreeableness tidak masuk ke dalam persamaan regresi linier karena pengaruhnya tidak signifikan.

3. Berdasarkan kategorisasi kecenderungan pembelian impulsif bahwa subjek yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang rendah sebanyak 82 mahasiswa (78,8 %), subjek yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif sedang


(3)

sebanyak 18 mahasiswa (17,3%) dan subjek yang memiliki kecenderungan pembelian impulsive tinggi sebanyak 4 mahasiswa (3,9%).

4. Berdasarkan kategorisasi dimensi big five personality, bahwa subjek yang bertipe neurotis rendah sebanyak 37 mahasiswa (35,6%), subjek yang bertipe neurotis tinggi sebanyak 20 mahasiswa (19,2 %). Subjek yang bertipe extraversion rendah sebanyak 8 mahasiswa (7,7 %), subjek yang bertipe extraversion tinggi sebanyak 50 mahasiswa (48,1%). Subjek yang bertipe openness to new experience rendah sebanyak 5 mahasiswa (4,8 %), subjek yang bertipe openness to new experience tinggi sebanyak 77 mahasiswa (74 %). Subjek yang bertipe agreeableness rendah sebanyak 2 mahasiswa (1,9 %), subjek yang bertipe agreeableness tinggi sebanyak 93 mahasiswa (74 %). Subjek yang bertipe conscientiousness tidak ada. Subjek yang bertipe conscientiousness tinggi sebanyak 52 mahasiswa (50 %)

B. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran. Saran–saran ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan studi ilmiah mengenai kecenderungan pembelian impulsif dan dimensi big five personality, serta dapat berguna bagi pihak produsen dan konsumen. Saran- saran tersebut meliputi:

1. Saran Metodologis

a. Penelitian selanjutnya bisa meneliti faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif.


(4)

b. Penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pengaruh dimensi big five personality untuk menambah jumlah sampel menjadi seluruh mahasiswa Universitas Sumatera Utara agar lebih dapat digeneralisasi kepada seluruh mahasiswa.

c. Sebaiknya jumlah sampel uji coba penelitian diperbanyak untuk meminimalisir jumlah item yang gugur setelah uji coba.

2. Saran Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada produsen dan konsumen bahwa dimensi conscientiousness dan extraversión yang terdapat pada diri konsumen, dapat mempengaruhi kecenderungan pembelian mereka menjadi impulsif sebesar 32,2 %.

b. Memberitahukan kepada produsen bahwa konsumen yang bertipe extraversión memiliki kecenderungan untuk membeli produk dengan impulsif dan konsumen yang bertipe conxcientiousness, agreeableness, neuroticism dan agreeableness bukan konsumen yang impulsif.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S., (2000). Sikap manusia: Teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2005). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S., (2000). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Buendicho, P. (2003). Impulse purchase : Trend or Trait?. Published on October 16, 2003 from

Erna, Dewi Ferrina. “Merek dan Psikologi Konsumen”. Yogyakarta : Candi Gerbang Permai.

Engel, J. F., Blackwell, R. D., & Miniard, P.W., (1995). Perilaku konsumen, Edisi keenam (terjemahan). Jakarta: Binarupa Aksara.

Engel, J., and Blackwell, R (1995). Consumer Behaviour. Dryden Press, Chicago, IL. Feist, J., & Feist, G. J., (2002). Theories of personality (5th Edition). Mc. Graw Hill

Fisher, R., Rook, D. (1995). Normative influences on impulse buying behavour. Journal of Consumer Research. 22, 305-314.

Gosling, Rentfrow, Swann Jr. (2003). A Very Brief Measure of the Big-Five Personality Domains. (On-line). http://homepage.psy.utexas.edu/homepage/faculty/gosling/tipi%20site/JRP%2 003%20tipi.pdf. (diakses bulan Februari 2009).

Hadi Sutrisno. (2000). Metodologi Research 1-4. Yogyakarta,: Penerbit Andi

Hogg, M. A., Vaughan, G. M., (2002). Social Psychology. 3rd Ed. London: Person Education.

Jacqueline, J., & Julia A. (2002). The Influence of culture on consumer Impulsive Buying Behaviour. Journal of Consumer Psychology. 12 (2), 163-176.

Kerlinger, N. Fred. (2002). Asas-asas Penelitian Behavioral (Edisi 3). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.


(6)

Loudon D. L. & Bitta, A. J. (1993). Consumer Behaviour Concept and Application (4th ed). Singapore Mc Graw Hill

Nguyen T. Kwon, J., Loeb., S., & Lantz, G. (2003). An investigation into factor Influencing impulse buying behaviour of urban Vietnamese consumer.

Oliver P. Srivasta, S. (1999). The big five trait taxonomy : History, Measurement, and Theoritical Perspectives.

Paul B. (2004). Determinants of planned and impulse buying : The Case of Phillippiness. Asia Pacific Management Review,9(6), 1061-1078.

Pervin,Cervone, John. (2005). Personality Theory and Research. 9 th Ed. New york : John Willey & Sons, Inc.

Schifman, L. G., & Kanuk, L. L. (2000). Consumer Behaviour, Eight Edition. New York: Prentice Hall International, Inc.

Schultz, D., Schultz, S. E. (1994). Theories of Personality. California : Brooks/ Cole Publishing Company.

Sudjana. (2001). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Suryabrata, S., (2000). Psikologi kepribadian. Jakarta: Penerbit Rajawali.

Suryabrata, S., (2000). Pengembangan alat ukur psikologis. Penerbit Andi: Yogyakarta

Rice, P.L. (1992). Stress and Health. Ed.2. California: Brooks / Cole Publishing Company.

Verplanken & Herabadi, A. (2001). Individual differences in impulse buying tendency : Feeling and No Thinking. European Journal of Consumer Research.

Verplanken, B., Herabadi, A., Knippenberg, A. (2009). Consumption experience of Impulse buying in Indonesia ; Emotional Arousal and Hedonistic Considerations. Asian Jurnal of Psychology. 12, 20-31.