Ternak ruminansia membutuhkan konsentrat untuk mengisi kekurangan

meningkat 30-40 batang ketika berumur 3-4 tahun. httpwww.wikipedia.org. Penggunaan pelepah daun sawit dalam pakan telah dicobakan pada sapi pedaging dan perah ternyata dapat diberikan sebesar 30-40 dari keseluruhan pakan Devendra, 1997. Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit berdasarkan hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit Zat nutrisi Kandungan Bahan kering 26,07 a Protein kasar 5,02 b Lemak kasar 1,07 a BETN 39,82 a TDN 45,00 a Ca 0,96 a P 0,08 a Energi MCalME 56,00 c Serat kasar 36,94 a Sumber : a. Wartat Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2003. b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU 2003. c. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor 2000. Bahan Pakan Konsentrat Konsentrat adalah pakan yang memiliki protein dan energi yang cukup tinggi . Pada ternak ruminansia yang digemukkan semakin banyak konsentrat dalam pakan akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang dari 15 dari bahan kering pakan. Oleh karena itu, banyaknya pemberian pakan konsentrat adalah formula pakan harus terbatas agar tidak terlalu gemuk Siregar, 1994. Pemberian konsentrat terlalu banyak akan meningkatkan konsentrasi energi pakan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat berkurang Parakkasi,

1995. Ternak ruminansia membutuhkan konsentrat untuk mengisi kekurangan

makanan yang diperolehnya dari hijauan. Pemberian konsentrat pada sapi tidak sama dengan hewan lainnya Novirma, 1991. Universitas Sumatera Utara Bungkil Inti Sawit Bungkil inti sawit BIS mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik dari pada solid sawit. Produksi rata-rata sekitar 40 tonharipabrik. Bahan pakan ini sangat cocok terutama untuk pakan konsentrat ternak ruminansia, namun penggunaannya sebagai pakan tunggal dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, oleh karenanya perlu diberikan secara bersama-sama dengan bahan pakan lainnya Mathius, 2003. Menurut Davendra 1997 Bungkil Inti Sawit BIS adalah limbah hasil ikutan dari ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimiawi atau cara mekanik. Walaupun kandungan proteinnya agak baik tetapi karena serat kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah sehingga menyebabkan kurang cocok bagi ternak monogastrik dan lebih cocok pada ternak ruminansia. Kandungan gizi bungkil inti sawit berdasarkan hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan nutrisi BIS. Kandungan zat Nilai gizi Bahan kering Protein kasar Serat kasar Lemak kasar TDN Ca P 92,6 a 21,51 b 10,5 b 2,4 a 72,0 a 0,53 a 0,19 a Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian USU, Medan 2000. b. Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS Onggok Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tapioka ubi kayu. Kandungan protein ubi kayu yang rendah kurang dari 5 membuat hasil samping dari ubi kayu belum dimanfaatkan orang. Namun dengan teknik fermentasi kandungan proteinnya Universitas Sumatera Utara dapat ditingkatkan, sehingga onggok yang terfermentasi dapat digunakan sebagai bahan baku pakan unggas Tarmudji, 2004. Menurut Rasyid et al., 1996 onggok merupakan limbah pengolahan tepung tapioka yang dapat digunakan sebagai bahan ransum unggas dan ruminansia. Onggok terutama ditujukan sebagai sumber energi, penggunaaan onggok pada ayam belum banyak dimanfaatkan. Pada ayam broiler dapat digunakan sebesar 5-10 dalam ransum. Tabel 6. Kandungan zat nutrisi onggok. Zat nutrisi Kandungan nutrisi Protein kasar Lemak kasar Serat Kasar Calsium Phospor Energi metabolis kkal kg TDN 1,6 0,4 10,4 0,8 0,6 267 76 Sumber: Rasyid et al., 1996 Kelebihan onggok sebagai hasil samping pembuatan tepung tapioka selain harganya murah, tersedia cukup, mudah didapat dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Onggok merupakan bahan sumber energi yang mempunyai kadar protein kasar rendah tetapi kaya akan karbohidrat yang mudah dicerna BETN bagi ternak serta penggunaannya dalam ransum mampu menurunkan biaya ransum Rasyid et al., 1996. Dedak padi Sebahagian bahan makanan asal nabati, dedak merupakan limbah pengolahan padi menjadi beras. Kandungan nutrisinya juga cukup baik, kandungan protein dedak halus sebesar 12 - 13 dengan kandungan lemak cukup tinggi sekitar yaitu 12-13 dan serat kasar yang dikandung sekitar 12 Rasyaf, 1992. Universitas Sumatera Utara Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil ikutan dari penumbukan padi. Dedak merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal, tetapi tercampur dengan penutup beras. Hal ini mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar dedak Parakkasi, 1995. Menurut Tillman et al. 1991 kandungan gizi dedak padi berdasarkan hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 7 . Kandungan nilai gizi dedak padi Kandungan zat Nilai gizi Bahan kering 89,1 Protein kasar 13,8 Serat kasar 11,2 Lemak kasar 8,2 TDN 64,3 Sumber : Tillman et al., 1991. Ultra Mineral Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, namun berperan penting agar proses fisiologi dapat berlangsung dengan baik. Mineral digunakan sebagai kerangka pembentuk tulang, gigi, pembentukan jaringan tubuh, darah serta sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme di dalam sel. Penambahan mineral pakan dilakukan untuk mencegah kekurangan mineral dalam pakan Setiadi dan Inounu, 1991 disitasi Manurung, 2008. Molasses Molasses atau tetes tebu merupakan hasil sampingan pabrik gula tebu yang berbentuk cairan hitam kental. Molasses dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak yang berenergi tinggi. Molasses dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan molasses untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi 48 - 60 Universitas Sumatera Utara sebagai gula, kadar mineral cukup dan disukai ternak. Tetes juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti kobalt, boron, jodium, tembaga, dan seng sedangkan kelemahannya ialah kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak Rangkuti et al., 1985. Garam Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur NaCl, dimana selain berfungsi sebagai mineral juga berfungsi sebagai palatabilitas Pardede dan Asmira, 1997. Semua herbivora akan suka memakan garam apabila disediakan dalam bentuk jilatan Lick atau dalam bentuk halus dalam tempat mineral. Oleh karena hewan suka akan garam maka biasanya garam dipakai sebagai campuran fosfor atau mineral mikro dan senyawa lain misalnya obat parasit Tillman dkk., 1981. Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum termasuk untuk unggas. Hampir semua bahan makanan nabati khususnya hijauan tropis mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan makanan hewani Parakkasi, 1995. Amoniasi Urea Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah perkebunan dengan menambahkan bahan kimia berupa kaustik soda, sodium hidroksi atau urea. Umumnya masyarakat lebih banyak menggunakan urea ini sebagai bahan kimia yang digunakan karena lebih mudah untuk memperolehnya. Urea dengan rumus molekul CONH 2 2 banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit resiko keracunan Ernawati, 1995. Urea yang diberikan pada ransum ternak ruminsia di dalam rumen akan dipecah oleh enzim urease menjadi amonium. Amonium bersama mikroorganisme rumen akan membentuk protein mikroba dengan bantuan energi. Apabila urea berlebihan atau tidak Universitas Sumatera Utara dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorbsi oleh dinding rumen, kemudian dibawa oleh aliran darah ke hati dan di dalam hati dibentuk kembali amonium yang pada akhirnya diekreasikan melalui urine dan feses Sutardi, 1980. Urea adalah merupakan senyawa kimia yang mengandung 40 – 45 nitrogen mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan ternak dapat dikombinasikan N dalam urea dengan C, H 2 dan O 2 yang terdapat dalam karbohidrat dan membentuk asam amino. Oleh karena itu urea dapat digunakan sebagai sebagai sumber nitrogen pada ternak ruminansia Kartadisastra, 1997. Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi. Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terdapat peningkatan konsumsi protein kasar dan daya cerna urea bila diberikan pada ruminansia dirubah menjadi protein oleh mikroba dalam rumen Anggorodi, 1984. Konsumsi Pakan Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia serta kualitas bahan pakan. Ketersediaan zat makanan yang dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk menjalankan fungsi yang normal harus mendapatkan perhatian khusus misalnya pertambahan suplai sumber N pada bahan makanan yang rendah proteinnya akan meningkatkan konsumsi dari bahan pakan tersebut. Konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia pakan Parakkasi, 1995. Universitas Sumatera Utara Menurut Tillman 1981 nilai koefisien cerna tidak tetap untuk setiap bahan pakan atau setiap ekor ternak, tetapi dipengaruhi faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi, yaitu: 1. Komposisi kimiawi Daya cerna berhubungan erat dengan komposisi kimiawinya. Serat kasar berisi selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa dapat dicerna oleh ternak ruminansia secara enzimatis. 2. Pengolahan Pakan Beberapa perlakuan terhadap bahan pakan seperti pemotongan, penggilingan dan pelayuan mempengaruhi daya cerna. Penggilingan yang halus dari hijauan menambah kecepatan jalannya bahan makanan melalui usus sehinggga menyebabkan pengurangan daya cerna 5-15. 3. Jumlah Pakan yang diberikan Penambahan jumlah pakan yang dimakan ternak akan mempercepat arus makanan ke dalam usus, sehingga mengurangi daya cerna. Penambahan jumlah pakan sampai dua kali lipat dari jumlah kebutuhan hidup pokok mengurangi daya cerna 1-2 penambahan yang lebih besar akan menyebabkan daya cerna akan semakin turun. 4. Jenis Ternak Ternak ruminansia dapat mencerna serat kasar yang lebih tinggi karena N metaboliknya lebih tinggi sehingga daya cerna protein pada ruminansia lebih rendah dibandingkan non ruminansia, disamping adanya peran mikroorganisme pada rumen. Universitas Sumatera Utara Kecernaan Menurut Tillman et al. 1998 kecernaan dapat diartikan banyaknya atau jumlah proporsional zat-zat makanan yang ditahan atau diserap oleh tubuh. Zat makanan yang terdapat di dalam feses dianggap zat makanan yang tidak tercerna dan tidak diperlukan kembali sedangkan sistem kecernaan adalah sebuah sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggungjawab atas pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan pakan dalam perjalanannya menuju saluran pencernaan mulai dari rongga tubuh sampai ke anus. Disamping itu pencernaan bertanggung jawab atas pengeluaran eksreasi bahan pakan yang tidak terserap atau tidak dapat kembali Parakkasi, 1995. Kecernaan pakan merupakan suatu rangkaian proses yang terjadi pada pakan selama berada didalam saluran pencernaan sampai memungkinkan terjadinya suatu penyerapan Webster, 1987. Untuk penentuan kecernaan dari suatu pakan maka harus diketahui terlebih dahulu dua hal yang penting yaitu jumlah nutrien yang terdapat dalam pakan dan jumlah nutrien yang dapat dicerna dan dapat diketahui bila pakan telah mengalami proses pencernaan Tillman et al., 1991. Anggorodi 1984 menyatakan bahwa pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu bahan pakan adalah usaha menentukan jumlah nutrisi dari suatu bahan pakan yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna juga merupakan presentasi nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrisi yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan dalam feses. Nutrisi yang tidak terdapat dalam feses inilah yang diamsusikan sebagai nilai yang dicerna dan diserap. Universitas Sumatera Utara Kecernaan dapat dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan, spesies hewan, kandungan lignin bahan pakan, difisiensi zat makanan, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan pakan dan gangguan saluran pencernaan Crurch dan Pond, 1998. Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk ke saluran pencernaan Tillman et al., 1998. Daya cerna digestibility adalah bagian zat makanan dari bahan yang tidak diekreasikan dalam feses biasanya dinyatakan dalam bentuk bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase disebut “koefisien cerna” Tillman et al., 1991. Menurut Wodzicka-Tomaszewska et al., 1993 jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang paling penting yang menentukan jumlah zat-zat makanan yang tersedia bagi ternak. Hal ini selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produksi, akan tetapi pengaturan konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat kompleks karena banyak factor yang terlibat seperti sifat pakan, faktor ternak dan faktor lingkungan. Tomaszewska 1988 menyatakan juga bahwa tingkat konsumsi sangat dipengaruhi oleh koefisien cerna, kualitas pakan, fermentasi dalam rumen, serta status fisiologi ternak. Kualitas pakan ditentukan oleh tingkat kecernaan zat - zat makanan yang terkandung pada pakan tersebut. Zat makanan yang terkandung dalam ransum tidak seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, sebagian akan dikeluarkan lagi melalui feses. Kecernaan pakan pada ternak ruminansia sangat erat hubungannya dengan jumlah mikroba dalam rumen. Serat kasar mempunyai pengaruh terbesar terhadap daya cerna. Dinding sel tanaman terutama terdiri dari selulosa dan hemiselulosa yang akan sukar dicerna terutama bila mengandung lignin. Tanaman tua biasanya mengandung serat kasar yang Universitas Sumatera Utara tinggi dan diiringi penambahan lignifikasi dari selulosa dan hemiselulosa pada dinding sel Tillman et al.,1998. Kecernaan setiap bahan makanan atau ransum dipengaruhi oleh spesies hewan, bentuk fisik makanan, komposisi bahan makanan atau ransum, tingkat pemberian makanan, temperatur lingkungan dan umur hewan Ranhjan dan Pathak, 1979. Jenis kelamin, umur dan strain mempunyai pengaruh terhadap daya cerna protein dan asam asam amino, tetapi pengaruhnya tidak konsisten Doeschate et al., 1993. Kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein di dalam ransum Ranjhan, 1980. Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan Tillman et al., 1998. Tingkat kecernaan suatu pakan menggambarkan besarnya zat - zat makanan yang tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk proses hidup pokok maintenance, pertumbuhan, produksinya, maupun reproduksi Ginting, 1992. Tingkah kecernaan bahan kering pelepah daun kelapa sawit pada sapi 45. Daun kelapa sawit dapat digunakan sebagai sumber atau pangganti pakan hijauan. Namun, adanya lidi pada pelepah daun kelapa sawit akan menyulitkan ternak dalam mengkonsumsinya. Masalah tersebut dapat diatasi dengan pencacahan yang dilanjutkan dengan pengeringan dan penggilingan. Pemanfaatan pelepah daun sawit sebagai bahan pakan ruminansia disarankan tidak melebihi 30. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan pelepah daun sawit, dapat ditambahkan produk samping lain dari kelapa sawit. Pemberian pelepah daun sawit sebagai bahan pakan dalam jangka panjang, dapat menghasilkan kualitas karkas yang baik Balai Penelitian Ternak, 2003. Universitas Sumatera Utara BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Kelompok Tani Serba Jadi bertempat di Jalan Serba Jadi Pasar I Marelan Raya, Medan sedangkan analisis pakan dilakukan di Laboratorium Bahan Pakan Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini berlangsung selama delapan bulan dimulai pada bulan Juli 2010 – Februari 2011. Bahan dan Alat Penelitian Bahan Penelitian ini menggunakan Sapi Brahman Cross betina sebanyak 9 ekor ± 27,61 kg. Bahan pakan yang diberikan terdiri atas hijauan lapangan dan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi dengan urea sebanyak 3 dari berat kering bahan. Konsentrat diberikan sebagai kontrol diberikan 1 bahan kering dari bobot badan tiap ekor sapi, yang terdiri atas dedak padi, bungkil inti sawit, bungkil kelapa, onggok, molasses, ultra mineral, urea, garam dan kapur. Untuk menghindari sapi dari penyakit cacingan sapi diberikan obat cacing Wormzol –B dan rodalon sebagai desinfektan untuk membersihkan sapi dari hinggapan lalat yang membawa bibit penyakit dan untuk menjaga daya tahan tubuh sapi diberikan vitamin B-kompleks dan pemberian air minum secara tidak terbatas ad libitum. Universitas Sumatera Utara Alat Kandang terdiri atas kandang individu 9 unit beserta perlengkapannya terdiri atas tempat pakan, tempat minum, lampu penerangan, papan data, kereta sorong. Pengolahan pakan dilakukan dengan alat chopper sebagai alat pencincang pelepah sawit, grinder sebagai alat menghaluskan bahan pakan dan timbangan digital dengan kapasitas 3 kg sebagai alat penimbang bahan pakan dengan kepekaan 1 g, terpal sebagai alat menjemur bahan pakan, tong plastik sebagai tempat amoniasi dan menyimpan bahan pakan. Penimbangan sapi menggunakan timbangan digital iconix FX1 kapasitas 1000 kg. Metode Penelitian Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok RAK dengan tiga perlakuan dengan tiga kelompok. Perlakuan yang akan diteliti sebagai berikut : P = Rumput lapangan 100. P 1 = Rumput lapangan 80 + Pelepah daun kelapa sawit amoniasi 20. P 2 = Rumput lapangan 60 + Pelepah daun kelapa sawit amoniasi 40. Selain pemberian rumput lapangan dan pelepah daun kelapa sawit amoniasi diberikan konsentrat kontrol sebanyak 1 bahan kering dari bobot badan sapi diberikan setiap ekor pada sapi. Universitas Sumatera Utara Model linier yang digunakan dalam penulis ini menurut Hanafiah 2003 adalah rancangan acak kelompok RAK adalah : Y ij = μ + T i + β j + ε ij Keterangan : Y ij = nilai pengamatan ke-i dan kelompok ke-j μ = nilai tengah populasi α i = pengaruh perlakuan ke-i βj = pengaruh kelompok ke-j ε ij = Pengaruh galat Susunan pengacakan unit penelitian: P 1 K 3 P 1 K 2 P 2 K 1 P K 3 P 2 K 2 P 1 K 1 P 2 K 3 P K 2 P K 1 Keterangan : P = Perlakuan P , P 1 , dan P 2 K = Kelompok K 1 , K 2 , K 3 Universitas Sumatera Utara Peubah Penelitian 1. Konsumsi Bahan Kering Konsumsi bahan kering diukur dengan mengalikan konsumsi ransum dengan kandungan bahan kering yang diperoleh dari data analisis di laboratorium

2. Konsumsi Bahan Organik