Tindak Ujaran Ruang Lingkup Pragmatik

bukan hanya mengetahui kalau penutur sakit kepala atau pusing tetapi penutur berharap jika mitra tutur mengambilkan atau membelikan obat sakit kepala, memijit kepala penutur, dan sebagainya. Perlokusi tuturan Kepalaku pusing juga memberikan efek takut kepada mitra tutur kepada anak kecil supaya tidak melihat permainan tong setan, karena jika melihat itu mitra tutur dapat pusing melihat permainan itu, sehingga mitra tutur menjadi takut untuk melihat permainan itu.

2.2.4 Deiksis sebagai Fenomena Pragmatik

Linguistik yang merupakan ilmu tentang bahasa seiring dengan perkembangannya telah melahirkan cabang-cabang ilmu baru, salah satunya pragmatik. Menurut Levinson 1983: 9 pragmatik adalah studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Jadi pragmatik mempelajari bahasa kaitanya dengan konteks. Konteks di sini merupakan situasi dan keadaan ketika ujaran itu diucapkan. Pragmatik seiring dengan perkembangannya memiliki cabang-cabang yang terdiri dari empat yaitu implikatur, presuposisi, tindak ujaran, dan deiksis. Setiap cabang ini memiliki masing-masing kegunaan. Ketika akan melakukan analisis terhadap suatu ujaran atau kalimat bahasa tentang ujaran ketika diucapkan diikuti dengan tindakkan maka alat analisisnya menggunakan tindak ujar, jika ingin menganalisis suatu bahasa dengan melihat kata yang sama memiliki rujukan atau maksud yang berbeda-beda maka alat analisisnya menggunakan deiksis, dan sebagainya. Perkembangan pragmatik yang begitu pesat akhir-akhir ini, memunculkan banyak ahli tentang pragmatik. Akan tetapi perkembangan seorang ahli pragmatik pada akhir-akhir ini lebih banyak terfokus pada satu cabang pragmatik. Bambang Kaswanti Purwo merupakan salah satu ahli pragmatik yang berasal dari Indonesia dengan fokus bukunya pada cabang deiksis. Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktitos , yang berarti‟hal penunjukan secara langsung‟. Dalam logika istilah Inggris deictic dipergunakan sebagai istilah untuk pembuktian langsung pada masa setelah Aristoteles sebagai lawan dari istilah elenctic yang merupakan istilah untuk pembuktian tidak langsung The Compact Edition of the Oxford English Dictionary 1971: 151. Untuk istilah deiksis beberapa ahli bahasa lain Sturtevant dan Jespersen dalam Purwo 1984: 2 memakai istilah shifters. Akan tetapi istilah shifters dipakai pula untuk mencangkup pengertian yang lebih luas, yaitu untuk menunjuk pada arti yang berganti-ganti menurut konteks. Dalam bukunya Bambang kaswanti Purwo deiksis dibagi menjadi dua yaitu deiksis eksofora dan deiksis endofora. Deiksis eksofora memiliki tiga cabang lainnya yaitu deiksis persona kamu, dia, mereka, dan sebagainya, deiksis waktu kemarin, hari ini, dan sebagainya, dan deiksis tempat di sini, di sana, dan sebagainya, sedangkan deiksis endofora lebih kepada katafora dan anafora. Di luar negeri terdapat tokoh yang mengkaji deiksis pula yaitu seorang ahli bernama Stephen C Levinson dengan membagi deiksis menjadi dua yaitu deiksis eksofora dan deiksis endofora. Deiksis eksofora memiliki tiga cabang lainnya yaitu deiksis persona kamu, dia, meraka, dan sebagainya, deiksis waktu kemarin, hari ini, dan sebagainya, dan deiksis tempat di sini, di sana, dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sebagainya, sedangkan deiksis endofora terdapat dua jenis yaitu deiksis sosial dan deiksis wacana. Ketika seseorang berbicara atau berkomunikasi dengan lawan tutur sering menggunakan kata-kata yang menunjuk pada orang, tempat, maupun waktu, sehingga ketika seseorang yang diajak bicaramitra tutur tidak dapat memahami maksud dari penutur dengan baik, maka komunikasi tidak akan berjalan dengan lancar dan terhambat oleh faktor pemahaman oleh mitra tutur. Hal inilah yang kadang orang ketika menggunakan banyak kata penunjuk yang tidak sesuai dengan tempatnya membuat mitra tutur bingung dengan apa yang sedang dibicarakan. Maka keberhasilan suatu interaksi antara penutur dan mitra tutur sedikit banyak tergantung dengan pemahaman deiksis yang digunakan oleh penutur. Contoh lain yang diberikan oleh Mey dalam Nadar 2009: 55 yaitu seorang tamu hotel di negara asing yang sedang berada di kamarnya. Tiba-tiba ada ketukan di pintu kamarnya, dan dia bertanya “Who is there?” Siapa di sana?, serta dijawab dengan “It’s me”. Bagitamu hotel tersebut, kata me saya tidak memperjelas siapa penuturnya, karena me saya menunjuk pada seseorang yang bagi tamu tersebut juga tidak jelas. Dengan demikian me saya adalah kata deiksis, dan menunjukkan pada diri orang yang mengucapkannya. Kalau orangnya berubah, maka me saya menunjuk pada orang yang berbeda pula. Levimson dan Nadar, sama-sama membicarakan deiksis, tetapi penelitian ini akan menggunakan teori milik Bambang Kaswanti Purwo mengenai deiksis. Hal ini dikarenakan Bambang Kaswanti Purwo dianggap lebih lengkap dalam menjabarkan deiksis dan dia pun juga pernah melakukan penelitian terkait deiksis, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI