Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan Petani Alumni Program SL-PTT di Desa Gegesik Wetan Kabupaten Cirebon

TINGKAT PARTISIPASI DAN KEBERDAYAAN PETANI
ALUMNI PROGRAM SL-PTT DI DESA GEGESIK WETAN
KABUPATEN CIREBON

AMATUL JALIELI

DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Partisipasi
dan Keberdayaan Petani Alumni Program SL-PTT di Desa Gegesik Wetan
Kabupaten Cirebon adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013

Amatul Jalieli
NIM I34090125

ii

ABSTRAK
AMATUL JALIELI. Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan Petani Alumni
Program SL-PTT di Desa Gegesik Wetan Kabupaten Cirebon. Dibimbing oleh
DWI SADONO.
Program SL-PTT adalah program pembangunan pertanian yang menerapkan
model pemberdayaan petani dengan meningkatkan kualitas dan kapasitas petani
melalui percepatan penerapan teknologi pengelolaan tanaman terpadu yang
seluruh proses belajar mengajarnya dilakukan di lapangan. Penelitian ini bertujuan
menganalisis tingkat partisipasi dan faktor yang berhubungan dengan tingkat

partisipasi serta tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif berupa metode survai
menggunakan kuesioner dan didukung data kualitatif melalui wawancara. Hasil
penelitian menunjukkan petani alumni program SL-PTT telah berpartisipasi aktif
pada setiap tahapan program, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
sampai menikmati hasil. Tingkat partisipasi berhubungan nyata dengan tingkat
kekosmopolitan petani, intensitas komunikasi penyuluh, intensitas mengikuti
penyuluhan dan ketersediaan informasi pertanian. Tingkat partisipasi
berhubungan nyata dengan tingkat keberdayaan petani. Tingkat keberdayaan
petani termasuk tinggi berdasarkan indikator kemampuan petani mengakses
informasi, kemampuan menerapkan teknologi PTT dan kemampuan dalam
mengambil keputusan.

ABSTRACT
AMATUL JALIELI. The level of participation and empowerment of farmers
graduated SL-PTT program in Gegesik Wetan, Cirebon. Supervised by DWI
SADONO.
SL-PTT is a program of agricultural development has implemented a model of
empowerment farmers by improving the quality and capacity of farmers through
the acceleration of the implementation ICM technologies. This research aims to

analyze the level of participation of farmers and the factors related to the level of
participation and empowerment farmers who have followed SL-PTT. The
research method used is a quantitative analysis with survay method and supported
by the qualitative analysis method. The results showed the level of participation
farmers graduated SL-PTT included high category on each stage of the program.
The level of participation have correlation with the cosmopolitan of farmers,
intensity of communication, the intensity following extension and the availability
of agricultural information. The level of farmers empowerment have correlated
with their participation and included high categories based on indicators of the
ability of farmers to access information, implement ICM technology and make
decisions.
Keywords: SL-PTT Program, The level of participation, Farmers empowerment.

3

TINGKAT PARTISIPASI DAN KEBERDAYAAN PETANI
ALUMNI PROGRAM SL-PTT DI DESA GEGESIK WETAN
KABUPATEN CIREBON

AMATUL JALIELI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

4

5

Judul Skripsi : Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan Petani Alumni Program

SL-PTT di Desa Gegesik Wetan Kabupaten Cirebon
Nama
NIM

: Amatul Jalieli
: I34090125

Disetujui oleh
Dosen Pembimbing

Dr Ir Dwi Sadono MSi
NIP. 19641102 199203 1 003

Diketahui oleh
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr Ir Soeryo Adiwibowo MS
NIP. 19550630 198103 1 003

Tanggal Lulus:


vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah
partisipasi, dengan judul Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan Petani Alumni
Program SL-PTT di Desa Gegesik Wetan Kabupaten Cirebon.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan tingkat
partisipasi dan keberdayaan petani alumni program Sekolah Lapangan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) di Desa Gegesik Wetan, Kabupaten
Cirebon. Partisipasi sendiri merupakan konsep penting yang harus digunakan
sebagai upaya mencapai keberhasilan berbagai program pembangunan yang
dibuat oleh pemerintah. Hal tersebut mengingat saat ini program pemerintah
sudah mulai bergeser dari paradigma konvensional yang cenderung menekankan
pada production-centered development dan bersifat sentralistik (terpusat) menuju
paradigma pembangunan baru yang berkelanjutan dan menekankan pada peoplecentered development dan bersifat demokratis serta bottom-up sebagai upaya
menciptakan sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi di bidang pertanian
untuk menjadi subjek pembangunan tersebut dengan pemberian ruang yang lebih

partisipastif.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dwi Sadono MSi selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran serta masukan bagi penulis,
Ibu Dr Ir Siti Amanah MSc selaku dosen penguji utama dan Bapak Ir Murdianto
MSi selaku dosen penguji akademik. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan
kepada seluruh aparat beserta warga Desa Gegesik Wetan terutama kepada
Kelompok Tani Dewi Sri, keluarga besar Bapak dr Abdul Rokhman di Desa
Gegesik Wetan, bapak dan ibu penyuluh dari UPT BP3K di Kecamatan Gegesik
dan UPT TANBUNAKHUT di Kecamatan Gegesik yang telah membantu selama
proses penelitian dan pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Ayahanda H. Imam Rumli dan Ibunda Rohmania, Adik
(Mabit) serta seluruh keluarga dan para sahabat tercinta (Intan, Risda, Kiki,
Kimel, Wawa, Cintya, Yeni, Indah). Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih
kepada teman-teman SKPM46, keluarga besar IKC IPB dan seluruh pihak yang
tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan karya ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013


Amatul Jalieli

vii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)
Konsep Partisipasi
Pemberdayaan Masyarakat
Keberdayaan Petani
Kerangka Berfikir

Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Pengambilan Informan dan Responden
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI
ALUMNI PROGRAM SL-PTT
Gambaran Lokasi Penelitian
Profil Desa Gegesik Wetan
Potensi Sumberdaya Manusia dan Sumberdaya Alam di Desa Gegesik
Wetan
Profil Gapoktan Harum Sari dan Kelompok Tani Dewi Sri
Karakteristik Petani Alumni Program SL-PTT
Usia Responden
Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat Pendapatan Responden
Pengalaman Berusahatani Responden

Luas Lahan Garapan Responden
Tingkat Kekosmopolitan Responden

IX
XI
XI
1
1
3
4
4
6
6
9
12
13
15
18
19
23

23
23
24
25
25
27
27
27
28
29
31
32
32
33
34
35
35

viii

Intensitas Komunikasi Penyuluh
Intensitas Mengikuti Penyuluhan
Ketersediaan Informasi Pertanian
Program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)
di Kelompok Tani Dewi Sri
TINGKAT PARTISIPASI ALUMNI PROGRAM SL-PTT
Tingkat Partisipasi Petani Alumni Program SL-PTT
Partisipasi dalam Tahap Perencanaan
Partisipasi dalam Tahap Pelaksanaan
Partisipasi dalam Tahap Evaluasi
Partisipasi dalam Tahap Menikmati Hasil
Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Petani Alumni
Program SL-PTT
Hubungan Usia dan Tingkat Partisipasi Responden
Hubungan Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi Responden
Hubungan Tingkat Pendapatan dan Tingkat Partisipasi Responden
Hubungan Pengalaman Berusahatani dan Tingkat Partisipasi Responden
Hubungan Luas Lahan Garapan dan Tingkat Partisipasi Responden
Hubungan Tingkat Kekosmopolitan dan Tingkat Partisipasi Responden
Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi Petani Alumni
SL-PTT
Hubungan Intensitas Komunikasi Penyuluh dengan Tingkat Partisipasi
Hubungan Intensitas Mengikuti Penyuluhan dengan Tingkat Partisipasi
Hubungan Ketersediaan Informasi Pertanian dengan Tingkat Partisipasi
TINGKAT KEBERDAYAAN PETANI ALUMNI PROGRAM SL-PTT
Hubungan Tingkat Partisipasi dan Tingkat Keberdayaan Petani Alumni
Program SL-PTT
Hubungan Tingkat Partisipasi dan Tingkat Kemampuan Petani Alumni
Program SL-PTT Mengakses Informasi Pertanian
Hubungan Tingkat Partisipasi dan Tingkat Kemampuan Alumni
Program SL-PTT Menerapkan Teknologi PTT
Hubungan Tingkat Partisipasi dan Tingkat Kemampuan Alumni
Program SL-PTT Mengambil Keputusan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

36
37
38
40
42
42
43
45
46
47
49
49
51
52
54
55
57
59
59
59
61
62
64
64
65
67
70
72
72
73
74
76

ix

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Perbandingan antara pendekatan Transfer of Technology (TOT)
dengan Farmer First (FF)
Jumlah anggota berdasarkan kelompok tani dan luas lahan yang dimiliki
Gapoktan Harum Sari, Desa Gegesik Wetan Tahun 2013
Susunan kepengurusan Gapoktan Harum Sari, Desa Gegesik Wetan
Jumlah dan persentase responden menurut usia di Kelompok Tani
Dewi Sri
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan di
Kelompok Tani Dewi Sri
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan di
Kelompok Tani Dewi Sri
Jumlah dan persentase responden menurut pengalaman berusahatani di
Kelompok Tani Dewi Sri
Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan garapan di
Kelompok Tani Dewi Sri
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kekosmopolitan
di Kelompok Tani Dewi Sri
Jumlah dan persentase responden menurut intensitas komunikasi
penyuluh di Kelompok Tani Dewi Sri
Jumlah dan persentase responden menurut intensitas mengikuti
penyuluhan di Kelompok Tani Dewi Sri
Jumlah dan persentase responden menurut ketersediaan informasi
pertanian di Kelompok Tani Dewi Sri
Daftar kegiatan SL-PTT di Desa Gegesik Wetan Kabupaten Cirebon
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi di
Kelompok Tani Dewi Sri
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi pada
tahap perencanaan program di Kelompok Tani Dewi Sri
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi pada tahap
pelaksanaan program di Kelompok Tani Dewi Sri
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi pada tahap
evaluasi program di Kelompok Tani Dewi Sri
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi pada tahap
menikmati hasil di Kelompok Tani Dewi Sri
Hubungan antara faktor internal responden dengan tingkat partisipasi di
Kelompok Tani Dewi Sri berdasarkan uji korelasi rank Spearman
Sebaran tingkat partisipasi responden menurut usia di Kelompok Tani
Dewi Sri, Cirebon
Sebaran tingkat partisipasi responden menurut tingkat pendidikan di
Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon
Sebaran tingkat partisipasi responden menurut tingkat pendapatan di
Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon
Sebaran tingkat partisipasi responden menurut pengalaman berusahatani
di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon

13
29
30
32
33
33
34
35
36
36
38
39
41
43
44
45
46
48
49
50
51
53
54

x

24. Sebaran tingkat partisipasi responden menurut luas lahan garapan di
Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon
25. Sebaran tingkat partisipasi responden menurut tingkat kekosmopolitan
di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon
26. Hubungan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi di Kelompok
Tani Dewi Sri berdasarkan uji korelasi rank Spearman
27. Sebaran tingkat partisipasi responden menurut intensitas komunikasi
penyuluh di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon
28. Sebaran tingkat partisipasi responden menurut intensitas mengikuti
penyuluhan di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon
29. Sebaran tingkat partisipasi menurut ketersediaan informasi pertanian di
Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon
30. Jumlah dan persentase tingkat keberdayaan petani di Kelompok Tani
Dewi Sri, Cirebon
31. Tingkat kemampuan mengakses informasi pertanian responden di
Kelompok Tani Dewi Sri
32. Sebaran tingkat kemampuan mengakses informasi menurut tingkat
partisipasi responden di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon
33. Tingkat kemampuan responden menerapkan teknologi PTT di
Kelompok Tani Dewi Sri
34. Sebaran tingkat kemampuan responden menerapkan teknologi PTT
menurut tingkat partisipasi di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon
35. Tingkat kemampua mengambil keputudan responden di Kelompok
Tani Dewi Sri
36. Sebaran tingkat kemampuan mengambil keputusan responden menurut
tingkat partisipasi di Kelompok Tani Dewi Sri, Cirebon

56
58
59
60
61
63
65
65
66
68
68
70
71

xi

DAFTAR GAMBAR

1.

Kerangka berfikir

16

DAFTAR LAMPIRAN

1.
2.
3.

Peta lokasi Desa Gegesik Wetan Kabupaten Cirebon
Kerangka sampling petani anggota Kelompok Tani Dewi Sri
Pengolahan data dengan uji korelasi rank Spearman SPSS 16.0

76
77
79

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris menjadikan sektor pertanian sebagai mata
pencaharian utama penduduknya. Hal tersebut dibuktikan oleh data BPS tahun
2011 yang mencatat jumlah tenaga kerja di sektor pertanian mencapai angka
42.47 juta jiwa sebagai jumlah penyumbang tertinggi tenaga kerja di Indonesia
(Saragih 2011)1. Fakta tersebut menjadikan betapa pentingnya pembangunan
dalam bidang pertanian dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu sumberdaya
manusia di sektor pertanian maupun produktivitas pertanian di Indonesia menuju
program surplus 10 juta ton padi pada tahun 2014.
Penyuluhan pertanian merupakan salah satu faktor yang berperan penting
dalam mewujudkan tujuan pembangunan pertanian, sebagaimana disebutkan oleh
Mosher (1966) bahwa penyuluhan sebagai proses pendidikan bagi petani
merupakan salah satu syarat pelancar (accelerators), yang dianalogikan sebagai
“minyak pelumas” yang dapat menyempurnakan metoda-metoda kerja dalam
usaha untuk memperlancar pembangunan pertanian di daerah-daerah dimana
syarat-syarat pokok yang ada belum memadai. Pendidikan pembangunan ini
mencakup 4 jenis, yaitu: (1) pendidikan dasar dan lanjutan, (2) pendidikan
pembangunan untuk petani, (3) latihan semasa kerja bagi petugas pertanian dan
(4) pendidikan rakyat kota tentang pembangunan pertanian. Hal tersebut sesuai
dengan definisi penyuluhan sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan yang menyatakan bahwa:
“Penyuluhan diselenggarakan untuk memperkuat pengembangan
pertanian, perikanan, serta kehutanan yang maju dan modern
dalam sistem pembangunan yang maju dan berkelanjutan serta
kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif,
penumbuhan motivasi pengembangan potensi, pemberian peluang,
peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi”.
Pembangunan di Indonesia khususnya pada masa orde baru cenderung
bersifat sentralistik (terpusat) dan berfokus pada paradigma yang berorientasi
hanya pada peningkatan produksi atau production-centered development. Hal
tersebut juga terjadi pada program pembangunan pertanian, dimana program yang
ada pada masa itu sangat berfokus untuk mengembangkan usahatani dan
meningkatkan produksi pertanian.
Pada pembangunan yang bersifat sentralistik (terpusat), pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan top-down, dimana program pembangunan yang ada
hanya terarah dari pusat dan petani hanya dinilai sebagai objek pembangunan
yang pasrah menerima berbagai program yang datang dari pemerintah. Pada
1

Diakses dari http://www.spi.or.id/?p=4150 pada tanggal 11 September 2012 pukul 20.16

2

pendekatan yang top-down, fungsi penyuluh yang seharusnya sebagai pendidik
bagi petani terpaksa harus disesuaikan dengan kebijakan pertanian yang berlaku.
Penyuluh hanya berperan sebagai agen pembawa paket teknologi yang harus
diterapkan oleh petani untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian mereka.
Hal tersebut membuat program penyuluhan pertanian yang ada dinilai cenderung
memaksa, tidak sesuai dengan aspirasi petani dan dirasakan kurang dapat
mengakomodasi kebutuhan petani karena mereka tidak diberikan ruang untuk
dapat berpartisipasi. Akibatnya banyak program pembangunan pertanian yang
dinilai salah sasaran serta tidak berkelanjutan, karena petani yang mengikuti suatu
program penyuluhan tidak menindaklanjuti setelah program penyuluhan berakhir.
Adanya kegagalan dalam mencapai tujuan pembangunan pertanian,
menjadikan banyak ahli pembangunan pertanian menyatakan perlunya merubah
paradigma pembangunan pertanian yang konvensional menuju paradigma baru,
yakni pembangunan pertanian berkelanjutan. Paradigma baru tersebut
berpandangan bahwa petani merupakan prioiritas yang layak diperhitungkan
dalam suatu program pembangunan pertanian mengingat mereka memiliki
pengetahuan dan kearifan lokal (indigenous knowledge), sehingga dalam
pelaksanaan paradigma baru tersebut masyarakat lebih dilibatkan serta diberikan
ruang untuk berpartisipasi secara aktif bukan hanya sebagai objek, melainkan
menjadi subjek bagi pembangunan itu sendiri.
Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) yang mulai
diselenggarakan sejak tahun 2007 merupakan salah satu program pemerintah yang
mendukung proses percepatan peningkatan produksi padi dengan penerapan
teknologi PTT dalam upaya mendukung program surplus 10 juta ton padi pada
tahun 2014 dengan menerapkan model pemberdayaan petani. Model
pemberdayaan petani dalam SL-PTT dilakukan dengan meningkatkan
kemampuan dan kapasitas petani sebagai sumberdaya manusia melalui percepatan
adopsi teknologi yang nantinya diharapkan adopsi teknologi tersebut akan
meningkatkan kemampuan petani dalam mengelola tanaman secara terpadu agar
mampu meningkatkan produksi tanaman mereka. Hal tersebut juga selaras dengan
upaya pemerintah dalam mencapai target utama kebijakan pembangunan
pertanian selama lima tahun kedepan atau periode 2010-2014, yaitu: (1)
Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, (2) Peningkatan
diversifikasi pangan, (3) Peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, serta
(4) Peningkatan kesejahteraan petani.
Program SL-PTT melalui penerapan teknologi PTT dan penggunaan benih
unggul bermutu selama beberapa tahun ini dinilai telah mampu meningkatkan
produktivitas tanaman padi di wilayah Jawa Barat. Hal itu terlihat dari data BPS
Jawa Barat pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa produksi padi pada tahun
2012 (ATAP) sebesar 69.06 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau mengalami
peningkatan 3.30 juta ton (5.02 persen) dibandingkan tahun 2011. Produksi padi
pada tahun 2013 (ARAM I) diperkirakan 69.27 juta ton GKG atau mengalami
peningkatan 0.21 juta ton (0.31 persen) dibandingkan tahun 2012. Kenaikan
produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen seluas 5.69 ribu
hektar (0.04 persen) dan peningkatan produktivitas sebesar 0.14 kuintal/hektar
(0.27 persen).

3

Model pemberdayaan petani dengan pendekatan baru yang bersifat bottom
up melalui program SL-PTT diharapkan mampu meningkatkan partisipasi petani
sehingga mampu terwujud program pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
Melihat usia program SL-PTT yang sudah ada di Desa Gegesik Wetan,
Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon sejak tahun 2008 tersebut, sangat
menarik untuk dikaji lebih lanjut bagaimana tingkat partisipasi alumni peserta
program SL-PTT dalam setiap tahapan kegiatan pada saat program SL-PTT dan
berbagai kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani selama setahun semenjak
program SL-PTT berlangsung mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan menikmati hasil serta melihat hubungan antara tingkat partisipasi
dengan tingkat keberdayaan petani yang pernah menjadi peserta program SL-PTT.

Perumusan Masalah
Sebagaimana telah dikemukakan dalam latar belakang penelitian, bahwa
memberikan ruang untuk berpartisipasi secara aktif kepada peserta dalam program
pembangunan merupakan upaya yang harus dilakukan agar program tersebut
mampu berkelanjutan. SL-PTT merupakan salah satu program pemerintah yang
menerapkan pemberdayaan petani sebagai salah satu tujuan program melalui
peningkatan kemampuan ketrampilan dan kapasitas petani khususnya dalam
percepatan penerapan teknologi terbaru di bidang pertanian.
SL-PTT merupakan tempat pendidikan non-formal bagi petani dari petani,
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengenali potensi,
menyusun rencana usahatani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan
menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat secara
sinergis dan berwawasan lingkungan. Pada pelaksanaannya, model pemberdayaan
petani diterapkan melalui SL-PTT ini.
Model pemberdayaan petani dalam SL-PTT terdiri dari penerapan akan
falsafah SL-PTT dan prinsip SL-PTT dalam melaksanakan kegiatan pertanian.
Pada pelaksanaannya, terdapat laboratorium lapangan (LL) yang berfungsi
sebagai tempat belajar, tempat pertemuan kelompok tani dan percobaan penerapan
teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu). Adapun percontohan komponen
teknologi PTT ini terdiri dari penggunaan benih unggul bermutu, tanam jejer
legowo, penggunaan pupuk sesuai kebutuhan tanaman, pemberian pupuk organik,
melakukan PHT, efisiensi air, dan penanganan panen. Komponen PTT tersebut
akan dipercobakan pada LL seluas 1 ha, yang kemudian akan diterapkan pada
lahan SL-PTT seluas 24 ha.
Penerapan model PTT ini diharapkan dapat membina kawasan-kawasan
andalan, yang berfungsi sebagai pusat belajar untuk pengambilan keputusan para
petani/kelompok tani, sekaligus sebagai tempat tukar menukar informasi dan
pengalaman selama di lapangan, pembinaan manajemen kelompok, serta sebagai
percontohan bagi kawasan lainnya.
Partisipasi peserta dalam setiap program pembangunan merupakan peran
penting dalam upaya mencapai tujuan program. Selain itu, keberhasilan suatu
program tidak hanya dapat dilihat dari keikutsertaan peserta saat program itu
sedang berjalan, melainkan bagaimana keberlanjutan peserta dalam mengikuti
berbagai kegiatan yang diadakan dalam kelompok tani setelah program itu

4

berakhir. Oleh karena itu, secara garis besar pertanyaan yang dikaji lebih lanjut
dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat partisipasi alumni program SL-PTT
serta faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat partisipasi
responden dalam mengikuti berbagai kegiatan dalam kelompok tani yang
dilakukan selama periode setahun sejak diadakan program SL-PTT?
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu tujuan penting program SL-PTT
adalah untuk memberdayakan petani sebagai sumberdaya manusia yang berperan
penting pada pembangunan pertanian di Indonesia, maka penting juga untuk
mengkaji bagaimana tingkat keberdayaan petani dan hubungan antara tingkat
partisipasi petani alumni SL-PTT di Desa Gegesik Wetan dengan tingkat
keberdayaan petani alumni program SL-PTT?

Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana
hubungan antara tingkat partisipasi alumni peserta program SL-PTT dengan
tingkat keberdayaan mereka setelah mengikuti program. Tujuan utama ini akan
dijawab melalui tujuan-tujuan khusus penelitian yang akan dijabarkan dibawah
ini:
1. Menganalisis tingkat partisipasi dan mengidentifikasi faktor-faktor yang
berhubungan dengan tingkat partisipasi petani alumni program SL-PTT
selama periode setahun setelah program tersebut diadakan
2. Menganalisis tingkat keberdayaan petani dan hubungan antara tingkat
partisipasi dan tingkat keberdayaan petani alumni program SL-PTT selama
periode setahun setelah program tersebut diadakan

Manfaat Penelitian

Kegunaan penelitian ini dapat ditujukan kepada beberapa pihak, antara
lain:
1) Bagi Akademisi
Hasil penelitian berjudul “Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan Petani
Alumni Program SL-PTT di Desa Gegesik Wetan, Kabupaten Cirebon” dapat
digunakan untuk memahami sejauh mana hubungan antara tingkat partisipasi
kelompok dalam program mampu memberdayakan petani setelah program
tersebut berakhir. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang
penyuluhan pertanian dan pengembangan masyarakat.

5

2) Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberi dampak positif bagi masyarakat,
khususnya untuk menambah pengetahuan dan kesadaran kepada masyarakat
mengenai pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam mengikuti berbagai
program pembangunan yang diadakan secara umum, dan program pembangunan
pertanian secara khusus.
3) Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi
pemerintah dalam penyusunan program pemberdayaan di komunitas yang
melibatkan berbagai stakeholders, sehingga diharapkan setiap stakeholders dapat
berperan aktif dan saling mendukung.

1

6

TINJAUAN PUSTAKA

Program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)2
Perubahan paradigma pembangunan di Indonesia dari paradigma lama
yang sangat sentralistik (terpusat) khususnya pada masa orde baru menuju
paradigma baru yang berkelanjutan dan bersifat bottom up, secara langsung juga
mempengaruhi kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia, dengan
terciptanya berbagai program pembangunan yang lebih bertujuan untuk
memberdayakan masyarakat bukan sekedar menjadikan masyarakat sebagai objek
pembangunan, tetapi sebagai subjek pembangunan itu sendiri dan bersifat
partisipatif. Salah satu program pembangunan pertanian yang menerapkan
pemberdayaan petani sebagai subjek pembangunan adalah program Sekolah
Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu SL-PTT.
SL-PTT telah ada sejak tahun 2007, program ini menerapkan model
pemberdayaan petani dengan meningkatkan kualitas dan kapasitas petani melalui
percepatan penerapan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT). SL-PTT
merupakan bentuk sekolah yang seluruh proses belajar mengajarnya dilakukan di
lapangan. Hamparan sawah milik petani peserta program penerapan PTT disebut
hamparan SL-PTT, sedangkan hamparan sawah tempat praktek sekolah lapang
disebut laboratorium lapang (LL). Sekolah lapang seolah-olah menjadikan petani
peserta sebagai murid dan pemandu lapang (PL I atau PL II) sebagai guru. SLPTT juga mempunyai kurikulum, evaluasi pra dan pasca kegiatan, dan sertifikat.
Bahkan sebelum SL-PTT dimulai perlu dilakukan registrasi terhadap peserta yang
mencakup nama dan luas lahan sawah garapan, pembukaan, dan studi banding
atau kunjungan lapang (field trip). Penciri SL-PTT adalah sebagai berikut:
1. Peserta dan pemandu saling memberi dan menghargai
2. Perencanaan dan pengambilan keputusan dilakukan bersama dengan
kelompok tani (poktan) atau gabungan kelompok tani (gapoktan)
3. Komponen teknologi yang akan diterapkan berdasarkan hasil PRA
yang dilakukan oleh petani peserta
4. Pemandu tidak mengajari petani, akan tetapi petani belajar dengan
inisiatif sendiri, pemandu sebagai fasilitator memberikan bimbingan
5. Materi latihan, praktek, dan sarana belajar ada di lapangan.
6. Kurikulum dirancang untuk satu musim tanam, sehingga dalam
periode tersebut diharapkan terdapat 10-18 kali pertemuan antara
peserta dengan pemandu.
Pada tahun 2011 diharapkan dapat terselenggara SL-PTT di 60.000 unit.
Satu unit SL-PTT padi hibrida dilaksanakan pada hamparan lahan sawah seluas
25 ha, 24 ha diantaranya untuk SL-PTT dan 1 ha untuk Laboratorium Lapang.
Padi hibrida, merupakan satu unit SL-PTT yang dilaksanakan pada lahan
2

http://bptpbogor.litbang.dephut.go.id/[diakses pada hari Sabtu, 03 November 2012, pukul 20:50
WIB]

7

sawah seluas 15 ha. Luas lahan sawah yang akan menerapkan PTT melalui SLPTT diperkirakan 1.58 juta ha. Strategi ini diharapkan dapat memperluas
penyebaran PTT yang akan berdampak terhadap percepatan implementasi
program P2BN. Tujuan utama SL-PTT adalah mempercepat alih teknologi
melalui pelatihan dari peneliti atau narasumber lainnya. Narasumber memberikan
ilmu dan teknologi (IPTEK) yang telah dikembangkan kepada pemandu lapang I
(PL I) sebagai Training of Master Trainer (TOMT). PL I terdiri atas penyuluh
pertanian, Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), dan Pengawas
Benih Tanaman (PBT) tingkat provinsi yang telah dilatih di tingkat nasional
(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi-BB-Padi). Selanjutnya PL I menurunkan
IPTEK tersebut kepada PL II yang terdiri atas penyuluh pertanian, POPT, dan
PBT tingkat kabupaten/kota.
Pelatihan bagi PL II diselenggarakan di tingkat provinsi dan materinya
sendiri diberikan oleh narasumber dan PL I. Pelatihan bagi pemandu lapang
diselenggarakan di kabupaten/kota. Peserta pelatihan adalah penyuluh pertanian,
POPT dan PBT tingkat kecamatan/desa. Materi pelatihan diberikan oleh
narasumber dan PL II.
Melalui SL-PTT diharapkan terjadi percepatan penyebaran teknologi PTT
dari peneliti ke petani peserta dan kemudian berlangsung difusi secara alamiah
dari alumni SL-PTT kepada petani di sekitarnya. Seiring dengan perjalanan waktu
dan tahapan SL-PTT, petani yang mengikuti program diharapkan merasa memiliki
PTT yang dikembangkan. Keuntungan yang diperoleh pemberi dan penerima
dalam kegiatan ini adalah:
1.

Keuntungan bagi pemandu, PPL, dan PHP
Dengan motto “memberi lebih baik dari menerima” pemandu (PPL atau
PHP) memberikan pengetahuan dan pengalamannya kepada petani sehingga
pemandu merasa bermanfaat bagi banyak orang, terutama petani. Dalam hal
ini pemandu dituntut untuk dapat mampu berkomunikasi dengan baik dan
mampu pula menggerakkan petani mengembangkan dan memajukan
usahatani di wilayah kerjanya.

2.

Keuntungan bagi petani
Petani peserta SL-PTT diberi kebebasan untuk memformulasikan ide,
rencana, dan keputusan bagi usahataninya sendiri. Mereka dilatih agar
mampu membentuk dan menggerakkan kelompok tani dalam alih
teknologi kepada petani lain. Melalui SL-PTT, petani peserta diharapkan
terpanggil dan bertanggung jawab untuk bersama-sama meningkatkan
produksi padi dalam upaya mewujudkan swasembada beras. Kebersamaan
semua pihak yang terlibat dalam SL-PTT merupakan faktor pendorong bagi
petani dalam mengelola usahataninya. Beberapa azas SL-PTT yang perlu
dipahami oleh pemandu dan petani peserta SL-PTT adalah sebagai berikut:

8

1. Sawah sebagai sarana belajar
Keterampilan yang dituntut dari petani peserta sekolah lapang dalam
menerapkan PTT adalah keterampilan membawa PTT ke lahan
usahataninya sendiri dan lahan petani yang lain. Oleh karena itu, petani
peserta SL-PTT akan menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk
menerapkan teknologi di lapang dan hanya sebagian kecil waktu yang
digunakan di kelas untuk membahas aspek yang terkait dengan usahatani,
seperti koperasi, gapoktan, kelompok tani, dan pemasaran hasil.
2. Belajar lewat pengalaman dan penemuan sendiri
Sesuai dengan motto petani SL-PTT “mendengar, saya lupa; melihat,
saya ingat; melakukan, saya paham; menemukan sendiri, saya kuasai” maka
setiap kegiatan yang dilakukan sendiri akan memberikan pengalaman yang
berharga. Oleh karena itu, petani yang mengikuti program SL-PTT dituntut
untuk mampu menganalisis kegiatan yang telah dilakukan, kemudian
menyimpulkan dan menindaklanjutinya. Kesimpulan yang telah dibuat
tersebut merupakan dasar dalam melakukan perubahan dan atau
pengembangan teknologi.
3. Pengkajian agroekosistem sawah
SL-PTT dicirikan oleh adanya pertemuan petani peserta dalam periode
tertentu, mingguan atau dua mingguan, bergantung kepada pengalaman
mereka setelah mengamati perubahan ekosistem persawahan. Aktivitas
mingguan berupa monitoring yang hasilnya diperlukan dalam pengambilan
keputusan. Untuk itu, petani peserta SL-PTT perlu didorong untuk
membiasakan diri menganalisis ekosistem dan mengkaji produktivitas dan
efektivitas teknologi yang dicoba pada petak laboratorium lapang dan
menerapkannya di lahan sendiri.
4. Metode belajar praktis
Aktivitas SL-PTT perlu dirancang sedemikian rupa agar petani mudah
memahami masalah yang dihadapi di lapangan dan menetapkan teknologi
yang akan diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut. Misalnya,
bagaimana petani mengetahui kondisi tanaman yang kurang pupuk,
hubungan antara iklim dan keberadaan OPT, atau bagaimana mereka dapat
mengetahui kesuburan tanah. Dalam memberikan panduan dan motivasi
kepada petani, pemandu SL-PTT harus mampu berkomunikasi dengan
baik menggunakan bahasa yang mudah dipahami petani.
5. Kurikulum berdasar keterampilan yang dibutuhkan
Kurikulum dirancang atas dasar analisis keterampilan yang perlu
dimiliki petani SL-PTT, agar mereka dapat memahami dan menerapkan PTT
di lahan sendiri dan mengembangkan kepada petani lainnya. Selain

9

keterampilan teknis, petani peserta program SL-PTT juga memperoleh
kecakapan dalam perencanaan kegiatan, kerja sama, dinamika kelompok,
pengembangan materi belajar, dan komunikasi. Hal ini penting artinya bagi
petani peserta SL-PTT untuk dapat menjadi fasilitator yang mampu
memotivasi dan membantu kelompok tani.

Konsep Partisipasi
Kata partisipasi seringkali beriringan dengan kata masyarakat sehingga
menjadi satu kesatuan kata yakni “partisipasi masyarakat”. Kata partisipasi
menjadi kata-kata yang sering digunakan saat ini dalam berbagai program
pembangunan, tak terkecuali program pembangunan pertanian. Banyak para ahli
perencanaan pembangunan meyakini bahwa pembangunan yang disertai dengan
partisipasi masyarakat akan lebih berhasil dan berkesinambungan daripada
pembangunan yang hanya dilakukan oleh pemerintah saja dan bersifat top-down.
Kelemahan yang terdapat pada model pembangunan yang bersifat top-down
tersebut melahirkan pendekatan dan pemikiran yang berlawanan yaitu model
pendekatan bottom-up dengan pendekatan yang meyakini bahwa dalam
pembangunan, masyarakat seharusnya dilibatkan secara aktif melalui berbagai
bentuk partisipasinya mengingat bahwa masyarakatlah yang menjadi subjek
(bukan objek) dari pembangunan. Model pembangunan yang demikian tersebut
disebut sebagai model partisipatif yang mengajukan pelibatan sebanyakbanyaknya pemangku kepentingan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan.
Secara etimologis partisipasi berasal dari bahasa inggris participation yang
berarti take part in (ambil bagian), dengan demikian partisipasi dalam
pembangunan berarti turut serta ambil bagian dalam suatu tahap atau lebih dalam
suatu proses atau kegiatan pembangunan. Kajian terhadap partisipasi secara
umum akan mengategorikan partisipasi kedalam dua klasifikasi pemikiran, yaitu
partisipasi sebagai cara (means) dan partisipasi sebagai tujuan akhir (goals atau
end). Dikotomi pemikiran ini terutama membedakan antara alasan efisiensi
dengan alasan pemberdayaan. Berkaitan dengan hal tersebut, Pretty (1995) dalam
Sadono (2012) menyatakan bahwa walaupun terdapat dua pendapat yang berbeda
namun saling melengkapi dalam memandang partisipasi.
Pertama, pandangan tersebut menyatakan bahwa partisipasi dipandang
sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi kegiatan pembangunan. Pandangan ini
didasarkan pada asumsi bahwa jika rakyat dilibatkan dalam proses pembangunan,
maka besar peluang untuk mereka akan sepakat serta memberikan dukungan dan
dorongan pada kegiatan pembangunan tersebut. Pandangan yang kedua, yaitu
melihat partisipasi sebagai hak rakyat. Tujuannya adalah untuk menginisiasi
terjadinya mobilisasi menuju terciptanya aksi bersama, pemberdayaan serta
pembangunan dan penguatan kelembagaan.
Partisipasi dalam pembangunan di pedesaan menurut pendapat Cohen dan
Uphoff (1977) menyatakan bahwa partisipasi dalam pembangunan di pedesaan
tidak hanya terbatas pada pelaksanaan kegiatan fisik, namun juga diarahkan pada
keterlibatan petani di dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan

10

(decision making process), pelaksanaan (implementation) dan evaluasi
(evaluation). Jika masyarakat diimplementasikan secara logis mengikuti tahapan
proses pembangunan maka bisa saja seseorang atau sekelompok masyarakat
berpartisipasi sepanjang proses pembangunan (partisipasi profesional) dan dapat
pula berpartisipasi hanya pada satu atau beberapa fase atau tahapan dari proses
pembangunan (partisipasi parsial).
Tahap partisipasi dalam perencanaan kegiatan menurut Slamet (1993)
menyatakan bahwa partisipasi dalam tahap perencanaan merupakan tahapan yang
paling tinggi tingkatannya diukur dari derajat keterlibatannya. Pada tahap
perencanaan, masyarakat diajak sekaligus untuk turut membuat keputusan yang
mencakup merumuskan tujuan, maksud dan target. Hal ini menyebabkan sistem
perencanaan harus di desain sesuai dengan respon masyarakat, bukan hanya
karena keterlibatan mereka yang begitu penting dalam program, tetapi karena
masyarakatlah yang mempunyai informasi relevan yang tidak dapat dijangkau
perencana teknis atasan.
Tahap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan menurut Mardikanto (2001)
merupakan keterlibatan dalam pelaksanaan program pembangunan masyarakat
baik yang berbentuk tenaga kerja, uang tunai atau beragam bentuk sumbangan
lainnya. Tahap partisipasi masyarakat dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan
proyek/program pembangunan sangat diperlukan. Hal tersebut tidak hanya terkait
dengan tujuan program yang dapat tercapai seperti yang diharapkan, tetapi juga
diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala
yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan. Selain itu,
partisipasi masyarakat juga terlihat dalam hal mengumpulkan informasi yang
berkaitan dengan perkembangan kegiatan serta perilaku aparat sangat diperlukan.
Tahapan yang terakhir dalam partisipasi adalah tahap menikmati hasil.Tahap
partisipasi dalam pemanfaatan atau menikmati hasil pembangunan merupakan
unsur terpenting yang sering kali terlupakan. Hal ini mengingat tujuan
pembangunan adalah untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak,
sehingga pemerataan hasil pembangunan merupakan tujuan yang utama.
Disamping itu, pemanfaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan
kesukarelaan masyarakat untuk selalu beradaptasi dalam setiap program
pembangunan yang akan datang (Mardikanto 2001).
Partisipasi memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan yang lebih
besar dalam cara berpikir manusia. Perubahan dalam pemikiran dan tindakan akan
lebih sedikit terjadi dan perubahan-perubahan ini tidak akan bertahan lama jika
mereka hanya menuruti saran-saran agen penyuluhan dengan patuh daripada bila
mereka ikut bertangung jawab. Partisipasi masyarakat dalam berbagai program
pembangunan merupakan cara yang tepat dalam mencapai keberhasilan program,
terutama dalam hal keberlanjutan program itu sendiri. Ketika suatu masyarakat
dilibatkan dan diberi ruang untuk berpartisipasi secara aktif dalam setiap tahapan
pembangunan yang diadakan, secara langsung pembangunan tersebut akan
mampu mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat karena mereka
menyampaikan inisiatif yang mereka miliki. Saat suatu program dirasa mampu
dan tepat dalam memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat, masyarakat secara
sadar akan lebih bertanggungjawab dalam menjaga keberlanjutan program
tersebut.

11

Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan terwujud sebagai
suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi adanya tiga faktor utama yang mendukung,
sebagaimana diutarakan Slamet (1985) dalam Husodo (2006) yaitu: (1) kemauan;
(2) kemampuan; (3) kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi.
Keberadaan kemauan, kemampuan serta kesempatan bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam program pembangunan akan dipengaruhi oleh berbagai faktor
disekitar kehidupan manusia yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya,
terutama faktor-faktor: psikologis individu (need, expectation, motive, reward),
pendidikan (formal dan non-formal), keterampilan, kondisi permodalan yang
dimiliki, teknologi (sarana dan prasarana), kelembagaan (formal maupun
informal), kepemimpinan (formal maupun informal), struktur dan stratifikasi
sosial, budaya lokal (norma, tradisi dan adat istiadat), serta pengaturan dan
pelayanan pemerintah.
Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang akan sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang ada, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Hal tersebut
juga terjadi pada tingkat pasrisipasi yang dilakukan oleh masyarakat. Beberapa
faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut:
a) Faktor internal, yaitu mencakup karakteristik individu yang dapat
mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu
kegiatan. Karakteristik individu dalam penelitian ini mencakup umur,
tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, luas lahan garapan,
pengalaman berusahatani dan tingkat kekosmopolitan.
b) Faktor eksternal, meliputi hubungan yang terjalin antara pihak
pengelola proyek dengan sasaran yang dapat mempengaruhi
partisipasi. Sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek
jika didukung dengan adanya pelayanan pengelolaan kegiatan yang
positif serta tepat dibutuhkan oleh sasaran, hal tersebut akan membuat
sasaran tidak ragu untuk berpartisipasi dalam proyek tersebut jika
program dirasakan sesuai dengan kebutuhan mereka dan
menguntungkan.
Hasil penelitian Budiman (2010) menyatakan bahwa tingkat partisipasi
memiliki hubungan yang nyata dengan karakteristik internal petani yang meliputi:
frekuensi petani dalam mengikuti pendidikan non formal (penyuluhan), tingkat
kekosmopolitan, dan motivasi, sedangkan untuk karakteristik eksternal petani
yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat partisipasi adalah frekuensi petani
dalam mengikuti kegiatan SL-PTT. Pada model pemberdayaan petani SL-PTT,
tingkat penggunaan LL dan tingkat penerapan teknologi PTT berhubungan nyata
dengan variabel tingkat partisipasi. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa
petani dengan tingkat kekosmopolitan tinggi cenderung memiliki motivasi
intrinsik untuk mengikuti kegiatan penyuluhan sebagai kesadaran yang muncul
dalam diri sehingga memiliki kemungkinan untuk lebih aktif mengikuti lebih
banyak kegiatan penyuluhan (pendidikan non formal) dan lebih cepat mengadopsi
teknologi baru dibandingkan petani lainnya.

12

Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan pada dasarnya adalah memberikan kekuatan kepada pihak
yang kurang atau tidak berdaya (powerless) agar dapat memilliki kekuatan yang
menjadi modal dasar aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan salah satu
kebutuhan mendasar manusia (Hikmat 2001). Pemberdayaan yang dimaksud tidak
hanya mengarah pada individu semata, tapi juga kolektif. Masih menurut Hikmat
(2001) menyatakan konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan biasanya
selalu dikaitkan dengan konsep kemandirian, partisipasi, jaringan kerja dan
keadilan.
Menurut Adimihardja (2001) pemberdayaan masyarakat merupakan
sebuah strategi besar dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat
(people based development). Pendekatan ini menyadari pentingnya kapasitas
masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal, melalui
kesanggupan untuk melakukan kontrol internal atas sumberdaya material dan nonmaterial yang penting melalui redistribusi modal atau kepemilikan. Pendekatan ini
melihat bahwa permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat diakibatkan
oleh masalah struktural, kebijakan yang keliru, inkonsistensi dalam implementasi
kebijakan dan tidak adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Strategi pemberdayaan menempatkan partisipasi masyarakat sebagai suatu
isu utama pembangunan saat ini. Partisipasi aktif masyarakat di Dunia Ketiga
dinilai sebagai strategi efektif untuk meningkatkan ekonomi, sosial dan
transformasi budaya. Melalui partisipasi, pembangunan dapat menjangkau
masyarakat terlemah melalui upaya membangkitkan semangat hidup untuk
menolong diri sendiri, selain itu partisipasi aktif masyarakat terkait dengan
efektivitas, efisiensi, kemandirian dan jaminan bagi pembangunan yang
berkelanjutan (Hikmat 2001).
Peran serta masyarakat dalam berbagai program pembangunan harus
dimaknai sebagai suatu hak yang harus mereka peroleh bukan sebagai suatu
kewajiban. Kontrol rakyat terhadap isi dan prioritas agenda pengambilan
keputusan atas program-program pembangunan yang ditujukan kepada mereka
adalah hak masyarakat sebagai pemegang akhir dan mengontrol apa saja yang
masuk dalam agenda dan urutan prioritas (Sadono 2012).
Perubahan paradigma pembangunan dengan menggunakan pendekatan
people centered development, menempatkan petani dalam program pembangunan
sebagai subjek yang memiliki peranan penting dalam pembangunan itu sendiri,
bukan hanya dijadikan objek pembangunan. Hal tersebut mengingat bahwa petani
memiliki pengetahuan lokal yang dapat dimanfaatkan dalam merancang berbagai
program pembangunan, sehingga tercapai program pembangunan yang tepat
sasaran dan mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Petani dilibatkan
secara aktif dan diberikan ruang untuk berpartisipasi pada program pembangunan
tidak hanya pada pelaksanaan program, namun turut ambil bagian dalam
merumuskan tujuan, kegiatan sampai materi yang mereka butuhkan. Terkait
dengan hal tersebut, Chambers (1993) menyatakan bahwa pendekatan yang
mendahulukan atau memprioritaskan petani sebagai pendekatan farmer first.
Adapun ciri-ciri pendekatan farmer first tersebut tersaji dalam Tabel 1.

13

Tabel 1. Perbandingan antara pendekatan Transfer of Technology (TOT)
dengan Farmer First (FF)
Transfer of Technology
(TOT)

Karakteristik

Farmer First
(FF)

Tujuan Utama

Alih Teknologi

Memberdayakan Petani

Analisis Kebutuhan
dan Prioritas

Pihak Luar

Petani difasilitasi pihak luar

Alih teknologi dari
pihak luar ke petani

Mengacu pada petunjuk
pelaksanaan dan atau teknis
(juknis), pesan-pesan dan
paket teknologi

Melalui prinsip-prinsip,
metode-metode dan
seperangkat pilihan-pilihan

“menu”/ materi

Baku/tetap

Perilaku petani

Mendengar pesan,
bertindak sesuai juklak atau
juknis, mengadopsi,
mengadaptasi, atau
menolak paket teknologi.

“A la Carte” (memilih dari
sebuah daftar
Menggunakan metode-metode,
mengaplikasikan prinsipprinsip, memilih dari
seperangkat pilihan dan
mencoba

Hasil yang ingin
dicapai

Meluasnya adopsi paket
teknologi

Model penyuluhan
yang utama
Peranan agen
penyuluhan pertanian

Agen penyuluh ke petani
Pengajar dan pelatih

Pilihan-pilihan yang lebih
luas/banyak bagi petani; Petani
ditingkatkan kemampuan
adaptasinya
Petani ke petani
Fasilitator dan pencari serta
memberikan pilihan

Sumber: Chambers (1993)

Keberdayaan Petani
Keberdayaan petani merupakan suatu hasil yang ingin dicapai dalam
pembangunan pertanian Indonesia saat ini. Tujuan utama pemberdayaan adalah
memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok yang lemah yang
memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi
mereka sendiri) atau karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur
sosial yang tidak adil) sehingga hasil dari pemberdayaan adalah keberdayaan
individu, kelompok atau masyarakat.

14

Masyarakat yang berdaya menurut Sumardjo (1999) memiliki ciri-ciri: (1)
mampu memahami diri dan potensinya; (2) mampu mengarahkan dirinya sendiri;
(3) memiliki kekuatan untuk berunding; (4) memiliki bargaining power yang
memadai dalam melakukan kerjasama yang saling menguntungkan; dan (5)
bertanggung jawab atas tindakannya.
Menurut Ife dan Tesoriero (2002) dalam Sadono (2012), pemberdayaan
memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan
di sini diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit,
melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas:
1) Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup; kemampuan
dalam membuat keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal,
pekerjaan.
2) Pendefisinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras
dengan aspirasi dan keinginannya.
3) Ide atau gagasan: kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan
gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan.
4) Lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau, menggunakan, dan
memengaruhi pranata-pranata masyarakat seperti lembaga kesejahteraan
sosial, pendidikan dan kesehatan.
5) Sumber-sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal,
informal dan kemasyarakatan.
6) Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme
produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa.
7) Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran,
perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi.
Hasil penelitian Sadono (2012) diketahui bahwa tingkat keberdayaan
petani dalam pengelolaan usahatani dipengaruhi secara langsung oleh peubahpeubah: (1) tingkat partisipasi petani dalam kelompok, (2) intensitas
pemberdayaan, (3) lingkungan fisik dan sosial ekonomi, (4) ciri kepribadian
petani, dan (5) ketersediaan informasi pertanian. Tingkat keberdayaan petani
berdasarkan penelitian tersebut diukur dengan menggunakan beberapa indikator,
yaitu:
1) Tingkat kemampuan mengakses informasi
2) Tingkat kemampuan pengambilan keputusan
3) Tingkat kemampuan mengakses pasar
4) Tingkat kemampuan pengelolaan keuangan
5) Tingkat kemampuan bermitra
6) Tingkat kemampuan adaptasi
Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa tingkat keberdayaan
petani masih rendah. Rendahnya tingkat keberdayaan petani ditunjukkan melalui
kurangnya kemampuan petani dalam menghadapi tantangan-tantangan pada masa
kini yang ada di sekitarnya dalam mengelola usahataninya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi rendahnya keberdayaan petani adalah: (i) rendahnya tingkat
partisipasi petani dalam kelompok, (ii) pola pemberdayaan yang kurang sesuai,
(iii) kurangnya dukungan lingkungan fisik dan sosial ekonomi, (iv) rendahnya ciri
kepribadian petani, dan (v) kurang tersedianya informasi pertanian ya

Dokumen yang terkait

Partisipasi Petani dalam Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi non Hibrida

1 80 95

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN PETANI PADI PESERTA PROGRAM SL-PTT DAN NON SL-PTT DI DESA JATISARI KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER

0 5 20

EFEKTIVITAS PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DI DESA KEDALEMAN KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI

0 4 198

PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN RUMAHTANGGA PETANI PADI ORGANIK PESERTA SL-PTT (SEKOLAH LAPANGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU) DAN NON PESERTA SL-PTT DI KECAMATAN PAGELARAN KABUPATEN PRINGSEWU

0 30 125

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM DESA VOKASI DI DESA PULUTAN Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat Terhadap Program Desa Vokasi Di Desa Pulutan Wetan Kecamatan Wuryantoro Kabupaten Wonogiri.

0 2 24

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM DESA VOKASI DI DESA PULUTAN WETAN KECAMATAN Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat Terhadap Program Desa Vokasi Di Desa Pulutan Wetan Kecamatan Wuryantoro Kabupaten Wonogiri.

0 3 16

EVALUASI PETANI PESERTA PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) PADI DI KABUPATEN NGAWI.

0 1 105

Partisipasi Petani dalam Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi non Hibrida

0 0 20

Partisipasi Petani dalam Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi non Hibrida

0 0 11

EVALUASI PETANI PESERTA PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) PADI DI KABUPATEN NGAWI

0 0 20