ANALISIS DEPENDENSI APBD DARI DANA PERIMBAN KEMANDIRIAN FISKAL KABUPATEN TANGGAMUS

ABSTRAK

ANALISIS DEPENDENSI APBD DARI DANA PERIMBAN KEMANDIRIAN
FISKAL KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

Tantyo Tunggul Wibisono

Masalah Perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam penerapannya sering
tidak memenuhi kaidah-kaidah aturan yang dimuat dan ditegaskan dalam Undangundang No. 33 Tahun 2004 yaitu tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah, Dalam kenyataannya setiap daerah kabupaten/kota dalam
menyusun besaran APBD. DAU akan memberikan kepastian bagi daerah untuk
memperoleh sumber-sumber pembiayaan APBD dan untuk membiayai kebutuhan
pengeluaran yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dalam melaksanakan
pembangunan di daerah sehingga pengelolaan dari penggunaan DAU dan tingkat
Kemandirian Fiskal sangatlah penting dalam rangka Otonomi Daerah.
Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah: “Berapa besar
ketergantungan APBD Kabupaten Tanggamus dari Dana Perimbangan selama periode
2006 – 2010 dan berapa besar tingkat kemandirian Fiskal Kabupaten Tanggamus
tahun 2006 – 2010.

Tujuan dari penelitian ini adalah :Untuk mengetahui berapa besar
ketergantungan APD yang dibiayai dari Dana Perimbangan Kabupaten Tanggamus
tahun 2006 – 2010 dan untuk mengetahui besarnya tingkat Kemandirian Fiskal yang
diukur dari besaran DAU Kabupaten Tanggamus tahun 2006 – 2010
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa, Proporsi dana perimbangan terhadap
penerimaan daerah (APBD) Kabupaten Lampung Selatan cukup besar yaitu mencapai
66,07 persen pertahunnya, dengan pengelolaan Dana Perimbangan sebagian besar
dialokasikan pada belanja operasional dan pegawai dibandingkan belanja modal dan
pengeluaran pembangunan.
Kabupaten Tanggamus memilik tingkat kemandirian fiskal yang relatif baik
yang diukur dari DAU selama masa pengamatan 2006 – 2010 rata-rata diperoleh
nilai besaran 20,68 persen saja. Artinya pelaksanaan pembiayaan pembangunan
pemerintah tidak memiliki ketergantungan dan dipendensi yang tinggi dari
pemerintah pusat. Kemandirian fiskal Kabupaten Tanggamus sudah relatif cukup
baik.

Kata kunci : Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusatdan Pemerintah Daerah,
Kemandirian Fiskal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
Otonomi Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU).


ABSTRACT
ANALYSIS OF FUND BALANCE DEPENDENCIES BUDGET FISCAL
INDEPENDENCE TANGGAMUS
By

Tantyo Tunggul Wibisono

Balance problems and regional financial center in its application often do not comply
with the rules and regulations contained in affirm the Law. 33 of 2004 on Fiscal
Balance the Central Government and Local Government, in fact each district / city in
preparing the budget scale. DAU will provide certainty for the region to obtain
financing sources to finance the budget and expenses are the responsibility of local
governments in carrying out development in the area so that the management of the
use of DAU and the level of fiscal autonomy is very important in the context of
regional autonomy.
Issues raised in this study is: "How much dependency Tanggamus budget of Fund
Balance for the period 2006 - 2010 and at what level of independence Tanggamus
Fiscal year 2006-2010.
The purpose of this study is: To find out how much reliance APBD financed from
Fund Balance Tanggamus years 2006 - 2010 and to determine the level of

independence of the magnitude of the measured Fiscal DAU Tanggamus years 2006 –
2010 from the research results that, the proportion of local revenue equalization fund
(budget) South Lampung regency quite large, reaching 66.07 percent annually, with
most of the management of the Fund Balance allocated to operating expenditure and
capital expenditure and personnel than development expenditure.
Tanggamus pick the level of relatively good fiscal independence as measured from
the DAU during the observation period 2006 - 2010 the average scale values obtained
36.12 percent. It means that the implementation of the government's development
finance and dipendensi not have a high dependency on the central government.
Tanggamus fiscal independence has been relatively good.

Keywords : Financial Balance of the Central Government and Local
Government, Fiscal Independence, Revenue and Expenditure (Budget),
Autonomy, Region General Allocation Fund (DAU).

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandar lampung pada tanggal 5 Desember 1989, sebagai anak
Pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Hartono dan Ibu Kustri Hartati.
Penulis memulai pendidikan formal di TK Pertiwi pahoman, Bandar Lampung

pada tahun 1993 dan dilanjutkan di Sekolah Dasar AL - Azhar yang diselesaikan
pada tahun 1995, kemudian melanjutkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP) Negeri 9 diselesaikan pada tahun 2004 dan Sekolah Menengah Atas
(SMA) Perintis Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2007.
Pada tahun 2007, penulis diterima kembali sebagai mahasiswa di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan melalui jalur Non Reguler. Pada tahun 2007 hingga 2014, penulis
aktif pada tahun 2009. Penulis melaksanakan Kuliah Kunjungan Lapangan
(KKL) di Bank Indonesia (BI), BursaEfek Jakarta (BEJ), Bank NISP OCBC, dan
bank MANDIRI.

MOTO

“Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia,
tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu semua orang
menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum”
(Tantyo Tunggul Wibisono)

“Aku percaya bahwa apapun yang aku terima saat ini adalah yang terbaik dari
Tuhan dan aku percaya Dia akan selalu memberikan yang terbaik untukku pada

waktu yang telah Ia tetapkan”

(Tantyo Tunggul Wibisono)

“Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang
harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka
menyukainya atau tidak”
( Aldus Huxley)

PERSEMBAHAN

Dengan segala ketulusan hati, doa, serta syukur kepada Tuhan,
kupersembahkan karya ini kepada:

Kedua orang tuaku dan saudariku yang selalu memberikan cinta, kasih
sayang, doa, dukungan moral, spiritual dan material yang tak pernah berhenti dan
takkan mampu terbalas yang akan terus hadir melengkapi perjalanan hidup ini.

Teman – temanku yang selalu memberikan dukungan dan semangat, terima kasih
atas kebersamaan yang telah kita lalui selama ini. Perjuangan yang kita jalani

bersama akan menjadi cerita indah nantinya.

Almamater Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Universitas Lampung, sebagai langkah awal untukku belajar dan berkarya agar
bisa lebih baik dan membanggakan.

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul
“Depedensi APBD terhadap dana perimbangan dan kemandirian fiskal kabupaten
tanggamus (periode 2006 - 2010).” Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Lampung.

Penulis telah banyak menerima bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai
pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan
hati sebagai wujud rasa hormat dan penghargaan serta terimakasih yang sebesarbesarnya kepada yang terhormat:
1.

Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E, M.Si. selalu Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2.

Bapak M.Husaini, S.E, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Lampung.

3.

Ibu Asih Murwiati, S.E, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung.

4.

Bapak Yourni Atmaja, S.E, M.Si selaku Pembimbing Utama yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran
dalam proses penyusunan skripsi ini hingga akhir kepada penulis.

5.


Bapak M.A Irsan Dalimunthe,S.E.,M.Si. selaku Penguji Utama yang telah
memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi
ini.

6.

Ibu Nurbetty Herlina S,S.E.,M.Si. selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan perhatian dan pengarahan kepada penulis selama menjadi
Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lampung.

7.

Bapak dan ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah membekali
penulis dengan ilmu dan pengetahuan selama menjalani masa perkuliahan.

8.

Bang Herman, Bu Mar, Bu Yati, yang telah membantu kelancaran proses
skripsi ini.


9.

Kedua orang tua tercinta, Bapak Hartono dan Ibu Kustri Hartati yang selalu
memberikan doa, kasih sayang dan motivasi yang luar biasa tak pernah
berhenti kepada penulis.

10.

Dan kepada adik saya Dian Novita Sari terima kasih atas doa, kasih sayang,
cinta, perhatian dan dukungan yang luar biasa kepada penulis.

11.

Orang yang sangat sepesial dalam hidup saya selama ini menemani dengan
kesetiaan, kerendahan hati, ketulusan, kesabaran, pengorbanan, perhatian,
kasih sayang, waktu dan kebersamaan selama hampir delapan tahun ini,
Aulia Nurhyati saya ucapkan terimakasih.

.


12.

Teman-teman dalam UKM Futsal Universitas Lampung, Coach Tito,Yopi,
Suhejar ,Oge, Itong, Rizki, Rangga, Pramana, Boga, Hari, Dedy, Vivi,
Ruthmeta, Tia, Jasmine, Gabriel Ayu dan teman-teman yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan yang membuat penulis
semakin bersemangat dalam menyelesaikan skripsi.

13.

Teman-teman ekonomi pembangunan

2007,Bethando dimas, David dwi

karyadi, Ferdinand, Yogasara Kurniawan, Muhammad Rizki, Wahyu
Aprianto, Ken Perdana, Fauzan dan teman - teman yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
14.


Sahabat satu bimbingan, Rifki yang telah memberikan bantuan dan
semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

15.

Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan pengorbanan bapak, ibu,
kakak, adik, dan teman-teman. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari
kesempurnaan akan tetapi penulis berharap semoga karya ini berguna dan
bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung,

September 2014

Penulis

Tantyo Tunggul Wibisono

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang………………………………………………………....... 1
B.Permasalahan…………………………………………………………….. 12
C.Tujuan Penulisan……………………………………………………........ 12
D.Sistematika Penulisan…………………………………………………… 13
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Kerangka Pemikiran………………………………………………….. 14
B.Otonomi dan Pemerintah Daerah…………………………………….. 16
1.Otonomi Daerah………………………………………………….. 16
2.Pemerintahan Daerah…………………………………………….. 19
C. Keuangan Daerah……………………………………………………...21
1.Pendapatan/Penerimaan Daerah…………………………………... 23
2.Belanja/Pengeluaran Daerah……………………………………… 25
D.Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah………………………………. 26
1.Desentralisasi Fiskal………………………………………………. 27
2.Derajat Desentralisasi Fiskal……………………………………... 30
E.Dana Alokasi Umum………………………………………………………30
F.Pengelolaan Keuangan Daerah…………………………………………… 34

III. METODE PENELITIAN
A.Jenis dan Sumber Data………………………………………………... 37
B.Alat Analisis…………………………………………………………... 37
1.Analisis Deskriptif Kualitatif…………………………………….. 37
2.Analisis Kuantitatif………………………………………………. 38
C.Gambaran Umum……………………………………………………... 39
1.Geografis…………………………………………………………. 39
2.Penduduk………………………………………………………… 40
3.APBD Kab. Tanggamus……………………………….................. 41
IV. PEMBAHASAN
A.Pengelolaan Dana Perimbangan……………….................................... 43
1.Proporsi Dana Perimbangan Terhadap Penerimaan Daerah……... 45
2.Pengalokasian Dana Perimbangan…………………………….
46
B.Kemandirian Fiskal………………………………………………….... 49
1.Rasio PAD Terhadap TPD………………………………………... 50
2.Rasio BHPBP Terhadap TPD…………………………………….. 50
3.Rasio DAU Terhadap TPD………………………………………... 51
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan……………………………………………………………….52
B.Saran………………………………………………………………….. 53
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Perkembangan APBD Kabupaten Lampung Selatan Tahun Anggaran
1999/2000 – Tahun 2003…………………………………………………

4

2. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan/
Transfer Pusat Kab.Lampung Selatan
TahunAnggaran1999/2000-Tahun 2003.....................................................

7

3. Realisasi Dana Perimbangan Kabupaten Lampung Selatan
Tahun 1999/2000-Tahun 2003....................................................................

9

4. Rincian Realisasi DAU Tahun 2002 seluruh Kabupaten/kota di Propinsi
Lampung......................................................................................................

10

5. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah....................

29

6. Perkembangan Penduduk dan Pendapatan Perkapita
Kabupaten Lampung Selatan Tahun 1998-2002.........................................

40

7. PAD dan Dana Perimbangan Kabupaten Lampung Selatan
Tahun Anggaran 1999/2000 – 2003............................................................

41

8. Dana Perimbangan Kabupaten Lampung Selatan
Tahun Anggaran 1999/2000 – Tahun 2003.................................................

44

9. Proporsi Dana Perimbangan terhadap Penerimaan Daerah (APBD)
Kab. Lampung Selatan Tahun Anggaran 1999/2000 – Tahun 2003...........

45

10. Alokasi Dana Perimbangan Kabupaten Lampung Selatan
Tahun Anggaran 1999/2000 – Tahun 2003.................................................

47

11. Rasio PAD, BHPBP, dan DAU terhadap TPD Kabupaten Lampung Selatan
Tahun Anggaran 1999/2000 - Tahun 2003..................................................

49

1

BAB I
PENDAHULUAN

A.LatarBelakang
Kebijakan pengelolaan Keuangan Daerah yang dilakukan oleh setiap Kabupaten/Kota di
seluruh Indonesia senantiasa harus mengikuti standar pengelolaan keuangan yang telah
baku yang ditetapkan dari Direktorat Jendral Anggaran Kementrian Keuangan Republik
Indonesia. Standar penggunaan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) harus transparan, akuntable, serta penggunaan anggaran harus berpihak pada
anggaran yang berbasis pada masyarakat miskin.
Penggunaan anggaran belanja daerah yang tercerminn pada APBD yang dilakukan oleh
pemerintah daerah untuk pembangunan, pada hakekatnya merupakan upaya dalam
meningkatkan kapasitas pemerintah secara professional untuk memberikan pelayanan
yang baik kepada masyarakat, serta dapat mengelola sumber daya didalamnya untuk
kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah dapat diukur dari kinerja pemerintah
daerah dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui upaya
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan diikuti dengan pemerataan pendapatan masyarakat
Yang berbasis upaya peningkatan daya guna pembangunan sesuai dengan potensi dan
prioritas daerah.

2
Pembangunan diarahkan untuk mendukung upaya pemerataan kesejahteraan masyarakat,
menyediakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kemampuan daerah dalam
melaksanakan pembangunan.
Di dalam Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan dengan diberlakunya UU No.32
Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah memberikan kewenangan yang sangat
luas dan bertanggung jawab kepada pemerintah Kabupaten/Kota dalam memanfaatkan
sumber daya dan potensi keuangan dengan prinsip demokrasi, keadilan dan peran serta
masyarakat dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah. Otonomi Daerah merupakan
kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, dan dinyatakan pula bahwa titik berat dari otonomi itu sendiri terletak pada
daerah tingkat Kabupaten/Kota.
Pemberian Otonomi yang luas dan Desentralisasi kepada Kabupaten dan Kota
memberikan jalan bagi Pemerintah Pemerintah Daerah untuk melakukan pembaharuan
dalam sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran yang berorientasi pada
kepentingan public (public oriented), hal tersebut meliputi tuntutan kepada Pemerintah
Daerah untuk membuat laporan keuangan dan transparasi informasi anggaran kepada
publik.
Berlakunya Otonomi Daerah membuat peranan keuangan daerah menjadi sangat penting,
daerah akan dituntut lebih professional dalam mengelola sumber dana asli daerah dan
dana yang diterima dari pemerintah pusat secara efektif dan efesien. Otonomi mencakup
pula kewenangan yang penuh dalam menyelenggarakan urusan rumah tangganya, mulai
dari tahap perencanaan hingga tahap pelaporan dan evaluasi.

3
Otonomi daerah bersifat nyata berarti bahwa keleluasaan daerah untuk
menyelenggarakan kewenangan pemerintah dibidang tertentu yang secara nyata ada dan
diperlukan serta tumbuh hidup dan berkembang didaerah serta didasarkan pada tindakantindakan atau kebijaksanaan yang benar-benar dapat menjamin daerah yang bersangkutan
secara nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri.Otonomi daerah yang
bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi
pemberian hak kepada daerah dalam wujud tugas dan wewenang yang harus dipikul oleh
daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, kehidupan demokrasi serta pemerintahan
serta pemerataan dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah.Otonomi fiscal adalah kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan PAD,
kemampuan keuangan dipandang sebagai tolak ukur suatu daerah dalam
menyelenggarakan tugas-tugas otonominya serta sesuai dengan Trilogi Pembangunan
Yang memungkinkan sekaligus mengharuskan pemerintah pusat untuk melakukan
distribusi pendapatan kepada daerah secara profesional.Konsekuensi logis dari otonomi
Tersebut akan adanya pelimpahan wewenang dantanggung jawab dalam bentuk
penggunaan dana, baik yang berasal dari pusat maupun dana dari daerah itu sendiri.
Pembangunan daerah tidak terlepas dari hubungan keuangan antara pemerintah pusat
Dengan daerah, idealnya apabila setiap pemerintahan dapat menggunakan keuangannya
untuk membiayai pelaksanaan tugas, wewenang, atau fungsi dari pemerintah.
Keuangan daerah merupakan keuangan Negara pada tingkat pemerintahan daerah, yang
menjadi masalah pokok keuangan daerah pada hakekatnya sama dengan masalah pokok
yang dihadapi oleh pemerintah pusat. Keuangan Negara tidak hanya mencakup

4
pengelolaan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), tetapi juga keuangan daerah yang meliputi Anggaran Penerimaan dan
Belanja Daerah (APBD) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). APBD dapat diartikan
sebagai pencerminan kebijaksanaan dan program kegiatan dalam satu tahun anggaran
yang akandilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Umumnya APBD mempunyai karakteristik dengan minimnya porsi penerimaan daerah
yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan umum untuk pembiayaan pembangunannya
sendiri, dengan proporsi antara belanja pegawai dan belanja pembangunan sebesar 70
persen dan 30 persen.
Struktur Keauangan daerah di kabupaten Tanggamus pengalokasian dana perimbangan di
dalam struktur penerimaan daerah ternyata masih didominasi bantuan dari pemerintah
pusat berupa Dana Perimbangan yang lebih besar dari PenerimaanAsli Daerah itu sendiri
Dengan perbandingan 70 persen dan 30 persen, namun dapat berubah tergantung dengan
kebutuhan dari daerah itu sendiri.

5
Tabel 1. Perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten TanggamusTahun Anggaran 2006 – 2010

2006

APBD
(Rp)
611.231,012.117,81

Perkembangan
(%)
-

2007

696.814.125.772,40

12,28

2008

786.549.328.386,16

14,41

2009

824.095.860.316,50

45,56

2010

919.682.765.730,56

10,39

Tahun

Rata-rata

20,68

Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Tanggamus 2011

Tabel 1. menunjukan bahwa perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Kabupaten Tanggamus tahun anggaran 2006 – 2010 mengalami perkembangan
yang berfluktuasi dengan perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 2009 yang mencapai
perkembangan 45,56 persen, perkembangan yang relatif tinggi ini disebabkan adanya
kenaikan kontribusi dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan selain itu karena tingginya
dana perimbangan atau tingginya Transfer Pusat yang diterima oleh pemerintah
Kabupaten Tanggamus.yang cukup besar dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2008,
sedangkan tingkat perkembangan yang terrendah terjadi pada tahun 2007 dimana
perkembangan APBD Kabupaten Tanggamus hanya sebesar 12,28 persen saja.
Penurunan ini disebabkan Kabupaten Tanggamus pada tahun ini mengalami masa transisi
kepemimpinan kepala daerah dan anggaran perimbangan berupa dana transfer pemerintah
pusat yang relatif kecil.
Rata-rata perkembangan APBD Kabupaten Tanggamus selama tahun 2006 hingga tahun
2010 relatif rendah rata-rata hanya mencapai 20,68 persen saja, sehingga rendahnya

6
perkembangan APBD Kabupaten Tanggamus ini sulit untuk mendorong laju
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten ini.
Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional yang tidak
dapat dilepaskan dari prinsip otonomi daerah yang titik beratnya diletakkan pada daerah
kabupaten/kota. Sebagai daerah otonomi, daerah mempunyai wewenang dan tanggung
jawab menyelenggarakan kepentingan daerahnya berdasarkan prinsip keterbukaan,
partisipasi masyarakat, pertanggungjawaban kepada masyarakat, berkeadilan, jauh dari
politik, korupsi, kolusi dan nepotisme, serta adanya perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Adanya pemberian otonomi maka agar daerah dapat mengatur rumah tangganya sendiri
dengan sebaik-baiknya, kepadanya perlu diberikan sumber pembiayaan yang cukup.
Akan tetapi mengingat tidak semua sumber pembiayaan dapat diberikan, kepada daerah
diwajibkan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri berdasarkan peraturan
perundangan yang telah ditentukan.Idealnya sumber PAD mampu menyumbangkan
bagian terbesar dari seluruh pendapatan daerah dibandingkan dengan sumber pendapatan
lainnya. Dengan proporsi semacam itu daerah dapat secara leluasa menjalankan hak
otonominya sebaliknya terbatasnya sumber PAD menunjukkan rendahnya kemampuan
otonomi.
Keadaan keuangan daerah dikatakan ideal dan pelaksanaan pembangunan dapat
berlangsung dengan baik jika setiap tingkatan pemerintahan bisa bebas menggunakan
keuangannya untuk membiayai tugas, wewenang, atau fungsi dari pemerintahan masingmasing. Hal ini berarti seharusnya bahwa pendapatan yang berasal dari daerahnya sendiri
menjadi sumber pendapatan utama atau dengan kata lain pemberian dana dari pemerintah

7
pusat sebagai sumber pembiayaan pembangunan menjadi sumber penerimaan yang
kurang penting.
Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan Kabupaten
Tanggamus tahun anggaran 2006 hingga tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel
Tabel 2.PerkembanganPendapatanAsli Daerah dan Dana Perimbangan/
Transfer PusatKabupatenTanggamusTahun2006– 2010. (%)

Tahun
2006

PAD
(Rp)
9.328.117.063

Perkembangan
(%)
-

Transfer Pusat
(Rp)
301.270.102.232

Perkembangan
(%)
-

2007

10.137.612.707

7,99

431.610.451.340

30.20

2008

15.637.731.069

35,17

531.621.621.643

15,83

2009

16.728.728.116

6,52

602.904.580.420

11,82

2010

18.306.917.225

8,62

675.928.320.737

10,80

14,58

Rata-rata

17,16

Rata-rata

Sumber :Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Tanggamus 2011

Dari Tabel 2. Memperlihatkan tingkat perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
penerimaan Dana Perimbangan/Transfer Pusat pada Kabupaten Tanggamus. Dalam
kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun anggaran 2006 sampai dengan tahun 2010
penerimaan PAD Kabupaten Tanggamus mengalami fluktuasi dengan perkembangan
Tertinggi terjadi pada tahun 2008 yang mencapai 35,17 persen dan disbanding tahun
sebelumnya hanya 7,90 persen saja, sedangkan perkembangan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang terendah terjadi pada tahun 2009 hanya sebesar 6,52 persen,selain itu ratarata perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) KabupatenTanggamus tahun 2006 –
2010 adalah sebesar 14,58 persen lebih rendah dari rata-rata perkembangan penerimaan
transfer pusatsebesar 17,16 persen.

8
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tanggamus tahun anggaran 2006 sebesar
Rp.9.328.117.063,00 dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 7,99 persen
atau menjadiRp. 10.137.612.707,00. Tahun 2008 PAD meningkat sebesar 35,17 persen
menjadi Rp. 15.637.731.069,00 demikian juga pada kenyataannya di tahun 20029
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Tanggamus mengalami sedikit kenaikan
yaitu sebesar 6,52 persen dengan nilai PAD Rp. 16.726.728.116,00 Pada Tahun 2010
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Tanggamus ini mengalami kenaikan
sebesar 8,62 persen, yang mencapai Rp. 18.306.917.225,00
Untuk Dana Perimbangan yang dianggapsebagai Transfer Pusatdaerahpadatahun 2006
penerimaan transfer pusatKabupatenTanggamusadalahsebesar Rp.301.270.102.232,00.
Untuk tahun 2007 dana perimbangan dan transfer pusat ke daerah meningkat cukup
signifikan yang mencapai 30,20 persen dengan besaran jumlah dana transfer ini mencapai
Rp.431.610.451.340,00.
Pada tahun 2008 Kabupaten Tanggamus menerima dana perimbangan sebagai transfer
pusat mengalami kenaikan sebesar 15,83 persen dengan total penerimaan sebesar
Rp.531.621.621.643,00 dan penerimaan transfer pusat untuk kabupaten ini pada tahun
2009 meningkat sebesar 11829 persendengannilai nominal adalahsebesar Rp
602.904.580.420,00. Pada tahun 2010 dana perimbangan yang diterima oleh Kabupaten
Tanggamus meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 10,80
persen dengan nilai nominal yang mencapai Rp. 675.928.320.737,00
Kemandirian yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah tidak dapat di tafsirkan bahwa setiap
tingkat pemerintahan di daerah harus dapat membiayai sendiri seluruh kebutuhanhannya
hanya dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), PAD hanya merupakan salah satu komponen

9
dari sumber penerimaan. Hal ini berkaitan dengan aspek pemerataan yang
memungkinkan sekaligus mengharuskan pemerintah pusat untuk melakukan distribusi
pendapatan melalui dana perimbangan. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi (UU No. 33 Tahun 2004). Dana
perimbangan itu sendiri terdiri dari:

a. Dana Bagi Hasil
b. Dana Alokasi Umum
c. Dana Alokasi Khusus

Pada tahun 2007 pemerintah Kabupaten Tanggamus memperoleh kontribusi penerimaan
daerah dari pemerintah pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai
pengganti dari dana block grantyang sesuai dengan aturan sistem keuangan daerah yang
berasal dari pengganti Sumbangan Daerah Otonomi dan Bantuan.
Selama kurun waktu 5 (lima) tahun yaitu sejak tahun 2006 – 2010 besarnya nilai nominal
dari Realisasi Dana Perimbangan sebagai dana Transfer Pusat di Kabupaten Tanggamus
dapat dilihat pada Tabel.3. dibawah ini.

10
Tabel 3. Realisasi Dana Perimbangan/Transfer Pusat Kabupaten Tanggamus
Tahun Anggaran 2006 -Tahun 2010 (jutaan rupiah).
Bagian Dana
Perimbangan
Bag.Hasil Pajak

2007

2008

2009

2010

17.550

21.918

29.650

48.988

52.900

1.734

2.554

13.180

20.630

27.715

DAU

174.880

260.100

292.150

322.400

349.777

DAK

107.106

176.038

196.411

214.836

246.036

301.270

431.610

531.621

602.904

675.928

Bag.Hasil Non-Pajak SDA

Jumlah

2006

Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Tanggamus 2011

Tabel 3. menunjukan bahwa Dana Perimbangan yang diterima oleh pemerintah
Kabupaten Tanggamus sejak tahun 2006 hingga tahun 2010 terus perkembangannya
mengalami peningkatan, pada tahun 2006 sebesar Rp.301.270.102.232,00 00 menjadi
Rp.431.610.451.340,85 pada tahun 2007, hal ini disebabkan karena adanya kebijakan
pemerintah pusat untuk menaikkan alokasi anggaran khususnya DAU dan DAK rata-rata
kenaikannya mencapai 50 persen dari pada anggaran tahun sebelumnya.
Demikian juga pada tahun anggaran 2008 realisasi dana perimbangan/ transfer pusat
untuk Kabupaten Tanggamus naik mencapai Rp. 531.621.621.643,00 kenaikan anggaran
pada tahun ini lebih di fokuskan pada kenaikan DAK guna untuk perubahan dana pada
anggaran aparatur daerah. Sedangkan pada tahun 2009 dana perimbangan transfer pusat
untuk Kabupaten Tanggamus naik mencapai Rp. 602.904.580.420,00 kenaiakan dana
perimbangan ini disebabkan adanya kontribusi kenaikan dari Bagi Hasil Pajak dan Non
Pajak.
Dana Perimbangan/transfer pusat pada tahun 2010 mengalami kenaikan yang cukup
signifikan yang mencapai Rp. 675.928.320.737 kenaikan dana perimbangan pada tahun

11
ini dikarenakan adanya kenaikan dari masing-masing kontribusi Bagian Dana
Perimbangan untuk Kabupaten Tanggamus.
Besarnya Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima pemerintah Kabupaten Tanggamus
yang digunakan untuk membiayai pengeluaran dalam APBD sangatlah penting dalam
hubungan keuangan pusat dan aerah yang bersumber dari APBN, dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi perlu diketahui seberapa efektifkah dana tersebut berpengaruh
terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Tanggamus sesuai dengan
konsep perimbangan keuangan pusat dan daerah yang di tegaskan dalam UU No. 33
Tahun 2004. Pemerintah Kabupaten Tanggamus mengalokasian DAU pada dalam
Belanja Rutin. Setelah memenuhi kebutuhan rutin daerah sisa DAU dialokasikan pada
Belanja Pembangunan dengan demikian DAU akan memberikan kepastian bagi daerah
untuk memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran
yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan di
daerah.

12
Tabel 4. Rincian Realisasi DAU Tahun 2010 seluruh Kabupaten/kota di Propinsi
Lampung (dalam milliar rupiah).
No.

Kabupaten/Kota

DAU

1.

Kab. Lampung Tengah

475,36

2.

Kab. Lampung Selatan

459,39

3.

Kab. Lampung Timur

414,33

4.

Kab. Tanggamus

349,78

5.

Kota Bandar Lampung

303.54

6.

Kab. Lampung Utara

300.31

7.

Kab. Lampung Barat

338.67

8.

Kab. Tulang Bawang

378.19

9.

Kab. Way Kanan

322.21

10.

Kota Metro

311.46

Sumber : BPS Propinsi Lampung 2011

Dari tabel 4, pada tahun 2010 Kabupaten Tanggamus merupakan penerima alokasi DAU
terbesar keempat dari kabupaten/kota lainnya di Provinsi Lampung. Penggunaan DAU
ditetapkan sepenuhnya oleh pemerintah daerah untuk digunakan sebagai pembiayaan
pembangunan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah. Namun dalam
pelaksanaannya DAU yang diterima daerah haruslah berdasarkan fungsi pemerintah itu
sendiri terhadap masyarakat didaerahnya, sehingga transparansi dan evaluasi dalam
penggunaan dana perimbangan tersebut sangatlah penting untuk diketahui masyarakat.
Kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar, celah
fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah, dan alokasi dasar
dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah (UU No. 33 Tahun 2004).
Berdasarkan konsep tersebut distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki
kemampuan yang relatif besar akan menerima DAU lebih kecil dan daerah-daerah yang
memiliki kemampuan lebih kecil akan menerima distribusi DAU yang relatif lebih besar

13
serta perlu diketahui seberapa besar tingkat kemandiriaan fiskal Kabupaten Lampung
Selatan. Tujuan dari pemerintah daerah haruslah berorientasi pada kepentingan
masyarakat karena itu dalam UU No.33 Tahun 2004 daerah diberikan hak untuk
mengelola dana yang diberikan oleh pemerintah pusat sesuai dengan aturan perundangundangan yang berlaku sesuai dengan prinsip good governance.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian
ini adalah:
1. Berapa besar ketergantungan dana APBD Kabupaten Tanggamus dari Dana
Perimbangan selama tahun 2006 -2010.
2. Berapa besar tingkat Kemandirian Fiskal di Kabupaten Tanggamus selama
periode 2006 – 2010.

C. TujuanPenelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui berapa besar ketergantungan APBD Kabupaten Tanggamus
periode 2006 -2010 dari Dana Perimbangan.
2. Untuk mengetahui berapa besar Tingkat Kemandirian Fiskal Kabupaten
Tanggamus dalam hubungannya dengan Dana Alokasi Umum (DAU) tahun
anggaran 2006 – 2010.

14
D. SistematikaPenulisan

Sistematika dalam penulisan ini terdiri dari :
BAB I

Pendahuluan yang berisikan latar belakang, permasalahan, tujuan
penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II

Tinjauan Pustaka yang berisikan Kerangka Pemikiran,
Otonomi dan Pemerintah Daerah, Keuangan Daerah, Hubungan
Keuangan Pusat dan Daerah, Dana Alokasi Umum, Pengelolaan
Keuangan Daerah dan Kemandirian Fiskal Daerah.

BAB III

Metode Penelitian yang berisikan jenis dan
sumber data, alat analisis,dan gambaran umum.

BAB IV

Pembahasan yang berisikan tentang pembahasan dari
permasalahan.

BAB V

Simpulan dan Saran yang berisikan tentang simpulan yang

ditarik dari penelitian ini serta saran-saran yang dapat diberikan
berdasarkan hasil penelitian.
Daftar Pustaka.
Lampiran.

15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.Kerangka Pemikiran

Pelaksanaan desentralisasi yang ditandai dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk
meningkatkan kemandirian dalam membangun daerahnya dengan berpijak pada prinsipprinsip demokrasi, partisipasi, dan peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah dalam rangka mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya lokal, karena salah satu aspek penting dalam mengisi dan
melaksanakan kewenangan dalam otonomi daerah,adalah mengetahui tingkat
kemandirian daerah dalam membiayai kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah.
Semakin maju suatu negara dalam proses pembangunannya, maka dorongan untuk
Desentralisasi semakin luas. Dari sisi pemerintah daerah, dengan adanya Desentralisasi
diharapkan akan dapat meningkatkan tanggung jawabnya kepada masyarakat, serta
memberikan kesempatan kepada masyarakat umtuk meningkatkan partisipasinya dalam
pemerintahan. Indikasi keberhasilan dari Desentralisasi adalah adanya peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik dengan hubungan yang

16
serasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, pada saat itu keterlibatan
aparat pemerintah dalam menyingkapi permasalahan-permasalahan didaerah akan
dilakukan dengan sungguh-sungguh dan lebih sistematis.
Menurut Saragih (2003), pembangunan daerah dapat dilakukan melalui dua pendekatan,
yaitu:
a)

Pendekatan sentralistik yang mengandung arti bahwa pembangunan daerah
sepenuhnya merupakan wewenang pusat dan dilaksanakan oleh para birokrat di
pusat.

b)

Pendekatan desentralisasi yang mengandung arti bahwa pelaksanaan
pembangunan daerah sebagian besar merupakan wewenang daerah dan
dilaksanakan sendiri oleh daerah (Pemda) secara otonom.

Kemandirian daerah tergantung kepada posisi keuangan daerah itu sendiri, yang
merupakan elemen penting dalam otonomi daerah seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, sehingga dalam mengelola keuangannya, pemerintah daerah harus
melakukan efesiensi dan efektivitas agar tercapai suatu kondisi kestabilan jangka lama,
untuk itu perlu dilakukan usaha untuk mencapai efisiensi dan efektivitas

17
( Suparmoko M : 2002 ),diantaranya adalah :
1. Peningkatanproduktivitas
2. Hapuskansebab-sebabbiayatinggi
3. Tentukan batas konsumsi maksimal yang layak
4. Peningkatan PAD
5. Perbaikan Kualitas SDM ( produktif,efisien,dan bermoral )
6. Pertahankanfungsilingkungan
7. Kerjasamaantardaerah

Selainhal di
atasdaerahdituntutuntukberfikirkreatifdaninovatifuntukmencarialternatifsumberpembiaya
anpembangunantanpamengurangiharapanmasihadanyabantuandanbagian( sharing)
daripemerintahpusat yang berupadanaperimbangankhususnyadalambentuk Dana
AlokasiUmum (DAU). DAU
dialokasikandengantujuanpemerataandenganmemperhatikanpotensidaerah, luasdaerah,
keadaangeografi, jumlahpenduduk, dantingkatpendapatanmasyarakat di daerah,
sehinggaketimpanganantardaerahdapatdiperkecil.Penggunaanmaupunpengalokasian
DAU harusberorientasipadafungsidaripemerintahanitusendiri yang
berusahauntukmembangundaerahnyadalamwujudOtonomi Daerah.

18
B.OtonomidanPemerintahan Daerah

1.Otonomi Daerah

Undang-Undang No.32Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah menjelaskanbahwa
Indonesia merupakan Negara kesatuan yang
menganutasasdesentralisasidalampenyelenggaraanpemerintahan,
denganmemberikesempatandankewenangankepadadaerahuntukmenyelenggarakanOtono
mi Daerah. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi
untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan (UU No. 32 Tahun 2004). Wewenang daerah
mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan dan pengelolaan sumber daya
didalamnya serta menjaga dan bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan
hidup. Adapun yang menjadi tujuan dari pengembangan Otonomi Daerah adalah
(Suparmoko, 2002 : 18) :
a. Memberdayakan masyarakat
b. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas
c. Meningkatkan peran serta masyarakat
d. Mengembangkan peran fungsi DPRD

Melalui Otonomi Daerah, pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat lokal dipandang
merupakan strategi atau cara yang paling efektif dibandingkan strategi pembangunan
yang bersifat sentralistik yang dilakukan pusat (Saragih, 2002 : 27). Jurnal Otonomi
Daerah menjelaskan bahwa konsekuensi logis dari diberlakukannya UU No.22 Tahun

19
1999, adalah dilakukannya penataan elemen yang berkaitan dengan pemerintah daerah
antara lain :
a. Kewenangan yang merupakan dasar bagi daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri,
b. Kelembagaan yang merupakan wadah dari otonomi yang diserahkan kepada
daerah,
c. Personil yang menjalankan urusan otonomi yang menjadi isi rumah tangga daerah
yang bersangkutan,
d. Keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah,
e. Perwakilan yang merupakan perwujudan wakil-wakil rakyat yang telah mendapat
legitimasi,
f. Manejemen urusan otonomi, agar dapat berjalan efesien, efektif, dan akuntabel.

Menurut Widjaja, (1998: 21) Otonomi Daerah adalah menyerahkan kewenangan untuk
mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan kepada daerah. Otonomi memberikan
kesempatan kepada aparat daerah termasuk wakil-wakil rakyat untuk melaksanakan
kebijakan pembangunan tanpa harus diarahkan oleh pemerintah pusat, dengan kata lain
pembangunan di daerah lebih berorientasi pada kebutuhan daerah setempat. Pengertian
Daerah Otonom itu sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batasbatas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No.32 Tahun 2004).

20
Daerah otonomi harus memiliki kemampuan ekonomi untuk mendukung pelaksanaan
tugas-tugas pembangunan di daerah,termasuk didalamnya pembiayaan pembangunan
sesuai dengan prinsip ekonomi yang sangat menentukan bagi daerah agar tidak
tergantung dan menjadi beban pemerintah pusat dalam penyediaan dana keuangan
daerahnya. Sumber-sumber keuangan daerah terdiri dari dua kelompok besar yaitu,
sumber PAD dan sumber non-PAD yang terdiri dari dana perimbangan, pinjaman daerah,
dan pendapatan lain-lain yang sah.Pelaksanaan pembangunan tidak telepas dari
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang merupakan suatu sistem
pembiayaan pemerintah dalam rangka kesatuan yang mencakup pembagian, pemerataan
secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi,
kondisi dan kebutuhan daerah yang sejalan dengan kewajiban dan pembagian wewenang,
termasuk pengelolaan dan pengawasan. Dana perimbangan merupakan aspek penting
dalam hubungan keuangan pusat dan daerah, serta merupakan sumber pendapatan daerah
yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah
dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.

2. Pemerintah Daerah

Undang-undang No.25 Tahun 1999 telah melahirkan paradigma baru dalam pelaksanaan
otonomi daerah, yaitu pergeseran kewenangan pemerintahan dari sentralisasi menjadi
desentralisasi yang kemudian disempurnakan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

21
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No.32 Tahun 2004).
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa desentralisasi dan otonomi merupakan
dua sisi yang tidak dapat dipisahkan dan saling memberikan arti (Saragih 2002 : 39).
Pemerintah mempunyai peran yang sangat penting baik secara aktif maupun secara pasif
dalam proses pembangunan.
Menurut Musgrave, terdapat tiga fungsi utama dari pemerintah yaitu :
1.

Fungsi Alokasi adalah peran pemerintah untuk mengusahakan agar
pengalokasiaan sumber-sumber daya ekonomi dapat dimanfaatkan secara
optimal.

2.

Fungsi Distribusi adalah peran pemerintah untuk mengusahakan
pemerataan distribusi pendapatan dan pemerataan pembangunan.

3.

Fungsi Stabilitas adalah peran pemerintah dalam menyelaraskan
kebijaksanaan yang ada.

Fungsi distribusi dan stabilitas akan lebih baik jika dilaksanaan oleh pemerintah di daerah,
karena pemerintah daerah mengetahui keadaan dan kebutuhan yang ada di daerah
tersebut (Ganie 2004 : 17). Menurut Davey (1988 : 21) fungsi suatu pemerintahan dapat
digolongkan dalam lima kelompok, antara lain:
1.

Fungsi Penyediaan Pelayanan yang berorientasi pada lingkungan dan
kemasyarakatan.

2.

Fungsi Pengaturan yaitu perumusan penegakan peraturan-peraturan.

22
3.

Fungsi Pembangunan yang terlibat langsung dalam bentuk-bentuk
kegiatan ekonomi.

4.

Fungsi Perwakilan yaitu menyatakan pendapat daerah atas hal-hal diluar
tanggung jawab eksekutif dalm hubungan antara Pemerintah Pusat dengan
Pemerintah Daerah.

5.

Fungsi Koordinasi dan Perencanaan yaitu pengkoordinasian dan
perencanaan investasi dan tata guna tanah regional.

Dalam desentralisasi terdapat kewenanganan yang dipegang oleh pemerintah daerah
dalam melaksanaakan Otonomi Daerah. Untuk kabupaten/kota kewenangan tersebut
meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian,
perhubungan, industri dan perdagangan, penananaman modal, lingkungan hidup,
pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja. Sedangkan yang tidak menjadi kewenangan dari
pemerintah daerah di bidang-bidang politik luar negeri, pertahanan-keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, agama, kebijakan perencanaan nasional, pembangunan secara makro,
dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara, dan standarisasi nasional. Poinpoin tersebut tidak dapat dicampuri oleh pemerintah daerah dan kewenangan yang ada
menjadi tanggung jawab pemerintah daearh untuk diatur dan diurus oleh pemerintah
daerah.

23
C. Keuangan Daerah
Berdasarkan PP 105 tahun 2000 pasal 1 ayat 1 tentang Pengelolaan dan Pertanggung
jawaban Keuangan Daerah, keuangan daerah adalah semua hak dan
kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaran pemerintah daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban daerah tersebut. Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan
terlaksana secara optimal apabila pengyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan
pemberian sumbe-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah.
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, daerah diberikan hak untuk
mendapatkan sumber keuangan dengan prinsip uang mengikuti fungsi, antara lain:
1. Kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan
pemerintahan yang diserahkan,
2. Kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah
dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional
yang berada di daerah dan dana perimbangan lainya,
3. Hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber
pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.

Kebijaksanaan umum pengelolaan keuangan daerah disesuaikan dengan situasi dan
kondisi serta potensi daerah dengan berpedoman pada UU No. 25 Tahun 1999 yang
direvisi dengan adanya Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pusat dan Daerah serta PP No.105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan

24
Pertanggung jawaban Keuangan Daerah yang terdiri dari :

1.

Pengelolaan penerimaan daerah
Mengenai kemampuan pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber
pendapatan yang potensialdanbiaya-biaya yang dikeluarkanuntuk
meningkatkanpendapatantersebut.

2.

Pengelolaanpengeluarandaerah
Pengeluarandaerahadalahsemuapengeluarankasdaerahdalamperiodetahunanggaran
yang bersangkutan, yang mengurangikekayaanpemerintahdaerah.

Menurut Davey (1989 : 260) pemerintahdaerahakanmenikmatitingkatotonomi yang
diinginkanyaitukebebasanuntukbertindakjikamerekasendiri yang
mencarisebagianbesaruang yang merekaperlukandanbelanjakan. Bagian yang
semestinyadikumpulkansendiriolehpemerintahdaerahsehinggaditetapkan paling sedikit 50
persenwalaupunangkainijelasmerupakanpandanganpsikologisdaripadasecarakeuangan
(finansial).Seperti halnya keuangan negara yang identik dengan APBN demikian juga
dengan keuangan daerah yang tidak terlepas dengan APBD, keuangan daerah dituangkan
ke dalam APBD yang terdiri dari pengelolaan pendapatan/penerimaan daerah dan
pengelolaan pengeluaran/belanja daerah.

1.Pendapatan/Penerimaan Daerah

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat Dan Daerah yang dimaksud dengan pendapatan daerah adalah semua hak daerah

25
yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih, serta yang dimaksud dengan
penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur sumber pendapatan
daerah yang terdiri dari:
1.

Pendapatan Asli Daerah (PAD):

2.



Hasil pajak daerah



Hasil retribusi daerah



Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan



Lain-lain PAD yang sah.

Dana Perimbangan


Dana Bagi Hasil



Dana Alokasi Umum



Dana Alokasi Khusus

4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Untuk pembiayaan terdiri dari; sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan
pinjaman daerah, dana cadangan, dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Penerimaan daerah didapat dari menggali potensi-potensi sumber daya yang ada di
daerah yang dimasukan kedalam Penerimaan Asli Daerah (PAD). Selain dari PAD
penerimaan yang lain didapat dari alokasi dari pemerintah pusat yang dinamakan dana
perimbangan berupa Dana Bagi Hasil, DAU, dan DAK yang diatur melalui UU No.33
Tahun 2004.

26
2.Belanja/Pengeluaran Daerah

Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih (UU No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 13). Belanja/pengeluaran daerah
terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan. Belanja Rutin yang terdiri dari 10
pos pengeluaran seperti; Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Pemeliharaan,
Belanja Perjalanan Dinas, Belanja Lain-lain, Angsuran Pinjaman Hutang dan Bunga,
Belanja Pensiun dan Onderstand, Bantuan Keuangan, Pengeluaran tidak termasuk bagian
lain, dan Pengeluaran Tidak Tersangka.
Untuk Belanja Pembangunan terdiri dari 20 pos pengeluaran sesuai dengan fungsi pada
setiap sektor dalam pembangunan, antara lain: Sektor Industri, Sektor Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan, Sektor Pengairan, Sektor Tenaga Kerja, Sektor Perdagangan,
Pengembangan Usaha Nasional, Keuangan Daerah dan Koperasi, Sektor Transportasi,
Sektor Pertambangan dan Energi, Sektor Pariwisata dan Telekomunikasi, Sektor
Pembangunan Daerah dan Transmigrasi, Sektor Lingkungan Hidup dan Tata Ruang,
Sektor Pendidikan-Kebudayaan-Pemuda dan Olahraga, Sektor Kependudukan dan
Keluarga Sejahtera, Sektor Kesehatan-Kesoso-Peranan Wanita-Anak, Sektor Perumahan
dan Pemukiman, Sektor Agama, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Sektor Hukum, Sektor
Aparatur Pemerintahan dan Pengawasan, Sektor Politik-Penerangan-Hubungan Luar
Negeri, dan Sektor Pertahanan Keamanan.
Belanja rutin dan belanja pembangunan dipenuhi oleh pendapatan daerah baik dari PAD,
Dana Perimbangan (Bagi Hasil, DAU, DAK), maupun pendapatan lainnya.

27
D. Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah

Hubungan keuangan antara pemerintah Pusat dan Daerah dalam bentuk desentralisasi
fiskal sering disebut perimbangan keuangan antara pusat dan daerah diatur dalam UU No.
25 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Menurut Amaroedin (2002 :
8) terdapat kriteria yang harus diperhatikan dalam hubungan keuangan antara pusat dan
daerah, yaitu:

1.

Sistem memberikan distribusi kekuasaan yang rasional diantara berbagai
tingkat pemerintahan mengenai penggalian sumber dana pemerintah dan
kewenangan penggunannya.

2.

Sistem menyajikan suatu bagian yang memadai dari sumber dan
masyarakat secara keseluruhan untuk membiayai pelaksanaan fungsifungsi penyediaan pelayanan dan pembangunan yang diselenggarakan
daerah.

3.

Sistem sejauh mungkin mendistribusikan pengeluaran pemerintah secara
adil diantara daerah-daerah sekurang-kurangnya memberikan prioritas
pada pemerataan pelayanan kebutuhan dasar tertentu.

4.

Pajak dan retribusi yang dikenakan oleh pemerintah harus sejalan dengan
d